Golongan Yang Menyebarkan Agama Hindu Budha
Golongan Yang Menyebarkan Agama Hindu Budha
Golongan Yang Menyebarkan Agama Hindu Budha
Hubungan yang terjalin antara Nusantara (Indonesia) dengan India dan Cina tidak terbatas pada
hubungan
dagang
saja.
Dalam
perkembangannya,
para
pedagang
India
dan
Cina
memperkenalkan juga kebudayaan yang mereka miliki. Pengaruh yang penting ialah terjadinya
penyebaran agama Hindu dan Budha.
Siapakah Penyebar Agama Hindu di Nusantara?
Hingga saat ini para ahli sejarah masih berbeda pendapat mengenai proses penyebaran agama
Hindu di Nusantara, namun ada beberapa teori yang menguatkan hal tersebut, di antaranya
adalah:
1. Teori Sudra. Teori ini menyatakan bahwa penyebaran agama Hindu ke Nusantara dibawa oleh
orang-orang India berkasta Sudra.
2. Teori Waisya. Teori yang dikemukakan oleh Profesor N. J. Krom ini menyatakan bahwa
golongan Waisya (pedagang) merupakan kelompok yang berperan besar dalam penyebaran
agama Hindu di Nusantara.
3. Teori Ksatria. Teori yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Ir. J. L. Moens ini berpendapat bahwa
golongan bangsawan atau ksatrialah yang menyebarkan agama Hindu di Nusantara. Adapun
proses penyebaran agama tersebut terutama dilakukan melalui cara kolonisasi (pendudukan).
4. Teori Brahmana. Teori yang dikemukakan oleh J. C. Van Loer ini meyakini bahwa kaum
brahmana (pendeta) merupakan faktor utama penyebaran agama Hindu di Nusantara.
Dari keempat teori tersebut, teori penyebaran agama Hindu di Nusantara oleh kaum brahmana
adalah yang paling masuk akal. Ada dua alasan yang memperkuat teori ini, pertama, hanya kaum
brahmana yang mengerti kitab weda. Kedua, hanya kaum brahmana yang mengerti tulisan
sanskerta dan bahasa pallawa.
Sering dikunjungi bangsa-bangsa asing, seperti India, Cina, Arab, dan Persia,
2.
3.
4.
meninggalkan India. Rupanya, diantara mereka ada pula yang sampai ke wilayah Indonesia.
Mereka inilah yang kemudian berusaha mendirikan koloni-koloni baru sebagai tempat
tinggalnya. Di tempat itu pula terjadi proses penyebaran agama dan budaya Hindu. F.D.K. Bosch
adalah salah seorang pendukung hipotesis ksatria.
3. Hipotesis Waisya
Menurut para pendukung hipotesis waisya, kaum waisya yang berasal dari kelompok pedagang
telah berperan dalam menyebarkan budaya Hindu ke Nusantara. Para pedagang banyak
berhubungan dengan para penguasa beserta rakyatnya. Jalinan hubungan itu telah membuka
peluang bagi terjadinya proses penyebaran budaya Hindu. N.J. Krom adalah salah satu
pendukung dari hipotesis waisya.
4. Hipotesis Sudra
Von van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang tejadi di India telah menyebabkan
golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan
mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudralah yang memberi
andil dalam penyebaran budaya Hindu ke Nusantara.
Selain pendapat di atas, para ahli menduga banyak pemuda di wilayah Indonesia yang belajar
agama Hindu dan Buddha ke India. Di perantauan mereka mendirikan organisasi yang disebut
Sanggha. Setelah memperoleh ilmu yang banyak, mereka kembali untuk menyebarkannya.
Pendapat semacam ini disebut Teori Arus Balik.
Pada umumnya para ahli cenderung kepada pendapat yang menyatakan bahwa masuknya budaya
Hindu ke Indonesia itu dibawa dan disebarluaskan oleh orang-orang Indonesia sendiri. Bukti
tertua pengaruh budaya India di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Buddha di daerah
Sempaga (Sulawesi Selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai langgam yang sama
dengan arca yang dibuat di Amarawati (India). Para ahli memperkirakan, arca Buddha tersebut
merupakan barang dagangan atau barang persembahan untuk bangunan suci agama Buddha.
Selain itu, banyak pula ditemukan prasasti tertua dalam bahasa Sanskerta dan Malayu kuno.
Berita yang disampaikan prasasti-prasasti itu memberi petunjuk bahwa budaya Hindu menyebar
di Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 Masehi.
Masuknya pengaruh unsur kebudayaan Hindu-Buddha dari India telah mengubah dan menambah
khasanah budaya Indonesia dalam beberapa aspek kehidupan.
a. Agama
Ketika memasuki zaman sejarah, masyarakat indonesia menganut kepercayaan animisme dan
dinamisme. Masyarakat mulai menerima kepercayaan baru, yaitu agama Hindu-Budha sejak
berinteraksi dengan orang-orang India. Meskipun demikian, kepercayaan asli tidak hilang akibat
tergeser oleh agama Hindhu dan Buddha. Budaya baru tersebut membawa perubahan pada
kehidupan keagamaan, misalnya dalam hal tata cara krama, upacara-upacara pemujaan dan
bentuk tempat peribadatan.
b. Pemerintahan
Sistem pemerintahan kerajaan dikenalkan oleh orang-orang India. Dalam sistem ini kelompokkelompok kecil masyarakat bersatu dengan kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang
terbaik dan terkuat berhak atas tampuk kekuasaan kerajaan. Oleh karena itu lahir kerajaankerajaan Hindu dan Buddha seperti Sriwijaya, Singasari, Mataram Kuno, Kutai, Tarumanegara,
dan lain-lain. Sistem pemerintahan mengikuti pola dari India yaitu kerajaan, dimana kekuasaan
dipegang oleh raja dan bersifat turun temurun. Pergantian penguasaan berdasarkan keturunan
Dalam perkembangan selanjutnya bahkan hingga saat ini, bahasa Indonesia memperkaya diri
dengan bahasa sanskerta itu. Kalimat atau kata-kata bahasa Indonesia yang merupakan hasil
serapan dari bahasa sanskerta yaitu Pancasila, Dasa Dharma, Kartika Eka Paksi, Parasamya
Purnakarya Nugraha, dsb.
Akan tetapi, setelah pengaruh Hindu-Buddha masuk ke Indonesia, pemimpin desa atau kepala
suku yang sudah memeluk agama Hindu dan Buddha berubah menjadi seorang raja. Desa atau
daerah yang dipimpinnya berubah menjadi kerajaan. Misalnya, kepala suku atau pemimpin desa
daerah Kutai, Kudungga menjadi Raja Kudungga, dan Desa daerah Kutai menjadi Kerajaan
Kutai. Dengan demikian, lahirlah kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha
Ciri-Ciri nya :
Candi Borobudur berbentuk punden berundak, yang terdiri dari enam tingkat
berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa
utama sebagai puncaknya. Selain itu tersebar di semua tingkat-tingkatannya beberapa
stupa.
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang,
Jawa Tengah. Lokasi candi adalah kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang
dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut
agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan
wangsa Syailendra.
2. Candi Mendut
Ciri-Ciri nya :
Hiasan yang terdapat pada candi Mendut berupa hiasan yang berselang-seling. Dihiasi
dengan ukiran makhluk-makhluk kahyangan berupa bidadara dan bidadari, dua ekor
kera dan seekor garuda.
Candi Mendut adalah sebuah candi berlatar belakang agama Buddha. Candi ini terletak
di desa Mendut, kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, beberapa
kilometer dari candi Borobudur.
Candi Mendut didirikan semasa pemerintahan Raja Indra dari dinasti Syailendra. Di
dalam prasasti Karangtengah yang bertarikh 824 Masehi, disebutkan bahwa raja Indra
telah membangun bangunan suci bernama veluvana yang artinya adalah hutan bambu.
Oleh seorang ahli arkeologi Belanda bernama J.G. de Casparis, kata ini dihubungkan
dengan Candi Mendut.
3. Candi Ngawen
Ciri-Ciri nya :
Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil, dua di antaranya mempunyai bentuk yang
berbeda dengan dihiasi oleh patung singa pada keempat sudutnya. Sebuah patung
Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa yang sudah tidak ada kepalanya nampak
berada pada salah satu candi lainnya. Beberapa relief pada sisi candi masih nampak
cukup jelas, di antaranya adalah ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.
Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada kira-kira 5 km sebelum candi Mendut
dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Magelang. Menurut
perkiraan, candi ini dibangun oleh wangsa Syailendra pada abad ke-8 pada zaman
Kerajaan Mataram Kuno. Keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah
yang tersebut dalam prasasti Karang Tengah pada tahun 824 M.
TUGAS
SEJARAH INDONESIA
DISUSUN
O
L
E
H
YELKA NADIA SEPTIANI
KELAS : X MIPA 2
MA YPAIR RENGAT
T.P 2016 / 2017