Mahabharata

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Mahabharata (Sanskerta: ) adalah sebuah karya sastra kuno yang berasal dari

India. Secara tradisional, penulis Mahabharata adalah Begawan Byasa atau Vyasa. Buku
ini terdiri dari delapan belas kitab, maka dinamakan Astadasaparwa (asta = 8, dasa = 10,
parwa = kitab). Namun, ada pula yang meyakini bahwa kisah ini sesungguhnya merupakan
kumpulan dari banyak cerita yang semula terpencar-pencar, yang dikumpulkan semenjak
abad ke-4 sebelum Masehi.
Secara singkat, Mahabharata menceritakan kisah konflik para Pandawa lima dengan
saudara sepupu mereka sang seratus Korawa, mengenai sengketa hak pemerintahan
tanah negara Astina. Puncaknya adalah perang Bharatayuddha di medan Kurusetra dan
pertempuran berlangsung selama delapan belas hari.
Mahbhrata merupakan kisah epik yang terbagi menjadi delapan belas kitab atau sering
disebut Astadasaparwa. Rangkaian kitab menceritakan kronologi peristiwa dalam kisah
Mahbhrata, yakni semenjak kisah para
leluhur Pandawa dan Korawa (Yayati, Yadu, Puru, Kuru, Duswanta, Sakuntala, Bharata)
sampai kisah diterimanya Pandawa di surga.
Nama kitab

Keterangan

Kitab Adiparwa berisi berbagai cerita yang bernafaskan Hindu,


seperti misalnya kisah pemutaran Mandaragiri, kisah
Bagawan Dhomya yang menguji ketiga muridnya, kisah para
Adiparwa

leluhur Pandawa dan Korawa, kisah kelahiran Rsi Byasa, kisah


masa kanak-kanak Pandawa dan Korawa, kisah
tewasnya rakshasaHidimba di tangan Bhimasena, dan
kisah Arjuna mendapatkan Dropadi.

Kitab Sabhaparwa berisi kisah pertemuan Pandawa dan Korawa di


sebuah balairung untuk main judi, atas rencana Duryodana. Karena
Sabhaparwa

usaha licikSangkuni, permainan dimenangkan selama dua kali oleh


Korawa sehingga sesuai perjanjian, Pandawa harus mengasingkan
diri ke hutan selama 12 tahun dan setelah itu melalui masa
penyamaran selama 1 tahun.

Kitab Wanaparwa berisi kisah Pandawa selama masa 12 tahun


pengasingan diri di hutan. Dalam kitab tersebut juga diceritakan
Wanaparwa

kisah Arjuna yang bertapa di gunung Himalaya untuk memperoleh


senjata sakti. Kisah Arjuna tersebut menjadi bahan
cerita Arjunawiwaha.

Kitab Wirataparwa berisi kisah masa satu tahun penyamaran


Pandawa di Kerajaan Wirata setelah mengalami pengasingan
Wirataparwa

selama 12 tahun. Yudistiramenyamar sebagai ahli


agama, Bhima sebagai juru masak, Arjuna sebagai guru
tari, Nakula sebagai penjinak kuda, Sahadewa sebagai
pengembala, danDropadi sebagai penata rias.

Kitab Udyogaparwa berisi kisah tentang persiapan perang


keluarga Bharata (Bharatayuddha). Kresna yang bertindak sebagai
Udyogaparwa

juru damai gagal merundingkan perdamaian dengan


Korawa. Pandawa dan Korawa mencari sekutu sebanyakbanyaknya di penjuru Bharatawarsha, dan hampir seluruhKerajaan
India Kuno terbagi menjadi dua kelompok.

Kitab Bhismaparwa merupakan kitab awal yang menceritakan


tentang pertempuran di Kurukshetra. Dalam beberapa bagiannya
terselip suatu percakapan suci antara Kresna dan Arjuna menjelang
Bhismaparwa

perang berlangsung. Percakapan tersebut dikenal sebagai


kitab Bhagavad Gt. Dalam kitab Bhismaparwa juga diceritakan
gugurnya Resi Bhisma pada hari kesepuluh karena usaha Arjuna
yang dibantu oleh Srikandi.

Dronaparwa

Kitab Dronaparwa menceritakan kisah pengangkatan


Bagawan Drona sebagai panglima perang Korawa. Drona berusaha
menangkap Yudistira, namun gagal. Drona gugur di medan perang
karena dipenggal oleh Drestadyumna ketika ia sedang tertunduk

lemas mendengar kabar yang menceritakan kematian


anaknya, Aswatama. Dalam kitab tersebut juga diceritakan kisah
gugurnya Abimanyu dan Gatotkaca.

Kitab Karnaparwa menceritakan kisah pengangkatan Karna sebagai


panglima perang oleh Duryodana setelah gugurnya Bhisma, Drona,
Karnaparwa

dan sekutunya yang lain. Dalam kitab tersebut diceritakan


gugurnya Dursasana oleh Bhima. Salya menjadi kusir kereta Karna,
kemudian terjadi pertengkaran antara mereka. Akhirnya, Karna
gugur di tangan Arjuna dengan senjata Pasupati pada hari ke-17.

Kitab Salyaparwa berisi kisah pengangkatan Sang Salya sebagai


panglima perang Korawa pada hari ke-18. Pada hari itu juga, Salya
gugur di medan perang. Setelah ditinggal sekutu dan
Salyaparwa

saudaranya, Duryodana menyesali perbuatannya dan hendak


menghentikan pertikaian dengan para Pandawa. Hal itu menjadi
ejekan para Pandawa sehingga Duryodana terpancing untuk
berkelahi dengan Bhima. Dalam perkelahian tersebut, Duryodana
gugur, tapi ia sempat mengangkat Aswatama sebagai panglima.

Kitab Sauptikaparwa berisi kisah pembalasan dendam Aswatama


kepada tentara Pandawa. Pada malam hari, ia
bersama Kripa dan Kertawarmamenyusup ke dalam kemah
pasukan Pandawa dan membunuh banyak orang, kecuali para
Sauptikaparwa

Pandawa. Setelah itu ia melarikan diri ke pertapaan Byasa.


Keesokan harinya ia disusul oleh Pandawa dan terjadi perkelahian
antara Aswatama dengan Arjuna. Byasa dan Kresna dapat
menyelesaikan permasalahan itu. Akhirnya Aswatama menyesali
perbuatannya dan menjadi pertapa.

Striparwa

Kitab Striparwa berisi kisah ratap tangis kaum wanita yang ditinggal
oleh suami mereka di medan

pertempuran. Yudistira menyelenggarakan upacara pembakaran


jenazah bagi mereka yang gugur dan mempersembahkan air suci
kepada leluhur. Pada hari itu pula Dewi Kunti menceritakan
kelahiran Karnayang menjadi rahasia pribadinya.

Kitab Santiparwa berisi kisah pertikaian batin Yudistira karena telah


membunuh saudara-saudaranya di medan pertempuran. Akhirnya
Santiparwa

ia diberi wejangan suci oleh Rsi Byasa dan Sri Kresna. Mereka
menjelaskan rahasia dan tujuan ajaran Hindu agar Yudistira dapat
melaksanakan kewajibannya sebagai Raja.

Kitab Anusasanaparwa berisi kisah penyerahan


diri Yudistira kepada Resi Bhisma untuk menerima ajarannya.
Anusasanaparwa

Bhisma mengajarkan tentang ajaranDharma, Artha, aturan tentang


berbagai upacara, kewajiban seorang Raja, dan sebagainya.
Akhirnya, Bhisma meninggalkan dunia dengan tenang.

Kitab Aswamedhikaparwa berisi kisah pelaksanaan


upacara Aswamedha oleh Raja Yudistira. Kitab tersebut juga
Aswamedhikaparwa

menceritakan kisah pertempuran Arjunadengan para Raja di dunia,


kisah kelahiran Parikesit yang semula tewas dalam kandungan
karena senjata sakti Aswatama, namun dihidupkan kembali oleh Sri
Kresna.

Kitab Asramawasikaparwa berisi kisah


kepergian Drestarastra, Gandari, Kunti, Widura, dan Sanjaya ke
Asramawasikaparwa

tengah hutan, untuk meninggalkan dunia ramai. Mereka


menyerahkan tahta sepenuhnya kepada Yudistira. Akhirnya
Resi Narada datang membawa kabar bahwa mereka telah pergi ke
surga karena dibakar oleh api sucinya sendiri.

Kitab Mosalaparwa menceritakan kemusnahan bangsa Wresni. Sri


Kresna meninggalkan kerajaannya lalu pergi ke tengah
Mosalaparwa

hutan. Arjuna mengunjungiDwarawati dan mendapati bahwa kota


tersebut telah kosong. Atas nasihat Rsi
Byasa, Pandawa dan Dropadi menempuh hidup sanyasin atau
mengasingkan diri dan meninggalkan dunia fana.

Kitab Mahaprastanikaparwa menceritakan kisah perjalanan


Pandawa dan Dropadi ke puncak gunung Himalaya, sementara
Mahaprastanikaparwa tahta kerajaan diserahkan kepada Parikesit, cucu Arjuna. Dalam
pengembaraannya, Dropadi dan para Pandawa (kecuali Yudistira),
meninggal dalam perjalanan.

Kitab Swargarohanaparwa menceritakan kisah Yudistira yang


mencapai puncak gunung Himalaya dan dijemput untuk
Swargarohanaparwa

mencapai surga oleh Dewa Indra. Dalam perjalanannya, ia ditemani


oleh seekor anjing yang sangat setia. Ia menolak masuk surga jika
disuruh meninggalkan anjingnya sendirian. Si anjing menampakkan
wujudnya yang sebenanrnya, yaitu Dewa Dharma.

BAB III
Nilai-Nilai yang Terkandung didalam Cerita Santi Parwa dan Aswamedha Parwa
1. Nilai Tradisi
Yaitu suatu kebiasaan yang masih diturunkan hingga sekarang. Kebiasaan ini adalah
upacara bagi orang yang telah meninggal harus dilakukan oleh keluarga, kerabat atau
keturunannnya, yang bertujuan untuk membantu sang atman agar mencapai tempat yang
baik di alam niskala. Hal ini terlihat saat Kunti meminta Yudhistira untuk membuatkan
upacara kremasi yaitu persembahan air suci kepada Radheya, karena putra Radheya telah
mati dalam perang. Sehingga Kunti dan putra-putranya yang lainlah yang wajib
mempersembahkan upacara kremasi untuk Radheya.
2. Nilai Moral
Nilai Moral ini dapat kita lihat, ketika Kunti menghanyutkan Karna di Sungai Ganga karena
Ia merasa malu melahirkan anak tanpa melaui perkawinan. Tindakan Kunti tersebut tentu
saja merupakan perbuatan yang tidak terpuji. Ia telah mengucapkan mantra tanpa
mengetahui apa fungsi dari mantra tersebut. Yang akhirnya membuat Karna memiliki masa

depan yang suram akibat di asuh oleh orang yang tidak baik.
3. Nilai Kesetiaan (satya)
a. Satya Mitra
Satya Mitra yaitu setia kepada teman. Sikap ini dimiliki oleh Radheya. Walaupun Radheya
telah mengetahui bahwa Kunti adalah ibunya dan Pandawa adalah saudaranya serta
bahkan Kunti telah membujuknya untuk tinggal bersamanya, namun ia menolak ajakan
Kunti karena ia tidak ingin mengecewakan teman dan majikannya, yaitu Yudhistira.
b. Satya Laksana
Sikap setia ini juga dimiliki oleh Radheya. Walaupun Ia merasa sedih sekaligus senang
mendengar bahwa pandawa adalah saudaranya, namun Ia tetap melaksakan tugas dan
kewajibannya dengan sebagaimana mestinya.
c. Satya Wacana
Sebelum dibunuh oleh Arjuna, Radheya pernah mengatakan bahwa ia tak akan membunuh
Pandawa kecuali Arjuna. Saat terjadi selisih paham dengan Bhima, Nakula dan Sahadewa,
Radheya tidak bertempur dengannya, tetapi hanya menghinanya. Hal ini dilakukan karena
Radheya ingin menyenangkan hati temannya Duryodana. Dan Radheya benar-benar
menepati segala ucapannya.
d. Satya Hrdaya
Sifat ini dimiliki oleh Raja Marutta yang tetap pada pendirian dan kata hatinya dalam
pelaksanaan upacara Aswamedha yang dilakukannya. Walaupun Ia sempat dijanjikan
keabadian oleh Indra apabila Ia mengganti Samwarta dengan Wrspati sebagai pemimpin
Yadnya besar tersebut, Raja Marutta tidak tergoyahkan.
e. Satya Semaya
Sifat ini juga dimiliki oleh Raja Marutta yang setia dengan janjinya kepada Samwarta, yaitu:
Ia tidak akan tergoyahkan, apapun yang akan terjadi selanjutnya. Karena tentu saja Indra
dan Wrspati akan berusaha menggagalkan pelaksanaan upacara tersebut.
Yang kedua, Ia harus melakukan pertapan di puncak pegunungan Himalaya guna
mendapatkan emas sebagai prasarana dalam melengkapi upacara. Dan Raja Marutta
berhasil memenuhi janjinya tersebut.
4. Nilai kepemimpinan
Sifat ini dimiliki oleh Yudhistira, Setelah Ia mendapatkan pencerahan dari Rsi Vyasa, Ia baru
menyadari bahwa tugasnya sebagai seorang raja tidak berhak untuk tenggelam dalam
urusan pribadinya. Karena bagi Rakyat, Raja adalah Dewa dan begitu juga sebaliknya.
Selain itu, sifat ini juga ditunjukkan oleh Yudhistira saat ia berhasil menunjuk pejabat
kerajaan sesuai dengan sifat dan kemampuan yang dimilki oleh masing-masing pejabatnya
tersebut.
5. Nilai Yadnya (Upacara)
Dapat kita lihat ketika Para Pandawa mengadakan upacara kremasi atau persembahan air
suci di tepi sungai Ganga untuk para pahlawan yang gugur dalam perang. Nilai Upacara ini

juga dapat dilihat saat Raja Marutta dan Yudhistira mengadakan upacara Yadnya yang
begitu besar yaitu upacara Aswameda yang dapat di samakan dengan dana punia dijaman
sekarang ini.
6. Nilai Pendidikan
Hal ini dapat dilihat dari hal-hal yang sepatutnya dilaksakan sesuai dengan tingkatan
masing-masing jaman. Yaitu Melaksanakan penebusan dosa yang sangat ketat dilakukan
orang pada kerta yuga, mempelajari ilmu pengetahuan (jnana) yang diutamakan orang
pada treata yuga , melaksanakan upacara yadnya yang diutamakan orang pada dwapara
yuga dan berdaana (daanam) yang diutamakan orang pada kali yuga .
7. Nilai Spiritual
Pemakaian binatang dan tumbuh-tumbuhan sebagai sarana upacara Yadnya telah
disebutkan dalam Manawa Dharmasastra V.40; Tumbuh-tumbuhan dan binatang yang
digunakan sebagai sarana upacara Yadnya itu akan meningkat kualitasnya dalam
penjelmaan berikutnya. Manusia yang memberikan kesempatan kepada tumbuh-tumbuhan
dan hewan tersebut juga akan mendapatkan pahala yang utama. Karena setiap perbuatan
yang membuat orang lain termasuk sarwa prani meningkat kualitasnya adalah perbuatan
yang sangat mulia. Perbuatan itu akan membawa orang melangkah semakin dekat dengan
Tuhan. Karena itu penggunaan binatang sebagai sarana pokok upacara banten caru
bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat kebinatangan atau keraksasaan menuju sifat-sifat
kemanusiaan terus meningkat menuju kesifat-sifat kedewaan.
Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Astadasa Parwa
Adapun nilai-nilai yang terkandung di dalam teks Astadasaparwa diantaranya adalah: Nilai
ajaran dharma, nilai kesetiaan, nilai pendidikan dan nilai yajna (korban suci). Nilai-nilai ini
kiranya ada manfaatnya untuk direnungkan dalam kehidupan dewasa ini.
Pertama, Nilai Dharma (kebenaran hakiki) ,
inti pokok cerita Mahabharata adalah konflik (perang) antara saudara sepupu (Pandawa
melawan seratus Korawa) keturunan Bharata. Oleh karena itu Mahabharata disebut juga
Maha-bharatayuddha. Konflik antara Dharma (kebenaran/kebajikan) yang diperankan oeh
Panca Pandawa) dengan Adharma (kejahatan/kebatilan ) yang diperankan oleh Seratus
Korawa. Dharma merupakan kebajikan tertinggi yang senantiasa diketengahkan dalam
cerita Mahabharata. Dalam setiap gerak tokoh Pandawa lima, dharma senantiasa
menemaninya. Setiap hal yang ditimbulkan oleh pikiran, perkataan dan perbuatan,
menyenangkan hati diri sendiri, sesama manusia maupun mahluk lain, inilah yang pertama
dan utama Kebenaran itu sama dengan sebatang pohon subur yang menghasilkan buah
yang semakin lama semakin banyak jika kita terus memupuknya. Panca Pandawa dalam
menegakkan dharma, pada setiap langkahnya selalu mendapat ujian berat, memuncak
pada perang Bharatayuddha. Bagi siapa saja yang berlindung pada Dharma, Tuhan akan
melindunginya dan memberikan kemenangan serta kebahagiaan. Sebagaimana yang

dilakukan oleh pandawa lima, berlindung di bawah kaki Krsna sebagai awatara Tuhan. "
Satyam ewa jayate " (hanya kebenaran yang menang).
Kedua, nilai kesetiaan (satya) ,
cerita Mahabharata mengandung lima nilai kesetiaan (satya) yang diwakili oleh Yudhistira
sulung pandawa. Kelima nilai kesetiaan itu adalah: Pertama, satya wacana artinya setia
atau jujur dalam berkata-kata, tidak berdusta, tidak mengucapkan kata-kata yang tidak
sopan. Kedua, satya hredaya, artinya setia akan kata hati, berpendirian teguh dan tak
terombang-ambing, dalam menegakkan kebenaran. Ketiga, satya laksana, artinya setia dan
jujur mengakui dan bertanggung jawab terhadap apa yang pernah diperbuat. Keempat,
satya mitra, artinya setia kepada teman/sahabat. Kelima, satya semaya, artinya setia
kepada janji. Nilai kesetiaan/satya sesungguhnya merupakan media penyucian pikiran.
Orang yang sering tidak jujur kecerdasannya diracuni oleh virus ketidakjujuran.
Ketidakjujuran menyebabkan pikiran lemah dan dapat diombang-ambing oleh gerakan
panca indria. Orang yang tidak jujur sulit mendapat kepercayaan dari lingkungannya dan
Tuhan pun tidak merestui.
Ketiga, Nilai pendidikan,
Sistem Pendidikan yang di terapkan dalam cerita Mahabharata lebih menekankan pada
penguasaan satu bidang keilmuan yang disesuaikan dengan minat dan bakat siswa. Artinya
seorang guru dituntut memiliki kepekaan untuk mengetahui bakat dan kemampuan masingmasing siswanya. Sistem ini diterapkan oleh Guru Drona, Bima yang memiliki tubuh kekar
dan kuat bidang keahliannya memainkan senjata gada, Arjuna mempunyai bakat di bidang
senjata panah, dididik menjadi ahli panah.Untuk menjadi seorang ahli dan mumpuni di
bidangnya masing-masing, maka faktor disiplin dan kerja keras menjadi kata kunci dalam
proses belajar mengajar.
Keempat, Nilai yajna (koban suci dan keiklasan) ,
bermacam-macam yajna dijelaskan dalam cerita Mahaharata, ada yajna berbentuk benda,
yajna dengan tapa, yoga, yajna mempelajari kitab suci ,yajna ilmu pengetahuan, yajna
untuk kebahagiaan orang tua. Korban suci dan keiklasan yang dilakukan oleh seseorang
dengan maksud tidak mementingkan diri sendiri dan menggalang kebahagiaan bersama
adalah pelaksanaan ajaran dharma yang tertinggi (yajnam sanatanam).
Kegiatan upacara agama dan dharma sadhana lainnya sesungguhnya adalah usaha
peningkatan kesucian diri. Kitab Manawa Dharmasastra V.109 menyebutkan.:
"Tubuh dibersihkan dengan air, pikiran disucikan dengan kejujuran (satya), atma disucikan
dengan tapa brata, budhi disucikan dengan ilmu pengetahuan (spiritual)"
Nilai-nilai ajaran dalam cerita Mahabharata kiranya masih relevan digunakan sebagai
pedoman untuk menuntun hidup menuju ke jalan yang sesuai dengan Veda. Oleh karena itu
mempelajari kita suci Veda, terlebih dahulu harus memahami dan menguasai Itihasa dan

Purana (Mahabharata dan Ramayana), seperti yang disebutkan dalam kitab


Sarasamuscaya sloka 49 sebagai berikut :
"Weda itu hendaknya dipelajari dengan sempurna, dengan jalan mempelajari itihasa dan
purana, sebab Weda itu merasa takut akan orang-orang yang sedikit pengetahuannya"
Makna Filosofis Astadasaparwa (Mahabharata)
Tubuh manusia memiliki 10 organ (indriya), yaitu lima organ sensorik ( jinanendriyas) dan
lima organ motorik ( karmendriyas), dan sebuah "antahkarana" atau organ/indera internal.
Sedangkan organ sensorik dan motorikadalah organ eksternal (bahihkarana). Antahkarana
berhubungan langsung dengan tubuh fisik. Antahkarana merupakan bagian intrinsik dari
pikiran itu sendiri. Berkat kerja dari bagian inilah pikiran kita bisa merasakan perut yang
kosong,dan kemudian merasa lapar. Begitu perut kosong, pikiran mulai mencari makanan,
dan hal ini diekspresikan melalui aksi fisik. Jadi terdapat dua bagian, yang satu merupakan
bagian intrinsik pikiran, dan satu bagian lagi adalah kesepuluh organ.
Yang mendorong terjadinya aktivitas adalah antahkarana. Antahkarana tersusun atas
pikiran sadar (conscious) dan bawah sadar (subconscoius). Maka jika antahkarana
menginginkan sesuatu, maka tubuh fisiklah yang bekerja menurut keinginan tersebut.
Dalam Sanskrit dikenal enam arah utama yang dinamakan "disha" atau "pradisha": Utara,
Selatan, Timur, Barat, Atas, dan Bawah. Juga terdapat empat sudut yang dinamakan
"anudisha": Barat Laut (iishana), Barat Daya (agni), Tenggara (vayu) dan Timur Laut
(naerta). Jadi seluruhnya ada sepuluh.
Pikiran sesungguhnya buta. Dengan pertolongan "wiweka" (conscience/hati nurani) maka
pikiran bisa melihat dan memvisualisasikan sesuatu. Jadi pikiran dapat dilambangkan
dengan Dhritarastra (Seorang raja yg buta dalam kisah Mahabharata), dan daya fisik, yaitu
kesepuluh organ dapat bekerja dalam sepuluh arah secara simultan. Jadi pikiran memiliki
10 organ X 10 arah = 100 ekpresi eksternal. Dengan kata lain, ke-100 putra Dhritasastra
melambangkan seratus ekspresi eksternal ini.
Bagaimana dengan Pandawa?
Mereka melambangkan lima faktor fundamental dalam struktur manusia.
Sadewa/Sahadeva melambangkan faktor padat, mereprestasikan cakra muladhara
(kemampuan untuk menjawab segala sesuatu).
Nakula pada cakra svadhisthana. Nakula berarti "air yang mengalir tanpa memiliki batas".
"Na" berarti "Tidak", dan "kula" bararti "batas", melambangkan faktor cair.
Arjuna, melambangkan energi atau daya, faktor cahaya pada cakra manipura, selalu
berjuang untuk mempertahankan keseimbangan.
Bhima, putra Pandu, adalah faktor udara "vayu", terdapat pada cakra anahata.
Terakhir adalah Yudhisthira, pada cakra vishuddha, dimana terjadi peralihan dari sifat materi
ke sifat eterik.

Jadi pada pertempuran antara materialis dan spiritualis, antara materi kasar dan materi
halus, Yudhisthira tetap tak terpengaruh."Yudhi sthirah Yudhisthirah" artinya "Orang yang
tetap tenang/diam saat pertempuran dinamakan Yudhisthira".
Krsna terdapat pada cakra sahasrara. Jadi ketika kundalinii (Keagungan yang tertidur)
terbangkitkan, naik dan menuju perlindungan Krsna dengan bantuan Pandawa, maka Jiiva
(unit diri) bersatu dengan Kesadaran Agung. Pandawa menyelamatkan jiiva dan
membawanya ke perlindungan Krsna.
Sanjaya adalah menteri-nya Dhritarastra. Sanjaya adalah wiweka(Nalar/pertimbangan).
Dhritarastra bertanya kepada Sanjaya, karena ia sendiri tidak bisa melihatnya, "Oh Sanjaya,
katakan padaku, dalam perang Kuruksetra dan Dharmaksetra, bagaimana keadaan pihak
kita?"
Keseratus putra Dhritarastra, pikiran yang buta, mencoba menguasai jiiva, yang
diselamatkan oleh Pandawa melalui pertempuran. Akhirnya kemenangan ada di pihak
Pandawa, mereka membawa jiiva ke perlindungan Krsna. Inilah arti filosofis dari
Mahabharata.
Kuruksetra adalah dunia tempat melakukan aksi, dunia eksternal, yang menuntut kita terus
bekerja. Bekerja adalah perintah. "Kuru" artinya "bekerja", dan ksetra artinya "medan",
Dharmaksetra adalah dunia psikis internal. Disini Pandawa mendominasi.

Suk

Anda mungkin juga menyukai