Makalah Tubektomi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEBIDANAN

PADA NY A USIA 35 TAHUN P5A0 AKSEPTOR KB


DENGAN TUBEKTOMI DI KAMAR BERSALIN
RS Dr. R. SOEPRAPTO CEPU

Disusun oleh:
1. Agustina D.
2. Belina Ayu A.A
3. Guruh Tri M.
4. Ira Puspita C. D
5. Isdalifa
6. Jumari
7. Martin Nikmahtum
8. Mega Purnama S
9. Reni April Riani
10. Ulfa Safrina

AKADEMI KEBIDANAN WIRA HUSADA NUSANTARA BLORA


TAHUN AKADEMIK 2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini sebagai tugas
mata kuliah Pelayanan KB.
Kami telah menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya dan semaksimal mungkin.
Namun tentunya sebagai manusia biasa tidak akan luput dari kesalahan dan kekurangan.
Harapan kami, semoga bisa menjadi koreksi di masa mendatang agar lebih baik dari
sebelumnya.
Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing atas bimbingan,
dorongan, dan ilmu yang telah diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyusun dan
menyelesaikan makalah ini sebagai tugas tepat pada waktunya dan insyaAllah sesuai dengan
yang diharapkan. Kami mengucapkan terimakasih pula kepada rekan-rekan dari semua pihak
yang terkait dalam penyusunan makalah ini.
Untuk lebih jelas simak pembahasan dalam makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini
bisa memberikan pengetahuan yang mendalam kepada kita semua.
Makalah ini masih banyak memiliki kekurangan. Tak ada gading yang tak retak. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman untuk memperbaiki
makalah kami selanjutnya. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terimakasih.
Blora, September 2015

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
BAB II TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian dan penjelasan mengenai MOW
2.2 Pelaksanaan pelayanan MOW
BAB III TINJAUAN KASUS
BAB IV PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode ini merupakan metode untuk sekitar 23 % pasangan di inggris (FPA 2000f).
meskipun secara teknis prosedur sterilisasi mungkin bersifat reversible, prosedur ini
sebaiknya dipandang sebagai metode kontrasepsi permanen. Pasangan perlu melakukan
kontrasepsi secara cermat dan menyeluruh untuk memastikan bahwa mereka telah
mempertimbangkan semua kemungkinan akhir, termasuk kemungkinan terjadinya
perubahan dalam kondisi keluarga, dan menerima sifat permanen prosedur tersebut.
Meskipun persetujuan dari pasangan tidak diperlukan, konseling bersama untuk kedua
pasangan sebaiknya dilakukan. Operasi tersedia untuk kedua jenis kelamin. Dengan
menggunakan teknik yang biasa digunakan, sterilisasi pada wanita maupun pria
mengakibatkan perubahan hormonal. Penurunan libido dapat timbul karena alasan
psikologis, tetapi beberapa pasangan merasakan kebebasan dari rasa takut yang besar.
Sterilisasi wanita
Tuba uterine ditutup dengan menggunakan teknik pemisahan dan pengikatan,
pemasangan klip atau cincin, diatermi atau terapi laser. Metode modern bertujuan
menimbulkan kerusakan jaringan yang minimal sehingga ismus menjadi pilihannya
(dengan diameter statisnya) karena dapat meningkatkan kesempatan kembalinya ke
kondisi semula. Operasi yang dilakukan dibawah pengaruh anestesi local ataupun umum,
dapat dilakukan secara laparotomi, minilaparotomi, atau laparoskopi. Kemajuan prosedur
terbaru mencakup metode non-pembedahan yang menutup tuba dengan menggunakan
histeroskop, yang tidak menimbulkan jaringan parut (SZAREWSKI & GUILLEBAUD
2000).
Angka kegagalan. Angka kegagalan sekitar 1 diantara 200, yang tergantung pada
metode yang digunakan (FPA2000e).
Pertimbangan penting. Efek kerja dapat segera terasa, meskipun wanita dapat
disarankan untuk tetap menggunakan kontrasepsi hingga periode menstruasi berikutnya
untuk menjaga kemungkinan ovulasi telah terjadi sebalum operasi dilakukan. Untuk alsan
ini, beberapa wanita diminta untuk pantang koitus selama 7 hari sebelum prosedur.
Jika terjadi kegagalan, terjadi peningkatan kehamilan ektopik (Glasier 1995), dan
wanita sebaiknya dianjurkan untuk mencari bantuan medis dengan segera jika mereka
menduga terjadinya kehamilan setelah sterilisasi.

Pertimbangan pascapartum. Hepburn (1995) menyatakan bahwa sterilisasi wanita


pasca partum segera dapat dihubungkan dengan peningkatan resiko terjadinya
tromboembolisme dan penyesalan. Hal tersebut menekankan kebutuhan terhadap
konseling yang menyeluruh sebelum dilakukan prosedur. Guillebaud (1999) menyarankan
akan lebih tepat untuk melakukan sterilisasi laparoskopi setelah 12 minggu.
1.2 Rumusan Masalah
A. Apa pengertian dan penjelasan tentang MOW?
B. Bagaimana pelaksanaan pelayanan MOW?
C. Contoh kasus Askeb KB Akseptor MOW itu seperti apa?
1.3 Tujuan
A. Untuk mengetahui tentang pengertian dan penjelasan mengenai MOW
B. Untuk mengetahui pelaksanaan pelayanan MOW
C. Untuk mengetahui contoh kasus Askeb KB Akseptor MOW
1.4 Manfaat
A. Mengetahui tentang pengertian dan penjelasan mengenai MOW
B. Mengetahui pelaksanaan pelayanan MOW
C. Mengetahui contoh kasus Askeb KB Aksep

BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian dan penjelasan mengenai MOW


Tubektomi adalah metode kontrasepsi untuk perempuan yang tidak ingin punya anak
lagi. Perlu prosedur bedah untuk melakukan tubektomi sehingga diperlukan pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan tambahan lainnya untuk memastikan apakah seorang klien sesuai
untuk menggunakan metode ini.
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilisasi
(Kesuburan) seorng perempuan.
Tubektomi/MOW adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang
mengakibatkan orang yang bersangkutan tidak akan mendapat keturunan lagi.
Kontrasepsi mantap pada wanita atau MOW (Metoda Operasi Wanita) atau
tubektomi, yaitu tindakan pengikatan dan pemotongan saluran telur agar sel telur tidak dapat
dibuahi oleh sperma.
Tubektomi termasuk metode efektif dan tidak menimbulkan efek samping jangka panjang.

Efektivitas tubektomi:

Kurang dari 1 kehamilan per 100 (5 per 1000) perempuan pada tahun pertama

penggunaan.
Pada 10 tahun penggunaan, terjadi sekitar 2 kehamilan per 100 perempuan (18-19 per

1000 perempuan).
Efektivitas kontraseptif terkait juga dengan teknik tubektomi (penghambat atau oklusi
tuba) tetapi secara keseluruhan, efektivitas tubektomi cukup tinggi dibandingkan
metode kontrasepsi lainnya. Metode dengan efektivitas tinggi adalah tubektomi
minilaparotomi pascapersalinan.

Efek Samping, Risiko dan Komplikasi


Jarang sekali ditemukan efek samping , baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Keuntungan
Mempunyai efek protektif terhadap kehamilan dan Penyakit Radang Panggul (PID).
Beberapa studi menunjukkan efek protektif terhadap kanker ovarium.
Risiko
Walaupun jarang, tetapi dapat terjadi komplikasi tindakan pembedaan dan anestesi.
Penggunaan anestesi lokal sangat mengurangi risiko yang terkait dengan tindakan
anestesi umum.
Salah Presepsi yang Harus Dikoreksi terkait Tubektomi :
Tidak menyebabkan pengguna menjadi lemah

Tidak menimbulkan nyeri pinggang, uterus atau abdomen yang berkepanjangan


Bukan prosedur pengangkatan uterus (histerektomi)
Tidak menyebabkan gangguan keseimbangan hormon
Tidak menyebabkan perubahan pola haid (menoragia, metroragia, polimenore)
Tidak menambah nafsu makan atau berat badan
Tidak menurunkan libido
Mengurangi resiko kehamilan ektopik

Tubektomi Sesuai Untuk :


Pasangan yang tidak ingin menambah anak lagi
Ibu pasca persalinan
Ibu menyusui
Tidak ingin menggunakan kontrasepsi yang harus dipakai atau disiapkan setiap waktu
Perempuan dengan gangguan kesehatan yang bertambah berat jika terjadi kehamilan
Pengguna kontrasepsi yang menimbulkan gangguan pola haid
Enam Hal Penting dalam Konseling Tubektomi :
Masih ada berbagai jenis kontrasepsi jika klien belum mantap untuk tubektomi
Tubektomi adalah prosedur bedah minor
Selain menguntungkan , tubektomi juga memiliki resiko
Setelah tubektomi , klien tidak dapat hamil lagi
Tubektomi bersifat permanen
Kien dapat (setiap saat) membatalkan pilihan untuk menggunakan tebektomi , selama
prosedur tubektomi belum dilaksanakan.
Kelaikan Medik Tubektomi ( WHO 2007)
Klasifikasi C
Perdarahan pervagina yang belum diketahui penyebabnya (perlu evaluasi dan

konfrimasi)
Infeksi panggul yang akut
Infeksi sistemik yang akut (misalnya; influenzagastroenteritis,hepattis virus , dan

sebagainya)
Anemia (Hb< 7 g/dl)
Infeksi kulit di daerah operasi
Kanker ginekologik
Trombosit vena dalam

Klasifikasi D

Diabetes mellitus
Penyakit jantung simptoatis
Hipertensi (>160/100 mmHg) terutama yang disertai kelainan vaskuler
Kelainan Pembekuan Darah

Obesitas (>80 kg / 176 cm ), perbandingan tinggi dan berat badan tidak normal
Hernia abdominalis atau hernia umbilkallis
Parut
sayatan
/
sayatan
ganda
pada
dinding
abdomen
bawah

Profil :
Sangat efektif dan permanen
Tindak pembedahan yang aman dan sederhana
Tidak ada efek samping
Koseling dan informed consen (persetujuan tindakan) mutlak diperlukan
Jenis :
Minilaporan
Laparoskopi
Mekanisme Kerja :
Dengan mengoklusi tuba falopii ( mengikat dan memotong atau memasang cincin )sehingga
sperma tidak dapat bertemu dengan ovum
Manfaat :
Kontrasepsi

Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan)
Tidak mempengaruhi prose menyusui (breastfeeding)
Tidak bergabung dengan faktor senggama
Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi resiko kesehatan yang serius
Pembedahah sederhana, dapat dilakukan dengan anastesi lokal
Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
Tidak ada pembedahan dalam fungsi seksual ( tidak ada efek pada produksi hormon
ovarium)

Nonkontrasepsi: Berkurangnya risiko kenker ovarium


Keterbatasan :

Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini (tidak dapat

di[pulihkan kembali) kecuali dengan operasi rekanilisasi


Klien dapat menyesal di kemudian hari
Resiko komplikasi kecil ( meningkat apabila digunakan anastesi umum )
Rasa sakit / ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
Dilakukan oleh dokter yang terlatih (dibutuhkan dokter spesialis ginekologo atau

dokter spesialis bedah untuk proses laparoskopi)


Tidak melindungi diri dari IMS , termasuk HBV dan HIV / AIDS

Isu-Isu Klien :

Klien mempunyai hak untuk berubah pikiran setiap waktu sebelum prosedur ini.
Informed consent harus diperoleh dan standard consent form harus ditandatangani
pleh klien sebelum prosedur ini dilakukan ; informed consent form dapat
ditandatangani oleh saudara atau pihak yang bertanggung jawab atas seorang klien
yang kurang paham atau tidak dapat memberikan informed consent , misalnya
individu yang tidak kompeten secara kejiwaan.

Yang Dapat Menjalani Tubektomi :

Usia >26 tahun


Paritas >2
Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya
Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius
Pascapersalinan
Pasca keguguran
Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini

Tabel 18-1 : keadaan yang memerlukan kehati hatian


Keadaan
Anjuran
Masalah masalah medis yang signifikan klien dengan masalah medis yang signifikan
(misalnya penyakit jantung atau pembekuan menghendaki penatalaksanaanlanjutan dan
darah

Penyakit

Radang

Panggul bedah yang khusus. Misalnya , prosedur ini

sebelumnya/sekarang , obesitas , diabetes .

harus dilakukan di rumah sakit tipe A atau B


atau fasilitas swasta dan bukan disebuah
ambulatory facility.
masalah-masalah
sebaiknya

medis

dikontrol

pembedahan .
anak tunggal dan/atau dengan tanpa anak Nasihat yang
sama sekali .

Bila memungkinkan ,

membutuhkan

yang
sebelum

sangat
waktu

signifikan

hati-hati
tambahan

proses
dan
untuk

mengambil keputusan yang bijak. Bantulah


klien untuk memilih metode yang lain , bila
perlu .
Yang Sebaiknya tidak Menjalani Tubektomi :
Hamil (sudah terdeteksi atau dicurigai)
Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi)

Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau

dikontrol)
Tidak boleh menjalani proses pembedahan
Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas dimasa depan
Belum memberikan persetujuan tertulis

Kapan Dilakukan :
Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tersebut

tidak hamil
Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
Pascapersalinan
- Minilap : di dalam waktu 2 hari atau setelah 6 minggu atau 12 minggu
- Laparokropi : tidak tepat untuk klien-klien pascapersalinan
Pascakeguguran
- Triwulan pertama : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi
-

pelvik (minilap atau laparoskopi)


Triwulan kedua : dalam waktu 7 hari sepanjang tidak ada bukti infeksi pelvik
(minilap saja)

Penanganan atas komplikasi yang mungkin terjadi :


Komplikasi
Infeksi luka

Penanganan
Apabila terlihat infeksi luka, obati dengan
antibiotik. Bila terdapat abses, lakukan
0

Demam pasca operasi (>38 C)

drainase dan obati seperti yang terindikasi


Obati infeksi berdasarkan apa yang

ditemukan
Luka pada kandung kemih ( intestinal Mengacu ketingkat asuhan yang tepat.
jarang terjadi )

Apabila kandung kemih atau usus luka dan


diketahui sewaktu operasi, lakukan reparasi
primer. Apabila ditemukan pasca operasi,
dirujuk ke rumah sakit yang tepat bila perlu.
Gunakan packs yang hangat dan lembab

Hematoma ( subkutan )

ditempat tersebut. Amati : hal ini biasanya


akan berhenti dengan berjalannya waktu
tetapi dapat membutuhkan drainase bila
Emboli

gas

yang

diakibatkan

laparoskopi ( sangat jarang terjadi )

ekstensif.
oleh Ajukan ketingkat asuhan yang tepat dan
mulailah resusitasi intensif termasuk : cairan
intravena, resusitasi kardio pulmoner, dan

Rasa sakit pada lokasi pembedahan

tindakan penunjang kehidupan lainnya.


Pastikan adanya infeksi atau abses dan obati

berdasarkan apa yang ditemukan.


Perdarahan superfisial ( tepi tepi kulit atau Mengontrol
perdarahan
dan
subkutan )

obati

berdasarkan apa yang ditemukan

Intruksi Pada Klien :


Jagalah luka operasi tetap kering hingga pembalut dilepaskan. Mulai lagi aktivitas
normal secara bertahap (sebaiknya dapat kembali keaktivitas normal di dalam waktu 7

hari setelah pembedahan)


Hindari hubungan intim hingga merasa cukup nyaman. Setelah mulai kembali

melakukan hubungan intim, hentikan bila ada perasaan kurang nyaman


Hindari mengangkat benda-benda berat dan bekerja selama 1 minggu
Kalau sakit , minumlah 1 atau 2 tablet analgesik (atau penghilang rasa sakit) setiap 4

hingga 6 jam
Jadwalkanlah sebuah kunjungan pemeriksaan secara rutin antara 7 dan 14 hari setelah

pembedahan (petugas akan memberitahu tempat layanan ini akan diberikan)


Kembalilah setiap waktu apabila Anda menghendaki perhatian tertentu , atau tandatanda dan simptom-simptom yang tidak biasa

Informasi Umum :
Nyeri bahu selama 12-24 jam setelah laparoskopi relatif lazim dialami karena gas

(CO2 atau udara) dibawah diafragma , sekunder terhadap pneumoperitoneum


Tubektomi efektif setelah operasi
Periode menstruasi akan berlanjut seperti biasa. (Apabila mempergunakan metode
hormonal sebelum prosedur, jumlah dan durasi haid dapat meningkat setelah

pembedahan)
Tubektomi tidak memberikan perlindungan atau IMS, termasuk virus AIDS. Apabila
pasangannya berisiko , pasangan tersebut sebaiknya mempergunakan kondom bahkan
setelah tubektomi

2.2 Pelaksanaan Pelayanan


Ruang Operasi
Ruang operasi harus tertutup dengan pintu yang dapat dikunci dan harus jauh dari daerah
sibuk. Untuk itu diperlukan:

Penerangan yang cukup


Lantai semen atau keramik yang mudah dibersihkan

Bebas debu dan serangga,


Alat pengukur suhu ruangan (sdapat mungkin). Apabila sarana tersebut tidak
tersedia,seebaliknya ruangan tersebut mempunyai ventilasi yang baik.

Tempat pelayanan harus mempunyai/ada air bersih yang mengalir, tempat cuci tangan
dekat dengan ruang opersi dan ruangan ganti pakaian sehingga petugas ruangan bedah tidak
melalui ruangan lain (yang sibuk) untuk mencapai ruang operasi.
Tersedia pula tempat atau kantong plastik yang dapat di tutup rapat dan bebas dari
kebocoran untuk pembuangan limbah.
Suasana ruang operasi
Jumlah mikroorganisme akan cenderung meningkat pada tempat/ruang operasi dengan
bertambahnya jumlah petugas dan kegiatan yang dilakukanya di dalam ruang tersebut. Untuk
mengurangan kejaian tersebut maka :

Minimalkan jumlah petugas dan kegiatan selama opersi berlangsung


Kunci ruang bedah agar petugas yang tidak berkepentingan tidak keluar masuk

ruangan dan suhu ruangan bedah tetap terjaga.


Pisahkan peralatan yang tercemar dengan yang masih steril
Klien diattur agar tidak menyentuh instrumen steril yang tersedia atau tersimpan pada
saat masuk dan keluar ruang bedah.

Persiapan klien
Walaupun kulit sekitar vagina dan vagina tidak dapat disetrilkan pencucian dengan
larutan antiseptik pada daerah yang akan dilakukan sayatan (termasuk vagina dan serviks)
sudah jauh mengurangi kandungan mikroorganisme sehingga resiko infeksi dapat dikurangi

Klien dianjurkan mandi sebelum mengunjungi tempat pelayanan. Bila tidak sempat,
minta klien untuk membersihkan bagian abdomen/perut bawah,pubisndan vagina

dengan sabun da air


Bila menutupi daerah operasi,rambut pubis cukup digunting (bukan/tidak di cukur).
Pencukuran hanya dilakukan apabila sangat menutupi daerah opersi dan waktu
pencukuran adalah sesaat sebelum operasi dilaksanakan.

Bila menggunakan elevator atau manipulator rahim, sebaiknya dilakukan pengusapan


larutan antiseptik (misal povidon iiodon) pada serviks dan vagina (terutama klien

masa interval).
Setelah pengolesan betadin/povikarendon Ioin pada kulit, tunggu 1-2 menit agar
jodium bebas yang dilepaskan dapat membunuh mikroorganisme dengan baik.

Kelengkapan untuk klien dan petugas ruang operasi


Karena ruang bedah dirancang bebas dari brbagai pencemaran, klien dan petugad ruang
bedah harus dipersiapkan sebaik mungkin.

Klien menggunakan pakaian operasi. Bila tidak bersedia,kain penutup yang bersih

dapat dipergunakan
Operator dan petugas kamar opersi harus dalam keadaan siap (mencuci
tangan,berpakaian operasi,memakai sarung tangan,topi dan masker) saat berada di

ruang operasi
Masker harus menutupi mulut dan hidung,bila basah/lembab harus diganti.
Topi harus menutupi rambut
Septu luar harus dilepas,ganti dengan sepatu atau sandal yang tertutup yang khusus
diprrgunakan untuk ruang operasi.

Pencegahan infeksi
Sebelum pembedahan :
Operator dan petuga mencuci tangan dengan menggunakan larutan antiseptik,serta
mengenakan pakaian operai dan sarung tangan steril.

Gunakan larutan antisepik untuk membersihkan vagina dan serviks.


Usapkan larutan antiseptik pada daerah operasi , mulai dari tengah kemudian meluas
ke darah luarvdengan gerakan memutar hngga bagian tepi diding perut.

Selama pembedahan :

Batasi jumlah kegiatan dan petugas di daalam ruang opersi


Pegunakan instrumen,sarung tangan dan kain penutup yang steril/DTT
Kerjakan dengan ketrampilan dan teknik yang tinggi untuk menghindarkan trauma

dan komplikasi (perdarahan)


Gunakan teknik pass yang aman untuk menghindari luka tusuk instrumen.
Setelah pembedahan :

Sementara menggunakan sarung tangan operator dan ptuga ruang operasi harus
membuang limbah kedalam wadah atau kantong yang tertutup rapat dan bebas dari

kebocoran.
Lakukan tindakan dekontaminasi pada instrumen atau peralatan yang akan
dipergunakan sebelum dilakukan pencucian, dekontaminasi, dengan larutan klorion

0,5%
Lakukan dekontaminasi pada meja operasi,lampu,meja instrumen atau benda lain
yang mungkin terkontaminasi selama operasi dengan mengusapkan larutan klorin

0,5%
Lakukan pencucian dan penatalaksanaan instrumen/peralatan seperrti biasa.
Cuci tangan setelah melepas sarung tangan

Pramedikasi dan anestesi


Pada umunya pemberian

untuk tubektomi tidak dibutuhkan malaahan sedapat

mungkin dihindarkan. Bila lien tampak cemas, cari penyebab kecemasan tersebut, dan
lakukuan konseling tambahan agar klien menjadi tenang . bila tak dapat ditemukan
penyebabnya, berikan 5-10 mg diazepam secara oral, 30-45 menit sebelum operasi dilakukan.
Tujuan anestesi pada tubektomi

Menghindarkan nyeri dan rasa tidak nyaman


Mengurangi kecemasan dan ketegangan

Bila teknik pemberian anestesi tepat sudah memadai bagi operator untuk melakukan
tindakan bedah,baik minilaparotomi maupun laparoskopi. Karena tubek tomi di arahkan
untuk rawat jalan anestesi yang dibutuhkan bergantung kepada pengalaman operator apakah
cukup lokal atau perlu tambahan analgesia
Anestesi lokal yang menggunakan hidokain 1% dianggap lebih aman dibandingkan
dengan anestesia umum atau konduksi (sepinal atau epidural) terutama bila dilaksanakan atau
di berlakukan sebagai klaiyen rawat jalan.penggunaan anestesi umum mungkin akan
meningkatkan komplikasi respiratori depression (misalnya aspirasi atau henti jantung) akibat
kesalahan pemberian bahan anistesis,teknik yang tidak tepat, pemantauan yang kurang
baik,dang gagal melakukan intu basi.juga fasilitas mungkin tidak lengkap untuk menangani
komplikasi akibat anestesi umum.
Pada penggunaan anestesi lokal atau anestesi lokal yang di modifikasi,di anjurkan :

Agar pemberian anestesi sebaiknya dilakukan oleh operator atau asistennya


Klaiyen dan penanganan efek samping perlu mendapat pemantauan

Dosis sebaiknya diberikan dalam unit atau kg untuk menghindari pemberian yang

berlebihan dan kliyen ditangani secara individual


Peralatan dan obat darurat harus tersedia

Perhatikan kondisi berikut pada pemberian anestesi lokal :

semua petugas yang terlibat dalam kegiatan tubektomi harus mengetahui penggunaan

obat-obat anestesi
obat untuk keadaan darurat,demikian pula peralatan lainnya,harus sudah tersedia
sebelum melakukan tindakan bedah dan petugas yang ada harus megetahui cara

penggunaannya.
Sebaiknya tersedia dokter spesialis anestesi atau perawat/penata anastesi ketika
menggunakan anastesi umum.

Teknik operasi
Dikenal dua tipe yang sering digunakan dalam pelayanan tubektomi yaitu
minilaparatomi dan laparskopi. Teknik ini menggunakan anastesi lokal dan bila dilakukan
secara benar, kedua teknik tersebut tidak banyak menimbulkan komplikasi.
Minilaparotomi :
Metode ini merupakan penyederhanaan laparotomi terdahulu, hanya diperlukan
sayatan kecil (sekitar 3 cm) baik pada daerah perut bawah (suprapubik) maupun subumbilikal
(pada lingkar pusat bawah). Tindakan ini dapat dilakukan terhadap banyak klien, relatif
murah, dan dapat dilakukan oleh dokter yang di beri latihan khusus. Operasi ini aman dan
efektif.
Baik untuk masa interval maupun pascapersalinan,pengambilan tuba dilakukan
melalui sayatan kecil. Setelah tuba didapat, kemudian dikeluarkan,diikat,dan dipotong
sebagian. Setelah itu, dinding perut ditutup kembali, luka sayatan ditutup dengan kasa yang
kering dan steril dan apabila tidak ditemukan masalah yang berarti,klien dapat dipulangkan
setelah 2-4 jam.

Laparoskopi :
Prosedur ini memerlukan tenaga Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan yang
telah dilatih secara khusus agar pelaksanaannya aman dan efektif. Teknik ini dapat dilakukan
pada 6-8 minggu pascapersalinan atau setelah abortus (tanpa komplikasi). Laparoskopi

sebaiknya dipergunakan pada jumlah klien yang memadai karena peralatan laparoskopi dan
biaya pemeliharaannya cukup mahal.
Seperti halnya minilaparotomi,laparoskopi dapat digunakan dengan anestesi lokal dan
diperlakukan sebagai klien rawat jalan setelah pelayanan. Laparoskopi juga cocok untuk klien
yang tidak tahan sakit atau sangat memperhatikan faktor estetika karena tidak banyak
menimbulkan rasa tidak enak serta parut lukanya minimal. Peralatan ini juga dapat dipakai
untuk diagnostik. Peralatan ini memerlukan perawatan yang cukup rumit dan sebaiknya ada
tenaga ahli anestesi bila prosedur laparoskopi memerlukan anestesi umum.
Instrumen untuk Minilaparotomi dan Laparoskopi
Kit minilaparotomi juga dipergunakan untuk laparoskopi,sedangkan laparoskopi sendiri
terdiri dari laparoskop, sistem pencahayaan, gas insuflasi, jarum khusus, dan trokar. Beberapa
hal yang harus diperhatikan untuk laparoskopi adalah :

Persediaan suku cadang harus ada setiap saat.


Terdapat tenaga khusus untuk perbaikan dan pemeliharaan.
Larutan Cidex atau formaldehid 8% untuk DTT atau sterilisasi.
DTT kimiawi memerlukan waktu 20 menit untuk membuat laparoskop menjadi layak
pakai.

Peralatan Resusitasi dan Tindakan Darurat


Sedapat mungkin harus tersedia :
Ambu bag.
Tangki oksigen dengan pengatur aliran, selang oksigen dan masker oksigen.
Mesin penghisap lendir dengan selang dan tabung penampung. Pipa udara untuk
hidung (dua ukuran).
Pipa udara untuk mulut (dua ukuran).
Infus set dan cairan infus.
Peralatan untuk tindakan bedah akut.
Semua peralatan di atas harus dalam keadaan siap pakai, masih berfungsi baik, dan dalam
keadaan steril. Petugas harus mahir mempergunakannya serta meneliti kelengkapan peralatan
tersebut sebelum tindakan berlangsung (laringoskopi dan pipa endotrakeal harus
diaplikasikan oleh tenaga yang terlatih).

Bila memang perlu dilakukan anestesi umum, hal ini harus dilakukan oleh spesialis
anestesiologi, gunakan pipa endotrakeal, tersedianya alat-alat anestesi,ventilator, dan
perlengkapan untuk tindakan gawat darurat (termasuk obat-obatannya).

Perawatan Pascabedah dan Pengamatan Lanjut


Setiap 15 menit dilakukan pemeriksaan tekanan darah dan nadi. Bila telah
diperbolehkan minum, sebaiknya klien diberi cairan yang mengandung gula (fanta atau coca
cola, sari buah atau gula-gula) untuk membantu meningkatkan kadar glukosa darah. Lakukan
romberg sign (klien disuruh berdiri dengan mata tertutup), bila penderita tampak stabil, suruh
mengenakan pakaian dan tentukan pemulihan kesadaran. Apabila semua berjalan baik, klien
dapat dipulangkan.
Pesan Kepada Klien Sebelum Pulang
Istirahat dan jaga tempat sayatan operasi agar tidak basah minimal selama 2 hari.
Lakukan pekerjaan secara bertahap (sesuai dengan perkembangan pemulihan).
Umumnya klien akan merasa baik setelah 7 hari.
Dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas seksual selama 1 minggu dan apabila
setelah itu masih merasa kurang nyaman, tunda kegiatan tersebut.
Jangan mengangkat benda yang berat atau menekan daerah operasi sekurangkurangnya selama 1 minggu.
Bila terdapat gejala-gejala tersebut di bawah ini, segera memeriksakan diri ke klinik :
Panas/demam di atas 38C.
Pusing dan rasa terputar/bergoyang.
Nyeri perut menetap atau meningkat.
Keluar cairan atau darah dari/melalui luka sayatan.
Untuk mengurangi nyeri, pergunakan analgesik (ibuprofen) setiap 4-6 jam.Jangan
pergunakan aspirin karena dapat meningkatakan perdarahan.
Segera kunjungi klinik bila klien merasakan tanda-tanda kehamilan. Hamil setelah
tubektomi, sangat jarang, tetapi bila terjadi, hal ini merupakan hal yang serius karena
kemungkinan besar kehamilan tersebut terjadi pada tuba. Lebih baik dibuatkan
catatan untuk klien atau pasangannya tentang hal-hal apa yang harus diperhatikannya
setelah tubektomi.
Kontrol ulang dilakukan setelah seminggu pascatubektomi dan kontrol lanjutan dilakukan
seminggu kemudian. Pemeriksaan meliputi daerah operasi, tanda-tanda komplikasi atau hal-

hal lain yang dikeluhkan oleh klien. Bila digunakan benang sutra, cabut benang tersebut pada
saat kontrol pertama.
Kegagalan
Tubektomi sangat efektif tetapi kemungkinan terjadinya kehamilan tetap ada, baik
dalam rahim maupun di luar rahim/ektopik sehingga petugas klinik terdekat harus
mengetahui gejala-gejala kehamilan tersebut, baik yang di dalam maupun yang di luar rahim.
Selanjutnya membawa klien tersebut ke klinik/dokter untuk membuat diagnosis pasti. Bila
ternyata terjadi kehamilan ektopik, harus dilakukan tindakan segera, untuk mengatasinya.
Penatalaksanaan Komplikasi Pascabedah
Kejadian fatal yang berkaitan dengan tubektomi sangat jarang terutama bila komplikasi
dikenali sejak dini. Komplikasi tersebut dapat berupa :
Perdarahan dari dinding perut atau mesosalping dan jaringan di sekitar tuba.
Cedera dalam rongga perut :
Perforasi rahim.
Usus tersayat.
Kandung kemih tersayat.
Infeksi luka atau jaringan panggul.
Pada laparoskopi juga dapat terjadi komplikasi yang sama dengan minilaparotomi.
Komplikasi lain yang bersifat khusus (akibat prosedur laparoskopi) adalah emfisema
subkutan, emboli gas, dan henti jantung atau paru. Perdarahan dari pembuluh darah besar,
mungkin saja terjadi akibat tusukan jarum insuflasi, malahan dapat juga mengenai organ
lainnya dalam perut.
LANGKAH-LANGKAH (PROSEDUR) TUBEKTOMI
MINILAPAROTOMI INTERVAL
Konseling Prabedah

Kenalkan diri Anda dan sapa klien dengan hangat.


Tanyakan kepada klien jumlah anak dan riwayat obstetrinya.
Telaah catatan medik untuk kemungkinan kontraindikasi.
Jelaskan tentang teknik operasi, anestesi lokal dan kemungkinan rasa sakit tidak enak

selama operasi.
Jelaskan bahwa operasi akan berjalan singkat.
Persiapan Prabedah

Langkah 1. Periksa kelengkapan peralatan bedah dan obat anastesi.


Langkah 2. Pasang tensimeter,periksa dan catat tensi,nadi,pernafasan setiap 15 menit.
Langkah 3. Pasang wing needle.
Langkah 4. Jika klien memerlukan tambahan sedasi setelah mendapat Diazepam per
oral,berikan Pethidin 1 mg/kgBB intramuskuler dan tunggu 30-45 menit.
Asepsis dan Antisepsis
Langkah 1. Pakai pakaian kamar operasi,topi,dan masker.
Langkah 2. Cuci dan sikat tangan dengan larutan antiseptik selama 3 menit.
Langkah 3. Pakai sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi(DTT)
Pemeriksaan Pelvik dan Fiksasi Uterus
Langkah 1. Usap genetalia eksterna dan perineum dengan kasa berantiseptik dan lakukan
kateterisasi.
Langkah 2. Lakukan pemeriksaan pelvik secara bimanual,nilai posisi dan besar uterus serta
kelainan dalam pelvik.
Langkah 3. Pasang spekulum dan nilai serviks dan vagina kemudian lakukan tindakan asepsis
pada porsio dan vagina.
Langkah 4. Pasang tenakulum pada jam 12 dan lakukan sondase.
Langkah 5. Pasang elevator uterus.
Bila posisi uterus retrofleksi, harus diupayakan menjadi retrofleksi-anteversi.
Langkah 6. Ikatkan gagang elevator pada gagang tenakulum untuk mempertahankan posisi
uterus.
Langkah 7. Lepas sarung tangan, pakai gaun operasi dan sarung tangan steril.
Persiapan Lapangan Operasi dan Penentuan Tempat Insisi
Langkah 1. Instruksikan kepada asisten umtuk : menyuntik Diazepam 0,1 mg/kgBB intravena
dan tunggu 3 menit kemudian suntikan Ketorolak 0,5 mg/kgBB intravena dan tunggu 3 menit

Langkah 2. Tentukan tempat insisi pada dindingperut dengan jalan menggerakkan elevator
uterus ke bawah sehingga fundus uteri menyentuh dinding perut

2-3 cm dan diatas

simfisi pubis.
Langkah 3. Lakukan tindakan asepsis(povidon-iodin atau jodium alkohol) pada tempat insisi
dengan gerakan melingkar dari tengah ke arah luar,tutup dengan kain steril berlubang
ditengah.
Membuka Dinding Abdomen
Langkah 1. Suntikan secara infiltrasi 3-4cc anastesi lokal (lidokain 2%) dibawah kulit pada
tempat insisi (aspirasi sebelumnya),tunggu 2 menit dan nilai efek anastesi dengan menjepit
kulit pakai pinset sirugis.
Langkah 2. Lakukan insisi melintang pada kulit dan jaringan subkutan sepanjang 3cm pada
tempat yang telah ditentukan (gunakan perut pisau/posisi pisau,horizontal)
Langkah 3. Pisahkan jaringan subkutan secara tumpul (dengan rektrator) sampai terlihat
fasia.
Langkah 4. Suntikan jarum ke fasia dan lakukan infiltrasi anastesi lokal 3cc sambil menarik
jarum.
Langkah 5. Jepit fasia (dengan kocher) pada 2 tempat dalam arah vertikal dengan jarak
2cm,lakukan insisi dalam arah horizontal, perlebar ke kiri dan ke kanan.
Langkah 6. Pisahkan jaringan otot secara tumpul pada garis tengah dengan jari telunjuk atau
klem arteri sehingga tampak peritoneum dan lakukan infiltrasi anastesi lokal 3cc sambil
menarik jarum.
Langkah 7. Jepit peritoneum dengan 2 klem, transiluminasi untuk identifikasi, sisihkan
omentum dan usus dari peritoneum dengan menggunakan sisi luar gunting.
Langkah 8. Guntin g peritoneum arah vertikal 2cm ke atas dan 1cm ke bawah (sampai batas
peritoneum-vesika urinaria)
Langkah 9. Masukan 2 buah bak pada tempat insisi peritoneum dan regangkan untuk
menampakkan uterus pada lapangan operasi.

Langkah 10. Bila omentum atau usus menghalangi lapang pandang, gunakan bilah
panjang(bentuknya seperti tang spatel)
Mencapai Tuba
Langkah 1. Gerakkan elevator uterus sampai fundus uteri tampak pada lapangan operasi 9bila
perlu ubah posisi klien ke posisi Trendelenburg.
Langkah 2. Tampakkan salah satu kornu uteri dan ligamen rotundum pada lapangan operasi
dengan menggerakkan elevator dan identifikasi tuba.
Langkah 3. Jepit tuba dengan pinset atau klem Babcock dan tarik pelan-pelan melalui lubang
insisi sampai terlihat fimbria.

Memotong Tuba ( cara pomeroy )


Langkah 1. Jepit tuba pada 1/3 proksimal dengan klem Babcock, angkat keluar kavum pelvis
sampai terlihat perlengkapan tuba, tentukan daerah mesosalping tanpa pembuluh
darah(avaskuler)
Langkah 2. Tusukkan jarum bulat dengan benang catgut nomor 0 pada jarak 2 cm dari puncak
lengkungan dan ikat salah satu pangkal lengkungan tuba.
Langkah 3. Ikat kedua pangkal lengkungan tuba secara bersama-sama dengan menggunakan
benang yang sama.
Langkah 4. Potong tuba tepat diatas ikatan benang.
Langkah 5. Periksa perdarahan pada tunggul tuba dan periksa lumen tuba untuk meyakinkan
tuba telah terpotong.
Langkah 6. Potong benang catgut 1cm dari tuba dan masukkan kembali tuba ke dalam kavum
pelviks.
Langkah 7. Lakukan tindakan yang sama pada tuba sisi yang lain.
Menutup Dinding Abdomen
Langkah 1. Periksa rongga abdomen (kemungkinan perdarahan atau laserasi usus)

Langkah 2. Jepit peritoneum pada jam 3, 6, 9, 12 dan jahit dengan jahitan kantung tembakau
dengan memakai benang chromic catgut nomor 0
Langkah 3. Jahit fasia dengan jahitan simpul atau angka 8 memakai benang chromic catgut
nomor 1.
Langkah 4. Jahit subkutis dengan jahitan simpul memakai benang plain catgut momor 0.
Langkah 5. Jahit kulit dengan jahitan simpul memakai benang sutera nomor 0.
Tindakan Pascabedah
Langkah 1. Bersihkan luka insisi dan dinding abdomen sekitarnya dengan alkohol atau
povidum-iodin, tutup luka dengan kain steril dan plester.
Langkah 2. Lepskan tenakulum dan elevator uterus.
Langkah 3. Periksa tekanan darah, nadi, pernafasan.
Langkah 4. Tanyakan pada klien tentang keluhan subjektif.
Langkah 5. Pindahkan klien dari meja operasi ke ruang pulih untuk pemngamatan selama 1
jam.
Langkah 6. Instruksi kepada perawat untuk memeriksa dan mengamati tensi,nadi,pernafasan
dan perdarahan melalui luka operasi dan vagina.
Dekontaminasi
Langkah 1. Bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5% lepaskan dan biarkan
terendam dalam larutan tersebut selama 10 menit.
Langkah 2. Lepaskan gaun operasi topi serta masker dan taruh pada tempat yang tersedia.
Langkah 3. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun
Langkah 4.periksa seluruh peralatan operasi yang telah dipakai,rendam dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
Langkah 5. Periksa tabung dan jarum suntik yang telah dipakai direndam dalam larutan klorin
0,5% ditempat terpisah dari peralatan

Langkah 6. Periksa kasa, sisa benang dan lain-lain yang telah terkontaminasi dengan darah
atau cairan tubuh telah dimasukkan dalam plastik tertutup untuk dibuang.
Konseling dan Instruksi Pascabedah

Tanyakan pada klien bila masih ada hal-hal yang ingin diketahuinya tentang

tubektomi.
Jelaskan pada klien untuk menjaga agar daerah luka operasi tetap kering.
Jelaskan pada klien untuk tidak bersenggama selama 1 minggu.
Jelaskan pada klien bahwa bila ada keluhan (rasa sakit atau terjadi perdarahan dari

luka operasi atau kemaluan) segera kembali ke klinik untuk mendapat pertolongan.
Beritahu klien bila tidak ada keluhan periksa ulang 1 minggu lagi.
Klien dipulangkan bila keadaan stabil 4-6 jam.

MINIPILAPAROTMI PASCAPERSALINAN
Konseling Prabedah

Kenalkan diri anda dan sapa klien dengan hangat.


Tanyakan klien tentang jumlah anak dan riwayat obstetrinya.
Telaah catatan medik untuk kemungkinan kontraindikasi.jelaskan tentang teknik

operasi,anastesi lokal dan kemungkinan rasa sakit/tidak enak selama operasi.


Jelaskan bahwa operasi berjalan dengan singkat.

Persiapan Prabedah

Periksa kelengkapan peralatan bedah dan obat anastesi.


Instruksikan kepada perawat untuk :
-Memasang tensimeter, memeriksa dan mencatat tensi, nadi, dan pernafasan setiap 15
menit.
-Memasang wing needle
-Jika klien memerlukan tambahan sedasi setelah mendapat Diazepam per oral,berikan
Pethidin 1 mg/kgBB intramuskuler dan tunggu 31-45 menit. (Selalu siapkan
naloxone/narcan pada pemberian Meperidin.)

Asepsis dan antisepsis


Langkah 1. Pakai pakaian kamar operasi,topi,dan masker.
Langkah 2. Cuci dan sikat tangan dengan larutan antiseptik selama 3 menit.

Langkah 3. Pakai sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi(DTT)


Membuka Dinding Abdomen
Langkah 1. Lakukan tindakan asepsis pada lapangan operasi yakni sekitar pusat dengan
betadin atau jodium alkohol kemudian tutup dengan kain steril berlubang di tengah.
Langkah 2. Suntikan secara infiltrasi 3-4cc anastesi lokal (lidokain 2%) dibawah kulit pada
tempat insisi (aspirasi sebelumnya),tunggu 2 menit dan nilai efek anastesi dengan menjepit
kulit pakai pinset sirugis.
Langkah 3. Lakukan insisi melintang pada kulit dan jaringan subkutan sepanjang 2- 3cm
tepat dibawah pusat.
Langkah 4. Insisi lapis demi lapis sampai hampir menembus peritoneum kemudian
peritoneum dijepit dengan 2 klem,transiluminasi untuk identifikasi dan digunting selebar jari
sehingga bisa dimasuki jari telunjuk dan sebuah tampon tang.
Bila fundus dibawah pusat, insisi membujur setinggi 2 jari dibawah fundus uteri
sepanjang 2-3cm sampai mencapai fasia. Setelah fasia diinsisi kemudian muskulus rektus
abdominalis dipisahkan dengan jari telunjuk atau klem arteri sehingga tampak peritoneun.
Jepit peritoneum dengan 2 buah klem, transiluminasi untuk identifikasi dan gunting
peritoneum secara membujur.
Mencapai Tuba
Langkah 5. Masukkan rektrator ke dalam rongga abdomen, tarik rektrator ke arah tuba yang
akan dicapai.
Langkah 6. Jepit tuba dengan pinset atau klem Babcock dan tariik pelan-pelan keluar melalui
lubang insisi sampai terlihat fimbria.
Langkah 7. Bila tuba tertutup omentum atau usus, sisihkan dengan menggunakan bilah
panjang(aeperti tang spatel) dan posisi klien Trendelenburg.
Oksuli Tuba (cara Pomeroy)
Langkah 8. Jepi tuba pada 1/2 3 proksimal dengan klem Babcock, angkat sampai tuba
melengkung, tentukan daerah mesosalping tanpa pembuluh darah.

Langkah 9. Tusukkan jarum bulat dengan benang catgut nomor 0 pada jarak 2 cm dari puncak
kelengkungan dan ikat salah satu pangkal lengkungan tuba.
Langkah 10. Buat kedua pangkal lengkungan tuba secara bersama-sama dengan
menggunakan benang yang sama.
Langkah 11. Potong tuba tepat diatas ikatan benang.
Langkah 12. Periksa perdarahan pada tunggul tuba dan periksa lumen tuba untuk meyakinkan
tuba telah terpotong.
Langkah 13. Potong benang catgut 1cm dari tuba dan masukkan kembali tuba ke dalam
rongga perut.
Langkah 14. Lakukan tindakan yang sama pada tuba sisi yang lain.
Menutup Dinding Abdomen
Langkah 15. Periksa rongga abdomen (kemungkinan perdarahan atau laserasi usus)
Langkah 16. Jahit fasia dengan jahitan simpul atau angka 8 memakai benang chromic catgut
nomor 1.
Langkah 17. Jahit subkutis dengan jahitan simpul memakai benang plain catgut nomor 0.
Langkah 18. Jahit kulit dengan jahitann simpul memakai benang sutera nomor 0
Tindakan Pascabedah
Langkah 19. Bersihkan luka insisi dan dinding perut sekitarnya dengan alakohol atau
povidon-iodin, tutp luka dengan kain steril dan plester.
Langkah 20. Periksa tekanan darah, nadi dan pernafasan dan tanyakan pada klien tentang
keluhan subjektif.
Langkah 21. Pindahkan klien dari meja operasi ke ruang pulih untuk pengamatan selama 1
jam.
Langkah 22. Instruksikan kepada perawat memeriksa dan mengamati tensi, nadi, pernafasan
dan perdarahan melalui luka operasi.
Dekontaminasi

Langkah 23. Bersihkan sarung tangan dalam larutan klorin 0,5% lepaskan dan biarkan
terendam dalam larutan tersebut selama 10 menit.
Langkah 24. Lepaskan gaun operasi topi serta masker dan taruh pada tempat yang tersedia.
Langkah 25. Cuci tangan dengan air mengalir dan sabun
Langkah 26.periksa seluruh peralatan operasi yang telah dipakai,rendam dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
Langkah 27. Periksa tabung dan jarum suntik yang telah dipakai direndam dalam larutan
klorin 0,5% ditempat terpisah dari peralatan
Langkah 28. Periksa kasa, sisa benang dan lain-lain yang telah terkontaminasi dengan darah
atau cairan tubuh telah dimasukkan dalam plastik tertutup untuk dibuang.
Konseling dan Instruksi Pascabedah

Tanyakan pada klien bila masih ada hal-hal yang ingin diketahuinya tentang

tubektomi.
Jelaskan pada klien untuk menjaga agar daerah luka operasi tetap kering.
Jelaskan pada klien untuk tidak bersenggama selama 1 minggu.
Jelaskan pada klien bahwa bila ada keluhan (rasa sakit atau terjadi perdarahan dari

luka operasi atau kemaluan) segera kembali ke klinik untuk mendapat pertolongan.
Beritahu klien bila tidak ada keluhan periksa ulang 1 minggu lagi.

PROSEDUR TUBEKTOMI LAPAROSKOPI


Pneumoperitoneum
Langkah 1 : Intruksikan teknisi untuk menempatkan klien dalam posisi kepala bawah
(Trendelenberg) dengan sudutb 60
Langkah 2 : Dengan hati-hati , ambil bagian pinggir umbilikal inferior dengan menggunakan
ibu jari dan telunjuk tangan anda yang tidak dominan dan angkat dinding abdomen menjauhi
usus.

Langkah 3 : Dengan menggunakan ujung mata pisau bedah (Skapel) , buat sayatan kecil ,
sekitar 1.5 cm , pada kulit disepanjang pinggiran margin umbilikal inferior .
Langkah 4 : Ambil batang jarum verses dan insersikal melalui sayatan tersebut pada sudut
45 menuju pelvis .
Langkah 5 : Hubungkan selang insuflator pada stop cock jarum fersis . Minta teknisi untuk
menyambungkan ujung yang lain ke unit insuflator .
Langkah 6 : Periksa apakah abdomen telah dimasuki dengan benar dengan memeriksa
tekanan negatif intra abdoment (cara lain , tempatkan setetes obat anastesi pada bukaan Luer
Lok jarum verses dan perhatikan perembesannya ketika dinding abdoment diikat secara
manual) .
Langkah 7 : Gunakan tombol aliran tinggi dari unit insuflator untuk memasukkan gas CO2
pada kecepatan 1 liter per menit .
Langkah 8 : Mulailah ininsuflasi pada abdoment .
Langkah 9 : Ketuk ketuk abdoment bagian bawah dan dengarkan apakah terdapat suara
seperti drum yang mengindikasikan terbentuknya pneumo-peritonium dengan sempurna .
Langkah 10 : Lepas jarum verses setelah memasukkan 1.5 -2.0 L CO2 atau setelah abdoment
bagian bawah mencapai ukuran seperti hamil 20 minggu .
Langkah 11 : Minta perawat untuk mengisi cincin falopi (falope ring) .
Akses Abdoment
Langkah 1 : Periksa katup terompet (trumpet valve) dan seal karet dari lengan trokar untuk
memastikan bahwa alat tersebut hampa udara .
Langkah 2 : Perluas sayatan awal hingga mencapai lebar sekitar 2 cm .
Langkah 3 : Rakit unit trokar dengan memasukan trokar kedalam lengan trokar .
Langkah 4 : Ambil dinding adbdomen anterrior yang langsung berada diumbilikus dan angkat
.
Lnagkah 5 : Tahan trokar yang telat dirakit pada tangan yang dominan , pastikan bahwa
thenareminence breada diujung atas trokar .

Langkah 6 : Miringkan pegangan trokar menuju kepala dengan sudut 60-70 dengan
mengarahkan ujung trokar ke sebuah titik khayalan di tempat kantong douglas berada.
Aplikasikan gaya ke bawah dan memelintir untuk membalik fasia dan peritoneum. Hentikan
setelah peritoneum terasa lepas .
Langkah 7 : Tarik trokar sedikit dan majukan lengan trokar 1-2 cm ke dalam rongga
abdoment. Lepas trokar tanpa melepas lengan trokar .
Langkah 8 : Hubungkan selang insuflator ke stop cock trokar dan buka. Masukkan udara
sesuai dengan kebutuhan.
Langkah 9 : Hubungkan kabel cahaya fiber optic ke laprokator dan minta teknisi untuk
menyalakan sumber cahaya .
Langkah 10 : Tahan mekanisme katup trompet (trumpet) trokar diantara jari tengah dan
thenareminence dari tangan yang tidak dominan dengan posisi telapak tangan menghadap ke
bawah .
Langkah 11 : Tahan bagian hand grip laprokator degan menggunakan ibu jari , jari tengah dan
jari manis dari tangan yang dominan. Biarkan jari telunjuk bebas.
Langkah 12 : Masukkan ujung laprokator ke dalam lengan trokar . Buka katup trompet dan
masukan

lapkorator perlahan-lahan secara dilihat langsung.Lakukan manuver unit

lapkorator-trokar menuju rongga pelvis.


Langkah 13 : periksa dan identifikasi struktur rongga pelvis . Angkat uterus dengan menekan
handal kanula rubin kebawah. Putar handel dengan gerekan lock and key untuk membuka
tuba dan ovarium.
Oklusi tuba
Langkah 1.

Pastikn lokasi dan lakukan konfirmasi saluran tuba fallopii dengan


melacak saluran tuba dari kornu sampai ujung fimbria

Langkah 2.

Buka ujung-ujung foesep secara penuh dengan menean trigger


operating slid (pemicu atau pelatuk) menjauhi hand grip

Langkah 3.

Tempatkan ujung prosterior dibawah aspek inferior tunba sekitar 3 cm


kornu. Perlahan lahan tarik ujung forest untuk mengurangi resiko

laserasi atau cidera pada tuba. Lanjutkan penarikan sampai tegangan


pegas tersa.
Langkah 4.

Dengan menggunakan telunjuk, periksa bahwa adaptor cincin (ring)


berada dalam posisi # 1 tanpa melepas pandangan dari tropong
laprokator. Berikan tekanan tambahan operating slide untuk membuka
ujung-ujung forsep dan lepas saluran tuba fallopi yang telah ditutup
tersebut.

Langkah 5.

Periksa apakah penyumbatan tuba telah mewadahi atau tidak, yaitu


terdapat sebuah loop berukuran 2 cm diatas cincin fallopi atau fallope
Ring, dan periksa apakah terdapat perdarahan aktif atau tidak. Tarik
ujung-ujung forsep seluruhnya sebelum pemeriksaan dilakukan

Langkah 6.

Tentukan lokasi dan konfirmasi keadaan saluran tuba berikutnya.


Manipulasi kanula rubin jika dilakukan.

Langlah 7.

Tempatkan 2 adaptor cincin (ring adaptor) di posisi #2. Ulangi langkah


2-5 untuk menyumbat saluran tuba.

Langkah 8.

Periksa rongga pelvis untuk melihat adanya perdarahan dan cedera


organ lain

Langkah 9.

Lepas laprokator dari rongga perut dan matikan sumber cahaya


eksternal. Biarkan katup terompet (trumpet valve) trokar terbuka untuk
mengempiskan abdomen. Lepaskan trokar, goyangkan sesuai dengan
kebutuhan untuk membantu omentum jatuh. Kembalikan posisi meja
operai dari posisi trendelenberg ke posisi horizontal.

Langkah 10.

Tutup sayatan dengan jahitan tunggal, sederhana dengan menggunakan


catgut kronik. Beri antiseptic dan balut luka tersebu

Hal-hal yang harus dilakukan pascabedah


Langkah 1.

Minta perawat untuk melepas kanula rubin danvulsellum, jika telah


digunakan, dan tempatkan dalam larutan klorin 0,5% untuk
dekontaminasi

Langkah 2.

Pastikan bahwa klien dipindahkan dengan aman ke ruang pascabedah


(pemulihan)

Langkah 3.

Pastikan bahwa jarum ditangani dengan seharusnya. Jika jarum akan


digunakan kembali, pastikan bahwa perawat mengisi spuit (dengan
jarum masih terpasang) dengan larutan klorin 0,5% dan rendam spuit
dan jarum tersebut selama 10 menit. Jika jarum dan spuit akan
dibuang, pastikan bahwa perawat telah membilasnya dengan larutan
klorin tiga kali dan menyimpannya di wadah yang tahan bocor atau
tusukan jarum. Cara lain adalah dengan membuang jarum dan spuit
dalam wadah yang tidak dapat tertusuk oleh jarum. Tempatkan semua
instrument dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi dan rendam
selama 10 menit

Langkah 4.

Jika mata pisau scalpel akan dibuang maka ambil scalpel dari larutan
klorin. Kemudian, lepas mata pisau dengan menggunakan forsep dan
simpan dalam wadah yang tidak dapat ditembus benda tajam. Buang
bahan-bahan limbah dengan cara menempatkannya dalam wadah tahan
bocor atau kantung plastic

Langkah 5.

Rendam sebentar sarung tangan yang masih melekat pada tangan


dalam larutan klorin 0,5%. Lepas sarung tangan dalam keadaan
terbalik. Jika sarung tangan akan dibuang, tempatkan dalam wadah
tahan bocor atau kantung plastic. Jika sarung tangan akan digunakan
kembali, rendam dalam klorin selama 10 menit

Langkah 6.

Cuci tanagn dengan seksama menggunakan sabun dan air lalu


keringkan dengan handuk kering dan bersih atau biarkan kering oleh
udara

Langkah 7.

Pastikan bahwa klien dimonitor pada interval yang teratur dan tandatanda vital diukur

Langkah 8.

Tentukan kapan klien siap untuk pulang (setidaknya 1-2 jam setelah
pemberian obat-obatan IV)

BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN KELUARGA BERENCANA
PADA NY A USIA 36 TAHUN P4A0 DENGAN AKSEPTOR KB TUBEKTOMI
DI RS Dr. R. SOEPRAPTO CEPU
Dilaksanakan Pada

I.

Hari/ tanggal

: Jumat, 25 September 2015

Jam

: 08.00 WIB

Tempat

: Ruang Edelweis ( Ruang OP )

Data Subyektif
1.1 Biodata Pasien
Ibu

Suami

Nama

: Ny. A

Tn. R

Umur

: 36 Tahun

37 Tahun

Agama

: Islam

Islam

Suku/Bangsa: Jawa/Indonesia

Jawa/Indonesia

Pendidikan : SI

SI

Pekerjaan

: Wiraswasta

Wiraswasta

Penghasilan : Tidak tentu

Tidak tentu

Alamat

Dkh. Lukbang Ds. Lembang

: Dkh. Lukbang Ds. Lembang


Rt 01 Rw 02 Kecamatan

Rt 01 Rw 02 Kecamatan

Blora Kota Kabupaten Blora

Blora Kota Kabupaten Blora

I.2 Alasan Datang : Ingin melakukan KB steril ( Kontap, Tubektomi )


I.3 Keluhan Utama : Ibu merasa sudah cukup jumlah anaknya dan tidak ingin tambah
lagi, ibu tidak ingin menggunakan KB sebelumnya, tidak ingin KB ulang, ingin KB
tetap/steril saja.
I.4 Riwayat Kesehatan
I.4.1

Riwayat Kesehatan Dahulu


Ibu tidak pernah menderita riwayat Penyakit Menular seperti : Hepatitis, AIDS,
TBC dan Penyakit Menurun seperti : DM, Hipertensi, Jantung

I.4.2

Riwayat Kesehatan Sekarang


Ibu tidak sedang menderita riwayat Penyakit Menular seperti : Hepatitis, AIDS,
TBC dan Penyakit Menurun seperti : DM, Hipertensi, Jantung

I.4.3

Riwayat Kesehatan Keluarga


Di dalam Keluarga Ibu tidak ada yang menderita riwayat Penyakit Menular
seperti : Hepatitis, AIDS, TBC dan Penyakit Menurun seperti : DM, Hipertensi,
Jantung, Riwayat kembar, dan Kecacatan.
I.5 Riwayat Perkawinan
Kawin 1 kali. Kawin pertama umur 23 tahun. Dengan suami sekarang 13 tahun.
I.6 Riwayat Obstetri
1.6.1 Riwayat Menstruasi
Menarche umur 14 tahun. Siklus 28 hari. Teratur.
Lama 7 hari. Sifat darah : encer. Bau : khas darah menstruasi. Flour albus: ya

a.6.2

kadang kadang, warna putih susu.


Dismenorhea : tidak pernah, banyaknya 3 4 kali ganti pembalut setiap hari.
Riwayat kehamilan persalinan dan nifas yang lalu

P4A0
Hami
l
Ke

Persalinan
Tgl
UK
Lahir

Jenis

Penolon

Persalina

Nifas
Tempat Komplikasi JK
Ibu

Bayi

BB

Lakt

Kompli

asi

kasi

n
I

24 Aterm Normal

II

III

IV

Bidan

BPM

07

Aluna,

2003

S.ST

21 Aterm Normal

Bidan

BPM

08

Aluna,

2007

S.ST

15 Aterm Normal

Bidan

BPM

04

Aluna,

2011

S.ST

01 Aterm Normal

Bidan

BPM

Laki 3000 Baik


laki

gra
m

Laki 3100 Baik


laki

gra
m

Laki 3000 Baik


laki

gra
m

Pere 3000 Baik

08

Aluna,

mpu gra

2015

S.ST

an

a.7 Riwayat Kontrasepsi Yang Digunakan


No

Jenis
kontrasepsi

Mulai Memakai
Tgl

Oleh

Berhenti/ Ganti Cara


Temp

Keluhan

Tgl

Oleh

at
1

Suntik

3 Sept

Bulan

2003

Bidan

Temp

Alasan

at

BPM

Tidak

Mei

Aluna

bisa

2004

, S.ST

menstrua

yang

si

bukan

dan

Sendiri

Ingin
ganti

berat

hormonal

badan

(kondom

selalu

naik tiap
bulannya

Kondom

Mei

Sendiri

2006

Sendiri

2004

Ingin
memiliki
anak lagi

Kondom

Sept

Sendiri

2010

Sendiri

2007

Ingin
memiliki
anak lagi

Kondom

Mei

Sendiri

2011

2014

Sendiri

Ingin
memiliki
anak lagi

a.8 Keadaan Psikososial Spiritual


a) Keadaan ibu sebelum dan sesudah memakai kontrasepsi ini
Keadaan ibu sebelum memakai kontrasepsi ini yaitu kontrasepsi yang hormonal
( suntik 3 bulan ) ibu tidak pernah menstruasi dan berat badan naik sehingga ibu
beralih ke kondom. Karena merasa sudah cukup anaknya, ibu ingin steril.
Setelah memakai kontrasepsi ini, ibu merasa aman tidak mempengaruhi
menstruasi karena ini kontrasepsi tetap (tidak perlu memikirkan untuk
melakukan KB tiap hari ataupun tiap bulan atau bahkan tiap tahunnya)
b) Hubungan dengan suami, anak dan masyarakat lingkungan sekitarnya
Hubungan dengan suami dan anak tetap harmonis dan hubungan tetap baik
dengan masyarakat lingkungan sekitarnya.
c) Pandangan dirinya dari sudut agamanya terhadap metode kontrasepsi yang
dipakai.
Menurut ibu, sesuai dengan agama yang dianutnya, kontrasepsi dengan metode
ini boleh boleh saja karena hanya menghalangi bertemunya antara sel telur
dengan sperma, tidak melakukan pembunuhan karena sel telur dan sperma belum
bertemu.
d) Pengetahuan tentang metode kontrasepsi
Ibu sudah mengerti jenis kontrasepsi ini yaitu tubektomi (mengikat atau
memotong saluran tuba agar sel telur tidak bertemu dengan sperma dan tidak
akan punya anak lagi), sangat efektif dan permanen, tidak ada efek samping.
Dilaksanakan dengan tindakan pembedahan.
a.9 Pola kebiasaan sehari-hari
(dikaji sebelum KB dan selama KB)
Pola Kebiasaan
Pola Nutrisi

Sebelum KB
Selama KB
Makan 3 kali/ hari,nasi 2 Makan 3 kali/ hari, nasi 2

centong, lauk pauk, sayur dan centong, lauk pauk, sayur dan
buah kadang - kadang

buah kadang - kadang

Minum air putih 6 7 gelas / Minum 6 7 gelas / hari,


hari, minum susu

kadang minum susu kadang kadang 1

kadang 1 gelas/hari
Pola Eliminasi

gelas/hari

BAB 1 kali /hari. Warna BAB

kali

/hari.

Warna

kunung, Bau khas, konsistensi kunung, Bau khas, konsistensi


lembek

lembek

BAK 3 - 4 kali /hari. Warna BAK 3 - 4 kali /hari. Warna


kuning jernih, Bau khas.
Pola Aktivitas

kuning jernih, Bau khas.

Kegiatan sehari-hari sebagai Sama seperti selama sebelum


ibu

rumah

tangga

dan memakai

kontrasepsi

hanya

membantu suami dalam bisnis menghindari mengangkat benda


keluarga.

benda dan bekerja keras


selama

minggu

setelah

dilakukan pembedahan
Tidur siang kurang lebih 1 jam Tidur siang kurang lebih 1 jam

Pola Istirahat

Tidur malam kurang lebih 7 Tidur malam kurang lebih 7


jam
Personal Hygiene

jam

Mandi 2 kali/sehari : gosok Mandi 2 kali/sehari : gosok gigi


gigi 2 kali/hari: ganti baju 2 2

Pola seksualitas
Kebiasaan
kebiasaan lain

kali/hari:

ganti

baju

kali/hari, keramas 2 hari sekali. kali/hari, keramas 2 hari sekali.


Melakukan hubungan seksual 2 Sama seperti sebelum memakai
3 kali dalam seminggu
kontrasepsi ini
Ibu tidak merokok, tidak Ibu tidak merokok,

tidak

minum Jamu- jamuan, tidak minum Jamu- jamuan, tidak


minum minuman keras, tidak minum minuman keras, tidak
ada

pantangan makanan dan ada

pantangan makanan dan

perubahan pola makan ( nafsu perubahan pola makan ( nafsu


makan turun, dll)
II.
DATA OBJEKTIF
2.1 Pemeriksaan Umum

makan turun, dll)

a. Keadaan umum
: Baik
Kesadaran : Composmentis
b. Tanda vital
Tekanan darah
: 120 / 80 mmHg
Pernafasan
Nadi
: 80 kali/menit
Suhu
c. TB
:160 cm
BB
: 50 kg
IMT
: 19.5
LILA : 24 cm
2.2 Pemeriksaan Fisik
a. Kepala : Mesochepal, tidak ada luka / bekas luka, bersih.

: 20 kali/menit
; 36 C

Rambut : Rambut hitam, lurus, lebat, bersih tidak ada ketombe, tidak rontok
Wajah

: Tidak Oedema dan tidak pucat, tidak ada jerawat

Mata

: Simetris, Konjungtiva merah muda, sclera tidak ikterik, tidak ada sekret,

tidak mengalami strabismus, reflek pupil ada, penglihatan baik.


Hidung

: Simetris, cuping...... hidung tidak kembang kempis, bersih tidak ada sekret

atau cairan yang keluar, tidaka ada polip ataupun sinus, penciuman baik
Mulut

: Bibir tidak kering, simetris, bersih tidak ada stomatitis, tidak bau mulut,

tidak ada pembengkakan dan perdarahan gusi, tidak ada caries dentis, tidak ada
peradangan tonsil dan lidah bersih.
Telinga

: Simetris, bersih tidak ada serumen, tidak ada tanda tanda infeksi,

pendengaran baik
Leher

: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan pembesaran vena jugularis

b. Payudara
Bentuk

: Simetris

Areola mammae

: Hiperpigmentasi

Puting susu

: Menonjol

c. Abdoment
: Tidak ada bekas luka, tidak ada pembesaran hepar.
d. Eksteremitas atas dan bawah : Simetris, tidak oedema, tidak ada varises, kuku tidak
pucat.
e. Genetalia luar : Bersih tidak ada pengeluaran pervaginam
f. Anus
: Bersih, tidak ada hemoroid

2.3 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium: HCG Negatif ( - )
Hb : 12,7 gr%
Roentgen : tidak dilakuakan.
b.

ANALISA
Ny. A usia 36 tahun P4A0 Akseptor KB dengan Tubektomi

c.
PENATALAKSANAAN (Termasuk Intervensi, Implementasi dan Evaluasi)
1. Menciptakan hubungan saling percaya antara bidan dan ibu.
Hubungan terjalin dengan baik ditandai dengan ibu kooperatif saat dilakukan
pemeriksaan ditandai dengan ibu selalu menanyakan keadaannya dari hasil
pemeriksaan.
2. Menjelaskan tentang metode metode kontrasepsi lainnya ( KB Alamiah, Senggama
terputus, Metode Barier, AKDR, Hormonal)
Ibu mengerti tentang metode metode kontrasepsi lainnya dan ibu tetap pada
keputusannya yaitu metode kontap (Tubektomi), karena permanent tidak perlu
melakukan kunjungan ulang untuk KB.
3. Melakukan konseling tentang tubektomi yaitu tentang manfaat, keterbatasan , waktu
melakukan tubektomi, yang dapat atau tidak dapat menjalani tubektomi.
Manfaat kontrasepsi

Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaan)

Tidak mempengaruhi proses menyusui

Tidak bergantung pada factor senggama


Non Kontrasepsi

Berkurangnya risiko kanker ovarium


Keterbatasan

Harus diperhitungkan sifat permanent metode ini

Resiko komplikasi kecil

Tidak melindungi diri dari IMS termasuk HBV dan HIV/AIDS


Yang dapat menjalani tubektomi

Usia > 26 tahun

Paritas > 2

Yakin telah mempunyai besar keluarga sesuai kehendaknya


Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi

Hamil atau dicurigai hamil

Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan

Infeksi sistemik
Kapan Dilakukan

Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila tidak hamil

Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)

Bersamaan dengan SC
Ibu mengerti tentang Tubektomi dan lebih mantap ingin melakukan metode ini.
4. Memberikan informed consent untuk persetujuan tindakan

Ibu dan suami telah menyetujui tindakan tubektomi disertai dengan menandatangani
imformed consent tersebut.
5. Menanyakan kembali pada ibu apakah sudah mantap memilih metode kontrasepsi
tubektomi (untuk melakukan tindakan selanjutnya)
Ibu merasa sudah mantap untuk melakukan Tubektomi
6. Kolaborasi dengan bagian Analis (Laboratorium) untuk pemeriksaan darah.
HCG : ( - )
Hb : 12,7 gr%
Hematokrit : 38 %
Leukosit : 5.000 sel/mm3
Trombosit : 300.000 sel/mm3
LED : 10 mm/jam pertama
Eritrosit : 4.0 juta sel/mm3
Ibu kooperatif saat dilakukan pemeriksaan darah dan hasilnya normal
7. Mempersiapkan ibu menjelang tindakan operatif dan kolaborasi dengan dokter
SPOG dan tim medis lainnya.
Melakukan konseling prabedah, Persiapan prabedah, Asepsis dan Antisepsis,
Pemeriksaan pelvikdan fiksasi uterus, Persiapan lapangan operasi dan penentuan
tempat insisi, Membuka dinding abdoment, Mencapai tuba, Memotong tuba,
Menutup dinding abdoment, Tindakan pascabedah, Dekontaminasi.
Ibu kooperatif saat dilakukan tindakan dan tindakan berjalan dengan lancar.
8. Melakukan konseling dan Instruksi pasca bedah yaitu menanyakan pada ibu bila
masih ada hal hal yang ingin diketahuinya tentang tubektomi, jelaskan pada ibu
untuk menjaga agar daerah luka operasi tetap kering, jelaskan pada ibu untuk tidak
bersenggama selama 1 minggu, jelaskan pada ibu bahwa bila ada keluhan (rasa sakit
atau terjadi perdarahan dari luka operasi atau kemaluan) segera kembali ke klinik
untuk mendapat pertolongan, beritahu ibu bila tidak ada keluhan periksa ulang 1
minggu lagi.
Ibu mengerti dan akan melakukannya
9. Menjelaskan kepada Ibu bahwa ibu boleh pulang bila keadaan stabil 4-6 jam.
KU : baik, Kesadaran : composmentis, TD : 110/70 mmHg, N : 76 X/menit, RR : 20
X/menit, T : 36 0C.
Ibu mengerti keadaannya normal dan sudah dibolehkan untuk pulang

BAB IV
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Kontrasepsi mantap pada wanita atau MOW (Metoda Operasi Wanita) atau
tubektomi, yaitu tindakan pengikatan dan pemotongan saluran telur agar sel telur tidak dapat
dibuahi oleh sperma.
Tubektomi termasuk metode efektif dan tidak menimbulkan efek samping jangka panjang.

Efektivitas tubektomi:
Kurang dari 1 kehamilan per 100 (5 per 1000) perempuan pada tahun pertama penggunaan.
Pada 10 tahun penggunaan, terjadi sekitar 2 kehamilan per 100 perempuan (18-19 per 1000

perempuan).
Efektivitas kontraseptif terkait juga dengan teknik tubektomi (penghambat atau oklusi tuba)
tetapi secara keseluruhan, efektivitas tubektomi cukup tinggi dibandingkan metode
kontrasepsi lainnya. Metode dengan efektivitas tinggi adalah tubektomi minilaparotomi
pascapersalinan.

1.2 Saran
Penulis menyadari makalah yang penulis susun ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu semoga makalah ini dapat dijadikan acuan dalam pembuatan makalah selanjutnya, dan
diharapkan adanya perbaikan-perbaikan untuk makalah selanjutnya dengan pokok bahasan
yang sama.

DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin, Abdul Bari. 2003. Buku Panduan praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai