Bab I-V

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 83

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia.
Joint Nation Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment
on High Blood Pressure VII (JNC VII) menyatakan hampir satu miliar orang
menderita hipertensi di dunia. Hipertensi merupakan silent killer dimana
gejala dapat bervariasi pada masing-masing individu. Hipertensi pada usia
lanjut adalah tekanan darah persisten yang melebihi batas normal dimana
tekanan sistolik diatas 160 mmHg dan tekanan darah diastolik diatas 90
mmHg (Muh. Syaifuddin, 2013).
WHO (World Health Organization) tahun 2011, hipertensi dikenal
sebagai penyakit kardiovaskular. Diperkirakan telah menyebabkan 30% dari
kematian di seluruh dunia dan prevalensinya sebesar 37,4%. Hipertensi atau
tekanan darah tinggi masih menjadi masalah kesehatan pada kelompok
lansia diseluruh dunia. Penyakit ini telah membunuh 9,4 juta warga dunia
setiap tahunnya. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah
hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang
membesar. Pada 2025 mendatang, diproyeksikan sekitar 29% atau sekitar
1,6 miliar orang di seluruh dunia mengalami hipertensi (Muh. Syaifuddin,
2013).
Presentase penderita hipertensi saat ini paling banyak terdapat di
negara berkembang. Data Global Status Report Noncommunicable Disease
2010 dari 2 WHO menyebutkan, 40% negara ekonomi berkembang
memiliki penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35 %.
Kawasan Afrika memegang posisi puncak penderita hipertensi sebanyak
46%. Sementara kawasan Amerika sebanyak 35%, 36% terjadi pada orang
dewasa menderita hipertensi.
Tabel 1.1

Klasifikasi Hipertensi Menurut JNC* VII


Klasifikasi Tekanan
Darah
Normal
Prehipertensi
Hipertensi Stage 1
Hipertensi Stage 2

Tekanan Darah Sistol


(mmHg)
<120
120-139
140-159
160 atau >160

Tekanan Darah Diastol


(mmHg)
<80
80-89
90-99
100 atau >100

Sedangkan prevalensi hipertensi di Indonesia tahun 2011 adalah


31,7% dari populasi pada usia 18 tahun keatas. Sekitar 80% penderita
hipertensi tersebut tergolong hipertensi essensial. (Azizah, 2011 : 27)
Pada tahun 2013 dengan menggunakan unit analisis individu
menunjukkan bahwa secara nasional 25,8% penduduk Indonesia menderita
penyakit hipertensi. Jika saat ini penduduk Indonesia sebesar 252.124.458
jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi. Suatu
kondisi yang cukup mengejutkan.
Secara absolut jumlah penderita hipertensi di 5 provinsi dengan
prevalensi hipertensi tertinggi berdasarkan Hasil Riskesdas 2013 adalah
sebagai berikut :
Tabel 1.2
5 Provinsi Dengan Prevalensi Hipertensi Tertinggi Dalam Jumlah Absolut
(Jiwa)
No

Provinsi

1
2
3
4
5

Bangka Belitung
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Jawa Barat
Gorontalo

Jumlah

Penduduk
Hipertensi
1.380.762
29,4
3.913.908
29,6
4.115.741
30,2
46.300.543
30,9
1.134.498
29,4

Absolut
Hipertensi
426.655 Jiwa
1.205.483 Jiwa
1.218.259 Jiwa
13.612.359 Jiwa
33.524 Jiwa

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kab. Cianjur penderita


hipertensi dengan rawat jalan di puskesmas pada tahun 2013 hipertensi
primer (essensial) paling tinggi dengan jumlah 28.945 dengan presentase
sebanyak 14,61% sedangkan hipertensi sekunder berjumlah 6.566 dengan
presentase sebanyak 3,31% (Sumber : Datin SP3 2013).

Data dari puskesmas Sukaluyu dari bulan Januari sampai dengan Mei
2016 bahwa penderita hipertensi yang berobat ke puskesmas Sukaluyu
sebanyak 60 orang pada lansia dan 40 orang pada dewasa dengan total
penderita hipertensi yang berobat ke puskesmas Sukaluyu sebanyak 100
orang (Sumber : Rekapan BP Puskesmas Sukaluyu).
Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk
berstruktur lanjut usia karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun
keatas sekitar 7,18%. Provinsi yang mempunyai jumlah penduduk lanjut
usianya sebanyak 7 % adalah pulau Jawa dan Bali. Peningkatan jumlah
penduduk lansia antara lain disebabkan tingkat sosial ekonomi masyarakat
yang meningkat. (Azizah, 2011)
Menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun (Maryam dkk, 2008). Sedangkan menurut
Widuri H, 2010 mengatakan semakin tua seseorang, cenderung semakin
berkurang daya tahan fisik dan daya fikir mereka, oleh karena itu kesehatan
lansia sangat penting untuk lebih diperhatikan. Kurangnya perhatian
terhadap kelompok lanjut usia, dapat menimbulkan permasalahan yang
kompleks terhadap lansia tersebut, mengingat bahwa kesehatan merupakan
aspek sangat penting yang perlu diperhatikan pada kehidupan lanjut usia.
Oleh karena itu, kesehatan lansia perlu mendapat perhatian khusus dengan
tetap dipelihara dan ditingkatkan agar dapat hidup secara produktif sesuai
dengan kemampuannya.
Berbagai perubahan fisiologis akibat proses penuaan akan dialami
oleh lansia yang diantaranya adalah penurunan kemampuan jantung yang
dapat memicu terjadinya hipertensi. Bertambahnya usia membuat kesehatan
menurun sedikit demi sedikit. Kadar kolesterol total akan meningkat secara
bertahap seiring dengan bertambahnya usia. Berdasarkan JNC VII pada
lansia dikatakan hipertensi apabila tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan
diastolik > 100 mmHg. (Kowalski, 2007 dalam jurnal Muh. Syaifuddin,
2013).

Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan


pendekatan non farmakologis untuk penggunaan ramuan herbal yang
memanfaatkan daun alpukat dan daun salam, ditemukan dalam banyak
bidang penelitia, murah dan turun-menurun dikenal.
Tanaman Herbal untuk Hipertensi Menurut Halberstein (2005)
pengobatan hipertensi dengan menggunakan tanaman obat adalah
menurunkan tekanan darah ketingkat normal serta mengobati hipertensi
dengan memperbaiki penyebabnya atau membangun organ yang rusak yang
mengakibatkan terjadinya hipertensi. Menurut Xingjiang Et al, (2013)
tanaman obat juga memiliki kelebihan dalam pengobatan hipertensi karena
umumnya tanaman obat memiliki fungsi selain mengobati hipertensi juga
mengobati penyakit komplikasi sebagai akibat tekanan darah tinggi dan
mempunyai efek samping yang sangat kecil.
Tanaman herbal yang sering digunakan masyarakat dalam mengatasi
hipertensi antara lain adalah Daun Salam (Eugenia polyantha) mengandung
senyawa tanin, saponin, dan vitamin C. Tanin bereaksi dengan protein
mukosa dan sel epitel usus sehingga menghambat penyerapan lemak.
Sedangkan saponin berfungsi mengikat kolesterol dengan asam empedu
sehingga menurunkan kadar kolesterol. Kandungan vitamin C di dalamnya
membantu reaksi hidroksilasi dalam pembentukan asam empedu, akibat
reaksi itu meningkatkan ekskresi kolesterol. Mekanisme kerja dari
kandungan kimia dalam daun salam merangsang sekresi cairan empedu
sehingga kolesterol akan keluar bersama cairan empedu menuju usus, dan
merangsang sirkulasi darah sehingga mengurangi terjadinya pengendapan
lemak pada pembuluh darah (Sri Margowati, 2016)
Mengkonsumsi 7-10 lembar daun salam dengan cara di rebus dalam 2
gelas sampai tersisa satu gelas. Angkat, lalu saring. Minum 2 kali sehari
masing-masing gelas dinilai dapat menurunkan tekanan darah. (Sufrida
Yulianti & Maloedyn, 2006:55)
Pada kasus hipertensi penggunaan bahan tunggal daun alpukat (Persea
Americana miller) atau daun salam (Syzygium polyanth) dengan cara

diseduh atau dibuat ekstrak diyakini sangat bermanfaat. Daun alpukat ini
secara empiris dipercayai sebagai diuretik yaitu menambah volume urin
yang dihasilkan saat urinasi untuk mengurangi tekanan darah. Kandungan
kimia daun alpukat diantaranya saponin, tanin, phlobatanin, flavanoid,
alkaloid, dan polisakarida. Flavonoid pada daun alpukat memiliki fungsi
menurunkan tekanan darah (Anna Lusia Kus, 2011).
Mekanisme kerja dari flavonoid untuk melancarkan peredaran darah
dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah, sehingga
darah dapat mengalir dengan normal. Flavonoid juga mengurangi
kandungan kolesterol serta mengurangi penimbunan lemak pada dinding
pembuluh darah. Cara kerja daun alpukat dengan mengeluarkan sejumlah
cairan dan elektrolit maupun zat-zat yang bersifat toksik. Dengan
berkurangnya jumlah air dan garam di dalam tubuh maka pembuluh darah
akan longgar sehingga tekanan darah perlahan-lahan mengalami penurunan
(Anna Lusia Kus, 2011).
Penggunaan ekstrak daun alpukat untuk hipertensi dengan cara
direbus. Daun alpukat yang diperlukan untuk membuat rebusan sebanyak 5
lembar, direbus dengan 3 gelas air hingga tinggal 2 gelas. Rebusan atau
ekstrak daun alpukat dikonsumsi dua kali sehari (pagi dan sore hari)
sebanyak 1 gelas rebusan sekali minum. Rebusan daun alpukat dapat
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi kurang lebih dalam
waktu 1 minggu (Lianti R, 2014).
Penelitian Sri Margowati dalam jurnalnya menguji efektivitas rebusan
daun alpukat dengan rebusan dan salam dalam penurunan tekanan darah
pada lansia hipertensi. Menggunakan desain Pre-post-test two group,
dengan rancangan pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah
intervensi pemberian rebusan. Perbandingan efektivitas intervensi melalui
rerata hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan sesudah pemberian
ekstrak selama satu minggu. Pengambilan sampel menggunakan teknik
purposive sampling dengan menggunakan kriteria inklusi dan ekslusi.
Koreksi besar sampel dengan cara memperbesar taksiran ukuran
sampel sebesar 10% dari hasil sampel awal. Jumlah sampel didapatkan

sebanyak 68 responden. Dengan perlakuan untuk intervensi rebusan daun


alpukat sebanyak 34 responden dan 34 responden untuk kelompok rebusan
daun salam. Konsistensi intervensi di ukur melalui berdasarkan kepatuhan
responden dan digolongkan dalam 2 kategori yaitu: Responden dianggap
patuh bila selama 5 hari intervensi mengkonsumsi 7-8 kali konsumsi baik
rebusan daun alpukat maupun rebusan daun salam sesuai kelompok
intervensinya. Responden dianggap tidak patuh bila selama intervensi
mengkonsumsi < 5 kali konsumsi baik rebusan daun alpukat maupun
rebusan daun salam sesuai kelompok intervensinya.
Lokasi penelitian di wilayah kerja puskesmas Srumbung, pemilihan
lokasi berdasarkan wilayah dengan jumlah hipertensi tertinggi dari 17 desa
yaitu desa Kradenan dan desa Kamongan (Puskemas Srumbung, 2015).
Efektivitas intervensi dianalisis dengan menggunakan Uji chi square ini
untuk menguji hubungan atau pengaruh rebusan daun alpukat dan rebusan
daun salam dengan penurunan tekanan darah responden.
Berdasarkan jurnal penelitian yang telah dilakukan oleh Sri
Margowati mengatakan bahwa Terapi herbal dengan menggunakan air
rebusan daun alpukat dan daun salam dapat menurunkan tekanan darah pada
lansia. Daun salam lebih efektif menurunkan tekanan darah dibanding daun
alpukat dalam menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hasil
penelitian menunjukan ada perbedaan efektivitas rebusan daun alpukat dan
rebusan daun salam dalam menurunkan tekanan darah pada lansia
hipertensi. Rebusan daun salam lebih efektif untuk menurunkan tekanan
darah sistol pada lansia hipertensi. Hal tersebut dapat di lihat dari rerata
tekanan darah sistol pada mayoritas responden setelah diberikan rebusan
daun salam hari ke-1 yaitu 175,27 > 160 artinya hipertensi . Pada hari ke-5
terjadi penurunan tekanan darah dengan rerata tekanan darah sistol 160
(Normal) sebesar 149,09. Mayoritas rerata tekanan darah sistol pada
intervensi rebusan daun alpukat pada hari ke-1 sebesar 176,78 dan terjadi
penurunan rerata tekanan darah selama 5 hari pemberian rebusan daun

alpukat dengan mayoritas rerata tekanan darah sistol hari ke-5 sebesar
151,56 160 artinya normal.
Berdasarkan hasil penelitian diatas, disarankan Institusi layanan
kesehatan hendaknya memasukkan materi terapi non farmakologi atau terapi
herbal khususnya pemanfaatan daun salam sebagai antihipertensi sebagai
tindakan mandiri perawatan untuk menurunkan tekanan darah dan
mengaplikasikan pada komunitas untuk mengatasi pemasalahan hipertensi.
Pemanfaatan herbal untuk pemeliharaan kesehatan dan gangguan
penyakit hingga saat ini sangat dibutuhkan dan perlu dikembangkan,
terutama dengan melonjaknya biaya pengobatan. Dengan maraknya gerakan
kembali ke alam (back to nature), kecenderungan penggunaan bahan obat
alam/herbal di dunia semakin meningkat. Gerakan tersebut dilatarbelakangi
perubahan lingkungan, pola hidup manusia, dan perkembangan pola
penyakit.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis berkeinginan untuk
merawat

serta

menerapkan

asuhan

keperawatan

dengan

judul

PEMBERIAN OBAT TRADISIONAL (AIR REBUSAN DAUN SALAM)


TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA ASUHAN
KEPERAWATAN Tn. S DENGAN HIPERTENSI DI RT 03 RW 03 Ds.
SUKALUYU Kec. SUKALUYU
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah Pemberian Obat Tradisional (Air Rebusan Daun
Salam) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Asuhan Keperawatan Tn.
S Dengan Hipertensi Di Rt 02 Rw 03 Ds. Sukaluyu Kec. Sukaluyu Kab.
Cianjur ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang diuraikan
diatas, maka tujuan dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini dapat diuraikan
sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Mampu Melakukan Asuhan Keperawatan dalam Pemberian Obat
Tradisional (Air Rebusan Daun Salam) Terhadap Penurunan Tekanan

Darah Pada Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Hipertensi Di Rt 02 Rw


03 Ds. Sukaluyu Kec. Sukaluyu Kab. Cianjur
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian secara komprehensif pada lansia
dengan hipertensi melalui tahap pengumpulan data, analisa data,
menegakan diagnosa dan menentukan prioritas masalah.
b. Mampu menegakan diagnosa keperawatan berdasarkan analisa data
melalui tahap pengkajian dengan pengumpulan data.
c. Mampu melakukan rencana asuhan keperawatan pada lansia
dengan hipertensi secara rasional sesuai dengan diagnosa
keperawatan yang ditentukan berdasarkan prioritas masalah.
d. Mampu melaksanakan implementasi sesuai dengan rencana asuhan
keperawatan pada lansia dengan hipertensi.
e. Mampu melaksanakan evaluasi asuhan keperawatan terhadap
tindakan yang telah diberikan pada lansia dengan hipertensi.
f. Mampu mengaplikasikan tindakan asuhan keperawatan yang telah
dilakukan kepada lansia dengan hipertensi.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat hasil penelitian studi kasus untuk pasien
Penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pasien hipertensi agar
pemberian obat tradisional (air rebusan daun salam) sebagai metode
alternatif dalam penurunan tekanan darah.
2. Manfaat hasil penelitian studi kasus untuk perawat
Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi bagi membangun
keperawatan dan pemecahan masalah khususnya pada kasus pasien
hipertensi dengan pemberian tindakan obat tradisional (air rebusan daun
salam).
3. Manfaat hasil penelitian studi kasus bagi lembaga
a. Puskesmas
Bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam praktik
pelayanan keperawatan.
b. Pendidikan
Menambah wawasan siswa didik sehingga mampu mengaplikasikan
pada pasien dalam praktik keperawatan.
4. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar untuk melakukan


penelitian selanjutnya yaitu dengan judul Pemberian Obat Tradisional
(Air Rebusan Daun Salam) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Hipertensi Di Rt 02 Rw 03 Ds.
Sukaluyu Kec. Sukaluyu Kab. Cianjur.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A Konsep Dasar Lansia (Lanjut Usia)
1 Pengertian Lansia
Menurut Udang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 Dalam Bab 1
pasal 1 ayat 2 dijelaskan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang
mencapai usia 60 tahun keatas (Azizah, 2011:1). Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) merumuskan batasan lanjut usia adalah usia pertengahan
(middle age) yaitu antara usia 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu
antara usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu antara usia 75-90
tahun, usia sangat tua (very old) yaitu diatas usia 90 tahun.
Menurut Stanley and Beare (2007): Azizah,

(2011:1),

mendefinisikan lansia berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang


menganggap bahwa orang telah tua jika menunjukan ciri fisik seperti
rambut beruban, kerutan kulit, dan hilangnya gigi. Dalam peran
masyarakat tidak bisa lagi melaksanakan fungsi peran orang dewasa,
seperti pria yang tidak lagi terikat dalam kegiatan ekonomi produktif

10

dan untuk wanita tidak dapat memenuhi tugas rumah tangga. Kriteria
simbolik seseorag dianggap tua ketika ia berfungsi sebagai kepala dari
garis keturunan keluarganya.
Stanley and Beare (2007): Azizah, (2011:1), menganalia kriteria
lanjut usia dari 57 negara didunia dan menemukan bahwa kriteria lansia
yang paling umum adalah gabungan antara usia kronoligis dengan
perubahan dalam peran sosial dan diikuti oleh perubahan status
fungsional seseorang.

Batasan Lanjut Usia


Menurut Prof.

Dr. Koesmanto

Setyonegoro,

lanjut

usia

dikelompokkan menjadi usia dewasa muda (elderly adulhood) yaitu


usia 18 atau 19-25 tahun, usia dewasa penuh (middle years) atau
maturitas yaitu usia 25-60 tahun atau 65 tahun, lanjut usia (geriatric
age) yaitu usia lebih dari 65 tahun atau 70 tahun yang dibagi lagi
dengan usia 70-75 tahun (young old), usia 75-80 tahun (old), lebih dari
usia 80 tahun (very old). (Azizah, 2011:2)
Menurut UU No. 4 tahun 1965 pasal 1 seorang dapat dinyatakan
sebagai seorang jompo atau lanjut usia setelah yang bersangkutan
mencapai umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari
nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima
nafkah dari orang lain. UU No. 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan
lansia bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun
keatas.
3

Tugas Perkembangan Lanjut Usia


Seiring tahap kehidupan, lansia juga memiliki tugas perkembangan
khusus. Hal ini dideskripsikan oleh Potter dan Perry (2005) dan dikutip
oleh Azizah, (2011:2). Tujuh kategori utama tugas perkembangan lansia
meliputi :
a Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan kesehatan

11

Lansia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring


terjadinya penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan
fungsi. Hal ini tidak dikaitkan dengan penyakit, tetapi hal ini adalah
normal. Bagaimana meningkatkan kesehatan dan mencegah
b

penyakit dengan pola hidup sehat.


Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan pendapatan
Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan, oleh karena itu mungkin
perlu untuk menyesuaikan dan membuat perubahan karena
hilangnya peran bekerja. Bagaimanapun, karena pensiunan ini
biasanya telah diantisipasi, seseorang dapat berencana kedepan
untuk berpatisipasi dalam konsultasi atau aktivitas sukarela,
mencari minat dan hobi baru dan melanjutkan pendidikannya.
Meskipun kebanyakan lansia diatas garis kemiskinan, sumber
finansial secara jelas mempengaruhi permasalahan dalam masa

pensiun.
Menyesuaikan terhadap kematian pasangan
Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman dan
kadang anaknya. Kehilangan ini sulit diselesaikan, apalgi bagi
lanjut usia yang menggantungkan hidupnya dari seseorang yang
meninggalkannya dan sangat berarti bagi dirinya. Dengan
membantu lansia melalui proses berduka, dapat membantu mereka

menyesuaikan diri terhadap kehilangan.


Menerima diri sendiri sebagai individu lansia
Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri
selama penuaan. Mereka dapat memperlihatkan ketidakmampuannya sebagai koping dengan menyangkal penurunan fungsi,
meminta cucunya untuk tidak memanggil mereka nenek atau
menolak meminta bantuan dalam tugas yang menempatkan

keamanan mereka pada resiko yang besar.


Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup
Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya.

Misalnya,

kerusakan fisik dapat mengharuskan pindah rumah yang lebih kecil


dan untuk seorang diri. Beberapa maslah kesehatan lain mungkin
mengharuskan lansia untuk tinggal dengan keluarga atau temannya.

12

Perubahan rencana kehidupan bagi lansia mungkin membutuhkan


periode pnyesuaian yang lama selama lansia memerlukan bantuan
f

dan dukungan profesional perawatan kesehatan dan keluarga.


Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa
Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali dengan
anak-anaknya yang telah dewasa. Masalah keterbalikan peran,
ketergantungan, konflik, perasaan bersalah dan kehilangan

memerlukan pengenalan dan resolusi.


Menentukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup
Lansia harus belajar menerima aktivitas dan minat yang baru untuk
mempertahankan kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya
aktif secara sosial sepanjang hidupnya mungkin merasa relatif
mudah untuk bertemu orang baru dan mendapat minat baru. Akan
tetapi, seseorang yang introvert dengan sosialisasi terbatas,
mungkin menemui kesulitan bertemu orang baru selama pensiun.

Tipe-Tipe Lanjut Usia


Tipe kepribadian lanjut usia menurut Kuntjoro 2002, dikutip oleh
Azizah 2011: 3 adalah sebagi berikut :
a Tipe kepribadian konstruktif (construction personality)
Orang ini memiliki integritas baik, menikmati hidupnya, toleransi
tinggi dan felksibel. Biasanya tipe ini tidak banyak mengalami
gejolak, tenan dan mantap sampai sangat tua. Tipe kepribadian ini
biasanya dimulai dari masa mudanya. Lansia bisa menerima fakta
proses menua dan menghadapi masa pensiun dengan bijaksana dan
b

menghadapi kematian dengan penuh kesiapan fisik dan mental.


Tipe kepribadian mandiri (independent personality)
Pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power syndrome,
apalagi jika pada masa lania tidak diisi dengan kegiatan yang dapat

memberikan otonomi.
Tipe kepribadian ketergantungan (dependent personality)
Tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila
kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak
bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan
yang ditinggalkan akan menjadi sedih yang mendalam. Tipe ini

13

lansia senang mengalami pensiun, tidak punya inisiatif, pasif tetapi


d

masih tahu diri dan masih dapat diterima oleh masyarakat.


Tipe kepribadian bermusuhan (hostile personality)
Lanjut usia pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak
puas

dengan

diperhitungkan

kehidupannya,
sehingga

banyak

menyebabkan

keinginan
kondisi

yang

baik

ekonominya

menurun. Mereka menganggap orang lain menyebabkan kegagalan,


selalu mengeluh dan curiga. Menjadi tua tidak ada yang dianggap
e

baik, takut mati dan iri hati dengan yang muda.


Tipe kepribadian defensive
Tipe ini selalu menolak bantuan, emosinya tidak terkontrol, bersifat
kompulsif aktif. Mereka takut menjadi tua dan tidak menyenangi

masa pensiun.
Tipe kepribadian kritik diri (self hate personality)
Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya
sendiri dan sulit dibantu oranglain atau cenderung membuat susah
dirinya. Selalu menyalahkan diri, tidak memiliki ambisi dan merasa
korban dari keadaan.

Proses Menua (Ageing Process)


Agieng Process (proses

menua)

adalah

suatu

proses

menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk


memperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki
kerusakan yang diderita (Darmojo, 2004; Azizah, 2011:7). Proses
menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut) secara
alamiah, yang dimulai sejak lahir dan umumnya dialami oleh makhluk
hidup.
Sebenarnya tidak ada batasan yang tegas pada usia berapa
penampilan seseorang mulai menurun. Pada setiap orang, fungsi
fisiologis alat tubuhnya sangat bereda, baik dalam hal pencapaian
puncak maupun saat menurunnya. Hal ini juga sangat individu, namun
umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada usia antara
20 dan 30 tahun. Setelah mencapai fungsi, alat tubuh akan berada dalam

14

kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi


sedikit sesuai dengan bertambahnya umur.
Proses menua merupakan proses yang terus menerus (berlanjut)
secara lamiah. Menua bukanlah suatu penyakit melainkan proses
berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi stressor dari dalam
maupun luar tubuh. Menuanya manusia seperti ausnya suku cadang
suatu mesin yang bekerjanya sangat kompleks yang bagian-bagiannya
saling mempengaruhi secara fisik atau somatik dan psikologik. Proses
menua setiap individu pada organ tubuh juga tidak sama cepatnya dan
sangat individual. Adakalanya seseorang yang masih muda umurnya,
namun terlihat sudah tua dan begitu juga sebaliknya. Banyak faktor
yang mempengaruhi penuaan seseorang seperti genetik, asupan gizi,
kondisi mental, pola hidup, lingkungan dan pekerjaan (Azizah, 2011:8).
6

Perubahan yang terjadi pada lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan
secara degeneratif yang akan berdampak pada berubahan-perubahan
pada diri manusia. Perubahan yang terjadi pada lansa terdiri dari
perubahan fisik, perubahan mental, perubahan psikososial dan lain-lain.
Hal ini dapat di jelaskan sebagai berikut :
a Perubahan Fisik
Menurut Padila (2013) yang dikutip dalam jurnal Heny
(2015), perubahan kondisi fisik pada lansia umumnya mulai
dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda
(multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, energu menurun,
kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapu dan
sebagainya. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah
memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda.
Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi
fisik,

psikologis

maupun

sosial,

yang

selanjutnya

dapat

menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain.


Menurut Hutapea (2005) yang dikutip dalam jurnal Heny
(2015), perubahan fisik yang dialami oleh lansia adalah :

15

Perubahan pada sistem kekebalan atau imunologi yaitu tubuh

menjadi rentan terhadap alergi dan penyakit.


Konsumsi energi turun secara nyata diikuti

menurunnya jumlah energi yang dikeluarkan tubuh.


Air dalam tubuh turun secara signifikan karena bertambahnya

dengan

sel-sel yang mati yang diganti oleh lemak maupun jaringan


4

konektif.
Sitem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai tanggal,
kemampuan mencerna makanan serta penyerapan mulai
lamban dan kurang efisien, gerakan peristaltik usus menurun

sehingga sering konstipasi.


Perubahan pada sistem metabolik, yang mengakibatkan
gangguan metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang

menururn. Sekresi menurun juga karena timbunan lemak.


Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya rabun
dekat, kepekaan bau dan rasa berkurang, kepekaan sentuhan
berkurang, pendengaran berkurang, reaksi lambat, fungsi

mental menurun dan visual berkurang


Perubahan sistem pernafasan ditandai dengan menurunnya
elastisitas paru-paru yang mempersulit pernafasan sehingga
dapat mengakibatkan munculnya rasa sesak dan tekanan darah

meningkat.
8 Menurunnya elastisitas dan fleksibilitas persendian.
Perubahan Mental
Perubahan mental lansia dapat berupa perubahan sikap yang
semakin egosentrik, mudah curiga dan bertambah pelit atau tamak
bila memiliki sesuatu. Lansia mengharapkan tetap diberi peranan
dalam masyarakat. Sikap umum yang ditemukan pada hampir
setiap lansia yaitu keinginan untuk berumur panjang. Jika
meninggal pun, mereka ingin meninggal secara terhomat dan
masuk surga. Faktor yang mempengaruhi perubahan mental yaitu
perubahan fisik, kesehatan umun, tingkat pendidikan, keturunan

dan lingkungan (Heny, 2015).


Perubahan Psikososial

16

Nilai seseorang sering diukur melalui produktifitasnya


diakaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami
pensiun, seseorang akan mengalami kehilangan yaitu kehilangan
finansial, kehilangan status, kehilangan teman dan kehilangan
pekerjaan (Heny, 2015).
Perubahan Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular yang sering terjadi pada lansia

yaitu massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi


dan kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan
pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusi dan klasifikasi SA
nude dan jaringan konduksi beubah menjadi jaringan ikat.
Konsumsi oksigen pada tingkat maksimal berkurang sehingga
kapasitas paru menurun. Latihan berguna untuk meningkatkan VO 2
maksimum, mengurangi tekanan darah dan berat badan.
Perubahan Kognitif
Tabel 2.1
Perubahan Kemampuan Kognitif Pada Penuaan

N
O
1

Kemampuan Kognitif
Pemecahan Masalah

Perubahan
Terjadi penurunan sampai akhir
usia 60-an
Banyak
perubahan
ditanggunglangi

Memori
Sensori
Memori pendek
Memori panjang
Memori jangka
panjang kemampuan

dapat
dengan

bimbingan dan latihan


Sedikit mengalami penurunan
Tidak ada perubahan
Beberapa menurun, penurunan
terutama pada proses encoding
Penurunan dimulai pada awal

psikomotor

usia 50-an
Tdak mampu diubah dengan

Proses Informasi

intervensi
Penurunan dimulai pada awal
usia 50-an
Tidak mampu diubah dengan

17

4
5

Kemampuan Verbal
Alasan Abstrak

intervensi
Menurun sebelum usia 80 tahun
Mungkin terjadi penurunan

Sumber : Azizah, 2011:14

Perubahan Spiritual
Menurut Azizah (2011:16), agama atau kepercayaan lansia
makin berintegrasi dalam kehidupannya. Lansia makin teratur
dalam kehidupan keagamaannya. Hal ini dapat dilihat dalam
berfikir dan bertindak sehari-hari. Spiritualitas pada lansia bersifat
universal, intrinsik dan merupakan proses individual yang
berkembang sepanjang rentang kehidupan. Karena aliran siklus
kehilangan terdapat pada kehidupan lansia, keseimbangan hidup
tersebut dipertahankan sebagian oleh efek positif harapan dari
kehilangan

tersebut.

Lansia

yang

telah

mempelajari

cara

menghadapi cara perubahan hidup melalui mekanisme keimanan


akhirnya dihadapkan pada tantangan akhir yaitu kematian. Harapan
memungkinkan individu dengan keimanan spiritual atau religius
untuk bersiap menghadapi krisis kehilangan dalam hidup sampai
kematian.
Suatu hal pada lansia yang diketahui sedikit berbeda dari
orang yang lebih muda yaitu sikap mereka terhadap kematian. Hal
ini menunjukan bahwa lansia cenderung tifak terlalu takut terhadap
konsep dan realitas kematian. Pada tahap perkembangan usia lanjut
merasakan atau sadar akan kematian (Azizah, 2011:16).
7

Penyakit Yang Sering Dijumpai Pada Lansia


Menurut Azizah (2011:21), dikemukakan adanya empat penyakit
yang sangat erat hubungannya dengan proses menua, yakni :
a Gangguan sirkulasi darah, seperti : hipertensi, kelainan pembuluh
b

darah, gangguan pembuluh darah di otak (koroner) dan ginjal.


Gangguan metabolisme hormonal, seperti : diabetes melitus,

klimakterium dan ketidakseimbangan tirois.


Gangguan pada persendian, seperti : osteoartritis, gout artritis

ataupun penyakit kolagen lainnya.


Berbagai macam neoplasma.

18

Sifat penyakit dapat dimulai secara perlahan-lahan, seringkali


tanpa tanda-tanda ataupun keluhannya ringan dan baru diketahui
sesudah keadaannya parah. Hal ini perlu sekali untuk dikenali agar
tidak salah ataupun terlambat menegakkan diagnosis sehingga terapi
dan tindakan keperawatannya segera dapat dilaksanakan. Dapat pula
pada lanjut usia mengalami beberapa penyakit secara bersamaan, sifat
penyakit orang lanjut usia biasanya progresif sampai penderitanya
mengalami kematian. Orang lanjut usia pun biasanya rentan penyakit
lain, karena daya tahannya telah menurun. Penyakit yang sering terjadi
pada lansia adalah : (Heny, 2015)
a

Hipertensi
Dari banyak penelitian epidemiologi didapatkan bahwa dengan
meningkatnya umurdan tekanan darah meninggi. Hipertensi
menjadi masalah pada lanjut usia karena sering ditemukan dan
menjadi faktor utama stroke, payah jantung dan penyakit jantung
koroner. Lebih dari separuh kematiian diatas usia 60 tahun
disebabkan oleh penyakit jantung dan serebrovaskuler. Hipertensi
pada usia lanjut dibedakan atas :
1 Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari
140 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar
2

dari 90 mmHg.
Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih
besar dari 160 mmHg dan tekana diastolik lebih rendah dari 90

mmHg.
Penyakit Jantung Koroner
Penyempitan pembuluh darah jantung sehingga aliran darah
menuju jantung terganggu. Gejala umum yang terjadi adalah nyeri

dada, sesak naas, pingsan hingga kebingungan.


Disritmia
Insidensi distrimia artrial dan ventrikuler meningkat pada lansia
karena perubahan struktural dan fungsional pada penuaan. Masalah
dipicu oleh disritmia dan tidak terkoordinasinya jantung sering

19

dimanifestasikan sebgai perbahan perilaku, palpitasi, sesak nafas,


d

keletihan dan jatuh.


Penyakit Vaskular Perifer
Gejala yang paling sering adalah rasa terbakar, kram atau nyeri
sangat yang terjadi pada saat aktivitas fisik dan menghilang pada
saat istirahat. Ketika penyakit semakin berkembang, nyeri tidak

lagi dapat hilang dengan istirahat.


Penyakit Katup Jantung
Manifestasi klinis dari penyakit katup jantung bervariasi dari fase
kompensasi sampai pada fase pascakompensasi. Selama fase
kompensasi tubuh menyesuaikan perubahan pada struktur dan
fungsi katup, menghasilkan sedikti tanda dan gejala yang muncul.

B Konsep Hipertensi
1 Pengertian Hipertensi
Tekanan darah adalah jumlah tekanan yang digunakan dalam
aliran darah saat melewati arteri. Ketika berkontraksi, ventrikel kiri
pada jantung mendorong darah keluar dari arteri. Lapisan otot arteri
melawan tekanan, darah didorong keluar menuju pembuluh yang lebih
kecil. Tekanan darah adalah tekanan gabungan dari pemompaan oleh
jantung, perlawanan dinding arteri dan penutupan katup jantung
(Carlson Wade, 2016:21).
Setiap orang memerlukan tekanan darah untuk menggerakan
darah melewati sistem sirkulasi. Tekanan akan naik dan turun dengan
rentang sempit. Namun, ketika tekanan naik dan tidak kembali turun,
kondisi tersebut dikenal sebagai tekanan darah tinggi. Pembacaan
tekanan sistolik 150 dan tekanan diastolik 95 (atau 150/95) umumnya
menandakan tekanan darah tinggi. Pembacaan normal sekitar 120/80,

20

meskipun pengertian normal berbeda pada setiap orang (Carlson Wade,


2016:21).
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah suatu penyakit yang
banyak didertita orang tanpa mereka sendiri mengetahuinya. Hipertensi
dikenal sebagai pembuluh dalam selimut karena gejalanya hampir tidak
terasa, sehingga penderita merasa tidak perlu datang ke dokter (Bangun,
2008).
Para dokter menggunakan dua ukuran untuk menghitung tekanan
darah. Sistolik untuk mengukur tekanan darah sebagai hasil kontraksi
jantung untuk memompa darah keluar dari jantung. Tekanan diastolik
untuk mengukur tekanan darah ketika jantung berelaksasi dan
membiarkan darah mengalir ke dalam jantung (Sufrida Yulianti dan
Maloedyn S, 2006:12).
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
>140 mmHg atau tekanan diastolik <90 mmHg. Hipertensi tidak hanya
beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita
penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal dan pembuluh darah serta
semakin tinggi tekanan darah semakin besar resikonya (Heny, 2015).
2

Etiologi Hipertensi
Banyak faktor yang dapat menyebabkan hipertensi. Namun,
faktor yang sering menjadi penyebab, penyakit ini adalah aterosklerosis
(penebalan dinding arteri yang menyebabkan hilangnya elastisitas
pembuluh darah), keturunan, meningkatnya jumlah darah yang di
pompa ke jantung, penyakit ginjal, kelenjar adrenal, dan sistem saraf
simpatis. Kelebihan berat badan, tekanan psikilogis, stres dn
ketegangan yang dialami ibu hamil juga bisa memicu hipertensi
(Sufrida Yulianti dan Maloedyn S, 2006:14). Faktor-faktor penyebab
hipertensi diantaranya :
a Usia yang semakin tua
Semakin tua seseorang pengaturan zat kapur terganggu, sehingga
banyak zat kapur yang beredar bersama darah. Banyaknya kalsium
dalam darah (hipercalemia) menyebakan darah menjadi lebih
banyak, sehingga tekan darah menjadi meningkat. Endapan

21

kalsium di dinding pembuluh darah (arteriosclerosis) menyebabkan


penyempitan pembuluh darah. Akibatnya aliran darah menjadi
terganggu. Bertambahnya usia juga menyebabkan elastisitas arteri
berkurang, arteri tidak dapat lentur dan cenderung kaku sehingga
b

volume darah yang mengalir sedikit dan kurang lancar.


Stress dan tekanan mental
Salah satu tugas saraf simpatis adalah merangsanng pengeluaran
hormone adrenalin. Hormon ini dapat menyebabkan jantung
berdenyut lebih cepat dan menyebabkan penyempitan kapiler darah
tepi. Hal ini berakibat terjadi peningkatan tekanan darah. Saraf
simpatis di pusat saraf pada orang yang stress bekerja keras.
Hipertensi akan mudah muncul pada orang yang sering stress dan
mengalami ketegangan pikirang yang berlarut-larut.

Makan berlebihan
Jumlah total lemak yang diperlukan tubuh maksimum 150mg/dl,
kandungan lemak baik (jenuh) optimum 45mg /dl dan kandungan
lemak jahat (lemak tak jenuh) maksimum 130mg/dl. Makan
berlebihan dapat meyebabkan kegemukan (obesitas). Kegemukan
lebih cepat terjadi dengan pola hidup pasif. Jika makanan yang
dimakan banyak mengandung lemak jahat (lemak tak jenuh) dapat
menyebabkan penimbunan lemak sepanjang pembuluh darah.
Penyempitan pembuluh darah ini menyebabkan aliran darah

menjadi kurang lancar.


Merokok
Rokok mengandung ribuan zat kimia yang berbahaya bagi tubuh,
seperti tar, nikotin, dan gas karbonmonoksida. Tar merupakan
bahan yang dapat meningkatkan kekentalan darah, sehingga
memaksa jantung untuk berdetak 10-20x/menit, dan meningkatkan
tekanan darah 10-20 skala. Karbonmonoksida dapat meningkatkan
keasaman sel darah, sehingga darah menjadi kental dan menempel
didinding pembuluh darah. Penyempitan pembuluh darah memaksa
jantung memompa darah lebih kuat. Selain orang yang merokok,

22

orang yang tidak merokok tetapi menghisap asap roko juga


memiliki resiko hipertensi. Orang ini disebut peroko pasif, resiko
e

peroko pasif bahayanya 2x dari perokok aktif.


Terlalu banyak minum alkohol
Alkohol dapat merusak fungsi saraf pusat maupun tepi. Apabila
saraf simpatis terganggu maka pengaturan tekanan darah akan
mengalami gangguan pula, tekana darah mudah berubah dan
cenderung meningkat tinggi. Alkohol juga meningkatkan keasaman
darah, darah menjadi lebih kental. Kekentalan darah ini memaksa
jantung memompa darah lebih kuat lagi.

Kelainan pada ginjal


Hipertensi dapat terjadi karena adanya penurunan massa ginjal
yang dapat berfungsi dengan baik, kelebihan produksi angiotensin
dan aldosteron serta meningkatnya hambatan aliran darah dalam
arteri. Ginjal yang mengalami fungsi dalam menyaring darah,
menyebabkan sisa metabolisme yang seharusnya dibuang ikut
beredar kembali kebagian tubuh yang lain, akibatnya volume darah
total meningkat, sehingga darah yang dikeluarkan jantung juga

meningkat.
Lain-lain
Hipertensi disebabkan pula karena kebiasaan minum kafein,
menggunakan kontrasepsi oral karena akan memasuki sistem
peredaran darah, jika tekanan darah dalam rentang yang tidak
stabil, maka tidak di anjurkan memakai kontrasepsi oral di
khawatirkan tekanan darah akan meningkat, dan pola hidup pasif.

Manifestasi Klinis Hipertensi


Hipertensi sering disebut dengan pembunuh diam-diam karena
sering tanpa gejala yang memberi peringatan akan adanya masalah.
Kadang-kadang orang menganggap sakit kepala, pusing, atau hidung
berdarah sebagai gejala peringatan meningktnya tekanan darah. Padahal
hanya sedikit orang yang mengalami perdarahan dihidung atau pusing

23

jika tekanan darahnya meningkat. Gejala lain seperti keringat


berlebihan, kejang otot, sering berkemih, denyut jantung cepat atai
tidak beraturan umumnya disebabkan oleh masalah lain yang kemudian
dapat menjadi hipertensi (Sufrida Yulianti dan Maloedyn S, 2006:18).
Tanda dan gejala pada penderita hipertensi dibedakan menjadi :
a Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan denga
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan darah arteri
oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak
b

akan pernak terdiagosa jika tekanan arteri tidak terukur.


Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataan ini
merupaka gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang
mencari pertolongan medis.
Ada beberapa tanda dan gejala yang sering terjadi pada orang

yang menderita hipertensi menurut Mansjoer (2008) yaitu:


a
b
c
d
e
f
g
h
4

Mengeluh sakit kepala, pusing


Lemas, kelelahan
Sesak nafas
Gelisah
Mual
Muntah
Epistaksis
Kesadaran menurun

Patofisiologi
Meningkatnya tekanan darah di dalam saluran arteri bisa terjadi
melalui beberapa cara, yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga
mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya, arteri besar
kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak
dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri
tersebut, karena-nya darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk
melalui pembuluh darah yang sempit dari pada biasanya dan
menyebabkan naiknya tekanan. Ini lah yang biasa terjadi pada usia

24

lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena


arteriosklerosis.
Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi vasokontriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara
waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam
darah.
Ginjal

juga

bisa

meningkatkan

tekanan

darah

dengan

menghasilkan enzim yang disebut rennin, yang memicu pembentukan


hormone angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon
aldosteron. Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan
tekanan darah, ketena itu berbagai penyakit dan kelainan ginjal bisa
menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi. Misalnya peradangan
dan cerdera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan
naiknya tekanan darah.
5

Klasifikasi Hipertensi
Menurut Sufrida Yulianti & Maloedyn S (2006:16) Identifikasi
bahwa seseorang terserang hipertensi sangat penting. Banyak orang
yang tidak menyadari dirinya menderita hipertensi sehingga tiba-tiba
menderita stroke atau serangan jantung. Itu sebabnya hipertensi sering
disebut dengan the silent killer (pembunuh diam-diam).
Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu :
a Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer disebut juga hipertensi idiopatik karena tidak
diketahui penyebabnya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu
genetik, lingkungan, hiperaktifitas saraf simpatis sistem renin.
Angiotensin dan peningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor
yang meningkatkan resiko adalah obesitas, merokok, alkohol dan
b

polisitemia.
Hipertensi sekunder
Hipertensi yang dianggap ada penyebabnya disebut dengan
hipertensi

sekunder.

Hipertensi

sekunder

diakibatkan

oleh

25

gangguan ginjal dan gangguan pada pembuluh darah. Hipertensi


akibat gangguan ginjal terjadi sebagai akibat dari adanya gangguan
pembuluh darah yang menyuplai darah ke ginjal (hiprtensi
renovaskular) atau gangguan pada sel ginjal itu sendiri (hipertensi
renal).
Selain gangguan diatas, hipertensi sendiri bisa menyebabkan
gangguan ginjal yang akan memperparah hipertensi tersebut, dengan
demikian, hipertensi primer bisa merusak organ ginjal yang
menyebabkan hipertensinya bertambah parah (timbul hipertensi
sekunder).
Sebaliknya, hipertensi sekunder juga bisa memperparah hipertensi
primer. Karena itu, gangguan hipertensi sekunder harus cepat diatasi
agar tidak menimbulkan masalah yang lebih parah. Jika hipertensi
sekunder terjadi akibat gangguan pembuluh darah di ginjal, tindakan
yang bisa dilakukan adalah operasi untuk memperbaiki pembuluh darah
tersebut. Jika hipertensi sekunder tidak cepat diatasi, kemungkinan
besar akan menyerang ginjal dan memperparah kondisi kesehatannya.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Azizah,2011:27) :
a

Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90

mmHg.
Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan sistolik lebih besar
dari 160 mmHg dan tekana diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.

Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokan sebagai berikut :


Tabel 2.2
Klasifikasi Derajat Hipertensi Menurut WHO (Word Health Organization)

26

No

Sistolik (mmHg)

Diastolik (mmHg)

<120
120-129
130-139
140-159

<80
80-84
85-89
90-99

1
2
3
4

Kategori
Optimal
Normal
High Normal
Hipertensi Grade 1

(ringan)
Hipertensi Grade 2

160-179

100-109

(sedang)
Hipertensi Grade 3

180-209

110-119

(berat)
Hipertensi Grade 4

>210

>120

8
9

(sangat berat)
Hipertensi sistolik
Hipertensi diastolik

>140
140-160

<90
>90

Sumber:http://infodatin-hipertensi.pdf
Pada umumnya orang berusia diatas 55 tahun akan menderita
isolate systolic hypertension atau hipertensi sitolik terisolasi. Namun,
yang terjadi pada orang yang lebih muda, dapat diramalkan pada hari
tua akan menderita hipertensi diastolik. Hipertensi yang hebat atau tidak
terkontrol bisa menyebabkan sakit kepala, gangguan penglihatan, mual
dan muntah (Bangun, 2008)
6

Faktor Resiko Hipertensi


Hipertensi primer tidak disebabkan oleh faktor tunggal dan
khusus hipertensi ini disebabkan berbagai faktor yang saling berkaitan.
Hipertensi sekunder disebabkan oleh berbagai faktor primer yang
diketahui

yaitu

seperti

kerusakan

ginjal,

gangguan

endokrin,

penggunaan obat tertentu, stress akut, kerusakan vaskuler dan lain-lain.


Hipertensi disebabkan oleh faktor-faktor yang tidak dapat diubah
serta faktor yang dapat diubah. Faktor-faktor tersebut adalah : (Sufrida
Yulianti & Maloedyn S, 2006:19)

27

Faktor yang tidak dapat diubah


1 Faktor Genetik
Adanya faktor genetik

pada

keluarga

tertentu

akan

menyebabkan keluarga tersebut mempunyai resiko menderita


hipertensi. Individu dengan orangtua hipertensi mempunyai
resiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi
daripada individu yang tidak mempunyai keluarga dengan
2

riwayat hipertensi.
Umur
Insiden hipertensi meningkat seiring dengan pertumbuhan
usia. Individu yang berumur diatas 60 tahun, 50-60%
mempunyai tekanan darah lebih besar atau sama dengan
140/90 mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang

terjadi pada orang yang bertambah usianya.


Jenis Kelamin
Diantara orang dewasa dan setengah baya, ternyata kaum
laki-laki mempunyai resiko lebih tinggi untuk menderita
hipertensi lebih awal. Sedangkan diatas umur 50 tahun

hipertensi lebih banyak terjadi pada perempuan.


Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam
daripada yang berkulit putih. Belum diketahui secara pasti
penyebabnya, namun dalam orang kulit hitam ditemukan
kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas terhadap

vasopresin lebih besar.


Faktor yang dapat diubah
1 Stress
Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah perifer
dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf
simpatetik. Adapun stress ini dapat berhubungan dengan
2

pekerjaan, kelas sosial, ekonomi dan karakteristik personal.


Obesitas
Kelebihan berat badan meningkatkan resiko seseorang
terserang penyakit hipertensi. Semakin besar massa tubuh,

28

semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok


oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Berarti, volume
darah yang beredar melalui pembuluh darah meningkat
sehingga akan memberi tekanan lebih besar ke dinding arteri.
Selain itu, obesitas dapat meningkatkan frekuensi denyut
3

jantung dan kadar insulin dalam darah.


Nutrisi
Sodium adalah penyebab penting dari hipertensi esensial,
asupan garam yang tinggi akan menyebabkan pengeluaran
berlebihan dari hormon natriouretik yang secara tidak
langsung akan meningkatkan tekanan darah.
Asupan garam tinggi dapat menimbulkan perubahan tekanan
darah yang dapat terdeteksi adalah lebih dari 14 gram perhari
atau jika dikonversi kedalam takaran sendok makan adalah

lebih dari 2 sedok makan.


Merokok
Zat kimia dalam tembakau dapat merusak lapisan dalam
dinding

arteri

sehingga

arteri

lebih

rentan

terhadap

penumpukan plak. Nikotin dalam tembakau dapat membuat


jantung bekerja lebih keras karena terjadi penyempitan
pembuluh

darah

sementara.

Selain

itu,

juga

dapat

meningkatkan frekuensi denyut jantung dan tekanan darah.


Keadaan ini terjadi karena adanya peningkatan produksi
hormon selama kita menggunakan tembakau, termasuk
hormon epinefrin (adrenalin). Selain itu, karbon monoksida
dalam asap rokok akan meghentikan oksigen dalam darah.
Akibatnya, tekanan darah akan meningkat karena jantung
dipaksa bekerja lebih keras untuk memasok oksigen ke
5

seluruh organ dan jaringan tubuh.


Minum minuman beralkohol secara berlebihan
Hampir 5-20% kasus hipertensi diperkirakan terjadi akibat
konsumsi alkohol yang berlebihan. Mengkonsumsi tiga gelas

29

atau lebih minuman beralkohol perhari dapat meningkatkan


resiko terserang hipertensi sebesar dua kali.
7

Komplikasi Hipertensi
Hipertensi menempatkan jantung dan arteri dibawah ketegangan
abnormal. Tekanan berlebihan secara tetap menimpa organ tubuh yang
mendapat mekanan dari pasokan darah. Hasilnya, pembuluh darah
diotak bisa pecah dan menyebabkan stroke. Atau kemampuan ginjal
untuk menyaring sampah menjadi terganggu. Jantung, yang harus
bekerja lebih keras untuk memompa darah untuk mengimbangi
peningkatan tekanan dalam arteri, mulai menegang. Apabila kondisi ini
diabaikan, tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan dalam
tubuh yang tidak bisa diperbaiki. Beberapa komplikasi yang sering
terjadi pada hipertensi menurut Carlson Wade (2016:23) :
a Stroke dapat timbul akibat pendarahan tekanan tinggi otak atau
akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan
tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila
arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan
b

menebal.
Kolesterol tinggi, kadar kolesterol sejenis lemak dalam darah yang
tinggi akan meningkatkan pembentukan plak dalam arteri.
Akibatnya, arteri menyempit dan sulit mengembang. Perubahan ini

dapat meningkatkan tekanan darah.


Diabetes Melitus, terlalu banyak gula dalam darah akan merusak
organ

dan

jaringan

tubuh

sehingga

terjadi

aterosklerosis

(penyempitan atau penyumbatan arteri), penyakit ginjal dan


penyakit arteri koronaria. Semua penyakit ini mempengaruhi
d

tekanan darah.
Gagal jantung, kerusakan atau kelemahan otot mungkin disebabkan
serangan jantung karena jantung herus bekerja lebih berat untuk
memompa darah. Hipertensi yang tidak terkendali menuntut
jantung yang lemah bekerja lebih keras dan menyulitkan
pengobatan kedua penyakit tersebut.

30

Gagal ginjal kronik, peningkatan tekanan darah juga dapat merusak


pembuluh darah kecil diginjal. Akibatnya, ginjal tidak dapat
menyaring darah secara efisien sehingga jumlah sisa metabolisme
dalam darah meningkat. Kondisi ini dikenal sebagai uremia. Tanpa
penanganan medis, penyakit ini akan menyebabkan kerusakan pada

ginjal.
Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi akibat tekanan yang sangat
tinggi. Pada kelainan ini menyebabkan peningkatan kapiler
mendorong cairan kedalam ruang interstisium diseluruh susunan
saraf pusat.

Penanganan Hipertensi
Dalam jurnal Heny (2015) mengatakan bahwa upaya penanganan
hipertensi pada dasarnya dapat dilakukan melalui pengendalian faktor
resiko dan terapi farmakologi serta terapi non-farmakologi.
a Pengendalian Faktor Resiko
1 Mengatasi obesitas/menurunkan berat badan
Obesitas bukanlah penyebab hipertensi. Akan

tetapi

prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar. Resiko


relatif untuk menderita hipertensi pada orang-orang gemuk 5
kali lebih tinggi dibandingan dengan seorang yang berat
badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi
ditemukan sekitar 20-33% memiliki erat badan lebih
(overweight). Dengan demikian obesitas harus dikendalikan
dengan menurunkan berat badan.
2 Mengurangi asupan garam didalam tubuh
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan
makan penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis
akan sulit dilaksanakan. Batasi sampai dengan kurang dari 5
gram (1 sendok teh) perhari pada saat masak.
3 Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnotis
dapat mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat
menurunkan tekanan darah.

31

4 Melakukan olah raga teratur


Berolahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama
30-45 menit sebanyak 3-4 kali dalam seminggu, diharapkan
dapa menambah kebugaran dan memperbaiki metabolisme
tubuh yang ujungnya dapat mengontrol tekanan darah.
5 Berhenti merokok
Merokok dapat menambah kekakuan pembuluh darah
sehingga memperburuk hipertensi. Zat-zat kimia beracun
seperti nikotin dan karbonmonoksida yang dihisap melalui
rokok yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak
lapisan endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan
proses ateriosklerosis dan tekanan darah tinggi. Pada studi
autopsi, dibuktikan kaitan erat antara kebiasaan merokok
dengan adanya arteriosklerosis pada seluruh pembuluh darah.
Merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan
oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung. Meokok pada
penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan resiko
kerusakan pada pembuluh darah arteri. Tidak ada cara yang
benar-benar
b

merokok.
Terapi Farmakologi
Penatalaksaan

efektif

untuk

penyakit

memberhentikan

hipertensi

kebiasaan

bertujuan

untuk

mengendalikan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit


hipertensi dengan cara seminimal mungkin menurunkan gangguan
terhadap kualitas hidup penderita. Pegobatan hipertensi dimulai
dengan obat tunggal, masa kerja yang panjang sekali sehari dan
dosis dititrasi. Obat berikutnya mungkin dapat ditambahkan selama
beberapa bulan pertama perjalanan terapi. Pemilihan obat atau
kombinasi yang cocok bergantung pada keparahan penyakit dan
respon penderita terhadap obat anti hipertensi. Beberapa prinsip
pemberian obat anti hipertensi sebagai berikut :
1 Pengobatan hipertensi sekunder adalah
penyebab hipertensi

menghilangkan

32

Pengobatan hipertensi esensial ditujukan untuk menurunkan


tekanan darah dengan harapan memperpanjangumur dan

mengurangu timbulnya komplikasi.


Upaya menurunkan tekanan darah

menggunakan obat abti hipertensi


Pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang,

dicapai

dengan

bahkan pengobatan seumur hidup


Jenis-jenis Obat Anti Hipertensi :
1

Diuretik
Obat-obatan jenis diuretik bekerja dengan mengeluarkan cairan
tubuh (lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh
berkurang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih
ringan dan berefek turunya tekanan darah. Digunakan sebagai
obat pilihan pertama pada hipertensi tanpa adanya penyakit

lainnya.
Penghambat Simpatis
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktifitas saraf
simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktifitas).
Contoh obat yang termasuk dalam golongan penghambat
simpatetik adalah metildopa. Klonodin dan reserpin. Efek
sampig yang dijumpai adalah anemia hemolitik (kekurangan
sel darah merah karena pecahya sel darah merah), gangguan
fungsi hati dan kadang-kadang dapat menyebabkan penyakit

hati kronis. Saat ini golongan ini jarang digunakan.


Betabloker
Mekanisme kerja obat antihipertensi ini adalah melalui
penurunan daya pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan
pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan
pernafasan seperti asma bronkhial. Contoh obat golongan
betabloker

adalah

metoprolol,

pronolol,

atenolol

dan

bisoprolol. Pemakaian pada penderita diabetes harus hati-hati,


karena dapat menutupi gejala hipoglikemia (dimana kadar gula
drah

turun

menjadi

sangat

rendah

sehingga

dapat

33

membahayakan penderitanya). Pada orang dengan penderita


bronkospasme (penyempitan saluran pernafasan) sehingga
4

pemberian obat harus hati-hati.


Vasodilatator
Obat ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan
relaksasi otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk
dalam golongan ini adalah prazosin dan hidralazin. Efek
samping yang sering terjadi pada pemberian obat ini adalah

pusing dan sakit kepala.


Penghambat enzim konversi angiotensin
Kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
angiotensin II (zat yang dapat meningkatkan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah kaptopril.
Efek samping yang sering timbul adalah batuk kering, pusing,
sakit kepala dan lemas.

Antagonis kalsium
Golongan obat ini bekerja menurunkan daya pompa jantung
dengan menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas).
Yang termasuk golongan obat ini adalah nifedipin, diltizem
dan verapamil. Efek samping yang mungkin timbul adalah

sembelit, pisung, sakit kepala dan muntah.


Penghambat resptor angiotensin II
Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempela zat
angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya
daya pompa jantung, obat-obatan yang temasuk golongan ini
adalah valsartan. Efek samping yang mungkin timbul adalah
sakit depala, pusing, lemas dan mual.

Tatalaksana pengendalian penyakit hipertensi dilakukan dengan


pendekatan :
1

Promosi

kesehatan

diharapkan

dapat

memelihara,

meningkatkan dan melindungi kesehatan diri serta kondisi


lingkungan sosial, diintervensi dengan kebijakan publik serta

34

dengan meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat


2

mengenai prilaku hidup sehat dalam pengenalian hipertensi.


Preventif dengan cara larangan merokok, peningkatan gizi
seimbang dan aktifitas fisik untuk mencegah timbulnya faktor
resiko menjadi lebih buruk dan menghindari terjadi rekurensi

(kambuh) faktor resiko.


Kuratif dilakukan melalui pengobatan farmakologis dan
tindakan yang diperlukan. Kematian mendadak yang menjadi
kasus utama diharapkan berkurang dengan dilakukannya
pengembangan
kegawatdaruratan
melibatkan

manajemen
disemua

organisasi

kasus
tingkat

profesi,

dan

penanganan

pelayanan

pengelola

dengan

program

dan

pelaksana pelayanan yang dibutuhkan dalam pengendalian


4

hipertensi.
Rehabilitatif dilakukan agar penderita tidak jatuh pada keadaan
yang lebih buruk dengan melakukan krontrol teratur dan
fisioterapi. Komplikasi serangan hipertensi yang fatal dapat
diturunkan dengan mengembangkan manajemen rehabilitasi
kasus kronis dengan melibatkan unsur organisasi profesi,
pengelola program dan pelaksana pelayanan di berbagai
tingkatan.

Terapi Non-Farmakologi
Penggunaan herbal dan bahan alami sudah banyak dilakukan
oleh masnyarakat dunia untuk mengontrol dan mengobati penyakit.
Begitu pula dengan hipertensi, banyak tanaman obat atau herbal
yang berpotensi dimanfaatkan sebagai obat anti hipertensi.
Beberapa tanaman baik secara tradisional ataupun yang telah
didukung dengan pembuktian secara preklinis (pengujian terhadap
hewan coba) maupun secara klinis (pengujian terhadap manusia)
dapat mengontrol atau mengendalikan tekanan darah (Heny, 2015).
Mekanisme secara umum tanamam obat dalam mengontrol
tekanan darah, antara lain memberikan efek dilatasi pada pembuluh

35

darah dan menghambat efek dilatasi pada pembuluh darah dan


menghambat angiotensin converting enzyme (ACE). Selain tu,
sediaan herbal dapat pula berupa kombinasi antara efek diuretik
(peluruh air seni), efek penenang atau obat tidur dan efek terapi
yang lebih baik.
Pengobatan ini biasanya tidak memiliki efek samping tetapi
pengobatannya tidak bisa secara langsung, perlu kesabaran,
ketelatenan, dan manfaatnya akan kelihatan dalam jangka waktu
panjang. Namun, pengobatan ini lebih aman, ekonomis dan disukai
banyak orang.

Terapi herbal penggunaan bahan alam pada

berbagai penyakit dikenal luas oleh masyarakat. Bahan-bahan


alami yang terbukti ampuh untuk mengobati hipertensi antara lain
belimbing, ketimun, daun sledri, daun alpukat, daun salam, dan
lain-lain. Pemanfaatan bahan herbal untuk pengobatan dilakukan
dengan berbagai cara seperti dikonsumsi langsung, diseduh, dibuat
ekstrak, dan sebagainya. Penggunaan dengan ramuan berbagai
bahan atau penggunaan bahan tunggal. Pada kasus hipertensi
penggunaan bahan tunggal daun salam (Syzygium polyanth)
dengan cara diseduh atau dibuat ekstrak diyakini sangat
bermanfaat.
C Tanaman Tradisional
1 Definisi Tanaman Tradisional
Obat tradisional telah berada dalam masyarakat dan digunakan
secara empiris dapat memberikan manfaat dalam meningkatkan
kesehatan tubuh dan pengobatan berbagai penyakit. Departemen
Kesehatan mengklasifikasikan obat tradisional sebagai jamu, obat
herbal terstandar, dan fitofarmaka.Obat tradisional adalah ramuan dari
berbagai macam jenis dari bagian tanaman yang mempunyai khasiat
untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Obat tradisional di
Indonesia dikenal dengan nama jamu. Obat tradsional sendiri masih
mempunyai berupa senyawa. Sehingga khasiat obat tradisional

36

mungkin terjadi dengan adanya interaksi antar senyawa yang


mempunyai pengaruh yang lebih kuat (Nurhayati, 2008).
Pengetahuan tentang tanaman obat dari luar seperti india, China
terdapat kemiripan dikarenakan letak geografis Nusantara di antara dua
pusat kebudayan yaitu China dan India. Hubungan dagang dan
penyebaran agama menjadi media penyaluran pengetahuan tentang
tanaman obat. Sejak zaman kerajaan di Nusantara dari mulai Kutai
Kartanegara, Sriwijaya, Majapahit sampai pada Kesultanan Mataram
dan zaman VOC obat yang digunakan nenek moyang bangsa kita
adalah tanaman obat. Pelajaran tentang obat modern di Indonesia
berawal ketika didirikan Sekolah Dokter Djawa (STOVIA) tahun 1904
di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk memenuhi kebutuhan
tenaga dokter dilingkungan mereka, pada zaman itu dimulai pelajaran
tentang obat-obatan moderen dengan pendekatan kimiawi, sehingga
pada saat itu pengobatan tradisionil mulai sedikit terlupakan (Flora.
2008).
Tanaman obat adalah tanaman yang memiliki khasiat obat dan
digunakan sebagai obat dalam penyembuhan maupun pencegahan
penyakit. Pengertian berkhasiat obat adalah mengandung zat aktif yang
berfungsi mengobati penyakit tertentu atau jika tidak mengandung zat
aktif tertentu tapi mengandung efek resultan / sinergi dari berbagai zat
yang berfungsi mengobati (Flora, 2008).
Tanaman obat tidak berarti tumbuhan yang ditanam sebagai
tanaman obat. Tanaman obat yang tergolong rempah-rempah atau
bumbu dapur, tanaman pagar, tanaman buah, tanaman sayur atau
bahkan tanaman liar juga dapat digunakan sebagai tanaman yang di
manfaatkan untuk mengobati berbagai macam penyakit. Penemuanpenemuan kedokteran modern yang berkembang pesat menyebabkan
pengobatan tradisional terlihat ketinggalan zaman. Banyak obat-obatan
modern yang terbuat dari tanaman obat, hanya saja peracikannya
dilakukan secara klinis laboratories sehingga terkesan modern.

37

Penemuan kedokteran modern juga mendukung penggunaan obatobatan tradisional (Hariana, 2008).
Tanaman obat atau biofarmaka didefinisikan sebagai jenis tanaman
yang sebagian, seluruh tanaman dan atau eksudat tanaman tersebut
digunakan sebagai obat, bahan atau ramuan obat-obatan. Eksudat
tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau
dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman
dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara
tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya (Herdiani, 2012).
2

Penggunaan Tanaman Obat


Dalam penggunaan tanaman obat sebagai obat bisa dengan cara
diminum,

ditempel,

untuk

mencuci/mandi,

dihirup

sehingga

penggunaannya dapat memenuhi konsep kerja reseptor sel dalam


menerima

senyawa

kimia

atau

rangsangan. Hingga sekarang,

pengobatan tradisional masih diakui keberadaannya dikalangan


masyarakat luas. Ini sejalan dengan kebijakan pemerintah yang terus
membina dan mengembangkannya. Salah satu pengobatan tradisional
yang sedang trend saat ini adalah ramuan tanaman obat secara empirik,
ramuan tradisional dengan tanaman obat paling banyak digunakan oleh
masyarakat.

Penggunaan ramuan tradisonal tidak hanya untuk

menyembuhkan suatu penyakit, tetapi juga untuk menjaga dan


memulihkan kesehatan (Stepanus, 2011).
Keampuhan pengobatan herbal banyak

dibuktikan

melalui

pengalaman. Berbgai macam penyakit yang sudah tidak dapat


disembuhkan melalui pengobatan aleopati (kedokteran), ternyata masih
bias diatasi dengan pengobatan herbal. Penyakit cardiovascular
(penyakit yang berhubungan dengan darah dan jantung) serta penyakit
saraf ternyata lebih efektif mengunakan pengobatan herbal dari pada
obat-obatan kimia. Keungulan dari pengunaan tanman alami sebagai
obat terletak pada bahan dasarnya yang bersifat alami sehingga efek
sampingnya dapat di tekan seminimal mungkin, meskipun dalam
beberapa kasus dijumpai orang-orang yang alergi terhadap tanaman

38

herbal. Namun alergi tersebut juga dapat terjadi pada obat-obatan


kimia. Tidak dapat dipungkiri bahwa obat obatan medik sering
menimbulkan efek samping yang menyebabkan munculnya berbagai
penyakit lain (Utami, 2008).
Kelebihan dari pengobatan

dengan

menggunakan

ramuan

tumbuhan secara tradisional tersebut adalah tidak adanya efek samping


yang ditimbulkan seperti yang terjadi pada pengobatan kimiawi. Obat
obatan tradisional selain menggunakan bahan ramuan dari berbagai
tumbuh-tumbuhan tertentu yang mudah didapat di sekitar perkarangan
rumah kita sendiri, juga tidak mengandung resiko yang membahayakan
bagi pasien dan mudah dikerjakan oleh siapa saja baik dalam keadaan
3

mendesak sekalipun.
Bagian-Bagian Tanaman Obat yang di Manfaatkan
Tanaman obat pada umumnya memiliki bagian-bagian tertentu
yang digunakan sebagai obat, yaitu :
a Akar (radix) misalnya pacar air dan cempaka.
b Rimpang (rhizome) misalnya kunyit, jahe, temulawak
c Umbi (tuber) misalnya bawang merah, bawang putih, teki
d Bunga (flos) misalnya jagung, piretri dan cengkih
e Buah (fruktus) misalnya delima, kapulaga dan mahkota dewa
f Biji (semen) misalnya saga, pinang, jamblang dan pala
g Kayu (lignum) misalnya secang, bidara laut dan cendana jenggi
h Kulit kayu (cortex) misalnya pule, kayu manis dan pulosari
i Batang (cauli) misalnya kayu putih, turi, brotowali
j Daun (folia) misalnya saga, landep, miana, salam, ketepeng, pegagan
k

dan sembung
Seluruh tanaman (herba) misalnya sambiloto, patikan kebo dan
meniran
Salah satu prinsip kerja obat tradisional adalah proses (reaksinya)

yang lambat (namun bersifat konstruktif), tidak seperti obat kimia yang
bisa langsung bereaksi (tapi bersifat destruktif/merusak). Hal ini karena
obat tradisional bukan senyawa aktif. Obat tradisional berasal dari
bagian tanaman obat yang diiris, dikeringkan, dan dihancurkan. Jika
ingin mendapatkan senyawa yang dapat digunakan secara aman,
tanaman obat harus melalui proses ekstraksi, kemudian dipisahkan,

39

dimurnikan secara fisik dan kimiawi (di-fraksinasi). Tentu saja proses


tersebut membutuhkan bahan baku dalam jumlah yang sangat banyak
(Herdiani, 2012).

D Konsep Daun Salam


1 Definisi Daun Salam
Daun salam memiliki nama latin Syzygium polyanthum (Wight)
Walp atau Eugenia lucidula Miq, termasuk famili Myrtaceae.
Dibeberapa daerah dikenal dengan nama meselangan, ubai serai,
gowok, manting atau kastolam. Tanaman ini mengandung tanin,
flazonoid, dan minyak asiri yang terdiri dari sitrat dan eugenol (Sufrida
Yulianti & Maloedyn S (2006:31).
Daun salam adalah tanaman yang mempunyai banyak manfaat
sebagai obat alami atau obat herbal. Daun salam bisa digunakan sebagai
obat kencing manis atau diabetes melitus, obat magh, asam urat,
hipertensi dan lain sebagainya. Selain sebagai obat herbal daun salam
sebagai penyedap masakan.
Daun salam merupakan daun dari tanaman salam yang sering kali
digunakan sebagai bumbu dapur. Selain bumbu dapur juga beberapa
orang menggunakannya sebagai obat herbal yang dipercaya mampu
mengatasi berbagai penyakit. Sebagai analgetik, daun salam mampu
menghilangkan rasa sakit ketika berjalan. Bagian tanaman yang
digunakan untuk mengobati hipertensi adalah daun salam yang segar.
Tumbuh liar dihutan dan pegunungan. Pohon salam bisa
mencapai tinggi 25 meter. Panjang daun 15-25 mm dengan tepi rata,
ujung pendek dan tidak begitu tajam. Pangkal berbentuk baji atau
menajam dan tipis. Bunga salam berjumlah banyak, berukuran kecil,
berwarna putih dan wangi. Bunga ini muncul di dahan yang tidak
berdaun. Salam dapat diperbanyak dengan cara biji, cangkok atau setek.
2

Khasiat Dan Manfaat Daun Salam

40

Daun salam (Syzygium polyanthum) merupakan tanaman yang


mempunyai banyak manfaat sebagai obat herbal. Daun salam dipercaya
mampu mengatasi berbagai penyakit, salah satunya yaitu penyakit
hipertensi. Kandungan kimia dalam daun salam yang mempunyai
fungsi menurunkan tekanan darah yaitu minyak asiri (sitral, eugenol),
tannin, saponin, vitamin C dan flavonoida (Nucahyati E, 2014).
Daun salam mengandung senyawa tanin, saponin, dan vitamin C.
Tanin bereaksi dengan protein mukosa dan sel epitel usus sehingga
menghambat

penyerapan

lemak.

Sedangkan

saponin

berfungsi

mengikat kolesterol dengan asam empedu sehingga menurunkan kadar


kolesterol. Kandungan vitamin C di dalamnya membantu reaksi
hidroksilasi dalam pembentukan asam empedu, akibat reaksi itu
meningkatkan ekskresi kolesterol. Mekanisme kerja dari flavonoid
untuk melancarkan peredaran darah dan mencegah terjadinya
penyumbatan pada pembuluh darah, sehingga darah dapat mengalir
dengan normal. Flavonoid juga mengurangi kandungan kolesterol serta
mengurangi penimbunan lemak pada dinding pembuluh darah.
Mekanisme kerja dari kandungan kimia dalam daun salam merangsang
sekresi cairan empedu sehingga kolesterol akan keluar bersama cairan
empedu menuju usus, dan merangsang sirkulasi darah sehingga
mengurangi terjadinya pengendapan lemak pada pembuluh darah (Sri
Margowati, 2016).
3

Penggunaan Ekstrak Daun Salam


Menggunakan ekstrak atau rebusan daun salam untuk pengobatan
hipertensi daun salam yang diperlukan untuk membuat rebusan
sebanyak 7-10 lembar, direbus dengan 3 gelas air hingga tinggal 1
gelas. Rebusan atau ekstrak daun salam dikonsumsi dua kali sehari
(pagi dan sore hari) masing-masing gelas rebusan sekali minum
(Nucahyati E, 2014).

41

E Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik Hipertensi


1 Pengkajian Data
Pengkajian

adalah

sebuah

proses

untuk

mengenal

dan

mengidentifikasi faktor-faktor (baik positif dan negatif) pada usia


lanjut, baik secara individu maupun kelompok, yang bermanfaat untuk
mengetahui

masalah

dan

kebutuhan

usia

lanjut,

serta

untuk

mengembangkan strategi promosi kesehatan (Azizah,2011:36).


Pengkajian perawatan pada lansia merupakan proses kompleks dan
menantang yang harus mempertimbangkan kebutuhan lansia melalui
pengkajian-pengkajian untuk menjamin pendekatan lansia spesifik
antara lain :
a

Identitas Klien
1 Identitas klien
Berisi tentang nama, tempat tanggal lahir (umur), jenis
kelamin, status perkawinan, agama, pendidikan terakhir,
2

suku/bangsa, alamat dan diagnosa medis.


Identitas penanggung jawab
Berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, nomor telepon,
alamat dan hubungan dengan klien.

Riwayat Kesehatan
1 Keluhan Utama
Apa yang dirasakan oleh pasien. Biasanya penderita dengan
penyakit hipertensi akan merasakan nyeri kepala dan daerah
2

kaku kuduk.
Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan pasien, seberapa sering keluhan itu muncul dengan
skala, kapan keluhan itu muncul dan keluhan akan semakin
terasa ketika pasien sedang melakukan apa dan berkurang
saat pasien sedang apa

Riwayat Kesehatan Masa Lalu

42

Berhubungan dengan penyakit yang sekarang diderita oleh


4

pasien
Riwayat Keluarga
Untuk mengetahui ada/tidak penyakit keturunan dari keluarga
pasien yang berhubungan dengan penyakit yang di derita atau
penyakit keturunan yang menjadi pencetus penyakit yang

diderita sekarang.
Riwayat Spiritual
Hubungan pasien dengan keyakinan yang dianutnya dan
bagaimana pasien menjalani ibadah sebelum dan ketika

sedang sakit serta kegiatan agama yang ingin dilakukan.


Pola Kebiasaan Sehari-hari
Berisi tentang nutrisi, eliminasi, personal hygiene, istirahat
dan tidur, ktifitas dan latihan, kebiasaan yang mempengaruhi

kesehatan dna kebiasaan mengisi waktu luang.


Pola Kegiatan Sehari-hari
Merupakan jadwal harian pasien dari mulai bangun tidur
hinga pasien tertidur kembali.

Pengkajian Fisik (observasi, pengukuran, auskultasi, perkusi, dan


palpasi)
1 Keadaan umum pasien, tekanan darah (diatas 120/80),
respirasi, nadi, suhu, kesadaran umum, penampilan umum,
klien tampak sehat/sakit/sakit berat, berat badan dan tinggi
2

badan.
Pengkajian Head To Toe meliputi kepala, mata, telinga,
mulut, dada, abdomen, kulit dan ektermitas atas dan bawah.

Pengkajian Psikososial
Kemampuan sosialisasi pasien pada saat sekarang, sikap klien pada
orang lain, harapan-harapan klien dalam melakukan sosialisasi,
kepuasaan klien dalam sosialisasi, hungan dengan angota keluarga,
perilaku kekerasan dan penelantaran.

Pengkajian Perilaku Terhadap Kesehatan

43

Meliputi kebiasaan merokok atau penggunaan tembakau, kebiasaan


minum kopi, penggunaan alkohol atau napza, penggunaan obatobatan tanpa resep.
f

Pengkajian Lingkungan Tempat Tinggal


Berisi tentang kebersihan dan kerapihan ruangan, penerangan,
sirkulasi ruangan, keadaan kamar mandi, pembuangan air kotor,
sumber air minum, pembuangan sampah, sumber pencernaan,
penataan halaman (kalau ada), privasi, resiko injury.

Masalah Kesehatan Kronis


Keluhan kesehatan atau gejala yang dirasakan klien dalam waktu 3
bulan terakhir berkaitan dengan fungsi-fungsi seperti fungsi
penglihatan, fungsi pendengaran, fungsi pernafasan, fungsi jantung,
fungsi pencernaan, nyeri ulu hati, fungsi penggerakan, fungsi
persarafan dan fungsi saluran perkemihan termasuk tidak mampu
mengontrol pengeluaran air kemih.

Pemanfaatan Layanan Kesehatan


Meliputi kunjungan ke posyandu lansia, kunjungan ke puskesmas,
rumah sakit atau dokter atau tenaga kesehatan lainnya dan
pembiayaan kesehatan atau asuransi kesehatan.

Tingkat Pengetahuan/Sikap
Termasuk pada fungsi kognitif dilakukan dalam rangka mengkaji
kemampuan klien berdasarkan daya orientasi waktu, orang, tempat
serta daya ingat.

Status Fungsional (Indikasi Kemandirian KATZ)


Pengkajian status fungsional didasarkan pada kemandirian klien
dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari. Kemandirian
berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan orang lain.
Pengkajian ini didasarkn pada kondisi aktual pasien dan bukan
pada kemampuan, artinya jika klien menolak untuk melakukan

44

suatu fungsi, diangga sbagai tidak melakukan fungsi meskipun ia


sebenarnya mampu.
k

Pengkajian Keseimbangan Untuk Klien Lansia


Meliputi perubahan posisi atau gerakan keseimbangan seperti saat
akan duduk di kursi dan berdiri dari kursi dengan mata terbuka dan
tertutup, perputaran leher pada posisi duduk dan berdiri, gerakan
menggapai sesuatu, membungkuk dan gaya berjalan, ketinggian
langkah kaki, kesimetrisan berjalan, penyimpangan jalur pada saat
berjalan dan berbalik.

Analisa Data
Tabel 2.3
Analisa Data

No
1

Data

Etiologi
Peningkatan

DO :

Masalah
Nyeri Akut (sakit

tekanan vaskuler kepala)


serebral

Skala nyeri 4 dari 10

DO :

Peningkatan

Gangguan perfusi

45

DO :

Klien tampak lemas tekanan


Mata sulit untuk di intrakranial
buka
TD 180/100mmHg
Nadi 97 x/menit
R 24 x/menit
Suhu 36,8C
Kelemahan
Klien
terlihat
umum,
memijat-mijat
ketidakseimban
kakinya
Kekuatan otot

gan

ekstermitas bawah

4 4
Sebagian aktivitas

suplai

jaringan serebral

Kelemahan
mobilitas fisik

antara
dan

kebutuhan O2

dibantu oleh
keluarga
4

DO :

Produksi
Klien terlihat lelah

dan mengantuk
Kualitas tidur klien

urine Gangguan

berlebih

tidur

Kelemahan fisik

Resiko injury

pola

kurang akibat dari


sering berkemih
5

DO :

Klien

terlihat

memegang

kursi

ketika akan duduk

dan berdiri
Klien

terlihat

sempoyongan ketika
sedang berjalan
3

Diagnosa Yang Muncul


a Nyeri Akut (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler serebral

46

Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan

tekanan intrakranial
Kelemahan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum,

ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2


Gangguan pola tidur berhubungan dengan produksi urine berlebih

(poliguria)
Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik

Intervensi
a Diagnosa keperawatan I :
Nyeri akut (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan
vaskuler serebral.
1 Tujuan : diharapkan nyeri hilang/berkurang
2 Kriteria hasil : klien tampak tenang dan tidak terlihat meringis
dan klien sudah tidak memegangi daerah yang sakit.

Tabel 2.4
Intervensi Dan Rasional Nyeri Akut
a

Intervensi
Kaji keluhan nyeri, skala

Rasional
Membantu

dalam

serta catat lokasi serta faktor-

menentukan

faktor yang mempercepat

manajemen

dan respon rasa sakit non

efektifitas program

verbal
Pertahankan

tirah

baring b

Pada

kebutuhan
nyeri

dan

penyakit

yang

selama fase akut. Biarkan

berat/eksaserbasi,

tirah

klien mengambil posisi yang

baring

nyaman waktu tidur dan

diperlukan

mungkin
untuk

duduk di kursi
membatasi nyeri
Kompres hangat pada daerah c Meningkatan relaksasi
yang nyeri di kaku kuduk

otot dan mobilitas,


menurunkan rasa sakit dan

47

Dorong penggunaan teknik d

menghilangkan kekakuan
Meningkatkan relaksasi,

manajemen stres misalnya

memberikan rasa kontrol

relaksasi (tarik nafas dalam)

nyeri dan dapat


memingkatkan
kemampuan koping

(Doengoes, 2014)
b

Diagnosa keperawatan II :
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial
1 Tujuan : tidak terjadi kerusakan organ
2 Kriteria hasil : tekanan darah dalam batas nornal (120/80
mmHg - 130/90 mmHg)
Tabel 2.5
Intervensi Dan Rasional Gangguan Perfusi Jaringan
a

Intervensi
Pantau tekanan darah

Rasional
Memonitor
peningkatan

Pertahankan tirah baring b

intrakranial
Meminimalkan stimulasi atau

selama fase akut


Ajari teknik relaksasi c

menurunkan relaksasi
Asupan O2 yang adekuat

(tarik nafas dalam) ketika

mampu

nyeri datang
Beri
tindakan

nyeri
Kompres

farmakologis

non d
untuk

menghilangkan rasa sakit


misal;
e

kompres

pada kaku kuduk


Bantu
pasien

mengurangi

mampu

membuat pori-pori terbuka


dan mengurangi rasa nyeri

hangat
dalam e

ambulasi sesuai kebutuhan

Pusing dan penglihatan kabur


sering berhubungan dengan
sakit kepala

(Doengoes, 2014)

hangat

rasa

48

Diagnosa keperawatan III :


Kelemahan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan O2
1 Tujuan : dapat memenuhi kebutuhan secara optimal
2 Kriteria hasil : aktivitas dapat dilakukan secara mandiri,
mampu bergerak secara bebas dan tidak nyeri pada saat
berjalan

Tabel 2.6
Intervensi Dan Rasional Kelemahan Fisik
a

Intervensi
Anjurkan klien
meakukan

Rasional
untuk aMenggerakan otot-otot agar tidak
olahraga

kaku

ringan (berjalan di pagi


b

hari)
Intruksikan

teknik b Dapat mengurangi penggunaan

penghematan

energi

energi

dan

membantu

(menggunakan kursi saat

keseimbangan antara suplai

mandi, menyisir rambut

dan kebutuhan O2

atau

menyikat

gigi,

lakukan aktifitas secara


c

perlahan)
Kaji
respon

klien cMenyebutkan

terhadap

aktifitas

frekuensi

nadi,

peningkatan
darah
d

sebelum

tekanan

membantu
respon

parameter
dalam

mengkaji

fisiologis

stress

terhadap aktifitas

dan

sesudah beraktifitas
Jelaskan
pentingnya dAgar tirah baring dipertahankan
istirahat dalam rencana

selama

fase

akut

untuk

49

pengobatan dan perlunya

menurunkan

keseimbangan

metabolik

aktivitas

kebutuhan

dan istirahat
(Doengoes, 2014)
d

Diagnosa keperawatan IV :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan produksi urine berlebih
(poliguria)
1 Tujuan : gangguan pola tidur teratasi
2 Kriteria hasil : kualitas tidur maksimal
Tabel 2.7
Intervensi Dan Rasional Gangguan Pola Tidur
a

Kaji

Intervensi
pola tidur

klien

misalnya kebiasaan sebelum


b

klien tidur
Kaji
faktor
menyebabkan

yang

Rasional
Untuk
mengetahui
kemudahan dalam tidur

gangguan

Mengidentifikasi
penyebab

aktual

tidur
Anjurkan perawatan petang c

gangguan tidur
Memberikan

misalnya personal hygien,

meningkatkan

sprei dan baju tidur yang

kenyamanan

bersih
Anjurkan

tidur
Untuk menjadikan tidur

klien d

mengosongkan

kandung

yang adekuat

kemih sebelum tidur


(Doengoes, 2014)
e

dari

Diagnosa keperawatan V :
Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik
1 Tujuan : terhindar dari resiko injury
2 Kriteria hasil : tidak terjadi resiko injury
Tabel 2.8
Intervensi dan rasional resiko injury

dan
pada

saat

50

Intervensi
Rasional
Cek keadaan pasien setiap a Untuk memonitor faktor resiko
jam

dan

berikan

penghalang pada tempat


b

mencegah

terjadinya

kecelakaan

tidurnya
Anjurkan keluarga untuk bMempertahankan

keamanan

bantu

terjadinya

pasien

dalam

pergerakan / aktivitas ke
c

dan

dan

mencegah

kecelakaan

toilet
Gunakan alat bantu dalam c Untuk
berjalan (tongkat)

menompang

membantu
berjalan

(Doengoes, 2014)

BAB III
METODE PENELITIAN

klien

tubuh,
dalam

51

A Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian studi kasus. Studi kasus
merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit
penelitian secara intensif misalnya satu klien, keluarga, kelompok,
komunitas, atau institusi. Meskipun jumlah subjek cenderung sedikit namun
jumlah variabel yang diteliti sangat luas. Oleh karena itu, sangat penting
untuk mengetahui semua variabel yang berhubungan dengan masalah
penelitian (Nursalam, 2014).
Rancangan dari studi kasus bergantung pada keadaan kasus namun
tetap mempertimbangkan faktor penelitian waktu. Riwayat dan pola
perilaku sebelumnya biasanya dikaji secara rinci. Keuntungan yang paling
besar dari rancangan ini adalah pengkajian secara rinci meskipun jumlah
respondennya sedikit, sehingga akan didapatkan gambaran satu unit subjek
secara jelas. Misalnya, studi kasus tentang asuhan keperawatan klien dengan
infark miokard akut pada hari pertama serangan di RS. Peneliti akan
mengkaji variabel yang sangat luas dari kasus diatas mulai dari menemukan
masalah bio-psiko-sosio-spiritual (Nursalam, 2014).
B Tempat dan Waktu Penelitian
1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dirumah Tn.S di Rt 02 Rw 03 Desa
Sukaluyu Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur.
2

Waktu Penelitian
Peneliti mulai mengajukan judul pada tanggal 17 Mei 2016 dan judul
di ACC pada tanggal 18 Mei 2016. Peneliti memberikan surat ijin
untuk penelitian ke puskesmas Sukaluyu pada tanggal 26 Mei 2016
dengan proses yang cukup lama peneliti baru mendapatkan surat
balasan ijin penelitian pada tanggal 9 Juni 2016. Waktu pengambilan
data adalah 5 hari dari mulai melakukan pengkajian hingga evaluasi
tindakan.
Tabel 3.1
Waktu Kegiatan Penelitian
Tanggal
17-18 Mei 2016

Kegiatan
Pengajuan Judul Kepada PPM

52

19 Mei 2016
20 Mei 2016
23 Mei -24 Juni 2016
20-24 Juni 2016
27 Juni - 01 Juli 2016
18 Juli 2016
19-22 Juli 2016

Penyerahan Judul Kepada Akademik


Pengambilan Surat Pengantar Penelitian Dari Akademik
Penyusunan KTI
Pendaftaran Sidang KTI Tahap I
Sidang KTI Tahap I
Pendaftaran Sidang KTI Tahap II
Sidang KTI Tahap II

C Setting Penelitian (kondisi dan situasi tempat penelitian)


Tempat penelitian berada disebuah perkampungan yang jauh dari
perkotaan. Kendaraan umum tidak ada yang melintas perlu kendaraan
pribadi (motor/mobil) untuk menuju kampung ini. Kampung ini sepi ketika
sore menuju malam tiba. Mayoritas pekerjaan warga di kampung ini adalah
petani. Hampir setiap hari dari pagi hingga sore warga bekerja di sawah.
Biasanya waktu berkumpul dengan keluarga dari sore hingga malam hari.
1 Letak Puskesmas Sukaluyu Desa Sukamulya Kecamatan Sukaluyu
Kabupaten Cianjur
Sarana dan prasarana yang dimiliki Puskesmas yaitu :
a 1 Poned
b 6 Pustu
c 2 Polindes
d 1 Poskedes
e 1 Pusling
f 16 Motor
g 1 Ambulan
3 Jumlah kunjungan di Puskesmas Sukaluyu
Kunjungan Puskesmas Sukaluyu bulan Januari sampai dengan Mei 2016
2

yaitu :
a 4967 orang di ruang BP
b 522 orang di KIA
c 1485 di ruang MTBS
4 Jumlah keluarga yang mendapat perawatan dari Puskesmas Sukaluyu
Keluarga yang mendapat asuhan keperawatan dari perawat Puskesmas
Sukaluyu pada bulan Januari sampai dengan Mei 2016, yaitu :
a Kasus maternal risti/ rawan kesehatan berjumlah 15 keluarga
b Kasus anak risti/ rawan kesehatan berjumlah 12 keluarga
c Kasus usia lanjut risti/ rawan kesehatan berjumlah 12 keluarga
d Kasus penyakit tidak menular berjumlah 12 keluarga
e Kasus penyakir menular berjumlah 17 keluarga
5 Jumlah perawat yang ada di Puskesmas Sukaluyu

53

Jumlah perawat yang ada di Puskesmas Sukaluyu berjumlah 8 orang, 1


orang perawat bertugas sebagai perawat koordinator, perawat koordinator
progam, SP3, siskohatkes. 1 orang perawat bertugas sebagai penanggung
jawab PUSTU Sindangraja, program puskesmas, kesehatan mata. 1 orang
perawat bertugas sebagai penanggung jawab PUSTU Selajambe program
Kesling, kesehatan kerja. 1 orang perawat bertugas sebagai penanggung
jawab PUSTU Babakansari, program kesehatan jiwa. 1 orang perawat
bertugas sebagai penanggung jawab program TB, program imunisasi. 1
orang perawat bertugas sebagai penanggung jawab PUSTU Panyusuhan,
program Kusta. 1 orang perawat bertugas sebagai penanggung jawab
PUSTU Mekarjaya, program ISPA dan diare. Dan 1 orang perawat
bertugas sebagai pelaksana BP.

D Subjek Penelitian / Partisipan


Partisipan yang dipilih adalah lansia Tn.S yang tinggal di Rt 02 Rw 03
Desa Sukaluyu Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur dengan Tn.S yang
mempunyai riwayat penyakit hipertensi. Adapun kriteria partisipan yang
telah peneliti tetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1 Responden yang berusia 60 tahun keatas.
2 Lansia yang menderita penyakit hipertensi.
3 Mampu kooperatif dan mengikuti perintah.
E Metode Pengumpulan Data
Peneliti akan melakukan observasi dengan menggunakan aspek-aspek
sebagai berikut :
1 Metode wawancara terstruktur, meliputi pertanyaan pertanyaan sebagai
berikut :
a Identitas Klien
1 Identitas klien
Berisi tentang nama, tempat tanggal lahir (umur), jenis
kelamin, status perkawinan, agama, pendidikan terakhir,
2

suku/bangsa, alamat dan diagnosa medis.


Identitas penanggung jawab

54

Berisi tentang nama, umur, jenis kelamin, nomor telepon,


alamat dan hubungan dengan klien.
b Riwayat Kesehatan
1 Keluhan Utama
Apa yang dirasakan oleh pasien. Biasanya penderita dengan
penyakit hipertensi akan merasakan nyeri kepala dan daerah
2

kaku kuduk.
Riwayat Kesehatan Sekarang
Keluhan pasien, seberapa sering keluhan itu muncul dengan
skala, kapan keluhan itu muncul dan keluhan akan semakin
terasa ketika pasien sedang melakukan apa dan berkurang saat

pasien sedang apa


Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Berhubungan dengan penyakit yang sekarang diderita oleh

pasien
Riwayat Keluarga
Untuk mengetahui ada/tidak penyakit keturunan dari keluarga
pasien yang berhubungan dengan penyakit yang di derita atau
penyakit keturunan yang menjadi pencetus penyakit yang

diderita sekarang.
Riwayat Spiritual
Hubungan pasien dengan keyakinan yang dianutnya dan
bagaimana pasien menjalani ibadah sebelum dan ketika sedang

sakit serta kegiatan agama yang ingin dilakukan.


Pola Kebiasaan Sehari-hari
Berisi tentang nutrisi, eliminasi, personal hygiene, istirahat dan
tidur, ktifitas dan latihan, kebiasaan yang mempengaruhi

kesehatan dna kebiasaan mengisi waktu luang.


Pola Kegiatan Sehari-hari
Merupakan jadwal harian pasien dari mulai bangun tidur hinga

pasien tertidur kembali.


c Pengkajian Psikososial
Kemampuan sosialisasi pasien pada saat sekarang, sikap klien pada
orang lain, harapan-harapan klien dalam melakukan sosialisasi,
kepuasaan klien dalam sosialisasi, hungan dengan angota keluarga,
perilaku kekerasan dan penelantaran.
d Pengkajian Perilaku Terhadap Kesehatan

55

Meliputi kebiasaan merokok atau penggunaan tembakau, kebiasaan


minum kopi, penggunaan alkohol atau napza, penggunaan obatobatan tanpa resep.
e Masalah Kesehatan Kronis
Keluhan kesehatan atau gejala yang dirasakan klien dalam waktu 3
bulan terakhir berkaitan dengan fungsi-fungsi seperti fungsi
penglihatan, fungsi pendengaran, fungsi pernafasan, fungsi jantung,
fungsi pencernaan, nyeri ulu hati, fungsi penggerakan, fungsi
persarafan dan fungsi saluran perkemihan termasuk tidak mampu
mengontrol pengeluaran air kemih.
f Pemanfaatan Layanan Kesehatan
Meliputi kunjungan ke posyandu lansia, kunjungan ke puskesmas,
rumah sakit atau dokter atau tenaga kesehatan lainnya dan
pembiayaan kesehatan atau asuransi kesehatan.
g Tingkat Pengetahuan/Sikap
Termasuk pada fungsi kognitif dilakukan dalam rangka mengkaji
kemampuan klien berdasarkan daya orientasi waktu, orang, tempat
serta daya ingat.
h Status Fungsional (Indikasi Kemandirian KATZ)
Pengkajian status fungsional didasarkan pada kemandirian klien
dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari. Kemandirian
berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan orang lain.
Pengkajian ini didasarkn pada kondisi aktual pasien dan bukan
pada kemampuan, artinya jika klien menolak untuk melakukan
suatu fungsi, diangga sbagai tidak melakukan fungsi meskipun ia
sebenarnya mampu.
2
a

Metode observasi partisipan

Pemeriksaan Fisik
1

Keadaan umum

Kesadaran (GCS)

TTV
a

Tekanan darah

Nadi

56

Pernapasan

Suhu

Pemeriksaan Head To Toe (Inspeksi, Auskultasi, Palpasi, Perkusi)


1

Penampilan umum

Kepala

Mata

Hidung

Telinga

Mulut dan tenggorokan

Leher

Dada

Abdomen

10 Tangan (ekstremitas atas)


11 Genitalia
12 Anus
13 Kaki (ekstermitas bawah)
c

Pengkajian Lingkungan Tempat Tinggal


Berisi tentang kebersihan dan kerapihan ruangan, penerangan,
sirkulasi ruangan, keadaan kamar mandi, pembuangan air kotor,
sumber air minum, pembuangan sampah, sumber pencernaan,

penataan halaman (kalau ada), privasi, resiko injury.


Pengkajian Keseimbangan Untuk Klien Lansia
Meliputi perubahan posisi atau gerakan keseimbangan seperti saat
akan duduk di kursi dan berdiri dari kursi dengan mata terbuka dan
tertutup, perputaran leher pada posisi duduk dan berdiri, gerakan
menggapai sesuatu, membungkuk dan gaya berjalan, ketinggian
langkah kaki, kesimetrisan berjalan, penyimpangan jalur pada saat
berjalan dan berbalik.

F Metode Uji Keabsahan Data (Uji Triangulasi Sumber)

57

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data /


informasi yang diperoleh dalam penelitian sehingga menghasilkan data
dengan validitas tinggi. Disamping integritas peneliti (karena peneliti
menjadi instrument utama) maka uji keabsahan data dapat menggunakan
triangulasi sumber/metode. Yaitu menggunakan klien dan keluarga klien
sebagai sumber informasi, sumber dokumentasi dll. Dalam pengambilan
keabsahan data dilakukan dengan teknik wawancara kepada klien dan
keluarga klien dengan pertanyaan yang sama, jika informasi yang
didapatkan dari sumber klien, sama dengan yang didapatkan dari keluarga
klien, maka informasi tersebut valid.
a

Triangulasi yaitu dengan triangulasi teknik, triangulasi waktu dan


triangulasi

sumber.

Triangulasi

teknik

dilakukan

dengan

cara

menanyakan hal yang sama dengan teknik yang berbeda, yaitu


wawancara, observasi dan dokumentasi pada sumber data primer.
Triangulasi waktu artinya pengumpulan data dilakukan pada berbagai
kesempatan, yaitu pagi, siang dan sore hari. Sedangkan triangulasi
sumber dilakukan dengan cara menanyakan hal yang sama melalui
sumber data yang berbeda, yaitu selain wawancara dilakukan dengan
responden, juga menanyakan hal yang sama dengan orang terdekat
responden tersebut yaitu pasien sebagai responden dan keluarga pasien
sebagai responden . Dalam penelitian ini mendapatkan informasi bahwa
responden tersebut adalah pasien lansia di Kp. Bojongsari Rt 02 Rw 03
Desa Sukaluyu Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur, dengan lansia
umur 62 tahun.
Tabel 3.2
Data Triangulasi Kepada Pasien Dan Keluarga Pasien
No
Pertanyaan
Pasien
Keluarga Pasien
1
Apakah bapak sering Tn. S mengatakan Ny. E mengatakan
mengalami nyeri kaku ya
kuduk dan pusing ?

merasakan

sering memang
nyeri bapak

benar
mengeluh

kaku kuduk dan nyeri kaku kuduk


pusing

dan pusing pada

58

Apakah

bapak

mengkonsumsi

malam hari
rutin Tn. S mengatakan Ny. E mengatakan
obat sudah

penurun tekanan darah ?

tidak memang

mengkonsumsi

benar

bapak sudah tidak

secara rutin obat mengkonsumsi


penurun
3

tekanan obat

darah
tekanan darah
sebelumnya Tn. S mengatakan Ny. E mengatakan

Apakah
bapak

pernah pernah

menggunakan
tradisional

obat menggunakan
untuk obat

menurunkan
darah ?

bahwa

bapak

pernah

mencoba

tradisional obat

tradisional

tekanan seperti mentimun, tetapi

belum

daun sirsak tetapi pernah


belum

pernah menggunakan

menggunakan
4

penurun

daun salam

daun salam
Apa yang bapak rasakan Tn. S mengatakan Ny. E mengatakan
setelah

rutin nyeri kaku kuduk pada malam hari

mengkonsumsi
rebusan

daun

selama 5 hari ?

air berkurang
salam pusing

dan bapak sudah jarang


ketika mengeluh

berjalan hilang

nyeri

kaku kuduk dan


pusing

Kesimpulan pada data diatas menunjukan pertanyaan yang diajukan oleh


peneliti bahwa yang dikatakan dan dijawab oleh Tn. S dan Ny. E
memang benar dan sama kebenarannya bahwa menggunakan air rebusan
daun salam dapat menurunkan nyeri kaku kuduk dari skala 4 menjadi 1
b

selama 5 hari rutin mengkonsumsi air rebusan daun salam.


Menggunakan bahan referensi
Dalam penelitian ini, untuk mendukung dan membuktikan data yang
telah ditemukan oleh peneliti maka akan melampirkan hasil data
wawancara dan observasi berupa Asuhan Keperawatan serta data
dokumentasi berupa foto-foto hasil observasi.

59

G Metode Analisis Data (Domain Analisis)


Menganalisis

data

tidak

sekedar

mendeskripsikan

dan

menginterpretasikan data yang telah diolah. Keluaran akhir dari analisis data
harus memperoleh makna atau arti dari hasil penelitian tersebut. Interpretasi
data mempunyai dua sisi, sisi yang sempit dan sisi yang luas. Interpretasi
data dari sisi yang sempit, hanya sebatas pada masalah penelitian yang akan
dijawab melalui data yang diperoleh tersebut. Sedangkan dari sisi yang lebih
luas, interpretasi data berarti mencari makna data hasil penelitian dengan
cara tidak hanya menjelaskan hasil penelitian tersebut, tetapi juga
melakukan inferensi atau generalisasi dari data yang diperoleh melalui
penelitian tersebut (Notoatmodjo, Soekidjo, 2012).
Oleh sebab itu secara rinci tujuan analisis data adalah :
1

Memperoleh gambaran dari hasil penelitian yang telah dirumuskan


dalam tujuan penelitian.

Membuktikan hipotesis-hipotesis penelitian yang telah dirumuskan.

Memperoleh kesimpulan secara umum dari penelitian, yang merupakan


kontribusi

dalam

pengembangan

ilmu

yang

bersangkutan.

(Notoatmodjo, Soekidjo, 2012).


H Etika Penelitian
Sebelum

melakukan

penelitian,

peneliti

mengajukan

surat

permohonan untuk mendapatkan ijin melakukan penelitian di Puskesmas


Sukaluyu. Setelah ada persetujuan barulah penelitian ini dilakukan dengan
menekankan pada masalah kesehatan yang meliputi :
1

Informed Concent (lembar persetujuan)


Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara penulis
dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

60

Tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan


mengetahui dampaknya.
Lembar pesetujuan diberikan kepada responden yang akan diteliti,
peneliti menjelaskan maksud dari penelitian serta dampak yng
mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Jika
responden bersedia, maka mereka hrus menandatangani surat
persetujuan penelitian, jika responden menolak untuk diteliti maka
peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
2

Anonimity (tanpa nama)


Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak
akan dicantumkan nama dan lembar pengumpulan data dan cukup
diberikan kode tertentu.

Confidentiality (kerahasiaan)
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan
jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalahmasalah lainnya. Kerahasian informasi yang diperoleh dari responden
dijamin oleh peneliti, hanya sekelompok data tertentu yang akan
disajikan dan dilaporkan sebagai hasil penelitian

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A Informasi Umum Partisipan


Dari pengkajian yang dilakukan pada tanggal 15 Juni 2016 di Rt 02
Rw 03 Kp. Bojong Sari Ds. Sukaluyu Kec. Sukaluyu didapatkan data yang

61

diperoleh dari wawancara dengan lansia, observasi lingkungan, didapatkan


identitas umum lansia Tn. S adalah sebagai kepala keluarga yang berumur
62 tahun dan Ny. E sebagai istri berusia 58 tahun dan mempunyai 7 orang
anak diantaranya yang sudah memiliki keluarga sebanyak 6 orang dan 1
orang masih tinggal bersama Tn. S dan Ny.E. Tn. S merupakan anak ke 1
dari 7 bersaudara dengan jumlah saudara kandung yang telah meninggal
yaitu 2 dan yang masih hidup yaitu 5 termasuk Tn. S.
Tn. S dan Ny. E tinggal bersama dengan anak bungsu yang bernama
Tn. K yang berusia 20 tahun. Saat dikaji tentang riwayat pekerjaan dan
status ekonomi pada saat ini Tn. S dan Ny. E sudah tidak bekerja dan
pekerjaan sebelumnya yaitu sebagai petani dengan sumber pendapatan saat
ini pemberian dari anak serta sanak saudara dan dirasa cukup untuk
kebutuhan sehari-hari. Tn. S sering melakukan aktivitas di pagi hari dengan
berjalan santai dan pergi ke sawah untuk melihat kebun miliknya. Di selang
waktu kosong Tn. S terkadang mengunjungi tempat tinggal anaknya yang
tidak terlalu jauh dengan rumahnya.
B Hasil Penelitian
1 Pengkajian
Ketika dikaji tentang riwayat kesehatan sekarang keluhan utama
yang dirasakan oleh Tn. S yaitu nyeri dengan gejala yang dirasakan
adalah pusing pada saat berjalan, nyeri kaku kuduk, skala nyeri 4 dari
10 serta tidak bisa tidur dengan nyenyak akibat pusing dan gejala ini
timbul pada malam hari menjelang tidur. Faktor pencetus dari gejela
yang dirasaan ialah kelelahan beraktivitas dengan timbulnya keluhan
secara mendadak dan sudah dirasakan sejak 1 tahun terakhir. Tn. S
mengatakan upaya untuk mengatasi keluhan dan gejala dengan pergi
ke dokter dan mengkonsumsi obat dari dokter dan pernah
menggunakan obat tradisional untuk mengatasi gejala dan keluhan
utama. Riwayat kesehatan masa lalu Tn. S tidak pernah menderita
penyakit, sejak duduk di bangku sekolah Tn. S sudah di imunisasi
(kuris), tidak memiliki alergi obat, makanan dan lingkungan. Riwayat

62

pemakaian obat Tn. S yaitu mengkonsumsi obat warung dan obat


herbal.
Tn. S sering melakukan jalan santai di pagi hari untuk
menghindari kekakuan otot pada kedua kakinya karena Tn. S sering
mengeluh pegal pada daerah betis. Tn. S tidur pada pukul 21:00 WIB
dengan lama tidur 7 jam mempunyai masalah tidur yakni sering
berkemih pada malam hari yang menyebabkan tidur tidak nyenyak.
Tn. S dilakukan pemeriksaan fisik (observasi, pengukuran,
auskultasi, perkusi dan palpasi) didapatkan data keadaan umum Tn. S
baik dengan tekanan darah 180/100 mmHg, nadi 97x/menit, respirasi
20x/menit, suhu 36,8C, berat badan 57 kg, tinggi badan 165 cm,
kesadaran umum compos mentis (GCS 15), penampilan umum klien
terlihat sedikit cemas dan klien tampak sehat.
Fungsi persarafan tidak ada nyeri kaki pada saat berjalan atau
nyeri pinggang, adanya nyeri persendian/ bengkak, ada kelemahan
pada kaki, kadang-kadang kaki terasa kram dan pegal pada daerah
tengkuk serta tremor. Fungsi saluran perkemihan sering buang air
kecil banyak terutama pada malam hari, terkadang tidak mampu
mengontrol pengeluaran air kemih (mengompol). Sehingga dapat
disimpulkan dalam masalah kesehatan kronis Tn. S tidak ada masalah
kesehatan kronis sampai dengan masalah kesehatan kronis ringan.
Fungsi kognitif dilakukan dalam rangka mengkaji kemampuan
klien berdasarkan daya orientasi waktu, orang, tempat serta daya
ingat. Tn. S menjawab semua pertanyaan dengan benar hanya 1 yang
tidak bisa diingatnya yaitu tanggal lahir Tn. S dengan alasan lupa dan
hanya di beritahu tahunnya saja. Pada fungsi kognitif Tn. S tidak
terdapat gangguan berdasarkan daya orientasi waktu, orang, tempat
serta daya ingat.
Pengkajian status fungsional (KATZ INDEK) didasarkan pada
kemandirian klien dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Tn. S termasuk dalam kategori ketergantungan karena tidak dapat
mengontrol pengeluaran air kemih, melakukan pekerjaan rumah,
berbelanja kebutuhan sendiri atau kebutuhan keluarga, mengelola

63

keuangan sendiri, menggunakan sarana transportasi umum untuk


berpergian dan merencanakan dan mengambil keputusan untuk
kepentingan keluarga dalam hal penggunaan uang, aktifitas sosial
yang dilakukan dan kebutuhan akan pelayanan kesehatan.
Pengkajian keseimbangan untuk klien lansia Tn. S menunjukan
hasil ketika bangun dari kursi dengan mata terbuka tidak bangun dari
tempat duduk dengan spontan, tetapi mendorong tubuhnya ke atas
dengan tangan atau bergerak ke depan kursi terlebih dahulu, tidak
stabil saat berdiri pertama kali. Menahan dorongan pada sternum,
pemeriksaan mendorong sternum (perlahan-lahan sebanyak 3 kali),
klien menggerakan kaki, memegang objek untuk dukungan, kaki tidak
menyentuh sisi-sisinya. Perputaran leher (posisi duduk/berdiri) dengan
hasil menggerakan kaki, memegang obyek untuk dukungan, kaki tidak
menyentuh sisi-sisinya, keluhan vertigo pusing atau keadaan tidak
stabil. Gerakan menggapai sesuatu tidak menunjukan hasil tidak
mampu untuk menggapai sesuatu dengan bahu fleksi max, sementara
berdiri pada ujung-ujung jari kaki tidak stabil, memegang sesuatu
untuk dukungan. Membungkuk menunjukan hasil tidak mampu
membungkuk untuk mengambil obyek-obyek kecil untuk bisa berdiri,
memerlukan usaha-usaha multiple untuk bangun. Dapat disimpulkan
Tn. S dengan resiko jatuh sedang.
Dari data yang sudah dikaji dari keluhan utama yang dirasakan
oleh Tn. S yaitu nyeri dengan gejala yang dirasakan adalah pusing
pada saat berjalan, nyeri kaku kuduk, skala nyeri 4 dari 10 serta tidak
bisa tidur dengan nyenyak akibat pusing dan gejala ini timbul pada
malam hari menjelang tidur. Sehingga muncul masalah yaitu nyeri
akut (sakit kepala) dengan penyebab peningkatan tekanan vaskuler
serebral.
Tn. S dilakukan pemeriksaan fisik, didapatkan data keadaan
umum Tn. S baik dengan tekanan darah 180/100 mmHg, nadi
97x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,8C. Disertai gejala pusing
pada saat berjalan, nyeri kaku kuduk. Sehingga muncul masalah yaitu

64

gangguan perfusi jaringan dengan penyebab peningkatan tekanan


intrakranial.
Tn. S tidur pada pukul 21:00 WIB dengan lama tidur 7 jam
mempunyai masalah tidur yakni sering berkemih pada malam hari
yang menyebabkan tidur tidak nyenyak. Fungsi saluran perkemihan
sering buang air kecil banyak terutama pada malam hari, terkadang
tidak mampu mengontrol pengeluaran air kemih (mengompol). Dari
data tersebut muncul masalah yaitu gangguan pola tidur dengan
penyebab produksi urine berlebih (poliguria).
2

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan prioritas yang muncul pada Tn. S yaitu
nyeri akut (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan
serebral, gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial dan gangguan pola tidur berhubungan dengan
produksi urine berlebih (poliguria)

Intervensi
Perencanaan yang dilakukan untuk mengatasi nyeri akut (sakit
kepala) yaitu dengan cara kompres hangat pada daerah yang nyeri di
kaku kuduk, ajarkan teknik relaksasi tarik nafas dalam ketika nyeri
datang, pertahankan tirah baring selama fase akut dan libatkan
keluarga dalam ambulasi pasien sesuai kebutuhan.
Perencanaan yang dilakukan untuk mengatasi

diagnosa

gangguan perfusi jaringan yaitu dengan cara non-farmakologi untuk


menurunkan tekanan darah menggunakan air rebusan daun salam.
Dilakukan selama 5 hari berturut-turut dengan takaran 7 lembar daun
salam direbus menggunakan 3 gelas air menjadi 1 gelas dan di minum
2x sehari masing-masing gelas.
Perencanaan yang dilakukan untuk mengatasi ganguan pola
tidur adalah kaji pola tidur klien misalnya kebiasaan sebelum klien
tidur, kaji faktor yang menyebabkan gangguan tidur, anjurkan
perawatan petang misalnya personal hygien, sprei dan baju tidur yang
bersih, anjurkan klien mengosongkan kandung kemih sebelum tidur.

65

Implementasi
Implementasi dilakukan pada diagnosa keperawatan yang
pertama pada tanggal 15 Juni 2016 hari pertama pukul 11.00 WIB lalu
mengkaji keluhan nyeri, mengkaji skala nyeri serta mencatat lokasi
dan intensitas nyeri didapatkan hasil Tn. S mengeluh pusing dan nyeri
kaku kuduk dengan skala 4 dari 10 kemudian menganjurkan klien
mengambil posisi yang nyaman waktu duduk di kursi atau berbaring.
Mengajarkan teknik tarik nafas dalam ketika nyeri datang dan
melibatkan keluarga dalam ambulasi pasien sesuai kebutuhan. Dan
mengevaluasi hasil tindakan.
Implementasi dilakukan pada diagnosa keperawatan yang
pertama pada tanggal 16 Juni 2016 hari kedua pukul 13.00 WIB lalu
mengkaji kembali keluhan nyeri, mengkaji skala nyeri serta mencatat
lokasi dan intensitas didapatkan Tn. S masih mengeluh pusing dan
nyeri kaku kuduk kemudian kembali menganjurkan klien mengambil
posisi yang nyaman waktu duduk di kursi atau berbaring.
Mengajarkan teknik tarik nafas dalam ketika nyeri datang dan
melibatkan keluarga dalam ambulasi pasien sesuai kebutuhan. Dan
mengevaluasi hasil tindakan.
Implementasi dilakukan pada diagnosa keperawatan yang
pertama pada tanggal 17 Juni 2016 hari ketiga pukul 13.30 WIB lalu
mengkaji kembali keluhan nyeri, mengkaji skala nyeri serta mencatat
lokasi dan intensitas didapatkan Tn. S masih mengeluh pusing dan
nyeri kaku kuduk kemudian kembali menganjurkan klien mengambil
posisi yang nyaman waktu duduk di kursi atau berbaring.
Mengajarkan teknik tarik nafas dalam ketika nyeri datang dan
melibatkan keluarga dalam ambulasi pasien sesuai kebutuhan. Dan
mengevaluasi hasil tindakan
Implementasi dilakukan pada diagnosa keperawatan yang kedua
pada tanggal 15 Juni 2016 hari pertama pukul 11.00 WIB dikaji Tn. S
mengeluh pusing dan nyeri kaku kuduk, lalu dilakukan pengukuran
tekanan darah mendapatkan hasil 180/100 mmHg. Setelah diberikan

66

pendidikan kesehatan mengenai menurunkan hipertensi menggunakan


obat herbal yaitu air rebusan daun salam Tn. S bersedia untuk
mengkonsumsi air rebusan selama 5 hari berturut-turut sesuai dengan
anjuran yaitu 7 lembar daun salam di rebus dengan 3 gelas air hingga
tinggal 1 gelas dan aturan minum 2x sehari masing-masing gelas
diminum pada saat berbuka puasa dan ketika sahur. Dan mengevaluasi
hasil tindakan.
Implementasi dilakukan pada diagnosa keperawatan yang kedua
pada tanggal 16 Juni 2016 hari kedua pukul 13.00 WIB kembali dikaji
Tn. S masih mengeluh pusing dan nyeri kaku kuduk, lalu diberikan air
rebusan daun salam dengan anjuran yaitu 7 lembar daun salam di
rebus dengan 3 gelas air hingga tinggal 1 gelas dan aturan minum 2x
sehari masing-masing gelas diminum pada saat berbuka puasa dan
ketika sahur. Dan mengevaluasi hasil tindakan.

Implementasi dilakukan pada diagnosa keperawatan yang kedua


pada tanggal 17 Juni 2016 hari ketiga pukul 13.30 WIB kembali dikaji
Tn. S menngatakan pusing sudah berkurang dan nyeri kaku kuduk
berkurang dengan skala nyeri 3, lalu diberikan air rebusan daun salam
dengan anjuran yaitu 7 lembar daun salam di rebus dengan 3 gelas air
hingga tinggal 1 gelas dan aturan minum 2x sehari masing-masing
gelas diminum pada saat berbuka puasa dan ketika sahur. Dan
mengevaluasi hasil tindakan.
Implementasi dilakukan pada diagnosa keperawatan yang kedua
pada tanggal 18 Juni 2016 hari keempat pukul 15.00 WIB kembali
dikaji Tn. S mengatakan pusing sudah hilang dan nyeri kaku kuduk
berkurang dengan skala nyeri 2, lalu diberikan air rebusan daun salam
dengan anjuran yaitu 7 lembar daun salam di rebus dengan 3 gelas air
hingga tinggal 1 gelas dan aturan minum 2x sehari masing-masing

67

gelas diminum pada saat berbuka puasa dan ketika sahur. Dan
mengevaluasi hasil tindakan.
Implementasi dilakukan pada diagnosa keperawatan yang kedua
pada tanggal 19 Juni 2016 hari kelima pukul 14.00 WIB kembali
dikaji Tn. S mengatakan pusing hilang dan sudah tidak nyeri kaku
kuduk, lalu diberikan air rebusan daun salam dengan anjuran yaitu 7
lembar daun salam di rebus dengan 3 gelas air hingga tinggal 1 gelas
dan aturan minum 2x sehari masing-masing gelas diminum pada
saat berbuka puasa dan ketika sahur. Dan mengevaluasi hasil tindakan.
Implementasi dilakukan pada diagnosa keperawatan yang ketiga
pada tanggal 15 Juni 2016 hari pertama pukul 11.00 WIB dikaji Tn. S
mengeluh tidur terganggu karena sering berkemih kemudian mengkaji
pola tidur klien misalnya kebiasaan sebelum klien tidur, mengkaji
faktor yang menyebabkan gangguan tidur, menganjurkan perawatan
petang misalnya personal hygien, sprei dan baju tidur yang bersih,
menganjurkan klien mengosongkan kandung kemih sebelum tidur.
Dan mengevaluasi hasil tindakan.
Implementasi dilakukan pada diagnosa keperawatan yang ketiga
pada tanggal 16 Juni 2016 hari kedua pukul 13.00 WIB dikaji Tn. S
mengeluh tidur terganggu karena sering berkemih kemudian mengkaji
pola tidur klien misalnya kebiasaan sebelum klien tidur, mengkaji
faktor yang menyebabkan gangguan tidur, menganjurkan perawatan
petang misalnya personal hygien, sprei dan baju tidur yang bersih,
menganjurkan klien mengosongkan kandung kemih sebelum tidur.
Dan mengevaluasi hasil tindakan.
5

Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada diagnosa keperawatan yang pertama
pada tanggal 15 Juni 2016 hari pertama Tn. S mengakatakan masih
merasakan pusing dan nyeri kaku kuduk dengan skala nyeri 4 dari 10.

68

Dirasa lebih nyaman dengan kompres hangat dan teknik relaksasi tarik
nafas dalam.
Evaluasi dilakukan pada diagnosa keperawatan yang pertama
pada tanggal 16 Juni 2016 hari kedua Tn. S mengatakan pusing
berkurang dan nyeri kaku kuduk berkurang dengan skala nyeri
menjadi 3 dari 10. Intervensi dilanjutkan kembali.
Evaluasi dilakukan pada diagnosa keperawatan yang pertama
pada tanggal 17 Juni 2016 hari ketiga Tn. S mengatakan pusing
berkurang dan nyeri kaku kuduk berkurang dengan skala nyeri 2 dari
10. Intervensi dilanjutkan oleh keluarga klien.
Evaluasi dilakukan sehari setelah Tn. S diberikan air rebusan
daun salam dalam kurun waktu 5 hari berturut-turut dengan cara
wawancara dan pengukuran tekanan darah. Evaluasi pada diagnosa
keperawatan yang kedua tanggal 15 Juni 2016 hari pertama Tn. S
mengatakan pusing dan nyeri kaku kuduk masih terasa ketika
dilakukan pengukuran tekanan darah masih tetap 180/100 mmHg, Tn.
S tidak merasakan efek samping lain dari air rebusan daun salam.
Intervensi dilanjutkan.
Evaluasi pada diagnosa keperawatan yang kedua tanggal 16 Juni
2016 hari kedua setelah diberikan air rebusan daun salam dengan
takaran yang sama dan dilakukan kembali pengukuran tekanan darah
didapatkan hasil 170/100 mmHg terjadi penurunan Tn. S mengatakan
pusing dan nyeri kaku kuduk masih terasa Tn. S tidak merasakan efek
samping lain dari air rebusan daun salam. Intervensi dilanjutkan.
Evaluasi pada diagnosa keperawatan yang kedua tanggal 17 Juni
2016 hari ketiga dilakukan kembali pengukuran tekanan darah
didapatkan hasil 160/90 mmHg terjadi penurunan yang cukup
signifikan dan Tn. S tidak merasakan pusing saat berjalan / beraktifitas
atau nyeri kaku kuduk. Intervensi dilanjutkan.
Evaluasi pada diagnosa keperawatan yang kedua tanggal 18 Juni
2016 hari keempat dilakukan kembali pengukuran tekanan darah
didapatkan hasil 150/90 mmHg terjadi penurunan tanpa ada gejala.
Intervensi dilanjutkan.

69

Evaluasi pada diagnosa keperawatan yang kedua tanggal 19 Juni


2016 hari kelima dilakukan kembali pengukuran tekanan darah
didapatkan hasil 140/90 mmHg terjadi penurunan tanpa ada gejala dan
tekanan darah menjadi normal. Intervensi dihentikan.
Evaluasi pada diagnosa keperawatan yang ketiga tanggal 15 Juni
2016 hari pertama Tn. S mengeluh tidur terganggu karena sering
berkemih. Intervensi dilanjutkan.
Evaluasi pada diagnosa keperawatan yang ketiga tanggal 16 Juni
2016 hari kedua Tn. S mengeluh tidur terganggu karena sering
berkemih. Intervensi dilanjutkan.
6

Hasil pemberian obat tradisional (air rebusan daun salam) terhadap


penurunan tekanan darah pada Tn. S dengan Hipertensi.
Dalam waktu 5 hari sudah dapat dibuktikan bahwa dengan
pemberian air rebusan daun salam dapat menurunkan tekanan darah
secara perlahan namun pasti tanpa ada efek yang merugikan bagi klien.
Sehingga dari studi kasus yang dilakukan pada Tn. S selama 5 hari
didapatkan hasil yaitu terdapat penurunan tekanan darah dari 180/100
mmHg menjadi 140/90 mmHg dan gejala yang dirasakan hilang.

C Pembahasan
Pada bagian ini akan dibahas antara pendukung yang terjadi antara
teori, dan kenyataan yang ada pada kasus nyata yang dilakukan pada tanggal
15 Juni 2016 sampai dengan 19 Juni 2016. Asuhan keperawatan
memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar manusia melalui tahap
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi
keperawatan dan evaluasi.
1

Pengkajian
Pengkajian adalah sebuah proses

untuk mengenal dan

mengidentifikasi faktor-faktor (baik positif dan negatif) pada usia


lanjut, baik secara individu maupun kelompok, yang bermanfaat untuk

70

mengetahui masalah dan kebutuhan usia lanjut, serta untuk


mengembangkan strategi promosi kesehatan (Azizah,2011:36).
Tn. S di diagnosis hipertensi adalah tekanan naik dan tidak
kembali turun, kondisi tersebut dikenal sebagai tekanan darah tinggi.
Pembacaan tekanan sistolik 150 dan tekanan diastolik 95 (atau
150/95) umumnya menandakan tekanan darah tinggi. Pembacaan
normal sekitar 120/80, meskipun pengertian normal berbeda pada
setiap orang (Carlson Wade, 2016:21). Pengkajian diatas sesuai
dengan teori yang menyebutkan bahwa pasien Hipertensi memiliki
tekanan darah sistolik 180 mmHg dan diastolik 100 mmHg dengan
gejala pusing saat berjalan dan nyeri kaku kuduk pada Tn. S.
Kadang-kadang orang menganggap sakit kepala, pusing, atau
hidung berdarah sebagai gejala peringatan meningkatnya tekanan
darah. Padahal hanya sedikit orang yang mengalami perdarahan
dihidung atau pusing jika tekanan darahnya meningkat. Gejala lain
seperti keringat berlebihan, kejang otot, sering berkemih, denyut
jantung cepat atau tidak beraturan umumnya disebabkan oleh masalah
lain yang kemudian dapat menjadi hipertensi (Sufrida Yulianti dan
Maloedyn S, 2006:18).
Dari tanda dan gejala yang disebutkan diatas, antara teori dan
observasi serta pengkajian Tn. S penulis menemukan persamaan
antara teori dengan kasus yaitu pada Tn. S salah satunya klien
mengalami keringat berlebih, sering berkemih, pusing dan nyeri kaku
kuduk.

Penyebab

tekanan

darah

tinggi

di

akibatkan

oleh

aterosklerosis, penebalan dinding arteri yang menyebabkan hilangnya


elastisitas pembuluh darah (Sufrida Yulianti dan Maloedyn S,
2006:14).
Menurut Mansjoer (2008), munculnya berbagai gejala klinis
pada pasien Hipertensi akan menimbulkan masalah keperawatan dan
mengganggu kebutuhan dasar manusia salah satu diantaranya adalah

71

kebutuhan istirahat, seperti adanya nyeri kepala saat aktivitas,


pusing saat beraktivitas dan gangguan tidur.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum dengan pasien hipertensi
didalam teori TD sistolik 150 dan tekanan diastolik 95 (atau 150/95)
umumnya menandakan tekanan darah tinggi. Biasanya penderita
dengan penyakit hipertensi akan merasakan nyeri kepala dan daerah
kaku kuduk (Carlson Wade, 2016:21).
Hasil dari pemeriksaan fisik kepada Tn. S , didapatkan data
keadaan umum Tn. S baik dengan tekanan darah 180/100 mmHg, nadi
97x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,8C. Disertai gejala pusing
pada saat berjalan, nyeri kaku kuduk.
Analisa

data

merupakan

kemampuan

kognitif

dalam

pengembangan daya berfikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh


latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman dan pengertian
keperawatan. Dalam melakukan analisis data, diperlukan kemampuan
mengkaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep
teori dan prinsip yang relevan untuk membuat kesimpulan dalam
menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien (Azizah, 2011).
Keluhan utama yang dirasakan oleh Tn. S yaitu nyeri dengan
gejala yang dirasakan adalah pusing pada saat berjalan, nyeri kaku
kuduk, skala nyeri 4 dari 10 serta tidak bisa tidur dengan nyenyak
akibat pusing dan gejala ini timbul pada malam hari menjelang tidur.
Sehingga muncul masalah yaitu nyeri akut (sakit kepala) dengan
penyebab peningkatan tekanan vaskuler serebral.
Tn. S dilakukan pemeriksaan fisik, didapatkan data keadaan
umum Tn. S baik dengan tekanan darah 180/100 mmHg, nadi
97x/menit, respirasi 20x/menit, suhu 36,8C. Disertai gejala pusing
pada saat berjalan, nyeri kaku kuduk. Sehingga muncul masalah yaitu
gangguan perfusi jaringan dengan penyebab peningkatan tekanan
intrakranial.

72

Tn. S tidur pada pukul 21:00 WIB dengan lama tidur 7 jam
mempunyai masalah tidur yakni sering berkemih pada malam hari
yang menyebabkan tidur tidak nyenyak. Dari data tersebut muncul
masalah yaitu gangguan pola tidur dengan penyebab produksi urine
berlebih (poliguria).
2

Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penyebut sekelompok petunjuk
yang didapat selama fase pengkajian. Diagnosis keperawatan saat ini
dikenal adalah suatu penilaian klinis tentang respon individu,
keluarga,

atau

komunitas

terhadap

masalah

kesehatan/proses

kehidupan yang actual dan potensial. Diagnosis keperawatan menjadi


dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil menjadi
tanggung gugat perawat (Wong, 2009).
Berdasarkan pada teori dan data pengkajian, diagnosis
keperawatan yang dapat muncul pada pasien Hipertensi dapat
mencakup :
a

Nyeri akut (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan


tekanan serebral.
Nyeri akut

(sakit

kepala)

berhubungan

dengan

peningkatan tekanan vaskuler serebral. Batasan karakteristik


yaitu perubahan selera makan, perilaku distraksi misalnya
berjalan mondar-mandir mencari orang lain dan atau aktivitas
lain,

mengekspresikan

perilaku

misalnya

gelisah,

sikap

melindungi area yang nyeri, melaporkan nyeri secara verbal dan


gangguan tidur (NANDA, 2015:306).
Dari pengkajian dan observasi penulis menemukan
batasan karakteristik pada Tn. S mengatakan malas untuk makan
dan tidak nafsu untuk makan, klien mengatakan nyeri daerah
kaku kuduk dan enggan ketika diminta untuk di lihat atau di
pijat, klien tampak kurus, porsi makan klien tidak habis,

73

keluarga klien sering melihat klien mondar-mandir. Berdasarkan


pengkajian pada teori dan kasus Tn. S ditemukan adanya
kesesuaian antara teori dengan tanda gejala pada Tn. S jadi
b

antara diagnosa penulis dan teori sudah sesuai.


Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial.
Gangguan perfusi

jaringan

berhubungan

dengan

peningkatan intrakranial. Batasan karakteristik yaitu perubahan


tekanan darah, perubahan frekwensi janttung, perubahan
frekwensi pernafasan, fokus menyempit misalnya gangguan
persepsi nyeri, hambatan proses berfikir, penurunan interaksi
dengan orang lain dan lingkungan (NANDA, 2015:326).
Dari pengkajian dan observasi penulis menemukan
batasan karakteristik pada Tn. S mengatakan sering tinggal
dirumah dibandingkan diluar rumah. Klien di dilakukan
pemeriksaan fisik keadaan umum TD 180/100 mmHg, nadi
97x/menit, pernafasan 20x/menit dan suhu 36,8C. Berdasarkan
pengkajian pada teori dan kasus Tn. S ditemukan adanya
kesesuaian antara teori dengan tanda gejala pada Tn. S jadi
c

antara diagnosa penulis dan teori sudah sesuai.


Gangguan pola tidur berhubungan dengan produksi urine
berlebih (poliguria).
Gangguan pola tidur berhubungan dengan pengeluaran
urine berlebih (poliguria). Batasan karakteristik yaitu perubahan
pola tidur normal, ketidakpuasan tidur, menyatakan mengalami
sulit tidur, menyatakan tidak merasa cukup istirahat (NANDA,
2015:264).
Dari pengkajian dan observasi penulis menemukan
batasan karakteristik pada Tn. S mengalami sulit tidur akibat
nyeri kaku kuduk dan terbangun akibat sering berkemih, klien
memiliki waktu istirahat yang cukup namun kualitas tidur yang
tidak puas akibat sering terbangun untuk berkemih. Berdasarkan
pengkajian pada teori dan kasus Tn. S ditemukan adanya

74

kesesuaian antara teori dengan tanda dan gejala pada Tn. S jadi
antara diagnosa penulis dan teori sudah sesuai.
Penulis memprioritaskan diagnosa nyeri akut (sakit kepala)
karena berdasarkan keaktualan masalah yang mengancam nyawa yang
sesuai dengan Teori Hieraki Maslow yaitu kebutuhan fisiologis,
kebutuhan rasa aman dan keselamatan, kebutuhan mencintai, dicintai
dan dimiliki, kebutuhan akan harga diri serta kebutuhan aktualisasi
diri (Asmadi, 2008). Maka penulis memprioritaskan kebutuhan rasa
aman dan keselamatan adalah kebutuhan yang paling utama yang
dipilih penulis dari beberapa masalah yang muncul pada pasien.
Alasan penulis karena dapat membantu dengan penanganan terapi
Hipertensi dengan non-farmakologi (Karel Dourman, 2013).
3

Intervensi
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang dirancang untuk
membantu klien dalam beralih dari tingkat kesehatan saat ini ke
tingkat yang diinginkan dalam hasil yang diharapkan (Wilkinson,
2007). Intervensi keperawatan adalah semua tindakan asuhan yang
perawat lakukan atas nama klien. Tindakan ini termasuk intervensi
yang dipraktekan oleh perawat, dokter, atau intervensi kolaboratif
(Gaffar, 2013).
Tujuan perencanaan keperawatan pada diagnosis keperawatan
yang pertama nyeri akut (sakit kapala) yaitu setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang / hilang dan dapat
teratasi dengan kriteria hasil klien tampak tenang dan tidak terlihat
meringis dan klien sudah tidak memegangi daerah yang sakit serta
nyeri berkurang. Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut
kemudian penulis menyusun intervensi keperawatan berdasarkan
Doengoes, 2014 : Kaji keluhan nyeri, skala serta catat lokasi serta
faktor-faktor yang mempercepat dan respon rasa sakit non verbal,
pertahankan tirah baring selama fase akut, biarkan klien mengambil

75

posisi yang nyaman waktu tidur dan duduk di kursi, kompres hangat
pada daerah yang nyeri di kaku kuduk, dorong penggunaan teknik
manajemen stres misalnya relaksasi (tarik nafas dalam) (Doengoes,
2014).
Tujuan perencanaan keperawatan pada diagnosis keperawatan
yang kedua gangguan perfusi jaringan yaitu setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan tidak terjadi kerusakan organ
dengan kriteria hasil tekanan darah dalam batas normal (120/80
mmHg-140/90 mmHg). Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut
kemudian penulis menyusun intervensi keperawatan berdasarkan
Doengoes, 2014 : Pantau tekanan darah, pertahankan tirah baring
selama fase akut, ajari teknik relaksasi (tarik nafas dalam) ketika nyeri
datang, beri tindakan non farmakologis untuk menghilangkan rasa
sakit misal; kompres hangat pada kaku kuduk, bantu pasien dalam
ambulasi sesuai kebutuhan (Doengoes, 2014).
Hipertensi menempatkan jantung dan arteri dibawah ketegangan
abnormal. Tekanan berlebihan secara tetap menimpa organ tubuh yang
mendapat mekanan dari pasokan darah. Hasilnya, pembuluh darah
diotak bisa pecah dan menyebabkan stroke. Atau kemampuan ginjal
untuk menyaring sampah menjadi terganggu. Jantung, yang harus
bekerja lebih keras untuk memompa darah untuk mengimbangi
peningkatan tekanan dalam arteri, mulai menegang. Apabila kondisi
ini diabaikan, tekanan darah tinggi bisa menyebabkan kerusakan
dalam tubuh yang tidak bisa diperbaiki (Carlson Wide, 2016).
Mekanisme secara umum tanamam obat dalam mengontrol
tekanan darah, antara lain memberikan efek dilatasi pada pembuluh
darah dan menghambat efek dilatasi pada pembuluh darah dan
menghambat angiotensin converting enzyme (ACE). Selain tu, sediaan
herbal dapat pula berupa kombinasi antara efek diuretik (peluruh air
seni), efek penenang atau obat tidur dan efek terapi yang lebih baik.
Berdasarkan uraian diatas setelah melakukan pengkajian,
merumuskan

diagnosa,

merencanakan

intervensi,

melakukan

76

implemntasi dan evaluasi selama 5 hari di rumah/tempat tinggal Tn S


(Kp. Bojongsari Desa Sukaluyu Kecamatan Sukaluyu Kabupaten
Cianjur) bahwa pasien dengan hipertensi mengalami gangguan perfusi
jaringan sehingga Tn. S diberikan tindakan pemberian obat tradisional
(air rebusan daun salam) untuk menurunkan tekanan darah ke dalam
batas normal. Dengan kesimpulannya adalah pemberian obat
tradisional (air rebusan daun salam) dapat efektif pada pasien dengan
keluhan nyeri kaku kuduk.
Tujuan perencaan keperawatan pada diagnosis keperawatan
yang ketiga gangguan pola tidur yaitu setelah dilakukan tindakan
keperawatan gangguan pola tidur teratasi dengan kriteria hasil kualitas
tidur maksimal. Berdasarkan tujuan dan kriteria hasil tersebut
kemudian penulis menyusun intervensi keperawatan berdasarkan
Doengoes, 2014 : Kaji pola tidur klien misalnya kebiasaan sebelum
klien tidur, kaji faktor yang menyebabkan gangguan tidur, anjurkan
perawatan petang misalnya personal hygien, sprei dan baju tidur yang
bersih, anjurkan klien mengosongkan kandung kemih sebelum tidur
(Doengoes, 2014).
4

Implementasi
Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatn secara nyata
berupa serangkaian kegiatan sistimatis berdasarkan perencanaan untuk
mencapai hal yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan
semua kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan tindakan
keperawatan terhadap klien baik secara umum maupun secara khusus,
pada

pelaksanaan

ini

perawat

melakukan

fungsinya

secara

independen, Interdependen dan dependen. Pada fungsi independen


adalah mencangkup dari semua kegiatan yang diprakasai oleh perawat
itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang
dimilikinya. Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang
dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi disiplin ilmu yang lain
dalam keperawatan maupun pelayanan kesehatan, sedangkan fungsi

77

dependen adalah fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan


atas pesan orang lain (Priyoto, 2015).
Daun salam (Syzygium polyanthum) merupakan tanaman yang
mempunyai banyak manfaat sebagai obat herbal. Daun salam
dipercaya mampu mengatasi berbagai penyakit, salah satunya yaitu
penyakit hipertensi. Kandungan kimia dalam daun salam yang
mempunyai fungsi menurunkan tekanan darah yaitu minyak asiri
(sitral, eugenol), tannin, saponin, vitamin C dan flavonoida (Nucahyati
E, 2014).
Penulis menulis implementasi berdasarkan dari intervensi yang
telah disusun sedemikian rupa dengan memperthatikan aspek tujua
dan kriteria hasil dalam rentang yang telah ditentukan. Dalam
implementasi ini, penulis berusaha melaksanakan hasil penelitian yang
dilakukan tanggal 15 Juni 2016 sampai dengan 19 Juni 2016 tentang
pemberian obat tradisional (air rebusan daun salam) terhadap
penurunan tekanan darah pada Tn. S dengan hipertensi melalui
prosedur pemberian obat tradisional (air rebusan daun salam) dalam
teori.
5

Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan adalah tahapan menilai tindakan
keperawatan yang telah dilakukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan (Wilkinson, 2007).
Evaluasi terhadap Tn. S dilakukan menggunakan metode SOAP
(Subjective, Objective, Analysis, and Planning) untuk mengetahui
keefektifan dari tindakan keperawatan yang dilakukan dengan
memperhatikan pada tujuan dan kriteria hasil yang diharapkan sesuai
dengan rentang normal.
Evaluasi untuk diagnosa keperawatan yang pertama pada
tanggal 17 Juni 2016 hari ketiga Tn. S mengatakan pusing berkurang

78

dan nyeri kaku kuduk berkurang dengan skala nyeri 2 dari 10.
Intervensi dilanjutkan oleh keluarga klien.
Evaluasi pada diagnosa keperawatan yang kedua tanggal 19 Juni
2016 hari kelima dilakukan kembali pengukuran tekanan darah
didapatkan hasil 140/90 mmHg terjadi penurunan tanpa ada gejala dan
tekanan darah menjadi normal. Intervensi dihentikan.
Evaluasi pada diagnosa keperawatan yang ketiga tanggal 16 Juni
2016 hari kedua Tn. S mengeluh tidur terganggu karena sering
berkemih. Intervensi dilanjutkan.

Hasil pemberian obat tradisional (air rebusan daun salam) terhadap


penurunan tekanan darah pada Tn. S dengan Hipertensi.
Studi kasus yang dilakukan pada Tn. S usia 62 tahun dengan
hipertensi di Rt 02 Rw 03 Ds. Sukaluyu Kec. Sukaluyu mulai tanggal
15 Juni 2016 sampai dengan 19 Juni 2016. Pada studi kasus tersebut
didapatkan hasil pada hari pertama yaitu tekanan darah 180/100
mmHg, nadi 97 x/menit, respirasi 20 x/menit dan suhu 36,8C. Nyeri
kaku kuduk dan pusing saat berjalan. Setelah diberikan air rebusan
daun salam selama 5 hari berturut-turut didapatkan hasil pada hari ke
5 yaitu tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 90 x/menit, respirasi 20
x/menit dan suhu 36,8C, nyeri kaku kuduk berkurang dan pusing saat
berjalan hilang.
Sehingga dari studi kasus yang dilakukan pada Tn. S selama 5
hari didapatkan hasil yaitu terdapat penurunan tekanan darah dari
180/100 mmHg menjadi 140/90 mmHg dan gejala yang dirasakan
hilang.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan terbukti dengan teori
yang mengatakan bahwa air rebusan daun salam dapat menurunkan
tekanan darah pada lansia karena di dalam daun salam mengandung
senyawa tanin, saponin, dan vitamin C. Tanin bereaksi dengan protein
mukosa dan sel epitel usus sehingga menghambat penyerapan lemak.

79

Sedangkan saponin berfungsi mengikat kolesterol dengan asam


empedu sehingga menurunkan kadar kolesterol. Kandungan vitamin C
di dalamnya membantu reaksi hidroksilasi dalam pembentukan asam
empedu, akibat reaksi itu meningkatkan ekskresi kolesterol.
Mekanisme kerja dari flavonoid untuk melancarkan peredaran darah
dan mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah,
sehingga darah dapat mengalir dengan normal. Flavonoid juga
mengurangi kandungan kolesterol serta mengurangi penimbunan
lemak pada dinding pembuluh darah. Mekanisme kerja dari
kandungan kimia dalam daun salam merangsang sekresi cairan
empedu sehingga kolesterol akan keluar bersama cairan empedu
menuju usus, dan merangsang sirkulasi darah sehingga mengurangi
terjadinya pengendapan lemak pada pembuluh darah.
Dan terdapat pembuktian kembali oleh penelitian menurut
Huswatun Hasanah 2014 dalam jurnal Pengaruh Rebusan Daun
Salam Terhadap Tekanan Darah pada Penderita Hipertensi di Dusun
Mijen Desa Gedang Anak Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten
Semarang didapatkan hasil intevensi rata-rata tekanan darah sistole
sebesar 168,33 mmHg sebelum pemberian rebusan daun salam,
kemudian turun menjadi 160,00 mmHg setelah pemberian rebusan
daun salam dan tekanan darah diastolenya mengalami penurunan dari
92,67 mmHg sebelum pemberian rebusan daun salam menjadi 90,00
setelah pemberian rebusan daun salam.
Sehingga dapat dikatakan bahwa air rebusan daun salam terbukti
efektif dalam penurunan tekanan darah pada Tn. S dengan hipertensi.

80

BAB V
PENUTUP
A Kesimpulan
Setelah melaksanakan asuhan keperawatan dengan judul Pemberian
Obat Tradisional (Air Rebusan Daun Salam) Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pada Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Hipertensi Di Rt 02 Rw 03
Ds. Sukaluyu Kec. Sukaluyu Kab. Cianjur selama 5 hari (15-19 Juni 2016),
penulis dapat menarik kesimpulan di dapatkan data melalui pengkajian
wawancara dan observasi menggunakan aspek-aspek asuhan keperawatan
gerontik secara komprehensif.
Diagnosa keperawatan berdasarkan pengkajian pada Tn. S adalah 3
(tiga) diagnosa sesuai proritas

masalah yaitu nyeri akut (sakit kepala)

berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral, gangguan


perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial dan
gangguan pola tidur berhubungan dengan produksi urine berlebih
(poliguria).
Perencanaan disusun berdasarkan hasil pengkajian masalah pada klien
dan implementasi asuhan keperawatan pada klien bertujuan untuk mengatasi
masalah keperawatan klien berdasarkan perencanaan.
Implementasi dilakukan sesuai dengan inervensi menurut masalah
yang didapatkan. Implementasi dengan diagnosa nyeri akut (sakit kepala)
menganjurkan klien untuk teknik relaksasi tarik nafas dalam. Implementasi
dengan diagnosa gangguan perfusi jaringan adalah memberikan air rebusan
daun salam untuk penurunan tekanan darah selama 5 hari berturut-turut.
Implementasi dengan diagnosa gangguan pola tidur adalah menganjurkan
klien untuk perawatan petang seperti perosnal hygien, sprei dan baju yang

81

bersih serta menganjurkan klien untuk mengosongkan kandung kemih


sebelum tidur.
Evaluasi yang dilakukan berdasarkan dari respon klien dan mengacu
pada tujuan atau kriteria hasil setelah dilakukan tindakan keperawatan. Dan
telah didokumentasikan asuhan keperawatan pada Tn. S dengan hipertensi
(terlampir).
Hasil studi kasus penelitian ini dapat dikatakan bahwa dengan
meminum air rebusan daun salam secara rutin terbukti efektif dalam
menurunan tekanan darah pada Tn. S dengan hipertensi.
B Saran
1 Bagi Pasien
Diharapkan klien dapat membuat air rebusan daun salam untuk
membantu penyembuhan penyakit hipertensi agar asupan konsumsi obat
2

tidak berlebihan dan menjadi ketergantungan pada penderita.


Bagi Perawat
Dapat melakukan intervensi dengan terapi non-farmakologi sebagai
alternatif pengobatan hipertensi dengan penggunaan obat tradisional air

rebusan daun salam kepada lansia.


Bagi Puskesmas
Sebagai suatu landasan didirikannya klinik pengobatan herbal tanpa

biaya yang mahal dan efek samping yang merugikan bagi klien.
Bagi Lembaga Pendidikan
Sebagai suatu referensi tentang materi-materi asuhan keperawatan non-

farmakologi untuk pengetahuan selanjutnya.


Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar untuk melakukan
penelitian selanjutnya yaitu dengan judul Pemberian Obat Tradisional
(Air Rebusan Daun Salam) Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada
Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Hipertensi Di Rt 02 Rw 03 Ds.
Sukaluyu Kec. Sukaluyu Kab. Cianjur.

DAFTAR PUSTAKA

82

Azizah, L Maarifatul, 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Cetakan Pertama.


Yogyakarta : GHARA ILMU.
Data Rekapan BP Puskesmas Sukaluyu Kabupaten Cianjur 2013.
DepKes RI, 2009. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta
Darmojo & Martono, 2004. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut).
FKUI : Jakarta
Huda A & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jakarta : Mediaction.
Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, jilid 1 dan 2. FKUI
: Jakarta. Dikutip dalam NANDA 2015.
Marilym E, Doengoes, Mary Frances Moorhaused & Alice C. Geissler. 2014.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN : Pedoman Untuk Perencanaan
Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. EGC : Jakarta
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi. Jakarta:
Rineka Cipta
Nurcahyati, Erna. 2014. Khasiat Dahsyat Daun Salam Untuk Kesehatan 7
Pengobatan Tanpa Efek Samping. Jakarta : PT. Serambi Distribusi
Nursalam. 2014. Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pendekatan Praktis.
Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika.
Potter, Patricia A. dan Anne Griffin Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental
Keperawaatan: Konsep, Proses dan Praktik. Vol. 2. Ed. 4. Jakarta: EGC.
Price, S. A dan L.M. Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Vol. 2. Ed. 6. Jakarta: EGC.
Stanley dan Beare . 2007. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Ed. 2. Alih Bahasa
Juniarti Dan Kurniasih. EGC : Jakarta.
Wade, Carlson. 2016. Mengatasi Hipertensi. Bandung : Nuansa Cendikia.
Wijayakusuma, Hembing, Prof.H.M, Tanaman Berkhasiat Obat Di Indonesia.
Cetakan Kedua. Jakarta : Pustaka Kartini.
Yulianti, Sufrida & Maloedyn S. 2006. 30 Ramuan Penakluk Hipertensi. Cetakan
Pertama. Depok : PT. Argo Media Pustaka.

Dinas Kesehatan Kabupaten Cianjur, 2014. Profil Kesehatan Kabupaten Cianjur.


Dikutip dari http://www.profilkesehatankabcianjur/Pdf. 27 Mei 2016

83

Hastuti, Heny, 2015. Pengaruh Daun Seledri Dan Daun Belimbing Wuluh
Terhadap Tekanan Darah Pada Lansia Hipertensi. Dikutip dari
http://henybudiha/Pdf. 17 Mei 2016
Kuntjoro. 2002. Depresi Pada Lanjut Usia. Dikutip dari http://www.epsikologi.com. 17 Mei 2016
Margowati, Sri. 2016. Efektifitas Penggunaan Rebusan Daun Alpukat Dengan
Rebusan Daun Salam Dalam Penurunan Tekanan Darah Pada Lansia.
Dikutip dari http://sri.margowari.com/Pdf. 17 Mei 2016
Pusat Data Dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. 2013. Mencegah Dan
Mengontrol Hipertensi Agar Terhindar Dari Kerusakan Organ Jantung,
Otak Dan Ginjal. Dikutip dari http://infodati_hipertensi/Pdf. 22 Mei
2016

Anda mungkin juga menyukai