Jurnal TPC

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM UJI ANGKA LEMPENG TOTAL

PADA JAMU GENDONG KUNIR ASAM

OLEH

KELOMPOK 6:
ANISATUL HUSNIA

(14013)

BELLA KEVIN FARINDRY

(14028)

BENEDIKTUS JANGGUT

(14030)

ENI FARISTIN

(14055)

GANDI INGE DARIANZAH

(14077)

NUR IHSAN

(14141)

PRADIKA HANDIWIANTA

(14149)

AKADEMI FARMASI
PUTRA INDONESIA MALANG
2016

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Jamu gendong merupakan ciri khas Indonesia yang terkenal. Produk

jamu gendong, salah satu warisan leluhur bangsa Indonesia seiring


kemajuan dan perkembangan jaman, jamu gendong digunakan sebagai
obat

tradisional.

Pemanfaatan

jamu

gendong

sebagai

sarana

pengobatan didasarkan pada pengalaman secara turun-temurun dari


leluhur. Leluhurlah yang mewariskan cara pembuatan jamu gendong
(Suharmiati dan Handayani, 2009).
Jamu gendong disebut juga sebagai obat tradisional yang dalam
kehidupan sehari-hari digunakan untuk tindakan preventif dalam
menjaga

kesehatan

dan

untuk

penyembuhan

suatu

penyakit

(Pratiwi,2005).
Obat tradisional merupakan obat yang bahan bakunya diperoleh
dari tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau
gelenik, atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun di gunakan untuk pengobatan yang berdasarkan pengalaman
(Sampurno, 2005).
Pengolahan jamu tradisional sangat sederhana. Menurut Pratiwi
(2005) ada dua cara dalam pembuatan jamu yang lazimnya digunakan
di masyarakat, yaitu pertama dengan merebus semua bahan, kedua
dengan memeras sari yang ada kemudian mencampurkan dengan air
matang.
Menurut Suriawiria (2007) keterlibatan manusia dalam pengolahan
produk

industri

akan membawa dampak

yang tidak diinginkan

misalnya adanya mikroba bakteri, jamur, dan mikroorganisme lainnya.


Lebih lanjut Suriawiria (2007) menjelaskan bahwa mikroba yang
hinggap pada suatu produk pangan akan merubah warna, bau maupun
rasanya. Tidak terkecuali jamu, produk ini apalagi telah terkontaminasi
oleh mikroba akan memperlihatkan bercak-bercak pada permukaan
serta akan mengeluarkan lendir. Keadaan yang demikian ini merupakan

hasil dari dekomposisi mikroba dengan bahan yang di buat untuk


minuman jamu (Suriawiria, 2007).
Salah satu jamu yang banyak dikonsumsi masyarakat adalah kunir
asem atau kunyit asam untuk menjaga kesehatan dengan biaya yang
ekonomis. Rimpang kunyit mengandung beberapa senyawa aktif yang
bermanfaat

untuk

melancarkan

peredaran

darah,

antiinflamasi,

antibakteri, peluruh kentut dan antioksidan (Said, 2007). Sedangkan


asam jawa mengandung senyawa yang bermanfaat sebagai penurun
panas, antiradang, asma, berkhasiat dalam mengobati batuk kering
sariawan dan sakit perut (sugiharto, 2008).
Angka lempeng total (ALT) menunjukkan adanya cemaran bakteri
dalam sediaan yang diperiksa setelah cuplikan diinokulasi pada media
lempeng yang sesuai dan diinkubasi pada suhu 37 0C. Pengujian ALT
dilakukan untuk mengetahui bahwa jamu kunir asem/ kunyit asam
tidak mengandung bakteri melebihi batas yang telah ditetapkan karena
keberadaan bakteri mempengaruhi stabilitas sediaan. Menuurut BPOM
RI No. 12 tahun 2014 tentang persyaratan mutu obat tradisional bahwa
cairan obat dalam tidak boleh mengandung angka lempeng total 104
koloni/mL. Jika ditemukan ALT dalam sampel jamu kunir asem melebihi
batas, maka jamu tersebut tidak layak konsumsi.
oleh karena itu, praktikum kali ini dilakukan untuk mengetahui ALT
pada sampel jamu kunir asam serta sudahkah memenuhi persyaratan
mutu obat tradisional menurut SNI.
1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Berapakah ALT yang terdapat pada sampel jamu kunir asam?
1.2.2 Apakah jamu kunir asam memenuhi persyaratan mutu obat
tradisional menurut SNI (BPOM RI No.12 tahun 2014)?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui angka lempeng total yang terdapat pada sampel
jamu kunir asam.
1.3.2 Untuk mengetahui bahwa jamu kunir asam memenuhi persyaratan
mutu obat tradisional menurut SNI (BPOM RI No.12 tahun 2014).
1.4

Manfaat

1.4.1 Agar dapat menentukan dan mengukur tingkat kandungan mikroba


dari sampel jamu gendong kunir asam dengan menggunakan metode
total plate count (TPC).
1.4.2 Agar dapat memberikan data dan informasi bagi ilmu pengetahuan
dan masyarakat mengenai kualitas serta keamanan jamu gendong
kunir asam yang diproduksi oleh penjual jamu untuk dikonsumsi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Obat tradisional


Pemerintah

telah

menetapkan

kebijaksanaan

dalam

upaya

pelayanan kesehatan yaitu Primary Health Care (PHC) sebagai strategi


untuk mencapai kesehatan semua. Salah satu unsur penting dalam PHC
antara lain penerapan Tehnologi Tepat Guna dan peranserta masyarakat.
Upaya pengobatan tradisional dengan obat-obat tradisional merupakan
salah satu bentuk peran serta masyarakat dan sekaligus tehnologi tepat
guna yang potensial untuk menunjang pembangunan kesehatan. (Depkes
RI, 2000).
Obat

tradisional

oleh

Departemen

Kesehatan

diklasifikasikan

sebagai Jamu, Fitofarmaka dan Taman Obat Keluarga (TOGA). Jamu adalah
obat yang berasal dari bahan tumbuh-tumbuhan, hewan dan mineral dan
atau sediaan galeniknya atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang
digunakan dalam upaya pengobatan berdasarkan pengalaman.
Fitofarmaka adalah sediaan obat yang telah jelas keamanan dan
khasiatnya, bahan bakunya terdiri atas simplisia atau sediaan galenik
yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku, sehingga sediaan
tersebut

terjamin

keseragaman

komponen

aktif,

keamanan

dan

khasiatnya. Untuk menjadi fitofarmaka, jamu harus distandarisasi dan


harus melalui uji toksisitas, farmakologi eksperimental, dan uji klinik.
Fitofarmaka sudah layak disejajarkan dengan obat modern. Secara umum
bentuk sediaan fitofarmaka juga sejajar dengan penyediaan obat kimia
antara lain dalam bentuk kapsul, kaplet, tablet, sirup dan lain sebagainya.
Sediaan ini dikemas secara modern sesuai dengan standar obat kimia
sehingga dapat diterima oleh kalangan medis. (Lestari H,2001) Toga
adalah Taman Obat Keluarga, dulu disebut sebagai Apotik Hidup. Dalam
pekarangan

atau

halaman

rumah

ditanam

tanaman

obat

yang

dipergunakan secara empirik oleh masyarakat untuk mengatasi penyakit


atau keluhan-keluhan yang dideritanya. Beberapa tanaman obat telah
dibuktikan efek farmakologiknya pada hewan percobaan dan beberapa
tanaman telah dilakukan uji klinik tahap awal.
Permenkes No. 246/Menkes/Per/V/1990 memberi batasan jamu
gendong adalah jamu yang diracik, dicampur, diolah, dan diedarkan
sebagai obat tradisional dalam bentuk cairan, pilis, tapel atau parem,
tanpa penandaan dan atau merk dagang serta dijajakan untuk langsung
digunakan (Depkes RI, 1991). Jamu gendong tidak memerlukan ijin
produksi, namun tetap harus memenuhi standar yang dibutuhkan yaitu
jenis tanaman, kebersihan bahan baku, peralatan yang digunakan,
pengemas

serta

personalia

yang

terlibat

dalam

pembuatan

obat

tradisional (Depkes RI,1991). Berbagai ramuan jamu, dari tanaman


tradisioanl khususnya jamu gendong lebih banyak digemari oleh sebagian
masyarakat kita dari pada bentuk jamu yang lain, karena harganya murah
dan praktis, pembeli dapat langsung meminumnya dan jamu masih dalam
keadaan segar. (Atik SR,1995).

2.2 Kunir asam (Kunyit Asam)


Jamu kunir asem bermanfaat untuk menghindarkan diri dari panas
dalam atau sariawan dan membuat perut menjadi dingin. Bahan
utamanya adalah asam masak dan kunir. Sebagai pemanis digunakan
gula merah dan gula pasir.
Kunyit (Curcuma domestica), rimpang kunyit mengandung zat
kuning (curcumin), karbohidrat, protein, vitamin C, kalsium, fosfor, besi,
dan lemak. Khasiatnya menyembuhkan sakit perut (mencret), radang,
tekanan darah tinggi, encok, gatal-gatal, zat anti bakteri.
Asam Jawa (Tamarindus indica Linn), buahnya mengandung asam
tatrat, asam sitrat, asam malat, gula invert dan semua yang berkhasiat
sebagaiobat anti pyretikum dan daun mudanya berkhasiat sebagai obat

exceem, rheumatik, memperlancar buang air besar dan memperlancar


peredaran darah.

2.3 Mikroba Pada Jamu


Pencemaran mikroba pada jamu gendong yang cara membuatnya
masih sederhana itu bisa berasal dari bahan baku yang digunakan, proses
pembuatan dan cara penyajiannya. Cemaran mikroba pada jamu dapat
berupa bakteri dan jamur (Siregar, 1990). Mikroba pada obat tradisional
(jamu) meliputi mikroorganisme indikator (ketinggian Angka Lempeng
Total bakteri aerobik mesofilik), bakteri golongan Coliform dan Escherichia
coli,

bakteri

patogen

(Salmonella,

Staphylococcus

aureus

dan

Clostridium), dan golongan jamur penghasil toksin seperti Aspergillus


flavus. Terdapatnya cemaran mikroba pada jamu disebabkan penanganan
bahan baku dan proses pembuatan yang berbedabed (Fardiaz, 1989;
Siregar,1990).
Mikroba yang dapat ditularkan melalui air kotor yang dicemari tinja
manusia adalah berupa Escherichia coli. Mikroba yang dapat ditularkan
melalui tanah/debu adalah Clostridium, mikroba yang dapat ditularkan
melalui tanaman biji-bijian adalah Bacillus cereus. Salmonella dapat
mencemari jamu secara langsung/tidak langsung melalui tinja manusia,
atau air yang tercemar oleh sampah atau ditularkan melalui bahan
mentah melalui tangan pengolah jamu atau melalui peralatan yang
dipakai (Siregar,1990). Populasi mikroorganisme dalam setiap makanan
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti tersedianya nutrien, air, suhu,
pH, potensial redoks dan adanya zat penghambat. Bila mikroorganisme ini
populasinya meningkat dapat menimbulkan berbagai masalah antara
lain :
1)
2)
3)
4)

Dapat menentukan taraf mutu bahan makanan.


Mengakibatkan kerusakan pangan.
Merupakan sarana penularan beberapa penyakit perut menular.
Keracunan makanan

Dengan demikian keberadaan mikroorganisme yang pada umumnya


mikroorganisme

pencemar

dapat

menimbulkan

kerugian.

Kelompok

mikroba seperti bakteri, jamur dan ragi (yang masih termasuk jamur)
merupakan

penyebab

kerugian

pada

bahan

makanan.

Karenanya

terhadap bah makanan/minuman, sejak bahan baku, selama proses,


selama pengolahan dan penyimpanan, selalu diusahakan untuk tidak
dikenai dan di tumbuhi mikroba tersebut (Supardi,1999).

2.4 Faktor Fakor Kontaminasi Mikroba Pada Jamu


1. Bahan Baku
Bahan ramuan yang digunakan adalah bahan yang mesih segar dan
dicuci sebelum digunakan. Apabila menggunakan bahan ramuan yang
sudah dikeringkan harus dipilih yang tidak berjamur, tidak dimakan
serangga dan sebelum digunakn dicuci dahulu. Bahan segar yang dapat
disimpan seperti : kunyit (Curcuma domestica), temulawak (Curcuma
xanthorrhiza Roxb), kencur (Kaemferia galanga L) dan lain-lain harus
dipilih yang tidak rusak, tidak busuk, atau tidak bejamur. a. Cara
memperoleh Bahan Baku Bahan pembuat jamu umumnya berasal dari
bahan segar. Bahan tersebut antara lain rimpang, seperti kunyit,
temulawak, kencur, dan laos, berbagai daun seperti daun sirih, pepaya,
daun asam. Bahanbahan tersebut mudah dibeli di pasar-pasar tradisional.
Bahan yang berbentuk kering dapat dibeli di toko bahan baku jamu. b.
Jenis Bahan Baku Jenis bahan baku sangat penting dalam pembuatan
jamu gendong. Peracik jamu gendong harus mampu mengidentifikasi jenis
bahan baku agar tidak keliru dengan bahan yang mirip atau tercampur
dengan bahan lain.c. Penanganan Bahan Baku Penanganan bahan baku
jamu gendong yang baik harus melalui beberapa tahapan, yaitu pemilihan
bahan baku (sortasi), pencucian, dan penyimpanan jika diperlukan.
Kegiatan sortasi dilakukan untuk membuang bahan lain yang tidak
berguna seperti rumput, kotoran binatang, dan bahan-bahan yang telah
membusuk yang dapat mempengaruhi jamu gendong. Bahan baku

sebelum digunakan juga harus dicuci agar terbebas dari tanah dan
kotoran dengan menggunakan air PDAM, air sumur, atau air sumber yang
bersih.
2. Air
Air yang digunakan untuk mencuci bahan baku dan membuat
ramuan digunakan air bersih, matang dan masak (Lestari handayani,
2002). Pembuatan jamu gendong bahan bakunya

selain tanaman

berkhasiat adalah air. Kualitas air yang digunakan merupakan salah satu
bentuk penularan mikroorganisme penyebab diare. Penyakit menular
yang disebarkan oleh air secara langsung di antara masyarakat seringkali
dinyatakan sebagai penyakit bawaan air atau water borne diseases.
Penyakit ini hanya dapat menyebar apabila mikroba penyebabnya dapat
masuk ke dalam sumber air yang dipakai masyarakat untuk memenuhi
kehidupan sehari-hari. Jenis mikroba yang dapat menyebar lewat air ini
sangat banyak macamnya antara lain : virus, bakteri, protozoa, metazoa.
(Juli Soemirat,1994). Departemen Kesehatan memberikan batasan bahwa
yang dimaksud dengan air minum dan air bersih adalah air yang memiliki
kualitas minimal sebagaimana dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI, No.
416/MenKes/Per/IX/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas
air

serta

dalam

Keputusan

Menteri

Kesehatan

RI,

No.

907/MenKes/SK/VII/2002 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas


air minum. Penentuan kualitas mikrobiologi sumber air dilatarbelakangi
dasar pemikiran bahwa air tersebut tidak membahayakan kesehatan si
peminum. Bila dalam sumber air ditemukan bakteri Coliform maka hal ini
merupakan

indikasi

bahwa

sumber

air

tersebut

telah

mengalami

pencemaran oleh kotoran manusia /hewan berdarah panas. (Unus


S,1996). Air untuk minum idealnya tidak mengandung bakteri patogen.
Kelompok Coliform merupakan mikroorganisme yang paling umum
digunakan sebagai indikator bakteriologi kualitas air. Bakteri Escherichia
coli (yang terdapat dalam tinja) merupakan bagian dari kelompok
Coliform total yang mampu membentuk gas dalam waktu 24 jam pada
suhu 44,50C. Sedangkan kelompok Coliform total mampu membentuk gas

dalam waktu 48 jam pada suhu 350C (Ditjen PPM &PLP, 1996). Dalam air
bersih yang distribusinya melalui perpipaan total coliform tidak boleh
melebihi 10 per 100 ml sampel, untuk air yang distribusinya tidak melalui
perpipaan tidak boleh melebihi 50 per 100 ml sampel. Untuk air minum
total coliform maupun fecal coli harus nol. Untuk pembuatan ramuan
tradisional dengan cara diseduh harus menggunakan air yang hangat
yang sudah mendidih (air matang). Bila air kotor, perlu mengendapkan air
sebelum dipakai. Cara paling sederhana dengan mengendapkan jelas
belum memadai dilihat dari segi kesehatan karena masih adanya
mikroorganisme. Cara yang paling banyak digunakan adalah kombinasi
secara kimia dengan menggunakan tawas dan batu kapur yang berfungsi
sebagai koagulan,sedangkan secara fisik dengan aneka ragam penyaring
kerikil, pasir dan arang yang diletakkan di dasar bawah. Kemudian lapisan
kedua diletakkan ijuk, air yang sudah jernih diberi kaporit (Untung, 1995).
3. Peralatan
Alat yang digunakan untuk merebus obat tradisional sebaiknya
panci yang dilapisi email atau periuk (kuali) dari tanah liat (Lestari
handayani,2002). Untuk keperluan pembuatan jamu gendong wadah dan
peralatan yang digunakan harus diperhatikan, yaitu : peralatan harus
dibersihkan dahulu sebelum digunakan untuk mengolah jamu gendong,
peralatan yang terbuat dari kayu (misalnya telenan, sendok/pengaduk,
dan lain-lain) atau yang terbuat dari tanah liat atau batu (misalnya layah,
ulekulek, pipisan, lumpang) harus dicuci dengan sabun. Botol yang
digunakan untuk tempat jamu yang siap dipasarkan, sebelum diisi dengan
jamu gendong harus disterilkan terlebih dahulu. Caranya, mula-mula botol
direndam dan dicuci dengan sabun, baik bagian dalam maupun luarnya.
Setelah dibilas sampai bersih dan tidak berbau, botol ditiriskan sampai
kering, selanjutnya botol direbus dengan air mendidih selama kurang
lebih 20 menit.
4. Mengolah

Sebelum

mengolah

jamu

seharusnya

cuci

tangan

dahulu,

menyiapkan bahan baku yang telah dipilih dan meletakkan ramuan di


tempat yang bersih. Ukuran yang digunakan dalam meramu biasanya
yang dikenal di masyarakat yaitu : gelas, cangkir, sendok makan, sendok
teh, genggam jari tangan, ibu jari, helai, dan lain-lain. Bobot dan takaran
disesuaikan dengan resep yang telah diketahui. Cara pembuatan ramuan
tradisional dapat digunakan dengan beberapa cara, yaitu : (1) bahan
direbus dengan air, (2) bahan ditumbuk dalam bentuk segar dan diperas
airnya, (3) bahan ditumbuk dalam bentuk kering, (4) bahan diparut
kemudian diperas, dan (5) bahan diekstrak dibuat serbuk dan diseduh
dengan air. Untuk daya tahan ramuan, ramuan tradisional yang dibuat
dengan cara merebus harus segera digunakan. Ramuan yang direbus
dapat disimpan selama 24 jam dan setelah melewati waktu tersebut
sebaiknya dibuang karena dapat tercampur kuman atau kotoran dari
udara atau lingkungan sekitarnya. Ramuan yang dibuat dengan perasan
tanpa direbus, hanya boleh disimpan selama 12 jam (Anonim,1990).
5. Higiene Perorangan
Pengetahuan hygiene perorangan penjual jamu gendong terkait
dengan perilaku pengolahan jamu gendong yang terdiri dari beberapa
aspek

antara

lain,

pemeliharaan

rambut,

pemeliharaan

kulit,

pemeliharaan tangan dan kebiasaan mencuci tangan, pemeliharaan kuku,


dan pemeliharaan kulit muka . Menurut Anwar (1987), dari seorang
pengelola makanan dan minuman yang tidak baik dapat menyebar ke
masyarakat konsumen. Pada jamu gendong yang sangat berperan adalah
pengolah jamu gendong. Seorang penjual jamu gendong mempunyai
hubungan erat dengan masyarakat konsumen.

2.5 Pengujian Mikrobiologi Pada Jamu


Pengujian mikrobiologi pada jamu gendong perlu dilakukan untuk
menjamin

keamanan

konsumen

jamu

khususnya

dalam

hal

yang

berhubungan dengan kesehatan. Pengujian mikrobiologi pada jamu

mengacu pada obat tradisioanal bentuk cairan obat dalam karena jamu
gendong belum ada standar mikrobiologi yang baku. Berdasarkan BPOM
RI No.12 tahun 2014 yang memberikan batasan dan persyaratan untuk
obat tradisional bentuk cairan obat dalam adalah : Angka Lempeng Total
tidak boleh lebih dari 104 kol/ml, Bakteri patogen negatif dan Angka
kapang tidak boleh melebihi 103 kol/ml.

2.6 Metode Perhitungan Jumlah Bakteri


1 Ada beberapa macam cara untuk menghitung jumlah sel bakteri,
antara lain dengan lempeng total cawan (plate count), hitungan
mikroskopik langsung (direct microscopic count) atau MPN (Most
Probable Number) (Fardiaz, 2000). Penetapan jumlah bakteri
dapat dilakukan dengan menghitung jumlah sel bakteri yang
mampu

membentuk

koloni

di

dalam

media

biakan

atau

membentuk suspensi dalam larutan biak (Schlegel dan Schmidt,


2000).
2.7 Angka Lempeng Total/ Total Plate Count
Metode yang digunakan dalam menghitung jumlah kuman adalah
Metode Hitungan Cawan atau Angka lempeng Total. Prinsip metode ini
adalah jika sel mikroba yang masih hidup ditumbuhkan pada medium
agar, maka sel mikroba tersebut akan berkembang biak dan membentuk
koloni yang dapat dilihat langsung dengan mata tanpa menggunakan
mikroskop.
Metode ini merupakan cara yang paling sensitif untuk menghitung
jumlah kuman dengan alasan sebagai berikut :
1. Hanya sel yang masih hidup yang dihitung
2. Beberapa jenis mikroba dapat dihitung sekaligus
3. Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikroba karena koloni
yang terbentuk mungkin berasal dari satu sel dengan penampakan
pertumbuhan spesifik.

Selain keuntungan-keuntungan tersebut, metode ini juga mempunyai


kelemahan antara lain :
1. Hasil

hitungan

sebenarnya,

tidak

karena

menunjukkan
beberapa

sel

jumlah
yang

sel

mikroba

berdekatan

yang

mungkin

membentuk satu koloni.


2. Medium dan kondisi yang berbeda mungkin menghasilkan nilai yang
berbeda.
3. Mikroba yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium
padat dan membentuk koloni kompak dan jelas, tidak menyebar.
4. Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi beberapa hari sehingga
pertumbuhan koloni dapat dihitung.
Untuk melaporkan hasil, digunakan standar yang disebut Standart
Plate Count, yang menjelaskan mengenai cara menghitung koloni. Cara
menghitung koloni tiap-tiap cawan petri sebagai berikut :
1. Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah
koloni antara 30 300.
2. Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu
kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan,
dapat dihitung sebagai satu koloni.
3. Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal
dihitung sebagai satu koloni.

BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


ALAT
1. Tabung reaksi
2. Rak tabung reaksi
3. Cawan petri
4. Erlenmeyer
5. Mikropipet
6. kapas
7. Inkubator
8. blue tip
9. bunsen
10.
kawat kasa
11.
vortex

BAHAN
1. jamu kunir asem
2. NaCl 0,9% steril
3. alkohol 70%

3.2 Prosedur Kerja ALT ( POB PM 1992 )


Adapun prosedur kerjanya adalah sebagai berikut.
3.2.1 Pengenceran Sampel
1. Disiapkan tabung reaksi sebanyak 7 yang sudah berisi NaCl 0,9%
steril, sampel jamu kunir asem, bluetip, mikropipet, korek dan
bunsen.
2. Diberi label tabung reaksi yang berisi aquadest steril 10 0, 10-1,
10-2, 10-3, 10-4, 10-5, 10-6.
3. Dipipet 1 mL sampel ke dalam tabung reaksi 10 0, divortex dan
diambil 1 mL dari tabung tersebut dipipet ke tabung reaksi 10 -1,
dan seterusnya dilakukan seperti tersebut sampai ke tabung
reaksi 10-6 dengan cara aseptis.
3.2.2 Penanaman
1. Disiapkan cawan petri sebanyak 6 buah, bluetip, mikropipet,
korek dan bunsen.
2. Dicairkan media terlebih dahulu diatas bunsen.

3. Dipipet 1 mL sampel pengenceran dari 10-1 sampai ke 10-6 ke


dalam masing-masing cawan petri.
4. Dituangkan media yang sudah cair dan dingin ke dalam masing
masing cawan petri, diputar membentuk angka 8 dan dibiarkan
sampai memadat.
5. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C.
3.2.3
1.
2.
3.

Perhitungan koloni
Dihitung jumlah koloni yang tumbuh pada media secara manual.
Dicatat hasilnya
Dihitung menurut standart plate count ( SPC ).

Anda mungkin juga menyukai