Proposal Kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL KEGIATAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

SOSIALISASI SESI 3 (KEMAMPUAN BERCAKAP-CAKAP DENGAN


ANGGOTA KELOMPOK)
DEPARTEMEN JIWA
RUANG 23 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Untuk Memenuhi Tugas
Pendidikan Profesi Departemen Jiwa

Oleh :
Kelompok 13 PSIK A
Fendy Risma Hanaf
Sasmito Utomo
Christina Hani D.K
Siti Nurhidayati

150070300011098
150070300011108
150070300011031
150070300011033

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

LEMBAR PENGESAHAN
PROPOSAL KEGIATAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)
SOSIALISASI SESI 3 (KEMAMPUAN BERCAKAP-CAKAP DENGAN
ANGGOTA KELOMPOK)
DEPARTEMEN JIWA
RUANG 23 RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
Untuk Memenuhi Tugas
Pendidikan Profesi Departemen Jiwa
Oleh :
Kelompok 13
Fendy Risma Hanaf
Sasmito Utomo
Christina Hani D.K
Siti Nurhidayati

150070300011098
150070300011108
150070300011031
150070300011033

Telah diperiksa kelengkapannya pada:


Hari

Tanggal

Dan dinyatakan memenuhi kompetensi


Pembimbing Akademik

Pembimbing Klinik

Ns. Ridhoyanti H, S.Kep, M.Kep

Wachid Abdillah, S.ST

NIP. 2010038509202001

NIP.

198005142008011013
Mengetahui,
Kepala Ruangan

Rus Yuliati, S.Kep, Ns

NIP. 196207281986032005
BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sehat emosional,

psikologis, dan social yang terlihat dari hubungan interpersonal yang


memuaskan, perilaku dan koping yang efektif, konsep diri yang positif,
dan kestabilan emosional. Gangguan jiwa adalah suatu sindrom atau
pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi
pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress atau disabilitas
(yaitu kerusakan pada satu atau lebih area fungsi yang penting) atau di
sertai

peningkatan

resiko

kematian

yang

menyakitkan,

nyeri,

disabilitas, atau sangat kehilangan kebebasan (Videbeck, 2008).


Penyebab

terjadinya

gangguan

jiwa,

Biologis:

Stresor

yang

berhubungan dengan respon neurobiologis, Lingkungan: Ambang


toleransi terhadap stres yang ditentukan secara biologis berinteraksi
dengan stresor lingkungan untuk menentukan gangguan perilaku,
Sosial budaya: Stres yang menumpuk dapat menunjang terjadinya
skizorfenia dan gangguan psikotik lain (Stuart, 2006).
Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) merupakan terapi modalitas yang
ditujukan pada kelompok klien dengan masalah yang sama, yang
dalam hal ini adalah isolasi sosial. Terapi modalitas ini merupakan
terapi yang dikembangkan pada kelompok klien yang merupakan
tanda bahwa asuhan keperawatan jiwa adalah asuhan keperawatan
spesialistik namun tetap holistik.
Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu bentuk kegiatan
terapi

psikologik

yang

dilakukan

dalam

sebuah

aktivitas

dan

diselenggarakan secara kolektif dalam rangka pencapaian penyesuaian


psikologis, perilaku dan pencapaian adaptasi optimal pasien. Dalam
kegiatan aktivitas kelompok; tujuan ditetapkan berdasarkan kebutuhan
dan masalah yang dihadapi oleh sebagian besar klien dan sedikit
banyak dapat diatasi dengan pendekatan terapi aktivitas kolektif.
Terapi aktivitas kelompok yang ditujukan untuk masalah dalam
interaksi sosial adalah Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi. Terapi

aktivitas kelompok (TAK) sosialisasi merupakan upaya memfasilitasi


kemampuan

sosialisasi

klien

dengan

masalah

hubungan

sosial.

Sehingga klien diharapkan mampu berinteraksi dan meningkatkan


aspek positif dirinya. Berbagai penelitian telah dilakukan terhadap TAK
Sosialisasi, menunjukkan bahwa TAK sosialisasi memberi dampak pada
kemampuan klien dalam bersosialisasi.

Sehingga pada proposal ini

kelompok berkeinginan mengajukan TAK sosialisasi untuk klien dengan


Isolasi Sosial sebagai terapi modalitas untuk mengurangi hambatan
interaksi sosial pada klien dengan Menarik Diri di Ruang Kenari.
1.2

Tujuan
Tujuan umum TAKsosialisasi yaitu klien dapat meningkatkan

hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap. Sementara, tujuan


khususnya adalah:
1.
2.
3.
4.

Klien mampu memperkenalkan diri


Klien mampu berkenalan dengan anggota kelompok
Klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
Klien mampu menyampaikan dan membicarakan topik

5.

percakapan
Klien mampu menyampaikan dan membicarakan masalah

6.

pribadi pada orang lain


Klien mampu bekerjasama dalam permainan sosialisasi

7.

kelompok
Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat
kegiatan TAKS yang telah dilakukan

1.3
Manfaat
1.3.1 Manfaat Bagi Klien
Sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan klien
dengan menarik diri untuk berinteraksi dengan orang lain

dalam kelompok secara bertahap


Sebagai jembatan klien untuk mendapatkan teman dalam

memulai interaksi
1.3.2 Manfaat Bagi Terapis
Sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan

jiwa secara holistik


Sebagai terapi modalitas
mengoptimalkan

Strategi

yang

dapat

dipilih

Pelaksanaan

implementasi rencana tindakan keperawatan klien


1.3.3 Manfaat Bagi Institusi Pendidikan

untuk
dalam

Sebagai informasi untuk pihak akademisi, pengelola dan


sebagai bahan kepustakaan, khususnya bagi mahasiswa
PSIK sebagai aplikasi dari pelayanan Mental Health Nurse

yang optimal pada klien dengan Isolasi Sosial.


1.3.4 Manfaat Bagi Rumah Sakit
Sebagai
masukkan
dalam
implementasi

asuhan

keperawatan yang holistik pada pasien dengan isolasi


sosial

pada

khususnya,

sehingga

diharapkan

keberhasilan terapi lebih optimal dan waktu rawat lebih


singkat.

BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Isolasi Sosial
2.1.1 Defnisi
Manusia adalah makhluk sosial. Untuk mencapai kepuasan
dalam kehidupan harus membina hubungan interpersonal yang
positif. Bila dalam hubungan interpersonal yang dimiliki individu
kurang maka seseorang akan menarik dirinya dari lingkungan
sekitar (Stuart dan Sundeen, 1998). Menarik diri adalah suatu
keadaan

pasien

yang

mengalami

ketidakmampuan

untuk

mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan


disekitarnya secara wajar dan hidup pada khayalan sendiri yang
tidak realistik. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering
melakukan kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri,
dimana pasien melakukan usaha untuk melindungi diri sehingga ia
jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien menarik diri juga
melakukan pembatasan (isolasi diri), termasuk juga kehidupan
emosionalnya, semakin sering pasien menarik diri, semakin banyak
kesulitan yang dialami dalam mengembangkan hubungan sosial
dan emosional dengan orang lain (Nasution, 2004).
2.1.2 Karakteristik
Karakteristik pada klien dengan menarik diri adalah sikap
yang diperlihatkan kurang sopan, apatis, ekspresi wajah kurang
berseri,

afek

tumpul,

tidak

merawat

dan

memperhatikan

kebersihan diri, komunikasi verbal menurun atau tidak ada,


mengisolasi

diri,

kurang

sadar

dengan

lingkungan

sekitar,

pemasukan makan dan minuman terganggu, aktivitas menurun,


kurang

energik

(tenaga),

harga

diri

rendah,

dan

menolak

berhubungan dengan orang lain.


Menurut buku panduan diagnosa keperawatan NANDA (2005),
isolasi sosial memiliki batasan karakteristik meliputi:
Obyektif

a. Tidak ada dukungan dari orang yang penting (keluarga,


teman, kelompok).
b. Perilaku bermusuhan.
c. Menarik diri.
d. Tidak komunikatif.
e. Menunjukkan perilaku tidak diterima oleh kelompok kultural
dominan.
f.

Mencari kesendirian atau merasa diakui didalam sub kultur.

g. Senang dengan pikirannya sendiri.


h. Kontak mata tidak ada.
i.

Aktivitas tidak sesuai dengan umur perkembangan.

j.

Keterbatasan

fisik,

mental,atau

perubahan

keadaan

sejahtera.
k. Sedih, efek tumpul.
Subyektif
a. Mengekpresikan perasaan kesendirian.
b. Mengekpresikan perasaan penolakan.
c. Minat tidak sesuai dengan umur perkembangan.
d. Tujuan hidup tidak ada atau tidak adekuat.
e. Tidak mampu memenuhi harapan orang lain.
f.

Ekspresi

permintaan

tidak

sesuai

dengan

umur

perkembangan.
g. Perubahan penampilan fisik.
h. Tidak merasa aman dimasyarakat.
2.1.3 Proses Keperawatan
Pengkajian meliputi faktor predisposisi, faktor presipitasi,
penilaian terhadap kecemasan, sumber koping dan mekanisme
koping. Pengkajian meliputi:
a) Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi merupakan sifat dasar dan faktor resiko yang
akan mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dibangkitkan
oleh individu dalam menghadapi stresor. Faktor-faktor tersebut
dibagi dalam 3 aspek yaitu biologis, psikologis dan sosial

budaya. Berikut penjabaran masing-masing aspek tersebut


meliputi:
Biologis
Faktor biologis merupakan salah satu faktor pendukung
terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Organ tubuh
yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan
sosial adalah otak. Misalnya pada klien skizofrenia yang
mengalami masalah dalam hubungan sosial, memiliki struktur
yang abnormal pada otak serta perubahan ukuran dan bentuk

sel-sel dalam limbik dan daerah kortikal (Fitria, 2009).


Psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji adalah Riwayat tahap
tumbuh kembang klien. Pada setiap tahap tumbuh kembang
individu terdapat tugas perkembangan yang harus dipenuhi
agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas
perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat
fase

perkembangan

sosial

yang

nantinya

akan

dapat

menimbulkan masalah.
Tahap
Perkembangan
Masa Bayi
Masa Bermain

Tugas
Menetapkan rasa percaya
Mengembangkan otonomi dan

Masa Prasekolah

awal perilaku mandiri


Belajar menunjukkan inisiatif, rasa

Masa Sekolah

tanggung jawab dan hati nurani


Belajar berkompetisi,

Masa Praremaja

bekerjasama dan berkompromi


Menjalin hubungan intim dengan

Masa Remaja

teman sesama jenis kelamin


Menjadi intim dengan teman
lawan jenis atau bergantung pada

Masa Dewasa Muda

orang tua
Menjadi saling bergantung antara
orangtua dan teman, mencari
pasangan, menikah dan

Masa Tengah Baya

mempunyai anak.
Belajar menerima hasil kehidupan

Masa Dewasa Tua

yang sudah dilalui


Berduka karena kehilangan dan

mengembangkan perasaan
keterikatan dengan budaya
Sumber: Stuart & Sundeen (1995)
Sosial Budaya
Isolasi sosial atau menarik diri dari lingkungan sosial
merupakan suatu faktor pendukung terjadinya gangguan
dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-norma
yang salah dan dianut keluarga, dimana setiap anggota
keluarga yang tidak produktif seperti lanjut usia, berpenyakit
kronis

atau

penyandang

cacat

akan

diasingkan

dari

lingkungannya.
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial.
Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam berkomunikasi
sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan
dimana seseorang anggota keluarga menerima pesan yang
saling bertentangan dalam waktu yang bersamaan atau
ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat
untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
b) Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi merupakan penyebab langsung yang dapat
memicu munculnya isolasi sosial, dengan rentang maksimal 3
bulan sebelum masalah kesehatan muncul.
Sifat stresor
Terdiri dari 4 aspek yaitu biologis, psikologis, sosial dan
spiritual. Isolasi sosial yang bersifat biologis misalnya isolasi
sosial

yang

diakibatkan

adanya

gangguan

pada

otak,

misalnya pada klien dengan skizofrenia. Isolasi sosial yang


bersifat psikologis mungkin dapat muncul akibat adanya
gangguan pemenuhan tugas perkembangan saat ini maupun
sebelumnya. Isolasi sosial yang bersifat sosial berarti ada
keterkaitannya

dengan

hubungan

klien

dengan

teman,

keluarga, dan masyarakat lain. Misalnya pada pasien HIV yang


merasa

tidak

akan

diterima

keluarga

dan

masyarakat,

sehingga ia memilih untuk mengasingkan diri dari lingkungan.


Bersifat spritual dapat muncul pada klien yang merasa Tuhan

sedang melupakannya disaat klien mendapat masalah yang

berat (Fitria, 2009).


Asal stresor
o
Eksternal
o
Internal

: stressor sosial budaya


: stressor psikologis, yaitu stress

yang terjadi akibat kecemasan yang berkepanjangan dan


terjadi

bersamaan

dengan

keterbatasan

kemampuan

individu untuk mengatasinya. Ansietas ini dapat terjadi


akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat

atau terpenuhinya kebutuhan individu.


Waktu
Yang perlu dikaji antara lain lamanya klien mengalami

isolasi sosial dan frekwensi terjadinya isolasi sosial.


Jumlah
Pengkajian mengenai kuantitas isolasi sosial yang dialami
klien dalam satu periode.

c) Penilaian terhadap Stresor


Penilaian stresor merupakan

bagian

dari

pengkajian

keperawatan untuk mengidentifikasi tingkat stres. Komponen


dalam penilaian stresor ada lima, yaitu perilaku, sosial, kognitif,
afektif, dan fisiologis.
Perilaku
o Komunikasi verbal berkurang atau hilang sepenuhnya.
o Kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
o Penurunan aktifitas.
o Perubahan postur tubuh.
Sosial
o Menarik diri
o Menghindar
Kognitif
o Produktifitas menurun
o Bingung
o Obyektifitas menghilang
Afektif
o Rendah diri
o Apatis
Fisiologis
o
Terjadi penurunan reflek dan tidak spontan pada
o

sistem neuromuskuler.
Penurunan nafsu makan, kurangnya nutrisi, serta

retensi feses pada sistem gastrointestinal.


Terjadi retensi urine pada saluran kemih.

d) Sumber Koping
Sumber koping dapat berasal dari kemampuan personal,
aset materi, keyakinan positif, dan dukungan sosial. Kemampuan
personal merupakan suatu keterampilan yang dimiliki klien. Aset
materi dapat dilihat dari ada tidaknya modal ekonomi yang
dimiliki klien. Keyakinan positif merupakan teknik pertahanan
dan motivasi klien. Ini merupakan faktor penting yang harus
dikaji perawat yang dapat menentukan berhasil atau tdaknya
terapi yang akan diberikan. Yang terakhir adalah adanya
dukungan

sosial,

dukungan

emosional

dan

bantuan

yang

didapatkan untuk penyelesaian tugas.


e) Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang digunakan klien untuk mengatasi
stressor, baik yang berorientasi pada tugas maupun mekanisme
pertahanan ego.
Reaksi yang berorientasi pada tugas (Task Oriented Reaction).
Merupakan pemecahan masalah secara sadar yang digunakan
untuk menanggulangi ancaman stressor yang ada secara
realistis,

yaitu:

perilaku

menyerang,

menarik

diri

dan

kompromi.
Mekanisme pertahanan Ego (Ego Oriented Reaction)
Mekanisme ini digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan
secara

sadar

atau

tidak

sadar

untuk

mempertahankan

keseimbangan. Misalnya rasionalisasi, kompensasi, disosiasi,


isolasi dan lain-lain.
2.1.4 Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan

penilaian

stressor

pada

tahap

pengkajian,

didapatkan data objektif dan subjektif mengenai tanda dan gejala


yang menunjang ditegakkannya diagnosa keperawatan sehingga
diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan menarik diri
adalah Isolasi Sosial (Fitria, 2009).

2.1.5 Tindakan Keperawatan


1. Tindakan keperawatan untuk pasien
a. Tujuan:
Setelah tindakan keperawatan, pasien mampu
1) Menyadari penyebab isolasi sosial
2) Berinteraksi dengan orang lain
b. Tindakan:
1) Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial
Langkah-langkah untuk melaksanakan tindakan ini adalah
sebagai berikut:

Menanyakan

pendapat

pasien

tentang

kebiasaan berinteraksi dengan orang lain

Menanyakan apa yang menyebabkan pasien


tidak ingin berinteraksi dengan orang lain

2) Membantu pasien mengenal keuntungan berhubungan


dengan orang lain
Dilakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila
pasien memiliki banyak teman dan bergaul akrab dengan
mereka
3) Membantu pasien mengenal kerugian tidak berhubungan
dengan orang
lain
Dilakukan dengan cara:

Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya


mengurung diri dan tidak bergaul dengan orang lain

Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap


kesehatan fisik pasien

4) Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain


secara bertahap
Secara rinci tahapan melatih pasien berinteraksi sebagai
berikut:

Beri

kesempatan

pasien

mempraktekkan

cara

berinteraksi dengan orang lain yang dilakukan di


hadapan perawat

Mulai membantu pasien berinteraksi dengan satu


orang (pasien, perawat atau keluarga)

Bila

pasien

sudah

menunjukkan

kemajuan,

meningkatkan jumlah interaksi dengan dua, tiga,


empat orang dan seterusnya.

Memberi pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang


telah dilakukan oleh pasien

Mendengarkan

ekspresi

perasaan

pasien

setelah

berinteraksi dengan orang lain. Mungkin pasien akan


mengungkapkan

keberhasilan

atau

kegagalannya.

Memberi dorongan terus menerus agar pasien tetap


semangat meningkatkan interaksinya.
2. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
a. Tujuan:
Setelah tindakan keperawatan keluarga mampu merawat
pasien isolasi sosial
b. Tindakan:
Melatih Keluarga Merawat Pasien Isolasi sosial
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien
isolasi sosial di rumah meliputi:
1) Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam
merawat pasien
2) Menjelaskan tentang:

Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien

Penyebab isolasi sosial

Cara-cara merawat pasien dengan isolasi sosial, antara


lain:
-

Membina hubungan saling percaya dengan pasien


dengan cara bersikap peduli dan tidak ingkar janji

Memberikan

semangat

dan

dorongan

kepada

pasien untuk bisa melakukan kegiatan bersamasama

dengan

orang

lain

yaitu

dengan

tidak

mencela kondisi pasien dan memberikan pujian


yang wajar

Tidak membiarkan pasien sendiri di rumah

Membuat

rencana

atau

jadwal

bercakap-cakap

dengan pasien
3) Memperagakan cara merawat pasien dengan isolasi sosial
4) Membantu keluarga mempraktekkan cara merawat yang
telah dipelajari, mendiskusikan yang dihadapi
2.2
Terapi Aktivitas Kelompok
a. Defnisi kelompok
Kelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan 1
dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang
sama (stuart dan Laraia, 2001). Anggota kelompok mungkin datang
dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan
keadaannya,

seperti

agresif,

takut,

kebencian,

kompetitif,

kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik (Yolam, 1995


dalam

stuart

dan

laraia,

2001).

Semua

kondisi

ini

akan

mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok


memberi dan menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai
interaksi yang terjadi dalam kelompok.
b. Tujuan dan Fungsi Kelompok
Tujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan
dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan
maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada konstribusi dari setiap
anggota dan pimpinan dalam mencapai tujuannya.
Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan
saling

membantu

menyelesaikan

satu

masalah.

sama

lain,

Kelompok

untuk

menemukan

merupakan

cara

laboraturium

tempat untuk mencoba dan menemukan hubungan interpersonal


yang baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota
kelompok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensi nya oleh
anggota kelompok yang lain.
c. Jenis Terapi Kelompok
1. Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui
dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi
persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat

sadar diri (self-awareness), peningkatan hubungan interpersonal,


membuat perubahan, atau ketiganya.
2. kelompok terapeutik
Kelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi, penyakit
fisik krisis, tumbuh kembang, atau penyesuaian sosial, misalnya,
kelompok wanita hamil yang akan menjadi ibu, individu yang
kehilangan, dan penyakit terminal. Banyak kelompok terapeutik
yang dikembangkan menjadi self-help-group. Tujuan dari kelompok
ini adalah sebagai berikut:
a. mencegah masalah kesehatan
b. mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompok
c. mengingatkan kualitas kelompok. Antara anggota kelompok
saling membantu dalam menyelesaikan masalah.
3. Terapi Aktivitas Kelompok
Wilson dan Kneisl (1992), menyatakan bahwa TAK adalah
manual, rekreasi, dan teknik kreatif untik menfasilitasi pengalaman
seseorang serta meningkatkan respon sosial dan harga diri.
Aktivitas yang digunakan sebagai erapi didalam kelompok yaitu
membaca puisi, seni, musik, menari, dan literatur. Terapi aktivitas
kelompok dibagi menjadi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok
stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi
sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi realita, dan terpi
aktivitas kelompok sosialisasi.
Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi melatih
mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulud yang
pernah

dialami,

stimulus

dalam

diharapkan

respon

kehidupan

menjadi

klien

terhadap

adaptif.

Terapi

berbagai
aktivitas

kelompok stimulasi sensori digunakan sebagai stimulus pada


sensori klien. Terapi aktivitas kelompok orientasi realita melatih
klien mengorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien.
Terapi

aktivitas

kelompok

sosialisasi

untuk

membantu

klien

melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien.


2.3 Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) adalah upaya
memfasilitasi kemampuan sosialisasi sejumlah klien dengan masalah
hubungan sosial.
Tujuan :
Tujuan umum TAKS yaitu klien dapat meningkatkan hubungan sosial
dalam kelompok secara bertahap. Sementara tujuan khususnya adalah

1.
2.
3.
4.
5.

Klien
Klien
Klien
Klien
Klien

mampu memperkenalkan diri


mampu berkenalan dengan anggota kelompok
mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok
mampu menyampaikan dan membicarakan topic percakapan
mampu menyampaikan dan membicarakan masalah pribadi

pada orang lain


6. Klien mampu bekerja sama dalam permainan sosialisasi kelompok
7. Klien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan
TAKS yang telah dilakukan

BAB III
PELAKSANAAN TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK SOSIALISASI
3.1 AKTIVITAS DAN INDIKASI
Aktivitas

TAK sosialisasi dilakukan tujuh (7) aktivitas yang

melatih kemampuan klien dalam

meningkatkan kemampuan klien

dalam membina hubungan sosial secara bertahap dalam 7 sesi. Klien


yang mempunyai indikasi

TAK sosialisasi adalah klien dengan

gangguan sebagai berikut berikut:


1. Klien

menarik

diri

yang

telah

mulai

melakukan

interaksi

interpersonal
2. Klien kerusakan komunikasi verbal yang telah berespon sesuai
dengan stimulus
3.2 TUGAS DAN WEWENANG
1. Tugas Leader dan Co-Leader
-

Memimpin

acara;

menjelaskan

tujuan

dan

hasil

yang

diharapkan.
-

Menjelaskan peraturan dan membuat kontrak dengan klien

Memberikan motivasi kepada klien

Mengarahkan acara dalam pencapaian tujuan

Memberikan reinforcemen positif terhadap klien

2. Tugas Fasilitator
-

Ikut serta dalam kegiatan kelompok

Memastikan lingkungan dan situasi aman dan kondusif bagi


klien

Menghindarkan klien dari distraksi selama kegiatan berlangsung

Memberikan

stimulus/motivasi

pada

klien

lain

untuk

berpartisipasi aktif
-

Memberikan reinforcemen terhadap keberhasilan klien lainnya

Membantu melakukan evaluasi hasil

3. Tugas Observer
-

Mengamati dan mencatat respon klien

Mencatat jalannya aktivitas terapi

Melakukan evaluasi hasil

Melakukan

evaluasi

pada organisasi

yang

telah

dibentuk

(leader, co leader, dan fasilitator)


4. Tugas Klien
-

Mengikuti seluruh kegiatan

Berperan aktif dalam kegiatan

Mengikuti proses evaluasi

3.3 PERATURAN KEGIATAN


1. Klien diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hinggga
akhir
2. Klien tidak boleh berbicara bila belum diberi kesempatan;
perserta tidak boleh memotong pembicaraan orang lain
3. Klien dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai
dilaksanakan
4. Klien yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi :
-

Peringatan lisan

Dihukum : Menyanyi, Menari, atau Menggambar

Diharapkan berdiri dibelakang pemimpin selama lima menit

Dikeluarkan dari ruangan/kelompok

3.4 TEKNIK PELAKSANAAN


Tema

: Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Sasaran

: Pasien gangguan jiwa dengan isolasi sosial

Hari/ tanggal : Kamis, 22 Desember 2016


Waktu

: 45 menit

Tempat

: Di Ruang 23 Empati RSSA

Terapis

1. leader

: Sasmito Utomo

2. Fasilitator 1 : Fendy Risma Hanafi


3. Fasilitator 2 : Siti Nurhidayati
4. Observer
A. Tujuan

: Christina Hanik D.K

Tujuan umum TAKS yaitu klien dapat meningkatkan


hubungan sosial dalam kelompok secara bertahap

Tujuan instruksional khusus TAK Sosialisasi Sesi 3 adalah


klien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok

B. Sasaran

Kooperatif

Tidak terpasang restrain

Sehat jasmani

C. Nama Klien
1.
2.
3.
4.
D. Setting
Terapis dan klienberdiri membentuk lingkaran
E. MAP

L
K

F
K

K
C

Keterangan :
L : Leader
O : Observer
F : Fasilitator
K : Klien

F. Alat

Bola

Spidol

Lembar Observasi

G. Metode
Metode yang digunakan adalah permainan lempar bola dengan
musik untuk menentukan giliran untuk melakukan perkenalan
diri, dengan menyebutkan nama, alamat asal dan hobi.
H. Langkah-Langkah Kegiatan
Persiapan :

Terapis Menyiapkan tempat dan alat untuk kegiatan TAK

Terapis mengingatkan kontrak klien TAK

Memberikan dan membantu klien memasang name tag

Orientasi :
a. Salam terapeutik

Leader mengucapkan salam terapeutik, memulai


kegiatan dengan doa

Leader memperkenalkan seluruh tim Terapis

b. Evaluasi/Validasi

Leader menanyakan perasaan klien saat ini

Leader menanyakan apakah sudah bisa berkenalan


dengan teman lainnya.

c. Kontrak

Leader menjelaskan tujuan kegiatan

Leader membuat kontrak waktu

kegiatan

TAK

selama 45 menit

Leader menjelaskan aturan main yaitu :

Setiap klien harus mengikuti kegiatan TAK dari awal


sampai akhir

Jika ada klien yang akan meninggalkan kelompok


harus minta ijin pada pemimpin TAK

d. Tahap Kerja

Leader menjelaskan dan memberikan contoh cara


bercakap-cakap dengan anggota kelompok

Leader mengarahkan fasilitator untuk membantu


setiap klien mencoba bercakap-cakap

Memulai permainan :
a. Menyiapkan
melingkar

buah

menghadap

kursi

dengan

keluar,

posisi

Menyalakan

musik menginstruksikan klien untuk berbaris


dan mengelilingi kursi-kursi tersebut.
b. Pada saat musik dimatikan, klien harus bergerak
cepat untuk menempati kursi yang disediakan, 2
dari 10 anggota kelompok yang tidak mendapat
kusi untuk diduduki mendapat giliran untuk
memperagakan cara bercakap-cakap.

c. Ulangi a dan b dengan mengurangi dua kursi


sampai semua klien mendapat giliran
d. Berikan

pujian

untuk

setiap

klien

yang

melakukan teknik menghardik halusinasi dengan


benar
Tahap Terminasi
a. Evaluasi :

Leader mengemukakan kesimpulan setelah kegiatan selesai

Leader menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK

Leader memberikan pujian atas keberhasilan kelompok

b. Rencana Tindak Lanjut :

Menganjurkan tiap klienuntuk berlatih memperkenalkan diri


pada orang lain di kehidupan sehari-hari

Memasukkan kegiatan memperkenalkan diri ke dalam jadwal


harian klien

c. Kontrak yang akan datang :

Leader mengakhiri kegiatan dengan membuat kontrak waktu


untuk pertemuan berikutnya

Leader menutup kegiatan dengan berdoa

Leader mengucapkan salam

Evaluasi Sesi 3 : TAKS


Kemampuan Bercakap-Cakap
a. Kemampuan verbal : Bertanya

No

Aspek yang dinilai

1.

Mengajukan pertanyaan

2.

yang jelas
Mengajukan pertanyaan

3.

yang ringkas
Mengajukan pertanyaan

4.

yang relevan
Mengajukan pertanyaan

Nama klien

yang spontan
Jumlah

b. Kemampuan verbal : Menjawab


No

Aspek yang dinilai

1.
2.

Menjawab secara jelas


Menjawab
secara

3.

ringkas
Menjawab

secara

4.

relevan
Menjawab

secara

Nama klien

spontan
Jumlah
c. Kemampuan non-verbal
No

Aspek yang dinilai

1.
2.
3.

Kontak mata
Duduk tegak
Mengunakan

4.

tubuh yang sesuai


Mengikuti kegiatan dari

Nama klien

bahasa

awal sampai akhir


Jumlah

Petunjuk :
1. Dibawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien.
2. Untuk setiap klien, semua aspek dinilai dengan member tanda
() jika ditemukan pada klien dan tanda (-) jika tidak ditemuka

3. Jumlahkan kemampuan yang ditemukan. Jika mendapat nilai 3


atau 4,
4. klien mampu, jika 2 klien dianggap belum mampu

Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat mengikuti
TAKS pada catatan proses keperawatan tiap klien. Misalnya, nilai
kemampuan verbal bertanya 2, kemampuan verbal menjawab 2, dan
kemampuan non verbal 2, maka catatan keperawatan adalah klien
mengikuti TAKS sesi 3, klien belum mampu bercakap-cakap secara
verbal dan non verbal. Dianjurkan latihan diulang di ruangan (buat
jadwal)

DAFTAR PUSTAKA
Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan
Pendahuluan dan strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
(LP dan SP) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat bagi
Program S1 Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
FMPKJ.

2009.

Isolasi

Sosial:

Menarik

Diri.

http://fmpkj-

samarinda.com/2009/01/isolasi-sosial-menarik-diri.html. Diakses
tanggal 12 September 2010. Pukul 18.00 WIB.
Ircham, R. 2008. Menarik Diri. http://asuhanjiwa.com/2008/09/menarikdiri.html. Diakses tanggal 11 Desember 2016 WIB.
Keliat, Budi Anna. Keperawatan Jiwa: Terapi Aktivitas Kelompok.
Jakarta: EGC
Nanda. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta: Prima Medika.
Nasution,

M.

2004.

Gangguan

Alam

Perasaan:

Menarik

Diri.

http://repository.usu.ac.id/xmlui/handle/123456789/3580.
Diakses tanggal 11 Desember 2016 WIB.
Stuart dan Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Sutrisno.

2008.

Menarik

Diri.

http://trisnoners.com/2008/02/pojok-

jiwa.html. Diakses tanggal 11 Desember 2016 WIB.


Syahbana,

A.

2009.

Laporan

Pendahuluan

Menarik

Diri.http://therizkikeperawatan.com/2009/03/laporanpendahulua
n-menarik-diri.html. Diakses tanggal 11 Desember 2016 WIB.

Anda mungkin juga menyukai