Colon in Loop Dan IVP

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 54

REFERAT RADIOLOGI

COLON IN LOOP DAN IVP

Oleh :
Angel Florence Teng
16710006

Pembimbing :
dr. Tuty Sulistyowulan, Sp.Rad

KEPANITERAAN KLINIK RADIOLOGI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SIDOARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan

rahmat,

karunia,

serta taufik

dan hidayah-Nya

penulis

dapat

menyelesaikan referat radiologi tentang Ivp dan Colon In Loop Referat ini
diajukan untuk memenuhi tugas dalam rangka menjalani kepaniteraan klinik di
Kepaniteraan Klinik Radiologi RSUD Sidoarjo.
Atas penulisan referat ini, penulis ucapkan banyak terima kasih kepada :
1. dr. Ririn Poerwandari Sp. Rad selaku Dokter pembimbing yang
telah memberikan tugas ini kepada kami.
2. Beserta teman-teman sekelompok yang selalu memberi dukungan
Penulis sangat berharap referat ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai radiologi Ivp dan Colon In Loop
sebagai penunjang diagnostik dalam dunia kedokteran. Penulis juga menyadari
sepenuhnya bahwa di dalam referat ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi
perbaikan makalah yang telah penulis buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Sidoarjo, November 2016

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan di bidang kedokteran semakin berkembang yaitu dengan
ditemukannya alat dan metode yang dapat digunakan untuk membantu
menegakkan diagnosa. Salah satunya adalah pemeriksaan secara radiologi.
Pemeriksaan secara radiologi mampu memberikan informasi secara
radiografi yang optimal dan baik dalam keadaan anatomis maupun fisiologis dari
suatu organ di dalam tubuh yang tidak dapat diraba dan dilihat oleh mata secara
langsung, serta mampu memberikan informasi mengenai kelainan-kelainan yang
mungkin dijumpai pada organ-organ yang akan diperiksa.
Pada saat ini hampir semua organ dan sistem di dalam tubuh kita dapat
diperiksa secara radiologi, bahkan setelah ditemukan media kontras yang berguna
memberikan gambaran opak pada struktur yang normal termasuk sistem vaskular,
sistem kolektivus ginjal, dan lumen sistem gastrointestinal untuk mendapatkan
informasi diagnostik lebih lanjut mengenai lesi fokal dalam tubuh.
Pemeriksaan radiologi secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu
pemeriksaan radiologi tanpa kontras dan pemeriksaan radiologi menggunakan
bahan kontras. Dalam penyusunan referat ini, penulis menyajikan dua macam
pemeriksaan radiologi menggunakan bahan kontras yaitu pemeriksaan colon in
loop dan intravena pyelografi (IVP).
Pemeriksaan colon in loop adalah pemeriksaan secara radiologi yang
menggunakan bahan kontras positif yaitu Barium sulfat dan bahan kontras negatif
yaitu udara yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui anus dengan tujuan untuk
mengvisualisasikan keadaan colon atau usus besar. Adapun teknik-teknik yang
rutin dilakukan pada pemeriksaan colon in loop yaitu dengan menggunakan
proyeksi antero-posterior, postero-anterior, lateral, obliq kanan dan kiri.
Sedangkan,

pemeriksaan

intravena

pyelografi

(IVP)

merupakan

pemeriksaan traktus urinarius (ginjal, ureter, vesika urinaria, dan urethra)


menggunakan sinar-x dengan melakukan injeksi media kontras melalui vena,
kemudian dilakukan foto dengan posisi antero-posterior supine saat menit ke 5,
15, dan 30 post injeksi, yang terakhir adalah foto post void.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MEDIA KONTRAS
A.

DEFINISI
Suatu bahan atau media yang dimasukkan ke dalam tubuh pasien
untuk

membantu

pemeriksaan

radiografi,

sehingga media

yang

dimasukkan tampak lebih radioopaque atau lebih radiolucent pada organ


tubuh yang akan diperiksa.
Bahan kontras merupakan senyawa-senyawa yang digunakan untuk
meningkatkan visualisasi (visibility) struktur-struktur internal pada
sebuah pencitraan diagnostik medik. Bahan kontras dipakai pada
pencitraan dengan sinar-X untuk meningkatkan daya attenuasi sinar-X
(bahan kontras positif) atau menurunkan daya attenuasi sinar-X (bahan
kontras negatif dengan bahan dasar udara atau gas). Selain itu bahan
kontras juga digunakan dalam pemeriksaan mri (magnetic resonance
imaging).
B.

SYARAT-SYARAT BAHAN
1. Tidak merupakan racun dalam tubuh.
2. Dalam konsentrasi yang rendah telah dapat membuat perbedaan
densitas yang cukup.
3. Mudah cara pemakaiannnya.
4. Secara ekonomi tidak mahal dan mudah diperoleh.
5. Mudah

dikeluarkan

dari

dalam

tubuh/larut

sehingga

tidak

mengganggu organ tubuh yang lain.


C. JENIS MEDIA KONTRAS
1.

Media kontras positif (opaque media)


Adalah media kontras yang mempunyai daya serap radiasi yang
lebih tinggi dari jaringan tubuh sehingga menampilkan gambar yang

2.

terang (opaque).
Media kontras negative (lucent media)

Adalah media kontras yang mempunyai daya serap radiasi lebih


rendah dari jaringan tubuh sehingga menampilkan gambaran gelap
(lucent).
D.

FUNGSI
Media kontras digunakan untuk membedakan jaringan-jaringan
yang tidak dapat terlihat dalam radiografi, serta melihat anatomi dan
fungsi dari organ atau bagian tubuh yang diperiksa.

E.

KLASIFIKASI
Media kontras dibedakan menjadi dua yakni media kontras positif
dan media kontras negatif. Bahan kontras yang dipakai pada pencitraan
dengan sinar-X untuk meningkatkan daya attenuasi sinar-X (bahan
kontras positif) yakni media kontras yang memberikan efek gambaran
opaque (putih) dalam citra radiografi, sedangkan media kontras yang
digunakan untuk menurunkan daya attenuasi sinar-X (bahan kontras
negatif) memberikan efek gambaran lucent (hitam) dalam citra radiografi.
Ada dua jenis bahan baku dasar dari bahan kontras positif yang
digunakan dalam pemeriksaan dengan sinar-X yaitu barium dan iodium.
1. Media Kontras Non Iodinated (Barium sulfat)
Bahan kontras barium sulfat, berbentuk bubuk putih yang tidak
larut. Bubuk ini dicampur dengan air dan beberapa komponen
tambahan lainnya untuk membuat campuran bahan kontras. Bahan ini
umumnya hanya digunakan pada saluran pencernaan, biasanya ditelan
atau diberikan sebagai enema. Setelah pemeriksaan, bahan ini akan
keluar dari tubuh bersama dengan feces.
2. Media Kontras Iodinated (mengandung Iodium)
Bahan kontras iodium bisa terikat pada senyawa organik (nonionik) atau sebuah senyawa ionik. Bahan-bahan ionik memiliki profil
efek samping yang lebih buruk. Senyawa-senyawa organik memiliki
efek samping yang lebih sedikit karena tidak berdisosiasi dengan
molekul-molekul komponen. Banyak dari efek samping yang
diakibatkan oleh larutan hiperosmolar yang diinjeksikan, yaitu zat-zat
5

ini membawa lebih banyak atom iodine per molekul. Semakin banyak
iodine, maka daya attenuasi sinar-X bertambah.
Media kontras yang berbasis iodium dapat larut dalam air dan
tidak berbahaya bagi tubuh. Konsentrasinya biasanya dinyatakan
dalam mg I/ml. Bahan kontras teriodinasi modern bisa digunakan
hampir disemua bagian tubuh. Kebanyakan diantaranya digunakan
secara intravenous, tapi untuk berbagai tujuan juga bisa digunakan
secara intraarterial, intrathecal (tulang belakang) dan intraabdominal.
2.2 COLON IN LOOP
A. ANATOMI COLON
Usus besar atau colon adalah sambungan dari usus halus yang
merupakan tabung berongga dengan panjang kira-kira 1,5 meter
terbentang dari caecum sampai canalis ani. Diameter usus besar lebih
besar daripada usus halus. Diameter rata-ratanya sekitar 2,5 inchi. Tetapi
makin mendekati ujungnya diameternya makin berkurang.
Usus besar dibagi menjadi caecum, appendiks vermivormis, colon
ascendens, colon transversal, colon descendens, colon sigmoideum (colon
pelvicum), rectum dan anus.
1. Caecum
Caecum merupakan kantong dengan ujung buntu yang menonjol ke
bawah pada regio iliaca kanan, di bawah junctura ileocaecalis. Appendiks
vermiformis berbentuk seperti cacing dan berasal dari sisi medial usus
besar. Panjang caecum sekitar 6 cm dan berjalan ke caudal.
2. Colon ascendens
Colon ascendens berjalan ke atas dari caecum ke permukaan inferior
lobus kanan hati, menduduki regio illiaca dan lumbalis kanan. Setelah
sampai ke hati, colon asenden membelok ke kiri, membentuk fleksura
coli dekstra (fleksura hepatika). Colon ascendens ini terletak pada regio
illiaca kanan dengan panjang sekitar 13 cm.
3. Colon transversum

Colon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari


fleksura coli dekstra sampai fleksura coli sinistra. Colon transversum
membentuk lengkungan seperti huruf U. Pada posisi berdiri, bagian
bawah U dapat turun sampai pelvis. Colon transversum, waktu mencapai
daerah limpa, membelok ke bawah membentuk fleksura coli sinistra
(fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi colon descendens.
4. Colon descendens
Colon descendens terletak pada regio illiaca kiri dengan panjang
sekitar 25 cm. Colon descendens ini berjalan ke bawah dari fleksura
lienalis sampai pinggir pelvis membentuk fleksura sigmoideum dan
berlanjut sebagai colon sigmoideum.
5. Colon sigmoideum
Colon sigmoideum mulai dari pintu atas panggul. Colon sigmoideum
merupakan lanjutan kolon desenden dan tergantung ke bawah dalam
rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Colon sigmoideum bersatu
dengan rectum di depan sakrum.
6. Rectum
Rectum menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum
merupakan lanjutan dari kolon sigmoideum dan berjalan turun di depan
caecum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar pelvis. Setelah itu
rektum berlanjut sebagai anus dalam perineum. Menurut Pearce (1999),
rektum merupakan bagian 10 cm terbawah dari usus besar, dimulai pada
colon sigmoideum dan berakhir ke dalam anus yang dijaga oleh otot
internal dan eksternal.

Keterangan :
Appendiks
Caecum
Persambungan ileosekal
Apendiks epiploika
Colon ascendens
Fleksura hepatika
Colon transversal
Fleksura lienalis
Haustra
Colon descendens
Taenia koli
Colon sigmoid
Canalis Ani
Rectum
Anus

Gambar 2.1 Usus besar/colon


B. FISIOLOGI COLON
Fungsi usus besar adalah :
1. Absorbsi air dan elektrolit
Penyerapan air dan elektrolit sebagian besar berlangsung di
separuh atas colon. Dari sekitar 1000 ml kimus yang masuk ke usus
setiap hari, hanya 100 ml cairan dan hampir tidak ada elektrolit yang
diekskresikan. Dengan mengeluarkan sekitar 90 % cairan, colon
mengubah 1000-2000 ml kimus isotonik menjadi sekitar 200-250 ml
tinja semi padat.
2. Sekresi mukus
Sekresi usus besar mengandung banyak mukus. Mukus adalah
suatu bahan yang sangat kental yang membungkus dinding usus.
Fungsinya sebagai pelindung mukosa agar tidak dicerna oleh enzimenzim yang terdapat didalam usus dan sebagai pelumas makanan
sehingga mudah lewat. Tanpa pembentukan mukus, integritas dinding
usus akan sangat terganggu, selain itu tinja akan menjadi sangat keras
tanpa efek lubrikasi dari mukus.
8

3. Menghasilkan bakteri
Bakteri usus besar melakukan banyak fungsi yaitu sintesis
vitamin K dan beberapa vitamin B. Penyiapan selulosa yang berupa
hidrat karbon di dalam tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, sayuran
hijau dan penyiapan sisa protein yang belum dicernakan merupakan
kerja bakteri guna ekskresi.
Mikroorganisme yang terdapat di colon terdiri tidak saja dari
eschericia coli dan enterobacter aerogenes tetapi juga organismeorganisme pleomorfik seperti bacteriodes fragilis. Sejumlah besar
bakteri keluar melalui tinja. Pada saat lahir colon steril, tetapi flora
bakteri usus segera tumbuh pada awal masa kehidupan.
4. Defekasi (pembuangan air besar)
Defekasi terjadi karena kontraksi peristaltik rektum. Kontraksi
ini dihasilkan sebagai respon terhadap perangsangan otot polos
longitudinal

dan

sirkuler

oleh

mienterikus dirangsang oleh saraf

pleksus

mienterikus.

Pleksus

parasimpatis yang berjalan di

segmen sakrum korda spinalis. Defekasi dapat dihambat dengan


menjaga agar sfingter eksternus tetap berkontraksi atau dibantu
dengan melemaskan

sfingter

dan mengkontraksikan

otot-otot

abdomen.
C. DEFINISI
Pemeriksaan

radiografi

dari

usus

besar

(colon)

dengan

menggunakan bahan kontras yang dimasukkan per anal. Pemeriksaan ini


termasuk barium enema dan memerlukan persiapan pasien.
D. TUJUAN
Untuk menggambarkan usus besar yang berisi media kontras,
sehingga dapat memperlihatkan anatomi dan kelainan-kelainan yang
terjadi baik pada mukosanya maupun yang terdapat pada lumen.
E. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
1. Indikasi

Pemeriksaan colon in loop diperlukan pada kasus-kasus yang


secara klinis diduga terdapat kelainan pada kolon, yaitu pasien
dengan:
Diare kronis
Hematochezia
Umum: obstipasi kronis, perubahan pola defekasi.
Indikasi menurut klinis yaitu untuk mendiagnosis penyakit
pada kolon baik itu karena kongenital, infeksi, trauma, neoplasia,
maupun metabolik, yang meliputi kolitis, neoplasma benigna
(adenoma, lipoma), neoplasma maligna (karsinoma), divertikel, polip,
invaginasi, ileus obstruksi letak rendah (misalnya volvulus), tumor
intraabdominal di luar kolon (tumor ekstralumen), dll.
2. Kontraindikasi
Pemeriksaan colon in loop tidak boleh dilakukan saat:
Perforasi
Kolitis berat dimana dinding kolon menjadi sangat tipis dan
ditakutkan dapat terjadi perforasi, necrotizing enterocolitis (NEC),
dll.
Ileus paralitik
F. PERSIAPAN PEMERIKSAAN
1. Persiapan Pasien:
48 jam sebelum pemeriksaan pasien makan makanan lunak rendah
serat
11 jam sebelum pemeriksaan minum garam inggris (Magnesium
Sulfat) (1 bungkus + gelas air putih)
8 jam sebelum pemeriksaan, pasien disarankan tidak minum untuk
menjaga kadar cairan
Seterusnya puasa sampai pemeriksaan
30 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi sulfas atrofin 0,25 1
mg/oral untuk mengurangi pembentukan lendir
15 menit sebelum pemeriksaan pasien diberi suntikan buscopan
untuk mengurangi peristaltik usus

10

Selama persiapan pasien diminta tidak banyak berbicara dan tidak


merokok supaya tidak ada gas intestinal
2. Persiapan Alat:
Pesawat sinar x yang dilengkapi fluoroskopi
Kaset dan film sesuai kebutuhan
Marker
Standart irigator dan irigator set lengkap dengan kanula dan rectal
tube
Sarung tangan
Penjepit atau klem
Spuit
Kain pembersih
Apron
Tempat mengaduk media kontras
Kantong barium disposable
3. Persiapan Bahan
Bahan kontras yang digunakan dalam pemeriksaan colon ini
menggunakan barium sulfat dan air sebagai pelarut, dengan
perbandingan antara barium sulfat yang digunakan adalah 1 : 8
dengan jumlah larutan sebanyak 800 ml. Banyaknya (ml) larutan
sangat bergantung pada panjang pendeknya kolon.

Gambar 2.2 Pemeriksaan Colon in Loop


G.CARA PEMERIKSAAN
1. Metode pemasukan media kontras
Metode kontras tunggal

11

Barium dimasukkan lewat anus sampai mengisi daerah caecum.


Pengisian diikuti dengan fluoroskopi. Untuk keperluan informasi
yang lebih jelas pasien dirotasikan ke kanan dan ke kiri serta dibuat
radiograf full filling untuk melihat keseluruhan bagian usus dengan
proyeksi antero posterior. Pasien diminta untuk buang air besar,
kemudian dibuat radiograf post evakuasi posisi antero posterior.
Metode kontras ganda

Pemasukan media kontras dengan metode satu tingkat.


Merupakan

pemeriksaan

Colon

in

Loop

dengan

menggunakan media kontras berupa campuran antara BaSO 4 dan


udara. Barium dimasukkan kira-kira mencapai fleksura lienalis
kemudian kanula diganti dengan pompa. Udara dipompakan dan
posisi pasien diubah dari posisi miring ke kiri menjadi miring ke
kanan setelah udara sampai ke fleksura lienalis. Tujuannya agar
media kontras merata di dalam usus. Setelah itu pasien
diposisikan supine dan dibuat radiograf.

Pemasukan media kontras dengan metode dua tingkat.


(1). Tahap pengisian
Pada tahap ini dilakukan pengisian larutan BaSO4 ke
dalam lumen colon, sampai mencapai pertengahan kolon
transversum. Bagian yang belum terisi dapat diisi dengan
mengubah posisi penderita.
(2). Tahap pelapisan
Dengan menunggu kurang lebih 1-2 menit agar larutan
BaSo4 mengisi mukosa colon.
(3). Tahap pengosongan
Setelah diyakini mukosa terlapisi maka larutan perlu
dibuang sebanyak yang dapat dikeluarkan kembali.
(4). Tahap pengembangan
Pada tahap ini dilakukan pemompaan udara ke lumen
kolon. Pemompaan udara tidak boleh berlebihan (18002000 ml) karena dapat menimbulkan kompikasi lain,

12

misalnya refleks vagal yang ditandai dengan wajah pucat,


pandangan gelap, bradikardi, keringat dingin dan pusing.
(5). Tahap pemotretan
Pemotretan

dilakukan

bila

seluruh

colon

telah

mengembang sempurna.

H.PROYEKSI RADIOGRAF
1. Proyeksi Antero posterior (AP)/postero inferior (PA)

Posisi pasien : pasien diposisikan supine/prone di atas meja


pemeriksaan dengan MSP (Mid Sagital Plane) tubuh berada tepat
pada garis tengah meja

pemeriksaan. Kedua tangan lurus di

samping tubuh dan kedua kaki lurus ke bawah.

Kriteria : menunjukkan seluruh colon terlihat, termasuk fleksura dan


colon sigmoid.

Gambar 2.3 Posisi pasien AP dan PA dan hasil radiograf


pada pemeriksaan Colon in Loop

2. Proyeksi Right Anterior Obliq (RAO)


Posisi pasien : posisi pasien telungkup di atas meja pemeriksaan
kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih 35- 45 terhadap meja

13

pemeriksaan. Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan kiri


menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki kanan
lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit di tekuk untuk fiksasi.
Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura hepatika kanan terlihat
sedikit superposisi bila di bandingkan dengan proyeksi PA dan
tampak juga daerah sigmoid dan colon asenden.

Gambar 2.4 Posisi pasien RAO dan hasil radiograf


pada pemeriksaan Colon in Loop
3. Proyeksi Left Anterior Obliq (LAO)

Posisi pasien : pasien ditidurkan telungkup di atas meja


pemeriksaan kemudian dirotasikan kurang lebih 35 - 45 terhadap
meja pemeriksaan. Tangan kiri di samping tubuh dan tangan di
depan tubuh berpegangan pada meja pemeriksaan, kaki kanan
ditekuk sebagai fiksasi, sedangkan kaki kiri lurus.

Kriteria : menunjukkan gambaran fleksura lienalis tampak sedikit


superposisi bila dibanding pada proyeksi PA, dan daerah colon
descendens tampak.

14

Gambar 2.5 Posisi pasien LAO dan hasil radiograf


pada pemeriksaan Colon in Loop
4. Proyeksi Left Posterior Obliq (LPO)

Posisi pasien : pasien diposisikan supine kemudian dirotasikan


kurang lebih 35 - 45 terhadap meja pemeriksaan. Tangan kiri
digunakan untuk bantalan dan tangan kanan di depan tubuh
berpegangan pada tepi meja pemeriksaan. Kaki kiri lurus sedangkan
kaki kanan ditekuk untuk fiksasi.

Gambar 2.6 Posisi pasien LPO dan hasil radiograf


pada pemeriksaan Colon in Loop

15

5. Proyeksi Right Posterior Obliq (RPO)

Posisi pasien : posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan


kemudian dirotasikan ke kanan kurang lebih 35 - 45 terhadap
meja pemeriksaan.Tangan kanan lurus di samping tubuh dan tangan
kiri menyilang di depan tubuh berpegangan pada tepi meja. Kaki
kanan lurus ke bawah dan kaki kiri sedikit ditekuk untuk fiksasi.

Kriteria : menunjukkan tampak gambaran fleksura lienalis dan


colon ascendens.

Gambar 2.7 Posisi pasien RPO dan hasil radiograf


pada pemeriksaan Colon in Loop
6. Proyeksi Lateral

Posisi pasien : pasien diposisikan lateral atau tidur miring.

Kriteria : daerah rectum dan sigmoid tampak jelas, rectosigmoid


pada pertengahan radiograf.

Gambar 2.8 Posisi pasien Lateral dan hasil radiograf


pada pemeriksaan Colon in Loop
16

7. Proyeksi Left Lateral Decubitus (LLD)

Posisi pasien : pasien diposisikan ke arah lateral atau tidur miring ke


kiri dengan bagian abdomen belakang menempel dan sejajar dengan
kaset.

Kriteria : menunjukkan bagian atas sisi lateral dari colon ascendens


naik dan bagian tengah dari colon descendens saat terisi udara.

Gambar 2.9 Posisi pasien LLD dan hasil radiograf


pada pemeriksaan Colon in Loop
8. Proyeksi Antero Posterior Aksial
Posisi pasien : posisi pasien supine di atas meja pemeriksaan. Kriteria

menunjukkan rektosigmoid di tengah film dan sedikit mengalami superposisi


dibandingkan dengan proyeksi antero posterior, tampak juga kolon
transversum.
17

Gambar 2.10 Posisi pasien AP Aksial dan hasil radiograf


pada pemeriksaan Colon in Loop
9. Proyeksi Postero Anterior Aksial

Posisi pasien : pasien tidur telungkup di atas meja pemeriksaan

Kriteria : tampak rektosigmoid ditengah film, daerah rektosigmoid


terlihat lebih sedikit mengalami superposisi dibandingkan dengan
proyeksi PA, terlihat colon transversum dan kedua fleksura.

Gambar 2.11 Posisi pasien PA Aksial dan hasil radiograf


pada pemeriksaan Colon In Loop
I. GAMBARAN RADIOLOGI COLON IN LOOP NORMAL

18

Gambar 2.12 Colon in Loop dengan Metode Kontras Ganda


J. PATOLOGI
Obstruksi usus besar biasanya disebabkan oleh:

Lumen : impaksi fekal


Dinding usus :
Neoplastik : karsinoma
Inflamasi : penyakit crohn, colitis ulseratif, penyakit divertikular
Ekstrinsik
Massa keganasan (pada kandung kemih atau pelvis)
Volvulus
Hernia

1. Kolitis Ulseratif
Suatu penyakit inflamasi pada usus besar, ditandai oleh
kerusakan mukosa difus yang disertai ulserasi. Reaksi inflamasi
terbatas pada mukosa dan submukosa. Keadaan autoimun tampaknya
merupakan faktor penyebab, namun etiologi pasti dari penyakit ini
tetap belum diketahui.
Pemeriksaan Penunjang Radiologis
Suatu film polos abdomen kadang-kadang menunjukkan
segmen yang abnormal pada usus besar, terutama jika terdapat
komplikasi megakolon toksik. Kolonoskopi lebih akurat untuk
19

menilai penyakit, namun evaluasi dengan barium enema tetap banyak


dilakukan.
Gambaran Radiologis
Kolon yang terkena, hampir selalu melibatkan rectum dan
sigmoid, memperlihatkan pengaburan batas yang pada keadaan
normalnya tampak tegas. Mukosa tampak granular disertai ulserasi
yang dangkal dan berlanjut dari rectum hingga kejauhan yang
bervariasi dari kolon proksimal, dan mungkin melibatkan seluruh
kolon (pankolitis). Hilangnya pola haustrae yang diakibatkannya
dengan perubahan fibrotik dapat menimbulkan gambaran menyerupai
tuba pada usus, disebut dengan kolon lead pipe/pipa timah atau
hose pipe/pipa karet.

Gambar 2.13 Kolitis Ulseratif


Komplikasi

Kolon :

Megakolon

toksik

suatu

film

polos

abdomen

dapat

mendemostrasikan distensi usus yang jelas dengan batas iregular,


terutama pada kolon transversa. Barium enema merupakan

kontraindikasi jika terdapat komplikasi ini.


Perforasi usus : baik pada penyakit yang parah maupun sekunder

akibat megakolon toksik.


Perdarahan : sering hebat.
Karsinoma : insidensinya meningkat terutama jika terdapat
pankolitis dan penyakit telah terjadi lebih dari 10 tahun.
20

2.

Pembentukan struktur : dapat multiple dengan tepi yang rata.


Ekstrakolon :

Sakroilitis

Arteritis

Uveitis

Kolangitis sklerosa
Crohns Disease
Suatu penyakit inflamasi kronik di saluran cerna yang sering relaps
dan penyebabnya tidak jelas, dapat mengenai seluruh bagian saluran
pencernaan, namun yang paling sering adalah usus halus dan kolon.
Pemeriksaan Penunjang dan Gambaran Radiologis
Peranan x-foto polos dalam mengevaluasi Crohns disease adalah
terbatas. Dua keunggulan utama x-foto polos adalah memastikan adanya
obstruksi usus dan mengevaluasi adanya pneumoperitoneum sebelum
dilakukannya pemeriksaan radiologis lanjutan. Melalui x-foto polos
dapat pula diketahui adanya sacroiliitis atau batu ginjal oksalat yang
mungkin terjadi pada penderita Crohns disease.
Pemeriksaan barium enema kontras ganda bermanfaat dalam
mendiagnosis penyakit inflamasi usus dan untuk membedakan antara
Crohns disease dengan kolitis ulseratif, khususnya pada tahap dini
penyakit. Pada pemeriksaan kontras ganda, Crohns disease tahap dini
ditandai dengan adanya ulkus aptosa yang tersebar, yang terlihat sebagai
bintik-bintik barium yang dikelilingi oleh edema yang radiolusen. Ulkusulkus aptosa seringkali terpisah oleh jaringan usus yang normal dan
terlihat sebagai skip lesions.
Sejalan dengan makin parahnya penyakit, ulkus-ulkus yang kecil
akan membesar, lebih dalam, dan saling berhubungan menjadi ulkusulkus yang berbentuk seperti bintang, berpinggiran tajam, atau linear.
Ulkus-ulkus ini paling sering terlihat di daerah ileum terminal
disepanjang perbatasan mesenterium. Gambaran ini patognomonik dari
Crohns disease. Sebagaimana inflamasi menembus lapisan submukosa
dan muskularis, ulkus-ulkus tersebut terpisah satu sama lain oleh edema
pada dinding usus dan pada pemeriksaan dengan kontras terlihat
gambaran pola-pola cobblestone atau nodular, yaitu pengisian kontras

21

pada lekukan ulkus yang terlihat radioopaque dikelilingi mukosa usus


yang radiolusen.

Gambar 2.14 Pemeriksaan barium enema kontras ganda pada


Crohns disease menunjukkan sejumlah ulkus aptosa

Gambar 2.15 Pemeriksaan barium enema kontras ganda pada


Crohns disease menunjukkan ulserasi, inflamasi, dan
penyempitan lumen colon

22

Kadang-kadang terjadi inflamasi transmural yang berakibat


pengecilan diameter lumen usus dan distensinya menjadi terbatas. Hal
ini tampak sebagai string sign.

Gambar 2.16 Pemeriksaan small-bowel follow-through dengan fokus pada


ileum terminalis memperlihatkan ulserasi linear, longitudinal dan
transversal yang membentuk cobblestone appearance

Gambar 2.17 Pemeriksaan small-bowel follow-through dengan fokus pada


ileum terminalis memperlihatkan beberapa penyempitan dan striktura,
yang memberikan gambaran string sign
Ulkus Aptoid dapat terdeteksi melalui pemeriksaan barium enema pada
25 50% pasien dengan Crohns disease. Secara umum, didapatkan hasil

23

negatif palsu sebanyak 18 20% kasus. Akan tetapi, barium enema


mempunyai akurasi sebesar 95% dalam membedakan antara Crohns disease
dengan kolitis ulseratif.
3. Polip Kolon
Polip kolon merupakan lesi massa terlokalisasi yang berasal
dari mukosa kolon dan menonjol ke dalam lumen. Polip ini dapat
memiliki dasar yang luas (sesile) atau bertangkai (pedunculated) dan
dapat terjadi di mana saja pada kolon. Mayoritas polip merupakan
adenoma jinak, terutama yang memiliki tangkai yang kurus dan
panjang.
Gambaran Radiologis
Sediaan usus metikulosa diperlukan karena sisa feses dan
mukus sangat mempengaruhi diagnosis yang tepat dari lesi-lesi kolon.
Pemeriksaan

dengan

barium

enema

kontras

ganda

dapat

memperlihatkan polip sebagai defek pengisian pada proyeksi daerah


yang terisi barium, atau polip dapat dibatasi oleh barium pada
proyeksi bagian yang terisi udara.

Gambar 2,18 Polip kolon bertangkai

24

Gambar 2.19 Polip sessile

Gambar 2.20 Polip sessile pada proyeksi yang berisi barium


Komplikasi
Keganasan harus selalu dipikirkan jika terdapat :

Iregularitas pada bagian dasar atau perifer

Lesi yang datar dengan dasar yang lebih luas dibandingkan tingginya

Bertumbuh pada pemeriksaan serial

Ukuran polip > 10 mm


Terapi
Polip yang kecil dapat dipotong dan diangkat saat kolonoskopi; perforasi
dan perdarahan merupakan komplikasi yang jarang dari prosedur ini; lesi yang
lebih besar membutuhkan reseksi pembedahan formal.
4. Karsinoma Kolon
Karsinoma kolon, biasanya suatu adenokarsinoma, merupakan
keganasan saluran pencernaan yang paling umum, dengan lesi yang
lebih besar pada daerah rektosigmoid. Faktor-faktor predisposisi

25

meliputi sindrom polyposis herediter, penyakit usus inflamasi kronis,


riwayat karsinoma kolon dalam keluarga, dan kemungkinan penyakit
akibat kebiasaan makan.
Pemeriksaan Penunjang Radiologis:
Sinar X dada
Film polos abdomen
Barium enema atau kolonoskopi
Urografi intravena (IVU) jika terdapat kecurigaan adanya
keterlibatan ureter
Ultrasonografi untuk mengetahui metastasis ke hati
CT/MRI untuk menentukan staging dan pemeriksaan praoperasi

Gambar 2.21 Karsinoma Colon Ascendens

Gambar 2.22 Apple Core Appearance


pada Kanker Rectosigmoid
26

Gambaran Radiologis
Barium enema dapat memperlihatkan polip yang bersifat ganas.
Gambaran untuk tumor lanjut adalah :

Karsinoma anular : secara dominan menginfiltrasi dinding usus


secara melingkar dan menyebabkan penyempitan lumen yang
ireguler, disertai deformitas bentuk apple core. Tepi yang

bergantungan menimbulkan defek berbentuk bahu.


Massa polipoid : menghasilkan defek pengisisan intralumen, paling

sering pada caecum.


Komplikasi:
Obstruksi : kadang-kadang merupakan gejala yang dikeluhkan
pasien. Film polos abdomen dapat melokalisasi ketinggian
obstruksi. Pada kasus yang tidak jelas, enema dengan kontras yang
larut air dapat menunjukkan obstruksi sebelum dilakukan
pembedahan.
Perforasi : sekunder akibat distensi usus yang disebabkan oleh
obstruksi tumor; dapat disertai peritonitis.
Pembentukan fistula : akibat infiltrasi keganasan dari struktur
didekatnya.
Diagnosis Banding:
Penyakit divertikular : biasanya pada kolon sigmoid
Penyakit Crohn : striktur dapat tunggal atau multiple
Kolitis ulseratif : striktur yang jinak atau ganas berkembang setelah

5.

terdapat keterlibatan usus dalam waktu yang lama


Ekstrinsik : infiltrasi inflamasi atau neoplastic
Radioterapi
Tuberculosis
Iskemia
Penyakit Divertikular
Penyakit divertikular merupakan kelainan umum yang ditandai

oleh hipertrofi otot polos kolon yang menyebabkan terbentuknya


penonjolan menyerupai kantung diantara serat-serat otot yang
menebal. Terdapat herniasi pada mukosa dan submukosa pada tempattempat yang lemah pada dinding usus. Sigmoid merupakan daerah
yang paling sering terkena (> 90%) namun dapat terbentuk diverticula

27

dari setiap bagian kolon. Diet rendah serat tampaknya merupakan


penyebab dari keadaan ini.
Pemeriksaan Penunjang Radiologis:

Barium enema
Ultrasonografi, CT, dan angiografi mesentrika untuk mengetahui
komplikasi
Gambaran Radiologis
Pemeriksaan barium enema akan memperlihatkan kantung
yang keluar seperti penonjolan bulat yang rata dari dinding usus.
Divertikular memiliki ukuran yang bervariasi, dari mulai hanya
terlihat hingga berupa kantung oval atau bulat berdiameter beberapa
sentimeter. Barium dapat menetap pada divertikular untuk beberapa
minggu karena tidak adanya mekanisme pengosongan. Kolon sigmoid
dapat sempit dan irregular, dan kadang-kadang penampakannya
sangat sulit dibedakan dari karsinoma.

Gambar 2.23 Penyakit Divertikular

28

Gambar 2.24 Pembentukan abses yang disebabkan oleh penyakit


divertikular
Komplikasi:

Diverticulitis : proses inflamasi yang menyebabkan serangan nyeri


abdomen dan demam.
Abses perikolik : perforasi pada diverticulum sering menyebabkan
abses perikolik terlokalisasi. Barium enema dapat menunjukkan
jalur sinus yang berasal dari sigmoid hingga ke abses.
Ultrasonografi atau CT dapat menunjukkan pengumpulan cairan

terlokalisasi, yang dapat didrainase secara perkutan.


Perforasi : perforasi bebas pada diverticulum atau abses ke dalam
rongga peritoneum dapat menyebabkan peritonitis fekal.
Pembentukan fistula : dapat disebabkan oleh abses yang rupture
atau diverticulum yang meradang ke dalam organ terdekat, yang
paling sering adalah kandung kemih (fistula vesikokolik), dengan
pneumaturia sebagai keluhan gejala. Fistula dapat mengarah ke

vagina, ureter, usus halus, kolon, atau kulit.


Perdarahan : kemungkinan akibat erosi pada arteri dinding usus

halus, sering dari diverticulum sebelah kanan.


6. Volvulus
Volvulus

29

Volvulus merupakan terpuntirnya segmen usus yang kemudian


menyebabkan obstruksi.
Torsi
Torsi menunjukkan adanya segmen yang terpuntir tanpa
disertai obstruksi.
Volvulus lambung
Rotasi pada lambung terjadi baik pada bidang vertical atau
organoaksial (dari pylorus sampai ke kardia).
Volvulus usus halus
Berbagai keadaan mesentrika dengan usus yang bergerak
memungkinkan rotasi dan puntiran yang abnormal, menyebabkan
obstruksi mekanis dengan kemungkinan terjadi gangguan vascular.
Volvulus caecal
Caecum terpuntir pada aksis panjangnya. Caecum yang
terdistensi dan terisi gas secara khas berubah posisi ke arah atas dan
ke kuadran atas kiri, dengan fossa iliaka kanan yang kosong. Kolon
distal yang sama sekali tidak terisi udara dan dilatasi caecal dapat
menimbulkan ancaman perforasi.
Volvulus sigmoid
Volvulus sigmoid terjadi ketika terdapat rotasi pada sigmoid di
sekitar aksisnya, terutama pada lingkar (loop) yang sangat panjang,
yang menyebabkan obstruksi lingkar tertutup. Obstruksi yang tidak
dibebskan dapat menyebabkan gangguan vascular, infark usus, atau
perforasi. Pasien langka dan psikistrik jangka panjang sangat rentan
terhadap keadaan ini.

30

Gambar 2.25 Birds beak


Gambaran Radiologis
Lingkar (loop) sigmoid dapat menjadi sangat melebar hingga
mengisi seluruh abdomen. Sigmoid terlihat sebagai U terbalik dengan
tiga garis yang tampak jelas, dua garis di dinding lateral dan sebuah
garis di bagian tengah yang dihasilkan oleh dua dinding dalam yang
ada di dekatnya, semua berkumpul ke dalam akar mesentrika usus
besar di pelvis. Barium enema menunjukkan adanya obstruksi
setinggi volvulus, dengan lumen usus yang semakin mengecil dan
memberikan gambaran birds beak.
Terapi
Dekompresi melalui tuba rektal melewati segmen yang
terpuntir. Angka rekuirensi yang tinggi hingga 80% sering
membutuhkan

reseksi

pembedahan

pada

lingkar

usus

yang

berlebihan.

2.3 INTRAVENA PYELOGRAFI (IVP)


A. ANATOMI DAN FISIOLOGI TRAKTUS URINARIUS

31

Traktus urinarius atau yang sering disebut dengan saluran kemih


terdiri dari sepasang ginjal, sepasang ureter, vesika urinaria dan uretra.

Gambar 2.26 Traktus Urinarius


1.

Ginjal
Ginjal merupakan sepasang organ retroperitoneum yang terletak
sepanjang batas musculus psoas dibawah diafragma dan dekat dengan
columna vertebralis. Ren dextra letaknya lebih rendah daripada ren sinistra
karena besarnya lobus hepatis dextra. Masing masing ren mempunyai
facies anterior dan posterior, margo medialis dan lateralis, extremitas
superior dan posterior. Bentuknya seperti kacang dengan sisi cekung ke
arah medial. Pada sisi ini terdapat hilus ginjal yaitu tempat strukturstruktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf dan ureter.
Berat dan besar ginjal sangat bervariasi, hal ini tergantung dari
jenis kelamin, umur, dan ada tidaknya ginjal di sisi yang lain. Ginjal
dibungkus oleh jaringan fibrous tipis. Di sebelah kranial terdapat kelenjar
anak ginjal atau adrenal/suprarenal yang berwarna kuning.
Ginjal dibatasi oleh otot-otot punggung serta tulang rusuk ke
XI dan XII pada bagian posterior. Bagian anterior oleh organ-organ
intraperitoneal. Ginjal kanan dibatasi oleh hepar, kolon, dan duodenum.
Sedangkan yang kiri oleh lien, lambung, pankreas, jejunum dan kolon.

32

Gambar 2.27 Anatomi Ginjal


Secara anatomis ginjal dibagi dua, yaitu medula dan korteks. Didalam
korteks terdapat nefron-nefron dan di medula terdapat banyak duktuli ginjal.
Nefron terdiri dari:

Badan malpighi terdiri atas glomerulus dan kapsula bowman. Fungsinya


sebagai tempat dimana terdapat alat penyaring darah.

Glomerulus adalah tempat penyaringan darah yang akan menyaring air,


garam, asam amino, glukosa, dan urea. Fungsinya menghasilkan urin
primer.

Kapsula bowman adalah semacam kantong/kapsul yang membungkus


glomerulus. Fungsi kapsula bowman adalah untuk mengumpulkan cairan
hasil penyaringan glomerulus.

Tubulus kontortus proksimal adalah tempat penyerapan kembali/reabsorpsi


urin primer yang menyerap glukosa, garam, air, dan asam amino.
Fungsinya untuk menghasilkan urin sekunder dengan kadar urea tinggi.

Lengkung henle adalah saluran berbentuk setengah lingkaran dan menjadi


penghubung antara tubulus kontortus proksimal dengan tubulus kontortus
distal. Fungsinya agar

urin tidak kembali ke tubulus kontortus

proksimal.

Tubulus kontortus distal adalah tempat untuk melepaskan zat-zat yang


tidak berguna lagi atau berlebihan ke dalam urin sekunder (disebut proses
augmentasi). Fungsinya untuk menghasilkan urin sesungguhnya.
33

Tubulus kolektivus adalah tabung sempit panjang dalam ginjal yang


menampung urin dari nefron, untuk disalurkan ke pelvis menuju kandung
kemih. Fungsinya untuk mengumpulkan urin dari beberapa tubulus
kontortus proksimal lalu dibawa ke pelvis.

Gambar 2.28 Proses Pembentukan Urin


Beberapa fungsi ginjal, yaitu: mempertahankan keseimbangan H2O
dalam tubuh, memelihara volume plasma yang sesuai sehingga sangat berperan
dalam pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri, membantu memelihara
keseimbangan asam basa pada tubuh, mengekskresikan produk-produk sisa
metabolisme tubuh dan mengekskresikan senyawa asing seperti obat-obatan.
Ginjal mendapatkan aliran darah dari arteri renalis yang merupakan
cabang langsung dari aorta abdominalis, sedangkan darah vena dialirkan
melalui vena sentralis yang bermuara ke vena cava inferior. Sistem arteri ginjal
adalah end arteri yaitu yang tidak mempunyai anastomosis dengan cabangcabang dari arteri lain, sehingga apabila terjadi kerusakan pada cabang arteri
ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada daerah yang dilayaninya.

34

Gambar 2.29 Vaskularisasi Ginjal


2.

Ureter
Ureter merupakan saluran retroperitoneum yang menghubungkan ginjal

dengan vesika urinaria. Ureter berbentuk tabung kecil yang berfungi


mengalirkan urine dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Dindingnya terdiri
atas mukosa yang dilapisi oleh sel-sel transisional, otot polos sirkuler dan
longitudinal yang dapat melakukan gerakan peristaltik guna mengeluarkan
urine ke buli-buli.
Sepanjang perjalanan ureter dari pielum ke buli-buli, secara anatomis
terdapat beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif lebih sempit
daripada di tempat lain, sehingga batu atau benda-benda lain yang bersal dari
ginjal seringkali tersangkut di tempat itu. Tempat-tempat penyempitan itu
antara lain adalah : perbatasan antara pelvis renalis dan ureter ,tempat arteri
menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan pada saat ureter masuk ke bulibuli (intramural).
Untuk kepentingan radiologi dan pembedahan, ureter dibagi dua bagian
yaitu : ureter pars abdominalis, yaitu yang berada dari pelvis renalis sampai
menyilang vasa iliaka dan ureter pars pelvika, mulai dari persilangan vasa
iliaka sampai masuk ke buli-buli. Selain itu secara radiologis dibagi menjadi
tiga bagian yaitu, ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas
atas sakrum, ureter 1/3 medial mulai dari batas atas sakrum sampai batas
bawah sakrum,ureter 1/3 distal mulai batas bawah sakrum sampai masuk ke
buli-buli.

35

Gambar 2.30 Sistem Calyx, Pelvis Renalis, dan Ureter


3.

Vesika Urinaria
Vesika urinaria atau buli-buli merupakan organ otot yang berfungsi

sebagai resevoir utama traktus urinarius dan mempunyai kapasitas 350-450 ml.
Terdiri dari tiga lapis otot destrusor yang saling beranyaman. Di sebelah dalam
adalah otot longitudinal, di tengah adalah otot sirkuler dan di luar juga
merupakan otot longitudinal. Pada dasar bulu-buli kedua muara ureter dan
meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang trigonum buli-buli.
Secara anatomi bentuk buli-buli teridiri dari 3 permukaan, yaitu
permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum, dua
permukaan inferolateral, dan permukaan posterior.
Pada saat kosong, buli-buli terletak dibelakang simfisis pubis dan pada
saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat dipalpasi dan diperkusi. Bulibuli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan
menyebabkan aktivasi pusat miksi di medulla spinalis segmen sakral S2-4. Hal
ini menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli, dan
relaksasi sfingter uretra sehingga terjadi proses miksi.

36

Gambar 2.31 Anatomi Vesika Urinaria


4.

Urethra
Urethra merupakan saluran urine dan produk sistem genitalia pria.

Urethra pria terbentang sekitar 23 cm dari cerviks vesika urinaria ke meatus


dan dibagi menjadi bagian anterior dan posterior.
Bagian anterior memiliki panjang 18-25 cm. Saluran ini dimulai dari
meatus urethra, pendulans urethra dan bulbus urethra. Bagian posterior
memiliki panjang 3-6 cm. Urethra yang dikelilingi kelenjar prostat dinamakan
urethra prostatika. Bagian selanjutnya adalah urethra membranasea, yang
terpendek dari semua urethra, dan terdapat otot yang membentuk sfingter.
Sfingter ini bersifat volunter sehingga kita dapat menahan berkemih.

Gambar 2.32 Anatomi urethra


B. DEFINISI

37

Intravena Pyelografi (IVP) atau dikenal juga dengan urografi adalah


foto yang dapat menggambarkan keadaan traktus urinarius melalui bahan
kontras radioopaque yang diinjeksikan melalui vena, dimana:
1. Pada saat media kontras diinjeksikan melalui pembuluh vena pada
tangan pasien, media kontras akan mengikuti peredaran darah dan
dikumpulkan dalam traktus urinarius, sehingga traktus urinarius
menjadi berwarna putih.
2. Dengan IVP dapat melihat dan mengetahui anatomi serta fungsi ginjal,
ureter, dan vesika urinaria.
C. TUJUAN
Untuk mendapatkan gambaran radiografi dari letak anatomi dan
fisiologi serta mendeteksi kelainan patologis dari traktus urinarius.
D. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI
1. Indikasi:
Nephrolithiasis (batu ginjal)
Ureterolithiasis (batu ureter)
Vesicolithiasis (batu vesika urinaria)
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
Kelainan kongenital (duplication of ureter and renal pelvis, ectopia
kidney, horseshoe kidney, malrotasi)
Hidronefrosis
Radang atau infeksi (pyelonefritis)
Massa atau tumor
Trauma
2. Kontraindikasi:

Hipersensitifitas terhadap bahan kontras.


Adanya kelainan kombinasi renal dan hepar.
Oligouria.
Kadar serum kreatinin (SK) lebih tinggi daripada 2,5 3 mg/100
mL.
38

IDDM dengan insufisiensi renal (SK > 1,5 mg/ 100 mL).
E. PERSIAPAN PEMERIKSAAN
1. Persiapan Pasien:
Sehari sebelum pemeriksaan, pasien diminta untuk makan
makanan lunak tanpa serat (contoh : bubur), agar makanan tersebut
mudah dicerna oleh usus sehingga feses tidak keras
Makan terakhir pukul 19.00 (malam sebelum pemeriksaan) supaya
tidak ada lagi sisa makanan di usus, selanjutnya puasa sampai
pemeriksaan berakhir
Malam hari pukul 21.00 pasien diminta minum garam inggris
(Magnesium Sulfat) (1 bungkus + gelas air putih)
8 jam sebelum pemeriksaan, pasien disarankan tidak minum untuk
menjaga kadar cairan
Selama persiapan pasien diminta tidak banyak berbicara dan tidak
merokok supaya tidak ada gas intestinal
Tujuan dilakukan hal-hal tersebut untuk membersihkan usus dari
udara dan feses yang dapat mengganggu visualisasi dari foto IVP
atau menutupi gambaran ginjal dan saluran-salurannya.
Namun banyak pula variasi pendekatan yang berguna, terutama
pada pasien-pasien dengan kebutuhan hidrasi yang cukup. Contohnya
pada pasien gagal ginjal, diabetes mellitus, serta pada pasien dengan
keadaan

kritis

(termasuk

neonatus),

persiapan

dilakukan

menyesuaikan kebutuhan pasien dan menghindari dehidrasi.

39

Gambar 2.33 Foto IVP dengan persiapan pasien yang baik (tidak
tampak visualisasi udara dan sisa makanan/faeces)

Gambar 2.34 Foto IVP dengan persiapan pasien yang kurang baik
(tampak visualisasi udara dan sisa makanan/faeces)
2. Persiapan Alat:
Spuit 1 cc (untuk skin test)
Spuit 3 cc (untuk persiapan obat emergency)
Spuit 50 cc (untuk bahan kontras)
Wings needle
Kapas alkohol
Tourniquet
Plester
Marker R/L dan marker waktu
Media kontras
Obat-obatan emergency (antisipasi alergi media kontras)
Baju pasien

40

Gambar 2.35 Pemeriksaan Intravena Pyelografi (IVP)


3. Persiapan Bahan
Bahan kontras yang digunakan dalam pemeriksaan IVP adalah
berbahan iodium, dimana jumlahnya disesuaikan dengan berat badan
pasien, yakni 1-2 cc/kg berat badan.
F. CARA PEMERIKSAAN
1. Lakukan foto plain BNO (Buik Nier Overzicht)
2. Jika persiapan pasien baik/bersih, suntikkan media kontras melalui
intravena 1 cc saja, diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergi
3. Jika tidak ada reaksi alergi, penyuntikkan dapat dilanjutkan secara
perlahan dan menginstruksikan pasien untuk tarik nafas dalam lalu
keluarkan dari mulut guna meminimalkan rasa mual yang mungkin
4.
5.
6.
7.

dirasa pasien
Lakukan foto 5 menit post injeksi (posisi supine)
Lakukan foto 15 menit post injeksi (posisi supine)
Lakukan foto 30 menit post injeksi (posisi supine)
Pasien diminta untuk turun dari meja pemeriksaan untuk buang air
kecil (mengosongkan vesika urinaria dari media kontras), kemudian
difoto lagi post miksi (posisi supine)

41

8. Foto kontras IVP bisa saja dibuat sampai interval waktu berjam-jam
jika kontras belum turun
G.TUJUAN PEMBUATAN FOTO PLAIN BNO
1. Untuk menilai persiapan yang dilakukan pasien
2. Untuk melihat keadaan rongga abdomen khususnya traktus urinarius
secara umum
3. Untuk menentukan faktor eksposisi yang tepat untuk pemotretan
berikutnya sehingga tidak terjadi pengulangan foto
H.ALUR PERJALANAN BAHAN KONTRAS
Bahan kontras yang disuntikkan melalui vena fossa cubiti akan
mengalir ke vena kapiler, vena subklavia, kemudian ke vena cava
superior. Selanjutnya, akan masuk ke atrium kanan jantung, kemudian ke
ventrikel kanan dan mengalir ke arteri pulmonalis. Kemudian mengalir ke
vena pulmonalis menuju atrium kiri kemudian ke ventrikel kiri dan
mengalir ke aorta, terus menuju aorta desendens kemudian kedalam aorta
abdominalis dan masuk ke arteri renalis dan mulai memasuki korteks
ginjal.

42

Gambar 2.36 A. Foto BNO; B. 1 menit post injeksi; C. 5 menit post


injeksi; D. 15 menit post injeksi; E. 30 menit post injeksi;
F. menit post injeksi; G. Post miksi
I. GAMBARAN RADIOLOGI DAN PENILAIAN
Foto BNO : menilai persiapan pasien (tidak tampak visualisasi udara
dan sisa makanan/feses)
5 menit pertama: menilai fungsi sekresi dan eksresi ginjal. Fungsi
sekresi dikatakan baik apabila tampak kontur ginjal dengan jelas
karena nefron-nefron ginjal terisi kontras dengan baik. Fungsi ekskresi
dikatakan baik apabila kontras telah mengisi sistem pelvicalyces.
15 menit: menilai drainase ureter, apakah kedua ureter telah terisi
kontras dan sebagian vesika urinaria juga terisi kontras. Kmeudian
juga dinilai bentuk calyx apakah ada pelebaran, normalnya berbentuk
cupping.

43

Gambar 2.37 Fase Nefrogram

Gambar 2.38 Fase Ureter


30 menit: menilai vesika urinaria, seluruh vesika urinaria terisi kontras
dan dinilai apakah ada :
1. Filling defect: untuk menilai apakah ada vesika urinaria yang tidak
terisi oleh kontras untuk menilai apakah ada massa di buli-buli.
2. Additional shadow: kelainan organ yang menyebabkan permukaan
organ bertambah dan kontras mengisi permukaan tersebut, seperti
divertikulosis.

44

3. Indentasi: kontras mengisi seluruh vesika urinaria namun terlihat


bayangan suram yang merupakan penekanan massa di luar organ.

Gambar 2.39 Fase Vesika Urinaria


Post void (PV): menilai residu urin, normalnya residu urin minimal.

Gambar 2.40 Foto Post Miksi


J. PATOLOGI
1. Nefrolithiasis
Nefrolithiasis atau batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal
kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal, dan bahkan
bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi

45

pielum dan lebih dari dua kaliks ginjal memberikan gambaran


menyerupai tanduk rusa sehingga disebut batu Staghorn.
Secara radiologi batu dapat radioopaq atau radiolusen. Sifat
radioopaq dapat terbentuk dari berbagai jenis batu, sedangkan
radiolusen biasanya batu jenis asam urat murni.

Gambar 2.41 Batu ginjal

Gambar 2.42 Batu staghorn


2. Ureterolithiasis
Merupakan penyumbatan saluran ureter oleh batu karena
pengendapan garam urat, oksalat atau kalsium. Batu tersebut dapat
terbentuk di ginjal yang kemudian dapat turun ke ureter, sehingga
apabila tidak bisa lolos ke vesika urinaria maka akan menimbulkan
kolik, bahkan obstruksi kronis berupa hidroureter atau hidronefrosis.

46

Apabila batu radioopaq maka akan terlihat gambaran batu opaque di


ureter, sedangkan apabila radiolusen akan terlihat penyempitan ureter,
sumbatan ureter, gambaran ureter yang melebar, atau bahkan tidak
adanya gambaran ureter karena tidak adanya fungsi ginjal.

Gambar 2.43 Batu ureter


3. Vesikolithiasis
Sering terjadi pada pasien dengan gangguan miksi. Dapat
terjadi karena pemakaian kateter dalam waktu lama, atau adanya benda
asing yang secara tidak sengaja masuk ke dalam buli-buli adalah inti
dari terbentuknya batu. Dapat pula berasal dari batu ginjal atau ureter
yang turun. Ciri khasnya adalah batu yang terbentuk dapat bertumpuk
atau berlapis.

Gambar 2.44 Batu buli-buli


47

4. Benign Prostat Hyperplasia (BPH)


Hiperplasia prostat benigna adalah perbesaran atau hipertrofi
prostat, kelenjar prostat membesar, memanjang kearah depan kedalam
kandung

kemih

dan

menyumbat

aliran

keluar

urine

dapat

mengakibatkan hidronefrosis dan hidroureter. Menurut Syamsu


Hidayat dan Wim De Jong tahun 1998 etiologi dari BPH adalah:
Adanya hiperplasia periuretral yang disebabkan karena perubahan
keseimbangan

testosteron

dan

estrogen

oleh

karena

ketidakseimbangan endokrin.
Faktor umur / usia lanjut.
Unknown / tidak diketahui secara pasti.
Prostat terletak disebelah inferior buli-buli membungkus uretra
posterior. Bentuk seperti biji kenari dan berat normalnya sekitar 20
gram. McNeal (1978) membagi prostat dalam beberapa zona, antara
lain zona perifer, zona central, zona transisional, zona fibromusculer
anterior, dan zona periuretra. Bila mengalami pembesaran maka akan
membuat buntu uretra pars prostatika dan menghambat keluarnya
urine. Sebagian besar hyperplasia prostat terdapat pada zona
transisional, sedangkan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.

Gambar 2.45 Benign Prostat Hyperplasia (BPH)


5. Hydronephrosis
48

Hidronefrosis adalah dilatasi pelvis ginjal dan kaliks ginjal


pada salah satu atau kedua ginjal akibat adanya obstruksi. Obstruksi
pada aliran normal urine menyebabkan urine mengalir balik, sehingga
tekanan diginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau
kandung kemih, tekanan balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi
jika obstruksi terjadi disalah satu ureter akibat adanya batu atau
kekakuan, maka hanya satu ginjal saja yang rusak
Hidronefrosis biasanya disebabkan oleh sumbatan pada
sambungan

ureteropelvik.

Selain

itu,

hidronefrosis

juga

bisa

disebabkan beberapa faktor, seperti:

Masuknya ureter ke dalam pelvis renalis yang terlalu tinggi

Adanya batu dalam pelvis renalis

Lilitan pada sambungan ureteropelvik yang disebabkan bergesernya


ginjal ke bawah

Penekanan pada ureter oleh tumor, jaringan fibrosa, arteri atau vena
yang letaknya abnormal.

Kelainan pada otot atau saraf di kandung kemih atau ureter.

Hidronefrosis

selama

kehamilan

terkadang

disebabkan

oleh

pembesaran rahim menekan ureter. Kondisinya akan memburuk bila


terjadi perubahan hormonal karena mengurangi kontraksi ureter yang
normalnya mengalirkan urin ke kandung kemih. Hidronefrosis akan
berakhir bila kehamilan berakhir, meskipun sesudahnya pelvis
renalis dan ureter mungkin tetap agak melebar.

49

Gambar 2.46 Hidronefrosis

Gambar 2.47 Grading hidronefrosis


Ada 4 grade hidronefrosis, yaitu:
Hidronefrosis derajat 1. Calyces berbentuk blunting (tumpul)
Hidronefrosis derajat 2. Calyces berbentuk flattening (mendatar)
Hidronefrosis derajat 3. Calyces berbentuk clubbing (menonjol)
Hidronefrosis derajat 4. Calyces berbentuk ballooning
(menggembung)

50

Gambar 2.48 Hidronefrosis Grade I

Gambar 2.49 Hidronefrosis Grade II

51

Gambar 2.50 Hidronefrosis Grade III

Gambar 2.51 Hidronefrosis Grade IV

52

BAB 3
KESIMPULAN
Pemeriksaan radiologi dengan menggunakan bahan kontras ada beberapa
macam, dua diantaranya yaitu pemeriksaan colon in loop dan intravena pyelografi
(IVP).
Syarat bahan kontras yang dapat digunakan yaitu tidak merupakan racun
dalam tubuh, dalam konsentrasi yang rendah telah dapat membuat perbedaan
densitas yang cukup, dan mudah dikeluarkan dari dalam tubuh/larut sehingga
tidak mengganggu organ tubuh yang lain.
Pemeriksaan colon in loop adalah pemeriksaan secara radiologi yang
menggunakan bahan kontras positif (Barium sulfat) dan negatif (udara) yang
dimasukkan ke dalam tubuh melalui anus untuk dapat mengvisualisasikan
keadaan colon atau usus besar. Adapun teknik-teknik yang rutin dilakukan yaitu
menggunakan proyeksi AP, PA, lateral, obliq kanan dan kiri.
Pemeriksaan colon in loop diperlukan pada kasus-kasus yang secara klinis
diduga terdapat kelainan pada kolon yang disebabkan kongenital, infeksi, trauma,
neoplasia, maupun metabolik, dengan gejala diare kronis, hematochezia, obstipasi
kronis, dan perubahan pola defekasi. Namun, tidak boleh dilakukan saat
didapatkan perforasi, kolitis berat dimana dinding kolon menjadi sangat tipis, dan
ileus paralitik.
Sedangkan,

pemeriksaan

intravena

pyelografi

(IVP)

merupakan

pemeriksaan traktus urinarius (ginjal, ureter, vesika urinaria, dan urethra)


menggunakan sinar-x dengan melakukan injeksi media kontras (iodium) melalui
vena, kemudian dilakukan foto dengan posisi antero-posterior supine saat menit
ke 5, 15, dan 30 post injeksi, yang terakhir adalah foto post void.
Pemeriksaan IVP dilakukan untuk melihat adanya nephrolithiasis,
ureterolithiasis,vesicolithiasis, Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), kelainan
kongenital, hidronefrosis, radang atau infeksi (pyelonefritis), massa atau tumor,
dan trauma. Apabila didapatkan alergi terhadap media kontras dan atau kadar
BUN (Blood Urea Nitrogen) dan kreatinin meningkat maka pemeriksaan IVP
tidak boleh dilakukan.

53

DAFTAR PUSTAKA
1. Snell RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran, Bagian ke-2,
Edisi ke-3. 1998. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran
2. Sloane, Ethel. Anatomi dan Fisiologi. 2004. Jakarta: EGC Penerbit Buku
Kedokteran
3. Patel, PradipR. Lecture Notes Radiologi. 2005. Jakarta: Penerbit Erlangga
4. Malueka, Rusdy G. Radiologi Diagnostik. 2007. Yogyakarta: Pustaka
Cendekia Press Yogyakarta
5. Peter Corr. Mengenali Pola Foto-Foto Diagnostik. 2004. Jakarta: EGC
Penerbit Buku Kedokteran
6. Sjahriar R, SukontoK, Iwan E. Radiologi Diagnostik. 1992. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI
7. Bontrager. Text Book of Radiographic Positioning and Related Anatomy,
Edisi ke-5. 2001. Amerika: Mosby Inc, St. Louis
8. Lee Jr FT, Thornbury JR. The Urinary Tract. Dalam: Juhl JH, Crummy
AB, Kuhlman JE.Essentials of Radiologic imaging,7th Ed. LippincottRaven Publishers; 24
9. Mark HS. Buku Ajar Diagnostik Fisik. 1995. Jakarta: EGC Penerbit Buku
Kedokteran

54

Anda mungkin juga menyukai