Makalah Bully

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

makalah bully

A. Latar Belakang Masalah


Sekarang ini berbagai macam masalah tengah melanda dunia
pendidikan

di

Indonesia.

Salah

satunya

adalah

kekerasan

atau bullying baik oleh guru terhadap siswa maupun siswa dengan siswa
lainnya. Bentuk kekerasan ini bukan hanya dalam bentuk fisik saja tetapi
juga secara psikologis. Kekerasan dapat terjadi di mana saja, termasuk di
sekolah,

tempat

bermain,

di

rumah,

di

jalan,

dan

di

tempat

hiburan. Bullying seolah-olah sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan


dari kehidupan anak-anak di zaman sekarang ini. Maraknya aksi
kekerasan atau bullying yang dilakukan oleh siswa di sekolah semakin
banyak menghiasi deretan berita di halaman media cetak maupun
elektronik.
Misalnya kekerasan di sekolah ibarat fenomena gunung es yang
nampak ke permukaan hanya bagian kecilnya saja. Masalah itu akan terus
berulang, jika tidak ditangani secara tepat dan berkesinambungan dari
akar persoalannya. Perlu dipikirkan mengenai resiko yang dihadapi anak,
dan selanjutnya dapat dicarikan jalan keluar untuk memutus rantai
kekerasan

yang

saling

berkelit-berkelindan

tanpa

habis-habisnya.

Tentunya, berbagai pihak bertanggung jawab atas kelangsungan hidup


anak, karena anak-anak juga memiliki hak yang harus dipenuhi oleh
negara, orang tua, guru, dan masyarakat. Diperlukan komitmen bersama
dan langkah nyata untuk mecegah kekerasan (bullying) di sekolah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa penyebab terjadinya bullying di sekolah?
2. Apa dampak yang dialami korban bullying di sekolah?
3. Bagaimana PAI mengambil peran dalam penanggulangan bullying di
sekolah?
C. Pembahasan
1. Penyebab Terjadinya Bullying di Sekolah
a. Pengertian bullying

Secara harfiah, kata bully berarti menggertak dan mengganggu orang


yang lebih lemah. Istilah bullying kemudian digunakan untuk menunjuk
perilaku agresif seseorang atau sekelompok orang yang dilakukan secara
berulang-ulang terhadap orang atau sekelompok orang lain yang lebih
lemah untuk menyakiti korban secara fisik maupun mental. Menurut Ken
Rigby bullying merupakan sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini
diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita, Aksi ini
dilakukan secara Iangsung oleh seseorang atau kelompok yang Iebih kuat,
tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan
perasaan senang.[1] Bullying juga bisa diartikan dengan sebuah situasi
dimana terjadi sebuah penyalahgunaan kekuasaan/kekuatan. Kekuatan
disini tidak hanya secara fisik, tapi juga mental.[2]
Olweus

mengartikan bullying sebagai

suatu

perilaku

agresif

yang

diniatkan untuk menjahati atau membuat individu merasa kesusahan,


terjadi berulang kali dari waktu ke waktu dan berlangsung dalam suatu
hubungan yang tidak terdapat keseimbangan kekuasaan atau kekuatan di
dalamnya. Hergert mendefinisikan bullying dengan aggresi secara bebas
atau perilaku melukai secara penuh kepada orang lain yang dilakukan
secara berulang dari waktu ke waktu.
Bullying dapat dilakukan secara fisik (menampar, menimpuk, menjegal,
memalak, melempar dengan barang, dan sebagainya), verbal ( menghina,
memaki,

menjuluki,

meneriaki,

mempermalukan

di

depan

umum,

menyoraki, menebar gosip, memfitnah dan sebagainya), dan psikologis


(memandang

sinis,

mengancam,

mempermalukan,

mengucilkan,

mencibir, mendiamkan, dan sebagainya).[3]


Bentuk bullying

bermacam-macam.

kasus bullying jarang

yang

berbentuk

Sebenarnya

di

antara

kasus-

kekerasan

fisik

atau

berupa

kekerasan mental yang berat. Bullying lebih sering berupa gangguan yang
ditujukan secara individu dalam bentuk gangguan-gangguan ringan dan
komentar-komentar yang tidak berbahaya. Namun demikian, karena
gangguan bersifat konstan dan tidak menunjukkan belas kasihan, maka
menjadi

serangan

yang

agresif

Faktor

umum

dalam

semua

insiden bullying adalah

adanya

intensi

dari

pengganggu

untuk

meremehkan dan merendahkan orang lain.


b.

Pelaku Bullying
Pelaku bullying umumnya

temperamental.

Mereka

melakukan bullying terhadap orang lain sebagai pelampiasan kekesalan


dan kekecewaannya. Ada kalanya karena mereka merasa tidak punya
teman,

sehingga

ia

menciptakan

situasi bullying supaya

memiliki

pengikut dan kelompok sendiri. Bisa jadi mereka takut menjadi


korban bullying,

sehingga

lebih

dulu

mengambil

inisiatif

sebagai

pelaku bullying untuk keamanan dirinya sendiri.


Pelaku bullying kemungkinan besar juga sekadar mengulangi apa yang
pernah ia lihat dan alami sendiri. Ia menganiaya anak lain karena mungkin
ia sendiri dianiaya orang tuanya di rumah. Ia juga mungkin pernah
ditindas dan dianiaya anak lain yang Iebih kuat darinya di masa Ialu.
Aksi bullying yang paling sering terlihat dan dianggap sebagai suatu
tradisi adalah ketika Masa Orientasi Siswa (MOS). Ketika MOS, umumnya
kakak-kakak kelas selalu memberi pembenaran bagi sikap-sikapnya yang
sudah masuk kategori sebagai pelaku bullying untuk menindas adik
kelasnya yang lebih muda atau lebih lemah.[4]
c.

Faktor yang Mempengaruhi Bullying


Maraknya beberapa kasus bullying, antara Iain dipicu oleh belum
adanya kesamaan persepsi antara pihak sekolah, orang tua maupun
masyarakat

dalam

melihat

pentingnya

permasalahan bullying serta

penanganannya. Ditambah Iagi dengan belum adanya kebijakan secara


menyeluruh

dari

pihak

pemerintah

dalam

rangka

menanganinya.

Beberapa remaja nebderita apa yang disebut dengan conduct disorders,


yaitu suatu gangguan yang melibatkan adanya pola perilaku agresi,
argumentatif, menindas pihak yang lebih lemh secara fisik (bully),
ketidakpatuhan, iritabilitas, tindakan mengancam yang tinggi.[5]
Sekolah yang mudah terdapat kasus bullying pada umumnya berada
dalam situasi sebagai berikut:
1) Sekolah dengan ciri perilaku diskriminatif di kalangan guru dan siswa
2) Kurangnya pengawasan dan bimbingan etika dari para guru dan satpam

3) Sekolah dengan kesenjangan besar antara siswa kaya dan miskin.


4)

Adanya kedisiplinan yang sangat kaku atau yang terlalu lemah.

5) Bimbingan yang tidak layak dan peraturan yang tidak konsisten.


Kejadian di atas mencerminkan bahwa bullying adalah masalah penting
yang dapat terjadi di setiap sekolah jika tidak terjadi hubungan sosial
yang akrab oleh sekolah terhadap komunitasnya, yakni murid, staf,
masyarakat sekitar, dan orang tua murid.
2.

Dampak Bullying
Dalam jangka pendek, bullying dapat menimbulkan perasaan tidak
aman, terisolasi, perasaan harga diri yang rendah, depresi atau menderita
stress yang dapat berakhir dengan bunuh diri. Dalam jangka panjang,
korban bullying dapat menderita masalah emosional dan perilaku.
Efek jangka panjang bullying bisa jadi tidak disadari baik oleh pelaku,
korban, maupun guru dan orangtua. Karena dampaknya lebih bersifat
psikis dan emosi yang tidak terlihat dan prosesnya sangat perlahan,
berlangsung lama dan tidak langsung muncul saat itu juga. Kekerasan
terhadap siswa yang dilakukan guru di sekolah berdampak pada hilangnya
motivasi belajar dan kesulitan dalam memahami pelajaran, sehingga
umumnya prestasi belajar mereka juga rendah. Kekerasan guru terhadap
siswa

juga

menyebabkan

siswa

benci

dan

takut

pada

guru . Bullying memiliki dampak fisik dan psikhologis. Dampak fisik


seperti: sakit kepala, sakit dada, luka memar, luka tergores benda tajam,
dan

sakit

fisik

lainnya.

Pada

akibatbullying mengakibatkan

beberapa

kematian.

kasus,

dampak

Sedangkan

fisik

dampak

psikhologis bullying antara lain: menurunnya kesejahteraan psikhologis,


semakin buruknya penyesuaian sosial, mengalami emosi negatif seperti
marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman,
terancam,

dan

cemas.

Namun

korban

merasa

tidak

berdaya

menghadapinya. Tindak kekerasan di sekolah juga berdampak pada ingin


pindahnya atau keluarnya seorang siswa dari sekolah dan sering tidak
masuk sekolah. Selain itu juga mengakibatkan perasaan rendah diri, dan
prestasi akademik terganggu.

3. Penanggulangan Bullying Perspektif Pendidikan Islam


Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah bullying:
Pertama, mengubah cara mendidik dan cara memperlakukan siswa. Diakui
atau tidak, perilaku siswa sebagiannya adalah representasi dari cara guru
dalam mendidik dan memperlakukan mereka. Jika perilaku siswa buruk
(termasuk di dalamnya tindakan bullying), maka pasti ada sesuatu yang
kurang

dari

metode

yang

digunakan

guru

dalam

terbentuknya

ahlak

mendidik

dan

memperlakukan mereka.
Pendidikan
merupakan

sebagai
tempat

tempat

terpenting

dalam

mencegah

peserta

terjadinya

didik
praktik

bullying. Dari berbagai kasus kekerasan yang banyak terjadi perlu ada
penanggulangan yang beda dari biasanya yakni penanggulangan bullying
perspektif pendidikan Islam. Pedidikan Islam sebagai usaha membina
pribadi manusia dari aspek-aspek ruhaniyyah dan jasmani juga harus
berlangsung secara bertahap olehkarena suatu kematangan yang bertitik
akhir padaoptimalisasi perkembangan dan pertumbuhan dapat tercapai
bilamana

berlangsung

proses

demi

proses

ke

arah

tujuan

akhir

perkembangan dan pertumbuhan.


Menerapkan budaya religius merupakan solusi konkrit dari pendidikan
agama Islam yang dapat diaktualisasikan dengan mudah. Budaya religius
adalah cara berfikir dan cara bertindak waga sekolah yang didasarkan
atas nilai-ninlai religius. Sedangkan religius sendiri yaitu menjalankan
ajaran agama secara menyeluruh (kaffah).[6] Dalam tataran nilai, budaya
religius dapat diwujudkan dengan adanya rela berkorban, semangat
tolong menolong (taawun), semangat persaudaraan, dan tradisi mulia
lainya. Dengan demikian nilai-nilai ajaran agama dapat terlaksanadan
dapat

dijadikan

suatu

tradisi

dalam

lembaga

pendidikan,

dengan

menjadikan agama Islam sebagai tradisidalam lembaga pendidikan, maka


secara sadar seluruh warga sekolah akan mengikuti tradisi yang telah
tertanam pada lembaga ersebut.[7]
Oleh karena itu untuk mewujudkan pendidikan anti kekerasan atau
yang sering disebut dengan anti bullying maka dapat diberlakukan
pemberdayaan

nilai-nilai

keberagamanyang

dapat

dilakukan

ddenganbeberapa

cara,

diantaranya:

kebijakan

pimpinan

sekolah,

pembelajaran dalam kelas, kegiatan ekstrakurikuler, serta tradisi warga


lembaga yang di lakukan secara kontinyu dan konsisten, sehingga tercipta
rligious

culture

dalam

lingkungan

lembaga

pendidikan,

khususnya

sekolah.
D. Simpulan
bullying sebagai suatu perilaku agresif yang diniatkan untuk menjahati
atau membuat individu merasa kesusahan, terjadi berulang kali dari
waktu ke waktu dan berlangsung dalam suatu hubungan yang tidak
terdapat keseimbangan kekuasaan atau kekuatan di dalamnya. Banyak
hal yang dapat menjadikan terjadinya hal tersebut.
Bullyingdampaknya lebih bersifat psikis dan emosi yang tidak terlihat
dan prosesnya sangat perlahan, berlangsung lama dan tidak langsung
muncul saat itu juga. Kekerasan terhadap siswa yang dilakukan guru di
sekolah berdampak pada hilangnya motivasi belajar dan kesulitan dalam
memahami pelajaran, sehingga umumnya prestasi belajar mereka juga
rendah.
Menerapkan budaya religius merupakan solusi konkrit dari pendidikan
agama Islam yang dapat diaktualisasikan dengan mudah. Budaya religius
adalah cara berfikir dan cara bertindak waga sekolah yang didasarkan
atas nilai-ninlai religius. Dengan demikian warga sekolah tersebut akan
selalu takut jika akan melakukan bullying, karena kadar imanya kuat.
E. Daftar Pustaka
Retno Astuti, Ponny. Merendam Bullying . Jakarta: Grasindo
Suryatmini, NIken. Bullying: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan
Lingkungan Sekitar Anak. PT.grasindo. Jakarta.2008
Gunarso, Singgih D. Dari Anak Sampai Usia Lanjut. BPK.Gunung Mulia.
2004
Asmaun, Sahlan. Mewujudkan budaya Religius di Sekolah, Malang:UIN
Maliki Pers. 2010

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisidan Modeernisasi Menuju


Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1996. Hlm. 17

[1][1]Ponny Retno Astuti, Merendam Bullying . Jakarta: Grasindo) hlm.3


[2]Suryatmini, NIken. Bullying: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan

Sekitar Anak. PT.grasindo. Jakarta.2008. hlm. 2


[3]Ibid
[4]Ibid. Hlm. 15
[5] Gunarso, Singgih D. Dari Anak Sampai Usia Lanjut. BPK.Gunung Mulia. 2004.
Hlm. 278
[6] Asmaun, Sahlan. Mewujudkan budaya Religius di Sekolah, Malang:UIN Maliki
Pers. 2010. Hlm 75
[7] Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisidan Modeernisasi Menuju Milenium
Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1996. Hlm. 17

Anda mungkin juga menyukai