Makalah Pengembangan Pribadi
Makalah Pengembangan Pribadi
Makalah Pengembangan Pribadi
KONSELOR
MEMAHAMI BERBAGAI ISSUE ETIC DALAM PERSPEKTIF LINTAS
BUDAYA
OLEH :
KELOMPOK VII
PEBRIANSYAH
HUSLAN
AHMAD SALAM ALFI
SUNANDAR
SITTI ASRIANI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memicu lajunya
perkembangan peradaban manusia, yang berdampak pada mobilitas penduduk,
modal, nilai dan ideologi dsb. dari suatu tempat ke tempat yang lain. Akibatnya,
tercipta suatu pemukiman dengan beragam budaya. Keragaman budaya ini pada
kondisi normal dapat menumbuhkan keharmonisan hidup, namun dalam kondisi
bermasalah dapat menimbulkan hambatan dalam berkomunikasi dan penyesuaian
antar budaya.
Adanya keragama budaya merupakan realitas hidup, yang tidak dapat
dipungkiri mempengaruhi perilaku individu dan seluruh aktivitas manusia, yang
termasuk di dalamnya adalah aktivitas konseling. Karena itu, dalam melakukan
konseling, sangat penting untuk mempertimbangkan budaya yang ada. Namun,
dalam kenyataannya, kesadaran budaya dalam praktek konseling masih sangat
kurang. Hal ini sangat berbahaya konseling yang tidak mempertimbangkan
budaya klien yang berbeda akan merugikan klien. Menurut Freire, pendidikan
yang tidak melihat budaya klien adalah pendidikan yang menindas. Kesadaran
budaya harus menjadi tujuan pendidikan, termasuk konseling yang lebih
mengena.
Dalam bidang konseling dan psikologi, pendekatan lintas budaya
dipandang sebagai kekuatan keempat setelah pendekatan psikodinamik,
behavioral dan humanistik (Paul Pedersen, 1991). Suatu masalah yang berkaitan
dan
Birman,
1994)
Konseling lintas budaya melibatkan konselor dan klien yang berasal dari
latar belakang budaya yang berbeda, dan karena itu proses konseling sangat rawan
oleh terjadinya bias-bias budaya pada pihak konselor yang mengakibatkan
konseling tidak berjalan efektif. Agar berjalan efektif, maka konselor dituntut
untuk memiliki kepekaan budaya dan melepaskan diri dari bias-bias budaya,
mengerti dan dapat mengapresiasi diversitas budaya, dan memiliki keterampilanketerampilan yang
responsive
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana pribadi konselor dan keterkaitanya dengan konseling sadar
budaya?
2. Bagaimana pemusatan pada faktor individu dan faktor lingkungan dalam
konseling?
3. Bagaimana menghindari sikap - sikap prasangka dan stereotip?
Prasangka dan streorotip budaya
Perspektif etik dan emik
Bias budaya usia,gender,ras,etnis yang menghambat konseling
4. Bagaimana peran asesment dan diagnostik dalam konseling sadar budaya?
5. Bagaimana dual dan multirelasi dalam praktek konseling?
C. Tujuan
adapun tujuan dari makalah in adalah :
1. Untuk mengetahui pribadi konselor dan keterkaitanya dengan konseling
2.
3.
4.
5.
sadar budaya
untuk mengatahui pemusatan pada faktor individu Dan faktor lingkungan
untuk mengetahui cara menghindari sikap sikap prasangka dan streotip
mengetahui peran assesment dan diagnostik dalam konseling sadar budaya
menegetahui dual dan multirelasi dalam praktek konseling
BAB II
PEMBAHASAN
dengan
dimilikinya
ketiga
kamampuan
itu,
akan
semakin
2012
Kompetensi Linyas budaya meliputi; a). Kesadaran nilai-nilai bias budaya, b).
Kesadaran konselor terhadap pandangan klien, c). Strategi intervensi yang
cocok berdasarkan kebudayaan
brown
mwnyatakan
bahwa
keberhasilan
bantuan
Konselor
merasa nyaman dengan perbedaan yang ada antara dirinya dan klien
dalam
dalam konseling
Konselor mengetahui dan memahami bahwa tekanan, ras, diskriminasi,
dan stereotipe
pekerjaannya.
Konselor
mengetahui
budaya
konseling
dibedakan,
konselor
sering
kurang
disengaja
dalam
aktivitas
klien-
konstruk
wawasan
dan
pelayanan bimbingan dan konseling. Hal itu semua menjadi tanggung jawab
para konselor dan lembaga pendidikan konselor di seluruh tanah air.
E. Dual Dan Multirelasi Dalam Praktek Konseling
1. Keterampilan dan Pengetahuan Konselor
Khusus dalam menghadapi klien yang berbeda budaya, konselor harus
memahami masalah sistem nilai. M. Holaday, M.M. Leach dan Davidson (1994)
mengemukakan bahwa konselor professional hendaknya selalu meingkatkan
pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan konseling lintas budaya, yang
meliputi hal-hal sebagai berikut.
2. Sikap Konselor
Para konselor lintas budaya yang tahu tentang kesamaan humanity
harus dapat mengidentifikasi physical sensation dan psychological states
yang dialami oleh klien. Konselor lintas budaya hendaknya dapat
melakukan tugasnya secara efektif, maka untuk itu konselor perlu
memahami bagaimana dirirnya sendiri menyadari world view-nya dan
dapat world view klien. Sikap konselor dalam melaksanakan hubungan
konseling akan menimbulkan perasaan-perasaan tertentu pada diri klien,
dan akan menentukan kualitas dan keefektifan proses konseling. Oleh
karena itu, konselor harus menghormati sikap klien, termasuk nilai-nilai
agama, kepercayaan, dan sebagainya. Sue, dkk (1992) mengemukakan
bahwa konselor dituntut untuk mengembangkan tiga dimensi kemampuan,
yaitu:
Dimensi pengetahuan
kepercayaan
tersebut
secara
halus,
tetapi
apabila
Keyakinan
Konselor harus yakin bahwa klien membicarakan martabat persamaan (hak)
dan kepribadiannya. Konselor percaya atas kata dan nilai-nilai klien. Di
samping itu juga yakin bahwa klien membutuhkan kebebasan dan memiliki
kekuatan serta kemampuan untuk mencapai tujuan.
Nilai-nilai
Konselor harus bersikap netral terhadap nilai-nilai terhadap nilai-nilainya.
Konselor tidak menggunakan standar moral dan sosial berdasarkan nilainilainya. Dalam hal ini konselor harus memiliki keyakinan penuh akan nilainilainyadan tidak mencampurkan nilai-nilainya dengan nilai-nilai klien.
Penerimaan
Pemahaman
Konselor memahami klien secara jelas. Dalam hal ini ada empat tingkatan
pemahaman, yaitu (1) pengetahuan tentang tingkah laku, kepribadian, dan
minat-minat
individu,
(2)
memahami
kemampuan
intelektual
dan
Rapport
Konselor menciptakan dan mengembangkan hubungan konseling yang
hangat dan permisif, agar terjadi komunikasi konseling yang intensif dan
efektif.
Empaty
Kemampuan konselor untuk turut merasakan dan menggambarkan pikiran
dan perasaan klien.
3. Persyaratan Konselor Lintas Budaya
Isu konselor dalam penyelenggaraan konseling lintas budaya
adalah bagaimana konselor dapat memberikan pelayanan konseling yang
efektif dengan klien yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda.
Dalam hubungan dengan isu ini, Lorion dan Parron (1985) mengemukakan
persyarakat konselor lintas budaya sebagai berikut:
Konselor harus terlatih secara khusus dalam perspektif multi budaya, baik
akademik maupun pengalaman.
Dalam situasi konseling multi budaya yang lebih penting adalah agar
konselor menyadari sistem nilai mereka, potensi, stereotipe, dan prasangkaprasangkanya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesadaran, konselor lintas budaya harus benar benar mengetahui
adanya perbedaan yang mendasar antara konselor dengan klien yang akan
dibantunya. Selain itu, konselor harus menyadari benar akan timbulnya
konflik jika konselor memberikan layanan konseling kepada klien yang
berbeda latar belakang sosial budayanya.
Dalam pengkajian issue tentang budaya, locke dalam brown (1988),
mengemukakan 3 unsue fokok dalam konseling lintas budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. 1986. Antropologi Budaya: mengenal kebudayaan dan suku-suku
bangsa di Indonesia. Surabaya: Pelangi.
BK | Bimbingan dan Konseling Indonesia | Pusat Referensi Konseling |
http://konselingindonesia.com Menggunakan Joomla! Generated: 7 May, 2012, 2
Carter, RT. 1991. Cultural Values: a review of empirical research and
implications for counseling. Journal of Counseling & Development. 70: 164-173.
Koentjaraningrat. 1988. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit
Djambatan.
Prayitno. 1987. Profesionalisasi Konseling dan Pendidikan Konselor. Jakarta:
Depdikbud.