Catatan Kuliah Fisika Statistik 201008xx
Catatan Kuliah Fisika Statistik 201008xx
Catatan Kuliah Fisika Statistik 201008xx
Agustus 2010
ii
Isi
1 Pendahuluan 1
2.1 Faktorial . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5
2.9 Referensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11
3.3 Referensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17
iii
iv ISI
4.2 Memaksimumkan W . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 21
4.4 Referensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24
5 Parameter 25
5.4 Referensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30
6.7 Referensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 35
7.6 Referensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 42
ISI v
8.5 Referensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 50
9 Paradoks Gibb 51
9.5 Referensi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 56
10.1 Soal . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 58
10.2 Jawab . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 60
13 Peluang Termodinamika 67
14 Pengali dan 71
vi ISI
14.4 Pengali . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 73
14.8 Pengali . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 79
15.4 CV dari E . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 85
19 Paradoks Gibb 99
33 Berkas-berkas 181
Pendahuluan
Ruang lingkup fisika statistik meliputi dua bagian besar, yaitu teori kinetik dan
mekanika statistik. Berdasarkan pada teori peluang dan hukum mekanika, teori
kinetik mampu menggambarkan sistem dalam keadaan tak seimbang, seperti:
proses efusi, viskositas, konduktivitas termal, dan difusi. Disini, molekul suatu
gas ideal tidak dianggap bebas sempurna tetapi ada antaraksi ketika bertum-
bukan dengan molekul lain atau dengan dinding. Bentuk antaraksi yang ter-
batas ini diacukan sebagai antaraksi lemah atau kuasi bebas. Ruang lingkup ini
tidak membahas partikel berantaraksi kuat
Tidak seperti pada teori kinetik, mekanika statistik tidak membahas perin-
1
2 CATATAN 1. PENDAHULUAN
cian mekanis gerak molekular, tetapi berurusan dengan segi energi molekul.
Mekanika statistik sangat mengandalkan teori peluang untuk menentukan
keadaan seimbang sistem. Dalam kuliah ini, bahasan ditekankan pada sistem
yang partikel-partikelnya berinteraksi sangat lemah baik untuk partikel-partikel
terbedakan maupun tak terbedakan. Selain memiliki sifat kuasi bebas, molekul-
molekul suatu gas ideal bersifat tak terbedakan karena molekul tidak berkecen-
derungan menempati tempat tertentu dalam ruang atau memiliki kecepatan
tertentu. Sedangkan, untuk partikel-partikel yang menempati kedudukan kisi
yang teratur dalam kristal, yakni partikel bergetar di sekitar titik tetap, dapat
dibedakan karena letaknya.
Materi kuliah mencakup probabilitas dan fungsi distribusi, teori kinetik, dan
mekanika statistik. Selain itu juga disentuh pengertian ensemble, terutama
ensemble kanonis untuk perluasan penerapan pada gas yang menyimpang dari
sifat ideal.
Kuliah ini bertujuan untuk meletakkan dasar fisika statistik kepada mahasiswa
tingkat 3 jenjang stratum 1. Setelah mengikuti kuliah ini, mahasiswa diharap-
kan: (1) memahami peran dan kedudukan fisika statistik dalam bidang fisika,
(2) memahami dasar-dasar fisika statistik, (3) dapat menerapkannya dalam
masalah sederhana, dan (4) dapat memahami kuliah lanjut tentang sifat-sifat
zat maupun kuliah lain yang menggunakan fisika statistik.
Terdapat tiga versi catatan kuliah in sebelumnya, yaitu versi Mei 2010 yang
digunakan dalam kuliah pada Semester II Tahun 2009/2010, versi Juli 2010
yang digunakan dalam kuliah Semester III Tahun 2009/2010, dan versi draft
yang merupakan gabungan versi Mei 2010 ditambahkan dengan contoh simulasi
untuk diajukan pada hibah penulisan buku. Versi yang ada sekarang adalah
versi Agustus 2010 yang merupakan gabungan kesemua versi di atas. Oleh
karena itu versi ini terlihat agak tidak terintegrasi.
Fungsi gamma atau biasa dituliskan sebagai (n) dan kaitannya dengan fak-
torial n! akan dibicarakan dalam tulisan ini. Detil mengenai relasi tersebut
dapat dilihat dalam literatur [1]. Faktorial untuk bilangan bulat dan setengah
bulat akan digunakan dalam distribusi Maxwell-Boltzmann untuk energi, mo-
mentum, dan laju dalam suatu asembli klasik [2] dan juga dalam penurunan
fungsi distribusi partikel yang memenuhi berbagai jenis statistik [3].
2.1 Faktorial
n! = n (n 1) (n 2) (n 3) 3 2 1, (2.1)
di mana
0! = 1. (2.2)
5
6 CATATAN 2. FAKTORIAL DAN FUNGSI GAMMA
Z
(n + 1) = ex xn dx. (2.3)
0
(n + 1) = n(n), (2.4)
Z
(1) = ex dx = 1, (2.6)
0
sehingga dapat diperoleh hubungan antara fungsi gamma dan faktorial, yaitu
(n + 1) = n!. (2.7)
Soal 1. Aturan LH
opital menyatakan bahwa
f (x) f (x)
lim = lim , (2.8)
xa g(x) xa g (x)
di mana f (a) dan g(a) keduanya bernilai nol. Gunakan Persamaan (2.8) untuk
menghitung
ex xn
x=0
. (2.9)
x n ex ex ex
e x x=0 = lim n lim n = lim n 0. (2.10)
x x x0 x x x
ex ex ex
lim = lim = lim
x x n x nx n+1 x n(n 1)xn+2
ex ex
= lim = = lim = 0.
x n(n 1)(n 2)xn+3 x n!
1
2.3. FUNGSI GAMMA UNTUK N KELIPATAN GANJIL 2 7
Jawab 2. Intergral pada ruas kanan Persamaan (2.3) dihitung melalui interasi
parsial
Z
(n + 1) = ex xn dx
0
Z Z
x n
x n
e x dx = e x x=0 + n ex xn1 dx
0 0
Z Z
ex xn dx = 0 + n ex xn1 dx
0
Z Z0
x n
e x dx = n ex xn1 dx
0 0
(n + 1) = n(n),
yang memberikan sifat rekusif dari fungsi gamma seperti dituliskan dalam Per-
samaan (2.4).
Jawab 3. Dari Persamaan (2.7) dapat diperoleh bahwa 0! = (1) dan dari
Persamaan (2.6) diperoleh bahwa (1) = 1. Dengan demikian dapat diperoleh
bahwa 0! = 1.
1
2.3 Fungsi gamma untuk n kelipatan ganjil 2
1
Z
1
( ) = ex x 2 dx. (2.11)
2 0
Bila n adalah setengah bilangan bulat maka fungsi gamma akan memberikan
hubungan
5 3 1 1
(n + 1) = n (n 1) (n 2) (n 3) ( ). (2.12)
2 2 2 2
8 CATATAN 2. FAKTORIAL DAN FUNGSI GAMMA
Z
1
ex x 2 dx = . (2.13)
0
Z
1
eu u 2 du.
0
Z Z Z
2 2 2
ex x1 (2xdx) = 2 ex dx = ex dx.
0 0
Misalkan bahwa
Z
2
I Ix = ex dx.
sehingga
Z Z Z Z
2 x2 y 2 2
+y 2 )
I Ix Iy = e dx e dy = e(x dxdy.
x= y=
Ubahlah elemen luas dalam sistem koordinat kartesian (dx)(dy) menjadi elemen
luas dalam sistem koordinat polar (dr)(rd) dan dengan hubunga r2 = x2 + y 2
sehingga
2 2
1 2 1
Z Z Z Z
2 r 2 r 2
I e rdrd = e d(r ) d = 1 2 = .
r=0 =0 r=0 2 =0 2
1
Z
1
I= eu u 2 du. = ( ) = .
0 2
Soal 6. Hitunglah ( 52 ).
3
Jawab 6. ( 52 ) = (1 + 23 ) = 3
2 1
2 ( 12 ) = 4 .
2.4. FUNGSI GAMMA YANG LEBIH UMUM 9
r
1 1
Z
1
ex x 2 dx = 1 ( ) = (2.14)
0 2 2
dan
1
Z Z
2
xn eax dx = y (n1)/2 ey dy
0 2a(n+1)/2 0
1
= [(n + 1)/2]. (2.15)
2a(n+1)/2
n! nn en 2n (2.16)
atau
1 1
ln n! (n + ) ln n n + ln(2). (2.17)
2 2
n n
1 1
X Z
ln n! = ln i ln n + ln xdx = (n + ) ln n n + 1. (2.18)
i=1
2 1 2
Soal 7. Buktikan dari grafik aproksimasi dalam Persamaan (2.18) dengan meng-
gunakan Gambar 2.1.
Jawab 7. Bahas luas dari kurva di bawah ln x untuk kotak pertam, di mana
kelebihan kotak sebelah kanan titik tengah n adalah untuk bagian sebelah kiri di
10 CATATAN 2. FAKTORIAL DAN FUNGSI GAMMA
bawah kurva. Demikian seterusnyaR sehingga tersisa saat kotak ke n ada faktor
1
2 ln n yang belum dihitung dalam ln xdx. Lebar tiap kotak adalah 1.
2.5
1.5
ln n
0.5
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
n
Dengan melihat nilai yang besar dari n di mana umumnya merupakan daerah
kerja mekanika statistik dan umumnya yang dibahas adalah perubahan nilai
atau turunan dari ln n! maka aproksimasi lain digunakan, yaitu
ln n! n ln n n. (2.19)
2.9 Referensi
1. Mary L. Boas, Mathematical Methods in the Physical Sciences, John
Wiley & Sons, New York, Second Edition, 457-462 (1983)
2. A. J. Pointon, An Introduction to Statistical Physics for Students, Long-
mans, First Print, 189-191 (1967)
3. Francis W. Sears and Gerhard L. Salinger, Thermodynamics, Kinetic
Theory, and Statistical Thermodynamics, Addison-Wesley, Third Edi-
tion, Fifth Print, 424-426 (1980)
12 CATATAN 2. FAKTORIAL DAN FUNGSI GAMMA
Catatan 3
Bila terdapat suatu fungsi f (x, y, z) yang ingin dicari nilai maksimum atau
minimumnya, maka cukup dipenuhi
f f f
df = dx + dy + dz = 0. (3.1)
x y z
df = 2xdx + 2ydy = 0.
Untuk mencari nilai maksimum dari x maka perlu dicari nilai y lewat
13
14 CATATAN 3. PENGALI TAK TENTU LAGRANGE
dx y
= = 0 y = 0.
dy x
x2 R2 = 0 x = R.
df = dy 2xdx = 0.
dy
= 2x = 0 x = 0.
dx
y 02 = 0 y = 0,
Mencari minimum atau maksimum suatu fungsi f (x, y, z) tidak cukup dengan
menggunakan Persamaan (3.1) bila terdapat syarat tambahan berupa fungsi
lain, misalnya (x, y, z). Untuk itu diperkenalan dengan suatu metode yang
menggunakan pengali berupa konstanta yang belum diketahui nilainya, pen-
gali tak tentu Lagrange, sehingga perluasan dari Persamaan (3.1) yang meru-
pakan kondisi yang harus terpenuhi adalah
df + d = 0, (3.2)
dengan bentuk d mirip dengan bentuk df . Bila bentuk (x, y, z) dapat dit-
uliskan dalam bentuk
3.2. SYARAT TAMBAHAN 15
(x, y, z) = 0 (3.3)
maka
d = dx + dy + dz = 0. (3.4)
x y z
dx = dy + dz / , (3.5)
y z x
f f f
df = dx + dy + dz = 0,
x y z
f f f
df = dy + dz / + dy + dz = 0,
x y z x y z
f f /y f f /z
df = dy + dz = 0. (3.6)
y x /x z x /x
f
Dengan x / x pada titik stasioner diberi nilai maka
f
+ = 0. (3.7)
x x
f f f
df + dx + + dy + + dz = 0. (3.8)
x x y y z z
Agar Persamaan (3.8) dapat menentukan suatu titik stasioner maka setiap suku
dalam tanda kurung harus bernilai nol, sebagaimana persamaan tersebut harus
dipenuhi untuk setiap nilai dari perubahan dy dan dz, maka kurung kedua dan
ketiga harus bernilai nol, sementara kurung pertama bernilai nol akibat definisi
dari dalam Persamaan (3.7).
dikenal sebagai suatu pengali tak tentu atau lebih umum, pengali tak tenu
Lagrange (a Lagrange undetermined multiplier).
df = 1 + 2 + 3 = 0
adalah fungsi yang harus dipecahkan dengan pengali-pengali tak tentu La-
grangenya adalah , , dan , yang akan dicari kemudian.
Soal 4. Tentukan kuadrat jarak minimum dan maksimum dari suatu titik (2R,
0) terhadap lingkaran x2 + y 2 = R2 .
f (x, y) = (x 2R)2 + y 2
(x, y) = x2 + y 2 R2 = 0.
Nilai x minimum dan maksimum dapat dicari dengan membuat Persamaan (3.9)
menjadi nol, sehingga
y = 0, =?
0 = y(1 + )
= 1, y =?
Soal 5. Tentukan kuadrat jarak minimum dan maksimum dari suatu titik (R,
R) terhadap lingkaran x2 + y 2 = R2 .
(x, y) = x2 + y 2 R2 = 0.
Dapat dipilih = 2 1 agar Persamaan (3.10) dapat bernilai nol dan fungsi
yang membatasi tetap terpenuhi.
Dengan pilihan ini diperoleh bahwa kuadrat
2
jarak
minimum adalah (3 2 2)R dan kuadrat jarak maksimum adalah (3 +
2 2)R2 .
3.3 Referensi
1. Mary L. Boas, Mathematical Methods in the Physical Sciences, John
Wiley & Sons, New York, Second Edition, 174-181 (1983)
Sistem yang dibahas di sini dibatasi pada sistem tertutup dan terisolasi. Istilah
tertutup dan terisolasi terkait dengan jumlah total partikel dalam sistem N dan
energi total sistem U , di mana energi pada tingkat energi j adalah j dan jumlah
partikel yang menempati tingkat energi tersebut adalah Nj .
M
X
N= Nj . (4.1)
j=1
19
20 CATATAN 4. KONFIGURASI PALING MUNGKIN SUATU STATISTIK
M
X
U= j Nj . (4.2)
j=1
Soal 3. Hitunglah energi rata-rata sistem bila energi tingkat energi j adalah j
dan ditempati oleh Nj partikel.
PM
U j=1 j Nj
= = PM . (4.3)
N j=1 Nj
Soal 4. Apa yang dimaksud dengan sistem tertutup dan terisolasi? Bagaimana
merumuskannya terkait dengan Persamaan (4.1) dan (4.2)?
Jawab 4. Sistem tertutup berarti bahwa jumlah partikel dalam sistem tetap.
Tidak terjadi perubahan jumlah partikel, jumlah partikel tidak berkurang
melalui keluarnya partikel dari sistem atau jumlah partikel tidak bertambah
melalui masuknya partikel ke dalam sistem. Syarat ini dirumuskan dengan
X X
dN = d Nj = dNj = 0. (4.4)
j j
Sedangkan sistem terisolasi berarti energi total sistem tetap yang dirumuskan
melalui
X X
dU = d j Nj = j dNj = 0. (4.5)
j j
Soal 5. Bagaimana cara mencari Wk,maks dari suatu sistem tertutup dan ter-
isolasi dengan memperkenalkan dua pengali tak tentu Lagrange a dan b?
X Wk X (adN ) X (bdU )
dNj + dNj + dNj = 0,
j
Nj j
Nj j
Nj
4.2. MEMAKSIMUMKAN W 21
X Wk X (a P dNi ) X (b P i dNi )
i i
dNj + dNj + dNj = 0,
j
Nj j
N j j
N j
X Wk X Ni X Ni
dNj + aij dNj + bi ij dNj = 0,
j
Nj j
Nj j
N j
X Wk X X
dNj + a dNj + b j dNj = 0. (4.7)
j
Nj j j
dln W + dN + dU = 0, (4.8)
X ln Wk X X
dNj + dNj + j dNj = 0. (4.9)
j
Nj j j
4.2 Memaksimumkan W
X ln W
+ + j dNj = 0. (4.10)
j
Nj
Untuk mencari nilai ln W maksimum (dapat juga minimum) maka harus pula
berlaku maksimum untuk setiap suku yang terkait dengan dNj , yang berarti
bahwa
ln W
+ + j = 0. (4.11)
Nj
Q
Soal 6. Bila W = j Nj !, selesaikan Persamaan (4.11) untuk setiap Nj dengan
menggunakan aproksimasi Stirling.
X X
ln W = (ln Nj !) (Nj ln Nj Nj ).
j j
Y gjNj
WMB = N ! (4.12)
j
Nj !
sehingga
X
ln WMB = ln N ! + (Nj ln gj ln Nj !)
j
X
N ln N N + (Nj ln gj Nj ln Nj + Nj ) (4.13)
j
Y [(gj 1) + Nj ]!
WBE = (4.14)
j
(gj 1)!Nj !
sehingga
X X X
ln WBE = [(gj 1) + Nj ]! (gj 1)! Nj !
j j j
X
{[(gj 1) + Nj ] ln[(gj 1) + Nj ] [(gj 1) + Nj ]}
j
X X
{(gj 1) ln(gj 1) (gj 1)} {Nj ln Nj Nj }
j j
X
{[(gj 1) + Nj ] ln[(gj 1) + Nj ] (gj 1) ln(gj 1)
j
Nj ln Nj }. (4.15)
Y gj !
WFD = (4.16)
j
(gj Nj )!Nj !
sehingga
X X X
ln WFD = gj ! (gj Nj )! Nj !
j j j
X X
(gj ln gj gj ) [(gj Nj ) ln(gj Nj ) (gj Nj )]
j j
X
(Nj ln Nj Nj )
j
X
[gj ln gj (gj Nj ) ln(gj Nj ) Nj ln Nj ] (4.17)
j
gj
Nj,MB = , (4.18)
e(+j )
gj
Nj,BE = , (4.19)
e(+j ) 1
gj
Nj,FD = . (4.20)
e (+ j) +1
Jawab 10. Dari Persamaan (4.13) dan Persamaan (4.11) dapat dituliskan dan
diperleh bahwa
X
ln N ln N + (Nj ln gj Nj ln Nj ) + + j = 0
Nj j
gj gj
ln + + j = 0 ln = ( + j )
Nj Nj
gj gj
= e(+j ) Nj = (+ ) ,
Nj e j
24 CATATAN 4. KONFIGURASI PALING MUNGKIN SUATU STATISTIK
Jawab 11. Dari Persamaan (4.15) dan Persamaan (4.11) dapat dituliskan dan
diperleh bahwa
{[(gj 1) + Nj ] ln[(gj 1) + Nj ] (gj 1) ln(gj 1) Nj ln Nj }
Nj
+ + j = 0
ln[(gj 1) + Nj ] ln Nj + + j = 0
[(gj 1) + Nj ] gj 1
ln = ( + j ) = e(+j ) 1
Nj Nj
gj gj
gj >> 1 = e(+j ) 1 Nj = (+ ) ,
Nj e j 1
Jawab 12. Dari Persamaan (4.17) dan Persamaan (4.11) dapat dituliskan dan
diperleh bahwa
{gj ln gj (gj Nj ) ln(gj Nj ) Nj ln Nj } + + j = 0
Nj
ln(gj Nj ) ln Nj + + j = 0
gj Nj gj
ln = ( + j ) = e(+j ) + 1
Nj Nj
gj
Nj = (+ ) ,
e j + 1
4.4 Referensi
1. A. J. Pointon, An Introduction to Statistical Physics for Students, Long-
mans, First Print, 14-15 (1967)
Catatan 5
Parameter
Parameter yang digunakan sebagai salah satu pengali tak tentu Lagrange
untuk mencari nilai maksimum dari logaritma peluang termodinamika suatu
keadaan makro ln W, sebagaimana dituliskan dalam Persamaan (4.8), perlu
dicari artinya secara fisis. Distribusi partikel dari konfigurasi yang paling
mungkin untuk ketiga statistik, Maxwell-Boltzmann (MB), Bose-Einstein (BE),
dan Fermi-Dirac (FD), telah diperoleh dan masing-masing mengandung param-
eter sebagaimana dituangkan dalam Persamaan (4.18), (4.19), dan (4.20).
Bagaimana fungsi dari parameter dan bentuk eksplisitnya dapat dilihat pen-
jelasannya dalam [1] dan saduran bebasnya dalam [2].
dN = 0, (5.1)
dN = 0, (5.2)
25
26 CATATAN 5. PARAMETER
dU = 0, (5.3)
dU = dU + dU . (5.4)
Saat dua buah sistem digabungkan maka ada parameter dalam sistem gabungan
yang merupakan hasil perkalian dari parameter masing-masing sistem. Salah
satu contoh parameter yang bersifat seperti ini adalah peluang termodinamika
suatu keadaan makro (yang mulai sekarang diambil tak lain adalah keadaan
makro yang paling mungkin muncul) W. Jadi bila peluang keadaan makro
yang paling mungkin muncul dari sistem pertama adalah W dan untuk sistem
kedua adalah W maka peluang keadaan makro sistem gabungan adalah
W = W W . (5.5)
d ln W + dN + dN + dU = 0, (5.6)
W
+ + j = 0, (5.7)
Nj
W
+ + j = 0, (5.8)
Nj
Soal 4. Turunkan Persamaan (5.7) dan (5.8) dari Persamaan (5.6) dengan
menggunakan Persamaan (5.4).
d ln W + dN + dN + dU = 0,
d ln(W W ) + dN + dN + d(U + U ) = 0,
d ln W + d ln W + dN + dN + dU + dU = 0,
(d ln W + dN + dU ) + (d ln W + dN + dU ) = 0,
! !
X W X W
+ + j dNj + + + j dNj = 0
j
N j j
N j
seperti dalam Persamaan (5.7) dan (5.8) di mana masing-masing suku harus nol
untuk setiap perubahan dNj dan dNj .
Karena kedua sistem hanya dapat mempetukarkan kalor maka saat terjadinya
kesetimbangan hanya satu parameter yang akan berniali sama yaitu temperatur
T (hal ini sesuai dengan hukum ke-nol termodinamika). Dari (5.7) dan (5.8)
dapat dilihat bahwa hanya satu parameter yang sama untuk kedua sistem yaitu
. Dengan demikian dapat diperoleh bahwa seharusnya
= (T ) (5.9)
Terdapat pula sudut pandang lain untuk melihat arti dari pengali yang me-
manfaatkan hubungan yang diungkapkan oleh hukum pertama termodinamika,
yaitu
dU = dQ pdV. (5.10)
Dengan menggunakan Persamaan (4.5) dalam bentuk yang lebih umum di mana
mungkin terdapat perubahan dj maka dapat dituliskan bahwa
X X X
dU = d j Nj = Nj dj + j dNj . (5.11)
j j j
X
Nj dj = pdV, (5.12)
j
X
j dNj = dQ. (5.13)
j
Soal 5. Pada saat tercapainya kesetimbangan sehingga tidak lagi terjadi pe-
rubahan volume, turunkan bentuk parameter secara eksplisit dengan meng-
gunakan rumusan pengali tak tentu Lagrange dalam mencari peluang termodi-
namika suatu keadaan makro W yang paling mungkin dan rumusan entropi dari
Boltzmann serta hubungan antara perubahan entropi dengan perubahan kalor.
Sistem merupakan sistem tertutup.
Jawab 5. Rumusan pengali tak tentu Lagrange dalam mencari peluang ter-
modinamika suatu keadaan makro W yang paling mungkin memberikan
dW + dN + dU = 0,
di mana bila tidak terjadi perubahan volume maka melalui hukum pertama
termodinamika
dU = dQ,
dW + dN + dQ = 0.
d ln W = dQ.
S = k ln W, (5.14)
d ln W = dQ
S
d = dQ
k
dS
= dQ
k
dS
= k
dQ
1
= k
T
1
= . (5.15)
kT
Nj = gj ej +j
seperti telah ditunjukkan oleh Persamaan (4.18). Sedangka teori kinetik gas
menyatakan bahwa energi rata-rata tiap partikel gas monoatomik adalah
3
= kT. (5.16)
2
X X Z
j +j
N= Nj = gj e [2(2m)3/2 1/2 d/h3 ]e+ (5.17)
j j 0
X X Z
U= j Nj = j gj ej +j [2(2m)3/2 1/2 d/h3 ]e+ (5.18)
j j 0
di mana
2(2m)3/2 1/2 d
gj . (5.19)
h3
30 CATATAN 5. PARAMETER
3
Z Z
3/2 e d = 1/2 e d (5.20)
0 2 0
3 3 1
= = kT = ,
2 2 kT
Jawab 6. Dengan melihat bentuk persamaan yang dimaksud maka dapat dit-
uliskan
1 3 1/2
Z Z
3/2 e d = 3/2 e e d
2
Z Z
1 3/2 3
3/2 e d = e 1/2 e d
0 0 2 0
Z Z
3/2 3
e d = 0 1/2 e d
0 2
Z Z 0
3/2 3
e d = 1/2 e d,
0 2 0
di mana telah digunakan suatu asumsi mengenai nilai , yaitu bahwa < 0.
Soal 7.
5.4 Referensi
1. A. J. Pointon, An Introduction to Statistical Physics for Students, Long-
mans, First Print, 19-25 (1967)
2. Sparisoma Viridi dan Siti Nurul Khotimah, Catatan Kuliah Fisika Statis-
tik, Semester II Tahun 2009/2010, Mei, 21-27 (2010)
Catatan 6
Degenerasi atau jumlah keadaan energi gj pada suatu tingkat energi j yang
memiliki energi antara j dan j + dj yang bersifat dikrit dapat dilihat menjadi
suatu besaran yang berharga kontinu [1]. Bagaimana hal itu dapat dilakukan,
akan diilustrasikan dalam catatan ini.
Saat sebuah partikel bergerak dalam ruang tiga dimensi (x, y, z) dan memiliki
momentum pada ketiga arah tersebut (px , py , pz ), keadaan partikel tersebut
setiap saat secara lengkap dispesifikasikan dengan enam koordinat yaitu (x, y,
z, px , py , pz ). Ruang di mana partikel dispesifikasikan dengan enam koordinat
tersebut disebut sebagai ruang enam dimensi atau ruang .
Soal 1. Bila elemen volume ruang koordinat tiga dimensi adalah dxdydz, ten-
tukanlah elemen volume ruang fasa enam dimensi .
d = (dV )(dVp ) = (dx, dy, dz)(dpx , dpy , dpz ) = dxdydzdpx dpy dpz . (6.1)
d
gj , (6.2)
h3
31
32 CATATAN 6. DEGENERASI DALAM RUANG FASA
Bila fungsi yang akan diinteralkan, dalam hal ini adalah suku
1
, c = 1, 0, 1,
e+j +c
d = Vp dxdydz
Elemen ruang momentum dpx dpy dpz dapat pula dituliskan sebagai
Z Z 2
dVp = sin d d p2 dp = 4p2 dp.
0 0
6.3. INTEGRAL VOLUME RUANG LAJU 33
d = 4V p2 dp.
p = mv dp = mdv
d = 4V m3 v 2 dv.
Energi setiap partikel dalam bentuk energi kinetik terkait dengan momentumnya
adalah melalui hubungan
p2
=
2m
pdp
d = .
m
d = 4V (p2 )(dp)
m
d = 4V (2m) d
2m
d = 2V (2m)3/2 1/2 d
34 CATATAN 6. DEGENERASI DALAM RUANG FASA
Khusus untuk partikel yang merupakan foton, maka energinya dirumuskan se-
bagai
= h
sehingga
d = hd.
Perlu diingat bahwa foton tidak memiliki massa sehingga momentumnya adalah
p = h/c.
2
h3 2
h hd
d = 4V (p2 )(dp) = 4V = 4V d.
c c c3
Selain dalam ruang frekuensi, untuk partikel yang merupakan foton, dapat pula
d dinyatakan dalam ruang panjang gelombang , dengan hubungan
c cd
= d = 2 .
h3
d = 4V 3 2 d
c
h3 c 2 4V h3
c 21
d = 4V 3 d = d.
c c 4
Bila diambil nilai positifnya dan sebuah foton memiliki dua arah polarisasi,
maka degenerasi gj tiap satuan volume akan menjadi
6.7. REFERENSI 35
gj 4h3
g()d = = d.
V 4
Jawab 7. Suatu foton dalam gas foton memiliki dua arah polarisasi sehingga
degenerasinya menjadi dua kali dari degenerasi yang diperoleh dari gj . Selain itu
umumnya jumlah denerasi atau keadaan yang diperbolehkan dinyatakan dalam
tiap satuan volume [2], sehingga
2gj 2d 8
g()d = = 3
= 4 d.
V Vh
8 1
n()d = g()df () = d .
4 ehc/kT 1
6.7 Referensi
1. Sparisoma Viridi dan Siti Nurul Khotimah, Catatan Kuliah Fisika Statis-
tik, Semester II Tahun 2009/2010, Mei, 24-25 (2010)
2. A. J. Pointon, An Introduction to Statistical Physics for Students, Long-
mans, First Print, 51-55 (1967)
36 CATATAN 6. DEGENERASI DALAM RUANG FASA
Catatan 7
gj
Nj,MB = , (7.1)
e (+ j)
gj
Nj,BE = , (7.2)
e (+ j) 1
gj
Nj,FD = . (7.3)
e (+ j) +1
untuk statistik Fermi-Dirac. Ketiga bentuk dalam Persamaan (7.1), (7.2), dan
(7.3) dapa dituliskan dalam bentuk diferensialnya NX ()d, di mana X = MB,
BE, dan FD.
37
38 CATATAN 7. DISTRIBUSI SUATU STATISTIK
gj 1
Nj,MB = = gj (+ )
e(+j ) e j
2V (2m)3/2 1/2 d 1
NMB ()d =
h3 e(+)
3/2
2V (2m)
NMB ()d = e e 1/2 d
h3
2V (2m)3/2 /kT 1/2
NMB ()d = e e d. (7.4)
h3
2N
NMB ()d = e/kT 1/2 d, (7.5)
(kT )3/2
2V (2m)3/2 2N
e =
h3 (kT )3/2
N h3
e =
V (2mkT )3/2
N h3
= ln . (7.6)
V (2mkT )3/2
Z
NMB ()d = N. (7.7)
0
2N
Z Z
NMB ()d = e/kT 1/2 d
0 0 (kT )3/2
7.2. STATISTIK MAXWELL-BOLTZMANN 39
2N
Z
= e/kT 1/2 d.
(kT )3/2 0
Z
1 1
= ex x 2 dx = ,
2 0
dan
1
1
Z Z
1 1
ex x 2 dx = ex x 2 dx = ,
0 2 0 2
dapat diperoleh
Z Z 1/2 1
e/kT 1/2 d = (kT )3/2 e/kT d = (kT )3/2 ,
0 0 kT kT 2
sehingga
2N
2N 1
Z
e/kT 1/2 d = (kT )3/2 = N.
(kT )3/2 0 (kT )3/2 2
2N
Z Z
U= NMB ()d = e/kT 3/2 d,
0 (kT )3/2 0
di mana
Z Z 3/2
e/kT 3/2 d = (kT )5/2 e/kT d
0 0 kT kT
3 1 3
= (kT )5/2 = (kT )5/2 ,
2 2 4
40 CATATAN 7. DISTRIBUSI SUATU STATISTIK
sehingga
2N 3 3
U= 3/2
(kT )5/2 = N kT.
(kT ) 4 2
gj 1
Nj,BE = = gj
e (+ j)
1 e(+j )
1
2V (2m)3/2 1/2 d 1
NBE ()d = 2
h3 e(+) 1
3/2
4V (2m) 1
NBE ()d = 3
1/2 d
h e (+) 1
4V (2m)3/2 1
NBE ()d = 1/2 d. (7.8)
h3 e(/kT ) 1
gj 4h3
g()d = = d
V 4
akan tetapi karena foton memiliki dua arah polarisasi yang menyebabkan jumlah
keadaan energi yang dimilikinya menjadi dua kalinya, maka ungkapan di atas
akan menjadi
7.4. STATISTI FERMI-DIRAC 41
8h3
d.
4
gj 1
Nj,BE = = gj
e 1
(+ j) 1e(+j )
8 1
NBE ()d = 4 d (+hc/)
e 1
8 1
NBE ()d = 4 (hc/kT ) d. (7.9)
e 1
Ungkapan dalam Persamaan (7.9) sudah dalam per satuan volume V . Selan-
jutnya adalah bagaimana mencari nilai . Dalam soal diinformasikan bahwa
jumlah foton dalam sistem tidak tetap karena ada foton yang diserap oleh
wadah tertutup dan ada foton yang dipancarkan kembali setelah diserap, dengan
demikian pada saat penurunan Nj,BE menggunakan pengali tak tentu Lagrange
d ln W + dN + dU = 0
8 1
NBE ()d = d. (7.10)
4 ehc/kT 1
gj 1
Nj,FD = = gj (+ )
e(+j ) + 1 e j + 1
3/2 1/2
2V (2m) d 1
NFD ()d = 2
h3 e(+) + 1
42 CATATAN 7. DISTRIBUSI SUATU STATISTIK
4V (2m)3/2 1
NFD ()d = 3
1/2 d
h e (+) +1
" 3 #
2m 2 1/2 1
NFD ()d = V 4 d. (7.11)
h2 e(F )/kT + 1
Khusus untuk statistik Fermi-Dirac, distribusi partikel (dalam hal ini elektron)
dapat dituliskan dalam bentuk
di mana
" 23 #
2m 1/2
g() = V 4
h2
dan
1
f () =
e(F )/kT + 1
Walaupun tidak lazim dituliskan, secara umum ketiga statistik seharusnya dapat
dituliskan dalam bentuk
dengan g() memiliki arti jumlah keadaan energi pada tiap tingkat energi atau
kerapatan keadaan energi (density of states).
7.6 Referensi
1. A. J. Pointon, An Introduction to Statistical Physics for Students, Long-
mans, First Print, 25-26 (1967)
Catatan 8
Dalam gas ideal segala interaksi yang terjadi antara partikel-partikel gas, terma-
suk yang terjadi saat partikel-partikel gas saling bertumbukan, dianggap mem-
berikan pengaruh yang dapat diabaikan terhadap sifat-sifat termodinamika gas
[1].
Peluang termodinamika suatu keadaan makro dari gas ideal yang mengandung
N partikel gas tak berstruktur adalah
Y gjNj
W = N! , (8.1)
j
Nj !
Y gjNj
ln W = ln N !
j
Nj !
43
44 CATATAN 8. TERMODINAMIKA GAS IDEAL MONOATOMIK
Y gjNj
= ln N ! + ln
j
Nj !
Nj
!
X gj
= ln N ! + ln
j
Nj !
X N
= ln N ! + ln gj j ln Nj !
j
X X
= ln N ! + Nj ln gj ln Nj !
j j
X X
(N ln N N ) + Nj ln gj (Nj ln Nj Nj )
j j
X X X
= N ln N N + Nj ln gj Nj ln Nj + Nj
j j j
X X
= N ln N N + Nj ln gj Nj ln Nj + N
j j
X X
= N ln N + Nj ln gj Nj ln Nj
j j
X gj
= N ln N + Nj ln . (8.2)
j
Nj
X gj
ln W = N ln N + Nj ln
j
Nj
X
ln Wmaks = N ln N + Nj ln e(+j )
j
X
= N ln N + Nj [( + j )]
j
X X
= N ln N Nj Nj j
j j
= N ln N N U. (8.3)
ln Wmaks = N ln N N U
U
= N ln N (ln A)N +
kT
N U
= N ln + .
A kT
P
N j Nj
Z=
A e
(+j )
P
j gj /e
=
e
(+j )
P
j gj e
=
e
j
P
e j gj e
=
e
X X
j
= gj e = gj ej /kT . (8.4)
j j
Persamaan (8.4) ini disebut sebagai fungsi partisi Boltzmann (atau fungsi par-
tisi) sebuah partikel dalam suatu suatu sistem. Istilah ini digunakan karena
dalam ekspresi Z, setiap suku dalam somasi mementukan bagaimana partikel
dalam sistem didistribusikan atau dipartisikan di antara (pada) tingkat-tingkat
energi.
S = k ln Wmaks
N U
= k N ln +
A kT
U
= k N ln Z +
kT
46 CATATAN 8. TERMODINAMIKA GAS IDEAL MONOATOMIK
U
= N k ln Z + . (8.5)
T
U
S = N k ln Z +
T
T S = N kT ln Z + U
N kT ln Z = U T S
N kT ln Z = F. (8.6)
(F/T )
U = T 2 (8.7)
T V
3
dan Z = V (2mkT ) 2 /h3 .
(F/T )
2
U = T
T
V
(N kT ln Z/T )
= T 2
T
V
(N k ln Z)
= T2
T
" 3
#V
3
ln[V (2mkT ) 2 /h ]
= T 2N k
T
" 3
#V
3
ln[V (2mkT ) ] ln h
2
= T 2N k
T T
V
1 3 1
= T 2N k 3 (2mkT ) 2 2mk 0
V (2mkT ) 2 2
3
= T 2N k
2T
3
= N kT.
2
2 ln Z
U = N kT (8.8)
T V
P
U j j Nj
U = N = N =N P
N j Nj
j /kT j /kT
P P
j j gj Ae j j g j e
=N P /kT
=N P j /kT
j gj Ae j gj e
j
j /kT
NX j /kT N X 2 (e )
= j g j e = gj kT
Z j Z j T
N X N Z
= kT 2 gj ej /kT = kT 2
Z T j Z T V
ln Z
= N kT 2 .
T V
(F/T )
U = T 2
T
V
2 (N kT ln Z/T )
= T
T
V
(N k ln Z)
= T2
T
V
ln Z
= N kT 2 .
T V
F = U TS
48 CATATAN 8. TERMODINAMIKA GAS IDEAL MONOATOMIK
dF = dU T dS SdT.
dQ = dU + pdV
dan
dQ = T dS
Dari persamaan terakhir ini dapat diturunkan p dan S sebagai fungsi dari F .
F
p= (8.10)
V T
dan
F
S= . (8.11)
T V
Soal 11. Tentukanlah ungkapan U sebagai fungsi dari F . Bila perlu gunakan
pula hubungan = 1/kT .
Jawab 11. Dengan menggunakan Persamaan (8.11) dan definisi energi bebas
Helmholtz F = U T S dapat diperoleh
F
F = U TS = U + T
T V
F (F/T ) (F )
U =F T = T 2 = (8.12)
T V T V V
Soal 12. Dengan menggunakan definisi dari kapasitas panas pada volume tetap
8.4. PERSAMAAN KEADAAN 49
U
CV = (8.13)
T V
U
CV =
T
V
(F/T )
= T 2
T T V
V
(F/T ) (F/T )
= 2T T2
T V T T
VV
F 1 F 2 F 1 F
= 2T +T
T2 T T V T T 2 T T V
2 V
F F F F F F
=2 2 + 2 + T
T T V T V T T V T 2 V
2 2
F 2 (F )
= T = k .
T 2 V 2 V
Dengan menggunakan
3
V (2mkT ) 2
Z= ,
h3
F
p=
V T
dan
F = N kT ln Z
dapat diperoleh
N kT
p=
V
8.5 Referensi
1. A. J. Pointon, An Introduction to Statistical Physics for Students, Long-
mans, First Print, 86-93 (1967)
Catatan 9
Paradoks Gibb
Saat dua jenis gas berbeda dengan entropi masing-masing dicampur, maka en-
tropi campuran adalah penjumlahan kedua entropi semula. Lalu bagaimana
apabila kedua gas tersebut adalah jenis yang sama? Ternyata entropinya
bukanya hanya penjumlahan dari kedua entropi semula melainkan terdapat su-
atu suku tambahan. Untuk itu perumusan gas klasik perlu diperbaiki den-
gan menggunakan perumusan semi-klasik [1]. Dalam catatan ini gas yang
dibicarakan adalah gas ideal monoatomik tanpa adanya struktur di dalamnya.
F
S= , (9.1)
T V
F = N kT ln Z, (9.2)
3
V (2mkT ) 2
Z= , (9.3)
h3
dapat diperoleh bentuk eksplisit dari entropi yang bergantung dari jumlah par-
tikel N , volume gas V , dan temperatur gas T , yaitu
51
52 CATATAN 9. PARADOKS GIBB
" 3
#
V (2mkT ) 2 3
S = N k ln + N k. (9.4)
h3 2
Di sini m adalah massa satu partikel gas, k adalah konstanta Boltzmann, dan
h adalah konstanta Planck.
F
S=
T V
(N kT ln Z) (N kT ln Z)
= =
T V T
V
N kT Z
= N k ln Z +
Z T V
" 3
# ( " 3
#)
V (2mkT ) 2 N kT V (2mkT ) 2
= N k ln +
h3 3
V (2mkT ) 2 /h3 T h3
V
" 3
# 3 3
3
V (2mkT ) 2 N kT h V (2mk) d(T )
2 2
= N k ln +
h3 V (2mkT ) 2
3
h3 dT
" 3
#
V (2mkT ) 2 N kT 3 1
= N k ln 3
+ 3 T2
h T2 2
" 3
#
V (2mkT ) 2 3
= N k ln + N k.
h3 2
Sebuah sistem terdiri dari dua ruangan yang masing-masing terisi oleh satu
jenis gas. Gas 1 yang memiliki jumlah partikel N1 , dengan massa tiap par-
tikel m1 , menempati ruangan bervolume V , bertemperatur T , dan bertekanan
p. Sedangkan gas 2 yang menempati ruangan bervolume, bertemperatur, dan
bertekanan sama dengan gas 1, akan tetapi memiliki jumlah partikel N2 dan
massa tiap partikelnya adalah m2 . Terdapat sekat yang memisahkan ruangan
kedua jenis gas tersebut.
Soal 2. Hitunglah entropi total sistem sebelum kedua jenis gas bercampur.
" 3
#
V (2mkT ) 2 3
S = N k ln 3
+ N k,
h 2
" 3
#
V (2m1 kT ) 2 3
S1 = N1 k ln + N1 k,
h3 2
" 3
#
V (2m2 kT ) 2 3
S1 = N2 k ln 3
+ N2 k,
h 2
S = S1 + S2 .
Soal 3. Hitunglah entropi total sistem setelah kedua jenis gas bercampur.
Jawab 3. Setelah sekat pemisah ruangan kedua jenis gas dihilangkan maka
kedua jenis gas akan bercampur. Mengingat tekanan dan temperatur awal kedua
gas adalah sama, maka partikel-partikel kedua gas akan memiliki temperatur
dan tekanan campuran yang sama pula. Hanya saja setelah tercampur, masing-
masing partikel kedua gas akan melihat voume ruangan menjadi dua kali volume
semula. Dengan demikian
" 3
#
V (2mkT ) 2 3
S = N k ln + N k,
h3 2
" 3
#
2V (2m1 kT ) 2 3
S1 = N1 k ln 3
+ N1 k,
h 2
" 3
#
2V (2m2 kT ) 2 3
S1 = N2 k ln + N2 k,
h3 2
S = S1 + S2 .
Bagaimana bila gas yang dicampur memiliki jenis yang sama? Suatu fenomena
yang disebut sebagai paradoks Gibb muncul di sini. Sistem yang ditinjau sama
dengan sistem sebelumnya, hanya saja dalam hal ini kedua gas berjenis sama.
Dan karena dijaga agar tekanan p, temperatur T , dan volume V sama, maka
dengan m1 = m2 = m akan terpenuhi bahwa N1 = N2 = N .
Soal 5. Hitunglah entropi total sistem sebelum kedua gas berjenis sama bercam-
pur.
" 3
#
V (2mkT ) 2 3
S = N k ln + N k,
h3 2
" 3
#
V (2mkT ) 2 3
S1 = N k ln + N k,
h3 2
" 3
#
V (2mkT ) 2 3
S2 = N k ln + N k,
h3 2
S = S1 + S2 = 2S1 = 2S2 .
Soal 6. Hitunglah entropi total sistem setelah kedua gas berjenis sama bercam-
pur.
Jawab 6. Setelah sekat pemisah ruangan kedua jenis gas dihilangkan maka
kedua gas akan bercampur. Mengingat tekanan dan temperatur awal kedua
gas adalah sama, maka partikel-partikel kedua gas akan memiliki temperatur
dan tekanan campuran yang sama pula. Hanya saja setelah tercampur, masing-
masing partikel kedua gas akan melihat voume ruangan menjadi dua kali volume
semula. Dengan demikian
" 3
#
V (2mkT ) 2 3
S = N k ln + N k,
h3 2
" 3
#
(2V )(2mkT ) 2 3
S1 = N k ln + N k,
h3 2
" 3
#
(2V )(2mkT ) 2 3
S1 = N k ln + N k,
h3 2
S = S1 + S2 = 2S1 = 2S2 .
S = S1 + S2 .
( " 3
# )
2V (2mkT ) 2 3
S1 = N k ln + Nk
h3 2
( " 3
# )
V (2mkT ) 2 3
N k ln + Nk
h3 2
= N k ln 2.
S2 = N k ln 2.
S = 2N k ln 2.
Peluang suatu keadaan makro gas ideal klasik yang semula menggunakan statis-
tik Maxwell-Boltzmann
Y gjNj
WMB = N !
j
Nj !
Y gjNj
WSK = . (9.5)
j
Nj !
Dengan menggunakan dua pengali tak tentu Lagrange dan dapat diperoleh
bahwa
U
Wmaks = N + N,
kT
" 3
#
V (2mkT ) 2 5
S = N k ln + N k, (9.6)
N h3 2
56 CATATAN 9. PARADOKS GIBB
3
dengan menggunakan fungsi partisi Boltzmann yang sama Z = V (2mkT ) 2 /h3 .
Soal 8. Hitunglah entropi sistem yang terdiri dari dua gas berjenis sama seperti
dalam soal sebelumnya, saat sebelum dan sudah dicampur. Hitung pula peruba-
han entropinya.
" 3
#
V (2mkT ) 2 5
S = N k ln + N k,
N h3 2
" 3
#
V (2mkT ) 2 5
S1 = N k ln + N k,
N h3 2
" 3
#
V (2mkT ) 2 5
S2 = N k ln + N k,
N h3 2
S = S1 + S2 = 2S1 = 2S2 ,
" 3
#
V (2mkT ) 2 5
S = N k ln + N k,
N h3 2
" 3
#
(2V )(2mkT ) 2 5
S = S1 + S2 = (2N )k ln + (2N )k,
(2N )h3 2
= 2S2 = 2S1 ,
S = S S,
= 2S1 2S1 = 2S2 2S2 = 0.
9.5 Referensi
1. A. J. Pointon, An Introduction to Statistical Physics for Students, Long-
mans, First Print, 93-99 (1967)
Catatan 10
Statistik Fermi-Dirac: N j
dan S
Y gj !
Wk = , (10.1)
j
nj !(gj nj )!
1X
Nj = Wk Njk . (10.2)
k
Terdapat suatu sistem yang terdiri dari 5 partikel mematuhi statistik Fermi-
Dirac. Terdapat empat tingkat energi yang diperhitungkan, yaitu 1 = 2, 2 =
3, 3 = 4, dan 4 = 5. Degenerasi masing-masing tingkat energi bergantung
dari volume sistem V dan energi total sistem tergantung dari temperatur sistem
T.
57
58 CATATAN 10. STATISTIK FERMI-DIRAC: N J DAN S
10.1 Soal
k
j j / gj 1 2 3 4 5 6 7 Nj
Njk
4 5
3 4
2 3
1 2
Wk
k
j j / gj 1 2 3 4 5 6 7 Nj
Njk
4 5
3 4
2 3
1 2
Wk
k
j j / gj 1 2 3 4 5 6 7 Nj
Njk
4 5
3 4
2 3
1 2
Wk
Hitunglah entropi sistem Sc dengan menggunakan rumusan Planck.
5. Pada titik a dalam ruang parameter V T , sistem memiliki temperatur
Td = Tc , volume Vd = Va , dan energi total Ua = 17. Degenerasi tingkat-
tingkat energi sistem pada keadaan ini adalah g1 = 1, g2 = 3, g3 = 4, dan
g4 = 6. Lengkapilah tabel berikut ini.
k
j j / gj 1 2 3 4 5 6 7 Nj
Njk
4 5
3 4
2 3
1 2
Wk
Hitunglah entropi sistem Sd dengan menggunakan rumusan Planck.
6. Gambarkan keempat titik a, b, c, dan d dalam ruang parameter V T
dan tentukanlah proses dari titik mana ke titik mana yang mungkin terjadi
apabila hanya entropi sistem yang ditinjau. Apa syaratnya?
60 CATATAN 10. STATISTIK FERMI-DIRAC: N J DAN S
10.2 Jawab
1. Agar diperoleh U = 19 kelima partikel dapat disusun seperti tampak
dalam Tabel 10.1 berikut. Sedangkan untuk U = 17 dapat dilihat dalam
Tabel 10.2.
Tabel 10.1: Susunan yang mungkin kelima partikel pada empat tingkat energi
dengan U = 19.
k
j j / 1 2 3 4 5 6
Njk
4 5 2 1 0 1 2 3
3 4 1 3 4 2 0 0
2 3 1 0 1 2 3 0
1 2 1 1 0 0 0 2
Uk / 19 19 19 19 19 19
Tabel 10.2: Susunan yang mungkin kelima partikel pada empat tingkat energi
dengan U = 17.
k
j j / 1 2 3 4 5 6
Njk
4 5 0 1 2 1 0 1
3 4 3 1 0 0 2 2
2 3 1 2 1 4 3 0
1 2 1 1 2 0 0 2
Uk / 17 17 17 17 17 17
6! 4! 3! 1!
W1 = = 15 4 3 1 = 180
2!(6 2)! 1!(4 1)! 1!(3 1)! 1!(1 1)!
6! 4! 3! 1!
W2 = = 6 4 1 1 = 24
1!(6 1)! 3!(4 3)! 0!(3 0)! 1!(1 1)!
6! 4! 3! 1!
W3 = =1131= 3
0!(6 0)! 4!(4 4)! 1!(3 1)! 0!(1 0)!
6! 4! 3! 1!
W4 = = 6 6 3 1 = 108
1!(6 1)! 2!(4 2)! 2!(3 2)! 0!(1 0)!
6! 4! 3! 1!
W5 = = 15 1 1 1 = 15
2!(6 2)! 0!(4 0)! 3!(3 3)! 0!(1 0)!
1 204
N1 = (180 1 + 24 1 + 3 0 + 108 0 + 15 0) = = 0.618
270 330
1 444
N2 = (180 1 + 24 0 + 3 1 + 108 2 + 15 3) = = 1.345
270 330
1 480
N3 = (180 1 + 24 3 + 3 4 + 108 2 + 15 0) = = 1.455
270 330
1 522
N4 = (180 2 + 24 1 + 3 0 + 108 1 + 15 2) = = 1.582
270 330
Tabel 10.3: Susunan yang mungkin kelima partikel pada empat tingkat energi
dengan U = 19 dan g1 = 1, g2 = 3, g3 = 4, dan g4 = 6.
k
j j / gj 1 2 3 4 5 6 Nj
Njk
4 5 6 2 1 0 1 2 - 0.618
3 4 4 1 3 4 2 0 - 1.345
2 3 3 1 0 1 2 3 - 1.455
1 2 1 1 1 0 0 0 - 1.582
5! 3! 2! 1!
W1 = = 10 3 2 1 = 60
2!(5 2)! 1!(3 1)! 1!(2 1)! 1!(1 1)!
5! 3! 2! 1!
W2 = = 5111 =5
1!(5 1)! 3!(3 3)! 0!(2 0)! 1!(1 1)!
5! 3! 2! 1!
W4 = = 5 3 1 1 = 15
1!(5 1)! 2!(3 2)! 2!(2 2)! 0!(1 0)!
= 60 + 5 + 15 = 80
1 65
N1 = (60 1 + 5 1 + 15 0) = = 0.8125
80 80
1 90
N2 = (60 1 + 5 0 + 15 2) = = 1.1250
80 80
62 CATATAN 10. STATISTIK FERMI-DIRAC: N J DAN S
1 105
N3 = (60 1 + 5 3 + 15 2) = = 1.3125
80 80
1 140
N4 = (60 2 + 5 1 + 15 1) = = 1.7500
80 80
Tabel 10.4: Susunan yang mungkin kelima partikel pada empat tingkat energi
dengan U = 19 dan g1 = 1, g2 = 2, g3 = 3, dan g4 = 5.
k
j j / gj 1 2 3 4 5 6 Nj
Njk
4 5 5 2 1 - 1 - - 1.7500s
3 4 3 1 3 - 2 - - 1.3125
2 3 2 1 0 - 2 - - 1.1250
1 2 1 1 1 - 0 - - 0.8125
Wk 60 5 - 15 - - 80
Catatan 11
Tingkat energi atau level energi (energy level) adalah susunan tingkat-tingkat
di mana energi pada tingkat-tingkat tersebut berbeda. Dalam buku ini suatu
tingkat energi diberi label j dan besar energi pada suatu tingkat adalah j .
Dalam satu tingkat energi terdapat semacam ruang-ruang yang memiliki energi
hampir sama dan dinamakan sebagai keadaan-keadaan energi.
63
64 CATATAN 11. TINGKAT DAN KEADAAN ENERGI
Catatan 12
65
66 CATATAN 12. KEADAAN MAKRO DAN MIKRO
Catatan 13
Peluang Termodinamika
Dalam suatu sistem yang terisolasi dan tertutup jumlah energi sistem E tetap
dan jumlah partikel dalam sistem N tetap. Dengan berevolusinya waktu, in-
teraksi antar partikel dalam suatu sistem yang terisolasi dan tertutup men-
gakibatkan perubahan jumlah partikel yang menempati suatu tingkat energi
dan dapat juga terjadi perubahan keadaan energi dari setiap partikel. Untuk
sistem berupa gas interaksi yang dimaksud dapat berupa tumbukan antar par-
tikel gas atau dengan wadahnya sedangkan untuk molekul-molekul kristas dapat
berupa pertukaran energi. Berbagai bentuk interaksi ini menghasilkan peruba-
han keadaan mikro dari sistem yang tetap harus memenuhi syarat tetapnya E
dan N .
Cara pertama adalah dengan membayangkan sistem telah diamati dalam suatu
rentang waktu t yang cukup lama sehingga setiap keadan mikro dari suatu sis-
tem yang terisolasi telah muncul amat sering. Bila t adalah total waktu sistem
berada pada suatu keadaan mikro yang mungkin, maka postulat ini menyatakan
bahwa rentang waktu t adalah sama untuk semua keadaan mikro.
Postulat ini terlihat tidak diturunkan suatu prinsip fundamental apapun se-
hingga tidak dapat diverifikasi menggunakan eksperimen. Justifikasi kebenaran
67
68 CATATAN 13. PELUANG TERMODINAMIKA
Sejumlah keadaan mikro akan membentuk satu keadaan makro. Jumlah dari
semua keadaan mikro yang mungkin bagi suatu keadaan makro k disebut sebagai
peluang termodinamika Wk dari keadaan makro tersebut. Suatu asembli dengan
banyak partikel, peluang termodinamika akan bernilai besar.
Jumlah total keadaan mikro yang mungkin untuk suatu asembli, atau dapat
dikatakan sebagai peluang termodinamika asembli tersebut, adalah jumlah pelu-
ang termodinammika keadaan makro dari semua keadaan makro dalam asembli
tersebut
X
= Wk . (13.1)
k
Sifat atau properti suatu observabel suatu sistem makroskopik bergantung pada
nilai rata-rata terhadap waktu dari properti atau sifat mikroskopik sistem terse-
but. Sebagai contoh, tekanan suatu gas bergantung pada nilai rata-rata ter-
hadap waktu dari transpor momentum pada suatu luasan. Melalui postulat
fundmental yang telah dibahas pada bagian sebelumnya, properti observabel
suatu sistem makroskopik akan pula bergantung pada nilai rata-rata properti
mikroskopik dari banyak replika suatu asembli yang diamati hanya pada suatu
waktu.
yang diperbolehkan dalam suatu asembli. Ekspresi yang akan diturunkan ini
disebut sebagai rata-rata bilangan okupasi pada tingkat (energi) j.
Misalkan Njk adalah bilangan okupasi tingkat j dalam keadaan makro k. Nila
g
rata-rata kelompok (grup) bilangan okupasi pada tingkat j, N j , diperoleh den-
gan mengalikan Njk dengan jumlah replika pada keadaan makro k, Wk N
dan dijumlahkan untuk seluruh keadaan makro dalam asembli, dibagi dengan
jumlah replika N , yaitu
g 1 X
Nj = Njk Wk N . (13.2)
N
k
Akan tetapi
X
N = Wk N , (13.3)
k
P
g k Njk Wk 1X
Nj = P = Njk Wk , (13.4)
k Wk
k
Dengan cara yang serupa dapat dicari rata-rata waktu dari bilangan okupasi
pada tingkat (energi) j. Sebagaimana telah dijelaskan dalam postulat funda-
mental termodinamika statistik bahwa semua keadaan mikro memiliki peluang
yang sama untuk muncul, yang artinya bahwa apabila sistem diamati untuk su-
atu rentang waktu yang lama t maka setiap keadaan mikro akan muncul dalam
rentang waktu total t yang sama. Total durasi waktu suatu asembli berada
pada keadaan makro k tak lain adalah perkalian dari rentang waktu t dengan
jumlah keadaan mikro Wk dalam keadaan makro tersebut. Jumlah dari semua
hasi perkalian ini untuk seluruh keadaan makro adalah sama dengan total waktu
pengamatan t,
X
t= Wk t. (13.5)
k
t
Kemudian nilai rata-rata waktu bilangan okupasi pada tingkat j, N j , diperoleh
dengan mengalikan bilakang okupasi pada tingkat j pada keadaan makro k, Njk
dengan waktu asembli tersebut pada keadaan makro k, Wk t, dijumlahkan un-
tuk seluruh keadaan makro dalam asembli tersebut, dan hasilnya dibagi dengan
total waktu pengamatan t, yaitu
t 1X
Nj = Njk Wk t. (13.6)
t
k
70 CATATAN 13. PELUANG TERMODINAMIKA
P
t k Njk Wk 1 X
Nj = = Njk Wk . (13.7)
Wk
k
Jadi apabila semua keadaan mikro memiliki peluang yang sama untuk muncul
maka rata-rata kelompok bilangan okupasi pada tingkat j sama dengan rata-
rata waktu bilangan okupasi pada tingkat j,
t g
Nj = Nj. (13.8)
seperti telah ditunjukkan dalam Persamaan (13.4) dan (13.7). Selanjutnya ke-
dua besaran yang sama ini akan dirujuk sebagai rata-rata bilangan okupasi pada
tingkat j, yaitu N j .
Catatan 14
Pengali dan
Bila terdapat sejumlah tingkat energi j yang memiliki energi j dengan jumlah
keadaan energi atau degenerasi pada masing-masing tingkat energi adalah gj ,
maka untuk statistik MB bentuk peluang termodinamik suatu keadaan makro-
nya adalah
Y gjNj
WMB = N ! , (14.1)
j
Nj !
Y (gj + Nj 1)!
WBE = , (14.2)
j
(gj 1)!Nj !
Y gj !
WFD = . (14.3)
j
(gj Nj )!Nj !
71
72 CATATAN 14. PENGALI DAN
d ln W + dN + dE = 0, (14.4)
dengan syarat
X X
N= Nj dN = dNj = 0, (14.5)
j j
X X
E= j Nj E = j dNj = 0. (14.6)
j j
Selanjutnya dapat diperoleh keadaan makro yang paling mungkin dari ketiga
statistik, atau disebut distribusi dari statistik tersebut. Distribusi MB memiliki
bentuk
gj
NjMB = , (14.7)
e(+j )
gj
NjBE = , (14.8)
e(+j ) 1
gj
NjFD = . (14.9)
e(+j ) + 1
1/2
2N d
NMB ()d = 3/2
(14.10)
(kT ) e/kT
distribusi BE menjadi
14.4. PENGALI 73
2(2m)3/2 V 1/2 d N h3
NBE ()d = 1 /kT , A = , (14.11)
h3 Ae 1 V (2mkT )3/2
2/3
4(2m)3/2 V 1/2 d h2
3N
NFD ()d = , F (0) = . (14.12)
h3 e(F )/kT 1 2m 8V
14.4 Pengali
dN = 0, dN = 0, dE = 0. (14.13)
X X
E= j Nj + j Nj . (14.14)
j j
X X
dN = dNj = 0, dN = dNj = 0, (14.15)
j j
dan
X X
dE = j dNj + j dNj = 0. (14.16)
j j
WT = W W . (14.17)
Dengan kembali menggunakan pengali tak tentu Lagrange, yang dalam hal ini
menjadi , , dan , maka diperoleh
d ln WT + dN + dN + dE = 0. (14.18)
ln W
+ + j = 0 (14.19)
Nj
dan
ln W
+ + j = 0. (14.20)
Nj
Persamaan (14.19) dan (14.20) mendefinisikan suatu keadaan makro yang paling
mungkin muncul bagi kedua sistem penyusun sistem gabungan dan terlihat
bahwa kedua keduanya bergantung dari pengali . Dari kedua sistem hanya
terdapat satu parameter fisis yang perlu bernilai sama, karena keduanya kontak
secara termal, yaitu temperatur sesuai dengan hukum kenol termodinamika.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hanya fungsi dari temperatur
= (T ). (14.21)
Pengali dapat pula dilihat dari sudut pandang lain apabila dikaitkan dengan
perubahan energi dE. Untuk itu misalkan dalam suatu sistem diasupkan panas
sebesar dQ sehingga sebagian energi tersebut digunakan untuk melakukan kerja
dalam bentuk ekspansi dV . Menurut hukum pertama termodinamika
dE = dQ pdV, (14.22)
X X X
dE = d j Nj = j dNj + Nj dj . (14.23)
j j j
Suku pertama pada ruas paling kanan Persamaan (14.23) menyatakan kerja
yang dilakukan sistem, di mana perubahan volume akan mengubah tingkat-
tingkat energi sistem. Dengan sendirinya dj pada tingkat energi j akan
14.4. PENGALI 75
berubah. Sedangkan suku kedua terkait dari perubahan susunan partikel pada
masing-masing tingkat energi dan hal ini dapat terjadi karena adanya asupan
panas. Perbandingan Persamaan (14.23) dengan Persamaan (14.22) akan mem-
berikan
X
Nj dj = pdV (14.24)
j
dan
X
j dNj = dQ. (14.25)
j
d ln W + dN + dQ = 0. (14.26)
Dengan menerapkan syarat bahwa jumlah partikel dalam sistem adalah tetap
akan diperoleh bahwa
d ln W = dQ. (14.27)
S = k ln , (14.28)
W, (14.29)
serta
dQ
dS = , (14.30)
T
1
= . (14.31)
kT
76 CATATAN 14. PENGALI DAN
Suatu elemen ruang fasa enam dimensi d didefinisikan melalui relasi (Pointon,
1967) dalam bentuk
Dengan cara yang sama apabila posisi terletak rentang koordinat antara x sam-
pai x + dx, antara y sampai y + dy, dan antara z sampai z + dz, maka elemen
ruang koordinat tak lain adalah
Dengan demikian volume dalam ruang fasa yang berkorespondensi dengan mo-
mentum dalam rentang koordinat antara p sampai p + dp, antara sampai
+ d, dan antara sampai + d dan posisi dalam rentang koordinat antara
x sampai x + dx, antara y sampai y + dy, dan antara z sampai z + dz adalah
Z Z 2
Vp = p2 dp sin d d = 4p2 dp, (14.36)
0 0
yang tak lain adalah volume dari kulit bola antara p dan p + dp.
Dengan demikian volume dalam ruang fasa yang terkait dengan Vp dalam
ruang momentum dan volume V dalam ruang koordinat diberikan oleh
Z
= 4p2 dp dxdydz = 4p2 dp V. (14.37)
V
14.6. DEGENERASI DALAM VOLUME RUANG FASA 77
= m3 4v 2 dv V. (14.39)
p
= 4 2m m/(2) V = 2(2m)3/2 1/2 d V. (14.40)
Degenerasi atau jumlah keadaan energi pada suatu tingkat energi j , yaitu gj
dapat diungkapkan sebagai fungsi dari j , di mana umumnya suatu tingkat
energi memiliki energi antara j sampai j + dj . Dengan menggunakan asumsi
bahwa volume ruang fasa yang sama akan memberikan jumlah keadaan energi,
yang diperbolehkan, yang sama pula. Asumsi ini dapat dijustifikasi dalam kasus
mekanika kuantum, misalknya pada contoh partikel dalam kotak. Bila terdapat
B keadaan energi tiap satuan volume ruang fasa sehingga sebuah elemen ruang
fasa d akan mengandung Bd keadaan energi. Degenerasi dari tingkat energi
j tak lain adalah
gj = B()j , (14.41)
dengan ()j adalah volume dari ruang fasa enam dimensi yang terletak dalam
rentan energi antara j sampai j + dj dan dalam volume koordinat V dalam
sistem.
1/2
gj BV 2(2m)3/2 j dj (14.42)
78 CATATAN 14. PENGALI DAN
Teori kinetik gas menyatakan bahwa energi rata-rata tiap partikel gas adalah
3
= kT, (14.43)
2
X
E= (gj e+j )(j ) (14.44)
j
dan
X
N= (gj e+j ). (14.45)
j
+j j
P P
E j j g j e j j g j e
= = P +j
= P j
. (14.46)
N j gj e j gj e
R 1/2 R 3/2
0
j (BV 2(2m)3/2 j dj )ej 0
j ej dj
= R 1/2
= . R 1/2 (14.47)
0 (BV 2(2m)3/2 j dj )ej 0 j e
j d
j
3
Z Z
3/2 1/2
j ej dj = j ej dj (14.48)
0 2 0
3
= . (14.49)
2
14.8. PENGALI 79
1
=
kT
14.8 Pengali
Secara umum, pengali tidak bernilai sama untuk ketiga statistik, melainkan
bergantung dari pada kasus yang ditinjau. Berikut ini akan dibahas dengan
menggunakan statistik MB. Bila dituliskan bahwa
A = e (14.50)
Nj = Agj ej (14.51)
X
N =A gj ej (14.52)
j
sehingga
N
A= P j
. (14.53)
j je
g
N
A = R 1/2
, (14.54)
0 (BV 2(2m)3/2 j dj )ej
Z
(n + 1) = ex xn dx, (14.55)
0
(n + 1) = n(n), (14.56)
(n + 1) = n!, (14.57)
(1/2) = , (14.58)
Z Z
1/2
j ej dj = () x1/2 ex dx
1/2
0 0
1/2 1/2
= () (3/2) = () . (14.59)
2
Dengan demikian
N N
A= = (14.60)
BV (2m/)3/2 BV (2mkT )3/2
dan
N
= ln A = ln . (14.61)
BV (2mkT )3/2
N h3
A= (14.62)
V (2mkT )3/2
atau
N h3
= ln A = ln , (14.63)
V (2mkT )3/2
di mana dalam hal ini degenerasi, atau lebih tepatnya jumlah keadaan energi
yang menempati elemen ruang fasa enam dimensi didefinisikan sebagai
d
g= . (14.64)
h3
Sedangkan dalam statistik FD maka akan terkait dengan apa yang dikenal
sebagai energi Fermi F , yaitu lewat hubungan
14.8. PENGALI 81
F
= . (14.65)
kT
Gambar 14.1: Ilustrasi band gap dan energi Fermi pada semikonduktor.
82 CATATAN 14. PENGALI DAN
Catatan 15
Dengan mengetahui temperatur dan entropi suatu sistem dalam deskripsi statis-
tiknya ada gunanya pula untuk mengaitkan fungsi termodinamika lain dengan
sifat-sifat statistik. Dalam hal ini, misalnya saja adala energi bebas Helmholtz
F sistem yang didefinisikan sebagai
F = E T S. (15.1)
dF = dE T dS. (15.2)
T ds dE + dW, (15.3)
dF dW. (15.4)
83
84 CATATAN 15. ENERGI BEBAS HELMHOLTZ
dF = 0 (15.5)
Saat temperatur sistem bernilai tetap, penerapan Persamaan (15.5) akan mem-
perbolehkan keadaan kesetimbangan sistem ditentukan bila energi bebas dike-
tahui bentuknya dalam berbagai parameter termodinamika.
Kegunaan dari diketahuinya energi bebas terkait pula dengan hubungannya den-
gan fungsi termodinamika lainnya dari sistem. Sebagai contoh, misalnya sebuah
berubahan reversibel sistem berlangsung dengan perubahan dT dan kerja yang
dilakukan hanya merupakan ekspansi sehingga volumenya bertambah sebesar
dV . Kerja yang dilakukan sistem adalah pdV dengan p adalah tekanan sis-
tem. Pertidaksamaan (15.3) akan menjadi persamaan untuk proses reversible
sehingga
T ds = dE + dW. (15.6)
Dengan nilai T dS ini dan bahwa temperatu boleh berubah maka perubahan
energi bebas F dapat diperoleh dari Persamaan (15.1), yaitu
F
p= (15.8)
V T
dan
F
S= . (15.9)
T V
15.3. ENERGI SEBAGAI FUNGSI DARI ENERGI BEBAS 85
Persamaan (15.8) akan berguna saat mencari persamaan keadaan sistem yang
akan memberikan tekanan sistem dalam fungsi volume dan temperatur sistem.
Salah satu contoh persamaan keadaan misalnya untuk gas ideal adalah pV =
N RT .
F
F =E+T . (15.10)
T V
F (F/T )
2
E =F T = T (15.11)
T V T
V
(F )
, (15.12)
V
15.4 CV dari E
E
CV = (15.13)
T V
dapat diperoleh
2F
CV = T (15.14)
T 2 V
atau
2 (F )
2
CV = k . (15.15)
2 V
Peluang termodinamika untuk keadaan makro yang paling sering muncul Wmax
pada sistem gas sempurna memiliki bentuk
N E
ln Wmax = N ln + . (16.1)
A kT
Suatu kuantitas Z, yang nantinya akan disebut sebagai fungsi partisi, diperke-
nalkan sebagai pengganti suku N/A.
N
Z= . (16.2)
A
gj e(j /kT )
P
j
X
Z= = gj ej /kT (16.3)
e j
yang disebut sebagai fungsi partisi Boltzmann atau fungsi partisi, untuk suatu
partikel dalam suatu sistem. Istilah ini digunakan karena dalam ekspresi Z,
suku-suku dalam penjumlahan di atas menentukan bagaimana partikel-partikel
dalam sistem terdistribusi atau terpartisi di antara berbagai tingkat-tingkat
energi.
87
88 CATATAN 16. FUNGSI PARTISI BOLTZMANN
Selain dalam bentuk Persamaan (16.3) fungsi partisi dapat pula diungkapkan
untuk keadaan-keadaan energi yang ada secara individual. Bila energi dari
keadaaan energi i adalah i , dan karena degenerasi dari suatu keadaan energi
adalah 1, maka
X
Z= ei /kT . (16.4)
i
Fungsi partisi yang diperoleh baik dari Persamaan (16.3) maupun Persamaan
(16.4) adalah bukan besaran termodinamika yang terukur atau dapat diukur
secara umum, ataupun muncul dalam persamaan termodinamika yang wajar.
Tetapi, hasil tersebut merupakan suatu jembatan yang penting antara ekspresi
statistik untuk suatu keadaan energi suatu sistem dengan fungsi-fungsi termod-
inamika terkait, yang akan ditunjukkan kemudian.
E
S = N k ln Z + . (16.5)
T
F = N KT ln Z. (16.6)
P
E j nj j
= = P
N j nj
j /kT j /kT
P P
j g j j e j g j j e
= P /kT
= P j /kT
j gj e j gj e
j
j /kT
P
j g j j e
= .
Z
Z 1 X
= gj j ej /kT (16.7)
T V kT 2 j
sehingga
Z
kT 2
T V ln Z
= = kT 2 . (16.8)
Z T V
2 ln Z ln Z
E = N kT =N (16.9)
T V V
ln Z
S = N k ln Z + (16.10)
ln V
Z = eF/N kT (16.11)
di mana dengan f = F/N yang menyatakan energi bebas tiap partikel maka
fungsi partisi untuk tiap keadaan energi bagi partikel dalam sistem dapat dit-
uliskan menjadi
X
Z= ei /kT = ef /kT . (16.12)
i
2 ln Z
E ln Z
CV = = N K 2T + T2 (16.13)
T V T T 2
F ln Z
p= = N kT (16.14)
V T V T
Catatan 17
Suatu gas ideal yang terdiri dari N molekul identik yang masing-masing
bermassa m. Molekul-molekul gas tak-terbedakan dan jumlah molekul dalam
tiap keadaan energi yang mungkin, kecuali pada temperatur amat rendah se-
hingga semua gas mencair, adalah amat kecil. Statistik yang cocok adalah
statistik klasik.
Langkah pertama adalah menghitung fungsi partisi dari sistem ini, sebagaimana
telah diungkapkan dalam Persamaan (16.3), yaitu
X
Z= gj ej /kT
j
n2j h2 V 2/3
j = , (17.1)
8m
di mana n2j = n2x + n2y + n2z , dan nx , ny , nz adalah bilangan bulat yang masing-
masing dapat bernilai 1, 2, 3, ....
91
92 CATATAN 17. GAS IDEAL MONOATOMIK
Bilangan kuantum nj berkaitan dengan sebuah vektor dalam ruang-n yang di-
hitung dari pusat koordinat ke setiap titik, karena n2j = n2x + n2y + n2z . Dalam
sistem, dengan volume yang diberikan, energi hanya bergantun dari nj , sehingga
semua kedaan energi dengan energi yang saya berada pada permukaan bola den-
gan jari-jari nj dari pusat koordinat. Karena nx , ny , nz semua bernilai positif,
dan terdapat satu titik setiap satuan volume dalam ruang-n, maka jumlah to-
tal Gj dari semua keadaan energi yang mungkin, dalam semua tingkat energi
sampai dan termasuk yang memiliki energi j , adalah sama dengan volume satu
oktan dari bola dengan jari-jari nj , yaitu
1 4 3
Gj = n = n3j . (17.2)
8 3 j 6
Kulit bola sudah tentu akan memotong beberapa sel satuan sehingga tidak jelas
apakah titik yang merepresentasikan suatu keadaan energi terdapat di dalam
atau di luar permukaan bola. Akan tetapi, untuk nilai nj besar, yang meru-
pakan kasus kebanyakan molekul-molekul suatu gas pada temperatur umum,
ketidakpastian ini menjadi dapat diabaikan karena kecil.
Selanjutnya, jumlah keadaan energi dalam tingkat keadaan makro yang memiliki
energi antara j dan j + j , atau degenerasi tingkat energi makro Gj adalah
17.3. FUNGSI PARTISI SISTEM 93
Gj = 3n2j nj = n2j nj . (17.3)
6 2
Secara geometri, nilai ini terkait dengan jumlah titik-titik dalam suatu kulit bola
dengan jari-jari nj dan tebal nj . Dengan melihat bentuk dalam Persamaan
(17.3), degenerasi akan meningkat dengan pertambahan nj secara kuadratik
untuk harga nj yang sama.
X
Z= Gj ej /kT , (17.4)
j
2 2/3
X 2 h V
Z= n exp n2j nj . (17.5)
2 j j 8mkT
Dengan
2 2/3
h V
f (nj ) = n2j exp n2j (17.6)
8mkT
maka f (nj )nj tak lain adalah luas di bawah kurva dari grafik f (nj ) terhadap
nj . Nilai Z terkait dengan jumlah seluruh luas seperti itu untuk seluruh nilai
nj dari j = 1 sampai j = karena tidak terdapat batas atas untuk nilai yang
diperbolehkan bagi nj .
Untuk suatu aproksimasi yang baik, jumlah dalam Persamaan (17.5) sama den-
gan luas di bawah kurva kontinu yang melewati puncak nilai-nilai f (nj ), antara
batas 0 dan adalah
2 2/3
h V
Z
Z= n2j exp n2j dnj . (17.7)
2 0 8mkT
3/2
2mkT
Z=V . (17.8)
h2
94 CATATAN 17. GAS IDEAL MONOATOMIK
Hasil dalam Persamaan (17.8) ini akan dapat digunakan untuk mencari besaran-
besaran termodinamika. Atau lebih umum apabila digunakan
3 2mkT
ln Z = ln V + ln . (17.9)
2 h2
F
p= = (N kT ln Z)
V V
T T
ln Z N kT nRT
= N kT = = , (17.10)
V T V V
yang tak lain adalah persamaan keadaan untuk gas ideal. Kemudian dengan
menggunakan Persamaan (15.11)
(F/T ) N kT ln Z
U = E = T 2 = T 2
T T T
V 2
V
2 ln Z 2 3 h 2mk
= N kT = N kT
T V 2 2mkT h2
3 3
= N kT = nRT, (17.11)
2 2
yang juga cocok dengan hasil teori kinetik untuk gas monoatomik dengan tiga
derajat kebebasan.
U 3 3
CV = = N k = nR (17.12)
T V 2 2
CV 3
cV = = R. (17.13)
n 2
Catatan 18
Distribusi akan dinyatakan dalam bilangan okupasi rata-rata suatu tingkat en-
ergi makro, yang meliputi suatu rentang energi antara j sampai j + j .
Variabel N menyatakan jumlah molekul yang memiliki energi sampai dan ter-
masuk berenergi j . Rata-rata jumlah molekul yang termasuk ke dalam tingkat
energi makro atau rata-rata bilangan okupasi tingkat energi makro tersebut
adalah Nj . Kuantitas Nj dan Gj terkait dengan bilangan okupasi rata-
rata suatu tingkat energi N j dan degenerasi suatu tingkat energi tunggal gj .
Untuk kedua fungsi distribusi, baik Maxwell-Boltzmann maupun klasik, memi-
liki bentuk
N
Nj = Gj e/kT . (18.1)
Z
Dengan menggunakan
n2j h2 V 2/3 1
j = = mvj2
8m 2
2 2
4m vj 2mv j
n2j = 2 2/3 nj = .
h V hV 1/3
2m
nj = vj .
hV 1/3
95
96 CATATAN 18. DISTRIBUSI LAJU MOLEKULAR
!
4m2 vj2 4m3 V 2
2m
Gj = n2j nj = vj = vj vj . (18.2)
2 2 h2 V 2/3 hV 1/3 h3
4m3 V 2
Gv = v v. (18.3)
h3
Gunakan hasil dalam Persamaan (18.3) ke dalam Persamaan (18.1) dan hasil
untuk Z dari Persamaan (17.8) sehingga
N
Nj = Gj e/kT
Z
4m3 V 2
N 2
Nv = v v emv /2kT
V 2mkT 3/2
h3
h2
4N m 3/2 2 mv2 /2kT
= v e v. (18.4)
2kT
Laju yang paling mungkin vm untuk molekul-molekul yang memiliki laju antara
v dan v+v dapat diperoleh dengan mencari nilai maksimum dari (18.4) dengan
hanya memperhatikan
d 2 mv2 /2kT
v e =0
dv
r
2kT
vm = . (18.5)
m
Dengan demikian Persamaan (18.4) dapat dituliskan dalam bentuk yang lebih
kompak, dengan menggunakan vm , yaitu
18.3. LAJU RATA-RATA 97
Nv 4N 2 2
= 3 v 2 ev /vm . (18.6)
v vm
1 X
v= vNv .
N
r
4 2 8kT
Z
3 v 2 /vm
2
v= 3 v e dv = vm = (18.7)
vm 0 m
Dengan menggunakan cara yang sama untuk mencari v dapat dicari vrms , yaitu
1/2
1 X 2
vrms = v= v Nv
N
Z 1/2 r
4 4 v 2 /vm
2 3 3kT
= 3 v e dv = vm = (18.8)
vm 0 2 m
Dengan melihat Persamaan (18.5), (18.7), dan (18.8) dapat dituliskan bahwa
r r r
2kT 8kT 3kT
vm : v : vrms = : : = 1 : 1.128 : 1.224. (18.9)
m m m
98 CATATAN 18. DISTRIBUSI LAJU MOLEKULAR
Paradoks Gibb
Bab ini akan menceritakan bagaimana entropi bertambah setelah dua jenis gas
yang semula terpisahkan oleh dinding diatermal dicampurkan. Pertambahan
entropi ini sayangnya juga terjadi saat kedua jenis gas merupakan jenis gas
yang sama, yang menjadikannya suatu paradoks yang dikenal sebagai paradoks
Gibb.
Secara umum, degenerasi pada setiap tingkat energi j , yaitu gj , dapat di-
ungkapkan dalam bentuk kontinu di ruang- menjadi
d
gj (19.1)
h3
d
X Z
j /kT
Z= gj e e/kT . (19.2)
j
h3
Elemen ruang fasa enam-dimensi d terdiri dari tiga elemen ruang spasial dan
tiga elemen ruang momentum, yaitu
Suku pertama dalam ruas paling kanan pada Persamaan (19.2), yaitu e/kT
merupakan fungsi dari energi, dengan demikian elemen ruang fasa enam-dimensi
d dalam Persamaan (19.3) harus pula dirumuskan dalam variabel energi .
99
100 CATATAN 19. PARADOKS GIBB
Untuk partikel-partikel gas yang bebas bergerak tanpa pengaruh suatu medan
maka energinya hanya merupkana energi kinetik sehingga
p2
= . (19.4)
2m
Oleh karena itu elemen ruang momentum dVp = dpx dpy dpz dalam Persamaan
(19.3) harus dirumuskan dalam momentum total p dan bukan dalam px , py , dan
pz . Dengan mengingat bentuk bahwa dxdydz dalam sistem koordinat kartesian
memiliki representasi r2 dr sin dd dalam sistem koordinat bola maka dengan
cara yang sama dapat diperoleh
Dan karena energi dalam Persamaan (19.4) hanya bergantung dari p dan tidak
dan maka Persamaan (19.5) dapat diungkapkan dalam bentuk
Z Z 2
dVp = p2 dp sin d d = 4p2 dp. (19.6)
0 0
r r
d p 2m 2 m
= = = dp = d. (19.7)
dp m m m 2
r
2 m
dVp = 4p dp = 4(2m) d = 2(2m)3/2 1/2 d. (19.8)
2
Selanjutnya dengan menuliskan elemen volume dalam ruang spasial dapat di-
integralkan menjadi V karena fungsi energi yang dibahas tidak tergantung dari
koordinat spasial. Akhirnya elemen ruang fasa enam-dimensi d dapat dit-
uliskan menjadi
sehingga bentuk kontinu gj dalam Persamaan (19.1) dalam ruang energi akan
menjadi
d 2V (2m)3/2
Z Z
Z e/kT 3
= 1/2 e/kT d (19.11)
h h3 0
Z
1/2 e/kT d = (kT )3/2 (3/2) = (kT )3/2 (19.12)
0 2
2V (2m)3/2 3/2 V (2mkT )3/2
Z= (kT ) = (19.13)
h3 2 h3
F = N kT ln Z (19.14)
sehingga diperoleh
V (2mkT )3/2
F = N kT ln . (19.15)
h3
F
S= (19.16)
T V
sehingga diperoleh
V (2mkT )3/2
S= N kT ln
T h3 V
V (2mkT )3/2
= N kT ln
T h3 V
102 CATATAN 19. PARADOKS GIBB
U = F + TS (19.18)
yang cocok dengan energi dalam suatu gas ideal monoatomik. Sedangkan
tekanan dapat diperoleh dari
F
p= (19.20)
V T
V (2mkT )3/2
N kT
p= N kT ln 3
= . (19.21)
V h T V
Persamaan (19.21) akan memberikan persamaan keadaan untuk gas ideal klasik
monoatomik. Selanjutnya, kapasitas panas pada volume konstan CV dapat
diperoleh lewat
Q U
CV = = (19.22)
T V T V
3
CV = N k. (19.23)
2
19.3. PARADOKS GIBB 103
Q U V
Cp = = +p . (19.24)
T p T p T p
Cp = CV + N k. (19.25)
Misalkan terdapat gas berjenis sama yang menempati dua ruang berbeda dengan
volume V yang sama, temperatur T yang sama, tekanan p yang sama, jumlah
partikel N yang sama, sehingga akan memiliki entropi S yang sama dan energi
total U yang sama.
T = T, (19.26)
U = 2U, (19.27)
V = 2V, (19.28)
N = 2N, (19.29)
3/2
(2V )(2mkT ) 3
S = (2N )k ln 3
+ (2N )k
h 2
3/2
V (2mkT ) 3
= 2 N k ln + N k + 2N k ln 2
h3 2
= 2S + 2N k ln 2 > 2S. (19.30)
Bila kedua jenis gas berbeda, tidak terdapat kontradiksi ini karena setelah dind-
ing pembatas dihilangkan dan entropi bertambah, pemasangan kembali dinding
pembatas tidak akan mengambalikan dinding pembatas tidak akan mengamba-
likan gas kepada kondisi masing-masing jenis gas terpisah. Masing-masing gas
104 CATATAN 19. PARADOKS GIBB
memiliki entropi awal yang berbeda karena memiliki massa partikel gas yang
bebeda.
Suku campuran apabila kedua gas berjenis sama ini dapat pula dipandang dari
sisi statistik klasik bahwa ruang yang baru akan membuat seakan-akan gj men-
jadi 2gj sehingga peluang termodinamika keadaan makro paling mungkin akan
menjadi
Wmax = (2N Wmax )(2N Wmax ). (19.31)
= k ln (2N Wmax )2
S = k ln Wmax
= 2k ln Wmax + 2kN ln 2
= 2S + 2kN ln 2. (19.32)
Y gjNj
WMB = N ! (19.33)
j
Nj !
menjadi
Y gjNj
Wsemiklasik = . (19.34)
j
Nj !
Yang disebut sebagai statistik semi-klasik. Koreksi ini akan memberikan kon-
sekuensi dalam perumusan entropi sehingga menjadi
V (2mkT )3/2
5
S = N k ln + N k. (19.35)
N h3 2
apabila dua jenis gas dicampur dengan kondisi seperti telah disebabkan sebelum-
nya, volume untuk tiap partikel tidak akan berubah. Dengan Persamaan (19.35)
akan diperoleh bahwa
Ekipartisi Energi
Bila energi partikel-partikel dalam suatu sistem berbentuk kuadrat dari koordi-
nat posisi dan momentum sistem maka setiap suku yang mengandung kuadrat
tersebut tersebut akan berkontribusi terhadap energi rata-rata sebesar 12 kT di
mana T adalah temperatur sistem. Hal ini akan dibahas sebagai suatu aplikasi
dari statistik Maxwell-Boltzmann.
Energi suatu partikel dapat berbentuk murni energi kinetik, misalnya dalam
arah-x
p2x
x = , (20.1)
2m
yang juga berlaku sama dengan dalam arah-y dan arah-z. Dapat pula berbentuk
energi kinetik dan energi potensial, misalnya pada osilator harmonik, yang untuk
arah-x-nya adalah
p2x 1
x = + x2 , (20.2)
2m 2
yang akan memiliki bentuk yang sama pula dalam kedua arah lainnya.
107
108 CATATAN 20. EKIPARTISI ENERGI
!
p2x p2y p2z
1 1 1
= + x2 + + y 2 + + z 2 . (20.3)
2m 2 2m 2 2m 2
2
R /kT
(pRx /2m)e d
x = , (20.4)
e /kT d
dengan d = dxdydxdpx dpy dpz . Dengan melihat bentuk umum dalam Per-
samaan (20.3) maka apabila dituliskan
merupakan suatu suku yang tidak lagi bergantung dari px . Dengan menggu-
nakan cara ini maka Persamaan (20.7) dapat dituliskan menjadi
R [(p2 /2m)]/kT R 2
e x dV dpy dpz (p2x /2m)epx /2mkT dpx
x = R [(p2 /2m)]/kT R 2
e x dV dpy dpz
epx /2mkT dpx
R 2 2
(px /2m)epx /2mkT dpx
= R p2 /2mkT . (20.6)
e dpx
x
Dengan melakukan subtsitusi u2 = p2x /2mkT maka Persamaan (20.6) akan men-
jadi
R 2
kT
u2 eu du 1
x = R = kT, (20.7)
eu2 du 2
1 u2
Z Z
2
u2 eu du = ue d(u2 )
2
1h 1 u2 1 u2
Z Z
2
i
= ueu + e du = e du. (20.8)
2 u= 2 2
1
y = kT, (20.9)
2
1
z = kT. (20.10)
2
Bila partikel memiliki energi potensial yang bergantun posisi seperti dalam Per-
samaan (20.2), maka rata-rata energi potensial dalam arah-x dapat dicari, mis-
alnya saja
1 2
ux = x . (20.11)
2
1
x2 , (20.12)
2
R [(x2 /2)]/kT R 2
R 2
kT
u2 eu du 1
ux = R = kT, (20.14)
eu2 du 2
sehingga untuk potensial pada arah-y dan arah-z akan diperoleh pula
1
uy = kT, (20.15)
2
1
uz = kT. (20.16)
2
110 CATATAN 20. EKIPARTISI ENERGI
Suatu osilator harmonik yang memiliki energi pada arah-x seperti dalam Per-
samaan (20.2) dapat pula dihitung energi rata-ratanya pada arah-x, yaitu
R R 2 2 2 2
(px /2m + x /2) exp[(px /2m + x /2)/kT ]dxdpx
x = R R (20.17)
x
(p2 /2m + x2 /2)dxdpx
p2x
= r2 sin2 , (20.18)
2m
1 2
x = r2 cos2 , (20.19)
2
dxdpx = 2(m/)1/2 rdrd. (20.20)
R 2 R 2
/kT 3
d er r dr
x = R02 0
R = kT. (20.21)
d e r 2 /kT rdr
0 0
2
eau u3 du dapat dipecahkan lewat
R
Integral
Z
1
Z
2 2
eau u3 du = u2 eau d(au2 )
0 2a
0 Z
1 2 au2 1 2
= u e + ueau du
2a u=0 a 0
1 au2 1 au2
Z Z
=0+ ue du = ue du.
a 0 a 0
Z Z
1 2 2
a= er /kT r3 dr = kT er /kT rdr. (20.22)
kT 0 0
Hasil dari Persamaan (20.21) cocok dengan hasil sebelumnya di mana rata-rata
dari suku kuadrat dari x dan px akan memberikan kontribusi energi 21 kT .
20.5. DERAJAT KEBEBASAN 111
Umumnya, dan lebih berguna, apabila setiap kontribusi saling bebas dalam
energi berupa suku kuadrat yang bergantung pada koordinat ruang dirujuk
sebagai suatu derajat kebebasan sebuah partikel gas. Energi rata-rata 12 kT dim-
iliki oleh setiap derajat kebebasan atau mode saling bebas dalam menyimpang
energi. Sebagai contoh, misalnya terdapat N partikel yang merupakan osila-
tor harmonik, maka derajat kebebasannya adalah 6, biasa dinyatakan dengan
f , sehingga energi sistem tak lain adalah U = 6 N 12 kT = 3N kT . Dengan
demikian energi sistem adalah
1
U = fN kT . (20.23)
2
U 1 1
CV = = N kf = nRf. (20.24)
T V 2 2
Untuk gas diatomik selain bertranslasi, molekul gas dapat pula berotasi sehingga
ada tambahan energi dari
1 1
rot = Ix x2 + Iy y2 . (20.25)
2 2
Bila suku energi bukan berbentuk kuadrat dari koordinat dari ruang , seperti
uz = mgz, (20.26)
maka prinsip ekipertisi energi tidak akan berlaku di sini, yang berarti
1
uz 6= kT. (20.27)
2
112 CATATAN 20. EKIPARTISI ENERGI
Hal ini akan dibahas pada gas monoatomik dalam pengaruh energi potensial
gravitasi.
Catatan 21
Tambahan Informasi 1
Bab ini memberikan tambahan informasi yang mendukung kuliah dan diharap-
kan dapat memberikan motivasi bagi peserta kuliah.
Pada bab sebelumnya telah diceritakan bahwa terkait dengan prinsip ekipartisi
energi bahwa setiap suku energi yang mengandung kuadrat dari koordinat ruang
fasa akan memberikan kontribusi 12 kT terhadap energi rata-rata, yang dirujuk
sebagai suatu derajat kebebasan. Akan tetapi kapan suatu derajat kebebasan
muncul pada molekul gas, dalam hal ini harus diatomi, triatomik, atau lebih
kompleks, masih tidak jelas.
113
114 CATATAN 21. TAMBAHAN INFORMASI 1
Selain itu juga terdapat publikasi oleh F. L. Roman, J. A. White, dan S. Velasco
dalam European Journal of Physics 16 (2), 83-90 (1995) dengan judul Micro-
canonical single-particle distributions for an ideal gas in a gravitational field
yang terkait dengan topik yang akan dibahas pada bab berikutnya.
Selain itu terdapat pula publikas-publikasi dengan topik-topik yang lebih ad-
vanced, misalnya saja:
22.1 Sistem
Sistem yang dibahas di sini adalah terdapat suatu wadah dengan tinggi L yang
dapat diatur menggunakan piston dan luas penampang A sehingga volume ruang
yang ditempati gas pada suatu saat adalah AL. Sumbu-y diambil ke arah atas
dengan percepatan gravitasi diambil ke arah bawah. Temperatur T dalam gas
diasumsikan seragam.
117
118 CATATAN 22. GAS IDEAL DALAM MEDAN GRAVITASI
T dS = dU + dL dg. (22.2)
Sistem ini memiliki energi potensiap gravitasi UG sebagai mana energi internal
gas yang hanya merupakan fungsi dari temperatur UT . Energi tiap partikel
akan menjadi
p2
= + mgy (22.3)
2m
Seperti telah dijelaskan dalam bab-bab sebelumnya, fungsi partisi dapat diny-
atakan dalam bentuk diskrit
X
Z= gj ej /kT (22.4)
j
ataupun kontinu
d
Z
Z= e/kT (22.5)
0 h3
dengan
d
gj . (22.6)
h3
Saat energi terdiri dari dua suku, yaitu suku energi kinetik dan suku energi
potensial, maka dapat dituliskan bahwa masing-masing suku akan memberikan
satu fungsi partisi. Untuk suku energi kinetik digunakan Zp yang hanya
bergantung dari koordinat momentum
d
Z
2
/2mkT
Zp = ep (22.7)
h3
22.4. FUNGSI PARTISI 119
dan untuk suku energi potensial gravitasi digunakan Zy yang hanya bergantung
dari koordinat spasial y
d
Z
Zy = emgy/kT . (22.8)
h3
Akan tetapi karena partisi sistem secara keseluruhan, tak lain adalah
Z = Zp Zy , (22.9)
d
Z
2
/2mkT mgy/kT
Z= ep e (22.10)
h3
sehingga Persamaan (22.7) dapat tetap digunakan akan tetapi Persamaan (22.8)
harus dimodifikasi menjadi
1
Z
Zy = emgy/kT dy. (22.11)
L
Dengan menggunakan
d = 4V p2 dp (22.12)
p2
4V p
Z
p2 /2mkT
Zp = 3 (2mkT )3/2 e d
h 0 2mKT
2mkT
4V 1
= 3 (2mkT )3/2 ( ) =
h 4
3/2 3/2
2mkT 2mkT
V = AL . (22.13)
h2 h2
R 2
Pemecahan ini dilakukan dengan menggunakan ex dx = dan Per-
samaan (20.8)
L
1 kT mgy kT h mgy/kT iL
Z
Zy = emgy/kT d = e
L mg 0 kT mgL y=0
kT
= 1 emgL/kT . (22.14)
mgL
120 CATATAN 22. GAS IDEAL DALAM MEDAN GRAVITASI
Faktor 1/L muncul karena dalam Persamaan (22.13) dihitung volume spasial
padahal untuk komponen dy telah dihitung pada Zy . Dengan demikian fungsi
partisi total adalah
" 3/2 #
2mkT kT
Z = AL 1 emgL/kT . (22.15)
h2 mgL
F ln Z
= = N kT (22.17)
L T,g L T,g
dan
F ln Z
= = N kT , (22.18)
g T,L g T,L
N mg
= , (22.19)
exp(mgL/kT ) 1
N kT N mL
= . (22.20)
g exp(mgL/kT ) 1
Jadi sistem ini memiliki dua persamaan keadaan yaitu (T, L, g) dan (T, L, g).
= UG /g sehingga
N mgL
UG = N kT (22.21)
exp(mgL/kT ) 1
2 ln Z 5 N mgL
U = N kT = N kT (22.22)
T L,g 2 exp(mgL/kT ) 1
3
UT = N kT (22.23)
2
yang merupakan energi dalam gas saat tidak terdapat medan gravitasi, yang
hanya bergantung dari temperatur.
22.6 Entropi
F = U T S, (22.24)
U F
S=
T T
1 5 N mgL 1
= N kT [N kT (ln Z ln N + 1)]
T 2 exp(mgL/kT ) 1 T
5 N mgL/T
= Nk + N k(ln Z ln N + 1). (22.25)
2 exp(mgL/kT ) 1
X X
N= nj = gj ej /kT (22.26)
j j
d
Z
N= e/kT . (22.27)
0 h3
122 CATATAN 22. GAS IDEAL DALAM MEDAN GRAVITASI
Dalam hal ini, apabila ingin dibahas bagaimana distribusinya terhadap keting-
gian y maka, suku energi akan diperhatikan hanya bagian yang bergantung y
dari Persamaan (22.3). Dengan demikian Persamaan (22.27) akan menjadi
d
Z
2
N= ep /2mkT mgy/kT
h3
Z Z L
2 d dy
= e ep /2mkT 3 emgy/kT
0 h 0 L
Z L
dy
= e Zp emgy/kT . (22.28)
0 L
dy
dNy = e Zp emgy/kT (22.29)
L
L
dy
Z
N = e Zp emgy/kT = e Zp Zy , (22.30)
0 L
N mgy/kT dy
dNy = e . (22.31)
Zy L
Volume sebuah daerah tipis adalah Ady sehingga jumlah partikel per satuan
volume pada ketinggian y adalah
dNy 1 dNy
ny = = . (22.32)
V A dy
py = ny KT. (22.33)
N mgy/kT 1
ny = e . (22.34)
AZy L
22.7. DISTRIBUSI PARTIKEL SEBAGAI FUNGSI KETINGGIAN 123
Nilai dari Zy telah dihitung dalam Persamaan (22.14) sehingga dapat dituliskan
bahwa
N 1 mgy/kT 1
ny = e
A Zy L
N mgL 1 1
= emgy/kT
A kT 1 emgL/kT L
N mg 1 emgy/kT
= . (22.35)
A kT 1 emgL/kT
N mg emgy/kT
py = (22.36)
A 1 emgL/kT
N mg 1
p0 = , (22.37)
A 1e mgL/kT
sehingga Persamaan (22.36) dapat dituliskan dalam bentuk yang lebih kompak,
yaitu menjadi
py = p0 emgy/kT . (22.38)
p = p0 gy dp = gdy
M Nm
= =
V V
1 p
pV = N kT =
V N kT
p m
= Nm = p
N kT kT
m dp
dp = gdy = pgdy = (mg/kT )dy
kT p
ln p ln p0 = mgy/kT
p = p0 emgy/kT . (22.39)
124 CATATAN 22. GAS IDEAL DALAM MEDAN GRAVITASI
N mg emgL/kT N mg 1
pL = = = , (22.40)
A 1 emgL/kT A emgL/kT 1 A
sehingga
= pL A, (22.41)
dengan kuantitas adalah gaya yang melawan piston pada bagian atas wadah
gas. Bila terjadi perubahan tinggi piston sebesar dL ke arah atas maka kerja
adalah
N1
= emg(y1 y2 )/kT . (22.43)
N2
Semua kuantitas dalam Persamaan (22.43) dapat diukur secara eksperimen ke-
cuali konstanta Boltzmann k. Jadi persamaan tersebut dapat diselesaikan untuk
mendapatkan k. Kemudian NA dapat dicari melalui R/k, di mana konstanta
universal gas R diperoleh dari eksperimen lain pada saat itu.
Perrin menyimpulkan bahwa nilai NA terletak antara 6.5 1026 dan 7.2 1026 ,
yang terbandingkan dengan hasil eksperimen terbaik saat ini 6.022 1026
molekul per kmol.
Catatan 23
Gas diatomik
Dalam bab ini akan dibahas mengenai gas diatomik, di mana partikel gas bukan
lagi merupakan satu atom (gas monoatomik) melainkan merupakan molekul
yang terdiri dari dua atom (gas diatomik).
Dalam sebuah molekul diatomik energi dapat dianggap terbangun dari lima
buah kontribusi yang saling bebas satu sama lain. Kelima kontribusi tersebut
muncul akibat
spin nuklir.
Tingkat-tingkat energi yang tersedia bagi kelima jenis gerak perlu terkuanti-
sasi dan hanya pada kasus gerak translasi dapat diperlakukan tingkat-tingkat
energinya sebagai suatu tingkat kontinu klasik. Pada kasus yang lain tingkat-
tingkat energi harus diperlakukan secara benar-benar diskrit kecuali, mungkin,
pada temperatur amat tinggi.
Dengan melihat ini, dapat disimpulkan untuk sementara, bahwa untuk sistem
yang lebih rumit, dapat dilakukan prosedur yang sama asalkan deskripsi sistem
telah lengkap untuk seluruh faktor yang dapat menyumbangkan energi.
125
126 CATATAN 23. GAS DIATOMIK
Untuk mempelajari properti termodinamika suatu gas ideal diatomik perlu diru-
muskan fungsi partisi sebuah molekul gas dalam suku-suku fungsi-fungsi partisi
yang terpisah untuk setiap bentuk gerak yang berkontribusi. Dengan mengikuti
cara dalam bab gas ideal dalam pengaruh medan gravitasi, adalah mungkin un-
tuk melaukan faktorisasi fungsi partisi total Z seperti
Z = Zt Zr Zv Ze Zn , (23.1)
di mana Zt adalah fungsi partisi untuk gerak translasi, Zr adalah fungsi partisi
untuk gerak rotasi, Zv adalah fungsi partisi untuk gerak vibrasi, Ze adalah
fungsi partisi untuk gerak elektron-elektron, dan Zn adalah fungsi partisi untuk
gerak spin inti.
1/2
2mkT
Zt = V . (23.2)
h2
Untuk mementukan fungsi partisi gerak rotasi molekul diatomik perlu dituliskan
tingkat energi rotasi yang diperbolehkan j dalam bentuk mekanika kuantum,
yaitu
h2
j = j(j + 1) , (23.3)
8 2 I
di mana I adalah momen inersia molekul terhada suatu sumbu yang melewati
titik pusat massa molekul dan tegak lurus terhadap garis yang menghubungkan
kedua atom dalam molekul diatomik. Sedangkan j adalah bilangan kuantum
momentum angular total gerakan rotasi. Salah satu penurunan Persamaan
(23.3) dapat dilihat dalam S. Glasstone, Theoretical Chemistry, D. Van Nos-
trand Co. Inc., (1947).
X
X
Zr = (2j + 1)ej /kT = (2j + 1)ej(j+1)K/kT , (23.4)
j j
dengan
h2
K= . (23.5)
8 2 I
Gerak vibrasi molekul dapat diasumsikan, pada suatu aproksimasi yang baik,
sebagai suatu bentuk osilator harmonik dan bebas dari segala distorsi tak-
harmonik. Oleh karena itu memungkinkan untuk menggunakan hasil fungsi
partisi untuk osilator harmonik satu-dimensi, yaitu
1
e 2 h/kT
Zv = , (23.6)
1 eh/kT
Energi e1 dan e2 secara umum amat sangat besar apabila dibandingkan dengan
energi termal kT kecuali dalam kasus pada temperatur amat tinggi. Oleh karena
itu umumnya mungkin untuk mendekati Persamaan (23.7) dengan
Umumnya fungsi partisi spin nuklir hanya melibatkan perkalian dengan suatu
faktor konstan, misalnya
Zn . (23.9)
Dengan demikian, fungsi partisi lengkap molekul diatomik dapat dituliskan den-
gan melakukan subtsitusi dari Persamaan (23.2), (23.4), (23.6), (23.8), dan
(23.9) ke dalam Persamaan (23.1), yaitu
1/2 X
2mkT (2j + 1)ej(j+1)K/kT
Z=V
h2 j
1
!
e 2 h/kT
e1 /kT
g 0 + g 1 e Zn (23.10)
1 eh/kT
Fungsi partisi total suatu gas yang tersusun atas N molekul diatomik identik
adalah
ZN
Ztotal = . (23.11)
N!
Dengan menggunakan hubungan antara fungsi partisi dan energi dalam sistem,
yaitu
ln Z
U = N kT 2 , (23.12)
T V
2 ln Zt ln Zr ln Zv
U = N kT + +
T
V T T
V V
ln Ze ln Zn
+ +
T V T V
3
ln X
=N kT + kT 2 (2j + 1)ej(j+1)K/kT
2 T j
g1 e1 ee1 /kT
1 1
+h + h/kT + + 0 . (23.13)
2 e 1 g0 + g1 e1 ee1 /kT
K h2
rot = = , (23.14)
k 8 2 Ik
h
vib = , (23.15)
k
e1
e = , (23.16)
k
Beberapa nilai rot , vib , dan e dapat dilihat dalam Tabel 23.1 (gabungan dari
Sears and Salinger, 1975 dan Pointon, 1967; data yang kosong tidak terdapat
pada kedua sumber tersebut).
Pada temperatur rendah di mana T rot jelas dari bentuk fungsi partisi
lengkap dalam Persamaan (23.10) bahwa hanya sejumlah kecil molekul, yang
merupakan fraksi tak-signifikan, yang berotasi, bervibrasi, atau energi elek-
troniknya berada di atas tingkat energi dasarnya. Dalam kasus energi total,
seperti dalam rumusan Persamaan (23.13), hanya merupakan kontribusi dari
gerak translasi ditambah dengan energi titik nol gerak rotasi ( 12 N h), dan en-
ergi tingkat dasar dari elektron-elektron.
130 CATATAN 23. GAS DIATOMIK
3/2
2mKT
Zt = V , (23.18)
h2
Zr 1, (23.19)
12 h/kT
Zv e , (23.20)
Ze g 0 , (23.21)
Zn , (23.22)
3/2
2mKT 1
Z=V 1 e 2 h/kT g0 Zn , (23.23)
h2
sehingga
3 1 h 1 h/kT
U (T rot vib ) = N kT + 0 e 2 +0+0
2 2 k
3 1 1 3
= N kT vib e 2 vib /T N kT (23.24)
2 2 2
U 3
CV = = N k. (23.25)
T V 2
Bila termperatur dinaikkan sampai orde rot maka sebagian molekul akan terek-
sitasi sehingga menempati tingkat energi rotasi di atas tingkat energi dasar. En-
ergi rotasi akan mulai berkontribusi kepada energi total sistem dan panas spesifik
gas, sementara gerak vobrasi masih berada pada tingkat energi dasarnya.
Pada keadaan T rot ini dapat pula dilakukan aproksimasi untuk fungsi
partisi gerak rotasi Zr dengan mengubah somasi menjadi integrasi
23.9. PANAS SPESIFIK GAS 131
X
Zr = (2j + 1)ej(j+1)rot /T ,
j
Z
Zr = (2j + 1)ej(j+1)rot /T dj
0
Z
(j+ 12 )2 rot /T 1 1
= erot /4T e 2 j+ d j+
0 2 2
T
= erot /4T . (23.26)
rot
Kemudian dengan
rot T
1 erot /4T 1 Zr . (23.27)
T rot
3/2
2mKT T 1
Z =V e 2 h/kT g0 Zn , (23.28)
h2 rot
sehingga
3 1 h 1 h/kT
U (rot T vib ) = N kT + N kT e 2 +0+0
2 2 k
5 1 1 5
= N kT vib e 2 vib /T N kT (23.29)
2 2 2
U 5
CV = = N k. (23.30)
T V 2
Bila temperatur dinaikkan sehingga T vib maka molekul gas akan mulai
bervibrasi dengan fungsi partisi vibrasi Zv seperti dalam Persamaan (23.6) mulai
berperan yang akan memberikan sumbangan ke energi total sebesar 2( 21 kT )
karena terdapat dua mode vibrasi yaitu simetri dan asimetri. Dalam hal ini
tetap berada dalam kondisi T e . Dengan demikian dapat dituliskan bahwa
7
U= N kT, (23.31)
2
132 CATATAN 23. GAS DIATOMIK
7
CV = N k. (23.32)
2
Penurunan panas spesifik sampai sejauh ini telah mengabaikan setiap kontribusi
yang mungkin dari tingkat-tingkat energi elektronik. Pengabaian ini mengimp-
likasikan bahwa untuk semua molekul diatomik yang memenuhi kondisi T e
akan terpenuhi kecuali pada temperatur amat tinggi.
Pada kasus lain, molekul NO memiliki nilai e yang jauh lebih kecil dari molekul
gas oksigen dan tingkat-tingkat energi elektronik memberikan kontribusi ke
panas spesifik saat temperatur lingkungan 80 K. Kasus ini, akan tetapi, meru-
pakan kasus yang tidak umum.
Kontribusi dari spin nuklir akan muncul dari degenerasi keadaan energi spin
nuklir. Bila jumlah total spin yang disumbangkan oleh dua inti suatu molekul
memiliki bilangan kuantum I maka keadaan spin akan berjumlah (2I + 1),
atau degenerasinya adalah (2I + 1). Nilai (2I + 1) jumlah keadaan ini memiliki
energi yang hampir sama berkaitan dengan nilai-nilai yang diperbolehkan untuk
dimiliki bilangan kuantum magnetik mI , I, (I 1), .., 0, (I 1), I. Dengan
demikian fungsi partisi Zn dapat digantikan dengan suku tingkat dasar 2I + 1),
sehingga Z = Zt Zr Zv g0 (2I + 1) yang mengatakan bahwa suku g0 (2I + 1) ini
akan berkontribusi pada entropi sistem S, tetapi tidak pada energi sistem U
atau panas spesifik CV .
Catatan 24
Gas Bose-Einstein
Dalam bab ini akan dibahas mengenai gas Bose-Einstein yang memenuhi statis-
tik Bose-Einstein. Photon dan phonon termasuk di dalamnya. Untuk saat ini
hanya photon yang akan dibahas
Bila molekul-molekul dalam suatu gas biasa memiliki momentum angular inte-
gral dalam satuan h/2 maka, dapat dikatakan dengan sangat, bahwa molekul-
molekul tersebut adalah boson dan akan mematuhi statistik Bose-Einstein.
gj
Nj = , (24.1)
e ej /kT 1
di mana
A = e . (24.2)
d
gj . (24.3)
h3
133
134 CATATAN 24. GAS BOSE-EINSTEIN
maka dapat dituliskan, apabila momentum dilihat dalam koordinat polar, men-
jadi
d = 4V p2 dp. (24.5)
p2
= p = 2m, (24.6)
2m
Substitusi Persamaan (24.7) dan (24.6) ke dalam Persamaan (24.5) akan mem-
berikan
3 1
d = 2V (2m) 2 2 d. (24.8)
3 1
d 2V (2m) 2 2 d
g()d = = , (24.9)
h3 h3
yang menyatakan jumlah keadaan energi yang tersedia dalam rentang energi
antara dan + d untuk suatu volume V . Di sini g() adalah kerapatan
keadaan energi (density of states).
3 1
2V (2m) 2 2 d 1
N ()d = 3 /kT
. (24.10)
h e e
1
Nilai parameter A atau untuk distribusi ini dapat ditentukan untuk kondisi
bahwa
Z
N ()d = N, (24.11)
0
24.2. GAS FOTON DAN RADIASI BENDA HITAM 135
Secara umum bentuk integral dalam Persamaan (24.11) sulit untuk dipecahkan
secara eksak, akan tetapi dapat dilihat, bahwa dalam beberapa kasus prak-
tis, nilai A untuk gas cukup kecil sehingga menyebabkan suku bernilai 1 pada
penyebut dalam Persamaan (24.10) dapat diabaikan. Bila kondisi ini dipenuhi
distribusi akan mendekati distribusi Maxwell-Boltzmann, dan karena molekul-
molekul gas akan tersebar di antara keadaan-keadaan energi, gas dikatakan tidak
terdegenerasi. Dengan demikian integrasi Persamaan (24.10) akan menghasilkan
seperti integrasi dalam distribusi Maxwell-Boltzmann yang memberikan
N h3
A= 3 (24.12)
V (2mkT ) 2
dan
N h3
= ln A = ln 3 . (24.13)
V (2mkT ) 2
Dikarenakan nilai exponen e/kT selalu lebih besar (atau setidaknya sama den-
gan) satu untuk semua nilai energi kondisi yang akan didekati oleh Persamaan
(24.10) untuk menjadi distribusi klasik adalah membuat A 1.
Bila digunakan nilai-nilai N , V , dan m untuk helium maka akan diperoleh nilai
A untuk tekanan atmosfer, yaitu
Pertama, foton dapat diserap dan dipancarkan kembali oleh dinding lingkun-
gan tertutup yang bertemperatur tetap, dengan demikian jumlah foton dalam
136 CATATAN 24. GAS BOSE-EINSTEIN
P
lingkungan tersebut tidaklah tetap. Dengan demikian kondisi
P j Nj = N atau
dNj = 0 dalam
X X
d ln W + dNj + j dNj = 0 (24.14)
j j
tidak dapat terpenuhi. Agar Persamaan (24.14) masih dapat berlaku maka
perlu dipilih bahwa = 0 sehingga A = 1.
h
= (24.15)
p
maka
h
dp = d (24.16)
2
2
h3
2 h h
d = 4V p dp = 4V 2 d = 4V 4 d (24.17)
Selanjutnya karena setiap foton memiliki kemungkinan polarisasi pada dua arah
maka jumlah keadaan energi yang diperbolehkan atau mode, dalam rentang
antara dan + d, untuk setiap satuan volume adalah (dengan mengambil
nilai positifnya)
h3
d 1 1 d
g()d = 3 = (2) 4V 4 d = 8 4 . (24.18)
h V h3
8 d
N ()d = 4 hc/kT
. (24.19)
e 1
8hc d
E()d = . (24.20)
5 (ehc/kT 1)
Ekspresi dalam Persamaan (24.20) dikenal sebagai hukum radias Planck untuk
distribusi energi spektral dari energi radiasi dalam suatu lingkungan tertutup
bertemperatur konstan. Ilustrasi distribusi energi spektral dapat dilihat dalam
Gambar 24.1.
6e+31 T3
T3 > T2 > T1
4e+31
E()
T2
2e+31
T1
0
2e-07 4e-07 6e-07 8e-07 1e-06
Gambar 24.1: Distribusi energi terhadap panjang gelombang E() untuk fungsi
c1 5 (ec2 /T 1)1 dengan c1 = 25 dan c2 = 4 104 , untuk berbagai tem-
peratur: T1 = 250K, T2 = 300K, dan T3 = 330K.
1
E() = f (T ) (24.21)
5
8hc hc/kT
E()d e d, (24.22)
5
Pada daerah dengan panjang gelombang bernilai besar di mana dapat dilakukan
aproksimasi ehc/kT 1 + hc/kT sehingga Persamaan (24.20) akan menjadi
8kT
E()d d, (24.23)
4
yang diturunkan pada asumsi bahwa setiap (8/4 )d foton memiliki energi
osilator harmonik klasik kT . Rumusan ini tidak baik untuk menjelaskan radiasi
pada panjang gelombang pendek karena akan menghasilkan E()
6e+31
Hukum Wien
4e+31 Hukum Rayleigh-Jeans
E()
2e+31
Hukum Plank
0
2e-07 4e-07 6e-07 8e-07 1e-06
Gambar 24.2: Ketiga hukum radiasi: Wien (cocok sekali pada daerah panjang
gelombang kecil), Rayleigh-Jeans (berkelakukan baik pada panjang gelombang
besar), dan Plank (yang cocok untuk semua daerah panjang gelombang).
Dengan menggunakan parameter seperti dalam Gambar 24.1 ketiga hukum ra-
diasi diilustrasikan dalam Gambar 24.2.
Dari teori kinetik diketahui bahwa gas dengan jumlah molekul setiap satuan vol-
ume n jumlah molekul yang keluar pada setiap satuan luas dalam satuan waktu
adalah 41 nv, di mana v adalah laju rata-rata molekul. Kemudian, bila tidak ada
seleksi terhadap panjang gelombang tertentu untuk peristiwa absorbsi ataupun
emisi dari radiasi oleh lubang (yang berperan sebagai suatu peradiasi benda
24.5. HUKUM STEFAN-BOLTZMANN 139
hitam) maka jumlah foto yang diemisikan dalam rentang panjang gelombang
dan + d tiap satuan luas lubang tiap satuan waktu diungkapkan dalam
Nrad ()d.
Untuk foton yang laju rata-ratanya adalah c maka dapat dituliskan bahwa
c
Nrad ()d = N ()d. (24.24)
4
2c d
Nrad ()d = (24.25)
4 ehc/kT 1
dan
2hc2 d
Erad ()d = 5 hc/kT
. (24.26)
e 1
Total energi tiap satuan volume suatu lingkungan tertutup dengan temperatur
tetap diperoleh dengan melakukan integrasi Persamaan (24.20) terhadap seluruh
rentang panjang gelombang
8hc d
Z Z
E= E()d =5 (ehc/kT 1)
0 0
4 Z 3 5 4
8h kT t dt 8 k
= 3 t
= T 4, (24.27)
c h 0 e 1 15h3 c3
Z 3
t dt X 1 4
= 6 = , (24.28)
0 et 1 n=1
n4 15
c
Erad = E = T 4 , (24.29)
4
2 5 k 4
= . (24.30)
15h3 c2
Gas Fermi-Dirac
gj
Nj = . (25.1)
e(+j ) + 1
Setiap fermion memiliki kemungkinan dua keadaan spin (up dengan spin 12 dan
down dengan spin 21 ) sehingga dalam representasi ruang enam-dimensi d
Persamaan (25.1) dengan menggunakan Persamaan (24.8) akan menjadi
3 1
1 1
N ()d = (2) 2V (2m) d
2 2 . (25.2)
h3 e(+) + 1
dengan
23
2m 1
g() = 4V 2 , (25.4)
h2
141
142 CATATAN 25. GAS FERMI-DIRAC
1
f () = , (25.5)
e(F )/kT ) + 1
1
= , (25.6)
kT
F = kT . (25.7)
Persamaan (25.5) merupakan fungsi Fermi dengan energi Fermi tak lain didefin-
isikan untuk menggantikan parameter seperti dalam Persamaan (25.7).
Sebelum membahas gas fermin perlu terlebih dahulu melihat fungsi Fermi dan
bagaimana kelakukannya.
Catatan 26
Ensemble Kanonis
26.1 Ensemble
Dalam bab ini, akan dibahas sistem-sistem yang membentuk ensemble kano-
nis (canonical ensemble). Dalam ensemble ini, banyaknya partikel pada tiap
sistem adalah sama dan merupakan bilangan konstan, dan temperatur tiap sis-
tem (bukan energinya) adalah sama dan merupakan bilangan konstan,. Kondisi
seperti ini memperbolehkan kemungkinan adanya pertukaran energi antar sis-
143
144 CATATAN 26. ENSEMBLE KANONIS
tem dalam sebuah ensemble dan juga interaksi antar partikel dalam sebuah
sistem. Untuk sistem-sistem yang boleh mengalami perubahan energi dan jum-
lah partikelnya tidak akan dibahas dalam bab ini. Sebagai catatan , ensemble
yang sistem-sistemnya dibatasi dengan N (banyaknya partikel), V (volum) dan
U (energi) yang tetap dinamakan ensemble mikrokanonis.
Sekarang, tinjaulah sebuah sistem dalam ensemble kanonis yang ada dalam
keadaan i dan berenergi Ui . Keadaan ini akan didefinisikan oleh nilai dari
6N koordinat momentum dan posisi dari N buah partikel sistem yang ada
dalam keadaan ini. Peluang bahwa sebuah sistem ada dalam keadaan i den-
gan energi Ui mungkin diperoleh dengan memperlakukan masing-masing sistem
dalam ensemble seolah-olah mereka merupakan partikel dari sebuah sistem
yang besar. Dalam hal ini, sistem yang besar tersebut adalah ensemble kanonis
itu sendiri yang dipandang mempunyai nilai yang tetap untuk energi dan juga
untuk temperatur. Sekarang, tinjau bahwa sistem-sistem dalam ensemble kano-
nis mempunyai ukuran yang cukup sedemikian sehingga energi interaksi antara
dua sistem dapat diabaikan terhadap energi total sistem-sistem yang berinter-
aksi tersebut. Maka, meskipun interaksi antar partikel dalam sebuah sistem
26.3. SIFAT-SIFAT TERMODINAMIK ENSEMBLE KANONIS 145
Dengan mengingat kembali hasil yang diperoleh untuk distribusi energi dalam
sistem klasik, dapat dituliskan bahwa peluang sebuah sistem berada dalam
keadaan adalah
dengan p(0)
Padalah fungsi dari temperatur ensemble T dan total seluruh peluang
adalah 1, i pi = 1 dengan penjumlahan dilaukan untuk seluruh keadaan i.
Jadi, dapat diperoleh
1
p(0) = P Ui /kT
. (26.2)
i e
X
Z= eUi /kT . (26.3)
i
P i /kT
Bandingkan Persamaan (26.3) dengan bentuk Z = ie , penjumlahan
dilakukan untuk seluruh keadaan energi. Dapat dilihat bahwa fungsi partisi ini
mempunyai sifat-sifat yang serupa dengan fungsi partisi total meskipun harus
diingat bahwa fungsi partisi total diberikan untuk kasus sebuah sistem dimana
tidak ada interaksi antar partikelnya.
eUi /kT
Jadi peluang bahwa sebuah sistem berada dalam keadaan i adalah pi = Z .
X
U= pi Ui , (26.4)
i
1 X Ui /kT
U= e Ui , (26.5)
Z
i
146 CATATAN 26. ENSEMBLE KANONIS
kT 2 Z ln Z
U= = kT 2 . (26.6)
Z T T
2 (F/T )
U = T . (26.7)
T
(F/T ) ln Z
= k (26.8)
T T
F = kT ln Z + C, (26.9)
Z = eF/kT , (26.10)
Entropi sebuah sistem dalam ensemble kanonis dapat dievaluasi dari ungkapan
S = F
T V . Dengan menggunakan ungkapan energi Helmholtz F = kT ln Z
maka ungkapan untuk entropi dapat dituliskan sebagai berikut
ln Z
S = k ln Z + T . (26.12)
T
26.4. EVALUASI FUNGSI PARTISI TOTAL 147
U F
S= . (26.13)
T
P P P
Tulislah energi U sebagai U = i pi Ui dan F = F i pi (ingat bahwa i pi =
1) maka:
X Ui F X F Ui X
S= pi = k pi = k pi ln pi . (26.14)
i
T i
kT i
Ungkapan dalam Persamaan (26.14) untuk entropi ini digunakan oleh beberapa
pengarang sebagai titik awal untuk menyelesaikan semua permasalah mekanika
statistik. Hai itu dilakukan karena sembarang formula mekanika statistik harus
dijustifikasi oleh a posteriori, sering pula dinyatakan bahwa titik awal ini sebagai
postulat yang dapat langsung P diterapkan pada sejumlah besar sistem. Logika
dasar menerapkan S = k i pi ln pi sebagai persamaan fundamental dalam
fisika statistik terletak pada studi teori informasi yang memungkinkan untuk
menghubungkan entropi dengan informasi.
Tinjau sebuah sistem pada temperatur T yang terdiri dari N partikel yang
terbedakan dan tidak saling berinteraksi. Jika s , gs , dan Ns masing-masing
menyatakan energi, degenerasi, dan banyaknya partikel pada tingkat ke-s maka
:
P
banyaknya partikel pada tiap tingkat energi dibatasi oleh kondisi s Ns =
N,
P
total energi sistem ketika berada dalam keadaan i adalah Ui = s Ns s
Bila bobot ini dimasukkan dalam fungsi partisi yang didefinisikan dalam Per-
samaan 26.3 dengan penjumlahan dilakukan untuk semua keadaan i yang
mungkin dari sistem tersebut, maka diperoleh hasil:
!
X X Y g Ns X Ns s
s
Z= wi eUi /kT = N exp , (26.15)
i s
Ns ! s
kT
Ns
xs = gs es /kT maka
!N
X X Y g Ns eNs s /kT X Y g Ns
s /kT s s
gs e = N! = N! eNs s /kT .
s s
Ns ! s
Ns !
Ns Ns
!N
X
Z= gs es /kT = ZN
s
s /kT
P
dengan fungsi partisi sebuah partikel dalam sistem s gs e = Z.
Bila partikel-partikel sistem tak terbedakan dan tak saling berinteraksi, maka
bobot wi untuk keadaan i harus diganti dengan bobot semi-klasik yaitu wi =
Q gsNs
s Ns ! . Ungkapan untuk fungsi partisi total menjadi:
!
X X g Ns
Uj /kT s Ns s /kT
P
Z= wj e = e s (26.16)
j s
Ns !
!N
1 X
s /kT ZN
Z= gs e = . (26.17)
N! s
N!
26.7. FUNGSI PARTISI UNTUK KASUS ADA INTERAKSI 149
Bila interaksi antar partikel tidak dapat diabaikan, energi partikel akan bergan-
tung pada koordinat posisi dan koordinat momentum. Fungsi partisi diperoleh
dengan mengintegrasikan koordinat -koordinat partikel untuk semua nilai yang
mungkin. Bila d6N adalah elemen volum dalam ruang fasa berdimensi 6N
dari N partikel sistem, maka banyaknya keadaan dalam elemen volum tersebut
adalah d6N /h3N . Besaran ini ekivalen dengan bobot w untuk sebuah sistem
yang partikel-partikelnya ada dalam keadaan tersebut sedemikian sehingga jika
energi sistem dalam keadaan ini adalah U maka:
d6N
Z
Z= eU/kT
6N h3N
d6N
Z
Z= eU/kT
6N h3N N !
untuk sistem yang partikel-partikelnya tak terbedakan dan tidak ada in-
teraksi antar partikel, maka
1 X 2
pxj + p2yj + p2zj
U=
2m j=1
Peluang bahwa sebuah sistem pada temperatur T ada dalam keadaan energi Ui
telah ditunjukkan oleh persamaan:
150 CATATAN 26. ENSEMBLE KANONIS
pi = e(F Ui )/kT
Bagian ini akan membahas satu contoh aplikasi ensemble kanonis untuk gas tak
ideal, yaitu untuk kasus interaksi antar molekul tak dapat diabaikan. Molekul-
molekul yang ditinjau adalah molekul semi-klasik. Energi sistem gas ini diten-
tukan oleh komponen yang bergantung pada momentum dan posisi molekul-
molekulnya. Jika dianggap bahwa energi interaksi antara dua buah molekul
tidak bergantung pada momentum kedua buah molekul yang berinteraksi dan
juga tidak bergantung pada posisi molekul-molekul lain, maka energi total sis-
tem dapat dituliskan sebagai:
N N X
1 X 2 X
U= pxj + p2yj + p2zj + + Uij
2m j=1 j=1 l>j
26.9. APLIKASI ENSEMBLE KANONIS UNTUK GAS TAK IDEAL 151
engan N adalah jumlah molekul, pxj , pyj , pzj adalah komponen dalam arah x,
y dan z dari momentum molekul ke-j. Sedangkan, Ujl adalah energi interaksi
antara molekul ke-j dan molekul ke-l4 dan kondisi l > j dalam salah satu
somasi dari dobel somasi tersebut berlaku untuk semua nilai l untuk mencegah
penghitungan energi interaksi dua kali, misal sekali untuk Ujl dan sekali untuk
Ulj . Fungsi partisi untuk gas semi-klasik ini adalah:
d6N
Z
Z= eU/kT
6N h3N N !
N
1 1
Z X X
p2xj + p2yj + p2zj +
Z= exp Ujl /kT d6N
N !h3N 6N 2m
j=1
l>j
QN
dengan d6N = j=1 dxj dyj dzj dpxj dpyj dpzj .
(26.18)
152 CATATAN 26. ENSEMBLE KANONIS
Catatan 27
Simulasi: Sistem
Paramagnetik
153
154 CATATAN 27. SIMULASI: SISTEM PARAMAGNETIK
28.1 Soal
1. (a) Tabulasikan nilai-nilai bilangan kuantum nx , ny , dan nz untuk dua be-
las tingkat energi terendah dari suatu partikel bebas yang berada dalam se-
buah wadah dengan volume V ! Nilai nx , ny , dan nz = 0, 1, 2, 3, .. (tetapi
tidak boleh semuanya bernilai nol bersama-sama). (b) Bagaimana degen-
erasi dari tiap tingkat (energi)? (c) Hitunglah energi pada tiap tingkat
dalam satuan h2 /(8mV 2/3 ! (d) Apakah tingkat-tingkat energi tersebut
memiliki perbedaan energi yang sama satu sama lain?
155
156CATATAN 28. SOAL 1: TINGKAT ENERGI DAN PELUANG TERMODINAMIKA
28.2 Jawab
1. (a), (b), dan (c) dapat dilihat pada Tabel 28.1, (d) Tingkat-tingkat energi
tidak selalu berjarak sama satu sama lain untuk dua belas tingkat pertama
h2
energi. Tingkat energi ke-6 dan ke-7 berjarak 2 8mV 3/2 sementara yang
2
h
lain berjarak 8mV 3/2 .
O = He
h2 h2
n2j 2/3
= 12 2/3
8mO VO 8mHe VHe
2/3
mO VO mO L2O
n2j = =
mHe V 2/3 mHe L2He d
He
16 (102 )2
= = 1016
4 (2 1010 )2
nj = 108 .
Tingkat energi terendah helium adalah saat n2j = n2x + n2y + n2z = 1.
3. N = 30
3 = 6 eV, g3 = 1, N3 = 10, dN3 =?
2 = 4 eV, g3 = 1, N2 = 10, dN2 = 2
1 = 2 eV, g3 = 1, N3 = 10, dN1 =?
P
(a) dU = j dNj = 1 dN1 + 2 dN2 + 3 dN3
0 = 2dN1 + 4(2) + 6dN3
dN = dN1 + dN2 + dN3
0 = dN1 2 + dN3
2dN1 + 6dN3 = 8
2dN1 + 2dN3 = 4
4dN3 = 4
dN3 1
dN1 + dN3 = 2
dN1 = 2 dN3 = 2 1 = 1
dN1 = 1, dN3 = 1
28.2. JAWAB 157
(b) Sebelum:
Sesudah:
Y gjNj g1N1 g2N2 g3N3 111 18 111 30!
Wk = N ! = N! = 30! =
j
Nj ! N1 !N2 !N3 ! 11!8!11! 11!8!11!
4. N = 5 dan U = 121
Jawab (a), (b), dan (c) dapat dilihat dalam Tabel 28.2, 28.3, dan 28.4.
Catatan:
P
N= Nj = N1 + N2 + N3 + N4 = 0 + 2 + 3 + 0 = 5.
Pj
U = j Nj j = N1 1 + N2 2 + N3 3 + N4 4
= 0 1 + 3 21 + 2 31 + 0 41 = 121
Statistik BE:
Y (Nj + gj 1)!
WBE =
j
Nj !(gj 1)!
e.g.
0! 5! 5! 4!
W1 = = 1 10 10 1 = 100
0!0! 3!2! 2!3! 0!4!
Statistik FD:
Y gj !
WF D = ; gj Nj
j
Nj !(gj Nj )!
e.g.
1! 3! 4! 5!
W1 = = 1161 = 6
0!1! 3!0! 2!2! 0!5!
Statistik MB:
Y gjNj
WMB = N !
j
Nj !
e.g.
10 33 42 50 9
W1 = 5! = 120 1 8 1 = 4320
1! 3! 2! 0! 2
1 X
Nj = Njk Wk
k
e.g.
1
N 1,BE = (0 100 + 0 75 + 1 60 + 1 120 + 2 50 + +2 45)
450
0 + 0 + 60 + 120 + 100 + 90 370
= = = 0.82
450 450
158CATATAN 28. SOAL 1: TINGKAT ENERGI DAN PELUANG TERMODINAMIKA
Tabel 28.1: Tingkat energi, degenerasi, dan keadaan mikro yang mungkin untuk
dua belas tingkat energi pertama partikel dalam kotak tiga dimensi.
Nomor
h2
Tingkat nx ny nz j 8mV 2/3
gj
Energi
1 0 0
1 0 1 0 1 3
0 0 1
1 1 0
2 1 0 1 2 3
0 1 1
3 1 1 1 3 1
2 0 0
4 0 2 0 4 3
0 0 2
2 1 0
2 0 1
1 2 0
5 5 6
1 0 2
0 1 2
0 2 1
2 1 1
6 1 2 1 6 3
1 1 2
2 2 0
7 2 0 2 8 3
0 2 2
2 2 1
2 1 2
1 2 2
8 9 6
3 0 0
0 3 0
0 0 3
3 1 0
3 0 1
1 0 3
9 10 6
1 3 0
0 1 3
0 3 1
3 1 1
10 1 3 1 11 3
1 1 3
11 2 2 2 12 1
3 2 0
3 0 2
2 3 0
12 13 6
2 0 3
0 3 2
0 2 3
28.2. JAWAB 159
Tabel 28.2: Keadaan makro, keadaan mikro, bilangan okupasi rata-rata dengan
N = 5 dan U = 121 untuk statistik B-E.
Nomor
Tingkat Njk Keadaan Makro k
j /1 gj Nj
Energi j 1 2 3 4 5 6
4 4 5 0 1 0 1 1 2 0.74
3 3 4 2 0 3 1 2 0 1.33
2 2 3 3 4 1 2 0 1 2.10
1 1 1 0 0 1 1 2 2 0.82
Tabel 28.3: Keadaan makro, keadaan mikro, bilangan okupasi rata-rata dengan
N = 5 dan U = 121 untuk statistik F-D.
Nomor
Tingkat Njk Keadaan Makro k
j /1 gj Nj
Energi j 1 2 3 4 5 6
4 4 5 0 1 0 1 1 2 0.77
3 3 4 2 0 3 1 2 0 1.38
2 2 3 3 4 1 2 0 1 1.92
1 1 1 0 0 1 1 2 2 0.92
Wk 6 0 12 60 0 0 78
Tabel 28.4: Keadaan makro, keadaan mikro, bilangan okupasi rata-rata dengan
N = 5 dan U = 121 untuk statistik M-B.
Nomor
Tingkat Njk Keadaan Makro k
j /1 gj Nj
Energi j 1 2 3 4 5 6
4 4 5 0 1 0 1 1 2 0.77
3 3 4 2 0 3 1 2 0 1.39
2 2 3 3 4 1 2 0 1 1.90
1 1 1 0 0 1 1 2 2 0.93
29.1 Soal
1. Tunjukkan bahwa rumusan entropi statistik Bose-Einstein dalam batasan
klasik (gj >> Nj >> 1) akan tereduksi menjadi
X
gj
Sk Nj ln + Nj .
j
Nj
Nj 1
= .
gj j
exp kT + a
(a) Apa arti dari ? (b) Apakah nilai dari a untuk (i) statistik Bose-
Einstein, (ii) statistik Fermi-Dirac,
dan (iii)
statistik
klasik? (c) Gam-
Nj j
barkan dalam diagram gj terhadap kT fungsi distribusi Bose-
Einstein, Fermi-Dirac, dan klasik! (d) Dengan merujuk pada pertanyaan
sebelumnya, dalam kondisi apa statistik klasik dapat diterapkan?
3. Misalkan terdapat sebuah sistem dengan N partikel terbedakan. Partike-
partikel tersebut terdistribusi dalam dua tingkat energi tak terdegenerasi.
Bilangan okupasi pada tingkat energi 1 adalah N1 dan partikel-partikel
lain berada pada tingkat energi 2. (a) Tuliskan peluang termodinamika
untuk sistem ini. (b) Tuliskan entropi sistem ini (dalam variabel N , N1 ,
dan konstanta Boltzmann k).
161
162 CATATAN 29. SOAL 2: FUNGSI DISTRIBUSI DAN ENTROPI
29.2 Jawab
1. Statistik Bose-Einstein (BE) memiliki peluang termodinamika untuk su-
atu keadaan makro k
Y (Nj + gj 1)!
WBE = ,
j
Nj !(gj 1)!
di mana dalam limit klasik (gj >> Nj >> 1) suku-suku dalam persamaan
di atas aka menjadi
gj + Nj 1 gj + Nj ,
gj 1 gj .
sehingga
Y (Nj + gj )!
WBE = .
j
Nj !gj !
Kemudian
Y (Nj + gj )!
ln WBE = ln
j
Nj !gj !
X
= [(Nj + gj ) ln(Nj + gj ) Nj ln Nj gj ln gj ]
j
X
Nj + gj
Nj + gj
= Nj ln + gj ln .
j
Nj gj
Nj + gj gj
Nj Nj
dan
Nj + gj Nj
=1+ .
gj gj
Dari syarat limit klasik dapat dilihat bahwa Nj /gj << 1 sehingga
Nj Nj
ln 1 + .
gj gj
X
gj
X
Nj
gj
ln WBE Nj ln + gj = Nj ln + Nj ,
j
Nj gj j
Nj
X
gj
S = k ln WBE = k Nj ln + Nj .
j
Nj
Nj 1
= .
gj j
exp kT + a
Tabel 29.1: Sistem partikel terbedakan dengan dua tingkat energi yang masing-
masing memiliki bilangan okupasi N1 dan N N1 dengan degenerasi yang sama
g1 = g2 = 1.
j j gj Nj
1 1 1 N1
2 2 1 N N1
Y gjNj 1N1 1N N1 N!
WMB = N ! = N! =
j
Nj ! N1 !(N N1 )! N1 !(N N1 )!
30.1 Soal
30.2 Jawab
165
166CATATAN 30. SOAL 3: FUNGSI PARTISI DAN TABULASI KEADAAN MAKRO
Tabel 30.1: Sistem partikel terbedakan dengan dua tingkat energi yang masing-
masing memiliki bilangan okupasi N1 dan N2 dengan degenerasi yang sama
g1 = g2 = 1.
j j gj Nj
1 0 1 N1
2 1 N2
dan
N2 h i1
N2 = N = N 1 + e/kT
N
sehingga
X
U =E= Nj j = N1 1 + N2 2
j
h i1 h i1 h i1
= N 1 + e/kT 0 + N 1 + e/kT = N 1 + e/kT .
U h i1
= = 1 + e/kT .
N
Y gj !
Wk =
j
Nj !(gj Nj )!
3! 3! 3! 3! 3!
W1 =
1!(3 1)! 0!(3 0)! 0!(3 0)! 2!(3 2)! 3!(3 3)!
= 3 1 1 3 1 = 9.
3! 3! 3! 3! 3!
W2 =
0!(3 0)! 1!(3 1)! 1!(3 1)! 1!(3 1)! 3!(3 3)!
= 1 3 3 3 1 = 27.
3! 3! 3! 3! 3!
W3 =
0!(3 0)! 1!(3 1)! 0!(3 0)! 3!(3 3)! 2!(3 2)!
= 1 3 1 1 3 = 9.
3! 3! 3! 3! 3!
W4 =
0!(3 0)! 0!(3 0)! 2!(3 2)! 2!(3 2)! 2!(3 2)!
= 1 1 3 3 3 = 27.
3! 3! 3! 3! 3!
W5 =
0!(3 0)! 0!(3 0)! 3!(3 3)! 0!(3 0)! 3!(3 3)!
= 1 1 1 1 1 = 1.
X
= Wk = 9 + 27 + 9 + 27 + 1 = 73.
k
Tabel 30.2: Keadaan makro, keadaan mikro, bilangan okupasi rata-rata dengan
N = 6 dan U = 6 untuk statistik F-D.
Nomor
Tingkat Njk untuk tiap k
j / gj Nj
Energi j 1 2 3 4 5
5 4 3 1 0 0 0 0 0.123
4 3 3 0 1 1 0 0 0.493
3 2 3 0 1 0 2 3 1.151
2 1 3 2 1 3 2 0 1.726
1 0 3 3 3 2 2 3 2.507
Wk 9 27 9 27 1 73
P P
k Njk Wk Njk Wk
Nj = P = k
k Wk
N11 W1 + N12 W2 + N13 W3 + N14 W4 + N15 W5
N1 =
3 9 + 3 27 + 2 9 + 2 27 + 3 1 183
= = = 2.507.
73 73
N21 W1 + N22 W2 + N23 W3 + N24 W4 + N25 W5
N2 =
2 9 + 1 27 + 3 9 + 2 27 + 0 1 126
= = = 1.726.
73 73
168CATATAN 30. SOAL 3: FUNGSI PARTISI DAN TABULASI KEADAAN MAKRO
X
N= Nj = N1 + N2 + N3 + N4 + N5
j
= 2.507 + 1.726 + 1.151 + 0.493 + 0.123 = 6.
Catatan 31
Y gjNj
WMB = N !
j
Nj !
X
Z= gj ej /kT
j
N
Nj = gj ej /kT
Z
r
1
Z
ax2
e dx =
0 4 a3
Y gj !
WFD =
j
Nj !(gj Nj )!
31.1 Soal
1. Lima partikel terdistribusi dalam keadaan-keadaan dengan empat tingkat
energi yang berjarak energi sama satu sama lain: 1 = , g1 = 2, 2 = 2,
169
170CATATAN 31. SOAL 4: DISTRIBUSI LAJU DAN PERSAMAAN KEADAAAN
31.2 Jawab
1. Terdapat lima keadaan makro yang mungkin seperti ditunjukkan dalam
Tabel 31.1. Statistik FD:
(a) Peluang termodinamika masing-masing keadaan makro:
Y gj !
WF D = ; gj Nj
j
N j !(g j Nj )!
2! 3! 4! 5!
W1 = = 1161 = 6
0!(2 0)! 3!(3 3)! 2!(4 2)! 0!(5 0)!
2! 3! 4! 5!
W2 = = 2 3 4 1 = 24
1!(2 1)! 1!(3 1)! 3!(4 3)! 0!(5 0)!
2! 3! 4! 5!
W3 = = 2 3 4 5 = 120
1!(2 1)! 2!(3 2)! 1!(4 1)! 1!(5 1)!
2! 3! 4! 5!
W4 = = 1 1 6 5 = 30
2!(2 2)! 0!(3 0)! 2!(4 2)! 1!(5 1)!
2! 3! 4! 5!
W5 = = 1 3 1 10 = 30
2!(2 2)! 1!(3 1)! 0!(4 0)! 2!(5 2)!
31.2. JAWAB 171
1 X
Nj = Wk Njk
k
1 264
N1 = (0 6 + 1 24 + 1 120 + 2 30 + 2 30) = = 1.257
210 210
1 312
N2 = (3 6 + 1 24 + 2 120 + 0 30 + 1 30) = = 1.486
210 210
1 264
N3 = (2 6 + 3 24 + 1 120 + 2 30 + 0 30) = = 1.257
210 210
1 210
N4 = (0 6 + 0 24 + 1 120 + 1 30 + 2 30) = = 1.000
210 210
(31.1)
Tabel 31.1: Keadaan makro, keadaan mikro, bilangan okupasi rata-rata dengan
N = 5 dan U = 121 untuk statistik F-D.
Nomor
Tingkat Njk Kead. Mak. k
j / gj Nj
Energi j 1 2 3 4 5
4 4 5 0 0 1 1 2 1.257
3 3 4 2 3 1 2 0 1.486
2 2 3 3 1 2 0 1 1.257
1 1 2 0 1 1 2 2 1.000
Wk 6 24 120 30 30 210
2. (a) Partikel hanya bergerak dalam bidang sehingga hanya terdapat gerak
pada arah-x dan arah-y. Dengan demikian energi tiap partikel adalah
p2x + p2y
=
2m
di mana
A
F = N kT ln Z = N kT ln 2 (2mkT )
h
sehingga
N kT
=
A
Lalu A = N kT merupakan persamaan keadaan yang dicari (mirip
seperti pV = N kT ).
dNv = N f (v)dV
mv 2
m 3/2
f (v) = 4 v 2 exp
2kT 2kT
1 1 3kT N kT
p= m(N/V )v 2 = m(N/V ) = pV = N kT
3 3 m V
N X
Nj = gj ej /kT dan Z = gj ej /kT
Z i
Z 1 Z
= gj ej /kT gj ej /kT = kT
j kT j
N Z ln Z
Nj = kT Nj = N kT
Z j j
31.2. JAWAB 173
Keadaan-keadaan mikro dari suatu sistem yang memiliki 28 keadaan mikro dibu-
atkan dalam bentuk kartu dan para peserta kuliah diberikan kesempatan untuk
memilih kartu yang akan keluar dan seorang dari mereka diminta mencatat dan
melakukan tabulasi dari hasil-hasil yang diperoleh.
Gambar 32.1: Ilustrasi 28 keadaan mikro dari suatu sistem yang akan disimu-
lasikan.
175
176 CATATAN 32. SIMULASI KEADAAN MIKRO DENGAN KARTU
177
178 CATATAN 32. SIMULASI KEADAAN MIKRO DENGAN KARTU
179
180 CATATAN 32. SIMULASI KEADAAN MIKRO DENGAN KARTU
Dari hasil yang diperoleh, walaupun hanya dibuat sekitar 4 set, hasil yang diper-
oleh untuk kemungkinan suatu keadaan makro muncul, sudah mendekati. Suatu
hasil yang mencengangkan. Perlu diakan telaah lebih lanjut mengenai hal ini.
Catatan 33
Berkas-berkas
Beberapa kuis dan ujian pada Semester III Tahun 2009/2010 diarsipkan dalam
catatann ini.
33.1 Kuis
Suatu sistem yang terdiri dari 5 partikel mematuhi statistik Fermi-Dirac. Ter-
dapat empat tingkat energi yang diperhitungkan, yaitu 1 = 2, 2 = 3, 3 = 4, dan
4 = 5. Degenerasi masing-masing tingkat energi bergantung dari volume sistem
V dan energi total sistem tergantung dari temperatur sistem T.
Soal 1. Pada titik a dalam ruang parameter V-T, temperatur memiliki nilai
Ta dan volume memiliki nilai Va sistem memiliki energi total Ua = 19 dan
degenerasi tingkat-tingkat energi adalah g1 = 1, g2 = 3, g3 = 4, dan g4 = 6.
Lengkapilah tabel di bawah ini.
Soal 2. Pada titik b dalam ruang parameter V-T, temperatur memiliki nilai Tb
= Ta dan volume memiliki nilai Vb Va sistem memiliki energi total Ub = 19
dan degenerasi tingkat-tingkat energi adalah g1 = 1, g2 = 2, g3 = 3, dan g4 =
5. Lengkapilah tabel di bawah ini.
181
182 CATATAN 33. BERKAS-BERKAS
Soal 3. Pada titik b dalam ruang parameter V-T, temperatur memiliki nilai Tc
Tb dan volume memiliki nilai Vc = Vb sistem memiliki energi total Uc = 17
dan degenerasi tingkat-tingkat energi adalah g1 = 1, g2 = 2, g3 = 3, dan g4 =
5. Lengkapilah tabel di bawah ini.
Soal 4. Pada titik b dalam ruang parameter V-T, temperatur memiliki nilai Td
= Tc dan volume memiliki nilai Vd = Va sistem memiliki energi total Ud = 17
dan degenerasi tingkat-tingkat energi adalah g1 = 1, g2 = 3, g3 = 4, dan g4 =
6. Lengkapilah tabel di bawah ini.
Soal 5. Gambarkan keempat titik a, b, c, dan d dalam ruang parameter V-T dan
tentukanlah proses dari titik mana ke titik mana yang mungkin terjadi apabila
hanya entropi sistem yang ditinjau. Apa syaratnya?
33.2. UJIAN 1 183
33.2 Ujian 1
Soal 1. Dengan mengacu pada tabel di atas, a. jelaskan apa yang dimaksud
dengan variabel j, j, gj, k, Njk, N, , Wk dan , b. tentukanlah jumlah partikel
dan jenis statistik dari sistem partikel di atas disertai dengan alasannya.
Soal 2. Terkait dengan Jawab 1.b, a. apakah keadaan makro sistem partikel di
atas telah lengkap? bila belum, lengkapilah, b. hitung pula nilai-nilai Njk, N, ,
Wk dan d. lengkapi pada tabel di atas (tuliskan jalannya pada lembar terpisah,
soal kembali dikumpulkan).
33.3 Ujian 2