Laporan Satwa Liar
Laporan Satwa Liar
Laporan Satwa Liar
oleh:
1209005129
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
3.1 Kesimpulan 16
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3 Hutan hujan tropis yang merupakan salah satu habitat satwa Indonesia ............. 7
Gambar 4 Harimau sumatera betina yang berada di Bali Safari & Marine Park ................. 8
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan liar dapat ditemukan di semua ekosistem mulai dari gurun, hutan hujan,
dataran, dan daerah lain termasuk perkotaan dan kesemuanya memiliki bentuk kehidupan liar
yang berbeda. Kehidupan liar meliputi tanaman, hewan, organisme lain yang tidak
didomestikasi. Satwa Liar adalah semua jenis satwa yang memiliki sifat-sifat liar baik yang
hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Kehadiran satwa liar mempunyai fungsi
dan peranan penting bagi ekosistem alami serta bagi kehidupan manusia. Satwa liar
berpengaruh terhadap tanah dan vegetasi dan memegang peran kunci dalam penyebaran,
pertumbuhan tanaman, penyerbukan dan pematangan biji, penyuburan tanah, penguraian
organisme mati menjadi zat organik yang lebih berguna bagi kehidupan tumbuhan,
penyerbukan dan pengubah tumbuh-tumbuhan dan tanah. Satwa liar juga berperan dalam
perekonomian lokal dan nasional, nilai ekonomi satwa sebagai sumber daya alam sangat
terkenal di wilayah tropik, terutama di Benua Afrika, dan hingga saat ini merupakan aset yang
layak dipertimbangkan.
Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) merupakan spesies harimau yang saat ini
masih dimiliki oleh Indonesia setelah sebelumnya dua spesies yaitu harimau bali (Panthera
tigris sondaica) dan harimau jawa (Panthera tigris javanica) telah mengalami kepunahan.
Saat ini populasi harimau sumatera mengalami penurunan yang drastis dan keberadaannya
semakin sulit ditemukan karena penurunan populasi harimau yang kian hari semakin
meningkat. Hal ini diduga disebabkan karena habitat harimau banyak yang telah berubah
menjadi tutupan lain seperti Hutan Tanaman Industri (HTI) dan perkebunan masyarakat
seperti sawit dan karet.
taman yang terletak di Desa Serongga, Kecamatan Gianyar, Provinsi Bali. Hasil dari
kunjungan studi lapangan yang dibahas adalah mengenai salah satu satwa liar Indonesia yaitu
harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae).
1.2.2 Bagaimana tipe habitat dan komponen habitat yang dapat diamati di Bali Safari yang
dihuni oleh harimau sumatera?
1.2.3 Bagaimana hasil pengamatan dari salah satu satwa liar yaitu harimau sumatera?
1.2.4 Bagaimana cara melakukan investarisasi dan sensus pada satwa liar?
1.3.1 Untuk memenuhi tugas akhir dari mata kuliah Satwa Liar
1.3.4 Untuk mengetahui cara inventarisasi dan sensus pada satwa liar
Manfaat penulisn ini adalah untuk memberikan informasi tentang tipe habitat,
pertumbuhan populasi, tipe pergerakan, dan cara inventarisasi dan sensus dari salah satu
satwa Indonesia yaitu harimau sumatera yang terdapat di Bali Safari dan Marine Park.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Taman Safari Indonesia 3 adalah taman yang terletak di Desa Serongga, Kecamatan
Gianyar, Provinsi Bali. Taman safari yang populer dengan nama Bali Safari & Marine Park
(BSMP) ini merupakan taman safari yang ke 3 di Indonesia dan merupakan "sister park" dari
Taman Safari Cisarua, Bogor dan Taman Safari Indonesia 2 di Prigen, Jawa Timur. Seperti
kedua Taman Safari sebelumnya itu, BSMP juga merupakan lembaga konservasi dan anggota
dari Persatuan Kebun Binatang se Indonesia. Taman Safari Indonesia 3 (BSMP) terletak di
Jalan Bypass Prof. Dr. Ida Bagus Mantra, yaitu Desa Lebih, Desa Serongga, dan Desa
Medahan. Lokasi ini berada di sekitar 17 km dari Denpasar atau sekitar 30 km dari Kuta.
Luasnya 40 Km2.
Satwa yang ada di BSMP adalah jenis satwa dari tiga wilayah (Indonesia, India, dan
Afrika) di antaranya adalah jalak putih, burung hantu, beruang madu, harimau Sumatra, rusa
tutul, beruang Himalaya, nilgai, black buck, kuda nil, greavy zebra, onta punuk satu, burung
unta, babbon, blue wildebeest, dan singa. Jumlah satwa 400 satwa. Pada awal November
2012, BSMP menerima pengalihan 72 buaya dari Taman Reptil, Mengwi, Badung, Bali karena
Taman Reptil tak memiliki izin dan memperlakukan 72 buaya (anak, dewasa, bahkan telor)
supaya buaya-buaya itu mendapatkan tempat dan perawatan yang layak.
Habitat satwa yang berada di Bali Safari & Marine Park ini kombinasi dari kehidupan
satwa liar di habitat aslinya dengan ekosistem bersinggungan dengan kebudayaan masyarakat
Bali.
5
Habitat adalah sebuah kawasan yang terdiri dari komponen fisik maupun abiotic yang
merupakan satu kesatuan dan dipergunakan sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya
satwa liar. Istilah habitat dapat juga dipakai untuk menunjukkan tempat tumbuh sekelompok
organisme dari berbagai spesies yang membentuk suatu komunitas. Sebagai contoh untuk
menyebut tempat hidup suatu padang rumput dapat menggunakan habitat padang rumput,
untuk hutan mangrove dapat menggunakan isfilah habitat hutan mangrove, untuk hutan pantai
dapat menggunakan habitat hutan pantai, untuk hutan rawa dapat menggunakan habitat hutan
rawa, dan lain sebagainya. Dalam hal seperti ini, maka habitat sekelompok organisme
mencakup organisme lain yang merupakan komponen lingkungan (komponen lingkungan
biotik) dan komponen lingkungan abiotik. Satwa liar menempati habitat yang sesuai dengan
lingkungan yang diperlukan untuk mendukung kehidupannya, karena habitat mempunyai
fungsi menyediakan makanan, air dan pelindung. Komponen habitat meliputi :
1. Pakan (food), merupakan komponen habitat yang paling nyata dan setiap jenis satwa
mempunyaikesukaan yang berbeda dalam memilih pakannya. Sedangkan ketersediaan
pakan erat hubungannyadengan perubahan musim;
2. Pelindung (cover), adalah segala tempat dalam habitat yang mampu memberikan
perlindungan bagisatwa dari cuaca dan predator, ataupun menyediakan kondisi yang
lebih baik dan menguntungkan bagikelangsungan kehidupan satwa.
3. Air (water), dibutuhkan oleh satwa dalam proses metabolisme dalam tubuh satwa.
Kebutuhan air bagi satwa bervariasi, tergantung air dan/atau tidak tergantung air.
4. Ruang (space), dibutuhkan oleh individu individu satwa untuk mendapatkan cukup
pakan, pelindung, air dan tempat untuk kawin. Menurut Mueller, Dombois dan
Ellenberg, 1974, struktur vegetasi berfungsi sebagai pengaturan ruang hidup suatu
individu dengan unsur utama adalah : bentuk pertumbuhan, stratifikasi dan penutupan
tajuk.
Dari hasil pengamatan di lokasi kunjungan tipe habitat dari satwa Indonesia umumnya
beragam. Beberapa satwa Indonesia dapat ditemui di habitatnya di hutan, rawa, maupun
7
padang rumput. Wilayah Indonesia memiliki kekayaan fauna yang sangat beragam.
Keragaman fauna ini karena berbagai hal yaitu terletak di daerah tropis, sehingga mempunyai
hutan hujan tropis (trophical rain forest) yang kaya akan tumbuhan dan hewan hutan tropis,
terletak di antara dua benua yaitu benua Asia dan Australia, merupakan negara kepulauan, hal
ini menyebabkan setiap pulau memungkinkan tumbuh dan dan menyebarnya hewan dan
tumbuhan khas tertentu sesuai dengan kondisi alamnya, Indonesia terletak di dua kawasan
persebaran fauna dunia, yaitu Australis dan Oriental.
Gambar 3. Hutan hujan tropis yang merupakan salah satu habitat satwa Indonesia
Harimau (bahasa Latin: Panthera tigris) adalah hewan yang tergolong dalam filum
Chordata (mempunyai saraf tulang belakang), subfilum vertebrata (bertulang belakang), kelas
mamalia (berdarah panas, berbulu dengan kelenjar susu), pemakan daging (karnivora),
keluarga felidae (kucing), genus panthera, dan tergolong dalam spesies tigris.
8
Harimau adalah jenis kucing terbesar dari spesiesnya, bahkan lebih besar dari singa.
Harimau juga adalah kucing tercepat kedua dalam berlari, setelah citah. Dalam keseluruhan
karnivora, harimau adalah kucing karnivora terbesar dan karnivora terbesar ketiga setelah
beruang kutub dan beruang coklat.
Harimau biasanya memburu mangsa yang agak besar seperti rusa sambar, kijang, babi,
kancil, tetapi akan memburu hewan kecil seperti landak apabila mangsa yang agak besar itu
tidak ada. Meskipun berasal dari keluarga yang sama, harimau berbeda dengan kucing biasa
yang kecil, harimau sangat suka berenang, dan pada dasarnya kucing takut dengan air.
Harimau sumatera (bahasa Latin: Panthera tigris sumatrae) adalah subspesies harimau
yang habitat aslinya di pulau Sumatera, merupakan satu dari enam subspesies harimau yang
masih bertahan hidup hingga saat ini dan termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang
terancam punah (critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis
Lembaga Konservasi Dunia IUCN.
Gambar 4. Harimau sumatera betina yang berada di Bali Safari & Marine Park
9
Harimau sumatera dapat berkembang biak kapan saja. Masa kehamilan adalah sekitar
103 hari. Biasanya harimau betina melahirkan 2 atau 3 ekor anak harimau sekaligus, dan
paling banyak 6 ekor. Mata anak harimau baru terbuka pada hari kesepuluh, meskipun anak
harimau di kebun binatang ada yang tercatat lahir dengan mata terbuka. Anak harimau hanya
minum air susu induknya selama 8 minggu pertama. Sehabis itu mereka dapat mencoba
makanan padat, namun mereka masih menyusu selama 5 atau 6 bulan. Anak harimau pertama
kali meninggalkan sarang pada umur 2 minggu, dan belajar berburu pada umur 6 bulan.
Mereka dapat berburu sendirian pada umur 18 bulan, dan pada umur 2 tahun anak harimau
dapat berdiri sendiri. Harimau Sumatera dapat hidup selama 15 tahun di alam liar, dan 20
tahun dalam kurungan.
Harimau Sumatera merupakan hewan soliter, dan mereka berburu pada malam hari,
mengintai mangsanya dengan sabar sebelum menyerang dari belakang atau samping. Mereka
memakan apapun yang dapat ditangkap, umumnya babi hutan dan rusa, dan kadang-kadang
unggas atau ikan. Orangutan juga dapat jadi mangsa, mereka jarang menghabiskan waktu di
permukaan tanah, dan karena itu jarang ditangkap harimau. Harimau sumatera juga gemar
makan durian.
Harimau sumatera juga mampu berenang dan memanjat pohon ketika memburu
mangsa. Luas kawasan perburuan harimau sumatera tidak diketahui dengan tepat, tetapi
diperkirakan bahwa 4-5 ekor harimau sumatera dewasa memerlukan kawasan jelajah seluas
100 kilometer di kawasan dataran rendah dengan jumlah hewan buruan yang optimal (tidak
diburu oleh manusia).
Harimau sumatera hanya ditemukan di pulau Sumatera. Kucing besar ini mampu hidup
di manapun, dari hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan, dan tinggal di banyak
tempat yang tak terlindungi. Hanya sekitar 400 ekor tinggal di cagar alam dan taman nasional,
dan sisanya tersebar di daerah-daerah lain yang ditebang untuk pertanian, juga terdapat lebih
kurang 250 ekor lagi yang dipelihara di kebun binatang di seluruh dunia. Harimau sumatera
mengalami ancaman kehilangan habitat karena daerah sebarannya seperti blok-blok hutan
dataran rendah, lahan gambut dan hutan hujan pegunungan terancam pembukaan hutan untuk
lahan pertanian dan perkebunan komersial, juga perambahan oleh aktivitas pembalakan dan
pembangunan jalan. Karena habitat yang semakin sempit dan berkurang, maka harimau
terpaksa memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia, dan seringkali mereka dibunuh
dan ditangkap karena tersesat memasuki daerah pedesaan atau akibat perjumpaan yang tanpa
sengaja dengan manusia.
Harimau sumatera termasuk dalam klasifikasi satwa kritis yang terancam punah
(critically endangered) dalam daftar merah spesies terancam yang dirilis Lembaga Konservasi
Dunia IUCN. Populasi liar diperkirakan antara 400-500 ekor, terutama hidup di taman-taman
nasional di Sumatera. Uji genetik mutakhir telah mengungkapkan tanda-tanda genetik yang
unik yang menandakan bahwa subspesies ini mungkin berkembang menjadi spesies terpisah,
bila berhasil lestari.
Propinsi Riau adalah rumah bagi sepertiga dari seluruh populasi harimau Sumatera.
Sayangnya, sekalipun sudah dilindungi secara hukum, populasi harimau terus mengalami
12
penurunan hingga 70% dalam seperempat abad terakhir. Pada tahun 2007, diperkirakan hanya
tersisa 192 ekor harimau Sumatera di alam liar Propinsi Riau.
a. Studi Litelatur
Studi literature ini mencakup pengenalan jenis, habitat, perilaku, dan jejak satwaliar.
Informasi dapat diperoleh dengan melakukan hubungan melalui surat, baik dengan individu-
individu maupun dengan lembaga-lembaga ataupun pusat-pusat studi yang memiliki berbagai
literature tentang satwaliar. Pengenalan jenis seperti tanda-tanda morfologi yang dimiliki
sangat penting dalam kegiatan sensus, sehingga dapat dikenali dan dibedakan individu-
13
individu dalam suatu kelompok atau golongan. Pengenalan habitat yang disukai, mencakup
kondisi habitat diwilayah yang akan disensus, seperti tipe, struktur hutan, sumber-sumber air
dan makanan, termasuk pula kondisi fisik lapangan seperti luas, iklim, topografi, jaringan
jalan inspeksi/alur, sungai dan pantai. Kebiasaan-kebiasaan satwaliar dalam aktivitas
hidupnya, seperti sifat kelompok, waktu aktif, wilayah pergerakan, cara mencari makan, cara
membuat sarang, hubungan social, tingkah laku bersuara, interaksi dengan spesies lainnya,
cara kawin dan melahirkan anak. Jejak satwaliar seperti bekas tapak kaki di permukaan tanah,
feses, bagian-bagian yang ditinggalkan, suara, sarang, bau-bauan ataupun tanda-tanda lainnya
perlu juga dipelajari dengan seksama.
b. Peralatan
Peralatan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan sensus sangat tergantung pada
metode sensus yang akan dilaksanakan. Kamera foto, teropong, kaca pembesar, buku pencatat,
pensil, penggaris, meteran, tambang plastik, kompas, tenda, jas hujan, sepatu, lampu senter,
alat-alat masak dan video dapat dipergunakan untuk kegiatan sensus satwa liar.
c. Desain Sensus
Faktor utama yang perlu diperhatikan dalam membuat desain sensus adalah perilaku,
pergerakan dan penyebaran satwaliar, serta tenaga, biaya, dan kondisi habitatnya. Desain
sensus harus jelas, menunjukan rute survey, waktu dan lamanya pengamatan, pembagian
tenaga kerja, factor yang diamati dan cara mengukur/mengamatinya termasuk cara ukur
analisis data yang diperoleh dari survey.
d. Metode Sensus
a. Metode Langsung
Menghitung setiap individu satwa yang terlihat atau dijumpai selama melakukan sensus satwa.
Metode penghitungan secara langsung ini terdapat 2 (dua) cara, yaitu : Cara penghitungan
individu secara satu per satu dan cara penghitungan individu per kelompok di tempat-tempat
berkumpul satwa (consentration counts).
Metoda tidak langsung (penarikan sampel) cukup banyak, namun yang sering digunakan di
lapangan dalam rangka pelaksanaan sensus satwaolehDirektorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Pelestarian Alam, diantaranya:
o Drive counts
o Cruising method/ metode transek; terdiri atas tiga metode yaitu :
(a) metode transek dengan memperhatikan jarak satwa dengan penyensus dan tau jarak
satwa dengan sumbu transek, (b) Metode transek dengan lebar jalur tidak tetap, (c)
metode transek dengan lebar jalur tetap/sama
o Track counts
o Pendugaan berdasarkan perbandingan
o Pellet Group
o Tangkap bebaskan (Capture Recapture Method)
Faktor-faktor yang memperngaruhi kepunahan satwa liar selain degradasi hutan adalah
perburuan dan perdagangan satwa, dimana populasi suatu spesises menurun akan
mengakibatkan rantai makanan terputus. Selain kepunahan satwa dampak lainnya akibat
ketidakseimbangan ekosistem di suatu habitat adalah konflik satwa liar. Satwa merupakan
komponen biotik dalam suatu ekosistem, dimana satwa liar membutuhkan daerah yang luas
15
sebagai habitat yang baik untuk bertahan hidup. Perlindungan dan pemulihan ekosistem yang
tersisa sangat pentinguntuk kelangsungan hidup spesies di banyak kawasan. Langkah yang
paling penting dalam menemukan solusi untuk melakukan penstabilan ekosistem
adalahmenghentikan semua jenis deforestasi. Untuk menjaga kelestarian satwa liar selain
melestarikan habitatnya maka diperlukan juga pembentukan konservasi. Upaya konservasi
satwa liar merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara terpadu, antara unit pelaksana
teknis dilapangan, lembaga konservasi dan organisasi non pemerintah, penegakan hukum
merupakan ujung tombak dalam upaya penyeleamatan satwa.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Satwa Liar adalah semua jenis satwa yang memiliki sifat-sifat liar baik yang hidup
bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Kehadiran satwa liar mempunyai fungsi dan
peranan penting bagi ekosistem alami serta bagi kehidupan manusia. Interaksi antara satwa
liar dengan lingkungannya dinamakan ekologi satwa liar yang merupakan dasar bagi
pengelolaanya. Kondisi lingkungan yang sehat akan mendukung pertumbuhan populasi satwa
liar hingga mencapai batas maksimum kemampuannya. Pengelolaan populasi dan pengelolaan
habitat satwa liar membutuhkan data mengenai biologi, ekologi dan perilaku satwa liar yang
cukup lengkap, antara lain : jumlah atau kepadatan populasi, struktur umur, kemampuan
reproduksi, tingkat persaingan dan pemangsaan, ketersediaan pakan dan air, kondisi habitat,
perilaku makan, wilayah jelajah, teritori dan perilaku lainnya. Dalam pengelolaan satwa liar,
inventarisasi dan sensus populasi serta analisis dan evaluasi habitat merupakan dasar yang
sangat penting dalam upaya pelestarian.
3.2 Saran
Satwa liar memiliki peranan penting bagi kelangsungan hidup di alam, maka dari itu
kita sebagai manusia seharusnya ikut menjaga dan melestarikan habitat asli dari satwa liar itu
sendiri, agar satwa liar tidak terancam punah serta menyeimbangkan ekosistem alam.
17
DAFTAR PUSTAKA