Adib Masruhan Edit

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 34

PENGARUH PERBANDINGAN PENGGUNAAN MODEL RME

DAN PCL BERBATUAN MEDIA POWER POINT TERHADAP


KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA PADA
MATERI BANGUN RUANG KELAS VIII

Oleh
ADIB MASRUHAN
40313001

PROPOSAL SKRIPSI

UNIVERSITAS PERADABAN
BUMIAYU
2016
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu hal yang sangat penting bagi kehidupan
seseorang. Karena itu pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat
berpengaruh terhadap pembentukan sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas.
Pendidikan dapat mendorong individu dalam meraih potensi yang
berkualitas sebagai bekal untuk masa sekarang dan masa yang akan datang
dalam menghadapi permasalahan yang ada. Banyak sekali ilmu yang terdapat
dalam dunia pendidikan untuk meningkatkan kualitas yang bermanfaat bagi
diri sendiri maupun orang lain salah satunya adalah matematika.
Matematika merupakan salah satu pelajaran yang sangat penting
bagi peserta didik yang selalu diterapkan dalam kehidupan sehari hari.
Sehingga matematika sudah dipelajari dari sejak SD sampai ke jenjang
selanjutnya. Matematika sangat berperan penting terhadap kualitas peserta
didik sehingga siswa mempunya potensi atau kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis kritis dan kreatif. Sebagaimana yang telah dirumuskan
dalam Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika bahwa
tujuan umum diberikannya matematika pada jenjang pendidikan dasar dan
menengah antara lain agar peserta didik sanggup menghadapi perubahan
keadaan di kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan
bertindak atau dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur,
efektif dan efisien.
Menurut National Council of Teacher of Mathematics (NCTM,
2000) tujuan umum pembelajaran matematika yaitu: (1) belajar untuk
berkomunikasi (mathematical communication), (2) belajar untuk bernalar
(mathematical reasoning), (3) belajar untuk memecahkan masalah
(mathematical problem solving), (4) belajar untuk mengaitkan ide
(mathematical connections), dan (5) pembentukan sikap positif terhadap
matematika (positive attitudes toward mathematics). Tujuan tersebut
menunjukkan betapa pentingnya belajar matematika, karena dengan belajar
matematika sejumlah kemampuan dan keterampilan tertentu berguna tidak
hanya saat belajar matematika namun dapat diaplikasikan dalam memecahkan
berbagai masalah sehari-hari.
Menurut Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 (Permendiknas,
2006: 106) bahwa tujuan pembelajaran matematika adalah agar peserta didik
mempunyai kemampuan untuk memahami konsep matematika, menggunakan
penalaran, memecahkan masalah, mengomunikasikan gagasan dengan
simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau
masalah serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan. Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika, salah satu
kemampuan yang harus dikuasai siswa adalah kemampuan komunikasi
matematis.
Kemampuan komunikasi matematis mempunyai hubungan yang
sangat kuat dengan proses-proses matematis yang lain, seperti pemecahan
masalah, representasi, refleksi, penalaran, pembuktian, dan koneksi (Izzati
dan Didi 2010: 721). Kemampuan komunikasi matematis merupakan
kemampuan menggunakan bahasa matematika baik secara lisan maupun
secara tulisan untuk mengekspresikan ide-ide matematis dan argumen dengan
tepat, singkat, dan logis.
Berdasarkan hasil survei Programme for International Student
Assesment (PISA) tahun 2012, Indonesia menduduki rangking 64 dari 65
peserta dengan skor 375 (OECD, 2012). Literasi matematika pada PISA
memfokuskan kemampuan siswa dalam menganalisa, memberikan alasan,
dan menyampaikan ide secara efektif, merumuskan, memecahkan, dan
menginterpretasi masalah-masalah matematika dalam berbagai bentuk dan
situasi. Kemampuan-kemampuan tersebut erat kaitannya dengan kemampuan
komunikasi matematis siswa. Dalam hal ini terlihat bahwa kemampuan
komunikasi matematis siswa Indonesia masih tergolong rendah.
Rendahnya kemampuan komunikasi matematis tampak juga pada
siswa MTS N 03 Brebes. Setelah dilakukan wawancara dengan guru bidang
studi Matematika di MTS tersebut diperoleh informasi bahwa banyak siswa
yang kesulitan dalam menggabungkan pemikiran matematis melalui
komunikasi, menjelaskan materi pembelajaran secara matematis, dan
menggunakan bahasa matematika selama pembelajaran di sekolah. Guru mata
pelajaran matematika di MTS Negeri 03 Brebes mengungkapkan bahwa
siswa cenderung kesulitan untuk mempelajari dan memahami materi-materi
matematika karena mereka tidak memiliki kemampuan komunikasi matematis
yang baik.
Penyebab rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa
diduga karena pada umumnya pembelajaran matematika masih menggunakan
pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional yang dimaksud
dalam hal ini adalah pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher
centered) yang dilakukan dengan perpaduan metode ceramah, tanya jawab,
dan penugasan. Dalam pembelajaran konvensional guru hanya menjelaskan
materi, kemudian memberikan contoh soal dan memberikan latihan soal yang
penyelesaiannya mirip dengan contoh soal lalu memberikan tugas rumah di
akhir pembelajaran, sehingga siswa hanya dilatih untuk menyelesaikan soal-
soal rutin saja, kemampuan matematis mereka pun kurang terasah, terutama
kemampuan komunikasi matematisnya.
Berdasarkan wawancara terhadap guru matematika bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa juga masih kurang dalam materi
bangun ruang.
Berdasarkan pengalaman salah satu guru matematika di suatu
sekolah MTS, menyatakan bahwa sebagian besar siswa mengalami kesulitan
dalam mengkomunikasikan soal matematika khususnya soal bangun ruang
yang hasilnya sangat kurang memuaskan. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan Komunikasi Matematis siswa dalam menyelesaikan soal bangun
ruang sisi datar masih rendah.
Banyak faktor yang menyebabkan kemampuan komunikasi
matematis peserta didik rendah. Salah satu faktor yang menyebabkan
kemampuan komunikasi matematis peserta didik rendah adalah model
pembelajaran yang diterapkan guru masih belum tepat. Banyak guru
matematika yang cara mengajarnya terlalu menekankan pada penguasaan
konsep belaka. Penumpukan konsep pada peserta didik dapat saja kurang
bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali kalau hal tersebut hanya
dikomunikasikan oleh guru kepada peserta didik melalui satu arah.
Salah satu model pembelajaran yang diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi matematika peseta didik adalah model
PCL dan RME. Model pembelajaran PCL dapat membantu guru untuk
melibatkan peserta didiknya dalam proses belajar mengajar.
Problem Centered Learning (PCL) adalah salah satu model
pembelajaran matematika yang dalam kegiatan belajar mengajarnya dapat
merangsang siswa untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
melalui serangkaian kegiatan eksplorasi dan diskusi. Pembelajaran
matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah
sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan
Freudenthal di Belanda. Gravemeijer menjelaskan bahwa RME dapat
digolongkan sebagai aktivitas yang meliputi aktivitas pemecahan masalah,
mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan. Matematika realistik
yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang
dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai
titik awal pembelajaran
Kedua model tersebut sama sama model yang sangat penting
apabila diterapkan dalam materi bangun ruang. Pertama model PCL, dalam
model ini PCL memusatkan siswa pada suatu masalah untuk dapat
dipecahkan bersama-sama melalui kegiatan kelompok kecil maupun diskusi
kelas besar sehingga melalui model pembelajaran PCL ini dapat dicapai dua
tujuan sekaligus yakni secara akademik berupa kegiatan pemecahan masalah
dan tujuan sosial karena dalam PCL siswa diharuskan untuk saling interaksi
dengan teman-temannya baik dalam diskusi kelompok kecil maupun dalam
diskusi kelas besar. Dalam PCL, siswa dituntut untuk bekerjasama dalam
melakukan kegiatan pemecahan masalah sehingga antar siswa harus
mempunyai hubungan sosial yang baik. Kedua adalah RME , pembelajaran
ini siswa akan dihadapkan dengan kondisi yang realistis terutama dalam
bangun ruang. Jadi siswa tidak hanya melihat gambar, tetapi siswa langsung
memegang bentuk bangun ruang tersebut sehingga kemampuan komunikasi
siswa bisa terasah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul Pengaruh Perbandingan Penggunaan Model RME
Dan PCL Berbatuan Media Power Point Terhadap Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Pada Materi Bangun Ruang Kelas Viii.
B. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas dan agar permasalahan dalam


penelitian ini lebih terarah dan jelas, maka peneliti membatasi masalah dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut.
1. Kemampuan Komunikasi matematis siswa dalam penelitian ini dibatasi
pada kemampuan matematis yaitu siswa mencapai KKM pada tes
kemampuan komunikasi matematika materi bangun ruang sisi datar.
2. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas VIII MTS Negeri 03 Brebes
semester genap tahun pelajaran 2016/2017.
3. Materi bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bangun
Ruang Sisi Datar
4. Metode pembelajaran yang akan digunakan dalam peneltian ini adalah
Model PCL dan RME
5. Indikator kemampuan siswa dalam komunikasi matematis
pada pembelajaran matematika menurut NCTM (2000)
dapat dilihat dari :

1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika


melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya
serta menggambarkannya secara visual.
2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan
mengevaluasi ide-ide Matematika baik secara lisan
maupun dalam bentuk visual lainnya.
3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah,
notasi-notasi Matematika dan struktur-strukturnya
untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-
hubungan dan model-model situasi.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah Model PCL (Problem Centered Learning) lebih baik dari Model
RME ( Realistics Mathematic Education)
2. Apakah Model RME lebih baik dari Model PCL
3. Apakah terdapat pengaruh positif dari Keaktifan Model RME?
4. Apakah terdapat pengaruh positif dari Keaktifan Model PCL?

D. Tujuan
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui rata-rata kemampuan komunikasi matematis peserta
didik dengan menggunakan model CBL dan RME
b. Untuk mengetahui apakah model pembelajaran PCL lebih baik dari
model RME terhadap kemampuan komunikasi matematis peserta didik
ataupun sebaliknya
c. Untuk mengetahui pengaruh positif dari keaktifan Model PCL
d. Untuk mengetahui pengaruh positif dari model RME

E. Manfaat
Manfaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini menjadi suatu kajian ilmiah tentang pelaksanaan
pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran CBL dan
RME terhadap kemampuan komunikasi matematis pada materi bangun
ruang
b. Manfaat Praktis
1) Bagi peserta didik
a) Peserta didik dapat menguasai materi bangun ruang
b) Dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis peserta
didik
2) Bagi guru
a) Menambah pengetahuan bagi guru dalam menciptakan kegiatan
pembelajaran efektif yang mendorong partisipasi peserta didik pada
pembelajaran
b) Model pembelajaran CBL ataupun RME dapat dijadikan alternatif
model pembelajaran dalam kegiatan belajar mengajar
c) Sebagai masukan untuk dapat menerapkan model pembelajaran
yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis pada
pembelajaran matematika
3) Bagi peneliti
a) Sebagai bahan untuk mengkaji model pembelajaran CBL dan RME
terhadap kemampuan komunikasi matematis
b) Menjadi pengalaman dalam proses pembelajaran menggunakan
model pembelajaran CBL dan RME pada materi bangun ruang
4) Bagi Sekolah
a) Sebagai referensi untuk mengembangkan proses pembelajaran
matematika yang lebih baik.
b) dapat memberikan konstribusi yang baik dalam rangka perbaikan
proses pembelajaran
F. Kajian Pustaka
Kajian pustaka merupakan informasi dasar rujukan yang
digunakan penulis dalam penelitian ini. Hal ini dimaksudkan agar tidak
terjadi plagiat dan pengulangan dalam penelitian. Berdasarkan survey yang
peneliti lakukan, ada beberapa penelitian yang memiliki relevansi dengan
penelitian ini. Adapun penelitian-penelitian tersebut antara lain

1. Penelitian yang dilakukan oleh Diah tahun 2012 menunjukkan dengan


Model RME bahwa Pada pembelajaran I persentase aktivitas siswa
sebesar 40,62%, aktivitas siswa masih rendah, hal ini disebabkan siswa
belum terbiasa dengan metode pembelajaran yang diterapkan. Siswa
masih belum begitu paham dengan tugas yang harus dikerjakan,
sehingga masih banyak siswa yang bertanya dan menimbulkan
kegaduhan. Persentase aktivitas siswa pada pembelajaran II sebesar
56,25%, mengalami peningkatan sebesar 15,63%. Sedang pada
pembelajaran III menjadi 75%, meningkat sebesar 18,75%. Pada
pembelajaran IV persentase aktivitas siswa sebesar 84,38% meningkat
sebesar 9,38. Terlihat bahwa aktivitas siswa dari pembelajaran satu ke
pembelajaran berikutnya selalu mengalami peningkatan
2. Penelitian yang dilakukan oleh Try tahun 2007 Berdasarkan hasil
eksperimen implementasi pendekatan pengajaran matematika di SMP
kelas VII, dengan memper-hatikan kemampuan awal siswa dapat ditarik
simpulan sebagai berikut :

Pertama, terdapat perbedaan kemampuan komunikasi dan pemahaman


matematika dalam pembelajaran mate-matika SMP kelas VII antara
yang menggunakan pendekatan RME dan siswa yang menggunakan
pendekatan Reguler. Pendekatan RME secara signifikan lebih ungul
dibandingkan dengan pendekatan Reguler dalam pencapaian
kemampuan komunikasi dan pemahaman matematika. Kedua, terdapat
perbedaan kemampuan komunikasi dan pemahaman matematika antara
kelompok siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi dan kelompok
siswa yang memiliki kemampu-an awal rendah. Pengetahuan awal
siswa untuk berbagai tingkatan berpengaruh secara signifikan terhadap
kemampuan komunikasi dan pemahaman matematika. Ketiga, tidak
terdapat pengaruh interaktif antara pendekatan pengajaran matematika
(RME dan REG) dan penge-tahuan awal (tinggi dan rendah) siswa
terhadap kemampuan komunikasi dan pemahaman matematika dalam
pembelajar-an matematika siswa SMP kelas VII.
3. Berdasarkan Penelitian oleh Sopyan tahun 2015 bahwa ada perbedaan
antara kemampuan koneksi siswa yang belajarkan dengan
menggunakan model pembelajaran problem centered learningdan
kemampuan koneksi siswa yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran langsung.
Kemampuan koneksi siswa yang dibelajarkan dengan model
pembelajaran berpusat pada masalah atau problem centered learning
lebih tinggi daripada kemampuan koneksi siswa yang dibelajarkan
dengan model pembelajaran langsung. Hal ini jelas terlihat dari cara
siswa memecahkan suatu masalah matematika yang diberikan oleh guru
melalui LKS yang terkait dengan materi luas dan volume kubus dan
balok. Masalah-masalah yang diberikan merupakan masalah-masalah
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari yang sering siswa jumpai.
Sehingga dengan menggunakan model pembelajaran berpusat pada
masalah atau problem centered learning dimana siswa dibimbing oleh
guru melihat adanya masalah untuk dipecahkan melalui LKS, siswa
merumuskan masalah dengan memanfaatkan pengetahuan siswa
tersebut untuk mengkaji dan menganalisis masalah sehingga akan
muncul rumusan masalah yang jelas dan dapat dipecahkan. Hal ini
berarti bahwa model pembelajaran berpusat pada masalah sangat
berpengaruh terhadap perkembangan cara berpikir siswa terutama untuk
kemampuan koneksi pada pembelajaran matematika.
G. Landasan Teori
1. Tinjauan belajar dan pembelajaran
Belajar merupakan suatu aktifitas mental/psikis yang berlangsung
dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan
dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan nilai sikap (W.S. Winkel
dalam Darsono, 2000). Peristiwa belajar dapat terjadi pada saat manusia
mampu mengolah stimulus dan meresponnya dengan baik dan tidak
sepotong-potong sehingga ia benar-benar memahaminya. Secara umum
belajar dapat diartikan sebagai terjadinya perubahan pada diri seseorang
yang belajar karena pengalaman (Suparno, 2001).
Pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim dan pelayanan
terhadap kemampuan, kompetensi, minat bakat, dan kebutuhan peserta
didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan
peserta didik serta antarpeserta didik. (Suyitno, 2004). Pembelajaran
matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran
matematika dalam mengajarkan matematika kepada peserta didiknya, yang
di dalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan
pelayanan terhadap kemampuan, kompetensi, minat bakat, dan kebutuhan
peserta didik yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru
dengan peserta didik serta antarpeserta didik. (Suyitno, 2004). Menurut
Mukhtar (2003), suatu proses pembelajaran dikatakan sukses apabila
seorang guru dan sejumlah peserta didik mampu melakukan interaksi
komunikatif terhadap berbagai persoalan pembelajaran di kelas dengan
cara melibatkan peserta didik sebagai komponen utamanya. Akan tetapi
untuk mewujudkan hal tersebut perlu memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pembelajaran antara lain : kondisi internal peserta
didik, kondisi pembelajaran dan kondisi inovatif-eksploratif.

2. Realistics Mathematics Education (RME)


Model pembelajaran RME banyak dipengaruhi oleh pemikiran
Fruedenthal tentang matematika. Menurut Fruedenthal (dalam Amin
Suyitno, 2004), mathematics must be connected to reality and
matemathics as human activity. RME merupakan model pembelajaran
matematika di sekolah yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi
kehidupan peserta didik. Peserta didik harus diberi kesempatan untuk
melakukan aktivitas pada semua topic dalam pelajaran matematika.
Dengan demikian, RME menekankan pada keterampilan process of riding,
berdiskusi, berkolaborasi, berargumentasi dan mencari kesimpulan dengan
teman sekelas. Dengan cara seperti ini, diharapkan peserta didik
menemukan sendiri penyelesaian suatu soal/masalah yang diberikan.
Teori RME sejalan dengan teori belajar yang berkembang saat ini,
seperti konstruktivisme dan pembelajaran kontekstual (Contextual
Teaching and Learning, disingkat CTL) . Namun, baik pendekatan
konstruktivis maupun CTL mewakili teori belajar secara umum, RME
adalah suatu teori pembelajaran yang dikembangkan khusus untuk
matematika.
Konsep RME sejalan dengan kebutuhan untuk memperbaiki
pendidikan matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan
bagaimana meningkatkan pemahaman peserta didik tentang matematika
dan mengembangkan daya nalar. RME mempunyai konsepsi tentang
peserta didik sebagai berikut : peserta didik memiliki seperangkat konsep
laternatif tentang ide-ide matematika yang mempengaruhi belajar
selanjutnya; peserta didik memperoleh pengetahuan baru dengan
membentuk pengetahuan itu untuk dirinya sendiri; pembentukan
pengetahuan merupakan proses perubahan yang meliputi penambahan,
kreasi, modifikasi,penghalusan, penyusunan kembali, dan penolakan;
pengetahuan baru yang dibangun oleh peserta didik untuk dirinya sendiri
berasal dari seperangkat ragam pengalaman; setiap peserta didik tanpa
memandang ras, budaya dan jenis kelamin mampu memahami dan
mengerjakan matematika. Konsepsi tentang guru sebagai berikut: guru
hanya sebagai fasilitator belajar; guru harus mampu membangun
pengajaran yang interaktif; guru harus memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk secara aktif menyumbang pada proses belajar dirinya,
dan secara aktif membantu peserta didik dalam menafsirkan persoalan riil;
dan guru tidak terpancang pada materi yang termaktub dalam kurikulum,
melainkan aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia-riil, baik fisik
maupun sosial.
Terdapat lima prinsip dalam pembelajaran RME, yaitu
a. Didominasi oleh masalah-masalah dalam konteks, melayani dua hal
yaitu sebagai sumber dan sebagai terapan konsep matematika.
b. Perhatian diberikan pada pengembangan model-model, situasi, skema
dan simbol-simbol.
c. Sumbangan dari para siswa, sehingga siswa dapat membuat
pembelajaran menjadi konstruklif dan produktif, artinya siswa
memproduk sendiri dan mengkonstruksi sendiri (yang mungkin
berupa algoritma, rute atau aturan) sehingga dapat membimbing para
siswa dari level matematika informal menuju matematika formal.
d. Interaktif sebagai karakteristik dari proses pembelajaran matematika.
e. Intertwinning (membuat jalinan antartopik, antarpokok bahasan
atau antar stand. (Suherman, 2004:147)

Menurut Suryanto, dkk. (2010), terdapat langkah umum


pembelajaran RME.
1. Persiapan Kelas
a. Persiapan sarana dan prasarana pembelajaran yang diperlukan,
misalnya buku siswa, LKPD, alat peraga, dsb.
b. Pengelompokan siswa, jika perlu (sesuai dengan rencana).
c. Penyampaian tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang
diharapkan dicapai, serta cara belajar yang akan dipakai hari itu.
2. Kegiatan pembelajaran
a. Siswa diberi masalah kontekstual atau soal cerita. (secara lisan atau
tertulis). Masalah tersebut untuk dipahami.
b. Siswa yang belum dapat memahami masalah atau soalnya diberi
penjelasan singkat dan seperlunya. Penjelasan diberikan secara
individual ataupun secara kelompok, tergantung kondisinya. (tetapi
penjelasan itu tidak menunjukkan selesaian, meskipun boleh memuat
pertanyaan untuk membantu siswa memahami masalahnya, atau
untuk memancing reaksi siswa ke arah yang benar).
c. Siswa secara kelompok ataupun secara iundividual, mengerjakan
soal atau memecahkan masalah kontekstual yang diberikan dengan
caranya sendiri. (waktu untuk mengerjakan tugas harus cukup)
d. Jika dalam waktu yang dipandang cukup, belum ada satupun siswa
yang dapat menemukan cara pemecahan, guru memberikan
bimbingan atau petunjuk seperlunya atau mengajukan pertanyaan
yang menantang. Petunjuk itu dapat berupa gambar ataupun bentuk
lain.
e. Setelah waktu yang disediakan habis, beberapa orang siswa atau
wakil dari kelompok siswa menyampaikan hasil kerjanya atau hasil
pemikirannya.
f. Siswa ditawari untuk mengemukakan pendapatnya atau
tanggapannya tentang berbagai selesaian yang disajikan temannya di
depan kelas. Bila untuk suatu soal ada lebih dari satu selesaian atau
cara penyelesaiannya, perlu diungkap semua.
g. Guru mengarahkan atau membimbing siswa untuk membuat
kesepakatan kelas tentang selesaian mana yang dianggap paling
tepat. Dalam proses ini dapat terjadi negosiasi. Guru perlu
memberikan penekanan kepada selesaian benar yang dipilih.
h. Bila masih tidak ada selesaian yang benar, guru minta agar siswa
memikirkan cara lain.
Dengan mencermati prinsip pembelajaran RME, pengertian RME
dibatasi penentuan masalah kontekstual dan lingkungan yang pernah
dialami peserta didik dalam kehidupan sehari-hari agar peserta didik
mudah memahami pelajaran matematika sehingga mudah mencapai
tujuan.
Kelebihan pembelajaran dengan RME antara lain :
a. materi RME tidak sekedar menghitung, tetapi membangun
kemampuan berpikir dan berargumentasi
b. kebanyakan soal dapat diselesaikan dengan lebih dari satu cara
c. siswa bekerja sendiri atau berdua atau berkelompok untuk
mendapatkan kesempatan lebih banyak menjelaskan pengertian dan
pemikirannya.
3. Problem Centered Learning ( CBL )

4. Kemampuan Komunikasi Matematis


Komunikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 585) adalah
pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Komunikasi dapat secara
langsung (lisan) dan tak langsung melalui media atau tulisan. Izzati dan
Didi (2010: 721) menyatakan bahwa komunikasi matematis merupakan
kemampuan menggunakan bahasa matematika untuk mengeksperesikan
gagasan dan argumen dengan tepat, singkat dan logis. Sedangkan Greenes
dan Schulman (Umar, 2012: 2) menyatakan bahwa komunikasi matematis
merupakan kekuatan sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan
strategi matematik; modal keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan
dan penyelesaian dalam eksplorasi serta investigasi matematik; dan wadah
bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memeroleh
informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan
mempertajam ide untuk meyakinkan orang lain.
Walle (2008: 4) menyatakan komunikasi menitikberatkan pada
pentingnya dapat berbicara, menulis, menggambar, dan menjelaskan
konsep-konsep matematika. Belajar berkomunikasi dalam matematika
membantu perkembangan interaksi dan pengungkapan ide-ide di dalam
kelas karena siswa belajar dalam suasana yang aktif.
Berdasarkan pada pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
kemampuan komunikasi matematis merupakan kemampuan menggunakan
bahasa matematika untuk mengeksperesikan ide-ide, gagasan, dalam
bentuk simbol, tabel, diagram dengan tepat, singkat dan logis.
Sumarmo (2010: 4) menjelaskan kegiatan yang tergolong pada
komunikasi matematis di antaranya adalah; (a) menyatakan suatu situasi,
gambar, atau benda nyata ke dalam bahasa, simbol, ide, atau model
matematis; (b) menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan
atau tulisan;(c) mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang
matematika; (d) mengungkapkan kembali suatu
uraian atau paragraf matematika dalam bahasa sendiri. Indikator
kemampuan komunikasi matematis yang disebutkan The National
Council of Teacher of Mathematics (NCTM) (Ahmad , 2012: 3) adalah
1. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan,
tulisan dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara
visual.
2. Kemampuan memahami, menginterpretasika, dan mengevaluasi ide-
ide matematika baik secara lisan, tulisan maupun dalam bentuk visual
lainnya.
3. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi
matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide,
menggambar hubunganhubungan dan model situasi

Ansari (2004: 83) menyatakan indikator kemampuan komunikasi


matematis siswa diantaranya: 1) Siswa dapat menggambarkan situasi dari
suatu persoalan ke dalam gambar, tabel, diagram, maupun grafik; 2) Siswa
dapat mengungkapkan dan menjelaskan ide-idenya tentang suatu masalah
secara tulisan; 3) Siswa dapat menggunakan ekpresi dan simbol-simbol
matematika secara tepat.
Berdasarkan uraian di atas dalam penelitian ini, akan diteliti kemampuan
komunikasi tertulis yang meliputi kemampuan menggambar (drawing),
menulis
(written texts), dan ekspresi matematika (mathematical expression) dengan
indikator sebagai berikut:
a. Menggambarkan situasi masalah dan menyatakan solusi masalah dalam
bentuk gambar;
b. Menjelaskan ide, situasi dan relasi suatu masalah matematika secara
tulisan;
c. Menggunakan bahasa matematika secara tepat.

H. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori diatas, makan dapat dirumuskan hipotesis
sebagai jawaban dari permasalahan yang diajukan antara laian :
a Rata-rata kemampuan komunikasi peserta didik yang mendapatkan
pembelajaran PCL lebih baik dari RME terhadap kemampuan
komunikasi matematis
b Rata-rata kemampuan komunikasi peserta didik yang mendapatkan
pembelajaran RME lebih baik dari PCL terhadap kemampuan
komunikasi matematis
c model PCL dan RME berpengaruh positif terhadap kemampuan
komunikasi peserta didik
I. Kerangka Fikir
Berdasarkan kendala yang terdapat dalam proses belajar siswa
adalah kurangnya interaksi antar siswa maupun interaksi dengan guru. yang
menyebabkan kemampuan siswa tidak bisa berkembang secara efektif. Murid
yang tidak aktif atau pendiam apalagi faktor guru yang kurang peka terhadap
perkembangan kemampuan siswanya maka minat belajar siswa akan
menurun. Selain itu kemampuan dan cara belajar siswa yang berbeda-beda
mengakibatkan perlunya strategi pembelajaran yang aktif untuk
meningkatkan semangat siswa dan keaktifan siswa dalam mengikuti
pembelajaran matematika.

Model pembelajaran PCL maupun RME merupakan salah satu


strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran tersebut. Dalam pembelajaran 2 model tersebut dapat
mempangaruhi terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Dan akan
diketahui manakah model yang lebih efektif dari kedua model tersebut.

Materi bangun ruang merupakan salah satu materi yang membutuhkan


adanya komunikasi matematis sehingga bisa memahami materi tersebut.
untuk itu guru harus melatih komunikasi matematis siswa dengan
pembelajaran CBL maupun RME ini.
Berikut adalah gambar kerangka berpikir dalam penelitian ini.

MASALAH
1. Kemampuan Komunikasi matematis rendah

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


1. Guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional
2. Siswa pasif dalam proses pembelajaran
SOLUSI
Guru menerapkan model PCL dan RME berbantuan media power
point dalam proses pembelajaran
HASIL
1. Rata-rata kemampuan komunikasi matematika siswa dengan
menggunakan model PCL dan RME berbantuan media power
point dapat mencapai KKM
2. Rata-rata kemampuan Komunikasi matematis siswa yang diajar
menggunakan model PCL berbantuan media power point lebih
dari rata-rata kemampuan komunikasi matematika siswa yang
diajar dengan model pembelajaran RME
3. Rata-rata kemampuan Komunikasi matematis siswa yang diajar
menggunakan model RME berbantuan media power point lebih
dari rata-rata kemampuan komunikasi matematika siswa yang
diajar dengan model pembelajaran PCL
4. Terdapat pengaruh positif keaktifan siswa dengan Model RME
maupun PCL
J. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, karena data yang
diperoleh berupa angka-angka dan pengolahannya menggunakan analisis
statistik. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode eksperimen. Eksperimen yang dimaksud yaitu peneliti akan
mengujicobakan model PCL dan RME dalam pembelajaran
bangun ruang.
2. Pendekatan Penelitian
Menurut Arikunto, pendekatan dapat diartikan sebagai metode atau cara
mengadakan penelitian seperti halnya eksperimen atau non eksperimen
Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan yaitu pendekatan
penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang
menggunakan data berupa angka sebagai alat untuk menemukan
keterangan mengenai apa yang ingin diketahui, angka-angka yang
terkumpul sebagai hasil penelitian yang menggambarkan situasi atau
kejadian (Harefa, 2011: 58).
Pendekatan penelitian kuantitatif bertujuan untuk menguji teori,
membangun fakta, menunjukkan hubungan antara variabel, memberikan
deskripsi statistik, menaksir dan meramalkan hasilnya. Bahan kajian
yang dideskripsikan adalah data-data yang diperoleh dalam penelitian
materi bangun ruang dengan menggunakan model PCL dan RME pada
siswa kelas VIII MTS Negeri 03 Brebes

3. Populasi dan Sampel Penelitian


a. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya
(Sugiyono, 2012: 61). Populasi dalam penelitian ini adalah peserta
didik kelas VIII MTS Negeri 03 Brebes Kabupaten Brebes tahun
pelajaran 2016/2017 yaitu kelas VIII A, VIII B, dan VIII C, VIII D
b. Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik Cluster Random
Sampling. Hal ini dilakukan setelah memperhatikan ciri-ciri antara
lain peserta didik mendapat materi berdasar kurikulum yang sama,
peserta didik diampu oleh guru yang sama, duduk pada kelas yang
sama, dan pembagian kelas tidak ada kelas unggulan. untuk kelas
VIII A dan kelas VIII B sebagai kelas eksperimen dan VIII C sebagai
kelas kontrol.

4. Variabel Penelitian
Berdasarkan hipotesis maka terdapat beberapa
variabel penelitian yaitu sebagai berikut.
a. Hipotesis pertama
Variabel (X) dalam penelitian ini adalah model CBL
dan RME dan variabel terikatnya (Y) adalah
kemampuan komunikasi matematis
b. Hipotesis kedua
Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah
aktivitas siswa dan variabel terikatnya (Y) adalah
kemampuan komunikasi matematis matematika.
5. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di MTS Negeri 03 Brebes yang
beralamat di Jalan Raya Bantarkawung Kecamatan Bantarkawung
Kabupaten Brebes kelas VIII semester genap tahun pelajaran 2016/2017.
Adapun alasan pemilihan lokasi adalah dengan
pertimbangan bahwa di MTS Negeri 03 Brebes ini
memungkinkan untuk mendapatkan subjek penelitian yang
memadai sesuai dengan kriteria penelitian.
6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :

1. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi dilakukan dengan menyelidiki benda-
benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, notulen rapat,
agenda, dan lain sebagainya (Arikunto, 2012: 201). Teknik
dokumentasi digunakan untuk memperoleh data awal berupa jumlah
siswa dan prestasi belajar matematika siswa. Selain itu, metode
dokumentasi juga berfungsi sebagai alat untuk mengambil gambar
pada saat proses pembelajaran dan penelitian berlangsung
2. Metode Observasi
Mengamati (observasi) adalah menatap kejadian, gerak atau
proses (Arikunto, 2013: 273). Dalam penelitian ini, observasi
dilakukan dengan mengamati pelaksanaan proses pembelajaran
matematika yang meliputi pengamatan aktivitas siswa dan aktivitas
guru baik untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Pengisian
lembar observasi dilakukan dengan menggunakan check list.
3. Metode Tes
Metode tes ini digunakan untuk mengetahui kemampuan
Komunikasi matematis peserta didik setelah dilakukan eksperimen
atau perlakuan, yaitu proses pembelajaran dengan menggunakan
model RME maupun RME. Soal tes yang akan digunakan untuk
mengukur kemampuan Komunikasi matematis diuji cobakan terlebih
dahulu dan kemudian dianalisis untuk mengetahui validitas,
realibilitas, daya beda, dan taraf kesukaran dari tiap butir soal pada
kelas uji coba.
7. Instrumen pengumpulan data
a. Lembar Validasi
Lembar validasi merupakan alat yang digunakan untuk
mengukur perangkat pembelajaran yang akan digunakan dalam
penelitian. Lembar validasi digunakan untuk
mendapatkan data mengenai pendapat para ahli
terhadap perangkat pembelajaran yang menggunakan
RME dan PCL berbantuan media power point. lembar
validasi dalam penelitian ini yaitu lembar validasi RPP
dan lembar validasi media power point
b. Lembar Wawancara
Jenis wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara bebas
sehingga lembar wawancara yang digunakan hanya berupa garis-
garis besar permasalahan yang akan ditanyakan. Wawancara
dilakukan terhadap guru mata pelajaran matematika dan siswa untuk
mengetahui gambaran umum mengenai pelaksanaan pembelajaran
matematika dan masalah-masalah yang dihadapi di dalam kelas.
c. Lembar Dokumentasi
Lembar dokumentasi merupakan salah satu instrumen
pengumpulan data yang berupa data daftar nama siswa kelas VIII A
sampai kelas VIII B, data hasil ujian tengah semester ganjil kelas
VIII A sampai kelas VIII B, dan foto-foto selama kegiatan penelitian
berlangsung. Lembar dokumentasi juga digunakan sebagai bukti
telah melakukan penelitian di MTS Negeri 03 Brebes
d. Lembar Observasi
Lembar observasi merupakan alat yang digunakan untuk
mengetahui aktivitas belajar matematika siswa tanpa mengganggu
kegiatan siswa dalam pembelajaran. Lembar observasi digunakan
pada saat proses pembelajaran di kelas eksperimen berlangsung.
Lembar observasi ini juga digunakan untuk
menganalisa dan merefleksi setiap proses
pembelajaran matematika yang dilaksanakan oleh
guru di dalam kelas.
e. Lembar Tes
Lembar tes digunakan untuk mengukur aspek kognitif yang
dimiliki siswa. Lembar tes yang digunakan dalam penelitian ini
adalah lembar posttest. lembar tes posttest digunakan untuk
mengetahui kemampuan komunikasis matematika siswa setelah
dilakukan proses pembelajaran.

8. Teknik Analisis data


1. Analisis Data Awal
Analisis data awal dalam penelitian ini meliputi uji
normalitas, dan uji homogenitas. Analisis data awal dilakukan untuk
membuktikan bahwa populasi berangkat dari titik tolak yang sama.
Data yang digunakan dalam analisis data awal adalah data nilai UTS
matematika kelas VIII semester 2. Berikut akan disajikan statistik
data awal yang dilakukan dalam penelitian ini.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah
data awal berdistribusi normal atau tidak. Hipotesis yang
digunakan dalam uji normalitas adalah sebagai berikut.
H 0 : data berdistribusi normal
H a : data tidak berdistribusi normal
Rumus yang digunakan adalah uji Chi-Kuadrat yaitu sebagai
berikut.
2
k
(O i Ei ) 2
= (Sudjana 2005: 273)
i1 Ei
2 2
Kriteria pengujiannya adalah H 0 diterima jika ( 1 ) (k3)

dengan taraf nyata 5%.


Uji normalitas data awal dapat pula dianalisis dengan
menggunakan program SPSS dengan uji Kolmogorof-Smirnov.

Kriteria pengujinnya adalah H0 diterima jika pada tabel output

Test of Normality pada tes Kolmogorof Smirnov nilai sig.>

dengan =0.05 (Sukestiyarno, 2010: 37).


b. Uji homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan
bahwa data awal mempunyai varians yang sama atau tidak. Jika
data nilai tersebut mempunyai varians yang sama maka kelompok
tersebut dikatakan homogen. Pengujian homogenitas k buah (
k 2 ) dengan banyaknya tiap kelas berbeda menggunakan uji

Bartlett. Hipotesis statistikanya sebagai berikut.


2 2 2
H o= 1 = 2 = 3 , dan
H a= paling sedikit satu tanda = yang tidak berlaku
Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut.
1) Menentukan varians gabungan dari setiap kelas.
( ni1)
s 2=
( ni1)si2 (Sudjana, 2005: 263)

Keterangan:
s 2 = Varians gabungan
ni = Kelas ke-i

s i2 = Varians kelas ke-i


2) Menentukan harga satuan B
s2
log ( ni1)
B=
3) Menentukan statistik ujiCchi-uadrat
10
ln { B (ni 1)log s i2 }
2=
Dengan ln 10 = 2,3026, disebut logaritma asli dari bilangan 10.
Selanjutnya harga 2hitung yang diperoleh

2
dikonsultasikan ke tabel dengan derajat kebebasan (dk) = k 1

dan taraf signifikan 5%. Kriteria pengujiannya adalah H0

ditolak jika 2hitung 2(1 )(k1) .

Uji homogenitas dapat pula dianalisis menggunakan


program SPSS dengan uji anava. Kriteria pengujinnya adalah

H0 diterima jika pada tabel output Test of Homogenity

variances nilai sig.> dengan =0.05 (Sukestiyarno,

2010:126).
c. Uji Kesamaan Rata-Rata
Uji kesamaan rata-rata data awal digunakan untuk
mengetahui apakah kedua sampel mempunyai kondisi awal yang
sama atau tidak. Hipotesis stasistiknya adalah sebagai berikut.
H o : 1=2
Ha : 1 2

Untuk menguji hipotesis digunaan uji dua pihak dengan


rumus sebagai berikut.
x1 x2
t=
s
1 1
+
n1 n2
(Sukestiyarno, 2010: 110)

Dengan
2 ( n11 ) s12 +( n21) s22
s= (Sukestiyarno, 2010: 111)
n1+ n22
Dimana
x 1 = rata-rata data awal peserta didik kelas eksperimen
x 2 = rata-rata data awal peserta didik kelas kontrol
n1 = banyak peserta didik kelas eksperimen
n2 = banyak peserta didik kelas kontrol

s 12 = varians kelompok eksperimen

s 22 = varians kelompok kontrol

s 2 = varians gabungan

Dengan dk =(n 1+n 22) , kriteria pengujiannya adalah H0

ditolak jika t hitung t tabel dengan menentukan taraf signifikan =

5%, peluang (1 ) (Sukestiyarno, 2010:113).


Uji kesamaan rata-rata dapat pula di analisis
menggunakan program SPSS dengan uji t pada uji banding dua

sampel. Kriteria pengujiannya adalah H0 diterima jika pada

tabel output Independent Samples Test pada distribusi t barisan


Equal variances assumed atau Equal variances assumed nilai sig.>

dengan =0.05 .
2. Analisis Data Akhir
Setelah diketahui bahwa kedua kelompok sampel
berdistribusi normal dan mempunyai varians yang sama (homogen),
kemudian dilaksanakan eksperimen. Kedua sampel diberi perlakuan
dengan model pembelajaran yang berbeda kemudian dilakukan tes
evaluasi. Hasil tes evaluasi merupakan data akhir yang digunakan
untuk menguji hipotesis penelitian.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas ini digunakan untuk mengetahui apakah
kemampuan komunikasi matematis peserta didik pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal atau tidak.
Hipotesis yang digunakan dalam uji normalitas adalah sebagai
berikut.
H 0 : data nilai kemampuan pemecahan masalah berdistribusi

normal
Ha : data nilai kemampuan pemecahan masalah tidak

berdistribusi normal
Rumus yang digunakan adalah uji Chi-Kuadrat yaitu sebagai
berikut.
k
(O i Ei ) 2
=
2
Ei (Sudjana 2005: 273)
i1

2 2
Kriteria pengujiannya adalah H 0 diterima jika ( 1 ) (k3)

dengan taraf nyata 5%.


Uji normalitas data awal dapat pula dianalisis dengan
menggunakan program SPSS dengan uji Kolmogorof-Smirnov.

Kriteria pengujinnya adalah H0 diterima jika pada tabel output

Test of Normality pada tes Kolmogorof Smirnov nilai sig.>

dengan =0.05 .

b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dimaksudkan untuk memperlihatkan
bahwa data nilai kemampuan komunikasi matematis peserta didik
kelas eksperimen dan kelas kontrol mempunyai varians yang sama
atau tidak. Jika data nilai tersebut empunyai varians yang sama
maka kelompok tersebut dikatakan homogen. Pengujian
homogenitas k buah ( k 2 ) dengan banyaknya tiap kelas

berbeda menggunakan uji Bartlett. Hipotesis statistikanya sebagai


berikut.
H o : 12= 22 , dan

H a : 12 22

Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut.


1) Menentukan varians gabungan dari setiap kelas.
( ni1)
s 2=
( ni1)si2 (Sudjana, 2005: 263)

Keterangan:
s 2 = Varians gabungan
ni = Kelas ke-i
2
si = Varians kelas ke-i
2) Menentukan harga satuan B
s2
log ( ni1)
B=
3) Menentukan statistik ujiCchi-uadrat
10
ln { B (ni 1)log s i2 }
2=
Dengan ln 10 = 2,3026, disebut logaritma asli dari bilangan 10.
2
Selanjutnya harga hitung yang diperoleh

dikonsultasikan ke 2tabel dengan derajat kebebasan (dk) = k 1

dan taraf signifikan 5%. Kriteria pengujiannya adalah H0

ditolak jika 2hitung 2(1 )(k1) .

Uji homogenitas data akhir dapat pula dianalisis


menggunakan program SPSS dengan uji F pada uji banding dua
sampel. Kriteria pengujinnya adalah H0 diterima jika pada

tabel output Independent Sampels test pada distribusi F nilai sig.>

dengan =0.05 .
c. Uji Hipotesis I
(Uji Ketuntasan Belajar)
1) Uji Ketuntasan Individual (Uji t)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata
hasil tes kemampuan komunikasi matematis peserta didik yang
diberi perlakuan model pembelajaran RME dan CBL telah
mencapai ketuntasan belajar, yaitu telah lulus batas minimal
atau kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan MTS
Negeri Bantarkawung untuk pelajaran matematika. KKM
individual yang ditentukan yaitu 70. Jika peserta didik

memperoleh nilai tes kemampuan pemecahan masalah 70

maka peserta didik kelas eksperimen telah memenuhi KKM


individual. Hipotesis yang diuji adalah sebagai berikut.
H 0 : 0 70 , artinya rata-rata nilai tes kemampuan

pemecahan masalah lebih dari atau sama dengan


70
H a : 0< 70 , artinya rata-rata nilai tes kemampuan

pemecahan masalah kurang dari 70, dan


Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
x 0
t=
s (Sugiyono, 2012: 96)
n
Keterangan:
t = t hitung
x = rata-rata
0 = standar ketuntasan minimal
s = simpangan baku gabungan
n = banyak peserta didik
Kriteria pengujiannya adalah H0 diterima jika

t hitung t tabel dengan dk = (n 1) dan = 5%.


Uji ketuntasan individual dapat pula dianalisis
menggunakan program SPSS dengan uji t pada uji banding

satu sampel. Kriteria pengujiaannya adalah H0 diterima

jika pada output One-Sample Test nilai t t tabel dengan dk =

(n 1) dan = 5%.
2) Uji Ketuntasan Klasikal (Uji Proporsi)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
kemampuan komunikasi matematis peserta didik yang diajar
dengan model pembelajaran CBL dan RME secara klasikal
mencapai KKM. Peserta didik dikatakan tuntas secara klasikal

apabila banyak peserta didik yang nilai tesnya 70

sekurang-kurangnya 75% dari jumlah peserta didik yang ada


dalam kelas tersebut.
Hipotesis yang diuji sebagai berikut.
H 0 : <0,75 , artinya presentase ketuntasan belajar pada

kelas eksperimen kurang dari 75%, dan


H a : 0,75 , artinya presentase ketuntasan belajar pada

kelas eksperimen lebih dari atau sama dengan


75%
Rumus yang digunakan adalah:
x
0
n
z=
(Sudjana, 2005: 234)

0 (1 0 )
n
Keterangan:
0 = nilai proporsi populasi
x = banyaknya peserta didik tuntas belajar pada kelas

eksperimen
n = ukuran sampel kelas eksperimen
Kriteria pengujian:
Terima H0 jika z hitung z 0,5 dimana z 0,5

didapat dari daftar normal baku dengan peluang (0,5 ) .


d. Uji Hipotesis II
(Uji Pengaruh)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
hubungan model pembelajaran CBL dan RME terhadap
kemampuan penalaran peserta didik. Data diambil dari hasil
lembar pengamatan peserta didik pada kelas eksperimen.
1) Uji Regresi Linear Sederhana
Uji regresi linear sederhana digunakan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh pembelajaran CBL maupun
RME (variabel X) terhadap kemampuan komunikasi matematis
(variabel Y). Hipotesis yang diuji sebagai berikut.
H 0 : =0 (persamaan tidak linear atau tidak ada pengaruh

pembelajaran CBL maupun RME terhadap


kemampuan komunikasi matematis peserta didik)
Hubungan linear yang digunakan adalah sebagai berikut.
Y^ =a+bX
Dengan
n
x i y i x i yi
2
n xi2( x i)
b=
dan
a= y b x
Untuk penentuan diterima atau ditolaknya hipotesis
dihitung nilai distribusi F dengan rumus sebagai berikut.
Tabel 3.5. Perhitungan Nilai Distribusi F

Derajat
Source Jumlah Kuadrat Rataan F
Keb.
Regresi JKR = 1 RKR = JKR/1 RKR
F=
RKE
( ^y i y )2
JKE = n2 RKE = JKE/(n-2)
Error
( y i ^y i )2
JKT =
Total
( y i y )2

Hasil perhitungan nilai F dicocokkan dengan F


tabel.Nilai F tabel dilihat pada taraf signifikan dengan derajat
kebebasan pembilang 1 dan penyebut n-2. Jadi F tabel adalah

F5%,1,n-2. Kriteria pengujiannya adalah H0 diterima jika

Fhitung < F tabel .

Uji regresi linear sederhana dapat pula dianalisis


menggunakan program SPSS dengan uji ANOVA. Kriteria

pengujiannya adalah H 0 ditolak jika pada output ANOVA

nilai sig.< 5% (Sukestiyarno, 2010: 77)


2) Koefisien Korelasi Sederhana
Koefisien korelasi sederhana digunakan untuk
mengetahui lemah tidaknya hubungan antara pembelajaran
Kooperatif Jigsaw dan kemampuan Penalaran.
Hipotesisnya adalah sebagai berikut.
H 0 : =0 (hubungan antara x dan y lemah)
Ha : 0 (hubungan antara x dan y tidak lemah)
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
n X i Y i( X i )( Y i )
r=
(Sugiyono,
( 2
)(
n X i2( X i ) n Y i2 ( Y i )
2
)
2012: 183)
Kriteria pengujiannya adalah H 0 ditolak jika r hitung r tabel

dengan =5 .
Koefisien korelasi dapat pula dianalisis
menggunakan program SPSS dengan uji Bivariate

Correlations. Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika

pada output Correlations nilai sig. < 5%.


3) Koefisien Determinasi Regresi Linear Sederhana
Besar pengaruh variabel X terhadap variabel Y dapat

ditunjukkan dengan koefisien determinasi ( R2 ) . Koefisien

2
determinsi dapat diperoleh dari r 100 dimana r adalah

koefisien korelasi. Koefisien determinasi dapat pula di peroleh


dari uji ANOVA dengan menggunakan program SPSS. Nilai
koefisien determinasi dapat dilihat pada output Model
Summary pada kolom R Square.
e. Uji Hipotesis III
(Uji Beda Rata-Rata)
Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah rata-rata
kemampuan penalaran peserta didik yang memperoleh
pembelajaran Kooperatif Jigsaw lebih baik dari peserta didik yang
memperoleh pembelajaran non kooperatif jigsaw. Hipotesis yang
diuji adalah.
H o : 1 2 (rata-rata kemampuan penalaran materi bangun

ruang peserta didik pada pembelajaran Kooperatif


Jigsaw kurang dari atau sama dengan rata-rata
kemampuan penalaran peserta didik pada
pembelajaran non Kooperatif jigsaw)
H 1 : 1 > 2 (rata-rata kemampuan penalaran materi bangun

ruang peserta didik pada pembelajaran Kooperatif


jigsaw lebih dari rata-rata kemampuan penalaran
peserta didik pada pembelajaran non kooperatif
jigsaw)

Anda mungkin juga menyukai