Bab 1 2 3 Revisi 27 Juni

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Modal merupakan variabel yang penting dalam menjaga eksistensi dan keberlangsungan

suatu perusahaan (Sarnowo dan Astuti, 2009). Modal sangat dibutuhkan dalam membangun dan

menjamin kelangsungan perusahaan, selain sumber daya mesin, material sebagai faktor

pendukung. Suatu usaha pasti membutuhkan modal apalagi perusahaan tersebut berniat untuk

melakukan ekspansi, oleh karena itu, perusahaan harus menentukan berapa besarnya modal yang

dibutuhkan untuk memenuhi atau membiayai usahanya (Kartini dan Ananto, 2008), adapun modal

dapat bersumber dari modal sendiri maupuan dan luar perusahaan (hutang). Penentuan struktur

modal perlu diperhatikan oleh manajer karena merupakan salah satu strategi keuangan perusahaan

yang penting, mengingat adanya perbedaan karakteristik jenis permodalan. Perbedaan karakteristik

tersebut mempunyai pengaruh terhadap kemampuan perusahaan atas kewajiban-kewajibannya,

terutama hutang jangka panjang (Sarnowo dan Astuti, 2009).

Perusahaan akan memiliki sumber dana berdasarkan preferensi biaya yang harus

dikeluarkan atas sumber dana tersebut, dalam hal mi, perusahaan mempunyai pilihan untuk

memenuhi modalnya lebih dulu dari sumber internal, baru kemudian memenuhi kekurangannya

dari sumber ekstemal. Sumber manapun yang akan dipilih, prinsip yang harus dipegang oleh

perusahaan adalah bahwa tarnbahan dana tersebut harus memberikan tambahan finansial bagi para

pemegang saham, oleh karena itu, masalah struktur modal menjadikan suatu masalah pokok yang

menarik untuk diteliti (Mai, 2006).

Struktur modal yang optimal suatu perusahaan adalah kombinasi dari utang dan ekuitas

yang memaksimumkan harga saham perusahaan. Pada saat tertentu, manajemen perusahaan

menetapkan struktur modal yang ditargetkan, yang mungkin merupakan struktur yang optimal,

meskipun target tersebut dapat berubah dari waktu ke waktu. Sejumlah faktor mempengaruhi

keputusan mengenai struktur modal perusahaan. Faktor-faktor ini meliputi: stabilitas penjualan,

struktur aktiva, leverage operasi, peluang pertumbuhan, tingkat profitabilitas, pajak pengendalian,

1
2

sikap manajemen dan sebagainya. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi struktur modal

perusahaan adalah ukuran perusahaan, perusahaan yang lebih besar pada umumnya lebih mudah

memperoleh pinjaman dibandingkan dengan perusahaan kecil (Mai, 2006).

Najjar (2011) telah melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi

struktur modal melalui variabel kepemilikan institusional, struktur aktiva, likuiditas dan

profitabilitas. Penelitiannya memiliki hasil variabel Kepemilikan Institusional tidak berpengaruh

terhadap struktur modal, namun variabel lainnya Struktur Aktiva, Likuiditas, dan Profitabilitas

berpengaruh terhadap Struktur Modal.

Kepemilikan institusional merupakan tingkat kepemilikan saham oleh outsider (pihak

luar) perusahaan dalam hal proporsi saham yang dimiliki institusional atau perusahaan lain

(Susanto, 2011). Kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang mengawasi

perusahaan. Peningkatan aktivitas pengawasan oleh investor didukung oleh usaha untuk

meningkatkan tanggungjawab manajemen. Aktivitas pengawasan tersebut dapat dilakukan dengan

menempatkan para komite penasehat yang bekerja untuk melindungi kepentingan investor

(Susanto, 2011), semakin tinggi kepemilikan institusional terhadap saham perusahaan, maka akan

semakin kecil hutang yang digunakan untuk mendanai perusahaan. Hal ini karena timbulnya

pengawasan oleh lembaga institusi lain terhadap kinerja perusahaan, apabila perusahaan

menggunakan hutang dalam jumlah yang besar untuk mendanai proyek yang berisiko tinggi,

sehingga mempunyai peluang gagal, maka pemegang saham institusional tersebut dapat langsung

menjual saham yang dimilikinya (Yeniatie dan Destriana, 2010). Hasil penelitian Najar (2011)

menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap struktur modal.

Kebanyakan perusahaan industri yang sebagian besar dan modalnya tertanam dalam

aktiva tetap, akan mengutamakan pemenuhan modalnya dan modal permanen yaitu modal sendiri,

sedangkan modal asing (hutang) sifatnya sebagai pelengkap. Namun demikian, besarnya modal

sendiri hendaknya paling sedikit dapat menutup jumlah aktiva tetap dan aktiva lain yang sifatnya

permanen, sedangkan pada perusahaan yang sebagian besar dari aktivanya terdiri atas aktiva

lancar, akan mengutamakan kebutuhan dananya dengan hutang (Riyanto, 2001).

Hasil penelitian Mai (2006), Sarnowo dan Astuti (2009) serta Seftianne dan Handayani

STIE Mandala Jember


3

(2011) menyatakan bahwa struktur aktiva juga merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi sturktur modal, sedangkan hasil penelitian Tarigan dan Siregar (2010)

menunjukkan bahwa struktur aktiva tidak berpengarah terhadap struktur modal.

Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka

pendeknya, seperti melunasi hutangnya yang jatuh tempo dalam jangka pendek. Perusahaan yang

mempunyai likuiditas yang tinggi akan cenderung tidak menggunakan pembiayaan dari hutang,

hal ini disebabkan perusahaan dengan tingkat likuiditas yang tinggi mempunyai dana internal yang

besar, sehingga perusahaan tersebut akan lebih menggunakan dana internalnya terlebih dahulu

untuk membiayai investasmya sebelum menggunakan pembiayaan eksternal melalui hutang

(Seftianne dan Handayani, 2011). Perusahaan dengan aset likuid yang besar dapat menggunakan

aset ini untuk bennvestasi, hal ini menunjukkan bahwa likuiditas berpengaruh terhadap hutang.

Hasil penelitian Tarigan dan Siregar (2010) menunjukkan bahwa likuiditas berpengaruh terhadap

struktur modal. Tetapi, pada penelitian Seftianne dan Handayani (2011), likuiditas tidak

berpengaruh terhadap struktur modal.

Perusahaan-perusahaan dengan profit yang tinggi cenderung menggunakan lebih banyak

pinjaman untuk memperoleh manfaat pajak, hal ini karena pengurangan laba oleh bunga pinjaman

akan lebih kecil dibandingkan apabila perusahaan menggunakan modal yang tidak dikenai bunga,

namun penghasilan kena pajak akan lebih tinggi. Perusahaan-perusahaan lebih memilih

pembiayaan internal daripada menggunakan pinjaman untuk mendanai investasi barunya maupun

untuk tambahan modal. Perusahaan-perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi akan

menggunakan lebih banyak laba ditahan dan lebih sedikit utang. Oleh karena itu, besarnya

komponen hutang akan berhubungan dengan tingkat profitabilitas (Mai, 2006: 234). Hasil

penelitian Suwarto dan Ediningsih (2002), Saidi (2004), Mai (2006), Sarnowo dan Astuti (2009)

serta Tarigan dan Siregar (2010) menyatakan bahwa profitabilitas mempunyai pengaruh terhadap

struktur modal. Namun hasil penelitian Kartini dan Arianto (2008) serta Seftianne dan Handayani

(2011) menunjukkan temuan yang berbeda, dimana profitabilitas tidak mempunyai pengaruh

terhadap struktur modal.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Najjar (2011) yang meneliti

STIE Mandala Jember


4

pengaruh kepemilikan institusional, struktur aktiva, profitabilitas dan likuiditas. Penelitian mi

mengembangkan penelitian tersebut dengan menambah variabel peluang pertumbuhan sesuai teori

Brigham dan Houston (2011:188) serta hasil penelitian Suwarto dan Ediningsih (2002), Saidi

(2004), Mai (2006), Kartini dan Arianto (2008) dan Tarigan dan Siregar (2010). Hal ini karena

pada penelitian sebelumnya, pengaruh kepemilikan institusional, struktur aktiva, profitabilitas dan

likuiditas terhadap struktur modal relatif kecil (6,46%), sehingga masih ada variabel lain yang

dapat mempengaruhi struktur modal, salah satunya adalah peluang pertumbuhan.

Adapun dipilihnya variabel peluang pertumbuhan karena pada penelitian sebelumnya

menunjukkan hasil yang berbeda. Perusahaan yang mempunyai pertumbuhan yang tinggi akan

menghadapi kesenjangan informasi yang tinggi antara manajer dan investor luar tentang kualitas

proyek investasi perusahaan., adanya kesenjangan informasi tersebut menyebabkan biaya modal

ekuitas saham lebih besar dibanding biaya modal hutang karena dipandang dari sudut investor,

modal saham dipandang lebih berisiko dibanding hutang. Kesenjangan informasi tersebut akan

membuat para investor berisyarat negatif tentang prospek perusahaan di masa mendatang.

Implikasinya adalah perusahaan akan cenderung menggunakan hutang terlebih dahulu sebelum

menggunakan ekuitas saham baru. Hasil penelitian Suwarto dan Ediningsih (2002), Saidi (2004),

Kartini dan Arianto (2008), Tarigan dan Siregar (2010) serta Seftianne dan Handayani (2011)

menyatakan bahwa pertumbuhan mempunyai pengaruh terhadap struktur modal, namun hasil

tersebut tidak didukung oleh temuan Mai (2006) serta Sarnowo dan Astuti (2009) yang

menyatakan bahwa pertumbuhan tidak mempunyai pengaruh terhadap struktur modal.

Dari berbagai pernyataan yang telah dikemukakan oleh peneliti-peneliti sebelumnya

tentang hasil penemuan mengenai pengaruh kepemilikan institusional, struktur aktiva,

profitabilitas, likuiditas dan peluang pertumbuhan terhadap struktur modal, ternyata menunjukkan

hasil yang berbeda-beda, disatu sisi kepemilikan institusional, struktur aktiva, profitabilitas,

likuiditas dan peluang pertumbuhan mempunyai pengaruh terhadap struktur modal, tetapi di sisi

lain kepemilikan institusional, struktur aktiva, profitabilitas, likuiditas dan peluang pertumbuhan

tidak mempunyai pengaruh terhadap struktur modal. Berdasarkan dua pendapat yang berbeda

tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada kekonsistenan dalam kedua pendapat tersebut

STIE Mandala Jember


5

mengenai pengaruli kepemilikan institusional, struktur aktiva, profitabilitas, likuiditas dan peluang

pertumbuhan terhadap struktur modal, sehingga timbul research gap (perbedaan) penelitian yang

layak untuk dilakukan penelitian lagi. Dari berbagai hasil penelitian tersebut, maka dapat diringkas

dalam tabel berikut ini :

Tabel 1.1
Inkonsistensi Hasil Penelitian Terdahulu

Hasil
No Variabel Bebas
Berpengaruh Tidak berpengaruh
1 Kepemilikan Yeniati dan Destriana(2010) Najjar(20l1)
Institusional (Berpengaruh negatif)
2 Struktur Aktiva Mai (2006) Tarigan dan Siregar
(Berpengaruh positif) (2010)
Sarnowo dan Astuti (2009)
(Berpengaruh negatif)
Najjar(2011)
(Berpengaruh positif)
Seftianne dan Handayani (2011)
(Berpengaruh negatif)
3 Likuiditas Tarigan dan Siregar (2010) Seftianne dan
(Berpengaruh negatif) Handayani (2011)
Najjar(2011)
4 Profitabilitas Suwarto dan Ediningsih (2002) Kartini dan Arianto
(Berpengaruh negatif) (2008)
Mai (2006) Seftianne dan
(Berpengaruh negatif) Handayani (2011)
Sarnowo dan Astuti (2009)
(Berpengaruh negatif)
Tarigan dan Siregar (2010)
(Berpengaruh negatif)
Najjar(2011)
5 Peluang Suwarto dan Ediningsih (2002)
Pertumbuhan (Berpengaruh positif)
Saidi(2004)
(Berpengaruh positif)
Kartini dan Arianto (2008)
(Berpengaruh positif)
Tarigan dan Siregar (2010)
(Berpengaruh positif)
Sumber : Ringkasan Penelitian Terdahulu, 2016

STIE Mandala Jember


6

Perbedaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini adalah pada variabel dan periode

penelitian. Variabel penelitian sebelumnya sebanyak 5 variabel yaitu kepemilikan institusional,

struktur aktiva, profitabilitas, likuiditas dan struktur modal. Sedangkan penelitian ini sebanyak 6

variabel yaitu kepemilikan institusional, struktur aktiva, profitabilitas, likuiditas, peluang

pertumbuhan dan struktur modal. Penelitian sebelumnya pada periode tahun 1994-2003 dan

penelitian ini periode tahun 2010 - 2014 karena datanya lebih terkini. Persamaan penelitian
sekarang dengan penelitian sebelumnya adalah pada teknik analisis regresi berganda.

1.2 Rumusan Masalah

Modal sangat dibutuhkan dalam membangun dan menjamin kelangsungan perusahaan,

selain sumber daya mesin, material sebagai faktor pendukung. Perusahaan akan memiliki sumber

dana berdasarkan preferensi biaya yang harus dikeluarkan atas sumber dana tersebut, dalam hal

ini, perusahaan mempunyai pilihan untuk memenuhi modalnya lebih dulu dari sumber internal,

baru kemudian memenuhi kekurangannya dari sumber eksternal, oleh karena itu, masalah struktur

modal menjadikan suatu masalah pokok yang menarik untuk diteliti.

Struktur modal perusahaan dipengaruhi oleh berbagai variabel, seperti kepemilikan

institusional, struktur aktiva, likuiditas, profitabilitas dan peluang pertumbuhan. Beberapa

penelitian mengenai pengaruh struktur institusional, struktur aktiva, profitabilitas, likuiditas dan

peluang pertumbuhan terhadap struktur modal, menunjukkan hasil yang berbeda-beda, di satu sisi

menunjukkan adanya pengaruh terhadap struktur modal, sedangkan di sisi lain menunjukkan tidak

adanya pengaruh terhadap struktur modal. Berdasarkan pada temuan-temuan sebelumnya

menunjukkan adanya gap research terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal.

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian

sebagai benkut:

Apakah kepemilikan institusional, struktur aktiva, likuiditas, profitabilitas dan peluang

pertumbuhan berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan perbankan di BEI?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah :

STIE Mandala Jember


7

1) Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan institusional terhadap struktur

modal perusahaan perbankan di BEI.

2) Untuk mengetahui pengaruh struktur aktiva terhadap struktur modal

perusahaan perbankan di BEI.

3) Untuk mengetahui pengaruh likuiditas terhadap struktur modal perusahaan

perbankan di BEI.

4) Untuk mengetahui pengaruh profitabilitas terhadap struktur modal

perusahaan perbankan di BEI.

5) Untuk mengetahui pengaruh peluang pertumbuhan terhadap struktur modal

perusahaan perbankan di BEI.

1.4 Manfaat Penelitian

1) Bagi penulis.

Penelitian ini sebagai indikator untuk mengetahui dan menguasai materi kuliah yang

telah diberikan khususnya struktur modal, dan memperluas wawasan serta pengetahuan

dengan meneliti secara langsung

2) Bagi Perusahaan.

Struktur modal dapat bermanfaat bagi kepala perusahaan atau calon investor sebagai

bahan pertimbangan pengambilan keputusan investasi dan dapat menjadi pertimbangan

pemberian pinjaman modal dari Bank Indonesia kepada perusahaan perbankan.

3) Bagi STIE Mandala.

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan refrensi dan landasan bagi para penelitian

yang lain untuk meneliti struktur modal di masa yang akan datang.

1.5 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari semakin luasnya permasalahan yang dibahas, maka penelitian

ini dibatasi pada laporan keuangan untuk peride tahun 2010 2014, karena laporan keuangan

pada periode ini berpengaruhi pada kepemilikan institusional, struktur aktiva, likuiditas,

profitabilitas dan peluang pertumbuhan pada suatu perusahaan perbankan yang berubah

menerus dari tahun ke tahun.

STIE Mandala Jember


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Pecking Order Theory

Penelitian ini menggunakan teori yang berkaitan dengan struktur modal yaitu pecking

order theory karena perusahaan yang ingin berkembang selalu membutuhkan modal yang salah

satunya diperoleh dari hutang, namun demikian, perusahaan tidak mudah untuk memperoleh

pinjaman, karena harus menganalisis lebih dahulu apakah memang sudah tepat untuk berhutang,

jika sumber-sumber dari internal, seperti modal sendiri atau laba ditahan masih kurang, maka

perusahaan dapat melakukan pinjaman. Untuk itu, perlu dianalisis untung ruginya bila melakukan

pinjaman.

Pecking order theory adalah urutan sumber pendaanan dari internal (laba ditahan) dan

eksternal (penerbitan ekuitas baru) (Husnan, 2008). Teori ini menjelaskan keputusan pendanaan

yang diambil oleh perusahaan. Secara ringkas, teori ini menyatakan bahwa :

1) Perusahaan menyukai internal financing (pendanaan dari hasil operasi

perusahaan).

2) Perusahaan mencoba menyesuaikan rasio pembagian dividen yang

ditargetkan, dengan berusaha menghindari perubahan pembayaran dividen

secara drastis.

3) Kebijakan dividen yang relatif segan untuk diubah, disertai dengan fluktuasi

STIE Mandala Jember


9

profitabilitas dan kesempatan investasi yang tidak bisa diduga, mengakibatkan

bahwa dana hasil operasi kadang-kadang melebihi kebutuhan dan untuk

investasi, meskipun pada kesempatan yang lain, mungkin kurang, apabila

dana hasil operasi kurang dan kebutuhan investasi, maka perusahaan akan

mengurangi saldo kas atau menjual sekuritas yang dimiliki.

4) Apabila pendanaan dari luar diperlukan, maka perusahaan akan menerbitkan

sekuritas yang paling aman terlebih dulu, yaitu dimulai dengan penerbitan

obligasi, kemudian diikuti oleh sekuritas yang berkaraktenstik opsi (seperti

obligasi), baru akhirnya apabila masih belum mencukupi, saham baru

diterbitkan.

Sesuai dengan teori ini, tidak ada suatu target debt to equity ratio (DER), karena ada dua jenis

modal sendiri, yaitu internal dan eksternal. Modal sendiri yang berasal dari dalam perusahaan

lebih disukai daripada modal sendiri yang berasal dari luar perusahaan.

Pecking order theory menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan yang profitable umumnya

meminjam dalam jumlah yang sedikit, hal tersebut bukan disebabkan karena mereka mempunyai

target debt ratio yang rendah, tetapi karena memerlukan pendanaan dari luar yang sedikit.

Perusahaan yang kurang profitable akan cenderung mempunyai hutang yang lebih besar karena

dua alasan, yaitu : 1) dana tidak cukup, dan 2) hutang merupakan sumber eksternal yang lebih

disukai (Husnan, 2008).

Dana internal lebih disukai daripada dana ekternal, karena dana internal memungkinkan

perusahaan untuk tidak perlu "membuka diri lagi", dari sorotan pemodal luar. Kalau bisa

memperoleh sumber dana yang diperlukan tanpa memperoleh "sorotan dan publistis publik"

sebagai akibat penerbitan saham baru.

Sumber dana eksternal lebih disukai dalam bentuk hutang dari pada modal sendiri karena

dua alasan, (1) Pertimbangan biaya emisi. Biaya emisi obligasi akan lebih murah dari biaya emisi

saham baru, hal ini disebabkan karena penerbitan saham baru akan menurunkan harga saham lama.

(2). Manajer khawatir kalau penerbitan saham baru akan ditafsirkan sebagai kabar jelek oleh pasar

modal, dan membuat harga saham akan turun, hal ini disebabkan antara lain oleh kemungkinan

STIE Mandala Jember


10

adanya asimetri informasi antara pihak manajemen (pihak dalam) dengan pihak pemodal (pihak

luar) (Husnan, 2008).

Asimeteri informasi terjadi karena pihak manajamen mempunyai informasi yang lebih

banyak daripada para pemodal, dengan demikian, pihak manajemen mungkin berpikir bahwa

harga saham saat ini sedang overvalue (terlalu mahal), karena hal ini yang diperkirakan terjadi,

maka manajemen tentu akan berpikir untuk lebih baik menawarkan saham baru (sehingga dapat

dijual dengan harga yang lebih mahal dari yang seharusnya), akan tetapi, pemodal cukup jeli,

karena kalau perusahaan menawarkan saham baru, salah satu kemungkinannya adalah harga

saham saat ini sedang terlalu mahal (sesuai dengan persepsi pihak manajemen), akibatnya, para

pemodal akan menawar saham baru tersebut dengan harga yang lebih rendah, karena itu emisi

saham baru akan menurunkan harga saham (Husnan, 2008).

2.1.2 Struktur Modal

2.1.2.1 Konsep Struktur Modal

Struktur modal adalah perimbangan antara total hutang dengan modal sendiri

(Sartono,2001). Defmisi lain struktur modal adalah pembelanjaan permanen dimana

mencerminkan perimbangan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri (Riyanto,2001).

Halim (2007) mendefinisikan struktur modal adalah perimbangan jumlah hutang jangka pendek

yang bersifat tetap, hutang jangka panjang, saham preferen, dan saham biasa.

Dalam teori struktur modal dinyatakan mengenai apakah perubahan struktur modal

berpengaruh atau tidak terhadap nilai perusahaan, dengan asumsi keputusan investasi dan

kebijakan dividen tidak berubah, apabila ada pengaruhnya, berarti struktur modal yang terbaik,

tetapi jika tidak ada pengaruhnya, berarti tidak ada struktur modal yang terbaik (Halim, 2007).

Salah satu masalah penting yang dihadapi oleh para manajer keuangan adalah hubungan

antara struktur modal dan nilai perusahaan. Beberapa teori struktur modal telah dikembangkan

khususnya untuk menganalisis pengaruh penggunaan hutang terhadap nilai perusahaan dan biaya

modal, hal ini karena suatu perusahaan belum tentu dapat meningkatkan kemakmuran pemegang

saham dengan cara menggantikan sebagian modal sendiri dengan hutang dan bila membutuhkan

hutang, berapa besar hutang yang harus digunakan oleh perusahaan (Sartono,2001), apabila suatu

STIE Mandala Jember


11

perusahaan dalam memenuhi kebutuhan dananya mengutamakan pemenuhan dana dengan sumber

dari dalam perusahaan (baik dari penyusutan ataupun laba tidak dibagi), maka hal ini akan sangat

mengurangi ketergantungan kepada pihak Iuar, apabila kebutuhan dana sudah demikian

meningkatnya untuk pertumbuhan perusahaan, dan dana dari sumber intern sudah digunakan

semua, maka tidak ada pilihan lain selain menggunakan dana yang berasal dan Iuar perusahaan,

baik dari hutang maupun dengan mengeluarkan saham bam dalam memenuhi kebutuhan dana

perusahaan (Riyanto, 2001), jika dalam pemenuhan kebutuhan dana dari sumber ekstern tersebut

lebih diutamakan pada hutang saja, maka ketergantungan pada pihak Iuar akan semakin besar dan

risiko finansialnya juga semakin besar, sebaliknya, jika hanya mendasarkan pada saham saja,

biayanya akan sangat mahal. Hal ini dikarenakan biaya penggunaan dana yang berasal dari saham

baru adalah yang paling mahal dibandingkan dengan sumber-sumber dana lainnya, oleh karena itu,

perlu diusahakan adanya keseimbangan yang optimal antara kedua sumber dana tersebut (Riyanto,

2001), agar dalam menyusun struktur modal berdasarkan prinsip hati-hati, maka harus berdasarkan

pada aturan struktur finansiil konservatif (Riyanto, 2001). Struktur finansiil adalah bagaimana

aktiva-aktiva perusahaan dibelanjai, dengan demikian struktur finansiil tercermin pada

keseluruhan pasiva dalam neraca. Struktur finansiil mencerminkan pula perimbangan baik dalam

artian absolute maupun relatif antara keseluruhan modal asing (baik jangka pendek maupun

jangkapanjang) dengan modal sendiri (Riyanto, 2001).

Aturan penyusunan laporan keuangan menghendaki agar perusahaan, dalam keadaan

bagaimanapun juga tidak mempunyai jumlah hutang yang lebih besar daripada jumlah modal

sendiri, hal ini berarti, Debt Ratio jangan lebih besar dari 50%, sehingga modal yang dijamin

(hutang) tidak lebih besar dari modal yang menjadi jaminannya (modal sendiri) (Riyanto, 2001),

apabila mendasarkan pada konsep Cost of Capital, maka akan mengusahakan dimilikinya struktur

modal yang optimum, dalam artian struktur modal yang dapat meminimumkan biaya pengeluaran

modal rata-rata. Besar kecilnya cost of capital adalah tergantung pada proporsi masing-masing

sumber dana beserta biaya dari masing-masing komponen sumber dana tersebut (Riyanto, 2001).

Modal yang dipergunakan perusahaan selalu mempunyai biaya. Biaya tersebut bersifat

eksplisit (nampak, dan dibayar oleh perusahaan). tetapi bisa juga bersifat implisit (tidak nampak,

STIE Mandala Jember


12

atau disyaratkan oleh pemodal). Bagi dana yang berbentuk hutang, maka biaya dana mudah

diidentifikasikan, yaitu biaya bunganya. Pada struktur modal, hutang yang dipergunakan adalah

hutang dalam bentuk obligasi yang diperoleh dari pasar modal yang kompetitif dan efisien, dengan

demikian, maka pertimbangan risk and return trade-off akan mendasari pemilihan sumber dana

tersebut, karena bagi para pemodal membeli obligasi ditafsirkan mempunyai risiko yang lebih

rendah (tingkat keuntungan yang diperoleh lebih pasti sifatnya daripada membeli saham), maka

biaya modal yang berasal dari hutang akan lebih kecil dari biaya modal yang berasal dan modal

sendiri (Husnan, 2008), sedangkan bagi dana yang berbentuk modal sendiri, biaya dananya tidak

Nampak, meskipun demikian, tidak berarti bahwa biaya dananya lebih murah dari dana dalam

bentuk hutang. Biaya dana (cost of capital) untuk dana dalam bentuk modal sendiri merupakan

tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemilik dana tersebut sebelum mereka menyerahkan

dananya ke perusahaan. Tingkat keuntungan ini belum tentu lebih kecil apabila dibandingkan

dengan bunga pinjaman (Husnan, 2008).

2.1.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal

Masalah struktur modal merupakan masalah yang penting bagi setiap perusahaan, karena

baik buruknya struktur modal perusahaan akan mempunyai efek yang langsung terhadap posisi

finansiil perusahaan. Suatu perusahaan yang mempunyai struktur modal yang tidak baik, dimana

mempunyai hutang yang sangat besar akan memberikan beban yang berat kepada perusahaan yang

bersangkutan. Struktur modal merupakan cermin dari kebijakan perusahaan dalam menentukan

jenis sekuritas yang dikeluarkan. Struktur modal berhubungan erat dengan masalah kapitalisasi, di

mana susunan dari jenis-jenis dana yang membentuk kapitalisasi adalah merupakan struktur

modalnya (Riyanto, 2001).

Menurut Najjar (2011), faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal dianalisis ke

dalam empat variabel yaitu: kepemilikan institusional, struktur aktiva, profitabilitas dan likuiditas.

Hal ini sesuai dengan teori Brigham dan Houston (2011) yang menyatakan bahwa faktor-faktor

yang mempengaruhi struktur modal adalah kepemilikan institusional, struktur aktiva, profitabilitas

dan likuiditas, disamping itu, peluang pertumbuhan juga dapat mempengaruhi struktur modal

sesuai dengan teori dari Brigham dan Houston (2011) serta hasil penelitian Suwarto dan

STIE Mandala Jember


13

Ediningsih (2002), Saidi (2004), Mai (2006), Kartini dan Arianto (2008), Tarigan dan Siregar

(2010).

1) Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah proporsi kepemilikan saham yang dimiliki

institusional (lembaga) pada akhir tahun yang diukur dalam persentase saham yang dimiliki

oleh investor institusional dalam suatu perusahaan (Indahningrum dan Handayani, 2009).

Definisi lain kepemilikan institusional adalah persentase saham yang dimiliki oleh pihak

institusional pada akhir tahun (Yeniatie dan Destnana, 2010). Menurut Susanto (2011),

kepemilikan institusional adalah tingkat kepemilikan saham oleh outsider (pihak luar)

perusahaan dalam hal proporsi saham yang dimiliki institusional atau perusahaan lain.

Kepemilikan institusional adalah persentase saham yang dimiliki oleh pemilik institusi dan

kepemilikan oleh blokcholder, yaitu kepemilikan individu atau atas nama perseorangan di atas

5%, tetapi tidak termasuk kedalam golongan kepemilikan insider (orang dalam).

Kepemilikan institusional adalah persentase saham yang dimiliki oleh pemilik

institusi dan kepemilikan oleh blokcholder, yaitu kepemilikan individu atau atas nama

perseorangan di atas 5%, tetapi tidak termasuk kedalam golongan kepemilikan insider.

Kepemilikan saham oleh pihak luar atau oleh institutional investor sebagai monitoring

manajemen memiliki arti yang sangat penting. Adanya kepemilikan institusional seperti

perusahaan asuransi, bank, peusahaan investasi, dan kepemilikan oleh institusi lain dalam

bentuk perusahaan-perusahaan akan mendorong peningkatan pengawasan secara optimal.

Mekanisme monitoring tersebut akan menjamin peningkatan kemakmuran pemegang saham.

Signifikansi kepemilikan institusional sebagai agen pengawas ditekankan melalui investasi

mereka yang cukup besar dalam pasar modal, bila kepemilikan institusional tidak puas kinerja

manajer, mereka langsung menjual sahamnya.

Perubahan perilaku kepemilikan institusional dari pasif menjadi aktif bisa

meningkatkan akuntabilitas manajerial, sehingga manajer akan lebih berhati-hati dalam

mengambil keputusan yang dapat berpengaruh terhadap perusahaan. Meningkatnya aktivitas

kepemilikan institusional dalam melakukan monitoring disebabkan oleh kenyataan bahwa

STIE Mandala Jember


14

adanya kepemilikan saham yang signifikan oleh institusional yang telah meningkatkan

kemampuan mereka, untuk bertindak secara kolektif peningkatan aktivitas kepemilikan

institusional juga didukung oleh usaha meningkatkan tanggungjawab manajer. Aktivitas

pengawasan dapat dilakukan dengan meningkatkan para komite penasehat yang bekerja untuk

melindungi kepentingan investor luar.

Mekanisme pengawasan dapat dilakukan dengan menempatkan dewan ahli yang

tidak dibiayai perusahaan, sehingga tidak berada dalam pengawasan manajer. Dewan ahli

merupakan para pemegang saham (stockholder) yang tidak termasuk dalam struktur

manajerial perusahaan, dengan demikian, dewan ahli dapat menjalankan fungsinya secara

efektif untuk mengawasi tindakan manajer.

Bentuk pengawasan lain adalah dengan cara memberikan masukan-masukan sebagai

bahan pertimbangan bagi manajer dalam menjalankan usaha dan melalui rapat umum

pemegang saham. Pada akhirnya, semakin besar persentase saham yang dimiliki oleh institusi

akan menyebabkan pengawasan menjadi lebih efektif, karena dapat mengendalikan perilaku

yang oportunistik manajer dan tindakan pengawasan tersebut akan mengurangi agency cost.

2) Struktur Aktiva

Struktur aktiva adalah komposisi relatif aktiva tetap yang dimiliki oleh perusahaan

(Brigham dan Houston, 2006). Definisi lain struktur aktiva adalah perbandingan antara jumlah

saham yang dimiliki oleh orang dalam (insider ownership) dengan jumlah saham yang

dimiliki oleh investor (Kartini dan Arianto, 2008). Tangibilitas merupakan faktor yang penting

dalam keputusan pendanaan perusahaan, karena aset-aset berwujud (tangibles assets)

bertindak sebagai jaminan dan memberikan jaminan bagi para pemberi pinjaman dalam hal

terjadinya kesulitan keuangan (Mai, 2006).

Pada umumnya, dibandingkan dengan aktiva tak berwujud, aktiva berwujud

mengandung lebih sedikit informasi asimetris, yakni informasi yang tidak seimbang antara

perusahaan dengan pihak di luar perusahaan mengenai nilai aktiva. Lebih mudah bagi para

pemberi pinjaman untuk menentukan nilai aktiva berwujud dibandingkan aset tidak berwujud,

STIE Mandala Jember


15

disamping itu, dalam hal terjadinya gejalan kebangkrutan, aktiva-aktiva tak berwujud akan

menjadi tidak bernilai lagi, sehingga menurunkan kekayaan bersih perusahaan dan selanjutnya

mempercepat kemungkinan kebangkrutan (Mai, 2006).

Aktiva perusahaan disajikan sebagai jaminan atas utang merupakan cara untuk

mengurangi resiko kreditur dan memberi jaminan bagi kreditur dalam hal terjadinya kesulitan

keuangan. Jaminan juga melindungi pemberi pinjaman dari rnasalah niat jelek yang

disebabkan oleh konflik peminjam dan pemberi pinjaman, dengan demikian, perusahaan-

perusahaan yang memiliki lebih banyak aktiva berwujud lebih mungkin untuk memperoleh

lebih banyak pinjaman, maka besarnya komponen utang akan berhubungan positif dengan

tingkat struktur aktiva (Mai, 2006), apabila struktur aktiva (kepemilikan) semakin tersebar,

para pemegang saham akan semakin kehilangan kekuatan untuk melakukan kontrol terhadap

manajer (Kartini dan Arianto, 2008), karena kepentingan pemilik (principal) dan manajer

(agent) tidak selalu sejalan, sumber daya perusahaan akan dipergunakan secara tidak efisien

oleh manajer, semakin besar kepemilikan oleh manajemen, maka semakin berkurang

kecenderungan manajemen untuk tidak mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang dapat

meningkatkan nilai perusahaan, dimana tindakan manajer yang merupakan bagian dari

struktur kepemilikan akan berdampak terhadap keputusan pendanaan, apakah perusahaan

tersebut meningkatkan nilai perusahaan dengan mengambil dana dari luar perusahaan atau

dana dari dalam perusahaan, dengan kata lain keputusan pendanaan (struktur modal)

melibatkan para pemilik saham perusahaan atau pemilik perusahaan yang merupakan bagian-

bagian dari struktur kepemilikan.

3) Likuiditas

Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka

pendeknya, seperti melunasi hutangnya yang jatuh tempo dalam jangka pendek (Astuti, 2004).

Definisi lain rasio likuiditas adalah menunjukkan tingkat kemudahan relatif suatu aktiva untuk

segera dikonservasikan ke dalam kas dengan sedikit atau tanpa penurunan nilai serta tingkat

kepastian tentang jumlah kas yang dapat diperoleh (Tampubolon, 2005). Menurut Halim

(2007), rasio likuiditas adalah mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban

STIE Mandala Jember


16

jangka pendeknya bila jatuh tempo. Analisa likuiditas yang lengkap membutuhkan

penggunaan anggaran kas, tetapi dengan menghubungkan jumlah kas dan aktiva lancar

lainnya terhadap kewajiban lancarnya, analisis rasio memberikan pengukuran likuiditas yang

cepat dan mudah (Astuti, 2004), semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin mampu

perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang segera haras dibayar, namun bila terlampau

tinggi akan berpengaruh jelek terhadap kemampuan labaan perusahaan, karena ada sebagian

dana yang tidak produktif yang diinvestasikan dalam aktiva lancar, akhirnya profitabilitas

perusahaan tidak optimal.

Suatu perusahaan dikatakan likuid apabila perusahaan tersebut mempunyai kekuatan

membayar sedemikian besarnya, sehingga mampu memenuhi segala kewajiban jangka

pendeknya yang segera harus dipenuhi (Halim, 2007). Dikatakan bahwa bagi perusahaan-

perusahaan yang selain perusahaan kredit, rasio lancar yang kurang dari 2 : 1 dianggap kurang

baik, semakin besar perbandingan aktiva lancar dengan hutang lancar, maka semakin tinggi

kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya. Rasio ini dapat dibuat dalam

bentuk berapa kali atau bentuk persentasi. Apabila rasio lancar ini 1 : 1 atau 100%, berarti

aktiva lancar dapat menutupi semua hutang lancar. Rasio lancar yang lebih aman adalah jika

berada di atas 1 atau di atas 100%, artinya aktiva lancar harus jauh di atas jumlah hutang

lancar (Harahap, 2002).

4) Profitabilitas

Profitabilitas adalah hasil akhir dan sejumlah kebijakan dan keputusan yang

dilakukan oleh perusahaan (Brigham dan Houston, 2006). Definisi lain profitabilitas adalah

hasil operasi yang memiliki peran penting dalam menentukan nilai, solvabilitas, dan likuiditas

perusahaan (Wild, 2005). Menurut Halim (2007), rasio profitabilitas adalah untuk mengukur

sampai seberapa besar efektivitas manajemen dalam mengelola aset dan modal yang dimiliki

perusahaan untuk menghasilkan laba, sedangkan menurut Tampubolon (2005), profitabilitas

adalah mengukur pendapatan menurut laporan rugi laba dengan nilai buku investasi. Juga

STIE Mandala Jember


17

menurut Astuti (2004), profitabilitas adalah mengukur kernampuan suatu perusahaan

untuk menghasilkan laba.

Satu-satunya ukuraii profitabilitas yang paling penting adalah laba bersih. Para

investor dan kreditor sangat berkepentingan dalam mengevaluasi kemampuan perusahaan

menghasilkan laba saat ini maupun di masa mendatang (Astuti, 2004). Tinggi rendahnya rasio

ini sering kali merefleksikan kemampulabaan dan efektivitas penggunaan asset, semakin

tinggi rasio ini, semakin baik pula efektivitas penggunaan aset, dan diharapkan rasio ini dapat

diperoleh melebihi tingkat bunga (interest rate) atau biaya modal (cost of capital) dari dana

yang diinvestasikan (Halim, 2007).

Pengukuran tingkat profitabilitas dapat dilakukan dengan membaiidingkan tingkat

return on investment (ROI) yang diharapkan dengan tingkat return yang diminta para investor

dalam pasar modal, jika return yang diharapkan lebih besar daripada return yang diminta,

maka investasi tersebut dikatakan sebagai menguntungkan (Tampubolon, 2005).

Nilai pasar suatu saham sangat tergantung kepada perkiraan dari expected return dan

resiko dari arus kas di masa yang akan datang. Penilaian arus kas ini merupakan proses dasar,

disebabkan laporan keuangan tidak cukup menunjukkan aktivitas korporasi di masa

mendatang, dengan demikian terdapat beberapa macam analisis profitabilitas yang didasarkan

kepada laporan keuangan dan sangat diperlukan oleh para manajer keuangan sebagai

infortnasi (Tampubolon, 2005).

Anlisis profitabilitas perusahaan merupakan bagian utama analisis laporan keuangan.

Seluruh laporan keuangan dapat digunakan untuk analisis profitabilitas, namun yang paling

penting adalah laporan laba rugi. Laporan laba rugi melaporkan hasil operasi perusahaan

selaina satu periode. Tujuan utama perusahaan adalah hasil operasi, yang memiliki peran

penting dalam menentukan nilai, solvabilitas, dan likuiditas perusahaan (Wild, 2005).

Analisis profitabilitas sangat penting bagi semua pengguna, khususnya investor,

ekuitas dan kreditor. Bagi investor ekuitas, laba merupakan satu-satunya ukuran penentu

perubahan nilai efek. Pengukuran dan peramalan laba merupakan pekerjaan paling penting

bagi investor ekuitas. Bagi kreditor, laba dan arus kas operasi umumnya merupakan sumber

STIE Mandala Jember


18

pembayaran bunga dan pokok (Wild, 2005).

5) Peluang Pertumbuhan

Pertumbuhan perusahaan adalah menggambarkan persentasi pertumbuhan pos-pos

perusahaan dari tahun ke tahun. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik (Harahap, 2002).

Definisi lain pertumbuhan perusahaan adalah gambaran tolok ukur keberhasilan perusahaan

(Damayanti dan Achyani, 2006), semakin cepat pertumbuhan perusahaan, maka semakin

besar kebutuhan dana untuk pembiayaan ekspansi, semakin besar kebutuhan untuk

pembiayaan mendatang, maka semakin besar keinginan perusahaan untuk menahan laba, jadi

perusahaan yang sedang tumbuh sebaliknya tidak membagikan laba sebagai dividen,

tetapi lebih baik digunakan untuk pembiayaan investasi. Potensi pertumbuhan ini dapat diukur

dari besarnya penelitian dan pengembangan, semakin besar biaya penelitian dan

pengembangan, berarti ada prospek perusahaan untuk tumbuh (Sartono, 2001).

Perusahaan-perusahaan yang mempunyai prediksi akan mengalami pertumbuhan

tinggi di masa mendatang akan lebih memilih menggunakan saham untuk mendanai

operasional perusahaan. perusahaan-perusahaan yang mengalami pertumbuhan tinggi

berharap akan menikmati pertumbuhan tersebut bagi para pemegang saham, sebaliknya,

apabila perusahaan memperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang rendah, mereka akan

berupaya membagi risiko pertumbuhan rendah dengan para kreditur melalui penggunaan

utang, dengan demikian perusahaan yang memiliki peluang pertumbuhan yang rendah akan

lebih banyak menggunakan utang jangka panjang (Mai, 2006).

Perusahaan yang memiliki pertumbuhan lebih cepat harus lebih mengandalkan dana

dan modal eksternal, selain itu, biaya emisi yang berkaitan dengan penjualan saham biasa

akan melebihi biaya emisi yang terjadi ketika perusahaan menjual hutang, mendorong

perusahaan yang mengalami pertumbuhan pesat untuk lebih mengandalkan diri pada hutang,

namun, pada waktu yang bersamaan, perusahaan tersebut sering kali menghadapi

ketidakapastian yang lebih tinggi, cenderung akan menurunkan keinginan mereka untuk

STIE Mandala Jember


19

menggunakan hutang (Brigham dan Houston, 2011).

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dibuat berdasarkan pada hasil-hasil penelitian sebelumnya yaitu : Suwarto

dan Ediningsih (2002), Saidi (2004), Mai (2006), Kartini dan Arianto (2008), Sarnowo dan Astuti

(2009), Tarigan dan Siregar (2010), Seflianne dan Handayani (2011) dan Najjar (2011) yang dapat

diringkas sebagai tabel 2.1 pada halaman lampiran :

2.3 Kerangka Penelitian

Perusahaan perbankan memiliki berbagai alternatif untuk membiayai usahanya,

Perusahaan perbankan yang berada dalam situasi semacam itu dapat memperoleh tambahan dana

dari sumber pinjaman (kreditur), maupun dari setoran modal sendiri serta laba ditahan. Keputusan

mengenai sumber pendanaan tersebut merupakan keputusan yang sangat penting bagi perusahaan

perbankan, mengingat dampaknya bagi keberlanjutan perusahaan perbankan, di samping

kebutuhan perusahaan perbankan untuk memngkatkan modal kerjanya, faktor-faktor yang

dipertimbangkan oleh manajemen di dalam mengambil keputusan mengenai penggunaan utang

terutama berkaitan dengan dua hal, pertama kemudahan mendapatkan sumber pinjaman akan

memberi dorongan kepada manajemen untuk melakukan pinjaman, posisi keuangan perusahaan

perbankan juga akan berpengaruh terhadap kesediaan kreditur untuk memberikan dana kepada

perusahaan perbankan, keputusan manajemen akan penggunaan utang merupakan upaya untuk

mendapatkan keuntungan yang setinggi-tingginya dari penggunaan utang yaitu yang diperoleh dari

STIE Mandala Jember


20

penghematan biaya pajak di satu pihak dan pembayaran bunga dipihak lain.

Faktor-faktor posisi keuangan perusahaan perbankan beserta hasil keputusan-keputusan

manajemen akan penggunaan utang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan perbankan,

bagaimana perusahaan perbankan menyeimbangkan kedua komponen utang tersebut akan nampak

dalam struktur modal sebagaimana nampak dalam neraca, maupun dalam komponen biaya bunga

di dalam laporan laba rugi, dengan demikian, informasi di dalam laporan keuangan yang sifatnya

transparan akan memberikan gambaran keputusan manajemen di dalam menentukan penggunaan

uang perusahaan perbankan.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi struktur modal perusahaan perbankan. Dalam

penelitian ini faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal perusahaan perbankan diukur

melalui kepemilikan institusional, struktur aktiva, peluang pertumbuhan, likuiditas dan

profotabilitas.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka dapat digambarkan sebuah kerangka pemikiran

seperti pada gambar 2.3 :

Gambar 2.3

Kerangka Pemikiran

Kepemilikan Instutusional
(X1)

Struktur Aktiva
(X2)

Likuiditas Struktur Modal


(X3) (Y)

Profitabilitas
(X4)

Peluang Pertumbuhan
(X5)

STIE Mandala Jember


21

2.4 Hipotesis

Dari tujuan penelitian, landasan teori, penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran

teoritis, maka dapat diajukan hipotesis sebagai berikut:

1) Kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap struktur modal.

2) Struktur aktiva berpengaruh negatif terhadap struktur modal.

3) Likuiditas berpengaruh negatif terhadap struktur modal.

4) Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap struktur modal.

5) Peluang pertumbuhan berpengaruh positif terhadap struktur modal.

STIE Mandala Jember


22

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.1.1 Variabel Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini yaitu:

1) Variabel Dependen, yaitu variabel yang dipengaruhi atau tergantung

dengan variabel lain.

a. Struktur Modal

Struktur modal adalah perimbangan atau perbandingan jumlah hutang jangka

pendek yang bersifat tetap, hutang jangka panjang, saham preferen, dam saham

biasa. Struktur modal dalam penelitian diproksikan dalam Debt to Equity Ratio

(Halim, 2007)

DER =
Total Hitung
2) Variable independen, yaitu variable
Modal yang bebas dan tidak terpengaruh

oleh variable lain. Variable independen dalam penelitian ini adalah:

a. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah tingkat kepemilikan saham oleh outsider (pihak

luar) perusahaan dalam hal proporsi Sahara yang dimiliki institusional atau

perusahaan lain. (Susanto, 2011)

INS =
Jumlah Saham Institusi
Jumlah Saham Beredar

b. Stuktur Aktiva

Stuktur aktiva adalah komposisi jumlah aktiva tetap yang dimiliki perusahaan.

(Yeniatie dan Destriana, 2010)

AST = Aktiva Tetap


Total Aktiva

STIE Mandala Jember


23

c. Likuiditas

Likuiditas menunjukan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka

pendeknya, seperti melunasi hutangnya yang jatuh tempo dalam jangka pendek.

(Astuti, 2004)

CR = Aktiva Lancar
Hutang Lancar
d. Profitabilitas

Profitabilitas adalah mengukur kemampuan suatu perusahaan untuk

menghasilkan laba. (Astuti, 2004)

ROI = Laba Bersih


Total Aktiva
e. Peluang Pertumbuhan

pertumbuhan atau pertumbuhan perusahaan adalah tingkat Peluang pertumbuhan

total aktiva. (Susanto, 2011)

Pertumbuhan = (Aktiva t Aktiva t -1 )


Aktiva t -1

STIE Mandala Jember


24

Berdasarkan ringkasan variable penelitian dapat dibuat definisi operasional yang

terdapat pada halaman lampiran.

3.2 Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI

dari tahun 2010-2014. Pemilihan populasi perusahaan perbankan karena masih cukup sedikit

penelitian mengenai stuktur modal perbankan dan alasan lain mengambil periode tiga tahun

terakhir dari tahun 2010-2014 karena datanya lebih terkini, sehingga hasilnya dapat dianggap

mewakili kondisi kinerja perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI saat in.

Metode pengambilan sampling dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling. Adapun

kriteria sampel tersebut sebagai berikut:

1) Perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2010-2014

2) Perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangannya tahun 2010 2014 secara berturut-

turut.

Berdasarkan kriteria tersebut, maka dapat dibuat ke dalam suatu tabel berikut ini:

Tabel 3.2 Proses Pengambilan Sampel

No. Kriteria Jumlah

1 Perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI tahun 2010-2014 495

2 Perusahaan yang tidak mempublikasikan laporan keuangan tahun 2010-2014 -

STIE Mandala Jember


25

3 Perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan tahun 2010 -2014 495

Sumber : Indonesian Stock Exchange, 2016

Berdasarkan data tersebut, maka dari 26 sampel yang digunakan dari 5 tahun diperoleh

sampel 495 perusahaan sampel.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder. Sumber data sekunder diperoleh

dari: laporan keuangan tahun 2010-2014 yang diperoleh dari Pojok BEI dan Indonesian Stock

Exchange (IDX) tahunan tahun 2010-2014.

3.4 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi, yaitu

dengan jalan mencatat atau mengkopi data-data sekunder dalam Bursa Efek Indonesia yang

relevan dengan penelitian ini. Data dokumentasi tersebut berupa : laporan keuangan akhir tahun

2010-2014.

3.5 Metode Analisis

Metode analisis untuk mengetahui variabel independen yang mempengaruhi secara

signifikan terhadap Debt to Equity Ratio pada perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia

yaitu kepemilikan Institusional, Struktur Aktiva, Likuiditas, Profotabilitas, dan Peluang

Pertumbuhan digunakan persamaan umum regresi linier berganda atas lima variabel bebas

terhadap variabel tidak bebas umum regresi berganda. Model matematis dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Y a b1 X 1 b2 X 2 b3 X 3 b4 X 4 b5 X 5
Dimana:

Y = Struktur Modal (Dept to Equity Ratio)

a = konstanta

B = koefisiensi regresi

X1 = Kepemilikan Institusional

X2 = Struktur Aktiva

X3 = Likuiditas

STIE Mandala Jember


26

X4 = Profotabilitas

X5 = Peluang Pertumbuhan

3.5.1 Statistik Deskriptif

Statisik deskriptif dalam penelitian ini menjelaskan data dari variabel Kepemilikan

Institusional, Struktur Aktiva, Likuiditas, Profitabilitas, Peluang Pertumbuhan dan Struktur Modal

yang dilihat dari nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi.

3.5.2 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji data bila dalam suatu penelitian

menggunakan teknik analisis regresi berganda. Uji asumsi, yang terdiri dari:

1) Uji Normalitas

Untuk mengetahui data yang digunakan dalam model regresi berdistribusi normal atau tidak

dapat dilakukan dengan menggunakan Kolmogrov-smirnov. Jika nilai Kolmogorov-smirnov

lebih besar dari a = 0,05, maka data normal.

2) Heteroskedastisitas

Untuk mengetahui data yang digunakan tidak terjadi penyimpangan heteroskedastisitas dapat

diuji dengan menggunakan uji Glejser. Jika variabel independen signifikan secara statistik

mempengaruhi variabel dependen, maka indikasi terjadi heterokedastisitas. Jika signifikansi di

atas tingkat kepercayaan 5 %, maka tidak mengandung adanya heteroskedastisitas.

3) Multikolinearitas

Untuk mengetahui data yang digunakan tidak terjadi penyimpangan multikolinearitas, maka

dapat diuji dengan uji Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Nilai Tolerance di atas

(>) 0,1 dan nilai VIF di bawah (<) 10.

a. Jika nilai tolerance > 10 persen dan nilai VIF < 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak

ada multikolinearitas antar variabel bebas dalam

model regresi.

b. Jika nilai tolerance < 10 persen dan nilai VIF > 10, maka dapat

disimpulkan bahwa ada multikolinearitas antar variabel bebas dalam model regresi.

STIE Mandala Jember


27

4) Uji Autokorelasi

Untuk mengetahui data yang digunakan tidak terjadi penyimpangan autokorelasi, dapat diuji

dengan Durbin Watson (DW). Jika angka Durbin Watson (DW) berkisar antara du < dw < 4

du, maka tidak autokorelasi.

3.5.3 Regresi Linier Berganda

Analisa Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda yaitu

teknik analisis yang digunakan untuk meramaikan pengaruh dua atau lebih variabel prediktor

(variabel bebas) terhadap satu variabel kriterium (variabel terikat) atau untuk membuktikan ada

atau tidaknya hubungan fungsional antara dua buah variabel bebas (X) atau lebih dengan sebuah

variabel terikat (Y) (Usman dan Akbar, 2006).

Y a b1 X 1 b2 X 2 b3 X 3 b4 X 4 b5 X 5
Dimana:

Y = Struktur Modal

a = konstanta

b = koefisien regresi

X1 = Kepemilikan Institusional

X2 = Struktur Aktiva

X3 = Likuiditas

X4 = Profitabilitas

X5 = Peluang Pertumbuhan

3.5.4 Uji Goodness of Fit (Uji - F)

Untuk menguji apakah model yang digunakan baik, maka dapat dilihat dari signifikansi

pengaruh vanabel bebas terhadap variabel terikat secara simultan dengan a = 0,05 dan juga

penerimaan atau penolakan hipotesa, dengan cara :

1) Merumuskan hipotesis

H0 : 1, 2, 3, 4, 5 = 0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara

Kepemilikan Institusional, Struktur Aktiva, Likuiditas,

Profitabilitas dan Peluang Pertumbuhan terhadap Struktur

STIE Mandala Jember


28

Modal secara simultan.

H0 : 1, 2, 3, 4, 5 0 : Ada pengaruh yang signifikan antara Kepemilikan

Institusional, Struktur Aktiva, Likuiditas, Profitabilitas dan

Peluang Pertumbuhan terhadap Struktur Modal secara

simultan.

2) Kesimpulan

Ha : diterima bila sig. < = 0,05

Ha : ditolak bila sig. > = 0,05

3.5.5 Pengujian Hipotesis (Uji -1)

Untuk membuktikan hipotesis dalam penelitian ini apakah variabel bebas berpengaruh

terhadap variabel terikat, maka digunakan uji - t. Untuk menguji apakah masing-masing variabel

bebas berpengamh secara signifikan terhadap variabel terikat, maka langkah-langkahnya :

1) Merumuskan hipotesis

H0 : 1, 2, 3, 4, 5 = 0 : Tidak ada pengaru yang signifikan antara

Kepemilikan Institusional, Struktur Aktiva, Likuiditas,

Profitabilitas dan Peluang Pertumbuhan terhadap Struktur

Modal secara parsial.

H0 : 1, 2, 3, 4, 5 0 : Ada pengaruh yang signifikan antara Kepemilikan

Institusional, Struktur Aktiva, Likuiditas, Profitabilitas dan

Peluang Pertumbuhan terhadap Struktur Modal secara

parsial.

2) Kesimpulan

Ha : diterima bila sig. < = 0,05

Ha : ditolak bila sig. > = 0,05

3.5.6 Koefisien Determinasi (R Square)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model

(Kepemilikan Institusional, Struktur Aktiva, Likuiditas, Profitabilitas dan Peluang Pertumbuhan)

dalam menerangkan variasi variabel dependen (tidak bebas) (Struktur Modal). Nilai koefisien

STIE Mandala Jember


29

determinasi adalah antara nol (0) dan satu (1). Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-

variabel independen (bebas) dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai

yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi

yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Secara umum koefisien

determinasi untuk data silang (crosssection) relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara

masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya

mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi (Ghozali, 2009).

Kelemahan mendasar penggunaan koefisien determinasi adalah bias terhadap jumlah

variabel independen yang dimaksudkan kedalam model. Setiap tambahan satu variabel

independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara

signifikan terhadap variabel dependen, oleh karena itu banyak peneliti menganjurkan untuk

menggunakan nilai Adjusted R2 (Adjusted R Square) pada saat mengevaluasi mana model regresi

terbaik. Tidak seperti R2, nilai Adjusted R dapat naik atau turun apabila satu variabel independen

ditambahkan ke dalam model (Ghozali, 2009). Dalam penelitian ini, untuk mengolah data

digunakan alat bantu SPSS (Statistical Product and Service Solutions).

STIE Mandala Jember

Anda mungkin juga menyukai