Akuntansi Manajemen

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 171

BAB 1

RUANG LINGKUP

AKUNTANSI MANAJEMEN

Organisasi dan Akuntansi


Struktur Organisasi
Fungsi fungsi Manajemen
Informasi Akuntansi
Karakteristik Informasi yang Berguna
Akuntansi Kos

Bab ini menjelaskan ruang lingkup akuntansi dan akuntansi manajemen secara garis
besar. Akuntansi dikelompokan menjadi akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen.
Informasi akuntansi keuangan digunakan terutama oleh pihak eksternal, seperti pemilik
(pemegang saham) dan kreditor, sedangkan informasi akuntansi manajemen digunakan oleh
pihak internal, yakni para pengelola (manajemen) organisasi.

Buku ini menjelaskan akuntansi manajemen. Oleh karena informasi akuntansi


manajemen digunakan oleh pihak internal sebuah organisasi, maka penjelasan tentang
organisasi dan keterkaitannya dengan akuntansi manajemen; struktur organisasi; dan fungsi
manajemen menempati urutan yang mendahului penjelasan penjelasan lainnya. Penjelasan
tentang informasi akuntansiu, termasuk kesamaan dan perbedaan antara akuntansi
manajemen dan akuntansi keuangan; sifat informasi akuntansi manajemen yang berguna; dan
akuntansi kos menempati urutan berikutnya. Bagian akhir bab ini pada dasarnya menjelaskan
perubahan lingkungan bisnis yang mempunyai pegaruh signifikan terhadap akuntansi
manajemen.

ORGANISASI DAN AKUNTANSI


Organisasi adalah sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan
bersama. Organisasi dapat digolongkan menjadi organisasi berorientasi laba dan organisasi
berorientasi nir-laba. Tujuan utama organisasi berorientasi laba adalah mencari laba,
sedangkan tujuan sekundrnya dapat berupa pencarian satus yag mantap di masyarakat. PT.
semen cibinong, Tbk. Dan PT Aqua Golden Mississipi, Tbk. Merupakan contoh organisasi
berorientasi laba. Sebaliknya tujuan utama organisasi berorientasi nir-laba adalah selain laba,

1
seperti, misalnya penyediaan jasa pelatihan perbengkelan dan perawatan kesehatan
masyarakat tak mampu. Pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yamng dikelola oleh Dinas
kesehatan dibawah pemerintah kabupaten/kota merupakan contoh organisasi nir-laba.pada
organisasi seperti ini, laba boleh jadi merupakan tujuan sekunder saja, sekadar untuk menjaga
kelangsungan penyediaan jasa tersebut.

Organisasi dengan tujuan apapun selalu menggunakan sumber daya (resources),


seperti barang, uang, peralatan dan teknologi, dan keahlian manusia. Jumlah sumber daya,
menurut ilmu ekonomi, sangat terbatas, sedangkan kenutuhan terhadapnya tidak terbatas.
Oleh karena itu, sumber daya harus digunakan seefesien dan seefektif mungkin. Agar dapat
bekerja secara efesien dan efektif, organisasi membutuhkan informasi tentang (1) sumber
daya yang dimilikinya, dan (2) hasil yang telah dicapai dengan penggunaan sumber daya
tersebut. Pihak-pihak diluar organisasi yang berkepentingan, baik langsung maupun tak
langsung, dengan keuangan organisasi juga membutuhkan informasi mengenai organisasi
tersebut. Kebutuhan informasi dapat dipenuhi antara lain oleh sistem informasi akuntansi.
Salah satu subsistem informasi akuntansi adalah akuntansi manajemen yang dapat
menyediakan jasa informasi akuntansi yang berguna untuk pengambilan keputusan para
manajer.

STRUKTUR ORGANISASI
Struktur organisasi merupakan rerangka hubungan antar satuan organisasi yang di
dalamnya terdapat pejabat, tugas dan wewenang yang masing-masing mempunyai peran
tertentu dalam kesatuan yang utuh. Struktur organisasi biasanya digambarkan dalam sebuah
bagan struktur organisasi. Gambar 1.1 merupakan contoh sederhana bagan struktur organisasi
sebuah perusahaan dagang.

Gambar 1.1

Bagan Struktur Organisasi

Direktur

Kepala Bagian Kepala Kepala Bagian


Bagian
Pembelian Akuntansi
Penjualan

Kepala Seksi Kepala Seksi

Penjualan Sepeda Penjualan Sepeda

Baru Bekas

2
Hubungan Langsung dan Hubungan Tidak Langsung

Bagan struktur organisasi dapat menunjukan hubungan antara atasan dan bawahan.
Penjelasan berikut mengacu pada Gambar 1.1 wewenang perintah bergerak dari atas ke
bawah, sedangkan garis pertanggungjawaban bergerak dari bawah keatas. Direktur adalah
pimpinan tertinggi, membawahi langsung para kepala bagian. Sebaliknya, para kepala bagian
bertanggung jawab langsung kepada direktur. Pada gambar tersebut kepala-kepala bagian
meliputi kepala bagian pembelian, kepala bagian penjualan, dan kepala bagian akuntansi.
Kepala bagian membawahi langsung kepala seksi. Sebaliknya, para kepala seksi bertanggung
jawab langsung kepada kepala bagian. Hubungan antara kepala-kepala seksi dan kepala
bagiannya masing-masing adalah bersifat langsung dan, oleh karena itu, kepala seksi
bertanggung jawab langsung kepada kepala bagian. Apabila menghadapi suatu masalah,
maka kepala seksi tidak boleh berkonsultasi langsung kepada direktur, sebab hubungan antara
kepala seksi dan direktur bersifat tidak langsung.

Jenjang Manajemen dan Jenis Wewenang

Struktur organisasi juga memperlihatkan jenjang (level) manajemen dan jenis


wewenang. Ditinjau dari jenjangnya, direktur adalah manajemen teras (top management),
Kepala bagian adalah manajemen menengah (middle management), dan kepala seksi adalah
manejemen bawah (lower management).

Wewenang manejemen dibedakan menjadi wewenang garis dan wewenang staf.


Wewenang garis merupakan wewenang untuk melaksanakan secara langsung tujuan dasar
organisasi. Kepala bagian penjualan menduduki posisi garis karena posisinya berhubungan
langsung dengan pelaksanaan tujuan dasar organisasi, yaitu menjual barang dagangan.
Kepala bagian akuntansi hanya menduduki posisi staf karena posisinya tidak berhubungan
langsung dengan pelakasaan tujuan dasar, melainkan hanay bersifat mendukung yaknu
menyediakan jasa dan bantuan kepada bafian-bagian lain. Analog dengan itu, maka kepala
nagian juga menduduki posisi staf.

FUNGSI FUNGSI MANAJEMEN


Sebuah organisasi akan dapat berjalan efesien dan efektif apabila dikelola dengan
sebaik-baiknya. Pengelola organisasi adalah para manajer, direktur, dewan direksi, ketua,
pimpinan, komandan, dan lain sebagainya. Para pengelola organisasi dipandang sebagai satu
kelompok utuh disebut manajemen. Manajemen tidaklah melakukan sendiri strategi-strategi
yang telah mereka tetapkan untuk mencapai tujuan organisasi, melainkan melalui orang-
orang lain. Orang-orang lain itulah yang digerakkan dan dikerahkan untuk mencapai tujuan
organisasi.

Seperti telah dikemukakan, manajemn itu berjenjang. Terlepas dari jenjangannya,


seluruh manajer melakukan fungsi-fungsi panning, organizing, directing, dan controlling,
serta decision making. Planning (perencanan) adalah proses menetapkan tujaun yang ingin
dicapai dimasa yang akan datang dan strategi yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut. Melalui organizing (pengorganisasian), manajemen berusaha untuk menyusun dan

3
membagi tugas-tugas yang perlu dikerjakan. Termasuk dalam pengorganisasian adalah
menyusun struktur organisasi yang secara tegas memisahkan tugas, tanggung jawab, dan
wewenang masing-masing bagian dan menetapkan saling hubungan antarbagian yang ada.
Directing (pengarahan) adalah proses mengelola aktivitas harian ( day-to-day activities) dan
memelihara agar organisasi berfungsi sebgaimana mestinya. Perselisihan antar departemen
atau antar peagwai diselesaikan dan maslah-masalah harus segera diselesaikan. Controlling
(pengendalian) merupakan proses untuk meyakinkan bahwa hasil yang dicapai sesuai dengan
rencananya. Dengan pengendalian, manajemen dapat (1) mengenali masalah yang muncul
untuk kemudian melakukan tindakan penyelesaian (korektif) yang diperlukan, dan (2)
mengenali hasil yang dicapai secara efesien dan efektif untuk kemudian member penghargaan
seperlunya. Pegendalian didasarkan pada konsep management by exception. Perhatikan
manjemen seharusnya diarahkan kepada prestasi yang menyimpang secara signifikan dari
rencana semula. Decision making (pengambilan keputusan) adalah proses memilih dan
menentukan keputusan dari berbagai alternatif keputusan yang dapat diambil. Alternatif
terbaiklah yang seharusnya dipilih. Pengambilan keputusan merupakan titik sentral dari
masing-masing fungsi manajemen yang diterangkan sebelumnya. Pada setiap fungsi
manajemen pasti diperlukan pengambilan keputusan.

Fungsi-fungsi manajemn di atas dapat dijelaskan dengan Gambar 1.2 yang


memperlihatkan bahwa pengambilan keputusan merupakan titik sentral dari fungsi-fungsi
lainnya.

Gambar 1.2

Fungsi-fungsi Manajemen

Planning

Apa yang akan dilakukan

Bagaimana melakukannya

Controlling Organizing
Decision
Mengevaluasi hasil Mengembangkan
Making
Actual dan Struktur organisasi
rencanannya

Directing

Mengarahkan

Sesuai rencana

4
Sekali lagi, untuk melaksanakan fungsi-fungsinya, manajemen memerlukan informasi. Buku
ini menjelaskan informasi yang diperlukan oleh manajemen terutama untuk melaksanakan
funsi perencanaan dan pengendalian.

INFORMASI AKUNTANSI

Data tidak sama dengan informasi meskipun dua istilah itu sering dianggap sama.
Data adalah suatu rekaman fakta sedangkan informasi adalah data yang telah diproses
dengan cara tertentu sehingga berguna untuk pengambilan keputusan. Data penjualan,
misalnya, direkam urut waktu dalam dokumen yang disebut faktur penjualan. Setelah
diproses berikutnya melalui system akuntansi data penjualan tersebut akan dilaporkan sebagai
informasi penjualan di laporan laba- rugi (income statement) untuk pelaporan eksternal dan di
laporan penjualan untuk pelaporan internal. Contoh informasi lainnya adalah kos pembelian
dan kos penjualan, jumlah sumber daya yang efisien untuk melakukan usaha, hubungan kos-
volume-laba, alasan tidak tercapainya laba, dan besarnya gaji karyawan. Informasi tersebut di
atas disediakan oleh akuntansi.

Secara garis besar, akuntansi dibagi ke dalam akuntansi keuangan dan akuntansi
manajemen. Tujuan utama akuntansi keuangan adalah menyajikan informasi kepada para
pengguna ekstern (seperti pemegang saham dan kreditor). Sebaliknya, tujuan utama akuntansi
manajemen adalah menyajikan informasi kepada pengguna intern, yakni manajemen.

TIGA TIPE FUNGSI AKUNTANSI

Ditinjau dari disiplin ilmu, akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen adalah
cabang cabang dari disiplin akuntansi. Jadi induk kedua tipe itu adalah akuntansi. Oleh
karena induknya sama maka meskipun sasarannya informasinya berbeda, kedua-duanya
melibatkan tiga tipe fungsi berikut:

1. Pencattan (record keeping) yang berkaitan dengan proses memilih, mengukur, dan
mengumpulkan data transaksi-transaksi keuangan usaha.
2. Evaluasi prestasi (performance evaluation) yang mengarahkan perhatian pihak-pihak
mengklasifikasi dan meringkas hasil usaha perusahaan baik secara keseluruhan
maupun hanya satu segmen (bagian) dari organisasi pada periode tertentu.
3. Pengambilan keputusan (decision-making) oleh perbagai pihak yang harus memilih
antara tindakan-tindakan alternatif yang berhubungan dengan masa depan perusahaan.
Kesamaan antara Akuntansi Manajemen dan Akuntansi Keuangan

Akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen sama dalam dua hal. Pertama, kedua-
duanya dibangun atas kaidah pertanggungjawaban (stewardship). Perusahaan (yang
diwakili oleh manajemen) harus mempertanggungjawabkan ekonomis terhadap perusahaan.
Akuntansi keuangan berkepentingan terutama dengan operasi perusahaan secara keseluruhan,
sedangkan akuntansi manajemen berkepentingan dengan satuan-satuan pertanggungjawaban
untuk menyediakan pelaporan pertanggungjawaban yang lebih rinci. Dalam bagan struktur

5
organisasi, satuan-satuan pertanggungjawaban dipresentasikan oleh masing-masing kotak
(box) (lihat kembali Gambar 1.1).

Kedua, akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen dibangun dalam satu system
Akuntansi umum, tidak dalam dua sistem yang terpisah. Menyelenggarakan dua sistem yang
terpisah dilarang oleh lembaga yang berwenang (misalnya autoritas pajak). Seandainya tidak
dilarang pun, kos menyelenggarakan dua sistem terpisah adalah mahal karena memerlukan
duplikasi waktu dan buku-buku akuntansi.

Akuntansi Manajemen versus Akuntansi Keuangan

Perbedaan antara akuntansi manajemen dan akuntansi keuangan dapat dijelaskan


secara singkat sebagai berikut:

1. Akuntansi manajemen memfokuskan penyajian informasi kepada manajemen untuk


keputusan internal perusahaan, sedangkan akuntansi keuangan memfokuskan
penyajian informasi kepada pihak luar.
2. Jenis, klasifikasi, dan pengukuran, serta cara pelaporan informasi akuntansi
manajemen ditentukan sendiri oleh manajemen sebagai pihak pengguna. Hal-hal
tertentu untuk akuntansi keuangan , sebaliknya , ditentukan oleh prinsip-prinsip
akuntansi berterima umum (generally accepted accounting principles). Manajemen
tidak bebas untuk memilih klasifikasi dan pengukuran serta pelaporan informasi
informasi untuk pihak luar. Jadi unsur kebebasan dalam memilih informasi ,
misalnya , merupakan pembeda antara akuntansi manajemen dan akuntansi keuangan.
3. Fokus waktu pada akuntansi manajemen adalah masa mendatang, sedangkan fokus
waktu pada akuntansi keuangan adalah masa lalu. Dalam penerapannya, akuntansi
manajemen juga menggunakan data masa lalu. Namun, data tersebut digunakan
sebagai dasar untuk membuat prediksi tentang apa yang akan terjadi dimasa depan.
4. Kesatuan akuntansi (accounting entity) pada akuntansi manajemen dapat berupa
bagian, departemen, produk, lini produk, divisi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu,
laporan untuk kepentingan penilaian dan pertanggungjawaban dibuat berdasarkan
kesatuan akuntansi tersebut. Sebaliknya, kesatuan akuntansi pada akuntansi keuangan
dihubungkan dengan pelaporan eksternal, sehingga perusahaan secara keseluruhan
itulah yang dipandamg sebagai kesatuan akuntansi. Untuk memperjelas, informasi
penjualan untuk akuntansi keuangan adalah penjualan total yang dilaporkan di laporan
laba-rugi tahunan, sedangkan informasi penjualan untuk akuntansi manajemen dapat
berupa informasi tentang penjualan produk A, penjualan produk B, dan penjualan
produk C; penjualan untuk wilayah Jawa Barat, penjualan untuk wilayah Jawa

6
Tengah, dan penjualan untuk Jawa Timur; penjualan oleh Salesman K, penjualan oleh
Salesman L, dan penjualan oleh Salesman M selama periode tertentu.
5. Frekuensi pelaporan akuntansi manajemen bergantung pada kebutuhan manajemen
berdasar mingguan, bulanan, semesteran, atau interval waktu lain. Pada akuntansi
keuangan, frekuensi pelaporan biasanya berdasarkan interval waktu satu tahun.
6. Objektivitas dan keberdayaujian merupakan pertimbangan utama dalam akuntansi
keuangan untuk meyakinkan bahwa informasi tidak biasa terhadap kepentingan
manajemen. Akuntansi manajemen, sebagaimana telah disinggung, lebih berpusat
pada masa depan dari pada masa lalu dan tidak mempengaruhi pihak luar. Oleh karena
itu, objektivitas relatif tidak sepenting pada akuntansi keuangan. Oleh karena sifat
objektivitas yang demikian maka akuntansi manajemen sering menggunakan
informasi taksiran. Banyak keputusan manajemen harus dibuat dengan cepat,
sehingga manajemen tidak dapat menunggu sampai tersedia informasi yang pasti.
Dengan kata lain, akuntansi manajemen sering membutuhkan trade-off antara manfaat
tindakan sedini mungkin dan pengorbanan menunda tindakan untuk mendapat
informasi yang setepat-tepatnya. Contoh yang paling mudah adalah keputusan
penentuan harga jual produk kepada langganan baru. Manajer tidak perlu menunggu
informasi yang tepat mengenai kos produk sesungguhnya untuk menentukan harga
jualnya. Jika manajemen tetap menunggu sampai informasi tersebut lengkap dan
tepat, maka perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk melayani langganan baru
tersebut. Cukuplah kos standar sebagai dasar pengambilan keputusan.
Pernyataan bahwa akuntansi manajemen menggunakan informasi taksiran (yang
kurang tepat) tidak menghilangkan sifat informasi akuntansi keuangan yang juga
sebagian menggunakan informasi taksiran (jadi tidak selalu tepat juga). Akuntansi
keuangan juga menggunakan taksiran, misalnya taksiran umur dan nilai residu aktiva
tetap. Oleh karena itu penyusutannya pun berupa taksiran. Namun jika dibandingkan,
maka derajat ketidaktepatan informasi pada akuntansi manajemen lebih tinggi dari
pada akuntansi keuangan.
7. Akuntansi manajemen lebih banyak berintegrasi dengan disiplin ilmu lain, seperti
ekonomi mikro dan makro, manajemen keuangan, matematika, statistik, psikologi,
dan lain sebagainya. Meskipun juga berinteraksi dengan disiplin ilmu lain, akuntansi
keuangan tidak berintegrasi terlalu banyak dengan pelbagai disiplin diatas.
KARAKTERISTIK INFORMASI YANG BERGUNA

Kualitas informasi sangat menentukan kualitas keputusan yang diambil oleh


manajemen. Agar keputusan berkualitas maka informasi akuntansi manajemen seharusnya
memiliki karakteristik relevance, accuracy, timeliness, understandability, dan cost-
effectiveness.

7
Relevance informasi haruslah mempunyai sifat relenvansi (keterkaitan) dengan
keputusan yang akan dibuat. Dua keputusan yang berbeda membutuhkan informasi yang
berbeda pula. Oleh, karena itu informasi yang disampaikan harus selaras dengan keputusan
yang sedang dipertimbangkan.informasi dianggap relevan oleh akuntansi manajemen bila
berkaitan dengan hal-hal yang akan terjadi dan berbeda diantara pelbagai alternatif. Dalam
akuntansi manajemen dikenal istilah different costs for different purposes. Tidak satu pun
jenis informasi yang relevan untuk segala macam keputusan.

Accuracy. Keputusan selalu menyangkut masa yang akan datang, bukan masa yang
telah lewat. Oleh karena itu, informasi yang dibutuhkan adalah informasi tentang hal-hal
yang akan datang sesuai keputusan yang akan dibuat. Masa mendatang adalah masa yang
penuh ketidakpastian. Tentu saja, informasi mengenai apa yang akan terjadi hanyalah
merupakan prediksi dan taksiran. Meskipun demikian, informasi haruslah mempunyai sifat
accuracy atau keakuratan agar informasi itu ada nilai gunanya. Jika informasi tunggal
dianggap kurang akurat, maka perlu dibuat kisaran informasi dengan pelbagai tingkat
probabilitas. Misalnya , seorang manajer penjualan mungkun memperkirakan penjualan tahun
depan dalam kisaran antara 1 sampai 1,5juta rupiah dengan pelbagai probabilitas. Prakiraan
ini tampaknya memang lebih baik ketimbang memperkirakan penjualan 1,25 juta rupiah
dengan probabilitas tunggal 100%.

Timeliness. informasi harus mempunyai sifat timeliness atau ketepatanwaktu,


disampaikan tepat waktu, dalam arti bahwa informasi harus disajikan sebelum ia kehilangan
kapasitasnya untuk mempengaruhi keputusan. Tepat waktu adalah penting mengingat
perusahaan bekerja dalam kondisi yang selalu berubah dari waktu ke waktu. Informasi
dianggap tepat waktu apabila disajikan sedini mungkin pada saat keputusan akan diambil.
Jika tidak, maka informasi tak ada gunanya lagi. Ketepatwaktuan menjadi karakteristik yang
semakin dapat dicapai setelah banyak perusahaan menggunakan teknologi computer.

Understandability. Meskipun manajemen pada umumnya ahli dibidang bisnis, namun


tidak tertutup kemungkinan mereka tidak tahu persis istilah-istilah akuntansi. Oleh karena itu,
informasi akuntansi manajemen harus bersifat dapat dipahami. Cara penyajiannya harus
sedemikian rupa sehingga manajemen memahami maksud dan makna istilah-istilah yang
dipakai.

Cost-effectiveness. Manfaat informasi akuntansi manajemen harus melebihi kos untuk


memperolehnya. Informasi tidak berguna jika dihasilkan dengan pengorbanan yang melebihi
manfaatnya. Oleh karena itu, akuntansi manajemen harus dirancang sedemikian rupa agar kos
untuk memperoleh informasi yang relevan tidak melebihi manfaatnya.

AKUNTANSI KOS

Disamping mengklasifikasi akuntansi menjadi akuntansi keuangan dan akuntansi


manajemen, para akuntan mengidentifikasi juga kegiatan-kegiatan akuntan kos (cost

8
accounting). Berbeda dari akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen, akuntansi kos tidak
menunjukan pada proses pelaporan. Akuntansi kos merupakan proses penentuan kos produk
atau kegiatan. Data kos digunakan baik untuk laporan intern maupun untuk laporan ekstern.
Laporan intern menyajikan informasi kos secara terinci mengenai kegiatan produksi barang-
barang tertentu seperti gula pada pabrik gula, semen pada pabrik semen, dan meja kursi pada
perusahan meubelair, atau mengenai kegiatan tertentu seperti penyiapan faktur penjualan.
Untuk pelaporan esktern, data kos diringkas dan disajikan secara total atau aggregate.
Misalnya kos penjualan selama satu periode akan disajikan dilaporan rugi-laba untuk pihak
ekstern dengan angka tunggal.

Gambar 1.3

Saling Hubungan

Antara Akuntansi Keuangan,

Akuntansi Manajemen Dan Akuntansi kos


Akuntansi Akuntansi

Keuangan Manajemen

Akuntansi kos

Oleh karena data kos digunakan baik untuk akuntansi keuangan maupun untuk
akuntansi manajemen, maka akuntansi kos jelas merupakan bagian dari kedua-duanya. Saling
hubungan ini dapat dilihat pada Gambar 1.3. Akuntansi kos pada gamabar tersebut mendasari
dan mendukung pelaporan untuk akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen.

Cost accounting data base merupakan fondasi data kos yang mendukung aktivitas-aktivitas
akuntansi, terutama untuk perusahaan manufaktur. Dari gambar tersebut juga dapat
disimpulkan bahwa informasi kos yang dihasilkan oleh akuntansi kos merupakan informasi
yang sangat penting dan berguna sebagai bahan oleh bagi akuntansi manajemen dan
akuntansi keuangan.

Peran Akuntan Manajemen dan Etika Profesi

Akuntan manajemen bertanggung jawab untuk mengidentifikasi, mengumpulkan,


mengukur, menganalisis, menyiapkan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan informasi yang
dibutuhkan oleh manajemen untuk pengambilan keputusan. Kualitas informasi akuntansi

9
yang dihasilkan akan mempengaruhi kualitas dari proses manajemen. Akuntan manajemen
berfungsi sebagai penyedia informasi akuntansi yang bermanfaat untuk pengelolaan aktivitas
manajemen. Untuk itu akuntan manajemen biasanya terlibat secara langsung dalam proses
manajemen sebagai anggota penting dari tim manajemen.

Dalam rangka melaksanakan perannya tersebut, akuntan manajemen terikat oleh kode
etik akuntan. Kode etik akuntan berfungsi sebagai alat kendali bagi akuntan manajemen
dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Nilai-nilai dasar yang dijadikan dasar
penentuan standar etika bagi akuntan antara lain: kejujuran, integritas, komitmen terhadap
janji, kesetiaan, keadilan, kepedulian terhadap sesama, penghargaan terhadap orang lain, dan
tanggung jawab.

Standar etika perilaku bagi akuntan manajemen dijabarkan dalam empat kriteria sebagai
berikut:

1. Kompetensi
Mempertimbangkan tingkat kompetensi professional yang memadai;
Melaksanakan tugas professional sesuai dengan hokum, peraturan serta
standar teknis yang berlaku;
Menyiapkan laporan secara lengkap dan jelas serta memberikan rekomendasi
berdasarkan analisis yang benar.
2. Kerahasiaan;
Menahan diri dari pengungkapan informasi rahasia yang diperoleh, kecuali
dikehendaki oleh hokum;
Menginformasikan kepada bawahan secara tepat dan memantau kegiatan
mereka untuk menjamin terpeliharanya kerahasiaan;
Menahan diri dari penggunaan informasi rahasia secara pribadi maupun
memalui pihak ketiga.
3. Integritas
Mengindarkan diri dari konflik kepentingan dan memberikan nasehat secara
tepat;
Menahan diri dari pelaksanaan kegiatan yang akan menimbulkan keraguan
akan memampuan untuk melakukan tugas secara etis;
Menolak setiap pemberian, tanda mata yang akan mempengaruhi tindakan;
Menahan diri dari campur tangan dalam pencapaian legitimasi organisasi;
Mengakui dan mengkomunikasikan keterbatasan profesional;
Mengkomunikasikan informasi yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan;
Menahan diri dari penggunaan atau mendukung kegiatan yang akan mendeskreditkan
profesi.

4. Objektivitas

Memberitahukan informasi secara wajar dan objektif;

10
Mengungkapkan secara penuh semua informasi relevan yang dapat mempengaruhi
keputusan pemakai laporan.

BAB 2
Konsep-konsep Kos
Konsep Kos
Berdasar Fungsi Perusahaan
Berdasar Perioda Penandingan
Berdasar Dapat Ditelusurinya ke Objek Kos

11
Berdasar Perubahan Volume Kegiatan
Berdasar Kemampuan Manajer untuk Mengendalikan
Berdasar Pengambilan Keputusan
Berdasarkan Dampak Keputusan Terhadap Kas Keluar
Klasifikasi Lain: Opportunity Cost

TUJUAN bab ini adalah menjelaskan konsep-konsep kos yang dipergunakan dalam
akuntansi manajemen. Pemahaman mengenai kos penting sekali karena kos dapat menjadi
dasar pengembalian keputusan ekonomi. Informasi kos dalam pengambilan keputusan adalah
hal yang penting, meskipun tidak disangkal bahwa kos hanya merupakan satu di antara
sekian banyak faktor yang menjadi pertimbangan

KONSEP KOS

Kos(cost) merupakan pengukur pengorbanan sumber daya ekonomis untuk


melakukan kegiatan tertentu. Sejumlah uang tubai (kas) yang dikeluarkan untuk membeli
bahan baku, misalnya, merupakan kos bahan baku tersebut. Sejumlah uang tunai, kos bahan
baku, dan kos overhead pabrik yang dikorbankan untuk memproduksi barang jadi
merupakan kos barang jadi tersebut. Sebelum terjual, barang jadi tersebut merupakan aktiva
(asset) yang disajikan di neraca sebesar kosnya. Jika barang jadi tadi telah dijual, maka kos
yang melekat padanya akan dilaporkan sebagai biaya(expense) dilaporan laba-rugi. Jadi,
biaya merupakan salah satu elemen dalam laporan laba-rugi yang akan ditandingkan dengan
pendapatan (revenue). Dengan kata lain, biaya merupakan pengorbanan sumber daya
ekonomis untuk memperoleh pendapatan.

Ikatan Akuntan Indonesia (2002), melalui Standar Akuntansi Keuangannya,


menggunakan istilah biaya sebagai pendapatan cost dan beban sebagai pandanan expense.
Buku ini menggunakan istilah kos sebagai padanan costdan biaya sebagai padanan
expense. Berikut penjelasan tentang klasifikasi kos dari berbagai sudut pandang.

BERDASARKAN FUNGSI PERUSAHAAN

Untuk menjalankan usaha dengan baik, perusahaan membagi-bagi kegiatan


berdasarkan fungsi-fungsi pokok. Pada perusahaan manufaktur, misalnya, kegiatan dibagi ke
dalam fungsi produksi dan fungsi non-produksi.Fungsi Produksi bertugas dan bertanggung
jawab untuk memproduksi barang dengan kualitas tertentu. Tempat untuk memproduksi
barang disebut pabrik, yang mengolah bahan baku dengan bantuan tenaga manusia dan
mesin/peralatan menjadi produk selesai. Fungsi Non-Produksi, yang juga disebut fungsi
komersial, terdiri atas fungsi administrasi dan fungsi penjualan. Fungsi Administrasi
melakukan kegiatan-kegiatan akuntansi, personalia, penggajian, dan lain-lain sebagainya.
Fungsi Penjualan bertugas melakukan kegiatan dalam rangka memasarkan hasil produksi,
misalnyamengiklankan hasil produksi, melakukan promosi penjualan, melakukan penjualan
barang, dan menentukan saluran distribusi.

12
Ditilik dari fungsi-fungsi yang ada pada perusahaan manufaktur, kos dikelompokan
menjadi kos produksi, kos administrasi, dan kospenjualan atau kos pemasaran. Pada
perusahaan dagang tidak terdapat kos produksi karena ia menjual barang bukan dari hasil
kegiatan produksi, melainkan dari pembelian barang dalam bentuk sudah jadi. Pada
perusahaan jasa juga tidak terdapat kos produksi. Kos Produksi adalah kos yang diperlukan
untuk memperoleh bahan baku (mentah) dari pemasok dan mengubahnya menjadi produk
selesai yang siap jual. Elemen kos produksi terdiri atas kos bahan baku, kos tenaga kerja
langsung dan kos overhead pabrik. Penjelasan lebih rinci mengenai elemen kos produksi
akan diberikan kemudian. Kos Penjualan adalah kos yang dikeluarkan untuk memasarkan
produk selesai, termasuk kos iklan, kos gaji pramuniaga, dan kos angkut barang yang dijual.
Kos Administrasiadalah kos yang diperlukan untuk administrasi secara umum, seperti gaji
para eksekutif, kos penyelenggaraan akuntansi, gaji pegawai bagian administrasi, dan kos
bahan habis pakai.

Elemen-elemen Kos Produksi

Kos produksi pada perusahaan manufaktur terdiri atas elemen-elemen kos bahan
baku, kos tenaga kerja langsung, dan kos overhead pabrik.

Bahn bakuadalah bahan yang digunakan untuk membuat produk selesai. Bahan baku
dapat diidentifikasikan ke produk dan merupakan bagian integral dari produk tersebut.
Sebagai contoh adalah kayu yang digunakan untuk membuat daun pintu dan jendela, kertas
yang digunakan untuk membuat buku ini, benang yang digunakan untuk membuat kain mori,
dan kain mori yang digunakan untuk membuat baju.

Tenaga kerja langsung adalah tenaga yang langsung mengenai proses produksi.
Pembuat daun pintu dan jendela, operator mesin foto copy, penjahit dan tukang las, serta
tukang bahan adalah contoh tenaga kerja langsung. Mereka menangani langsung proses
produksi dan oleh karena itu dapat diidentifikasi ke produk. Gaji atau upah tenaga kerja
langsung merupakan elemen kos produksi.

Overhead pabrik. Kos-kos selain bahan baku dan tenaga kerja langsung yang
diperlukan untuk memproduksi barang disebut kos ovehead pabrik (factory overhead atau
manufacturing overhead atau factory burden). Hubungan kos overhead terhadap produk
adalah hubungan tak langsung jika, dan hanya jika, produknya beragam/tidak hanya satu
jenis. Jika demikian, maka kos overhead disebut juga kos tak langsung produk. Disebut
sebagai kos tak langsung sebab kos yang diserap oleh satu jenis produk diantara produk-
produk lainnya tidak dapat diidentifikasikan langsung. Upah mandor pada pabrik membuat
dua jenis produk, misalnya, tidak dapat diidentifikasikan secara langsung berapa porsi dari
upah tersebut yang diserap oleh produk 1 dan berapa oleh produk 2. Upaya untuk
menentukan porsi tersebut dilakukan dengan cara mengalokasikan dengan memilih salah satu
dari berbagai metode yang tersedia. Termasuk dalam klasifikasi overhead pabrik adalah
bahan tak langsung, upah tak langsung, penyusutan mesin dan peralatan pabrik, penyusutan
gedung pabrik, bahan habis pakai untuk pabrik, pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk
gedung pabrik, kos pemeliharaan mesin-mesin dan peralatan pabrik, dan kos listrik untuk
penerangan dan pembangkit tenaga pabrik.

13
Beberapa jenis upah yang dibayar untuk tenaga kerja langung diklasifikasi kedalam
overhead pabrik. Misalnya, insentif upah lembur dan upah selama waktu menganggur karena
kerusakan mesin, kekurangan bahan, dan gangguan pabrik. Contoh insentif upah lembur
adalah sebagai berikut. Seorang pekerja (tenaga kerja langsung) biasanya bekerja 7 jam
dalam sehari dengan tarif upah 1.000 rupiah per jam. Pada suatu hari, atas perintah mandor, ia
bekerja 9 jam dengan upah diluar jam kerja normal sebesar 1.500 rupiah per jam. Dengan
kata lain, insentif lembur per jam adalah 500 rupiah (1.500 - 1.000). Oleh karena kerja
lemburnya adalah 2 jam, maka insentif adalah 1.000 rupiah. Jumlah inilah yang dimasukan
sebagai kos overhead.

Kos-kos selain upah yang berhubungan dengan penggunaan tenaga kerja pabrik,
seperti tunjangan pensiun, tunjangan asuransi, tunjangan hari raya, dan tunjangan pajak
penghasilan karyawan disebut fringe benefit. Kos-kos tersebut yang dibayarkan kepada
tenaga kerja langsung, dalam dunia nyata, dapat diklasifikasi sebagai elemen kos tenaga kerja
langsung ataupun kos tenaga kerja tak langsung.

BERDASAR PERIODA PENANDINGAN

Akuntnsi menggunakan konsep proper matching costs against revenues. Agar konsep
penandingan kos terhadap pendapatan diterapkan secara wajar, maka perlu pembagian kos
menjadi kos produk (product cost) dan kos perioda (period cost).

Kos Produk adalah kos yang dikeluarkan untuk memperoleh atau memproduksi
barang/produk. Kos ini dipertemukan untuk (dibandingkan) dengan pendapatan pada perioda
penjualan produk. Kos produk pada perusahaan manufaktur adalah kos baik langsung
maupun tidak langsung yang dikeluarkan untuk memproduksi barang/produk. Pada
perusahaan dagang, kos produk terdiri atas kos yang dikeluarkan untuk memperoleh barang
dagangan, yang meliputi, antara lain, harga beli dan kos pengangkutan. Kos produk baik pada
perusahaan dagang maupun pada perusahaan manufaktur disebut juga inventoriablecost,
artinya kos yang dapat diletakan pada persediaan (inventory). Ingatlah dari pembahasan
sebelumnya bahwa kos yang melekat pada barang jadi harus dilaporkan sebagai aktiva di
neraca selama barang tersebut belum dijual. Apabila barang tersebut telah dijual, maka kos
yang melekat padanya dilaporkan sebagai kos barang terjual (cost of goods sold) yang tidak
lain adalah kos yang sudah berubah menjadi biaya (expense). Perlakuan demikian sesuai
dengan konsep bahwa kos ditandingkan dengan pendapatan (revenue) pada perioda yang
bersesuaian.

Kos Perioda adalah kos yang diidentifikasikan dengan interval waktu tertentu karena
tidak diperlukan untuk memperoleh barang/produk yang akan dijual. Kos perioda diakui
sebagai kos (dibandingkan dengan pendapatan) pada perioda terjadinya. Kos ini tidak boleh
dimasukan sebagai elemen kos sediaan dan oleh karena itu disebut juga noninventoriablecost.
Contoh kos perioda adalah gaji manajer pemasaran, gaji direktur, penyusutan gedung kantor
administrasi, kos iklan, kos listrik untuk kantor administrasi dan pemasaran, rekening
langganan koran, kos telepon dan lain sebagainya.

BERDASAR DAPAT DITELUSURINYA KE OBJEK KOS

14
Objek kosadalah objek yang menjadi sasaran kos. Objek kos dapat berupa produk,
departemen, atau kegiatan. Untuk penilaian sediaan dalam perusahaan manufaktur, misalnya,
objek kosnya adalah produk selesai atau produk yang sedang diproses. Akuntansi manajemen
menggunakan beberapa objek kos dengan pemilihan spesifik,bergantung pada sifat bisnis dan
kehendak manajemen. Jika objek kosnya adalah produk maka dikenal kos langsung produk
dan kos tak langsung produk. Jika objek kosnya adalah departemen maka dikenal kos
langsung departemen dan kos tak langsung departemen.

Kos langsung (direct cost) adalah kos yang dapat ditelusur atau diidentifikasi ke
suatu objek kos tertentu karena hanya dikeluarkan untuk manfaat objek kos itu sendiri.
Adapun kos tak langsung (indirect cost) adalah kos yang dikeluarkan untuk lebih dari satu
objek kos dan tak dapat ditelusur secara langsung ke salah satu objek kos tertentu; oleh
karena itu kos tersebut bersifat umum dan disebut common cost.

Oleh karena itu kos tak langsung dapat ditelusur ke objek kos secara individual maka
pembebanan kosnya ke berbagai objek kos tersebut menggunakan proses yang disebut
pengalokasian. Kos tak langsung harus dialokasi ke berbagai objek kos yang secara bersama-
sama menerima manfaat kos tersebut. Pengalokasian ini berguna untuk menentukan porsi kos
yang dinikmati oleh masing-masing objek kos. Sebagai contoh kos iklan relatif produk-
produk tersebut. Sewa gedung yang digunakan oleh beberapa departemen dialokasi ke
masing-masing departemen berdasar luas lantai yang dinikmati oleh masing-masing
departemen. Metoda apa pun yang di pakai sebenarnya arbitary.

BERDASAR PERUBAHAN VOLUME KEGIATAN

Ditinjau dari hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, kos dapat dibagi
menjadi kos tetap dan kos variabel. Kos tetap (fixied cost) adalah kos yang jumlah totalnya
tetap, Tidak berubah untuk suatu perioda tertentu. Kos ini tidak akan naik atau turun
meskipun volume kegiatannya bervariasi. Sewa kendaraan sebulan sebesar Rp. 300.000
adalah contoh kos tetap. Jika jumlah kilometer yang ditempuh dianggap sebagai volume
kegiatan, maka berapapun kilometer yang ditempuh dalam perioda sebulan tidak akan
mempengaruhi jumlah sewa. Kos tetap per unit berbanding terbalik dengan volume kegiatan.
Bila kendaraan menempuh jarak 300 km dalam sebulan, maka kos per kilometernya adalah
Rp. 1.000 (300.000 : 300 ). Bila 200 km maka Rp. 1.500 per kilometer, dan bila 100 km maka
Rp. 3.000 per kilometer. Semakin besar volume kegiatan maka semakin semakin kecil kos
tetap per unitnya. Sebaliknya semakin kecil volume kegiatan maka semakin besar kos tetap
per unitnya. Jadi kos tetap adalah kos yang totalnya tetap untuk satu perioda tertentu dan per
unitnya berubah-ubah berbanding terbalik dengan olume kegiatan.

Kos variabel ( variable cost) adalah kos yang jumlah totalnya bervariasi secara
proporsional dengan variasi volume kegiatan, tetapi jumlah per unitnya tetap. Sebagai contoh
adalah upah tenaga kerja langsung sebesar Rp. 1.000 untuk setiap unit produk yang
dihasilkan. Upah adalah Rp. 1.000 bila hanya satu unit yang dapat di produksi.upah menjadi
Rp. 5.000 bila 5 unit yang diproduksi dan upah adalah Rp. 10.000 bila 10 yang diproduksi.
Perhatikan bahwa upah total ber ubah-ubah sesuai dengan jumlah produk yang dihasilkan,
akan tetapi upah per unitnya konstan. Kos bahan baku, komisi penjualan berdasarkan

15
presentase penjualan, dan kos telepon berdasarkan lamanya penggunaan merupakan contoh
kos variabel.

BERDASAR KEMAMPUAN MANAJER UNTUK MENGENDALIKAN

Dipandang dari sudut dapat atau tidaknya kos dikendalikan oleh seorang manajer, kos
digolongkan menjadi kos terkendali (controllable cost) dan kos tak terkendali (uncontrollable
cost). Penilikan demikian sangat berguna untuk menentukan manajer yang harus bertanggung
jawab. Jika suatu kos dapat dipengaruhi dan dikendalikan oleh manajer tertentu, maka kos itu
menjadi tanggung jawab manajer tersebut.

Kos terkendali adalah kos yang secara signivikan dapat dipengaruhi dan
dikendalikan oleh manajer tertentu pada perioda tertentu. Kos tak terkendali adalah kos
yang secara signifikan tak dapat dipengaruhi dan dikendalikan oleh manajer tertentu pada
perioda tertentu. Pada jenjang manajemen bawah dan menengah sajalah suatu kos dapat
dipertimbangkan sebagai kos tak terkendali. Ambilah sebagai misal, kos yang timbul akibat
keputusan ekspansi. Keputusan ekspansi adalah wewenang manajemen teras. Dengan
demikian, kos akibat keputusan ekspansi adalah controllable bagi manajemen teras dan
uncontrollable bagi manajemen menengah dan bawah. Dari ilustrasi ini, dapat atau tidaknya
suatu kos dikendalikan harus dihubungkan dengan jenjang (level) manajemen. Karakteristik
lain dari keterkendalian (controllability) sebuah kos adalah dimensi waktu. Kos yang
terkendali dalam jangka panjang mungkin tidak terkendali dalam jangka pendek. Misalnya
kos untuk program pengiklanan. Begitu program pengiklanan diputuskan dan kontrak dengan
perusahaan iklan ditandatangani, maka manajer tdak lagi punya kekuasaan untuk mengubah
jumlah jos tersebut.

Keterkenndalian yang menyangkut jenjang manajemen dan sekaligus dimensi waktu


dapat digambarkan sebagai berikut. Manajemen teras mengambil keputusan ekspansi yang
mengakibatkan tambahnya kos seperti depresiasi, pajak bumi dan bangunan, upah pegawai
dan pemeliharaan.setelah ekspamsi ini berjalan beberapa kos tambahan ini akan memberi
manfaat kepada kegiatan bagian bagian yang ada, yang mungkin dapat dikendalikan oleh
kepala-kepala bagian. Dalam hal ini, tambahan kos tenaga kerja, kos pemeliharaan dan bahan
habis pakai yang pada periode berikutnya dapat dikendalikan adalah controllable bagi kepala
bagian. Akan tetapi harus dicatat bahwa kos depresiasi tambahan dan pajak bumi dan
bangunan yang timbul dari keputusan ekspansi itu tetaplah merupakan tanggung jawab
manajemen teras. oleh karena itu, depresiasi tambahan yang dibebankan kepada bagian
bagian melalui proses pengalokasian common cost bukan tanggung jawab kepala-kepala
bagian tersebut.

BERDASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Klasifikasi lain yang penting adalah pembedaan kedalam kos relevan (relevant cost)
dan kos tak relevan ( irrelevant cost); kos terhindarkan ( avoidable cost) dan kos tak
terhidarkan ( unavoidable cost).

16
Kos relevan adalah kos yang akan terjadi dimasa mendatang dan berbeda diantara
berbagai alternative keputusan. Dua kriteria akan terjadi dan berbeda harus dipenuhi
agar suatu kos disebut kos relevan. Oleh karena adanya dua criteria itu maka kos relevan
harus dipertimbangkan didalam membuat keputusan. Sebagai contoh, manajemen sedang
dalam proses memilih alternative menggunakan mesin fotokopi merk X atau merk Y. apakah
upah operator mesin fotokopi yang akan terjadi adalah relevan dalam pengambilan keputusan
ini ? jawabnya bergantung pada ada atau tidaknya perbedaan jumlah upah. Upah operator
mesin fotokopi adalah relevan jika jumlah upah operator mesin X sama dengan upah operator
mesin fotokopi merk Y maka upah bukanlah kos relevan dalam pengambilan keputusan ini.
Dalam kasus terakhir ini, differential cost adalah nol.

Kos tak relevan adalah kos yang tak memenuhi salah satu atau kedua duanya dari
kritriteria kos relevan. Oleh karena itu kos tak relevan tidak perlu di timbangkan di dalam
pengambilan keputusan. Nilai buku aktiva tetap yang sekarang di gunakan merupakan contoh
kos tak relevan. Nilai buku adalah cost aktiva tetap yang belum di depresiasi. Keputusan apa
pun yang akan diambil oleh manajemen terhadap aktiva tetap tersebut tidak akan dapat
mengubah cost yang masih tersisa itu. Anggaplah bahwa manajemen memutuskan untuk tetap
menggunakan aktiva tersebut. Keputusan ini tidak akan dapat mengurangi, apalagi
menghilangkan, kos depresiasi dimasa yang akan dating. Sekalipun manajemen memutuskan
untuk mengganti aktiva tetap lama itu dengan aktiva tetap baru, maka nilai buku aktiva tetap
lama akan di bedakan sebagai kos pada periode penggantian sebesar nilai buku itu
seluruhnya.

Kos terhindarkan adalah kos yang dapat dihindarkan jika satu alternative keputusan
diambil. Misalnya, perusahaan mempunyai tiga bagian penjualan ini produk A, B dan C. jika
bagian ini produk A akan ditutup maka gaji pegawai pada bagian itu dapat dihindarkan,
dalam arti tidak akan dikeluarkan lagi gaji tersebut. Akan tetapi kos penyusutan ruangan yang
di tempati bagian itu tidak akan dapat dihindarkan. Kos seperti ini disebut unavoidable cost
atau kos tak terhindarkan. Jika dikaitkan dengan relevansi kos terhadap keputusan, maka kos
terhindarkan adalah kos relevan dan kos tak terhindarkan adalah kos tak relevan.

BERDASAR DAMPAK KEPUTUSAN TERHADAP KAS KELUAR

Klasifikasi kos yang lebih spesifik lagi adalah sunk cost dan out-of-pocket. Sunk cost
adalah kos yang telah dkeluarkan dan yang tak dapat di ubah oleh keputusan sekarang atau
masa yang akan datamg. Oleh karena tak dapat dirubah sekarang ataupun yang akan datang,
kos tersebut tak dapatdi gunakan untuk menganalisa alternative tindakan yang akan datang.
Dengan kata lain kos ini tidak akan pernah relevan dengan pengambilan keputusan sekarang.

Untuk memberi gambaran, anggaplah bahwa perusahaan baru saja mengeluarkan kas
5 juta untuk membeli mesin giling gabah. Pengeluaran untuk investasi ini telah dilakukan
akibat keptusan masa lalu. Oleh karena itu kos yang melekat pada mesin giling gabah
tersebut adalah sunk cost. Mungkin saja, dimasa mendatang investasi ini dianggap tidak
menguntungkan , akan tetapi nasi telah menjadi bubur, kata pepatah. Keputusan apapun

17
yang akan diambil sehubungan dengan mesin gling gabah di atas tidak akan pernah
mengubah jumlah 5 juta rupiah tersebut.

Kos tunai ( out-of-pocket cost ) adalah kos yang membutuhkan pengeluaran kas di
masa mendatang akibat keputusan sekarang atau keputusan yang akan datang. Sebagai
contoh, perusahaan sekarang mengambil keputusan untuk melakukan ekspansi usaha.
Keputusan ini mengakibatkan munculnya kos tertentu seperti upah karyawan yang akan
dipekerjakan dan bahan habis pakai yang akan digunakan. Kos ini sudah barang tertentu
memerlukan pengeluaran kas. Itulah kos tunai.

KLASIFIKASI LAIN :OPPORTUNITY COST

Opportunity cost adalah manfaat potnsial yang hilang atau dikorbankan karena di pilihnya
satu alternative kepuutusan tertentu. Manfaat potensial ini dapa berupa pendapatan (revenue),
laba bersih (nett income), ataupun penghematan kos (cost saving). Sebagai contoh,sebuah
perusahaan pengangkutan sedang menghadapi dua pilihan. Pilihan pertama adalh
mengoperasikan bis nya untuk pengangkutan umum dengan taksiran laba bersih sebulan 3
juta. Pilihan kedua adalah menyewakan bisnya kepada perusahaan lain dengan taksiran
pendapatan sewa sebulan 3,5 juta tanpa harus mengeluarkan kos. Apabila perusahaan
memutuskan untuk mengambil pilihan pertama maka opportunity cost nya adalah 3,5 juta.
Seandainya perusahaan memutuskan untuk mengambil pilihan kedua, maka opportunity
costnya adalah 3 juta. Mana keputusan yang harus dipilih ? keputusan yang bijaksana adalah
alternative yang opportunity cost nya paling rendah yakni menyewakan bisnya kepada
perusahaan lain.

Opportunity cost tidak tercatat di rekening buku besar. Kos kesempatan (opportunity cost)
hanya ada dalam pengertian ekonomi. Dalam menentukan besanya kos, jumlah opportunity
cost harus diperhitungkan pada alternative yang dipilih untuk menentukan true cost.
Penerapan pada kasus di atas adalah sebagai berikut.

Taksiran laba dari pengangkutan umum . Rp. 3.000.000

Dikurangi opportunity Rp. 3.500.000

Taksiran laba (rugi) jika perusahaan mengelola bis

Untuk pengangkutan umum ( alternative 1) .............. Rp. ( 500.000)

Taksiran laba dari menyewakan ke perusahaan lain . Rp. 3.500.000

Dikurangi opportunity cost Rp. 3.000.000

Taksiran laba jika perusahaan menyewakan ke perusahaan lain

18
(Alternative 2) .. Rp. 500.000

BAB 3 Perilaku kos

Asumsi fungsi linier


Kos tetap
Kos variabel
Kos campuran
Pengujian secara statistis

BAB ini menjelaskan secara terinci pembagian kos menjadi kos tetap, kos variable,
dan kos campuran dan teknik-teknik untuk memisahkan kos campuran menjadi kos
variable dan kos tetap. Perilaku kos (cost behavior) merupakan studi tentang
hubungan antara kos dan volume kegiatan. Volume kegiatan dapat berupa jumlah

19
produk yang dibuat pada perusahaan manufaktur, jumlah jam terbang pada
perusahaan penerbangan, dan lain sebagainya. Seberapa besarkah kos berubah dengan
adanya perubahan volume kegiatan ? itulah pertanyaan yang dijawab oleh analisis
perilaku kos. Telah dijelaskan secara terbatas di bab sebelumnya bahwa di tinjau dari
hubungannya dengan volume kegiatan, kos diklasifikasi menjadi kos tetap dan kos
variable. Dalam dunia nyata terdapat kos campuran (Mixed cost). Untuk kepentingan
perencanaan dan pengendalian, kos campuran tadi harus di pisahkan menjadi kos
tetap dan kos variable.

ASUMSI FUNGSI LINIER


Akuntan manajemen harus mampu mengevaluasi setiap jenis kos untuk menentukan
fungsi kos (cost function) yang menjelaskan perilaku kos. Fungsi kos adalah suatu
hubungan antara kos sebagai variable dependen dan ukuran aktivitas (volume) sebagai
variable independen. Misalnya kos produksi total bergantung pada jumlah produk
yang dibuat. Jadi kos produksi adalah variable dependen dan jumlah produk yang
dibuat adalah variable independen.
Sebenarnya fungsi kos total menurut ekonomika mikro adalah nonlinier-
tidakberbentuk garis lurus. Namun dalam penerapan akuntansi manajemen fungsi kos
dikonversi menjadi hubungan linier. Konsep relevant range yang akan dibahas
kemudian di bab ini membenarkan konversi tersebut. Disamping itu, fungsi linier
merupakan taksiran yang mendekati fungsi kos riil dan cukup teliti untuk
memproyeksi jumlah kos yang akan terjadi. Asumsi fundamental dari analisis kos
volume laba adalah bahwa seluruh fungsi kos dianggap linier. Yakni tingkat
perubahan kos dianggap konstan diseluruh tingkatan aktivitas untuk memudahakan
penaksiran kos.
Fungsi kos linier dinyatakan dalam bentuk persamaan linier sebagai berikut :
y= a + b x +b x +....b x
1 1 2 2 n n

makna notasi-notasi dalam persamaan linier di atas adalah sebagai berikut


y = kos total sebagai variable dependen
a = kos tetap total (disebut juga intersep y, karena menyentuh sumbu vertical)
b = slope atau kemiringan fungsi linier (kos variable per unit aktivitas )
x = aktivitas atau volume sebagai variable independen (misalnya unit produksi )
penyajian dalam grafik dua sumbu (vertical dan horizontal) hanya dapat dilakukan
jika jumlah variable dependen dan variable independennya masing-masing satu
dengan sistem dua sumbu, tiga fungsi kos tetap, kos variable,dan kos campuran dapat
dilihat pada gambar 3.1 gambar 3.2,dan gambar 3.3

Gambar 3.1

Kos Tetap

ko
s

KosTetap

Volume
0
20
Gambar 3.2
Kos Variabel

ko Kos
s Variabel

Volume
0

Gambar 3.2
Kos Campuran

ko Kos
s campuran

KOS TETAP Volume


0
Kos tetap (fixed cost) adalah kos yang jumlah totalnya tetap, tidak bergantung pada
besar kecilnya volume kegiatan, tetapi kos per unitnya berhubungan secara negative dengan
volume kegiatan. Gaji manajer produksi. Misalnya, adalah kos tetap tanpa mengacuhkan
perubahan volume produksi. Kos penyusutan pada umumnya adalah kos tetap. Jika kos
penyusutan setahun adalah Rp.150.000 maka berapa pun jumlah unit produksi kos totalnya
tidak berubah. Namun kos per unitnya selalu berubah-ubah dengan perubahan berbanding
terbalik ( hubungannnya negative) dengan perubahan volume kegiatan. Yakni, semakin besar
volume kegiatan, semakin kos per unitnya; dan sebaliknya semakin kecil volume
kegiatan,semakin besar kos per unitnya.

21
Sebagai contoh, anggaplah seorang konsultan menyewa ruangan kantor dengan sewa
setahun Rp.100.000. jika jumlah jam kerja merupakan volume kegiatan, maka berapa pun
jumlah jam kerja . kos totalnya tetaplah Rp. 100.000, namun kos per unit (per-jam) berubah-
ubah, berbanding terbalik dengan volume kegiatan. Table 3.1 dapat digunakan untuk
menjelaskan hal ini.

Table 3.1
Kos sewatetap total dan per unit
Sewasetahun total Jumlah jam kerjasetahun Sewa per jam kerja
Rp. 100.000 1500 jam Rp 66,67
Rp. 100.000 1400 jam 71,43
Rp. 100.000 1300 jam 76,92
Rp. 100.000 1200 jam 83,33
Rp. 100.000 1100 jam 90,91
Rp. 100.000 1000 jam 100,00

Jika kos tetap total dan per unit digambar dalam grafik dua sumbu, maka akan terlihat
sebagaimana pada gambar 3.4. pada gambar tersebut sumbu vertical menunjukan kos sebagai
variable dependen dan sumbu horizontal menunjukan kegiatan sebagai variable independen.

KISAR RELEVAN

Kos tetap hanya tetap dalam hubungannya dengan perioda anggaran dan kisar relevan
tertentu. Kisar relevan adalah kisar kegiatan normal, dalam arti bahwa perusahan
merencanakan untuk beroperasi pada kisar kegiatan tersebut. Kos tetap dapat dalam tarif kos
seperti tariff asuransi, tarif gaji eksekutif,tarif sewa ataupun tariff PBB. Perubahan kos tetap
dari tahun anggaran kegiatan periklanan misalnya ; perubahan pos-pos ini boleh dikatakan
jarang terjadi alam satu anggaran tertentu.

Gambar 3.4
Grafikkostetap total dan per unit

ko Kos tetap
s total
22

0 Volume
Kos per
unittotal

Anggaran kos tetap total dapat dibuat pada tingkat kegiatan tertentu, misalnya dalam
relevant range antara 80.000 sampai 100.000 unit produksi per bulan. Apabila kegiatan
berada di luar kisar relevan ini, maka kos tetap berubah dan perlu penyesuaian. Gaji mandor
pabrik, misalnya, berubah karena ada penambahan atau pengurangan tenaga mandor. Pada
gambar 3.5 kos tetap total dalam kisar relevan adalah Rp. 100.000. jika volume kegiatan
turun sampai titik dibawah 80.000 unit. Maka kos tetap total turun menjadi Rp. 70.000. jika
volume kegiatan naik sampai titik diatas 100.000 unit, maka kos tetap total naik menjadi Rp.
110.000. kemungkinan perusahaan untuk bekerja di luar kisar relevan adalah kecil. Oleh
karena itu, gambar yang menunjukan kemungkinan perusahaan bekerja di luar kisar relevan
tidak perlu dibuat. Garis horizontal tunggal biasanya diperpanjang melalui tingkat volume
kegiatan yang direncanakan, sebagaimana dapat dilihat gambar 3.6 jadi fungsi kos tetap
dianggap berbentuk garis lurus (linier).

Gambar 3.5
Kos tetap totaldankisarrelevan

Kos
(0000 rupiah)

11
10

7
Kisarrelevan

volume
(0000 unit)
0
8 10

23
Gambar3.6
Kos tetap totaldanvolume yang direncanakan

Kos
(0000 rupiah)

11
10

Kisarrelevan

volume
0
8 10 (0000 unit)

Committed Fixed Cost Dan Disrcetionary Fixed Cost


Kos tetap bagi perusahaan disebut juga kos kapasitas ( capacity cost). Kos kapasitas
merupakan kos yang dikeluarkan untuk menyediakan kemampuan beroperasi pada kapasitas
tertentu untuk kegiatan-kegiatan seperti produksi, administrasi penjualan dan penelitian. Kos
kapasitas mencerminkan kemampuan untuk mempertahankan volume kegiatan yang
direncanakan.
Untuk kepentingan perencanaan dan pengendalian, kos tetap diklasifikasi kedalam
committed dan discretionary. Committed fixed cost (CFC) adalah kos tetap yang dibutuhkan
meskipun kegiatan perusahaan berada pada titik yang amat rendah sekalipun, termasuk
kemungkinan di tutuonya perusahaan untuk sementara waktu. Penyusutan, pajak bumi dan
bangunan,dan gaji para eksekutif adalah contohnya. CFC hanya dapat dikurangi dalam
jangka panjang dan tidak dalam jangka pendek. Sekali manajemen mengambil keputusan
untuk mengeluarkan kos ini, maka pembebanannya akan meliputi sampai parioda yang
panjang. Pengawasan terhadap CFC adalah dengan capital budgeting dan pemanfaatan
optimal terhadap fasilitas yang ada.
Discretionary fixed cost(DFC) disebut juga pemprogrammed fixed cost atau managed
fixed cost adalah kos yang timbul sebagai akibat dari keputusan manajemen pada perioda
anggaran tertentu untuk bidang-bidang tertentu. Kos tersebut dapat dikurangi atau bahkan
diberhentikan oleh manajemen apabila tersedia cukup waktu. Kos periklanan, kos riset dan
penelitian, dan kos pelatihan karyawan adalah contoh kos tetap diskresioner. Pengawasan
terhadap kos tersebut adalah dengan menyusun anggaran tahunan dan melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan dan pemanfaatan anggaran tersebut.
Pada dasarnya, terdapat dua perbedaan pokok antara CFC dan DFC. Pertama, cakrawala
perencanaan untuk DFC adalah jangka pendek (biasanya satu tahun anggaran). Sedangkan
cakrawala perencanaan pada CFC adalah jangka panjang. Kedua dalam keadaan terpaksa
DFC dapat dikurangi dengan pengorbanan minimal terhadap tujuan jangka panjang.
Misalnya, dalam beberapa tahun terakhir ini perusahaan melaksanakan program
pengembangan manajemen dengan kos tahunan Rp 5 juta. Pafda tahun anggaran sekarang,

24
manajemn mungkin terpaksa mengurangi jumlah itu, karena perekonomian nasional buruk
yang mempengaruhi keuangan perusahaan. Pengurangan ini pun membawa konsekuensi tidak
menguntungkan. Namun konsekuensi tersebut tidak akan separah jika dibandingkan dengan
penghematan kos tahun sekarang dengan cara menjual sebagian pabrik.
KOS VARIABEL
Kos variable adalah kos yang totalnya berubah-ubah secara proposional dengan perubahan
volume kegiatan, tetapi per unitnya tetap. Semakin besar volume kegiatan semakin besar pula
kos totalnya. Sebaliknya, semakain kecil volume kegiatan, semakin kecil pula kos totalnya.
Upah tenaga kerja langsung umumnya bersifat variable. Jika upah per unit produk adalah Rp.
1000 maka untuk 20 unit upahnya Rp. 20.000. komisi pramuniaga sebesar 10% dari
penjualan adalah contoh lain dari kos variable. Bila seorang pramuniaga berhasil menjual Rp.
100.000. maka komisinya Rp. 10.000 dan apabila ia berhasil menjual Rp.90.000, maka
komisinya. Rp.9000 .
gambar 3.7 menunjukan fungsi kos variable
Gambar 3.7

Kos Variabel Total dan Per Unit

Kos Kos Variabel Total

Kos Variabel Per Unit

Volume

Kisar Relevan

Para ekonom umumnya menyatakan kos variabel sebagai berbentuk garis lengkung
seperti tampak pada Gambar 3.8. Mula mula, pada volume dari titik 0 sampai titik A, kos
variabel naik dengan peningkatan semakin kecil, yang berarti semakin efisien tetap belum
sepenuhnya efisien. Dianatara titik A dan titik B, kos variabel semakin efisien. Selanjutnya

25
pada volume di atas titik B,kos variabel semakin tidak efisien. Gambar ini menunjukkan kos
variabel per unit yang tidak konstan. Para akuntan umumnya melihat kos variabel hanya pada
kisar relevan. Kurva kos variabel pada kisar relevan relatif berbentuk linier, sehingga logis
untuk menganggap fungsi kos variabel sebagai linier. Anggapan ini juga logis karena
perusahaan selalu berharap untuk beroperasi pada kisar relevan.

Gambar 3.8

Kos variabel curvelinier

Kos

Kisar

Relevan

Volume

0 A B

Beberapa bentuk kurva kos variabel adalah sebagaimana tergambar pada Gambar 3.9,
Gambar 3.10, dan Gambar 3.11.

Gambar 3.9 Gambar 3.10 Gambar 3.11

Kos Variabel Kos Variabel Kos Variabel

Meningkat Meningkat Meningkat

Semakin Efisien Semakin Inefisien Secara Bertahap

Kos Kos

26
Kos

Volume Volume
Volume

Gambar 3.9 menunjukkan kos variabel yang meningkat dengan peningkatan semakin
menurun. Perilaku seperti ini terjadi, misalnya pada kos tenaga kerja langsung. Semakin
banyak dan sering melakukan pekerjaan tertentu, para pekerja semakin terampil
melakukannya karena belajar banyak dari pengalaman. Kondisi ini mengakibatkan unit
output berikutnya dihasilkan dengan jumlah jam yang semakin kecil. Kurva yang
menjelaskan pembelajaran seperti ini disebut learning curve. Learning curve 90%, misalnya
menunjukkan bahwa kos rerata per unit atau per batch output adalah 90% kali kos rerata per
unit atau per batch sebelumnya,jika unit atau batch berikutnya adalah dua kali lipat.
Misalnya, mula mula untuk membuat 5.000 unit produk dibutuhkan 1.000 jam kerja
langsung dengan tariff upah per jam Rp 1.000. jadi os tenaga kerja untuk memproduksi 5.000
unit tersebut adalah Rp 1 juta, atau per unit Rp 200. Jika learning curve 90% maka untuk
membuat 10.000 unit produk (dua kali lipat dari batch sebelumnya) dibutuhkan waktu 1.800
jam (2 x 1.000 jam x 90%). Dengan demikian, upah tenaga kerja langsung untuk
memproduksi 10.000 unit adalahRp 1.800.000 atau kos tenaga kerja untuk memproduksi per
unit berubah menjadi Rp 180 (90% dari 200).

Gambar 3.10 menunjukkan kos variabel yang meningkat dengan peningkatan semakin
besar. Kos variabel jenis ini disebabkan oleh kos variabel per unit yang semakin meningkat
dengan meningkatnya volume kegiatan. Sebagai missal,beberapa bentuk energi tertentu
dihargai semakin besar jika unut energi yang dikonsumsi masyarakat (perusahaan) semakin
banyak. Ini dapat terjadi, misalnya ,jika pemerintah ingin mendorong konversi. Karena
adanya system ini, maka kos energi per unit akan semakin meningkat jika penggunaan energi
tersebut semakin banyak.

27
Fungsi kos variabel yang terlukis pada Gmbar 3.9 dan Gambar 3.10 sering disebut kos
semivariabel. Para akuntan biasanya memperlakukan kos semivariabel menjadi kos variabel
murni dengan melihat kos rerata per unit pada kisar relevan. Pengkonversian ini juga
didasarkan pada kenyataan bahwa perusahaan akan beroperasi pada kisar relevan.

Gambar 3.11 menunjukkan kos variabel bertahap (step variable cost). Kos variabel
bertahap muncul karena kos variabel tertentu tidak dapat dibeli (diperoleh) dalam unit yang
dapat dipecah pecah. Contohnya kos pemeliharaan yang kontraknya dengan perusahaan
reparasi berdasarkan kelipatan 40 jam kerja. Untuk pemeliharaan sebesar 40 jam ataupun
hanya 25 jam, kosnya tetaplah berdasar 40 jam. Apabila dibutuhkan pemeliharaan sampai 60
jam, maka berdasarkan kontrak, perusahaan harus membayar 80 jam yaitu 2 kali 40 jam. Para
akuntan manajemen mengganti fungsi kos variabel bertahap dengan fungsi garis lurus dengan
cara menghubungkan titik titik yang menunjukkan tingkat kegiatan tertinggi pada masing
masing tahap. Ilustrasi pada Gmbar 3.11 adalah garis lurus yang ditarik dari kegiatan
kegiatan tertinggi. Pembenaran konversi tersebut adalah bahwa perusahaan selalu
menhendaki untuk memanfaatkan secara penuh kos yang bersifat variabel bertahap.

Kos variabel bertahap terkadang disebut juga kos semitetap (semifixed cost). Kos
semitetap adalah kos yang semakin meningkat dengan meningkatnya volume kegiatan,
tetaopi dengan lompatan terputus putus, tidak proporsional secara kontinyu. Banyak sekali
jenis kos yang berperilaku sebagai kos semitetap. Ambilah sebagai contoh, kos produksi tetap
pada sebuah perusahaan yang menaikkan kapasitas produksinya dengan bekerja lembur atau
menambah giliran malam tanpa menaikkan fasilitas produksi, maka kos tetap totalnya tidak
akan berubah. Jika telah tercapai kapasitas maksimum, maka tambahan produksi yang
diperlukan tersebut hanya dapat dicapai apabila perusahaan manambah fasilitas (misalnya
mesin). Contoh yang serupa terjadi pada perusahaan yang memiliki kendaraan angkutan
untuk mengirim barang dagangannya ke pelanggan. Anggaplah bahwa sekarang kendaraan
tersebut telah dimanfaatkan secara maksimum. Berapapun kenaikkan dalam penjualan akan
mengakibatkan kebutuhan membeli kendaraan baru. Kebijakan perusahaan menaikkan
pertumbuhan penjualan 10%, misalnya akan menyebabkan satu lompatan dalam kos
penyusutan kendaraan tersebut.

Gambar 3.11 jga menunjukkan bahwa kos semitetap mepunyai karakteristik kos tetap
dan kos variabel. Seperti kos tetap,kos semitetap selalu konstan untuk volume kegiatan
tertentu (tidak untuk seluruh volume kegiatan), ini ditunjukkan oleh bagian bagian garis

28
lurus yang memanjang dari kiri ke kanan pada tiap tiap tahap volume kegiatan. Seperti kos
variabel, kos semitetap meningkat dengan meningkatnnya volume kegiatan tetapi tidak
proporsional. Ini ditunjukkan oleh garis yang memanjang dari bawah ke atas pada batas
setiap tahap volume kegiatan.

Enginering Variable Cost dan Discretionary Variable Cost

Untuk kepentingan perencanaan dan pengawasan, kos variabel dibedakan menjadi


engineered dan discretionary. Pembedaan tersebut ditinjau dari hubungan secara fisik antara
masukan dan keluaran. Bahan baku dan tenaga kerja langsung merupakan masukan yang
dapat dihubungkan langsung dengan keluarannya, dalam arti bahwa antara masukan dan
keluarannya terdapat hubungan fisik secara eksplisit. Kos variabel yang mempunyai
hubungan demikian disebut Engineered Variable Cost (EVC).

Dalam praktik, memang kegiatan produksilah yang paling mudah dicari hubungannya
secara fisik antara masukan dan keluarannya. Namun demikian tidak boleh diartikan bahwa
selain kegiatan produksi tidak terdapat hubungan secara fisik antara masukan dan
keluarannya. Dalam beberapa kegiatan administrasi dan penjualan tertentu juga terdapat
hubungan secara fisik antara masukan dan keluarannya, sehingga beberapa kos untuk
melakukan kegiatan kegiatan tersebut dapat di klasifikasikan sebagai (EVC). Sebagai
contoh adalah kos untuk menyelenggarakan kartu piutang atau pembuatan faktur.

Kos yang tergolong ke dalam EVC mudah di taksir jumlahnya, karena variabelitasnya
dapat dihubungkan atau ditelusur secara teknis ke volume kegiatan. Oleh karena itu,
pengawasan terhadap kos ini adalah dengan menyusun kos standar yang digunakan sebagai
patokan penilaian efisensi kos yang terjadi sesungguhnya.

Discretionary Variable Cost (DVC) adalah kos yang variabelitasnya terhadap volume
kegiatan semata mata karena keputusan manajemen, bukan karena adanya hubungan secara
fisik antara masukan dan keluarannya. Kos iklan yang ditetapkan oleh manajemen sebesar
10% dari penjualan, misalnya akan naik atau turun sesuai dengan naik turunnya penjualan.
Naik atau turunnya kos iklan tersebut bukan karena naik turunnya volume penjualan itu
sendiri, melainkan karena kebijakan manajemen. Oleh karena itu, pengawasan terhadap DVC
adalah dengan menyusun anggaran tahunan. DVC tidak digunakan sebagai patokan untuk
menilai efisiensi kos sesungguhnya yang dikeluarkan, tetapi sebagai batas atas (jumlah
maksimum) yang boleh dikeluarkan.

29
Untuk mengenal jenis jenis kos yang terkategorikan sebagai kos variabel, berikut ini
daftar jenis jenis kos tersebut pada perusahaan dagang, perusahaan manufaktur, dan
perusahaan jasa.

JENIS PERUSAHAAN KOS KOS VARIABEL

DAGANG Kos barang terjual

MANUFAKTUR Kos produksi

Prime Cost :

- Bahan baku
- Tenaga kerja langsung

Bagian dari overhead yang bersifat


variabel :

- Bahan pembantu
- Bahan habis pakai
- Oli, solar, dan bensin
- Listrik

DAGANG dan MANUFAKTUR Kos administrasi dan penjualan

- Komisi salesman
- Kos klarikal seperti pembuatan faktur
- Kos pengangkutan barang yang
dijual

JASA Kos Bahan Habis Pakai

- Bahan bakar kendaraan


- Kos kerani (klarikal)

KOS CAMPURAN

Kos tertentu bersifat campuran antara tetap dan variabel. Misalnya, Seorang Dokter
dibayar dengan gaji Rp 500.000 per bulan ditambah Rp 10.000 per pasien. Jika tidak ada

30
seorang pasien pun, maka gaji Dokter tersebut sebulan RP 500.000. jika dalam sebulan ada
100 pasien, maka gaji totalnya adalah Rp 1.500.000, yakni penjumlahan antara gaji tetap dan
gaji variabel. Kos yang bersifat demikian disebut kos campuran (mixed cost). Dalam grafik
dua sumbu, kos campuran terlukis seperti pada Gambar 3.12.

Pada Gambar 3.12 terlihat bahwa pada kegiatan nol, kos adalah Rp 500.000 yang
menunjukkan kos tetap. Di atas kegiatan nol, kos bervariasi sesuai dengan volume kegiatan
secara proporsional, yang menunjukkan kos variabel. Contoh lain kos campuran, dalam
banyak kasus, adalah kos pemeliharaan, gaji pramuniaga, asuransi karyawan, dan gaji
pegawai dinas luar perusahaan asuransi.

Gambar 3.12

Kos Campuran

Kos Kos Campuran

50.000

0 volume

Pemisahan Kota Campuran

Beberapa jenis kos tertentu yang bersifat campuran sulit dipisahkan dengan pasti,
berapa bagiankah bersifat variabel dan berapa bagiankah bersifat tetap. Misalnya, kos bersifat

31
pemeliharaan kendaraan. Oleh karena itu pentingnya perencanaan dan pengendalian, kos
campuran seharusnya dipisahkan menjadi kos variabel dan kos tetap. Beberapa teknik untuk
memisahkan kos campuran, antara lain adalah metoda diagram pencar (scatter diagram),
metoda titik tinggi rendah (high low method), dan analisis regresi linier (linier regression
analysis). Ketiga teknik ini mendasarkan data historis yang menunjukkan besarnya kos
campuran di masa lalu pada pelbagai tingkat kegiatan.

Diagram pencar. Langkah langkah untuk memisahkan kos campuran dengan metoda
diagram pencar adalah sebagai berikut :

1. Kumpulkan data kos pada pelbagai tingkat kegiatan dari perioda ke perioda. Data ini
diambil dari catatan akuntansi.
2. Gambarkan titik titik data yang menunjukkan kombinasi kos dan tingkat kegiatan
pada grafik dua sumbu. Kos digambar pada sumbu vertikal (Y) dan tingkat kegiatan
digambar pada sumbu horizontal (X). Hasil penggambaran titik titik ini adalah
diagram pencar.
3. Buatlah garis lurus sedekat mungkin dengan titik titik itu. Ini berarti bahwa jarak
antara titik titik data dan garis lurus itu adalah terdekat dibanding dengan garis
garis lurus lainnya yang mungkin digambarkan pada diagram itu.
4. Tentukan komponen kos tetap dengan cara sebagai berikut. Perpanjanglah garis lurus
yang dibuat pada butir 3 sampai menyentuh sumbu vertikal. Titik sentuh itu
menunjukkan kos tetap total.
5. Hitunglah kos variabel total sebagai berikut. Dengan bantuan garis lurus yang telah
dibuat tentukan kos totalnya pada tingkat kegiatan tertentu. Kos variabel total adalah
kos total dikurangi kos tetap total. Kemudian hitunglah kos variabel per unit dengan
membagi kos variabel total tadi dengan tingkat kegiatan yang dipilih pada butir 5 ini.
Setelah langkah 5 ini selesai, buatlah fungsi kos.

Sebagai ilustrasi untuk menaksir fungsi kos dengan diagram pencar, dipergunakan data kos
pemeliharaan mesin dari bulan ke bulan pada tahun 2004 pada pelbagai tingkat kegitan di
Tabel 3.2. data tersebut digunakan juga untuk menjelaskan metoda metoda lainnya.

Tabel 3.2

Kos Pemeliharaan Mesin

Bulan Jam Mesin Kos Pemeliharaan Mesin


(Rp)

32
Januari 225 275.000
Februari 250 300.000
Maret 250 290.000
April 200 260.000
Mei 175 250.000
Juni 150 225.000
Juli 125 175.000
Agustus 100 170.000
September 175 240.000
Oktober 190 250.000
November 275 340.000
Desember 300 350.000

Gambar 3.13

Diagram Pencar
Kos (000)

350

300

250

200

150

100

50

0
50 100 150 200 250 300
Jam
mesin

Diagram pencar dari data Tabel (per bulan) berada pada kira kira Rp 60.000. ini
terjadi pada titik sentuh antara sumbu vertikal dan garis lurus yang ditarik melalui titik titik
data. Jika analis menaksir bahwa pada kegiatan 250 jam kos totalnya adalah Rp 310.000,
maka taksiran kos vriabel total adalah Rp 250.000 (Rp 310.000 dikurangi Rp 60.000). dengan
demikian, kos variabel per jam mesin adalah Rp 1.000 (Rp 250.000 dibagi 250). Setelah kos
tetap total dan kos variabel per jam mesin adalah Rp 1.000 (Rp 250.000 dibagi 250). Setelah

33
kos tetap total dan kos variabel per jam mesin diketahui, maka fungsi kos pemeliharaan dapat
dibuat sebagai berikut:

Setelah fungsi kos pemeliharaan diketahui, besarnya kos pemeliharaan dalam bulan tertentu
dapat ditaksir. Jika diharapkan dalam bulan tertentu, kegiatan sebesar 200 jam, maka taksiran
kos totalnya adalah 60.000 + 1.000(200) = Rp 260.000.

Kebaikan metoda diagram pencar adalah mudah, cepat, dan taksiran fungsi kosnya
= 60.000
cukup teliti karena seluruh hubungan yang ada
+1.000 X antara kos dan kegiatan dipertimbangkan,
tidak seperti metoda titik tinggi rendah yang akan dibahas kemudian. Adapun
keterbatasannya adalah bahwa metoda ini bergantung pada judgment nalis karena dia harus
memilih secara visual ketepatan yang terbaik. Masing masing orang dapat membuat garis
lurus yang berbeda melalui diagram pencar yang sama. Oleh karena itu, metoda ini rentan
terhadap kesalahan yang berarti.

Titik Tinggi Rendah. Menurut metoda titik tinggi rendah, kos campuran dipisahkan
dengan mencari selisih antara kos total pada kegiatan tertinggi dan kos total pada kegiatan
terendah. Selisih tersebut merupakan kos variabel total yang terjadi pada tingkat kegiatan
antara yang tertinggi dan yang terendah. Penerpan untuk kos pemeliharaan pada contoh data
di Tabel 3.2 adalah sebagi berikut:

KETERANGAN JAM MESIN KOS PEMELIHARAAN


Tertinggi 300 Rp 350.000
Terendah 100 170.000
Selisih 200 Rp 180.000

Selisih kos total Rp 180.000 menunjukkan kos variabel total pada tingkat kegiatan
200 jam mesin. Oleh karena itu kos variabel per jam mesin adalah Rp 900 yaitu Rp 180.000
dibagi 200. Setelah kos variabel per jam mesin diketahui, kos tetap total dicari dengan
mengurangi kos total pada titik tertinggi atau titik terendah dengan kos variabel total pada
titik tertinggi atau titik terendah dengan kos variabel total pada titik tertinggi atau terendah
tersebut sebagai berikut:

34
Kos total pada titik tertinggi Rp 350.000

Dikurangi kos variabel total pada

Titik tertinggi: 300 x Rp 900 270.000

Kos tetap total dalam satu bulan Rp 80.000

Atau:

Kos total pada titik terendah 170.000

Dikurangi kos variabel total pada

Titik terendah: 100 x Rp 900 90.000

Kos tetap total dalam satu bulan Rp 80.000

Dengan perhitungan di atas, fungsi kos pemeliharaan adalah sebagai berikut:

= 80.000 + 900X

Fungsi ini dapat digunkan untuk menaksir kos campuran total pada volume kegiatan tertentu.
Jika diharapkan pemeliharaan dalam bulan tertentu selama 200 jam, maka taksiran kos
totalnya adalah: 80.000 + 900 (200) = Rp 260.000.

Metoda titik tinggi rendah membari informasi yang berguna untuk menaksir kos,
apabila titik tertinggi dan titik terendah mewakili garis lurus yang menjelaskan sebaik
baiknya fungsi kos. Analis harus mengevaluasi secara visual dua titik itu untuk meyakinkan
bahwa garis lurus yang digambar melalui dua titik tersebut secara esensial adalah sama
sebagai satu garis yang menghubungkan seluruh titik data. Untuk meyakinkan, lakukanlah
langkah 1 dan langkah 2 dari langkah langkah untuk mengevaluasi kos campuran dengan
metoda diagram pencar yang dijelaskan sebelumnya. Jika menurut pengamatan visual, titik
tertinggi dan titik terendah tidak mengambarkan garis lurus yang berhubungan seluruh titik
data, maka dua titik ekstrim tersebut harus diabaikan. Analisis dilakukan dengan
menggunakan titik tertinggi dan titik terendah berikutnya. Ini pun hanya benar, jika dua titik
ekstrim berikutnya mewakili seluruh titik data.

35
Gambar 3.14

Diagram Pencar

(Titik tertinggi dan titik terendah mewakili titik titik data lainnya)

Kos (000)
350

300

250

200

150

100

50

0
50 100 150 200 250 300
Gambar 3.15

DIAGRAM PENCAR

(Titik tertinggi dan titik terendah tidak mewakili titik titik data lainnya)

Kos (000)
350

300

250

200

150

100
36
50
0
50 100 150 200 250 300
Jam
mesin

Untuk memberi gambaran mengenai hasil analisis yang salah dengan menggunakan
metoda titik tinggi rendah, perhatikanlah dua grafik pada Gambar 3.14 dan Gambar 3.15.
Titik tertinggi dan titik terendah pada gambar 3.14 dapat dikatakan mewakili seluruh
himpunan data. Sebaliknya, titik tertinggi dan titik terendah pada Gambar 3.15 tidak
mewakili himpunan titik data. Jika tidak mewakili sehimpunan titik data, maka titik tertinggi
dan titik terendah tidak akurat digunakan sebagai metoda untuk memisahkan kos campuran
menjadi kos tetap dan kos variabel. Untuk menggunakan metoda titik tinggi rendah, analis
atau manajer harus memperhatikan lebih dahulu pencaran titik titik data lainnya. Jadi,
metoda diagram pencar dan metoda titik tinggi rendah merupakan dua metoda yang dapat
digunakan secara bersama sama, karena dapat diterapkan secara cepat dan saling mengecek.

Analis Regresi Linier. Metoda analisis regresi linier memisahkan kos campuran dengan
menggunakan model matematika yang diterapkan dalam bidang statistika. Sebagaimana pada
teknik digram pencar dan titik tinggi rendah, fungsi kos campuran digambarkan dengan
model:

= + X

Notasi Y topi menunjukkan taksiran kos total dengan menggunakan data kos total (Y) dan
volume kegiatan (X) sesungguhnya yang telah terjadi di masa lalu. Jadi, Y dan X adalah data
amatan atau observasian (observed data). Untuk mencari Y topi, harus dicari lebih dahulu
taksiran konstanta a ( a topi) yang menunjukkan kos tetap total dan taksiran koefisien b ( b
topi) yang menunjukkan kos variabel per unit. Variabel a dan b dicari dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

37
x
y




x
=

x

x y
n

y x
= n - b( n )

Huruf n kecil adalah jumlah pengamatan, yang dalam contoh ini adalah 12, yakni 12 kali
pengamatan bulanan dari Januari sampai Desember. Rumus untuk mencari a topi (taksiran
kos tetap total) dan b topi (taksiran kos variabel per unit) di atas memang tampak rumit, tetapi
mudah penerapannya, sebagaimana contoh di Tabel 3.3 yang datanya diambil dari Tabel 3.2.

Tabel 3.3.

Perhitungan Dengan Analisis Regresi

BULAN JAM MESIN KOS (X) x (Y) (X)


(X) (Y)
Januari 225 275.000 61.875.000 50.625
Februari 250 300.000 75.000.000 62.500
Maret 250 290.000 72.500.000 62.500
April 200 260.000 52.000.000 40.000
Mei 175 250.000 43.750.000 30.625
Juni 150 225.000 33.750.000 22.500
Juli 125 175.000 21.875.000 15.625
Agustus 100 170.000 17.000.000 10.000
September 175 240.000 42.000.000 30.625
Oktober 190 250.000 47.500.000 36.100
November 275 340.000 93.500.000 75.625

38
Desember 300 350.000 105.000.000 90.000
2.415 3.125.000 665.750.000 526.725

Dengan menggunakan rumus, b topi dan a topi dihitung sebagai berikut:

12 ( 665.750 .000 )( 2.415) ( 3.125 .000 )


b=
12 ( 526.725 )( 2415 )2

7.989 .000 .0007.546 .875 .000


b=
6.320 .7005.832 .225

442.125.000
b=
488.475

b = 905,11

Jadi kos variabel per jam mesin adalah 905,11. Adapun taksiran kos tetap adalah sebagai
berikut

=
3.125 .000
12
905,11 {
2.415
12 }

= 260.416,67 905,11* (201.125)

= 260.416,67 182.153,39

= 78.163,28

Jadi kos tetap total sebulan (hanya karena datanya bulanan) adalah Rp 78.163,28. Setelah kos
variabel per unit dan kos tetap per bulan diketahui, fungsi kosnya dibuat sbb :

= 78.163,28 + 905,11 X

39
Apabila perusahaan merencanakan beroprasi Pd bulan tertentu selama 200 jam mesin, maka
taksiran kos pemeliharaan mesin adalah Rp 259.285,28 sebagaimana perhitungan berikut

= 78.163,28 + 905,11 * 200

= 259.285,28

Dibandingkan dengan dua metodis sebelumnya (metoda diagram pencar dan metoda titik
tinggi-rendah), metodis regresi linier lebih teliti karena secara matematis menentukan garis
lurus (regresi) yang meminimumkan jumlah kuadrat selisih-selisih antara garis regresi dan
pelbagai titik data menurut pengamatan. Metoda ini disebut metoda kuadrat terkecil (least
squer method). Sebenarnya analisis regresi ini adalah versi matematika dari metoda diagram
pencar. Seluruh data yang diamati dimasukkan dalam model ini. Oleh karena sifatnya yang
matematis, maka judgement subyektif seorang analisis dapat dihilangkan. Pembaca dapat
lebih mudah mencari fungsi kos dengan menggunakan perangkat lunak yang tersedia. SPSS,
misalnya, sangat berguna untuk mencari fungsi kos, tanpa mengharuskan pemakainya sibuk
memasukkan angka ke dalam rumus-rumus di atas.

PENGUJIAN SECARA STATISTIS

Sebelum menyajikan informasi mengenai kos tetap per perioda dan kos variabel per
unit menurut taksiran di atas, akuntan terlebih dahulu harus menguji, secara statistis, tiga hal
berikut. Pertama,akuntan harus menguji secara statistis model yang dibangun berdasar data
historis di atas untuk menentukan apakah model tersebut signifikan untuk memprediksi kos
pemeliharaan. Kedua, akuntan harus menguji secara statistis apakah kos tetap yang ditaksir
berdasar data historis di atas adalah signifikan untuk memprediksi kos pemeliharaan tetap.
Ketiga, akuntan harus menguji secara statistis apakah kos variabel per unit yang ditaksir
berdasar data historis di atas adalah signifikan untuk memprediksi kos pemeliharaan variabel.
Untuk menguji model, uji F digunakan, sedangkan untuk menguji kos tetap dan kos variabel,
uji digunakan. Uji-uji ini dan keterangan lengkapnya sengaja tidak dicakup dalam buku ini.
Disebutkan sedikit tentang hal itu di buku ini untuk menunjukkan bahwa akuntansi
menejemen berkaitan dengan disiplin statistika, sebagaimana disebutkan di Bab 1.

40
Bab 4

PENENTUAN KOS PRODUKSI

Elemen-elemen Kos Produk

Full Costing vs Variabel Costing


Manafaat dan Keterbatasan

41
Bab ini menjelaskan metoda penentuan kos produksi. Elemen kos produksi (pada
perusaah manufaktur) terdiri atas bahan baku, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik.
Ditinjau dari hubungannya dengan perubahan volume produksi, bahan baku dan tenaga kerja
langsung adalah variabel, sedangkan overhead, sebagian variabel dan sebagian lainnya tetap.
Untuk kepentingan menejemen dalam dalam pengambilaan keputusan jangka pendek,
overhead pabrik tetap--yang tidak akan berbeda antar pelbagai keputusan jangka pendek--
dianggap tidak relevan sehingga tidak perlu dianggap sebagai kos produk tetapi kos perioda.
Metoda yang hanya memasukkan kos produksi variabel disebut metodis penentuan kos
variabel(variabel costing method), adapun yang memasukkan unsur variabel dan unsur tetap
disebut metodis penentuan kos penuh(Buol costing method).

ELEMEN-ELEMEN KOS PRODUK

Menurut variabel costing,elemen kos produksi hanya terdiri atas kos produksi variabel
saja, yakni terdiri atas kos bahan baku,kos tenaga kerja langsung,dan overhead pabrik
variabel. Oleh karena bab ini membahas penentuan kos produksi--yaitu kos yang dikeluarkan
untuk memproduksi barang (produk) di perusahaan manufaktur--maka yang dimaksud kos
produk adalah kos produk adalah kos yang dikeluarkan dalam rangka membuat produk di
pabrik. Kos yang terjadi di bagian pemasaran dan bagian administrasi dan umum atau pun di
bagian lain tidak dimasukkan sebagai kos produk.

Variabel costing tidak memasukkan kos overhead tetap sebagai kos produk,melainkan
sebagai kos perioda. Dalam penentuan laba-rugi periodik, kos tersebut segera diakui pada
perioda dikeluarkannya, tidak perlu menunggu sampai terjualnya produk dengan alasan
berikut ini. Mmemasukkan kos overhead tetap pada produk mengakibatkan penundaan proses
pengakuaan kos hingga terjualnya produk. Jika produk dibuat pada perioda sekarang tetapi
baru terjual pada perioda berikutnya, padahal pada perioda berikutnya Go overhead tetap
samai terjualnya produk.

FULL COSTING vs VARIABLE COSTING

Menurut absorption (full) costing, kos produk melputi seluruh komplemen kos untuk
membuat produk. Kos produk menurut metoda ini meliputi kos bahan baku, kos tenaga kerja
langsung, kos overhead variabel, dan kos overhead tetap. Menurut variablecosting,kos
overhead tetap buka merupakan kos produksi. Perbedaan dalam memperlakukan overhead
tetap mengakibatkan perbedaan dalam beberapa hal. Berikut adalah penjelasan mengenai
perbedaan-perbedaan tersebut.

Perbedaan Peratama terletak pada jumlah kos produksi. Anggaplah, sebagai contoh,
kapasitas produksi normal produk kaleng DOIKU adalah 10.000 kaleng. Untuk tahun 2004,
pabrik kaleng berencana memproduksi 10.000 kaleng dengan taksiran kos sbb ;

42
Elemen kos Total Per unit
Bahan baku Rp 100.000 Rp 10
Upah langsung 200.000 20
300.000 30
Overhead (kapasitas normal 10.000 kaleng)
- Variabel 150.000 15
- Tetap 250.000 25
400.000 40

Taksiran kos per unit dan total dengan menggunakan dua data metode tersebut dapat dilihat
pada tabel 4.1

Tabel 4.1
Kos produk

Variabel costing vs Absorption Costing

Elemen kos Variabel Absorption


cousting cousting

Per unit Total Per unit Total


Bahan baku 10 100.000 10 100.000
Upah langsung 20 200.000 20 200.000
Overhead variabel 15 150.000 15 150.000
Overhead tetap - - 25 250.000
Jumlah 45 450.000 70 700.000

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa kos produk taksiran menurut variable costing adalah Rp. 45
per unit (Rp. 450.000 total) dan menurut absorption costing adalah Rp. 70 per unit (Rp.
700.000 total). Selisih Rp.25 per unitproduk terjadi karena variable costing tidak memasukkan
overhead tetap, sedangkan absorption costing memasukkannya. Oleh karena kos per unitnya berbeda,
maka kos tootalnya juga berbeda dengan selisih Rp. 250.000. selisih ini tidak lain merupakan kos
overhead tetap total tahun 2004. Jumlah tersebut, untuk kepentingan penentuan laba-rugi periodik,
diakui oleh variable costing sebagai kos perioda (period cost) yakni pada tahun 2004. Oleh full
costing, jumlah tersebut akan diakui sebagai bagian dari kos produk terjual yang akan ditandingkan
dengan pendapata. Perioda penandingannya bergantung pada kapan produk dijual.

Pembebanan Overhead Lebih (Kurang)


Perbedaan kedua terletak pada adanya overhead lebih (kurang) dibebankan yang
mungkin terjadi pada absorption costing jika pembebanan overhead ke produk menggunakan
tarif standar atau tarif yang ditentukan dimuka (predetermined overhead rate, selanjutnya
disebut tarif). Penentuan tarif menggunakan rumus berikut :

43
Tarif overhead per unit = Anggaran kos overhead pada kapasitas normal

Kapasitas normal

Kapasitas untuk menentukan tarif, diantaranya adalah kapasitas normal sebagaimana contoh
diatas. Setelah tarif ditentukan, berikutnya overhead diperhitungkan ke produk sebesar
perkalian antara tarif dan jumlah produk yang sesungguhnya diproduksi. Pembebanan lebih
(kurang) terjadi jika jumlah produk yang sesungguhnya diproduksi berbeda dari jumlah
produk menurut rencana, yaitu sesuai kapasitas yang digunakan untuk menentukan tarif.

Dengan menggunakan data Pabrik Kaleng DOIKU pada contoh sebelumnya, kita
mengetahui bahwa tarif overhead pabrik per unit adalah Rp.40, terdiri atas tarif overhead
variabel dan tetap masing-masing Rp. 15 dan Rp.25. jika jumlah produksi sesungguhnya
ternyata hanya 9.000 kaleng, maka kos overhead yang diperhitungkan (dibebankan) ke
produk adalah 9.000 x Rp.40 = Rp. 360.000 . oleh karena jumlah yang diproduksi lebih kecil
daripada jumlah menurut anggaran atau taksiran mula-mula, maka terjadi pembebanan
kurang. Bagaimana menghitungnya ? anggaplah, sebagai contoh, kos overhead sesungguhnya
yang terjadi adalah Rp. 385.000, terdiri atas overhead variabel dan tetap sebagai berikut :

Overhead variabel 9.000 x Rp. 15 ............................................... Rp. 135.000

Overhead tetap ....................................................................... 250.000

Rp. 385.000

Jumlah overhead yang kurang dibebankan adalah Rp. 385.000 Rp. 360.000 = Rp. 25.000
selisih sebesar ini merupakan selisih tidak menguntungkan karena jumlah produksi
sesungguhnya lebih kecil daripada jumlah produksi menurut anggaran atau taksiran semula.
Jika terjadi sebaliknya, maka terjadi overhead lebih dibebankan dan merupakan selisih
menguntungkan.

Jika diteliti secara seksama, maka overhead kurang dibebankan terjadi hanya pada
overhead tetap sebagai akibat dari selisih kapasitas antara kapasitas sesungguhnya dan
kapasitas menurut anggaran. Rumus untuk menghitung selisih kapasitas adalah sebagai
berikut :

44
SK = (KS KN) x TT

SK = Selisih Kapasitas

KS = Kapasitas Sesungguhnya

KN = Kapasitas Normal (yang digunakan untuk menghitung tarif overhead)

TT = Tarif Overhead Tetap per Unit yang ditentukan di muka.

Dengan rumus diatas, selisih overhead kurang dibebankan (selisih kapasitas) dapat dihitung
sebagai berikut :

SK = (9.000 10.000) x Rp.25

= - 1.000 x Rp.25

= - Rp.25.000

Di laporan rugi-laba, selisih karena lebih (kurang) dibebankan diperlukan sebagai pengurang
(penambah) kos produk terjual. Perhatikanlah dengan seksama bahwa pembebanan kurang
(underapplication) atau lebih (overapplication) hanya terjadi pada absorption costing. Pada
variable costing, tidak ada selisih pembebanan overhead. Inilah perbedaan antara variable
costing dan absorption costing jika overhead menggunakan tarif (yang ditentukan di muka).

Penyajian di Laporan Rugi-Laba

Perbedaan ketiga adalah dalam penyajian laporan rugi-laba. Penyajian laporan rugi-
laba menurut variablle costing menggunakan format contribution margin, yakni menyajikan
informasi dengan mengurangkan lebih dahulu seluruh kos variabel dari penjualan, baru
kemudian mengurangkannya dengan seluruh kos tetap. Laporan dengan format ini hanya
dipergunakan untuk laporan intern, bukan laporan ekstern sebab ia tidak sesuai dengan
prinsip akuntansi berterima umum.

Penyajian laporan rugi-laba menurut absorption costing menggunakan pendekatan


fungsional (functional approach), yakni mengurangkan seluruh kos produksi (variabel dan
tetap) dari penjualan dan kemudian mengurangkannya dengan kos operasi yang diklarifikasi
menurut fungsi-fungsi pokok perusahaan. Laporan dengan format inilah yang diperbolehkan
untuk pihak ekstern karena sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.

45
Untuk memberi gambaran, disajikan contoh penyajian laporan rugi-laba dengan
menggunakan dua format tersebut. Pabrik Kaleng DOIKU pada contoh sebelumnya
mempunyai data keuangan historis untuk tahun 2004 sebagai berikut :

KETERANGAN JUMLAH

Kos bahan baku per unit .......................................................... Rp.10

Kos tenaga kerja langsung per unit ........................................... 20

Kos overhead variabel per unit ............................................... 15

Kos administrasi variabel per unit ............................................... 5

Kos penjualan variabel per unit ............................................... 3

Kos penjualan tetap total .......................................................... Rp.1.000.000

Kos administrasi tetap total ........................................................ 500.000

Kos overhead tetap total .......................................................... 250.000

Jumlah produksi ..................................................................... 9.000 kaleng

Jumlah penjualan ..................................................................... 8.000 kaleng

Pabrik kaleng DOIKU sebagaimana telah dijelaskan menganggarkan kos overhead tetap
total tahun 2004 sebesar Rp. 250.000 dan kos overhead variabel total Rp. 150.000. jadi
anggaran kos overhead totalnya adalah Rp. 400.000. anggaran ini didasarkan pada kapasitas
normal 10.000 kaleng.

Laporan rugi-laba dengan format contribution margin tersaji dibawah ini, sedangkan
format fungsional dapat dilihat dihalaman berikutnya.

46
PABRIK KALENG DOIKU

LAPORAN RUGI-LABA PERIODA 2004

(dengan format contribution margin)

Penjualan 8.000 kaleng @ Rp.300 .......................................................... Rp.2.400.000

Kos Barang Terjual Variabel 8.000 kaleng @ Rp.45 ............................. 360.000 (-)*

Manufacturing Margin ............................................................................ 2.040.000

Biaya administrasi dan penjualan variabel

8.000 kaleng @ Rp.8 (Rp.5 + Rp.3) ............................................ 64.000 (-)

Contribution Margin ............................................................................... 1.976.000

Biaya Tetap :

Administrasi .............................................................. Rp.1.000.000

Penjualan ................................................................... 500.000

Overhead pabrik ........................................................ 250.000 (+) 1.750.000 (-)

Laba (sebelum pajak) ......................................................................... Rp. 226.000

*Kos Barang Terjual dapat dihitung dengan cara sebagai berikut :

Sediaan awal ........................................................................... Rp.


0

Biaya Produksi :

Bahan 9.000 x Rp.10 ............................................... Rp. 90.000

Upah langsung 9.000 x Rp.20 ................................. 180.000

Overhead variabel 9.000 x Rp.15 ............................. 135.000 (+) Rp. 405.000 (+)

Sediaan tersedia dijual 9.000 x Rp.45 .............................................. Rp. 405.000

Sediaan akhir 1.000 x Rp.45 ........................................................... 45.000 (-)

Kos Barang Terjual Variabel ........................................................... Rp. 360.000

PABRIK KALENG DOIKU

47
LAPORAN RUGI-LABA PERIODA 2004

(pendekatan fungsional, full costing)

Penjualan 8.000 kaleng @ Rp.300 ...................................................... Rp. 2.400.000

Kos Barang Terjual 8.000 kaleng @ Rp.70 .................. Rp.560.000 (a)

Overhead Tetap Kurang Dibebankan

(9.000 10.000) Rp.25 ................................................. 25.000 (+)

Kos Barang Terjual Sesungguhnya .................................................... Rp. 585.000 (-)

Laba Bruto ........................................................................................ Rp.1.815.000

Biaya Operasi :

Administrasi ................................................................... Rp.540.000 (b)

Penjualan ................................................................... 1.024.000 (c)

Total Biaya Operasi ............................................................................ Rp. 1.564.000 (-)

Laba (sebelum pajak) ......................................................................... Rp. 251.000

a) Kos Barang Terjual dapat dihitung sebagai berikut :

Sediaan Awal ............................................................................. Rp. 0

Biaya Produksi :

Bahan 9.000 x Rp.10 ............................................ Rp. 90.000

Upah langsung 9.000 x Rp.20 ................................. 180.000

Overhead Variabel 9.000 x Rp.15 ............................ 135.000

Overhead Tetap 9.000 x Rp.25 ................................. 225.000(+)Rp. 630.000(+)

Sediaan Siap Dijual .................................................................. 630.000

Sediaan Akhir 1.000 x Rp.70 ....................................................... Rp. 70.000


(-)

Kos Barang Terjual.................................................................. Rp. 560.000

b) Biaya Administrasi :

48
Variabel 8.000 x Rp.5 ............................................ Rp.40.000

Tetap ................................................................... 500.000

Biaya Administrasi Total ........................................... Rp.540.000

c) Biaya Penjualan :

Variabel 8.000 x Rp.3 ............................................. Rp. 24.000

Tetap .................................................................... 1.000.000

Biaya Penjualan Total ............................................. Rp. 1.024.000

Pada format contribution margin, terdapat istilah manufacturing margin, yakni


penjualan dikurangi kos barang terjual variabel. Manufacturing margin dikurangi kos non-
produksi variabel adalah contribution margin. Contribution margin dapat dihitung secara
langsung dengan mengurangkan seluruh kos variabel(produksi dan non produksi) dari hasil
penjualan. Pembedaan antara manucfaturing margin dan contribution margin penting untuk
mempermudah pengevaluasian secara terpisah antara prestasi kegiatan berproduksi dan
fungsi penjualan dan administrasi.

Format contribution margin, menurut para pendukungnya, dapat membedakan antara


cost of doing business dan cost of being in business. Cost of doing business tampak pada
kos produk terjual variabel yang dikurangkan dari penjualan, yang naik-turun sebanding
dengan naik-turunnya tingkat kegiatan. Sebaliknya, cost of being in business tampak pada
kos tetap yang dikurangkan dari contribution margin. Kos tetap ini menunjukkan kos
kapasitas yang dibutuhkan tanpa mengacuhkan volume kegiatan.

Menurut informasi dari dua laporan rugi-laba yang disusun dengan metoda yang
berbeda tampak dengan jelas bahwa jumlah laba (sebelum pajak) adalah berbeda. Kondisi
demikian terjadi jika jumlah unit yang diproduksi berbeda dari jumlah unit yang dijual,
sebagaimana penjelasan berikut.

Jumlah Laba Periodik


Perbedaan keempat antara variabel costing dan absorption costing terletak pada jumlah
laba periodik. Jumlah laba periodik kedua metoda itu berbeda ketika jumlah unit yang
diproduksi berbeda dari jumlah unit yang terjual. Untuk mempermudah pemahaman,
berikut contoh dengan menggunakan data Pabrik Kaleng DOIKU sebagai berikut :

Dalam unit produk

49
Tahun Tahun Tahun
2004 2005 2006
Sediaan Awal 0 1.000 800
Produksi 9.000 10.000 10.000
Penjualan 8.000 10.200 10.000
Sediaan Akhir 1.000 800 800

Perbandingan jumlah laba tahun 2004 antara variable costing dan absorption costing
dengan data diatas sudah dijelaskan sebelumnya. Berikut adalah perbandingan jumlah laba
antara metoda untuk tahun 2005 dan tahun 2006.

PABRIK KALENG DOIKU


LAPORAN RUGI-LABA PERIODA 2005
(format contribution margin)

Penjualan 10.200 kaleng @ Rp.300.......................................................... Rp.3.060.000


Kos Barang Terjual Variabel 10.200 kaleng @Rp. 45............................... .459.000 (-)

Manufacturing Margin.............................................................................. 2.601.000


Biaya administrasi dan penjualan variabel
10.200 kaleng @ Rp.8 (Rp.5 + Rp.3) .................................................. 81.600 (-)

Contribution Margin.................................................................................. 2.519.400


Biaya tetap:
Administrasi .................................................................Rp. 1.000.000
Penjualan....................................................................... .500.000
Overhead pabrik............................................................ 250.000 (+) 1.750.000 (-)

Laba (sebelum pajak)................................................................................. Rp.8.769.400

PABRIK KALENG DOIKU

50
LAPORAN RUGI-LABA PERIODA 2005
(pendekatan fungsional, full costing)

Penjualan 10.200 kaleng @ Rp.300.......................................................... Rp.3.060.000


Kos Barang Terjual 10.200 kaleng Rp.70.......................... 714.000
Overhead Tetap Kurang Dibebankan
(10.000-10.000) Rp.25.................................................... 0 (+)

Kos Barang Terjual Sesungguhnya ........................................................... .714.000 (-)

Laba Bruto................................................................................................. .2.346.000


Biaya Operasional :
Administrasi (10.200 Rp.5) + Rp.500.000..................... Rp. 551.000
Penjualan (10.200 Rp.3) + Rp. 1.000.000...................... 1.030.600 (+)

Total Biaya Operasi .................................................................................. Rp. 1.581.600 (-)

Laba (sebelum pajak) ................................................................................ Rp. 8.764.400

Perbedaan jumlah laba tahun 2005. Perhatikanlah dengan seksama bahwa laba menurut
variable costing adalah Rp5.000 lebih besar daripada laba menurut absorption costing.
Selisih ini dapat ditelusur dari jumlah sediaan awal dan juga sediaan akhir. Sediaan awal
sebanyak 1000 unit, sedangkan sediaan akhir sebanyak 800 unit . Kita dapat menganggap
bahwa 1000 unit sediaan awal semuanya terjual tahun sekarang dan 800 unit dari produksi
tahun ini belum terjual. Full costing membebankan overhead tetap yang melekat pada 1000
unit sediaan awal, di satu pihak, sebagaian biaya tahun ini sebesar Rp25.000 (atau 1000 x
Rp25). Selanjutnya full costing menunda pembebanan overhead tetap yang melekat pada
sediaan akhir 800 unit, di satu pihak, ke tahun berikutnya. Besarnya overhead tetap yang
ditunda ke tahun berikutnya adalah Rp20.000 (atau 800 x Rp.25). Jadi secara neto, terdapat
pembebanan overhead tetap tambahan ke tahun ini sebesar Rp5.000. Oleh karena itu hal-hal
diatas jika dilakukan oleh variabel costing, maka perbedaan labanya adalah Rp5.000.
Kita juga dapat mengidentifikasi penyebab perbedaan laba dengan menghitung
terlebih dahulu selisih antara sediaan awal dan sediaan akhir. Di tahun 2005, selisih sediaan

51
tersebut adalah 200 unit (1000 unit - 800 unit). Jumlah kos overhead tetap yang melekat pada
2000 unit ini--Rp5.000 (atau 200 x Rp.25)-- berasal dari overhead tahun sebelumnya. Oleh
full costing jumlah ini dibebankan ke tahun sekarang, sedangkan variabel costing tidak
melakukan hal demikian. Oleh sebab itu, laba full costing adalah Rp.5000 lebih kecil
daripada laba menurut variable costing.

Perbedaan laba tahun 2006. Perhatikanlah dengan seksama bahwa laba menurut variabel
costing adalah sama dengan laba menurut absorption costing. Tidak berbedanya laba menurut
dua metode itu disebabkan oleh tidak adanya selisih antara jumlah sediaan awal dan jumlah
sediaan akhir. dalam hal ini, maka jumlah overhead tetap yang dibebankan ke tahun 2006
adalah sama antara full costing dan variable costing, sehingga tidak ada perbedaan laba antar
dua metode tersebut.

PABRIK KALENG DOIKU


LAPORAN RUGI-LABA PERIODA 2005
(format contribution margin)

Penjualan 10.000 kaleng @ Rp.300.......................................................... Rp.3.000.000


Kos Barang Terjual Variabel 10.000 kaleng @Rp. 45............................... .450.000 (-)

Manufacturing Margin.............................................................................. 2.550.000


Biaya administrasi dan penjualan variabel
10.000 kaleng @ Rp.8 (Rp.5 + Rp.3) .................................................. 80.000 (-)

Contribution Margin.................................................................................. 2.470.000


Biaya tetap:
Administrasi .................................................................Rp. 1.000.000
Penjualan....................................................................... .500.000
Overhead pabrik............................................................ 250.000 (+) 1.750.000 (-)

Laba (sebelum pajak)................................................................................. Rp.8.720.000

52
PABRIK KALENG DOIKU
LAPORAN RUGI-LABA PERIODA 2005
(pendekatan fungsional, full costing)

Penjualan 10.000 kaleng @ Rp.300.......................................................... Rp.3.000.000


Kos Barang Terjual 10.000 kaleng Rp.70.......................... Rp. 700.000
Overhead Tetap Kurang Dibebankan
(10.000-10.000) Rp.25.................................................... 0 (+)

Kos Barang Terjual Sesungguhnya ........................................................... .700.000 (-)

Laba Bruto................................................................................................. .2.300.000


Biaya Operasional :
Administrasi (10.000 Rp.5) + Rp.500.000..................... Rp. 550.000
Penjualan (10.000 Rp.3) + Rp. 1.000.000...................... .1.030.000

Total Biaya Operasi .................................................................................. Rp. 1.580.000 (-)

Laba (sebelum pajak) ................................................................................ Rp. 8.720.000

Dari kasus selama 3 tahun pada pabrik kaleng DOIKU dapat ditarik kesimpulan
bahwa penyebab perbedaan laba antardua metoda adalah selisih volume sediaan. Apabila
sediaan akhir lebih besar dari pada sediaan awal, maka laba menurut absorption costing lebih
besar dari pada laba menurut variabel costing. Sebaliknya apabila sediaan akhir lebih kecil
daripada segian awal, maka laba menurut absorption costing lebih kecil dari pada laba
menurut variabel costing. Formula untuk menghitung selisih laba adalah sebagai berikut :

Selisih laba = (sediaan akhir - sediaan awal) tarif overhead tetap

Meskipun demikian, formula di atas hanya berlaku jika jumlah kos overhead tetap tahun ini
tidak berubah dari tahun sebelumnya. Jika berubah, maka analisis yang tepat adalah

53
mengidentifikasi berapa overhead tetap yang digeser dari tahun sebelumnya ke tahun
sekarang dan berapa overhead tetap yang digeser dari tahun ini ke tahun berikutnya, seperti
penjelasan sebelumnya. Overhead tetap yang digeser dari tahun lalu diidentifikasi dari
sediaan awal, sedangkan yang digeser ke tahun depan diidentifikasi dari sediaan akhir.
Masalah perbedaan jumlah laba antara metoda full costing dan variable costing akan
menjadi berkurang jika perusahaan menggunakan pendekatan just-in-time--sebuah
pendekatan meminimumkan kos sediaan dengan cara meminimumkan tingkat sediaan.
Dengan pendekatan just-in time, perusahaan hanya akan berproduksi jika terdapat pesanan
dari konsumen, sehingga jumlah unit yang diproduksi sesuai dengan jumlah unit yang
dipesan. Perusahaan juga tidak menimbun bahan baku. Bahan baku akan dibeli dari pemasok
hanya jika terdapat kebutuhan untuk itu. Secara ideal tingkat sediaan bahan baku, barang
dalam proses, dan barang jadi dalam pendekatan just in time adalah nol (zero inventory).

MANFAAT DAN KETERBATASAN


Manfaat utama variable costing (penentu kos variabel) adalah sebagai berikut :
1. Variable costing memaksa manajemen untuk mengevaluasi pola perilaku kos.
Dengan mengetahui pola perilaku kos, manajemen sadar mengenai sensitivitas kos
terhadap perubahan tingkat aktivitas.
2. Laporan rugi-laba dengan format contribution margin mendekati pemikiran
manajemen bahwa prestasi laba adalah fungsi penjualan--bukan fungsi kombinasi
anatara produksi dan penjualan.
3. Informasi yang perlu diperlukan untuk analisis kos-volume-laba (akan dijelaskan di
Bab 5) dapat diperoleh secara langsung dari laporan rugi-laba dengan format
contribution margin, tanpa harus melakukan analisis khusus yang terpisah dari
laporan rugi-laba.
4. Pengaruh biaya tetap terhadap laba mendapatkan perhatian lebih karena biaya tetap
seluruhnya diperlakukan sebagai biaya perioda dan dilaporkan pada satu tempat
tertentu di laporan rugi-laba, tidak tersebar di seluruh bagian laporan tersebut.
5. Variable costing menyajikan informasi untuk menyiapkan anggaran fleksibel
(anggaran kos pada berbagai tingkat kegiatan) yang memisahkan kos variabel dari
kos tetap.
6. Oleh karena kos variabel dan tetap dipisahkan, maka variable costing membantu
manajemen dalam perencanaan laba, pengendalian kos, penentuan harga jual untuk
pesanan khusus, dan alokasi sumber daya.

54
7. Oleh karena kos variabel dipisahkan dari kos tetap, maka variable costing membantu
manajemen dalam proses pengevaluasian efisiensi pusat pertanggungjawaban kos
standar.

Keterbatasan
Keterbatasan penentuan kos variabel adalah :
1. Pemisahan pola perilaku kos menjadi kos variabel dan tetap sebenarnya sulit, dan
hasilnya hanya merupakan taksiran.
2. Variable costing tidak dapat digunakan untuk pelaporan ekstern atau untuk
pelaporan pajak.
3. Variable costing dapat memberi kesan seakan-akan kos variabel adalah satu-satunya
faktor yang harus dipertimbangkan dalam penentuan harga jual. Dalam jangka
panjang (long run), kos variabel maupun kos tetap harus dipertimbangkan.
4. Sediaan di neraca yang dinilai dengan variable costing akan dinyatakan lebih rendah
daripada kos total yang diperlukan untuk memproduksinya. Sebagai akibatnya,
berbagai ukuran likuiditas seperti modal kerja (working capital) dan current ratio
menjadi jelek.

BAB 5

Analisis Kos Volume Laba

Mentukan titik impas

55
Pemanfaatan Analisis Kos Volume Laba untuk Perencanaan
Margin Of Safety
Asumsi Analisis Kos Volume Laba
Penentuan Titik Impas untuk Multiproduk

Bab ini akan menjelaskan analisis kos volume laba. Yakni, sebuah teknik untuk
mempelajari hubungan antara volume, kos total, dan laba. Analisis ini sangat berguna,
terutama untuk perencanaan, misalnya perencanaan laba dalam tahun anggaran tertentu.
Dalam analisis ini, konsep konsep seperti struktur kos, operating laverage, contribution
margin, biaya variabel, dan biaya tetap serta pendekatan variable costing sangatlah penting.
Dalam analisis ini, laporan laba rugi dengan format contribution margin seperti telah
dijelaskan juga sangat berguna dalam mempertimbnagkan dampak perubahan biaya dan
volume kegiatan terhadap laba. Oleh karena itu, bab ini diawali dengan menjelaskan kembali
konsep contribution margin.

Tabel 5.1

Laporan Rugi Laba Format Contribution Margin

PERUSAHAAN ABC
LAPORAN RUGI LABA TAHUN 2004

Total Per unit


Penjualan (10.000 unti) Rp 3.000.000 Rp. 300
Biaya variabel1.200.000 120
Contribution margin 1.800.000 Rp. 180
Biaya tetap 720.000
Laba bersihRp 1.080.000

Contribution Margin

Contribution margin merupakan selisih antara hasil penjualan dan seluruh komponen
biaya variabel (produksi, administrasi, dan penjualan). Contribution margin positif
menunjukan bahwa hasil penjualan dapat digunakan untuk menutup biaya variabel dan
seluruh atau sebagian biaya tetep. Apabila contribution margin melebihi jumlah biaya tetap

56
total, maka kelebihannnya merupakan laba. Tabel 5.1 menunjukan contoh bahwa contribution
margin total perusahaan ABC berjumlah Rp 1.080.000, adapun biaya tetap totalnya berjumlah
Rp 720.000, sehingga laba bersih totalnya adalah Rp 1.080.000.

Perhatikanlah bahwa contribution margin per unit adalah Rp 180 dan mengandung
arti bahwa setiap unit barang yang terjual memberi kontribusi Rp 180 untuk menutup biaya
tetap. Biaya tetap total pada contoh di atas menunjukan jumlah Rp 720.000. Dengan
memperhatikan makna contribution margin per unit, maka kita dapat dengan cepat
mengetahui berapa unit barang harus terjual agar seluruh biaya tetap tadi tertutup. Agar
seluruh biaya tetap tertutup tanpa memperoleh laba (disebut titik impas atau break-even
point), maka jumlah contribution total harus sebesar Rp 720.000. Titik impas tercapai apabila
produk yang terjual 4.000 unit yakni biaya tetap total dibagi contribution margin per unit
(720.000 : 180). Tabel 5.2 menunjukan titik impas terjadi pada penjualan 4.000 unit.

Tabel 5.2
Laporan Rugi Laba Dengan Format
Contribution Margin Pada Titik Impas
PERUSAHAAN ABC
LAPORAN RUGI LABA TAHUN 2004

Total Per Unit


Penjualan (4.000 unit) Rp 1.200.000 Rp 300
Biaya variabel 480.000 120
Contribution margin 720.000 Rp 180
Biaya tetap 720.000
Laba bersih Rp 0

Dengan memperhatikan makna titik impas dan contribution margin per unit, maka
kita dapat menganalisis lebih lanjut bahwa setiap penjualan satu unit di atas titik impas akan
memberi laba sebesar contribution margin per unti tersebut. Analisis seperti ini memudahkan
manajer untuk merencanakan jumlah unit yang harus dijual di atas titik impas untuk
mencapai sejumlah laba tertentu. Seandainya manajer merencanakan laba Rp 1.800, maka
manajer akan mentargetkan penjualan 10 unit di titik impas. Dengan kata lain, target
penjualannya ditetapkan sebanyak 4.010 unit, sebagaimana terlihat pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3

57
Laporan Rugi Laba Dengan Format
Contribution Margin Pada Penjualan 4.010 Unit
PERUSAHAAN ABC
LAPORAN RUGI LABA TAHUN 2004
Total Per unit
Penjualan (4.010 unit) ....... Rp 1.203.000 Rp 300
Biaya variabel .................... 481.000 120
Contribution margin .......... 721.800 Rp 180
Biaya tetap ......................... 720. 000
Laba bersih ........................ Rp 1.800

Struktur Biaya
Struktur baiya terdiri atas biaya tetap dan biaya variabel. Terdapat perusahaan dengan
biaya tetap tinggi, tetapi biaya variabelnya rendah dan, sebaliknya, terdapat perusahaan
dengan biaya tetap rendah, tetapi biaya variabelnya tinggi. Manakah di antara perusahaan
perusahaan tersebut yang pasti, sebab kedua duanya mempunyai keunggulan pada kondisi
kondisi tertentu. Untuk menjelaskan masalah ini, berikut diberikan contoh dua perusahaan
yang biaya totalnya sama, tetapi struktur biayanya berbeda.
Tabel 5.4
Dua Perusahaan Yang Berbeda Struktur Biayanya
PT RASANESIP PT GANDAENAK
Jumlah % Jumlah %

Penjualan ........................ Rp 3.000.000 100 Rp 3.000.000 100


Biaya variabel ................ 1.800.00060 600.000 20
Contribution margin ...... 1.200.000 40 2.400.000 30
Biaya tetap ..................... 600.000 1.800.000
Laba bersih ..................... Rp 600.000Rp 600.000
Struktur biaya yang baik bergantung pada banyak faktor, termasuk trend jangka
panjang dalam penjualan, fluktuasi tahunan dalam tingkat penjulan, dan sikap manajemen
terhadap resiko. Untuk kasus di atas, jika penjualan dimasa mendatang diharapkan cenderung
meningkat dari jumlah semula (Rp 3 juta), maka struktur biaya PT GANDAENAK mungkin
lebih baik, karena resiko marjin kontribusinya lebih tinggi dan, oleh karena itu, labanya
meningkat lebih cepat ketika penjualan meningkat. Misalnya, jika masing masing

58
perusahaan memperoleh peningkatan penjualan 10 persen dari semula, maka laba Gandaenak
mencapai Rp 840.000, sedangkan Rasanesip hanya mencapai Rp 720.000. perhatikanlah tabel
5.5 yang menyajikan pengaruh kenaikan penjualan terhadap laba bersih pada dua perusahaan
diatas yang struktur biayanya berbeda. Sebagaimana dapat diharapkan, untuk kenaikan
penjualan yang sama, Gandaenak memperoleh peningkatan laba bersih lebih tinggi daripada
Rasanesip sebab rasio marjin kontribusinya lebih tinggi.

Tabel 5.5
Pengaruh Kenaikan Penjualan Terhadap Laba Bersih Pada
Dua Perusahaan Yang Struktur Biayanya Berbeda
PT RASANESIP PT GANDAENAK
Jumlah % Jumlah %
Penjualan Rp 3.300.000 100 Rp 3.300.000 100
Biaya variabel 1.980.000 60 660.000 20
Contribution margin 1.320.000 40 2.640.000 80
Biaya tetap 600.000 1.800.000
Laba bersih Rp 720.000Rp 840.000

Sebaliknya, jika masing masing perusahaan memperoleh penurunan penjualan 10


persen dari semula, maka laba Rasanesip mencapai Rp 480.000, sedangkan Gandaenak hanya
mencapai Rp 360.000. Pengaruh penurunan penjualan terhadap laba bersih dua perusahaan di
atas ditunjukan di Tabel 5.6.

Tabel5.6

Pengaruh penurunan penjualan terhadap laba bersih pada dua


perusahaan yang struktur biayanya berbeda

PT RASANESIP PT GANDAENAK

59
Jumlah % jumlah
%

Penjualan Rp 2.700.000 100 Rp 2.700.000


100

Biaya variabel RP 1.620.000 60 Rp


540.000 20

Contribution 1.080.000 40
2.160.000 80

Biaya tetap 600.000 1.800.000

Laba bersih Rp 480.000 Rp 360.000

Dari angka angka tabel 5.6 tampak bahwa dalam hal ada penurunan
penjualan yang sama maka PT RASANESIP memiliki struktur biaya
terbaik.jika terjadi penurunan penjualan dimasa yang akan datang,maka
perusahaan tersebut lebih baik stabilitasnya karena biaya tetapnya relatif
rendah.

Operating leverage

Operating leverage adalah ukuran besarnya penggunaan biaya


tetap dalam sebuah perusahaan.semakin tinggi biaya tetap,maka
semakin tinggi operating leverage dan semakin besar pula sensivitasnya
laba bersih terhadap perubahan penjualan.perusahaan yang mempunyai
operating leverage tinggi akan mengalami peningkatan persentase yang
besar dalam labanya jika terjadi sedikit saja peningkatan dalam
penjualan.Sebaliknya,perusahaan yang mempunyai operating leverage
rendah akan mengalami peningkatan persentase yang rendah dalam
labanya jika terdapat peningkatan dalam penjualan.derajat besar-
kecilnyaoperating leverage atau degree of operation leverage (DOL)
umunya diukur pada tingkat penjualan tertentu.Rumusnya sebagai berikut
:

Degree Of Operating Leverage (DOL) = Contribution


Margin
Laba bersih
60
DOL adalah ukuran,pada tingkat penjualan tertentu,seberapan
besar perubahan persentase dalam volume penjualan akan
mempengaruhi laba.berikut adalah contoh menghitung DOL untuk PT
RASANESIP dan PT GANDAENAK.

Tabel 5.7

Perhitungan Degree of Operating Leverage

PT RASANESIP PT GANDAENAK

Jumlah % Jumlah
%

Penjualan Rp 3.000.000 100 Rp 3.000.000


100

Biaya variabel 1.800.000 60 6.00.000


20

Contribution margin 1.200.000 40


2.400.000 80

Biaya tetap Rp 600.000 Rp 1.800.000

Laba bersih Rp600.000 Rp 600.000

DOL= Rp 1.200.000 DOL=Rp 2.400.000

600.000 600.000

DOL= 2x DOL= 4x

Pada tingkat penjualan Rp 3juta,DOL untuk RASANESIP adalah 2 kali


sedangkan untuk Gandaenak adalah 4 kali.DOL rasanesip yang besarnya
2 kali menunjukkan bahwa setiap tambahan 1 persen penjualan akan
menambah laba bersih 2 persen.Jika penjualan untuk masing-masing

61
perusahaan diatas naik 10 persen,maka laba bersih Rasanesip naik 20
persen,sedangkan laba bersih Gandaenak naik 40 persen.perhatikanlah
perhitungan di Tabel 5.8 .

Tabel 5.8

Kenaikan laba bersih sesuai Dol

PT RASANESIP PT GANDAENAK

Jumlah % jumlah
%

Penjualan..................... Rp 3.300.000 100 Rp 3.300.000


100

Biaya variabel.............. 1.980.000 60 660.000


20

Contribution Margin..... Rp 1.320.000 40 Rp 2.640.000


80

Biaya Tetap.................. 600.000 1.800.000

Laba bersih................... 720.000 840.000

Laba bersih semula (a).. 600.000


600.000

Kenaikan Laba bersih(b) 120.000


240.000

Persentase kenaikan

62
Laba bersih dari laba bersih

Semula (b:a) x 100% 20% 40%

Perlu diperhatikan lagi dengan seksama bahwa DOL selalu dihitung


pada tingkat penjualan tertentu.pada contoh diatas,DOL dihitung pada
tingkan penjualan Rp 3juta.Jika tingkat penjualan berada diatas titik
impas,maka besarnya DOL semakin kecil,sedangkan pada tingkat
penjualan persis dititik impas,maka besarnya DOL adalah tak terhingga.

MENENTUKAN TITIK IMPAS

Analisis kos-volume-laba dapat digunakan,antara lain,untuk


menentukan titik impas.Oleh karena dapat digunakan untuk menentukkan
titik impas,analisis ini sering disebut juga analisis titik impas.sebutan
analisis titik impas sudah barang tentu kurang tepat karena titik impas
hanya merupakan titik awal (starting point) untuk analisis selanjutnya.

Beberapa pendekatan dapat digunakan untuk menentukkan titik


impas,yakni pendekatan persamaan matematis,pendekatan contribution
margin per unit,pendekatan contribution margin ratio,dan pendekatan
grafik.

Persamaan matematis

Hal pertama yang harus diperhatikan dalam analisis kos-volume-


laba adalah bahwa kos diklasifikasi kedalam kos tetap dan kos
variabel.labaLaba
ditentukan dengan persamaan
= Penjualan berikut :biaya tetap
Biaya variabel

Untuk memberi ilustrasi,dipergunakan data PT GAJAH JINAK berikut :

Biaya tetap total selama satu periode ......................................................


Rp20.000

Biaya variabel produk per unit ................................................................


600

63
Harga jual produk per unit ......................................................................
1.000

Jika X adalah jumlah unit produk yang dijual,maka laba yang


diperoleh dengan menggunakan persamaan diatas adalah sebagai berikut
: Laba = 1.000X 600X 20.000

Pada persamaan diatas,penjualan total adalah perkalian antara


harga jual per unit dengan volume penjualan,yaitu 1.000X.Biaya variabel
total adalah perkalian antara biaya variabel per unit dengan volume
penjualan,yakni 600X.Adapun biaya tetap total adalah konstan Rp 20.000
karena tidak bergantung pada volume penjualan.Dalam kondisi impas
laba,laba adalah nol (0) sebagai berikut :
0 = 1.000X 600X 20.000

Penjualan (jumlah X) pada titik impas dapat dicari dengan


menyelesaikan persamaan diatas,sebagai berikut :

20.000 = 400X

X = 20.000 / 400

X = 50

Jadi,impas tercapai pada volume penjualan sebanyak 50 unit produk


. Hal ini terbukti dari perhitungan berikut :

Penjualan 50 unit @ Rp 1.000 ................................................................. Rp


50.000

Biaya variabel 50 unit @Rp 600 ..............................................................


30.000

Cotribution margin ...................................................................................


20.000

64
Biaya tetap ................................................................................................
20.000

Laba bersih ...............................................................................................


Rp 0

Contribution margin per unit

Diatas telah disebut bahwa contribution margin merupakan selisih


antara harga jual dan biaya variabel.Contribution margin dapat digunakan
untuk menutup biaya tetap,dan bila masih tersisa maka sisanya
merupakan laba.Jika manajemen ingin mengetahui kuantitas penjualan
impas,maka jumlah contribution margin total harus sama dengan jumlah
biaya tetap total.impas ini akan tercapai bila kuantitas penjualan
sebanyak biaya tetap total dibagi contribution margin per unit.Formulanya
sebagai berikut :

Titik Impas = Biaya


Tetap

Dengan menggunakan data PT GAJAH JINAK diatas,penjualan pada


titik impas adalah :

Titik Impas = Rp 20.000 = 50 Unit


Rp 400

Setiap tambahan satu unit produk yang terjual diatas titik


impas,maka laba akan bertambah sebesar contribution margin per unit
produk,yaitu Rp 400 sebagaimana perhitungan sebagai berikut :

Penjualan 51 unit @ Rp 1.000 .................................... Rp 51.000

Biaya variabel 51 unit @ Rp 600 ................................ 30.600

Contribution margin ....................................................Rp 20.400

Biaya tetap ................................................................... 20.000

Laba bersih .................................................................. Rp 400

Contributin margin ratio

65
Pendekatan contribution margin ratio cocok untuk perusahaan jasa
yang volume outputnya tidak diukur dalam unit produk,melainkan dalam
unit lain seperti jam jasa ; cocok untuk mengukur volume penjualan
dengan rupiah penjualan ; dan cocok untuk perusahaan yang
memproduksi banyak produk seperti sabun,pasta gigi,shampo dan lain
lain.

Contribution margin ratio merupakan perbandingan antara


contribution margin dan penjualan.rasio ini menunjukkan persentase tiap
satu rupiah penjualan yang dapat digunakan untuk menutup biaya tetap
dan kemudian laba.data PT GAJAH JINAK menunjukkan bahwa CM ratio-
nya 40 persen.Rasio sebesar ini menunjukkan bahwa dalam setiap Rp 1
penjualan tersedia Rp 0,40 yang dapat digunakan untuk menutup biaya
tetap dan laba.Dengan demikian,penjualan yang harus dicapai pada titik
impas adalah biaya tetap total dibagi dengan CM ratio.PT GAJAH JINAK
akan mencapai titik impas pada tingkat penjualan Rp 50.000
sebagaimana perhitungan berikut :

Tititk Impas = Biaya tetap total


C/M ratio
= Rp 20.000

0,40

= Rp 50.000

Pendekatan Grafik

Hubungan kos-volume-laba dapat juga dianalisis dengan grafik dua


sumbu.Sumbu vertikal menunjukkan variabel dependen ( biaya dan
penjualan dalam rupiah ) dan sumbu horisontal menunjukkan variabel
independen (penjualan dalam unit).Gambar 5.1 merupakan contoh grafik
kos-volume-laba.Gambar 5.2 merupakan alternatif-yang disukai oleh
sebagian manajer-yang menunjukkan hubungan antara volume dan
laba.Oleh karena itu,Gambar 5.2 disebut grafik laba-volume.

66
Langkah-langkah untuk menyiapkan grafik kos-volume-laba (break-even
chart ) adalah sebagai berikut :

1. Buatlah garis (grafik) sejajar dengan sumbu horisontal untuk


menunjukkan biaya tetap total (untuk PT GAJAH JINAK adalah Rp
20.000).
2. Pilihlah volume penjualan tertentu diatas nol dan berilah titik yang
menunjukkan biaya total (tetap plus variabel ) pada tingkat
penjualan tertentu,misalnya pada tingkat penjualan 80 unit.Biaya
total pada volume ini sebagai berikut :

Biaya tetap......................................................... Rp 20.000

Biaya variabel (60Rp 600)............................ 48.000

Biaya total......................................................... Rp 68.000

Setelah titik di plot, buatlah sebuah garis lurus melalui titik itu menuju ke titik perpotongan
antara garis biaya tetap total dan sumbu vertikal. Garis yang kita buat ini adalah garis biaya
total.

3. Pilihlah volume penjualan tertentu di atas nol dan berilah titik yang menunjukkan
penjualan dalam rupiah pada volume penjualan 80 unit. Penjualan pada volume ini adalah
Rp80.000. Buatlah garis lurus melalui titik ini sampai titik asal (titik nol). Garis yang kita
buat ini adalah garis penjualan total.

Gambar 5. 1
Grafik Kos-volume-laba PT Gajah Jinak

67
Interpretasi terhadap grafik ini adalah sebagai berikut. Laba atau rugi pada setiap tingkat
penjualan tertentu diukur dengan jarak vertikal antara garis penjualan total dengan garis biaya
total (variabel plus tetap). Titik impas berada pada titik perpotongan antara garis penjualan
total dan garis biaya total. Titik impas pada gambar di atas terletak pada penjualan 50 unit
(lihat pada sumbu horisontal) atau pada penjualan Rp 50.000 (lihat pada sumbu vertikal).

Gambar 5.2
Gambar Laba-volume PT Gajah Jinak

Gambar 5.2 lebih disukai oleh manajer yang tertarik terutama kepada hubungan antara
volume dan laba karena gambar tersebut secara jelas menggambarkan laba atau rugi pada

68
tingkat volume tertentu. Perhatikan bahwa gambar itu tidak menggamabarkan hubungan
antara biaya dan pendapatan.

Garis laba pada grafik laba-volume digambar dengan menentukan dan memplot laba
atau rugi pada dua volume yang berbeda dan kemudian menggambar sebuah garis lurus
melalui dua nilai yang diplot itu. Mungkin nilai-nilai yang paling mudah dipilih adalah rugi
pada volume nol (ruginya sebesar biaya tetap total, Rp20.000 pada contoh diatas) dan volume
disumbu horisontal yang dilewati oleh garis laba (pada titik impas). Adalah mungkin juga
menggunakan formula laba untuk menentukan laba atau rugi divolume-volume lainnya.
Perhatikan bahwa kemiringan garis laba sama dengan contribution margin per unit.
Kemiringa ini menunjukkan jumlah yang labanya akan naik atau ruginya akan turun apabila
ada tambahan penjualan 1 unit.

PEMANFAATAN ANALISIS KOS-VOLUME-LABA UNTUK PERENCANAAN

Dengan menggunakan konsep-konsep dasar yang telah dijelaskan diatas, akuntan


dapat menyediakan informasi yang berguna bagi manajemen untuk perencanaan laba. Dengan
analisis kos-volume-laba, akuntan dapat menentukan tingkat penjualan yang seharusnya
dianggarkan untuk mencapai sejumlah laba tertentu.

Taget Laba
Aktiva perusahaan ditanam dalam sebuah proyek dengan tujuan untuk memperoleh
laba. Laba yang diharapkan dalam investasi tersebut disebut target laba. Analisis kos-volume-
laba dapat digunakan sebagai alat untuk menghitung jumlah unit produk yang seharusnya
dijual agar perusahaan memperoleh sejumlah target laba tertentu. Misalnya, untuk tahun
mendatang, PT GAJAH JINAK pada contoh diatas merencanakan laba bersih sebersar Rp
10.000. penjualan yang direncanakan dengan target ini adalah:

Biaya Tetap + Target Laba


Penjualan =
Contribution Margin per unit
Rp 20.000 + Rp 10.000
=
Rp 400
Rp 30.000
=
Rp 400
= 75 unit

69
Analisisn Sensitivitas
Semua pembahasan diatas menanggap tidak satu pun variabel yang berubah. Dengan
kata lain, semua variabel yang dibahas adalah konstan. Dalam perencanaan, perlu
diperhitungkan kemungkinan perubahannya salah satu variabel, yang dapat mempengaruhi
besar kecilnya target laba. Model untuk mempelajari dampak perubahan variabel independen
terhapat target laba sebagai variabel dependen adalah analisis sensitivitas. Berikut adalah
pembahasan mengenai perubahan variabel independen.

Perubahan Harga Jual. Menaikkan harga jual adalah salah satu keputusan yang
mungkin dilakukan oleh seorang manajer. Jika alternatif ini ditempuh maka harus
dipertimbangkan kemungkinan terjadinya penolakan konsumen terhadap kenaikan harga jual
tersebut. Penolakan tersebut akan mengakibatkan penurunan permintaan produk. Analisis
kos-volume-laba dapat membantu manajer untuk menentukan seberapa besar volume
penjualan boleh turun tetapi masih bisa menutup biaya tetap total.

Untuk memberi gambaran, gunakanlah kembali data PT GAJAH JINAK di atas.


Anggaplah manajemen menghendaki target laba Rp 10.000 dan kenaikkan harga jual Rp 10
per unit, maka (1) berapa unit produk harus dijual untuk mencapai titik impas; dan (2) berapa
unit produk harus dijual untuk mencapai target laba Rp 10.000? Dengan menggunkan analisis
kos-volume-laba, perhitungannya adalah sebagaimana tersaji di Tabel 5.9

Tabel 5.9
Pengaruh Kenaikan Harga Jual Titik Impas dan Target Penjualan

Keterangan Mula-mula Kenaikan Rp 100


Dalam harga jual

Harga jual per unit Rp1.000 Rp 1.100


Biaya variabel per unit 600 600

Contribution margin per unit 400 500

Biaya tetap total 20.000 20.000


Target laba 10.000 10.000
Rp 20.000+ Rp 0 Rp 20.000+ Rp 0
Titik impas =
Rp 400 Rp 500
= 50 unit = 40 unit

Target penjualan dala Rp 20.000 +Rp 10.000 Rp 20.000 +Rp10.000


Unit untuk mencapai =
Laba Rp 10.000 Rp 400 Rp 500
= 75 unit 60 unit

Kenaikan harga jual dari Rp 1.000 menurunkan titik impas dari 50 menjadi 40 unit.
Volume penjualan mula-mula yang harus dicapai untuk memperoleh laba bersih Rp 10.000

70
adalah 75 unit. Dengan kenaikan harga jual maka volume tersebutturun menjadi 60 unit. Jadi
PT GAJAH JINAK dapat menaikkan harga jual menjadi Rp 1.100. jika penjualan turun
sebanyak 15 unit ( 75 60 ) sebagai akibat naiknya harga jual, maka laba akan menjadi tepat
sebesar Rp 10.000. Tentu saja, jika penurunan permintaan kurang dari 15 unit, maka laba
akan tercapai di atas Rp 10.000

Perubahan Biaya Variabel. Perusahaan tidak selalu dapat menaikkan harga jual.
Kemampuan pesaing dalam pasar dapat mencegah keputusan menaikkan harga jual tersebut.
Jadi, untuk mempertahankan atau menaikkan target laba, manajer harus mengurangi biaya,
bukannya menaikkan harga jual. Biaya dapat dikurangi dengan menggunakan lebih sedikit
bahan-bahan yang mahal atau memodifikasi proses pembuatan produk untuk mengurangi
biaya tenaga kerja langsung. Dua kemungkinan itu dapat mengurangi biaya variabel per unit.
Untuk memberi gambaran bagaimana dampak pengurangan biaya variabel per unit
terhadap volume penjualan dan laba, anggaplah bahwa biaya variabel per unit sekarang turun
sebesar Rp 100. Berapakah unit produk yang harus dijual untuk mencapai target laba Rp
10.000? Dengan menggunakan analisa kos-volume-laba, perhitungannya adalah sebagaimana
tersaji di Tabel 5.10
Tabel 5.10
Pengaruh Penurunana Biaya Variabel Terhadap Titik Impas dan Target Penjualan

Keterangan Muka mula Penurunan biaya variabel


Rp 100

Harga jual per unit Rp 1.000 Rp 1.000


Biaya variabel per unit 600 500

Contribution margin per unit 400 500

Biaya tetap total 20.000 20.000


Target laba 10.000 10.000

Rp 20.000 + Rp0 Rp 20.000+ Rp0


Titik impa =
Rp 400 Rp 500
= Rp 50 unit = Rp 40 unit

Target penjualan dalam Rp 20.000 + Rp 10.000 Rp 20.000 + Rp10.000


Unit untuk mencapai =
Laba Rp 10.000 Rp 400 Rp 500
= 75 unit = 60 unit

Penurunan biaya variabel per unit mengurangi titik impas dari 50 menjadi 40 unit. Untuk
mencapai laba Rp 10.000 PT GAJAH JINAK membutuhkan penjualan hanya 60 unit sebagai
akibat dari semakin rendahnya biaya variabel per unit.

71
Perubahan Biaya Tetap . Biaya tetap dapat saja berubah dari tahun anggaran ke
tahun anggaran berikutnya. Seringkali manajemen mempertimbangkan kenaikan biaya tetap
dengan mengharapkan kenaikan volume penjualan. Kenaikan biaya tetap, misalnya, adalah
kenaikan biaya iklan, kenaikan biaya pelatihan pramuniaga, dan kenaikan biaya penjalanan
para pramuniaga. Inilah kenaikan kenaikan biaya tetap yang diharapkan dapat menaikkan
volume penjualan.
Kenaikan biaya tetap akan mengubah titik impas dan tingkat volume penjualan untuk
mencapai target laba tertentu. Untuk memberi ilustrasi gunakanlah kembali data asal PT
GAJAHA JINAK di atas. Anggaplah bahwa manajemen sedang mempertimbangkan kenaikan
biaya tetap sebesar Rp 4.000. Bagaimana dampaknya terhadap titik impas dan volume
penjualan denagn target laba Rp 10.000 ? Dengan menggunakan analisis kos-volume-laba,
perhitungannya adalah sebagaimana tersaji di Tabel 5.11

Tabel 5.11
Pengaruh Kenaikan Biaya Tetap Terhadap Titik Impas dan Target Penjualan

Keterangan Mula mula Kenaikan Biaya Tetap


Rp 4.000

Harga jual Rp 1.000 Rp 1.000


Biaya variabel per unit 600 600
Contribution margin per unit 400 400

Biaya tetap total 20.000 24.000


Target laba 10.000 10.000
Rp 20.000 + Rp 0 Rp 24.000 + Rp0
Titik impas =
Rp 400 Rp 400
= 50 unit = 60 unit
Target penjualan dalam Rp20.000 + Rp10.000 Rp 24.000 + Rp 10.000
Unit untuk mencapai =
Laba Rp 10.000 Rp 400 Rp 400
= 75 unit = 85 unit

Kenaikan biaya tetap 20 persen menaikkan titik impas 20 persen. Untuk


mencapai target laba Rp. 10.000, volume penjualan seharusnya naik dari
75 menjadi 85 unit.

Perubahan Laba Dari Satu Variabel Secara Serentak.


Penjelasan sebelumnya berkisar pada perubahan hanya satu variabel.

72
Dalam dunia nyata perubahan demikian jarang terjadi. Sering lebih dari
satu variabel berubah secara bersamaan.

Untuk memberi gambaran, misalnya PT GAJAH JINAK


mempertimbangkan adanya (1) kenaikan biaya tetap sebesar Rp4.000
dan (2) kenaikan harga jual sebesar Rp100. Dengan menggunakan analisa
kos-value-laba, dampak perubahan dua variabel tersebut terhadap titik
impas dan volume penjualan untuk mencapai target laba Rp 10.000
adalah seperti terlihat pada perhitungan yang terssaji di Tabel 5. 12.

Tabel 5. 12.

Pengaruh Kenaikan Biaya Tetap dan Harrga Jual erhadap itik Impas dan
Target Penjualan

kenaikan biaya
Keterangan Mula - mula tetap
Rp4.000 dan harga
jual Rp100
Harga jual per unit ..................... Rp1.000 Rp1.100
Biaya variabel per
unit ............... 600 600
Contribution margin per unit ..... 400 500

Biaya tetap total ........................ 20.000 24.000


Targer laba ................................ 10.000 10.000

Titik impas
= Rp20.000 + Rp0 Rp24.000 + Rp0
Rp400 Rp500
= 50 unit = 48 unit
Rp20.000+Rp10 Rp24.000 +
Target penjualan dalam .000 Rp10.000
unit untuk mencapai
= Rp400 Rp500
laba Rp 10.000 = 75 unit = 68 unit

Kenaikan harga jual Rp100 ( 10 %) yang lebih kecil daripada kenaikan


biaya tetap Rp4.000 (20%) manurunkan titik impas sebesar 2 unit (4%)
dan menurunkan volume penjualan untuk mencapai target laba Rp 10.000
sebanyak 7 unit ( kira kira 9,3 % ).

73
Dari penjelasan di atas manajemen dapat memilih strategi yang
sesuai dengan faktor faktor berikut : situasi persaingan, ramalan
mengenai penerimaan atau penolakan para konsumen terhadap kenaikan
harga jual, kenaikan biaya tetap untuk iklan yang diharapkan menaikan
volume penjualan, menurunkan biaya variabel apabila mugkin, atau
kombinasi dari afktor faktor tersebut.

MARGIN OF SAFETY

Margin of safety adalah unit yang dijual atau diharapkan akan


dijual di atas titik impas. Misalnya, jika volume impas PT GAJAH JINAK
adalah 50 unit dan sekarang ia menjual 75 unit, maka margin of safety
adalah 25 unit ( 75 50 ). Margin of safety dapat juga dinyatakan dalam
rupiah. Kalau titik impas Rp50.000 dfan penjualan Rp75.000 maka margin
of safety Rp25.000 (Rp75.000 Rp 50.000 ).

Margin of safety sering juga dinyatakan dalam presentase. Pada


contoh di atas margin of safety adalah 33,33 persen ( 75 50 )/75 atau
( Rp75.000 Rp50.000)/Rp75.000 . angka ini menunjukkan bahwa volume
prnjualan masin diperkenankan untuk turun sebanyak 33,33% dari volume
penjualan sekarang sebelum sampai ke titik impas.

Pengaruh PPH Bandan

Pemerintah mewajibkan perusahaan perusahaan, kecuali


perusahaan perorangan, untuk membayar pjak penghasilan. Pajak ini
dihitung dari laba sebelum pajak. Tarif pajak biasa saja bersifat progresif.
Misalnya, tarif 25 persen untuk laba dari Rp 10 juta sampai Rp 50 juta;
dan tarif 35 persen untuk laba di atas Rp 50 juta.

Manajemen harus mempertimbangkan peraturan perpajakan ini


pada waktu merencanakan laba. Laba menurut undang undang
perpajakan tidak sama dengan laba menurut akuntansi. Sekedar untuk
kepraktisan, pembahasan berikut tidak membedakan laba akuntansi dari
laba menurut perpajakan. Anggaplah juga tarif pajaknya adalah konstan,
tidak progresif.

74
Rumus untuk menentukan volume penjualan dengan target laba
tertentu, apabila faktor pajak dipertimbangkan, adalah sebagai berikut :

Target laba

Volume penjualan Biaya tetap +

Untuk mencapai target laba


1 Tarif Pajak

Contribusi margin per unit

Apabila yang akan di cari adalah penjulan dalam rupiah, bukan dalam
unit, maka rumusnya adalah sebagai berikut :

Target laba

Rupiah penjualan Biaya tetap +

untuk mencapai target 1


Untuk memberi ilustrasi, kita sunting kembali data untuk PT GAJAH JINAK
Tarif Pajak
sebagai berikut:

laba = contribution margin


Harga jual per unit ................................. Rp 1.000

Harga variabel per unit ..........................


600

Contribution margin per unit ................. Rp 400

Biaya tetap 1 Tahun ............................... Rp


20.000

Target laba sesudah pajak ......................


7.000

Tarif pajak ..............................................


30%

75
Dengan data di atas volume penjualan yang harus dicapai adalah 75 unit
sebagaimana perhitungan berikut :

7.000

20.000 +

1 0,30

Volume penjualan =

untuk mencapai target 400

laba = 20.000 + 10.000

400

=
30.000

400

= 75
unit

Jumlah ini dapat dibuktikan sebagai berikut :

Penjualan 75 unit @ Rp 1.000 Rp 75.000

Biaya variabel 75 unit @ Rp 600 45.000

Contribution margin Rp 30.000

Biaya tetap 20.000

Laba sebelum pajak Rp 10.000

Pajak 30% x Rp 10.000 3.000

Laba sesudah pajak Rp 7.000

76
ASUMSI ANALISA KOS VOLUME LABA
Model dah grafik yang telah dijelaskan didasarkan pada asumsi
asumsi tertentu. Meskipun tidak meniadakan kegunaan model model
tadi, asumsi asumsi tersebut mengingatkan perlunya analisis lebih lanjut
sebelum manajemen menetapkan rencana. Analisis tambahan ini
umumnya tercermin di anggaran perusahaan untuk perioda yang akan
datang. Di antara asumsi asumsi yang penting adalah sebagai berikut :

1. Seluruh jenis biaya dapat diklasifikasikan menjadi biaya tetap


atau biaya variabel. Apabila ada biaya caampuran, maka biaya
tersebut harus dipisahkan menjadi biaya tetap dan biaya
variabel.
2. Fungsi biaya total berbentuk garis lurus. Asumsi ini hanya benar
apabila perusahaan berproduksi dalam kisar relevan ( relevan
margin )
3. Fungsi pendapatan total juga berbentuk garis lurus. Garis ini
menganggap banwa harga jual per unit adalah konstan untuk
seluruh volume penjualan yang mungkin.
4. Analisis terbatas pada satu jenis produk. Apabila perusahaan
menjual lebih dari satu jenis produk maka dianggap bahwa
kombinasi penjualannya adalah konstan, seperti akan dijelaskan.
5. Jumlah sediaan awal sama dengan sediaan akhir. Asumsi ini
berarti bahwa seluruh kos di tahun tertentu untuk memperoleh
atau memproduksi barang dilaporkan sebagai biaya yang
ditandingkan dengan pendapatan di laporan rugi laba tahun
tersebut.

PENENTUAN TITIK IMPAS UNTUK MULTIPRODUK


Untuk perusahaan yang memproduksi dan menjual lebih dari satu
produk, penentuan titik impasnya ( dan analisis kos volume laba
secara umum) hrus mendasarkan pada analisi menurut pandangan
perusahaan, bukan pandangan produk per produk.pandangan produk per
produk adalah menyesatkan sebab yang penting adalah titik impas bagi
perusahaan,bukan bagi masing masing produk atau pun segmen.
Berikut ini contoh penentuan titik impas yang merupakan bagian dari
analisis kos volume laba bagi PT XYZ yang memproduksi 2 jenis produk
A dan B. Data dan perhitungan laba rugi kedua produk tersebut sebagai
berikut :

Keterangan Produk A Produk B Total (Rp)

77
Penjualan 600 unit 2
@ Rp400 40.000 560
400 unit 32 .000
@ Rp800 0.000
Biaya variabel 600 unit @ (1
Rp325 95.000) (435.
400 unit (240 000)
@ Rp600 .000)
Mmarjin kontribusi 600 unit @
Rp75 45.000 125
400 unit 8 .000
@ Rp200 0.000
( (20 (35.
Biaya tetap langsung 15.000) .000) 000)
6 90
laba langsung produk 30.000 0.000 .000
(13.
Biaya tetap tidak langsung - - 125)
76
Laba sebelum pajak - - .875

Jika penentuan titik impas, misalnya, menganut pandangan produk per


produk, maka dengan dengan pendekatan contribution margin titik
impas masing masing jenis produk di atas secara terpisah adalah
sebagai berikut :

Titik impas produk A = Biaya tetap total produk A / CM per


unit produk A
= 15.000 / 5
= 200 unit
Titik impas produk B = Biaya tetap total produk B / CM per
unit produk B
= 20.000 / 200
= 100 unit

Analisis diatas menyesatkan. Andaikan betul bahwa produk A dapat


menjual 200 unit dan produk B terjual 100 unit, maka laba langsung
( disebut juga margin segmen ) dari kedua produk tersebut memang sama
dengan nol, tetapi perusahaan menderita rugi sebesar Rp 13.125,- yakni
sebesar biaya tetap tidak langsung yang belum diperhitungkan dalam
analisis produk per produk. Biaya tetap yang harus di perhitungkan
adalah Rp48.125, yaitu Rp35.000 biaya tetap langsung produk ditambah
Rp13.125 biaya tetap tidak langsung. Perhatikanlah perhitungan berikut
yang menunjukkan hal itu.

78
Produk
Keterangan A Produk B Total (Rp)
Penjualan 200 unit 80.000
@ Rp400 160.000
100 unit @ Rp800 80.000
Biaya variabel 200 unit (65.00
@ Rp325 0) (60.0 (125.000)
100 unit @ Rp600 00)
Marjin kontribusi 600 unit @ 15.000
Rp75 20 30.000
400 unit @ Rp200 .000
(20. (35.
Biaya tetap langsung (15.000) 000) 000)
laba langsung produk 0 0 0
(13.
Biaya tetap tidak langsung - - 125)
(1
Laba sebelum pajak - - 3.125)

Analisis yang tepat adalah dari sudut pandang perusahaan, yang


dalam analisis titik impas harus mendasarkan pada bauran penjualan
( sales mix ). Bauran penjualan untuk kedua produk tersebut adalah 3 : 2.
Yakni 600 unit A dibanding 400 unit B. Artinya, setiap terjual 3 unit produk
A pada saat yang sama direncanakan akan terjul 2 unit produk B. Laba
berdasarkan baurann penjualan adalah sebagai berikut :

Keterangan produk A Produk B Per paket


(1) Harga jual per unit Rp400 Rp800
(2) Biaya variabel per unit Rp325 Rp600
(3) Margin kontribusi / unit = (1)
- (2) Rp75 Rp200
(4) Bauran penjualan 3 2
(5) Margin kontribusi / paket =
(3)*(4) Rp225 Rp400 Rp625

Paket titik impas adalah biaya tetap total Rp 48.125 dibagi margin
kontribusi per paket Rp 625 = 77 paket. Berdasarkan pada titik impas
sebanyak 77 paket ini, maka titik impas akan terjadi jika dijual :

Produk A : 77 x 3 = 231 unit

79
Produk B : 77 x 2 = 514 unit

Rugi/laba jika produk A terjual 231 unit dan produk B terjual 154 unit adalah sebagai berikut:

Keterangan Produk A Produk B Total


Penjualan: 231 unit @ Rp400 92.400
154 unit @ Rp800 123.200 215.600
(-) Biaya Variabel: 231 unit @ Rp325 (75.075)
154 unit @ Rp600 (92.400) (167.475)
Marjin kontribusi 17.325 30.800 48.125
(-) Biaya tetap langsung (15.000) (20.000) (35.000)
Marjin segmen 2.325 10.800 13.125
(-) Biaya tetap tidak langsung (13.125)
Laba/Rugi 0

80
BAB 6

PENGAMBILAN KEPUTUSAN JANGKA PENDEK

Pengambilan Keputusan
Analisis Diferensial
Menerima atau Menolak Pesanan Khusus
Menambah atau Memberhentikan Departemen atau Produk
Memproses Setelah SPLIT-Off Point atau Langsung Menjual
Memilih Produk
Kombinasi Produk

BAB ini menjelaskan pengambilan keputusan jangka pendek. Pembagian keputusan


tersebut antara lainadalah menerima atau menolak pesanan khusus, mempertahankan atau
menghentikan segmen tertentu, membeli suku cadang dari luar atau membuatnya sendiri,
memproses lebih lanjut suatu produk tertentu. Sebelum menjelaskan keputusan-keputusan
diatas secara spesifik, bab ini akan memulai dengan menjelaskan konsep-konsep
pengambilan keputusan, analisis diferensial, dan kos relevan.

PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Pengambilan keputusan (decision making) adalah memilih salah satu diantara


berbagai alternatif tindakan yang ada. Pemilihan ini biasanya menggunakan dasar ukuran
tertentu, apakah profibilitas atau penghematan kos. Keputusan-keputusan sebagaimana telah
disebutkan contohnya di perlukan informasi. Semakin tinggi kualitas informasi. semakin
tinggi kualitas informasi, semakin tinggi kualitas keputusan yang diambil. Informasi
akuntansi manajemen menyediakan informasi kuantitatif, meskipun informasi yang
dibutuhka oleh manajemen meliputi juga informasi kualitatif seperti kesan masyarakat, intuisi
manajemen, tanggung jawab sosial, reaksi pelnggan,sikap karyawan dan sebagainya,
meskipun hanya memberi informasi kuantitatif, bukan berarti akuntansi manajemen tidak
berguna. Setidak-tidaknya sebagian dari kebutuhan manajemen sudah dapat dipenuhi

81
olehnya. Bahwa manajemen menggunakan informasi kuantitatif dalam mengambil keputusan
adalah sesuatu yang tidak dapat disangkal.

Para manajer berusaha menyusun situasi pengambil keputusan dalam bentuk


kuantitatif sebanyak mungkin, sehingga pilihan diantara berbagai alternatif dapat dibuat
dengan dasar yang sistemetik, jadi denganinformasi kuantitatif, para pengambil keputusan:
(1) dapat mengikuti proses yang logis didalam memilih berbagai alternatif, (2) dapat
mempertanggung jawabkan setiap langkah yang di ambil, dan (3) dapat mengevaluasi hasil-
hasil yang dicapai.

Proses pengambilan keputusan meliputi empat tahap berikut:

1) Menentukan masalah dengan penekanan pada tujuan yang hendak dicapai.


2) Mengidentifikasi berbagai alternatif tindakan.
3) Mendapatkan informasi yang relevan dan menyingkirkan informasi yang tidak
relevan, dan
4) Membuat keputusan.

Pertimbangan Etika Dalam Pengambil Keputusan

Dalam proses pengambilan keputusan jangka pendek, masalah etika selalu muncul
yang mengorbankan tujuan jangka panjang untuk mendapatkan hasil jangka pendek.
Informasi kos relevan sangat bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan taksis (jangka
pendek), namun yang lebih penting adalah pengambilan keputusan harus selalu
mempertahankan kerangka kerja yang bersifat etis. Pencapaian tujuan adalah penting, namun
yang lebih penting bagi adalah bagaimana cara mencapai tujuan tersebut, apakah tidak
merugikan pihak lain? Sebagai contoh tindakan yanng kurang etis adalah keputusan
pemutusan hubungan kerja (PHK) yang bertujuan semata-mata untuk menaikkan laba jangka
pendek.

Untuk menciptakan suatu kondisi kerja yang mengacu pada nilai-nilai etika, harus
selalu diberikan pesan yang konsisten kepada seluruh anggota organisasi mengenai misi,
tujuan, ketyakinan dasar dari organisasi tersebut. Misalnya dari perusahaan adalah menjadi
perusahaan industri makanan yang terdepan dan terbaik bagi masyarakat, sehingga keyakinan
dasar perusahaan ini diantara lain: bisnis merupakan mata rantai yang menghubungkan
kepentingan pemasok dan pelanggan, sehingga pemasok dan pelanggan adalah mitra bisnis.
Nilai-nilai dasar yang harus diimplementasikan oleh seluruh anggota organisasi adalah
organisasi adalah kejujuran, integritas dan kesediaan melayani. Dengan mengintegrasikan

82
etika dalam proses manajemen sepanjang value chain maka bisnis yang dikelola ptidak hanya
menjadi efisien, namun akan memuaskan pihak lain. Bukankah bisnis yang baik adalah yang
dapat meningkatkan kesejahteraan pihak lain juga.

ANALISIS DIFERENSIAL

Analisis diferensial (diferensial analysis) adalah sebuah model keputusan yang dapat
digunakan untuk mngevaluasi perbedaan-perbedaan dalam pendapatan dan kos yang
berkaitan dengan berbagai alternatif tindakan. Kos-kos yang dipertimbangkan didalam
analisis diferensial bukannya kos-kos yang digunakan di dalam pelaporan keuangan
konvensional. Untuk tujuan pengambilan keputusan, klasifikasi kos meliputi: relevan cost,
differential cost, unavoidable cost, sunk cost, dan opportunity cost. Berikut enjelasan
klasifikasi tersebut.

Kos relevan

Kos relevan (relevant cost) adalah kos yang akan terjadi di masa uyang akan datang
dan berbeda di antara berbagai alternatif yang sedang dipertimbangkan di dalam suatu
keputusan. Dua kriteria: (1) akan terjadi, dan (2) berbeda, merupakan suatu kesatuan yang
harus terpenuhi agar kos dapat dinamakan kos relevan. Sebagai contoh, anggapalah sebuah

Perusahaan sedang mempertimbangkan apakah akan menjadi mesin foto copy merk
ABATA atau merek BATASA. Baik membeli ABATA atau pun BATASA, perusahaan harus
memperkerjakan operator dengan gaji perbulan Rp 30.000. oleh karena besarnya gaji yang di
bayar sama, maka kos gaji dalam kasus ini bukanlah kos relevan. Apabila dalam kasus ini,
gaji operator untuk mesin ABATA Rp 30.000 tetapi untuk mesin BATASA hanya Rp 25.000
per bulan, maka gaji operator adalah kos relevan. Selisih gaji operator sebesar Rp 5.000
disebut kos difernsial (diferenttial cost). Kos diferensial adalah perbedaan kos relevan antara
dua alternatif ataau lebih.

Semua kos selain kos tak terhindarkan (unavoidabel cost) adalah relevan untuk
pengambilan keputusan. Kos tak terhindarkan adalah kos yang tidak akan berbeda diantara
berbagai alternatif keputusan, apakah kos itu akan terjadi di masa yang akan datang atau telah
terjadi di masa lalu. Contoh kos yang telah terjadi adalah kos penyusutan dari sebuah mesin
yang telah di pertimbangkan untuk di ganti dengan mesin baru. Kos masa lalu ini di debut
sunk cost.

Kos kesempatan (opportunity cost) adalah manfaat (benefit) yang dikorbankan karena
nemolak satu alternatif, sementara menerima alternatif lain. Manfaat yang di korbankan dapat
berupa pendapatan atau penghematan kos (kos-saving). Contohnya sebagai berikut ada
sebuah ruangan yang belum di manfaatkan oleh perusahaan X. Ruangan ini sebenarnya dapat

83
di sewakan selama setahun kepada mahasiswa dengan traif Rp 1.500.000. jika manajer
membiarkan ruangan itu menganggur, maka ada pendapatan yang hilang sebesar Rp
1.500.000. pendapatan yang hilang krena menolak menyewakan ruangan ini adalah
opportunity cost.

Contoh lain. Untuk memprodusi produk tertentu, perusahaan di hadapkan pada


pemakian pada mesin X yang akan di pakai, kos tenaga kerja per jamnya adalah Rp 1000,
Tetapi jika mesin Y yang akan di pakai, kos tenaga kerja perjam adalah Rp 800. Manajer
memutuskan untuk menggunakan mesin X. Dalam contoh ini,akan ada pemborosan Rp 200
(Rp1000 dikurangi Rp800). Itulah penghematan kos yang hilang karena manajer menolak
mesin Y dan disebut opportunity cost. Opportunity cost harus di perhitungkan sebagi kos
pada alternatiif yang di pilih. Perhitungan demikian berguna dalam rangka menentukan true
cost pada alternatif yang dipilih. Jika di terapkan pada contoh ini, maka kos pemakaian mesin
X adalah Rp 1.200 yaitu Rp 100 gaji/upah yang akan dikeluarkan di tambah dengan
pemborosan Rp200 meskipun terkategori sebagai opportunity cost. Cost ini tidak di catat
dalam rekening buku besar.

MENERIMA ATAU MENOLAK PESANAN KHUSUS

Meneriama atau menolak pesanan khusus adalah dua altenatif keputusan yang ada
kalanya dihadapi oleh manajemen. Pesanan khusus adalah pesanan di luar penjualan normal,
bisanya dengan harga yang lebih rendah dari pada harga jual normal. Keputusan tentang
harga jual produk (jasa) dalam jangka panjang harus mendasarkan pada pertimbangan kfull
cost. Namun dalam jangka pendek (masih ada kepastian yang menganggur), penentuan harga
jual di lakukan dengan hanya mempertimbangkan differntial cost. Oleh karena itu, pesanan
khusus mungkin menarik, meskipun harganya lebih rendah dari pada harga jual normal.
Analisis diferntial dapat di gunakan untuk mengevaluasi diferential revenue and cost yang
berhubungan dengan pesanan kusus ini. Harga jual yang diterima menurut analisis ini hanya
berlaku untuk jangka pendek, bukan untuk kegiatan reguler perusahaan jangka panjang.

Untuk memberikan gambaran,anggaplah bahwa perusahaan indah berkapasitas


maksimum 10.000 unit produk. Selama ini perusahaan hanya beroperasi pada kapasitas
normal 8.000 unit produk. Selama ini perusahaan hanya beroperasi pada kapasitas normal
8.000 unit. Perusahaan sedang mempertimbangkan pesanan khusus sebanyak 1.500 unit
dengan harga jual Rp 14 yang lebih rendah dari pada harga jual normal Rp 20. Laporan
Rugu-Laba dengan format contribution margin untuk tahun lalu sebagai mana tampak pada
tabel 6.1.

Dengan menggapkap bahwa struktur kos ini tidak akan berubah untuk periode
kini,maka secara cepat dapat di ambil keputusan menerima pesanan khusus. Dari laporan di
tabel 6.1 dapat di perkirakan kos akan bertambah dengan adannya pesanan khusus adalah kos
variabel saja (sebesar Rp 11 per unit). Inilah kos yang relevan, yang harus di pertimbangkan
dalam pembuatann keputusan. Adapun kos tetap jumlahnya akan tetap tanpa akan
memandang diterima atau ditolaknya pesanan khusus. Oleh karena itu, kos tetap pada contoh
ini tidak relevan dan tidak perlu di pertiibangkan dalam pembuatan keputusan. Jika

84
pemesanan khusus diteriama, maka tambahan contribution margin total adalah Rp 4.500
sebagaimana di tunjuk oleh analisis diferensial di tabel 6.2

Tabel 6.1

Laporan Rugi Laba Dengan Pendekatan

Contribution Margin

Penjualan (8.000 @ Rp20)............................................... Rp 160.000

Kos Barang terjual Variabel (8.000 x Rp 11)* ................ RP 88.000

Contribution Margin ........................................................

Biaya Tetap :

Overhead ................................................... Rp 34.000

Administrasi dan penjualan......................... Rp 20.000 Rp 54.000

Laba Bersih ...................................................................... Rp 18.000

*kos variabel terdiri atas: bahan baku Rp4 , tenaga kerja langsung Rp4, overhead
Rp 2, dan administrasi & penjualan Rp 1

Laba bersih bertambah Rp 4.500 meskipun harga pesanan khusus lebih rendah dari
pada harga jual normal. Pesanan khusu di terima karena memberi contributtion margin
positif. Selama harga jual masih menutup kos variabel maka menerima pesanan khusus
adalah keputusan yang sehat. Jadi harga minimum yang dapat di terima adalah sebesar kos
variabel.

Analisis yang salah dapat terjadi apabila kita menggunakan laporan keuangan yang
susun dengan format pendektan fungsional (laporan untuk pihak luar). Jika di susun dengan
format ini maka kos barang terjual adalah sebesar Rp 14,25 per unit, dihitung sebagaimana
perhitungan pada tabel 6.3.

85
Tabel 6.2
Analisis Diferensial Dengan Dan
Tanpa Pesanan Khusus
Tanpa Dengan
Pesanan Pesanan Beda
Khusus Khusus
(1) (2) (3)=(2) (1)

Penjualan :
8.000 x Rp20 160.000 160.000 -
1.500 x Rp14 - 21.000 21.000
160.000 181.000 21.000
Kos Variabel :
8.000 x Rp11 88.000 88.000
1.500 x Rp11 - 16.500 16.500
Contribution Margin 72.000 76.500 4.500
Kos Tetap ;
Overhead 34.000 34.000 -
Administrasi & penjualan 20.000 20.000 -
54.000 54.000 -
Laba Bersih 18.000 22.500 4.500 C

A. Diferential revenue
B. Diferential cost
C. Diferential income

86
Tabel6.3
Kos Barang Terjual
Dengan Pendekatan Fungsional Atau Full Costing
Bahan Baku ........................................................... Rp 4,00
Tenaga Kerja Langsung ......................................... 4,00
Overhead variabel .................................................. 2,00
Overhead tetap: 34.000:8.000 ................................ 4,25
Rp 14,25

Oleh karena kos barang terjual per unit sebesar Rp 14,25 (lebih tinggi dari pada pesanan
khusus) maka kesimpulan yang di ambil adalah menolak pesanan khusus. Ini adalah
kesimpulan yang keliru karena mempertimbangkan biaya (overhead) tetap yang sebenarnya
tidak relevan. Kesalahan lain pada contoh ini adalah tidak di pertimbangkan nya biaya
administrasi dan penjualan variabel yang isebenarnya relevan. Untuk menghindari
kesalahahan yang seperti ini, maka sangat di anjurkan untuk menggunakan informasi dari
laporan dengan format contribution margin.

Biaya overhead tetap, pada contoh ini, tidak akan berubah apakah keputusan yang di
ambil adalah menerima atau menolak pesanan khusus. Sebabnya adalah pesanan khusu hanya
berjumlah 1.500 unit yang masih berada di kapasitas menganggur adalah 2000 unit (kapasitas
maksimum di kurangi kapasitas normal: 10.000 unit- 8.000 unit).

Jika pesanan khusus melampaui kapasitas maksimum misalnya 3.000 unit, maka di
butuhkan mesin(peralatan) tambahan untuk memenuhi pesanan. Pertambahan peralatan ini
akan menambah biaya tetap (berupa penyusutan,upah mandor dan lain sebagainya). Pada
kondisi demikian, maka biaya tetap pun menjadi relevan dan oleh karena itu harus di
pertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Pesanan khusus dengan analisis diferensial,
hanya dapat menerima apabila differential revenue lebih tinggi dari pada atau setidak-
tidaknya sama dengan differential cost.

Konsep opportinity cost dapat di terapkan dalam kondisi lain, misalnya menggunaka
kapasitas yang menganggur untuk memproduksi produk lain, bukanya untuk melayani
pesanan khusus. Apabila dalam alternatif ini diffrential income (diferential revenue minus
diferential cost ) lebih tinggi dari pada alternatif menerima pesanan khusus,, maka alternatif
inilah yang lebih bijaksana untuk di ambil.

MENAMBAH ATAU MEMBERHENTIKAN DEPARTEMEN ATAU PRODUK

87
Manajemen selalu di hadapkan dengan keputusan-keputusan yang melibatkan
pemilihan kombinasi produk yang menghasilkan laba tertinggi. Bila ada produk baru maka
pendapatan dan biaya harus dievaluasi secara hati-hati untuk meyakinkan apakah labanya
cukup besar untuk membenarkan keputusan menjual produk tersebut.

Jika ada produk baru, dapat saja terjadi bahwa produk lama mulai pudar ketenaranya
karena ada perubahan preferensi konsumen dan tidak menguntungkan lagi jika produk lama
tidak menguntungka lagi maka sebaiknya produk ini di berhentikan. Keputusan-keputusan
mengenai menambah atau pemberhentian produk atau departemen tertentu harus di lakukan
hati-hati. Pertimbangan-pertimbangan keputusan menambah atau memberhentikan produk
adalah apakan produk di masa yang akan datang akan memberika peningkatan laba bersuh
perusahaan. Analisis diferensial dapat di gunakan untuk mengevaluasi pengarus penabahan
atau pemberhentian ini pada laba di masa yang akan datang .

Untuk memberi gambaran bagaimana analisi diferensial dapat diterpkan pada situasi
pada penambahan atau pemberhentian produk/departemen, digunakan laporan rugi-laba
perusahaan dagang berikut.

Departemen Departemen Departemen TOTAL


ALPHA BETA GAMMA
Penjualan 300.000 450.000 250.000 1.000.000
Biaya variabel 250.000 290.000 150.000 690.000

Contributtion margin 50.000 160.000 100.000 310.000


Biaya tetap :
Gaji salesman 40.000 52.000 32.000 124.000
Iklan 24.000 36.000 20.000 80.000
Asuransi 900 1.350 750 3.000
PBB 1.500 2.250 1.250 5.000
Penyusutan 21.000 31.500 17.500 70.000
Rupa-rupa 600 900 500 2.000

Total 88.000 124.000 72.000 284.000

Laba bersih (38.000) 36.000 28.000 26.000

Analisis secara tidak hati-hati terhadap laoparan di atas dapat menuntun kesimpulan
bahwa karena departemen alpha tidak menguntungkan maka manajeman seharusnya
memberhentikan saja. Rugi bersih Rp 38.000 pada departemen alpha dapat memberika kesan
bahwa tanpa adnya departemen tersebut,perusahaan secara keseluruhan dapat memperoleh
laba Rp 64.000. apakah ini konkluso yang benar? Meskipun departemen ini tidak memberi
contribution margi yang cukup untuk menutup seluruh niaya tetap depaertemenya sendiri,
namun sudah memberi sumbangan pada laba perusahaan. Perusahaan akan kehilangan
contribition margin departemen ini sebesar Rp 50.000 jika departemen ini di tutup. Namun

88
analisis ini saja belumlah cukup, karena kita masih memerlukan analisis lebih lanjut untuk
menentukan biaya tetap yang dapat di hindarkan.

Ingatlah bahwa unavoidable cost akan tetap terjadi tapa menghancurkan alternatif
yang di pilih. Konsekuensinya, sebulum departemen ini ditutup, tiap-tiap departemen ini
harus dievaluasi. Setelah langkah ini di tempuh,barulah dapat di nilai dengan teliti pengaruh
yang benar dari pemberhentian departemen ini terhadap profitabilitas perusahaan. Berikut
adalah sebuah contoh analisis lanjuttan yang perlu di perhatikan secara skema.

Biaya variabel yang tersaji di laporan rugi-laba perusahaan dagang dapat


dihindarkan jika Departemen Alpha diberhentikan. Gaji salesman adalah gaji
kepada para karyawan yang bekerja secara eksklusif pada Departemen Alpha,
sehingga jika Departemen Alpha ditutup maka para karyawannya dapat
diberhentikan dan gaji salesman departemen ini tak akan terjadi. Selanjutnya,
biaya iklan, asuransi, pajak bumi dan bangunan, penyusutan, dan rupa-rupa
adalah common cost yang dialokasi ke departemen-departemen. Allocated cost
tidak dapat ditelusur secara langsung ke departemen tertentu berdasarkan
manfaat yang diterima dari common cost tersebut. Oleh karena biaya yang
bersifat common itu di alokasikan keseluruh departemen yang ada, maka biaya
tersebut tidak dapat dihindarkan dengan pemberhentian departemen tertentu.
Dengan menerapkan analisis diferensial, dapat dilihat bahwa laba perusahaan
sebenarnya justru lebih kecil jika Departemen Alpha diberhentikan, sebagaimana
dapat dilihat pada peragaan berikut :

Laba bersih perusahaan turun sebesar Rp10.000 yaitu dari Rp26.000 jika
Departemen Alpha dipertahankan, menjadi Rp16.000 jika Departemen Alpha
diberhentikan. Penurunan laba ini terjadi karena dua departemen lain yang akan
dipertahankan mempunyai contribution margin gabungan sebesar Rp260.000
(Rp160.000+Rp100.000) yang harus menutup biaya terhindarkan dua
departemen itu sendiri sebesar Rp84.000 (Rp52.000+Rp32.000) plus biaya tak
terhindarkan yang berjumlah Rp160.000 (Rp284.000-Rp124.000). Hasilnya
adalah laba bersih turun menjadi Rp16.000 atau turun sebesar Rp10.000
sehingga penutupan Departemen Alpha merupakan pilihan yang tak bijaksana.

89
Pertimbangan lain harus diperhitungkan apabila ada alternative penjualan
produk lain sebagai pengganti ditutupnya Departemen Alpha. Alternative apa
pun yang ditempuh, jika dapat mengahasilkan tambahan laba bersih perusahaan
di atas Rp38.000 adalah pilihan yang rasional. Konsep yang digunakan pada
alternative ini adalah opportunity cost.

Membeli atau Membuat

Keputusan lain yang penting adalah apakah perusahaan harus membuat


sendiri salah satu suku cadang dari produknya atau membeli dari pihak luar.
Keputusan ini dihadapi oleh manajemen dalam perusahaan pabrikasi yang
membuat suatu produk dengan menggunakan beberapa suku cadang.
Masalahnya terletak pada dua pilihan, di satu pihak perusahaan mampu
memproduksi sendiri seluruh suku cadangnya, sementara di lain pihak ada satu
suku cadang atau lebih yang tersedia dipasar. Analisis diferensial dapat
digunakan untuk memecahkan masalah ini.

Untuk member gambaran, anggap bahwa perusahaan selama ini


memproduksi sendiri suku cadang A sebanyak 100 unit dengan kos sebagai
berikut :

Ada pemasok yang menawarkan komponen tersebut dengan harga


Rp8.000 per unit. Diperkirakan kos pemesanan, penerimaan dan pemeriksaan
tiap unit Rp1.000. Apakah perusahan akan tetap memproduksi sendiri komponen
tersebut atau akan membeli dari pemasok dengan cost Rp9.000 (Rp8.000-
Rp1.000)?

Secara sepintas kelihatannya perusahaan lebih baik membeli dari luart


karena harganya lebih rendah dari pada kos memproduksi sendiri. Akan tetapi,
jika analisis diferensial digunakan, maka jawabannya akan lain seperti contoh
berikut :

Per Unit Total 100 Unit


Buat Beli Buat Beli
Bahan Baku 1.000 - 100.000
Tenaga Kerja Langsung 4.000 - 400.000

90
Overhead variabel 2.000 - 200.000 -
Membeli - 9.000 - 900.000
Total Kos Relevan 7.000 9.000 700.000 900.000

Kos overhead pabrik tetap tidak ikut dipertimbangkan dalam keputusan ini
karena tidak relevan. Apakah membeli atau membuat sendiri, kos ini tidak akan
berubah. Dari analisis tersebut, maka keputusannya adalah tetap memproduksi
sendiri suku cadang A. Mengapa demikan? Jika membuats sendiri, kosnya (yang
relevan) adalah Rp7.000 per unit atau Rp700.000 total. Jika membeli dari luar,
kosnya adalah Rp9.000 per unit atau Rp900.000 total. Jadi membeli dari luar
menimbulkan pemborosan Rp200.000 (Rp900.000-Rp700.000). Dengan kata
lain, memproduksi sendiri akan menghemat kos sebesar Rp200.000.

Konsep opportunity costs juga dapat digunakan dalam kasus ini. Apabila
memproduksi sendiri, maka opportunity cost-nya adalah nol, tetapi apabila
membeli dari luar, maka opportunity cost-nya adalah Rp200.000 (yakni
penghematan kos yang hilang karena memilih membeli dari luar dan menolak
memproduksi sendiri). Kasus yang baru dijelaskan ini adalah membiarkan
kapasitas menganggur jika perusahaan membeli dari luar.

Kasus lain yang lebih kompleks dapat didekati dengan konsep opportunity
cost, apabila perusahaan membeli dari luar, dan kapasitas yang semula untuk
memproduksi suku cadang akan dimanfaatkan untuk membuat produk lain.
Misalnya kapasitas semula dapat digunakan untuk membuat produk X dengan
kos dan dapat dijual dengan harga sebagai berikut :

Rugi per unit Rp500 sepintas member kesan bahwa alternative


memproduksi X tidak mungkin diterima sebagai keputusan yang masuk akal.
Kesan ini timbul karena kos overhead tetap per unit Rp3.000 (atau totalnya
Rp300.000) ikut diperhitungkan dalam analisis, padahal kos ini tidak relevan. Kos
overhead tetap akan tetap terjadi dan tidak berubah, apakah kapasitas yang ada
dibiarkan menganggur atau dimanfaatkan untuk memproduksi X. Oleh karena
itu, kos tak terhindarkan ini harus dikeluarkan dari analisis diferensial. Bila
langkah ini ditempuh, maka kos produksi per unit hanyalah Rp12.000
(Rp2.000+Rp8.000+Rp2.000), dan contribution margin tambahannya per unit
Rp2.500 atau totalnya Rp250.000.

91
Masalah yang dihadapi oleh manajemen adalah apakah akan mengambil
keputusan (1)membeli suku cadang dari luar dengan membiarkan kapasitas
terdahulu menganggur, atau (2)membeli suku cadang dari luar dengan
memanfaatkan kapasitas yang ada untuk memproduksi X? untuk memecahkan
ini, bekerjanya konsep opportunity cost adalah sebagai berikut. Bila keputusan
nomor (1) diambil, maka opportunity cost adalah Rp250.000 (yakni tambahan
kontribusi total yang hilang karena tidak memproduksi X); bila keputusan nomor
(2) diambil, maka opportunity cost adalah Rp200.000 (yakni hilangnya
penghematan kos karena perusahaan membeli suku cadang dari luar dengan
membiarkan kapasitasnya menganggur). Oleh karena kos yang paling kecil
adalah keputusan nomor (2), maka alternative nomor (2) inilah yang sebaiknya
diambil.

MEMPROSES SETELAH SPLIT-OFF POINT ATAU LANGSUNG MENJUAL

Beberapa produk dihasilkan secara bersama-sama deari bahan baku yang


sama atau dari suatu proses produksi yang sama. Bensin, minyak tanah, dan
minyak pelumas adalah produk-produk yang berasal dari proses penyulingan
petroleum. Akuntan menyebut produk-produk ini sebagai joint products atau co-
products. Saat dapat dipisahkannya produk-produk itu dari proses produksi
disebut split-off point. Kos produksi untuk produk-produk ini sebelum titik
pemisahan adalah joint cost atau common cost. Oleh karena kos produksi untuk
masing-masing jenis produk itu harus diketahui, maka usaha untuk mengalokasi
kos bersama (joint cost) harus dilakukan secara adil dan teliti. Pengalokasian
secara adil dan teliti merupakan masalah yang harus dicari pemecahnya. Salah
satu pemecahannya adalah mengalokasi kos bersama dengan menggunakan
nilai jual relative dari produk-produk tersebut.

Dalam kasus tertentu, setelah titik pemisahan semua produk adalah


produk akhir yang harus segera dijual kepada pelanggan. Dalam kasus lain,
setelah titik pemisah, satu atau lebih produk dapat langsung dijual kepada
pelanggan, atau dapat pula diproses lebih lanjut. Jika produk diproses lebih lanjut
sudah barang tentu dibutuhkan kos produksi tambahan. Setelah proses lanjutan
ini selesai, produk ini dijual dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan
harga seandainya produk langsung dijual setelah titik pemisahan. Masalah yang
akan dibahas sekarang adalah keputusan manajemen yang rasional, apakah
produk lebih baik dijual langsung setelah split-off point atau diproses lebih lanjut.

Untuk member gambaran, pelajarilah kasus joint products pada


perusahaan Beta berikut. Perusahaan memproduksi joint products X dan Y.
Produksi X per tahun adalah 10.000 unit dan Y = 6.000 unit dengan joint cost
sebesar Rp104.000. Produk X dapat dijual dengan harga Rp10 per unit dan Y
Rp16 per unit. Pada split-off point dapat diproses lebih lanjut dengan tambahan
kos Rp20.000 dan dapat dijual dengan harga Rp20 per unit. Produk Y dapat
diproses lebih lanjut, dengan tambahan kos Rp2.000, menjadi produk A dan B.
Pengolahan tambahan ini menghasilkan produk A = 4.000 unit dengan harga jual
Rp12 per unit dan B = 2.000 unit dengan harga jual Rp20 per unit. Jika
digambarkan dengan diagram maka proses ini terlihat sebagai berikut :

92
Dengan menggunakan analisis diferensial, harus diabaikan joint cost
sebesar Rp104.000 karena tidak relevan dengan keputusan yang akan diambil.
Oleh karena itu, alokasi kos ini ke produk X dan Y tidak menjadi masalah bagi
manajemen. Informasi yang relevan adalah kos dan pendapatan setelah titik
pemisahan untuk menentukan besarnya tambahan laba.

Analisis dilakukan terhadap produk X lebih dahulu. Harga per unit pada
titik pemisahan adalah Rp10 dan setelah diproses lebih lanjut Rp20. Tambahan
harga jual per unit adalah Rp10 (Rp20-Rp10). Tambahan kos produksi per unit
adalah Rp20.000 dibagi 10.000 unit atau sama dengan Rp2. Jadi tambahan laba
per unit adalah Rp8 (Rp10-Rp2). Oleh karena tambahan labanya adalah positif,
maka keputusan yang diambil adalah memproses produk X lebih lanjut.

Analisa terhadap produk Y adalah sebagai berikut. Produk Y diproses lebih


lanjut menjadi produk A dan B. Tampak dari proses ini bahwa A dan B adalah
joint products, sehingga tidak dapat dipisahkan prosesnya secara individual.
Oleh karena itu, analisis diferensial yang dilakukan adalah mengkaji pendapatan
tambahan total dan juga kos tambahan total. Differential Cost untuk memproses
lebih lanjut produk Y menjadi produk A dan B adalah Rp2.000, sedangkan
differential revenue produk Y adalah Rp8.000 negatif, seperti perhitungan
berikut :

Dengan analisis ini, maka keputusan yang bijaksana adalah menjual


produk Y setelah split-off point tanpa mengolahnya lebih lanjut. Jika alternative

93
lain (memproses lebih lanjut) yang dipilih, maka perusahaan akan mengalami
penurunan revenue sebesar Rp8.000.

Analisis diatas dapat digambarkan dengan tabel berikut :

MEMILIH PRODUK

Sering dijumpai perusahaan harus memilih satu jenis produk dengan


tujuan untuk memaksimumkan laba. Agar tujuan ini tercapai, maka perusahaan
harus memilih produk yang paling menguntungkan. Apabila perusahaan
menghadapi masalah pemilihan produk

Yang harus diproduksi (dan dijual), maka keputusan yang bijaksana adalah memilih produk
yang memberi contribution margin total tertinggi.

Dalam keadaan tak ada batasan dalam sumber ekonomis, contribution margin total
tertinggi tercapai bila perusahaan membuat produk yang contribution margin per unitnya
tertinggi. Dalam banyak hal, perusahaan menghadapi berbagai batasan sumber ekonomis.
Misalnya, perusahaan manufaktur (pabrikasi) mempunyai kapasitas produksi berupa jam
tenaga kerja langsung atau jam mesin dalam jumlah yang terbatas. Dalam departement store,
batasan utamanya adalah jumlah lantai yang tersedia untuk memajang barang dagangan.
Dalam kondisi seperti ini, yang dimaksud dengan contribution margin total tertinggi tercapai
bila perusahaan membuat produk yang contribution margin-nya sehubungan dengan batasan
tadi adalah tertinggi. Misalnya, apabila batasannya adalah jam mesin, maka contribution
margin tertingginya adalah contribution margin per jam mesin, bukan per unit produk.

Sebagai contoh, anggaplah bahwa perusahaan ABC memproduksi dan menjual dua
macam produk-meja dan kursi-dengan data sebagai berikut :

Meja Kursi

94
Harga Jual per unit Rp10.000 Rp7.500

Biaya variabel per unit 8.000 4.800

Contribution margin per unit Rp 2.000 Rp2.700

Contribution margin ratio 20% 30%

Sepintas, tampaknya kursi adalah produk yang paling menguntungkan sehingga


mungkin sekali manajemen memutuskan untuk memproduksi kursi sebanyak yang dapat
dijual oleh perusahaan. Anggaplah peralatan (mesin) dengan kapasitas maksimum 6.000 jam
dapat digunakan untuk memproduksi meja selama 20 jam mesin dan kursi selama 30 jam
mesin. Oleh karena ada batasan jam mesin, maka harus dihitung contribution margin per jam
mesin untuk masing-masing produk. Satu jam mesin dapat digunakan untuk memproduksi
1/20 meja atau 1/30 kursi. Jika semua kapasitas digunakan untuk memproduksi meja, maka
contribution margin per jamnya adalah Rp 100 (Rp2.000 X 1/20). Jika sebaliknya seluruh
kapasitas digunakan untuk memproduksi kursi, maka contribution magrin perjamnya adalah
Rp90 (Rp2.700 X 1/30). Oleh karena contribution margin per jam yang paling tinggi adalah
kalau memproduksi meja, maka keputusannya adalah memproduksi meja dan tidak
memproduksi kursi. Perhitungan berikut lebih memudahkan pemahaman.

Meja Kursi

(a) Jumlah jam mesin maksimum


Yang tersedia 6.000 6.000
(b) Jumlah mesin yang dibutuhkan
Untuk memproduksi satu unit produksi 20 30
(c) Jumlah unit maksimum yang
Dapat diproduksi (a) : (b) 300 200

Perhitungan contribution margin total per unit sebagai berikut :

95
Meja Kursi

(a) Contribution margin per unit Rp2.000


Rp2.700
(b) Jam mesin yang dibutuhkan per unit 20 jam 30 jam
(c) Contribution margin per jam (a) : (b) Rp100 Rp90
(d) Jam mesin maksimum yang tersedia 6.000 jam 6.000 jam
(e) Contribution margin total (c) X (d) Rp600.000 Rp540.000

Dari analisis diatas, maka contribution margin total terbesar adalah jika diproduksi meja
(Rp600.000) meskipun contribution mergin meja per unit lebih kecil dibanding dengan
contribution margin kursi per unit.

KOMBINASI PRODUK
Perusahaan dihadapkan pada lebih dari satu kendala, misalnya keterbatasan jam mesin
dan sekaligus keterbatasan permintaan. Bagaimana menentukan kombinasi yang paling
optimal? Linear programming dapat membantu memecahkan masalah ini. Berikut ini
gambaran mengenai keputusan kombinasi produk yang optimal jika terdapat multikendala
dengan linear programming sebagai alat bantu untuk memecahkan masalah tersebut.

Sebuah perusahaan memproduksi dua suku cadang untuk membuat mesin pertanian,
dengan data taksiran untuk masa yang akan datang dan batasan-batasan sebagi berikut :

Produk X Produk Y

Harga jual/unit 900 1.400

(-) Biaya variabel/unit 600 800

Marjin kontribusi/unit 300 600

Jam mesin diperlukan untuk

Memproduksi 1 unit 1 jam 3 jam

Kapasitas jam mesin per minggu 120 jam

96
Permintaan pasar maksimum per minggu 60 unit 30 unit

Apabila tidak ada kendala jam mesin dan permintaan pasar seperti tertera diatas, maka
keputusannya adalah memproduksi dan menjual produk X dan Y sebanyak-banyaknya.
Namun, oleh karena terdapat kendala kapasitas jam dan permintaan pasar seperti tertera di
atas, maka keputusannya adalah memproduksi dan menjual 60 unit produk X dan 20 unit
produk Y. Keputusan tersebut berdasarkan pada perhitungan yang menggunakan pendekatan
linear programming sebagai berikut :

Pendekatan Linear Programming

1. Tentukanlah lebih dahulu fungsi tujuan (objective). Tujuan kita adalah


memaksimumkan marjin kontribusi. Jika X dan Y diumpamakan sebagai jumlah
produk X dan produk Y yang akan diproduksi, maka berdasarkan data diatas, jumlah
marjin kontribusinya adalah 300X + 600Y. Dalam linear programming, fungsi tujuan
diberi notasi Z. Jadi fungsi tujuannya adalah sebagai berikut :
Maksimumkan Z = 300 X + 60 Y
2. Fungsi tujuan pada nomor 1 diatas menghadapi kendala-kendala kapasitas jam mesin
dan permintaan pasar. Kapasitas jam mesin maksimum untuk memproduksi X dan Y
adalah 120 jam. Oleh karena satu unti produk X membutuhkan 1 jam, sedangkan satu
unit produk Y membutuhkan 3 jam, maka batasan jam mesinnya adalah sebagai
berikut :
1X + 3Y 120 Batasan kapasitas jam mesin

Adapun permintaan pasar maksimum per minggu adalah 60 unti produk X dan 30 unit
produk X. Batasan ini dinotasikan sebagai berikut :

X 60 Batasan permintaan pasar produk X

Y 30 Batasan permintaan pasar produk Y

3. Oleh karena hanya ada dua jenis produk (X dan Y), maka kita dapat menggunakan
grafik dua sumbu, dengan sumbu vertikal Y dan sumbu horisontal X.
4. Persamaan 1X + 3Y 120 kita ubah lebih dahulu menjadi 1X + 3Y = 120 atau
sebagai berikut :
Y = 40 1/3X
Dalam grafik dua sumbu, jika Y = 0, maka X = 120; dan jika X = 0, maka Y = 40. Jadi
garis Y = 40 1/3X memotong sumbu horisontal (X) pada titik (120, 0) dan
memotong sumbu vertikal (Y) pada titik (0, 40). Artinya, jika seluruh kapasitas jam

97
mesin dipergunakan untuk memproduksi produk X, maka jumlah maksimum produk
X yang dapat diproduksi adalah 40 unit (120 : 3)
5. Persamaan X 60 dan Y 30 diubah lebih dahulu menjadi X = 60 dan Y = 30. Dalan
grafik dua sumbu, garis X = 60 memotong sumbu horisontal pada titik (60, 0) dan
tidak memotong sumbu vertikal. Jadi garis tersebut sejajar dengan sumbu vertikal.
Adapun garis Y =30 memotong sumbu vertikal pada titik (0, 30) dan tidak memotong
sumbu horisontal. Jadi garis tersebut sejajar dengan sumbu X.
6. Untuk memudahkan pembahasan, fumgsi tujuan tidak perlu digambar digrafik. Jika
prosedur-prosedur di atas telah dilakukan, maka grafik yang dihasilkan adalah sebagi
berikut.

120

X = 60

100

80

60 Y = 40 1/3X

40

30 A B Y = 30

20 D X

0 20 40 60 80 100 120

7. Perhatikan area yang diarsir pada grafik di atas. Area tersebut adalah area yang
mungkin untuk kombinasi antara jumlah produk X dan jumlah produk Y. Menurut
linear programming, titik O (origin) tidak perlu dipertimbangkan karena kita tidak

98
akan memproduksi X dan Y pada volime 0. Tinggalah sekarang titik-titik A,B,C dan
D.
8. Titk A berada pada C = 0 dan Y = 30. Jadi, jika diproduksi X = 0 unit dan Y = 30 unit,
mak marjin kontribusi total, dengan memasukkan jumlah-jumlah itu ke fungsi tujuan,
adalah sebagai berikut :
Z = 300(0) + 600(30)
= 0 + 18.000
= 18.000
9. Titik B berada pada X = 30 dan Y = 30. Jadi, jika diproduksi X = 30 unit dan Y = 30
unit, maka marjin kontribusi total adalah sebagai berikut :
Z = 300(30) + 600(30)
= 9.000 + 18.000
= 27.000
10. Titik C berada pada X = 60 dan Y = 20. Jadi, jika diproduksi X = 60 unit dan Y = 20
unit, maka marjin kontribusi total adalah sebagai berikut :

Z = 300(60) + 600(20)
= 18.000 + 12.000
= 30.000
11. Titik D berada pada X = 60 dan Y = 0. Jadi, jika diproduksi X = 60 unit dan Y = 0
unit, maka marjin kontribusi total adalah sebagai berikut :

Z = 300(60) + 600(0)
= 18.000 + 0
= 18.000
12. Jadi dapat disimpulkan bahwa marjin kontribusi total yang maksimum diperoleh jika
perusahaan memproduksi pada titik C, yakni 60 unit X dan 20 unit Y. Walhasil,
keputusan perusahaan yang paling mungkin adalah memproduksi dan menjal 60 unit
X dan 20 unti Y.

Pendekatan Marjin Kontribusi Per Kendala


Pemecahan masalah diatas sebenarnya dapat dilakukan secara sederhana. Yakni, kita
menggunakan kapasitas untuk lebih dahulu memproduksi produk yang memberikan
kontribusi marjin perjam terbesar dan jika masih ada sisanya baru kita gunakan untuk
memproduksi produk yang kontribusi marjin perjamnya lebigh kecil. Menurut data di atas
marjin kontribusi per jam untuk produk X adalah Rp300/1 = Rp300, sedangkan marjin
kontribusi perjam untuk produk Y adalah Rp600/3 = Rp200. Jadi X memberikan marjin
kontribusi per jam yang terbesar, sehingga seluruh kapasitas kita gunakan lebih dahulu untuk

99
melayani permintaan produk X sebanyak 60 unit. Jumlah kapasitas untuk memproduksi 60
unit X adalah 60 jam. Sisa kapasitas adalah 60 jam (120 jam 60 jam) dan kita gunakan
untuk memproduksi Y. Oleh karena satu unit Y membutuhkan 3 jam mesin, maka jumlah
produk Y yang kita produksi adalah 20 unit. Jadi, kombinasi produknya adalah 60 unit X dan
20 unit Y. Inilah yang akan memberikan marjin kontribusi total terbesar kepada perusahaan.
Dengan demikian, kasus sederhana di atas dapat dipecahkan oleh akuntan manajemen tanapa
menggunakan linear programming.

BAB 7

PENENTUAN HARGA JUAL BERDASAR KOS

TeoriEkonomi
PenentuanHargaBerdasar Kos
Cost Plus Princing
MenentukanPresentase Markup
Time And Material Princing
Target Costing danPenentuanHarga
SiklusHidupPenentuanHarga
PertimbanganEtika Dan PenentuanHarga

100
Tujuan Bab ini adalah menjelaskan penggunaan data kos untuk menentukan harga kos produk
atau jasa . Penentuan harga jual merupakan salah satu keputusan manajemen , hidup atau
matinya suatu perusahaan dalamjangka panjang bergantung pada keputusan princing ini .
Dalama jangka panjang , harga jual harus cukup untuk menutup seluruh kos danlaba normal
agar perusahaan dapat bertahan . Jika kos dan laba yang di inginkan tidak dapat di tutup oleh
harga jual, maka para investor akan mencari peluang yang lebih menguntungkan di
perusahaan lain . Bab ini akan di awali dengan menjelaskan harga menurut teori ekonomi
dengan menggunakan kurva penawaran dan kurva permintaan .

TEORI EKONOMI
Secara garis besar , teori ekonomi dibagi menjadi teori makroekonomika
( macroeconomics theory ) dan dan teori mikroekonomika(microeconomics theory ) . Teori
Mikroekonomika disebut juga teori harga ( price theory ) , karena menjelaskan terciptanya
harga . Berikut ini penjelasan singkat proses terciptanya harga menurut teori
mikroekonomika.
Harga sebuah produk adalah hasil akhir dari interaksi dua kekuatan , yakni permintaan dan
penawaran produk tersebut . Teori Permintaan mengatakan bahwa jumlah produk yang
diminta oleh pembeli ( pelanggan ) pada suatu periode waktu tertentu bergantung pada harga
produk itu . Semakin tinggi harga , semakin sedikitlah jumlah unit produksi yang ingin
dibeli . Sebaliknya , Semakin rendah harga , semakin banyaklah jumlah unit produksi yang
ingin di beli . Kurva permintaan ( DD ) pada Gambar 7.1 dapat menjelaskan hubungan antara
harga pasar dan jumlah unit barang yang akan dibeli oleh konsumen . Kurva ini bergerak dari
atas kiri ke bawah kanan yang menunjukkan bahwa jika harga turun , maka jumlah unit yang
akan di beli menjadi lebih banyak , dan sebalik nya jika harga naik , maka jumlah unit yang
di beli menjadilebih sedikit . Teori Penawaran mengatakan bahwa jumlah produk yang di
tawarkan oleh penjual pada suatu periode waktu tertentu bergantung pada harga produk itu .
Semakin tinggi harga semakin banyak jumlah unit produksi yang ditawarkan penjual ,
sebaliknya semakin rendah harga , semakin sedikit pula jumlah unit produk yang di
tawarkan . Hukum penawaran ini di jelaskan oleh kurva penawaran ( SS ) pada Gambar 7.1 .

101
Gambar 7.1

KurvaPermintaan&Penawaran

Harga (Rp)

D S

10

S D

0 1.500 Kuantitas (unit)

Bagaimana permintaan dan penawaran berinteraksi untuk menentukan harga pasar ? Kurva
permintaan menunjukkan pelbagai kuantitas barang yang di minta oleh para pembeli pada
pelbagai tingkat harga yang mereka mau bayar , sedangkan kurva penawaran menunjukkan
pelbagai jumlah barang yang akan di produksi oleh produsen ( penjual ) pada pelbagai tingkat
harga . Akan tetapi, tidak satu pun dari kurva permintaan dan kurva penawaran itu yang
mengatakan bahwa harga adalah sekian rupiah , jumlah yang dijual dalah sekian unit , atau
jumlah yang di beli adalah sekian unit .
Harga pasar di tentukan oleh titik perpotongan antara kurva penawaran dan kurva
permintaan . Pada titik ekuilibrium inilah jumlah yang di sediakan oleh produsen sama
dengan jumlah yang diminta oleh konsumen . Titik ini ditunjukkan oleh gambar 7.1
padaharga Rp 10 dan kuantitas ekulibrium 1.500 unit .
Gambar 7.2 menunjukkanbahwa perubahan kuantitas barang yang diminta atau di
tawarkan terjadi karena perubahan harga . Jadi gerakannya terjadi sepanjang kurva
permintaan dan kurva penawaran nya ( moving along the curve ) . Misalnya , pada harga Rp 5
barang yang diminta adalah 2.500 unit dan yang di tawarkan 500unit . Adapun pada harga Rp
12,50 barang yang di minta 1.000 unit dan yang di tawarkan 2.000 unit. Ekuilibrium
(pertemuan antara kurva permintaan dan kurva penawaran ) terjadi pada harag Rp 10 dan
kuantitas 1.500 unit .

102
Gambar 7.2

KurvaPermintaan&KurvaPenawaran

Harga (Rp)

D S

12,5

10

S D

0 5 10 15 20 25 Kuantitas (dalam OO)

103
Gambar 7.3

KurvaPermintaanBergeserKeKanan

Harga (Rp) D1

10

D D2

0 15 25 Kuantitas (dalam OO)

Dimungkinkan juga bahwa kurva permintaan dan kurva penawaran itulah yang bergeser ke
atas atauke bawah . Kurva permintaan dapat bergeser karena adanya perubahan pada selera
konsumen , pendapatan konsumen ,atau harga produk lain yang mempunyaikaitan ,missal nya
produk tersebut merupakan barang subsitusi . Pergeseran kurva penawaran dapat terjadi
karena ada perubahan di dalam faktor faktor produksi atau harga masukan ( inputnya ) .
Jika ada pergeseran kurva kurva ini , maka titik ekuilibriumnya juga menjadi berubah .
Gambar 7.3 menggambarkan pergeseran kurva permintaan kakanan atauke atas . Pada
gambar 7.3 karena permintaan bergeser ke kanan , maka pada harga yang sama . missal nya
Rp 10 , jumlah yang diminta lebih besar , yaitu 2.500 unit . Jika kurva permintaan bergeser ke
kiri , maka pada harga yang sama jumlah yang diminta lebih sedkikt .
Gambar 7.4 menggambarkan pergeseran kurva permintaan ke kanan atau ke atas tanpa ada
pergeseran kurva penawaran , sehingga ekuilibriumnya terjadi pada harga Rp 12,5 dan
kuantitas 2.000 unit .

104
Gambar 7.4

EkuilibriumBerubahkarenaKurvaPermintaanBergeser

Harga (Rp)D1

12,5

10

5 D21

S D

0 5 10 15 20 25 Kuantitas (dalam OO)

Sedangkan Gambar 7.5 menggambarkan berubah nya titik ekulibrium antara permintaan dan
penawaraan karena adanya pergeseran kurva penawaran kekiri atau ke atas , tanpa adanya
pergeseran kurva permintaan . Ekuilibrium terjadi pada harga Rp 15 dan kuantitas 500 unit .
Pada Gambar 7.5 terlihat bahwa kurva penawaran bergeserke kiri .

Oleh karena itu. Pada tingkat harga yang sama, misalnya Rp 15, jumlah yang di tawarkan
berubah dari 2500 unit. Seandainya kurva penawaran ini bergeser ke kanan, maka pada harga
yang sama jumlah yang dittawarkan semakin banyak.

Gambar 7.5

EkuilibriumBerubahkarenaKurvaPenawaranBergeser

105
30

25

20
D
Harga Rp 15
Putus
10
S
5 S'

0
5 10 15 20 25
Kuantitas (dalam 00)

Gambar 7.6

EkuilibriumBerubahKarenaKurvaPenawaran Dan

KurvaPermintaanBergeser

20
18
16
14
s
12
Column2
Harga (Rp) 10 Column3
8 D
6 Column1
D1
4
s'
2
0
5 10 15 20 25 30

kuantitas (dalam 00)

Sekarang perhatikan Gambar 7.6 Mula-Mula titik ekuilibrium antara kurva penawaran SS dan
kurva permintaan DD terletak pada harga Rp 10 dan kuantitas 1500 unit. Jika kurva
penawaran bergeser kekiri menjadi kurva S,S dan kurva permintaan bergese ke kanan
menjadi D,D maka titik ekuilibriumnya berubah , terjadi pada harga Rp 17,50 dan kuantitas
1000 unit.
Elastisitas Permintaan
Elastisitas permintaan merupakan derajat kepekaan relative jumlah barang yang diminta
akibat adanya perubahan harga. Jika permintaan suatu produk peka terhadap perubahan harga

106
, maka permintaan tersebut elastis terhadap perubahan harga. Ukuran yang digunakan untuk
melihat intensitas kepekaan terhadap harga ini adalah elastisitas permintaan terhadap harga
atau sering disebut dengan Elastisitas harga. Jika permintaan suatu produk peka terhadap
perubahan pendapatan konsumen, maka permintaan produk tersebut elastis terhadap
perubahan pendapatan. Ukuran yang digunakan untuk melihat intensitas kepekaan ini disebut
elastisitas pendapatan.
Selain elastisitas harga dan elastisitas pendapatan , yerhadap elastisitas silang, yakni derajat
kepekaan relative jumlah barang yang diminta akibat perubahan harga barang lain. Tiga jenis
elastisitas permintaan di atas tidak boleh diabaikan di dalam penentuan harga jual produk atau
jasa perusahaan.
PENENTUAN HARGA BERDASARKAN KOS
Di atas telah dijelaskan bagaimana harga suatu produk ditentukan oleh interaksi antara
kurva permintaan dan kurva penawaran. Teori ekonomi memang berhasil mengembangkan
model model penentuan harga untuk berbagai tipe pasar. Teori ekonomi tersebut memang
logis, akan tetapi sulit untuk diterapakan secar langsung oleh manager utuk menetapkan harga
jual dalam praktik`
Sulitnya penerapan teori ekonomi tersebut dikarenakan oleh hal ha berikut. Pertama,
adanya asumsi bahwa kurva permintaan dapat diketahui . umumnya manajemen tidak
memiliki data yang akurat ,cukup,dan dapat dipercaya untuk membuat kurva permintaan
yang tepat . kedua ,teori ekonomi mengangga bahwa perusahaan bertujuan mencari laba
maksimum,padahal banyak tujuan social ,hokum dan batasan yang mempengaruhi keinginan
manajemen untuk memperoleh laba tersebut . ketiga, banyak factor lain disamping harga
mempengaruhi fungsi permintaan. Misalnya, interaksi antara kebijakan pemasaran dan
distribusi , kebijakan promosi dan pengiklanan ,penyebaran staf penjualan,penawaran jasa-
jasa kepada pelanggan , dan berbagai tipe produkk yang dijual. Seluruh factor ini mempunyai
pengaruh besar terhadap jumlah produk yang dapat dijual pada harga tertentu`
Berbagai kesulitan di atas memaksa manajemen untuk menggunakan pendekatan coba
coba dalam menentukan harga jual. Akhirnya , informasi kos menjadi dasar pengambilan
keputusan menentukan harga jual produk/jasa. Dalam praktik, pricing lebih merupakan seni
dari pada ilmu.
COST-PLUS PRICING
Dalam jangka panjang, harga jual produk harus dapat menutup seluruh kos. Jika tidak ,
maka perusahaan tidak mampu mempertahankan hidupnya. Harga jual yang di tetapkan
sedikit diatas kos variable saja (lihat BAB 6) hanya dapat dierima dalam jangka pendek dan
dalam kondisi tertentu. Dalam jangka panjang , seluruh kos adalah relevan untuk menentukan
harga jual dan harus dipertimbangkan secara eksplit agar tujuan laba jangka panjang dapat
tercapai.
Pendekatan yang lazim untuk menentukan harga jual produk standar adalah menerapkan
formula cost-plus. Menurut pendekatan ini , harga jual adalah cost ditambah dengan markup
sebesar perentase terttentu dari cost tersebut. Markup harus ditentukan sedemikian rupa,
sehingga laba yang diinginkan dapat tercapai.
Kos Produksi Penuh

107
Salah satu dasar yang digunakan untuk menentukan harga jual produk adalah kos produk
yang dihitung dengan pendekatan absorption costing (full costing). Menurut pendekatan ini,
kos produk terdiri atas kos bahan baku, kos tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik tetap
dan variable. Harga jual yang ditargetkan adalah kos produk ditambah dengan markup.
Untuk memberikan gambaran, anggaplah bahwa perusahaan ANANDA sedang dalam
proses menentukan harga jual produknya. Data kos yang berhubungan dengan produk
tersebut tersaji sebagai berikut:

Kos PerUnit Total


Bahan Baku Rp 1000
Tenaga Kerja Lansung 800
Overhead Variabel 800
Overhead Tetap (berdasar pada produksi 10.000 unit) 1. 400 14.000.000
Penjualan & Administrasi Variabel 400
Penjualan & Administrasi Tetap(berdasarkan pada produksi
10.000 unit) 200 2.000.000

Menurut data diatas, kos adlah sebesar Rp 4.000 per unit, sebagaimana perhitungan berikut
ini :

_
Bahan Baku Rp 1.000
Tenaga Kerja Langsung 800
Overhead ( tetap Rp1.400 dan variable Rp800) 2.200
Kos Produksi Penuh per unit Rp 4.000
_
Misalnya markup yang diinginkan adalah sebesar 50% dari kos produk. Dengan demikian,
harga jualnya adalah Rp6.000 ,sebagaimana perhitungan berikut:

Kos Produksi Penuh per unit Rp 4000


Markup untuk menutup kos penjualan, kos administrasi,
dan laba: 50% dari kos produksi Rp 2000
Target Harga Jual perunit Rp 6000

108
Meskipun pendekatan ini bersama cost-plus, namun masih ada bagian kos yang
tersembunyi dalam markup. Kos yang tersembunyi (buried) tersebut adalah kos administrasi
dan kos penjualan. Kos tersebut dapat pula ditampakkan secara terpisah dan ditambahkan
dengan kos produksi. Jadi, markup dapat dihitung dari seluruh kos, baik produksi maupun
kos non-produksi.
Kalau kita menggunakan seluruh kos (produksi dan non-produksi) sebagai dasar penentuan
harga, berarti kita mendasarkan pada full cost, yang akan dijelaskan nanti dibab ini. Namun
demikian, cara seperti itu jarang dilakukan dalam praktik. Alasannya adalah kesulitan yang
dihadapi dalam mengalokasi kos no-produksi jika produk perusahaan banyak jenisnya.
Sebagai contoh , gaji presiden direktur adalah common cost untuk seluruh produk.
Pengalokasian kos gaji tersebut ke masing masing produk dengan cara yang adil dan berarti
adalah suatu pekerjaan yang sulit.

Seandainya perusahaan ANANDA merencanakan untuk memproduksi dan menjual 10.000


unit dengan Rp6.000 per unit, maka laba taksirannya akan tampak sebagai berikut :

Penjualan (10.000 setaun @ Rp6.000) Rp 60.000.000


Kos Produksi terjual (10.000 satuan @ Rp4.000 40.000.000
Laba Bruto Rp 14.000.000

Kos Penuh
Dasar lain dapat digunakan untuk menentukan harga jual adalah full cost. Full cost adalah
seluruh kos baik produksi maupun kos non-produksi. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya,
pendekatan ini sulit diterapkan apabila produk yang dibuat oleh satu jenis produk yang dibuat
dan dijual perusahaan`
Dengan menggunakan data perusahaan ANANDA diatas , Full cost perunit adalah sebagai
berikut :

Kos produksi penuh perunit Rp4.000


Kos penjualan dan administrasi variable 400
Kos Penjualan dan administrasi tetap 200
Full cost per unit 4.600

Apabila ditetapkan markup 30,43% dari full cost, maka besarnya harga jual adalah
Rp6.000 sebagaimana perhitungan berikut:

109
Full cost per unit Rp4.600
Markup : (30,43% x Rp46) 1.400
Target Harga Jual per unit 6.000

Kos Produksi Variabel


Dasar ketiga yang dapat digunakan untuk menentukan harga jual adalah kas produksi yang
dihitung dengan pendekatan variable costing. Menurut pendekatan ini, kos produk hanya
terdiri atas kos variabel yang diperlukan untuk memproduksi barang atau jasa. Elemen kos
produk hanya meliputi kos bahan baku,kos tenaga kerja langsung, dan kos overhead pabrik
vaiabel. Kos overhead pabrik tetap dianggap bukan kos produksi, melainkan kos perioda
(period cost)
Untuk memberri gambaran, digunakan data kos pada perusahaan ANANDA di atas.
Kos produk varibel adalah sebesar Rp2.600 dihitung sebagai berikut:

Kos bahan Baku _ Rp1.000


Kos Tenaga kerja langsung 800
Kos overhead variabel 800
Kos produksi variabel per unit Rp2.600

Anggaplah bahwa markup yang ditentukan untuk menutup kos non-produksi dan laba per
unit adalah 130,77% dengan demikian harga jualnya adalah Rp6.000 sebagaimana
perhitungan berikut:

Kos Produksi variable per unit Rp2.600


Markup untuk menutup kos non-produksi
dan laba: 130,77% x Rp2.600 3.400
Target Harga Jual per unit Rp6.000

Seandainya Perusahaan ANANDA akan memproduksi dan menjual 10.000 unit dengan
harga Rp6.000 per unit, maka laba taksirannya akan tampak sebagai berikut :

110
Kos produksipenuhperunit Rp4.000

Kos penjualandanadministrasi variable 400

Kos Penjualandanadministrasitetap 200

Full cost per unit 4.600

Apabiladitetapkan markup 30,43% dari full cost, makabesarnyahargajualadalah Rp6.000


sebagaimanaperhitunganberikut:

Full cost per unit Rp4.600

Markup : (30,43% x Rp46) 1.400

Target HargaJual per unit 6.000

Kos ProduksiVariabel

Dasarketiga yang dapatdigunakanuntukmenentukanhargajualadalahkasproduksi yang


dihitungdenganpendekatan variable costing.Menurutpendekatanini,
kosprodukhanyaterdiriataskosvariabel yang diperlukanuntukmemproduksibarangataujasa.
Elemenkosprodukhanyameliputikosbahanbaku,kostenagakerjalangsung, dankos overhead
pabrikvaiabel. Kos overhead pabriktetapdianggapbukankosproduksi, melainkankosperioda
(period cost)

Untukmemberrigambaran, digunakan data kospadaperusahaan ANANDA di atas.

Kos produkvaribeladalahsebesar Rp2.600 dihitungsebagaiberikut:

Kos bahan Baku Rp1.000

Kos Tenagakerjalangsung 800

Kos overhead variabel 800

Kos produksivariabel per unit Rp2.600

111
Anggaplahbahwa markup yang ditentukanuntukmenutupkos non-produksidanlaba per unit
adalah 130,77% dengandemikianhargajualnyaadalah Rp6.000
sebagaimanaperhitunganberikut:

Kos Produksi variable per unit Rp2.600

Markup untukmenutupkos non-produksi

danlaba: 130,77% x Rp2.600 3.400

Target HargaJual per unit Rp6.000

Seandainya Perusahaan ANANDA akanmemproduksidanmenjual 10.000 unit


denganharga Rp6.000 per unit, makalabataksirannyaakantampaksebagaiberikut :

Penjualan (10.000 unit @ Rp 6.000 .................................................................... Rp 60.000.000

Dikurangi:

Kos produk terjual variabel (10.000 unit @ Rp 2.600)............ Rp 26.000.000

Biaya penjualan dan administrasi variabel (10.000 x Rp 400) 4.000.000Rp 30.000.000

Contribution margin......................................................................................... Rp 30.000.000

Dikurangi biaya tetap:

Biaya produksi ...................................................................... Rp 14.000.000

Biaya administrasi dan penjualan ......................................... 2.000.000Rp 16.000.000

Laba bersih .................................................................................................... Rp 14.000.000

Kos Variabel

Dasar keempat untuk menentukan harga jual adalah variabel cost, yaitu seluruh kos
variabel baik kos produksi variabel maupun kos non-produksi variabel. Kos variabel per unit
Perusahaan ANANDA adalah:

112
Kos Produksi Variabel per unit .................................... Rp 2.600
Kos Penjualan dan administrasi variabel per unit ........ 400
Kos Variabel per unit ................................................... Rp 3.000

Apabila markupditetapkan 100%, maka target harga jual per unit adalah Rp 3.000 + Rp 3.000
= Rp 6.000

Dari penjelasan diatas, maka dapatlah dipahami bahwa penentuan harga jual produk
dengan mendasarkan pada kos tidak dapat dipandang sebagai formula yang kaku dan
deterministik (pasti). Berbagai formula yang ada hanyalah cara menentukan target harga jual
sebagai pendekatan coba-coba. Pada akhirnya, konsumenlah yang dapat menentukan harga,
sehingga perusahaan harus selalu menyesuaikan harga jualnya atau mengubah lini produknya.
Selalu menyesuaikan harga jual dilakukan apabila pasar yang dihadapi perusahaan adalah
persaingan sempurna karena posisi perusahaan hanyalah price taker.

MENENTUKAN PERSENTASE MARKUP

Untuk apa markup itu? Markup dibentuk untuk menutup: (1) kos selain kos yang
menjadi dasar perhitungan, dan (2) laba yang diinginkan. Jika salah menentukan persentase
markup, maka kos tersebut dan laba yang diinginkan tidak dapat ditutup oleh harga jual.

Return On Investmen adalah salah satu cara untuk menentukan besarnya markup.
Berikut ini empat buah formula untuk menentukan besarnya persentase markup. Masing-
masing formula akan diberikan contoh perhitungannya, baik untuk besarnya markup itu
sendiri maupun untuk besarnya harga jual setelah diketahui markup. Semua formula akan
menggunakan data Perusahaan ANANDA dibawah ini.

Rerata aktiva operasi setiap tahun Rp 50.000.000. produksi dan penjualan setahun
10.000 unit. Return On Investment (ROI) atau Return On Assets Employed yang diinginkan
adalah 28%. Data kos taksiran setahun mendatang adalah sebagai berikut

113
Total Per Unit

Kos Bahan baku ...................................................... Rp 10.000.000 Rp 1.000

Kos Tenaga kerja langsung ..................................... 8.000.000 800

Kos Overhead variabel ............................................ 8.000.000 800

Kos Overhead tetap ................................................ 14.000.000 1.400

Kos Penjualan dan Administrasi variabel ............... 4.000.000 400

Kos Penjualan dan Administrasi tetap .................... 2.000.000 200

Jumlah ..................................................................... Rp 46.000.000Rp 4.600

Formula Absorption Costing (1)

Formula ini dipergunakan jika dasar perhitungan untuk menentukan markup adalah kos
produksi penuh.

% markup= (Target ROI) + (Kos Penjualan dan Administrasi Total)

(Volume dalam unit) x (Kos Produk Penuh per unit)

% markup = (28% x Rp 50.000.000) + (Rp 6.000.000)

(10.000 x Rp 4.000)

= Rp 20.000.000

Rp 40.000.000

= 50%

Dengan menggunakan data taksiran di atas, maka harga jual per unit produk yang ditargetkan
adalah:

114
Kos produksi penuh per unit ......................... Rp 4.000

(+) Markup: 50% x Rp 4.000 ......................... 2.000

Target harga jual per unit .............................. Rp 6.000

Jika Perusahaan dapat menjual seluruh produksinya (10.000) dengan harga per unit Rp 6.000,
maka taksiran labanya tahun depan tampak seperti berikut:

Penjualan (10.000 x Rp 6.000) ................................. Rp 60.000.000

(-) Kos produk terjual (10.000 x Rp 4.000) .............. 40.000.000

Laba bruto ................................................................ 20.000.000

(-) Biaya penjualan dan administrasi ....................... 6.000.000

Laba ......................................................................... Rp 14.000.000

Berdasarkan perhitungan di atas, ROI dapat dibuktikan sebesar 28% dan markup sebesar
50%, sebagai berikut:

ROI = (laba) x (penjualan)

Penjualan Rerata Aktiva Operasi

ROI = Rp 14.000.000 x Rp 60.000.000

Rp 60.000.000 Rp 50.000.000

= 0,233% x 1,2

= 28%

% markup = (Target ROI) + (Kos Penjualan dan Administrasi)

(Volume dalam unit) x (Kos Produk per unit)

= (28% x Rp 50.000.000) + (Rp 6.000.000)

(10.000) x (Rp 4.000)

115
= Rp 20.000.000

Rp 40.000.000

= 50%

Dari angka ini terbukti bahwa markup sebesar 50% atau Rp 20.000.000 yang akan digunakan
untuk menutup kos penjualan dan administrasi Rp 6.000.000 dan laba bersih yang
dikehendaki sebesar Rp 14.000.000, yakni ROI sebesar 28% dan rerata investasi Rp 50 juta.

Formula Full Cost (2)

Formula ini dipergunakan jika dasar perhitungan untuk menentukan markup adalah kos
penuh, yaitu penjumlahan antara kos produksi dan kos non-produksi.

% markup = Target ROI

(Volume dalam unit) x (Total kos penuh per unit)

= (28% x Rp 50.000.000)

(10.000) x (Rp 4.600)

= Rp 14.000.000

Rp 46.000.000

= 30,43%

Adapun harga jual per unitnya adalah Rp 4.600 + (30,43% x Rp 4.600) = Rp 6.000

Formula Variabel Costing(3)

Formula ini digunakan jika dasar perhitungan untuk menentukan markup adalah kos produksi
variabel.

% markup = Target ROI + Kos Tetap + Kos non-produksi variabel

(Volume dalam unit) x (Kos produksi variabel per unit)

= (28% x Rp 50.000.000) + Rp 16.000.000 + Rp 4.000.000

116
(10.000) x Rp 2.600

= Rp 34.000.000

Rp 26.000.000

= 130,77%

Harga jual per unit dengan data di atas adalah Rp 2.600 + (130,77 x Rp 2.600) = Rp 6.000

Formula Variabel Cost (4)

Formula ini dipergunakan jika dasar perhitungan untuk menentukan markup adalah kos
produksi dan non produksi variabel.

% markup = Target ROI + Kos Tetap

(Volume dalam unit) x (Kos penuh variabel per unit)

= (28% x Rp 50.000.000) + Rp 16.000.000

(10.000) x Rp 3.000

= Rp 30.000.000

Rp 30.000.000

= 100%

Dari data di atas, maka harga jual produk per unit adalah Rp 3.000 + (100% x Rp 3.000) = Rp
6.000

Dengan menggunakan data yang sama, harga jual per unit adalah Rp 6.000 walaupun
formula yang digunakan dan besarnya markup berbeda-beda. Markup berbeda-beda karena
dasar yang digunakan untuk menentukan markup berbeda-beda. Harga jualnya sama karena
ROI yang diinginkan adalah sama yaitu 28%. Perhatikan tabel berikut:

117
Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4

Absorption Full Cost Variabel Variabel

Costing Costing Cost

Dasar yang digunakan:

1. Seluruh kos produksi 4.000


Markup 50% 2.000
2. Seluruh kos markup 4.600
30,43% 1.400
3. Kos produksi variabel 2.600
Markup 130,77% 3.400
4. Kos variabel markup 3.000
100% 3.000
Harga jual 6.0006.0006.0006.000

TIME AND MATERIAL PRICING

Pendekatan time and material pricing menggunakan dua buah tarip penentuan
harga jual. Tarip pertama mendasarkan pada waktu tenaga kerja langsung, dan yang
kedua mendasarkan pada bahan. Tarip tersebut dibentuk untuk menutup kos
administrasi dan penjualan, kos tak langsung lainnya, dan laba yang diinginkan.
Penentuan harga jual dengan metoda ini lazim digunakan oleh bengkel reparasi jam,
bengkel reparasi mobil dan motor, perusahaan percetakan, dan perusahaan-perusahaan
lain yang bergerak dibidang jasa. Metoda ini juga digunakan oleh berbagai
persekutuan para ahli, seperti akuntan, pengacara, dokter, dan konsultan.

1
1.
2.
3.

Komponen waktu ditanyakan secara khusus sebagai tarip per jam tenaga kerja
langsung. Tarip ini dihitung dari penjumlahan tiga elemen berikut: (1) kos tenaga kerja
langsung, termasuk gaji dan tunjangan tambahan; (2) kos penjualan dan administrasi; dan (3)
laba yang diinginkan.

118
Adapun komponen bahan meliputi harga beli bahan yang digunakan selama
pengerjaan ditambah material loading charge. Material loading charge dimaksudkan untuk
menutup kos pemasaran, handling dan penyimpanan bahan, plus profit margin untuk bahan
itu sendiri.

Contoh berikut merupakan penjelasan metoda ini. Sebuah bengkel sepeda motor
membaayar gaji tenaga kerja langsung sebesar Rp 10.000 per jam plus tunjangan tambahan
Rp3.750 per jam. Kos lainnya sebulan sebagai berikut:

Gaji mandor, termasuk tunjangan tambahan ........................... Rp 4.250.000

Bahan habis pakai . 1.600.000

Penyusutan 7.300.000

` kos administrasi & penyusutan 9.350.000

Jumlah Rp 22.500.000

Tenaga kerja langsung dalam sebulan bekerja selama 2.000 jam. Jika dikehendaki laba per
jam sebesar Rp6.250, maka harga kepada pemesan (pelanggan) per jam adalah sebagai
berikut :

Gaji tenaga kerja langsung (termasuk tunjangan per jam) Rp 13.750

Kos lain per jam :

Rp 22.500.000 : 2.000 .. 11.250

Laba yang diinginkan per jam .. 6.250

Total beban per jam kepada pelanggan Rp 31.250

119
Kos pemesanan, handling dan penyimpanan diperkirakan 25% dar harga faktur pembelian
bahan. Laba yang diinginkan atas bahan ini adalah 15%. Seandainya dari data di atas, ada
seorang pelanggan yang mendapat jasa reparasi selama 2,5 jam dan membutuhkan komponen
motor (bahan) yang harga belinya sebesar Rp75.000 maka ia akan dikenkan harga sebagai
berikut:

Jam kerja 2,5 jam @ Rp31.250 .. Rp 78.125

Bahan yang digukan (harga beli) Rp 75.000

(+) kos pemesanan, handling dan

Penyimpanan : 25% X Rp 75.000 18.750

Laba 15% X Rp 75.000 .. 11.250 Rp 105.000

Harga jual yang dibebankan kepada pelanggan ... Rp 183.125

TARGET COSTING DAN PENENTUAN HARGA

Target costing merupakan suatu pendekatan untuk menentukan kos produk atas
dasar harga target yang dapat dibayar oleh para customer, metode ini disebut juga price-
driven costing. Target costing merupakan suatu system untuk mendukung proses reduksi kos
pada tahap perancangan dan pengembangan produk baru, perubahan model baik secara penuh
maupun sebagian.

Dalam implementasi target costing diperlukan tiga tahap, yaitu merencanakan


produk baru yang memuaskan customer, menentukan kos produk berdasarkan harga yang
dapat dibayar oleh customer (target cos) dan merealisasikan target kos dengan perekayasaan
nilai (value engineering). Target cost adalah harga jual yang dapat dibayar oelh customer
dikurangi dengan target laba. Berikut contoh penentuan harga atas dasar target costing.

Selama tahunn 2004 Canggih Computer merakit 650 unit computer dengan waktu
rata-rata 6 jam per unit. Pekerja menerima gaji rata-rata per jam Rp 120.000 dan tingkat laba
25% dari gaji. Laporan rugi/laba tahun 2004 sebagai berikut :

120
Penjual . Rp 8.565.000.000

Kos produk terjual :

Biaya bahan baku . 5.850.000.000

Biaya tenaga keja langsung .. 585.000.000

Biaya overhead pabrik .. 702.500.000 (+) 7.137.500.000

Laba bruto .. 1.427.500.000

Biaya penjualandan administrasi umum 250.000.000

Laba operasi ... Rp 1.177.500.000

Berdasarkan laporan rugi/laba tersebut, maka dapat ditentukan presentase markup


sebagai berikut :

(250.000.000 + 1.177.500.000) : 7.137.500.000 = 20%

Pada awal januari 2005, perusahaan menerima pesana untuk merakit 100 unit
computer dari sebuah perusahaan jasa perbankan dengan mengajukan penawaran harga Rp
1.000.000.000. apabila pesanan tersebut diterima perusahaan dan dengan menganggap bahwa
besarnya biaya yyang telah terjadi juga akan sama di perioda berikutnya, maka perusahaan
akan mengeluarkan biara sebagai berikut :

Biaya bahan baku per unit: Rp2.850.000.000 dibagi 650 unit Rp 9.000.000

Biaya tenaga kerja langsung per unit: 6 x 120.000 x 125% 900.000

Biaya overhead pabrik per unit: 60% x Rp 900.000 Rp 540.000

Berdasarkan informasi tersebut, maka dapat dibuat analisis penentuann harga dari
100 unit pesanan tersebut :

121
Biaya bahan baku: 100 unit x Rp9.000.000 Rp 900.000.000

Biaya tenaga kerja langsung: 100 unit x Rp900.000 90.000.000

Biaya overhead pabrik : 100 unit x Rp540.000 54.000.000

Kos produk terjual yang akan terjadi Rp 1.044.000.000

Markup 20% x Rp 1.044.000.000 208.800.000

Harga jual estimasian per 100 unit Rp 1.252.800.000

Harga jual estimasian per unit Rp 12.528.000

Berdasarkan analisis penentuann harga 100 unit pesanan tersebut dapat disimpulkan
bahwa harga yabg diminta oleh pemesan lebih rendah daripada harga menurut estimasi
perusahaan. Agar pemesan tidak pindah ke perusahaan lain, maka Canggih Computer hars
menggunakan target costing dalam menentukan harga jaul atas pesanan tersebut. Jika harga
jual estimasian lebih rendah daripada harga yang diminta oleh pemesan, tetu hal tersebut
menjai cukup menarik bagi customer.

Untuk itu perusahaan merancang kembali desain produk dengan menggunakan


komponen yang harganya lebih mjurah sehingga dapat menghemat kos bahan baku, misalnya,
Rp 300.000.000. penghematan ini sudah termasuk kenaikan harga monitor yang
menyebabkan penghematan waktu instal 15 menit per unit computer.di samping itu aktivitas
yang berkaitan dengan overhead juga dapat dihemat menjadi 40% dari kos tenaga kerja
langsung.

Berdasarkan desain baru, maka analisis penentuan harga atas pesanan tersebut
adalah :

Biaya bahan baku (1.000.000.000 dikurangi 300.000.000) Rp 700.000.000

Biaya tenaga kerja langsung: 100 x 5,75 jam x Rp150.000 86.250.000

Biaya overhead pabrik : 40% x 86.250.000 34.500.000

122
Total biaya produksi untuk 100 unit pesanan Rp 820.750.000

Markup 20% x Rp 820.750.000 164.150.000

Harga jual estimasian 100 unit Rp 984.900.000

Harga jual estimasian per unit Rp 9.849.000

Berdasarkan target costing, maka harga jual estimasian per unit adalah Rp 9.849.000.
andaikan saja harga yang diajukan oleh pemesanan adalah Rp 10 juta per unit, maka
perusahaan tidak akan kehilangan peluang atas pesanan tersebut.

SIKLUS HIDUP DAN PENENTUAN HARGA

Berdasarkan tujuan produksi terdapat lima tahapan dalam siklus hidup produk, yaitu
tahap pengembangan, tahap pengenalan, tahap pertumbuhan, tahap pematangan dan tahap
penurunan. Apabila dalam penetapan harga perusahaan memperhitungan siklus hidup produk,
maka perusahaan mengambil suatu pandangan jangka panjang dalam hidup produk, walapun
dalam praktiknya setiap produk dan perusahaan yang berbeda akan menggunakan strategi
yang berbeda tergantung pada struktur pasar dal elastisitas permintaan.

Tahap pengembangan merupakan tahap yang paling kritis dalam manajemen kos,
Karena sekitar 70% kos produksi sudah ditetapkan pada tahap pengembangan ini. Untuk itu
pada tahap pengembangan akan digunakan target costing dalam penentuan harga. Target kos
adalah target harga (harga yang dapat dibayar oleh customer) dikurangi target laba.

Pada tahap pengenalan, produk diproduksi dan dijual, penetapan harga pada tahap ini
tergantung pada karakteristik produk dan pasar. Dalam tahap ini perushaan dapat
menggunakan strategi harga rendah dengan penetrasi pasar (penetration pricing) atau strategi
harga tinggi melalui price skimming. Penetrasi pasar dapat digunakan untuk produk-produk
baru, sehingga sekelompok kecil customer yang mengenal produk tersebut dan peruahaan
menikmati keuntungan monopolistic. Sebagai contoh harga tinggi akann ditetapkan untuk
resep obat baru, ketika hak patennya sudah habis dan versi obat generiknya diperkenalkan,
harga obat tersebut akan turun secara signifikan.

123
Karakteristik dari tahap pertumbuhan adalah adanya peningkatan secara cepat dalam
produksi dan penjualan. Jika pada tahap pengenalan digunakan penetrasi pasar, maka pada
tahap ini dapat digunakan strategi harga tinggi, sebab para pesaing yang ada tidak dapat
mengejar peruahaan yang pertama kali meluncurkan produk baru.

Pada tahap pematangan harga dapat menurun karena pada tahap ini jumlah pesaing
sudah mulai mpan, sehingga semakin banyaknya penawaran akan mengakibatkan turunnya
harga.

Tahap penurunan ditandai oleh penurunan ditandai oleh penurunan pendapatan untuk
seluruh industry, biasanya pada tahap ini hanya sedikit perusahaan yang mampu bertahan.
Pada tahap ini hargaa produk dapat menjadi sangat tinggi, dan hanya sedikit pelanggan setia
terhadap produk tersebut, sehingga penetapan harga tinggi dilakukan dengan alasan agar
perusahaan mampu bertahan.

PERTIMBANGAN ETIKA DALAM PENETAPAN HARGA

System hokum dalam batas tertentu mendukung adanya persaingan. Penetapan harga
oleh pemerintah hanya dibenarkan dalam keadaan tertentu, misalnya untuk mendistribusikan
barang secara adil kepada seluruh lapisan masyarakat dengan harga wajar. Pasar harus
diawasi untuk mencegah tindakan monopoli dan penipuan. Di antara praktik pelanggaran
etika dalam penetapan harga adalah :

Predatory pricing ( penetapan harga yang memangsa), yaitu menetapkan harga


dibawah harga pasar dengan tujuan menegluarkan pesaing dari pasar
Diskriminasi harga yaitu menetapkan harga yang berbeda atas produk yang sama
jika tujuannya adalah untuk mengurangi persaingan dan menciptakan monopoli dalam
setiap jalur perdagangan
Kolusi diantara perusahaan dalam penetapan harga dengan tujuan mengeluarkan
pesaing dari pasar
Penipuan harga, yaitu ketika suatu perusahaan mempunyai kekuatan pasar untuk
menetapkan harga telalu tinggi atas produknya. Untuk menentukan apakah harga
tinggi merupakan penipuan harga atau tidak dasarnya adalah struktur kos perusahaan.
Apakah struktur kos yang dilaporkan mengandung elemen-elemen kos fiktif?

124
B AB

AKUNTANSI

PERTANGGUNGJAWABAN

Akuntansi Pertanggungjawaban

125
Laporan Prestasi dan struktur Organisasi

Pusat-pusat Pertanggungjawaban

Laporan Prestasi untuk Pusat Kos

Laporan Prestasi Pusat Pendapatan

Unsur Kos dalam Prestasi Pusat Pendapatan

Laporan Prestasi Pusat Laba

BAB ini menjelaskan akuntansi pertanggungjawaban, yakni subsistem akuntansi yang


memfokuskan pada penyusunan laporan prestasi yang dikaitkan kepada individu atau
anggota-anggota kelompok sebuah perusahaan dengan cara menekankan pada faktor-faktor
yang dapat dikendalikan oleh individu atau anggota-anggota kelompok tersebut. Laoran
prestasi yang dibahas di bab ini meliputi laporan prestasi pusat pertanggungjawaban kos,
pusat pertaggung jawaban pendapatan, dan pusat pertanggungjawaban laba. Laporan prestasi
dan ukuran prestasi untuk pusat pertanggungjawaban investasi dibahas di Bab 9.

AKUNTANSI PERTANGGUNGJAWABAN

126
Laporan Prestasi harus disusun sesuai dengan konsep akuntansi
pertanggungjawaban (responsibility accounting). Akuntansi pertanggungjawaban
merupakan proses penyusunan laporan-laporan prestasi yang dikaitkan kepada individu atau
anggota-anggota kelompok sebuah organisasi dengan suatu cara yang menekankan pada
faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh individu-individu atau anggota-anggota kelompok
tersebut. Fokus akuntansi pertanggungjawaban adalah unit-unit organisasi yang
bertangggungjawab untuk menyelesaikan kegiatan atau mencapai tujuan tertentu.

Laporan prestasi dapat disusun untuk melaporkan prestasi unit organisasi atau prestasi
manajer unit organisasi tersebut. Apabila melaporkan prestasi manajer unit organisasi, maka
laporan tersebut hanya berisi elemen-elemen yang dapat dikendalikan oleh manajer tersebut.
Misalnya, laporan prestasi keuangan untuk manajer produksi hanya berisi kos produksi yang
dapat dikendalikan oleh manajer produksi tersebut. Laporan itu tidak boleh berisi kos yang
tidak dapat dikendalikannya meskipun terjadi didepartemen produksi. Kalau memasukkan
kos tak terkendali, maka laporan itu mengganggu perhatian manajer terhadap kos terkendali
dan, oleh karena itu, akan mengurangi usahanya untuk memperhatikan kos tersebut.

LAPORAN PRESTASI DAN STRUKTUR ORGANISASI

Tanggung jawab tidak mungkin dibebankan kepada siapa pun yang tidak diberi
wewenang untuk melakukan tugas-tugas dalam rangka mengemban tanggung jawab tersebut.
Oleh karena itu, sebelum menerapkan sistem akuntansi pertanggungjawaban, seluruh bidang
wewenang dan tanggung jawab di dalam organisasi harus ditetapkan lebih dahulu secara
jelas. Bagan organisasi dan dokumen-dokumen harus diuji untuk menentukan struktur
wewenang dan tanggung jawab organisasi. Kedua hal tersebut memang sulit karena
terkadang kita menjumpai tugas-tugas yang saling tumpang tindih, wewenang yang tidak
sesuai dengan tanggung jawabnya, dan kos yang sulit ditentukan siapa yang sebenarnya harus
bertanggung jawab.

Meskipun laporan-laporan prestasi dapat dibuat untuk bidang-bidang tanggung jawab


sekecil mungkin, seperti tanggungjawab karyawan tertentu, namun unit pertanggungjawaban
dasar dalam kebanyakan organisasi adalah departemen. Di unit pabrik, misalnya, pusat-pusat
pertanggungjawaban adalah departemen produksi dan departemen jasa. Di universitas, pusat-
pusat pertanggungjawabn adalah masing-masing fakultas (ekonomi, sosial, politik, dan
sebagainya) dan bagian-bagian pendukung seperti bagian-bagian pemeliharaan, kafetaria, dan
registrasi. Kalau di dalam organisasi terdapat departemen yang demikian besarnya dan

127
melakukan bermacam-macam aktivitas, maka akuntansi pertanggungjawaban dapat dirinci
lebih jauh lagi sehinga satu departemen dapat terdiri atas beberapa pusat pertanggungjawaban
dengan laporan prestasi dibuat untuk setiap pusat pertanggungjawaban tersebut.

Gambar 8.1 menyajikan bagan organisasi (yang disederhanakan) sebuah perusahaan


manufaktur. Tujuan jangka pendek perusahaan ini adalah untuk memperoleh laba dengan
memproduksi dan menjual barang jadi. Direktur dan Wakil Direktue bertanggung jawab
terhadap pencapaian laba (profitabilitas). Wewenang untuk menentukan harga jual dan
mengeluarkan kos sehubungan dengan penjualan barang jadi didelegasikan (dilimpahkan)
kepada wakil direktur pemasaran. Wakil direktur pemasaran kemudian mendelegasikan
sebagian wewenang ini kepada masing-masing manajer pemasaran wilayah.

Wewenang untuk mengeluarkan kos sehubungandengan produksi barang dilimpahkan


kepada wakil direktur produksi. Wakil direktur produksi kemudian mendelegasikan sebagian
wewenangnya kepada masing-masing manajer pabrik. Akhirnya, setiap manajer pabrik
melimpahkan wewenang untuk mengeluarkan kos yang berhubungan dengan aktivitas
produksi tertentu kepada kepala departemen.

Gambar 8.1

Struktur Organisasi

Direktur

Wakil
Direktur

Controller Bendahara Penelitian & Staf lain


Pengembanga
n

Wakil Wakil
Direktur 128 Direktur
Produksi Pemasaran
Staf Staf

Manajer Manajer Manajer Manajer


Pabrik 1 Pabrik 2 Pemasaran Pemasaran
Wilayah 1 Wilayah 2

Kepala Kepala Kepala


Dept. A Dept. B Dept. 3

Sesuai dengan wewenangnya, tanggung jawab masing-masing kepala departemen relatif


sempit, dan tanggung jawab manajer pabrik relatif lebih luas sesuai dengan wewenang yang
relatif semakin luas. Jadi, semakin tinggi jenjang, semakin luas wewenang dan tanggung
jawabnya.

Contoh satu himpunan laporan prestasi keuangan dapat dilihat di Tabel 8.1. Manajer
pabrik bertanggung jawab terhadap lebih banyak kos ketimbang kepala departemen, dan
wakil direktur produksi bertanggung jawab terhadap lebih banyak kos daripada manajer
pabrik. Perhatikanlah bagaimana laporan prestasi tersebut disusun berjenjang dan berkait
secara bersama-sama. Total untuk kepala departemen C dilaporkan dalam satu baris sebagai
sebagian dari laporan untuk manajer pabrik 2. Adapun total untuk manajer pabrik 2
dilaporkan dalam satu baris sebagai bagian dari laporn untuk wakil direktur produksi.jadi,
laporan menjadi semakin ringkas untuk jenjang yang lebih tinggi dan semakin rinci untuk
jenjang yang yang lebih rendah.

Tabel 8.1.

Laporan Pertanggungjawaban

Kegiatan Manufaktur

Kos Anggaran

Sesungguhnya Kos Selisih

Wakil Direktur Produksi

Pabrik 1 ................................. 155.000 154.800 200 Rugi

129
Pabrik 2 ................................. 169.600 168.400 1.200 Rugi

Kantor Wakil Direktur .......... 110.900 112.000 1.100 Laba


435.500 435.200 300 Rugi

Manajer Pabrik 2
Departemen A ........................ 45.400 44.700 700 Rugi
Departemen B ......................... 57.500 58.000 500 Laba
Departemen C ......................... 60.500 59.900 600 Rugi
Kantor Manajer Pabrik 2 ........ 6.200 5.800 400 Rugi
169.600 168.400 1.200 Rugi

Departemen C
Bahan Baku ............................ 16.000 15.000 1.000 Rugi
Tenaga Kerja Langsung ......... 26.500 27.000 500 Laba
Overhead Pabrik..................... 18.000 17.900 100 Rugi
60.500 59.900 600 Rugi
Cara pelaporan seperti diatas dilakukan karena para manajer yang jenjangnya lebih tinggi
hanya memiliki sedikit waktu untuk mengendalikan aktivitas-aktivitas. Sebagian besar
waktunya digunakan untuk merencanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Sebaiknya, para
manajer yang paling dekat dengan aktivitas-aktivitas sesungguhnya memerlukan informasi
yang terinci untuk mengendalikan aktivitas harian.

Ukuran Prestasi: Moneter dan Nonmoneter

Laporan prestasi hampir selalu dinyatakan dengan unit moneter (uang), karena unit
moneter dinggap sebagai denominator umum dan dapat dijumlahkan. Namun ukuran-ukuran
prestasi yang tidak menggunakan unit moneter tidak boleh diabaikan. Selisih laba yang
dihasilkan dari tindakan yang tidak sesuai etika dan hukum, umpamanya, sudah barang tentu
tidak patut kita puji. Para manajer yang berpandangan sempit boleh jadi.

Mengambil tindakan yang hanya menguntungkan dalam jangka pendek, tetapi


membahayakan perusahaan dalam jangka panjang. Tekanan yang berlebihan terhadap
produktivitas dapat menyebabkan pemogokan dan keluarnya para pekerrja. Contoh2 ini

130
menggambarkan betapa perlunya bagi menejemen teras unuk menanyakan lebih jauh sebab2
terjadinya selisih.komunikasi informal tampaknya memang perlu, agar karyawan tidak segan
untuk menyampaikan hal2 penting kepada menejemen yang lebih tinggi mengenai cara2 yang
tidak sah yang dilakukan oleh supervisiornya dalam menekan kos.
Orang2 yang bertanggung jawab terhadap terlaksananya aktivitas tertentu, terutama
yang menduduki lini pertama, secaraa rutin harus disodori ukuran prestasi2 moneter dan
nonmoneter. Ukuran moneter harus dinyatakan dalam hubungannya dng aktivitas atau
sumber daya yang harus mereka pertnggungjawabkan. Kepala bagian produksi misalnya :
harus menerima informasi pemakaian bahan, jam kerja, jam mesin, unit yang diproduksi,
produk rusak, produk cacat dan seterusnya. Menejer pemasaran wilayah menghendaki
informasi tentang pangsa pasar, jumlh pesanan, jumlah kunjungan tenaga pemasaran, dan
keluhan konsumen.
FREKUENSI PELAPORAN PRESTASI
Frekuensi pelaporan prestasi harus disesuaikan dengan kebutuhan agar menejer dapat
melakukan tindakan perbaikan dengan tepat. Meskipun laporan tahunan dapat membantu
rencana mengembangkan dan mengevaluasi prestasi menejer, namun tidak berguna untuk
menyesuaikan operasi sepanjang tahun. Jika laporan prestasi harian diperlukan oleh menejer
tertentu, maka laporan dengan fekuensi harian memang perlu dibuat, akan tetapi perlu
dipertimbangkan manfaat dan kos laporan. Masalah ini mengingatkan kita bahwa frekuensi
pelaporan itu berbeda-beda, bergantung pada jenjang manajemen dan tingkatan karyawan
pada setiap jenjang.
Kepala departemen mungkin memerlukan waktu informasi harian, perrjam atau
bahkan yang berkesinambungan mengenai operasi yang berada dalam
pengendaliannya, sedangkan menejer pabrik hanya memerlukan laporan prestasi mingguan
dari setiap kepala departemen. Dalam hal yang sama, wakil direktur produksi barangkali
hanya memerlukan laporan prestasi bulanan dari setiap manajer pabrik. Menejer pada jenjang
yang lebih tinggi lebihh banyak menggunakan waktu untuk perencanaan operasi dan
memotivasi karyawan2 agar melaksanakan rencana2 yang telah ditetapkan. Para menejer
pada jenjang yang lebih bawah, akan lebih banyak menggunakan waktnya untuk
melaksankan rencana2. Oleh karena itu, ,menejer tingkat bawah lebih banyak membutuhkan
umpan balik yang cepat.
Pusat PUSAT PERTANGGUNG JAWABAN

131
Dalam akuntansi pertanggungjawaban, laporan preestassi disiapkan untuk setiap
segmen. Organisasi Pusat Kos Seegemn
dapat Toko Pengecer Bagian Periklanan berupa

Bagian Pemeliharaan
Stasiun Tv Rekayasa Audio/video
Perguruan Tinggi Fakultas Filsafat
Bagian pembangkit Tenaga
Pemerintah Kota Listrik
Dinas Pekerjaan Umum
BAPEDA
departemen, bagian2 yang lebih kecil daripada departmen, atau sekelompok departemen yang
beroperasi dibawah kendali dan wewenang seorang menejer yang bertanggungjawab. Setiap
unit organisasi yang disiapkan laporan prestasinya disebut pusat pertanggungjawaban.
Untuk tujuan evaluasi prestasi keuangan, pusat2 pertanggungjawaban diklasifikasi menjadi
pusat kos, pusat pendapatan, pusat laba, dan pusat investasi.
PUSAT KOS (cost centre) secara finansial bertanggungjawab atas terjadinya kos.
Pusat kos tidak bertanggungjawab untuk memproleh pendapatan. Pusat kos boleh jadi berupa
segmen yang lebih kecil dari departemen dan dapat juga lebih besar yang mencakup aspek
utama oraganisasi, misalnya seluruh kegiatan manufaktur. Laporan prestasi keuangan pada
tabeel 8.1 menggabarkan tanggung jawab yang selalu meningkat pada kos produksi. Kepala
departemen bertanggungjawab atas kos yang terjadi pada departemennya, tetapi wakil
direktur produksi bertanggung jawab atas semua biaya produksi.
Pusat kos juga dibentuk untuk kegiatan no manufaktur. Dalam Gambar 8.1 setiap
staf departemen, sepeerti departemen controller dianggap sebagai pusat kos. Pusat2 kos juga
dibentuk dalam perusahaan dagang, jasa, dan organisasi nir-laba. Berikut adalah contoh
pusat2 kos yang dapat dibentuk di pelbagai organisasi.
Pusat pendapatan (revenue center) bertanggungjawwab atas timbulnya pendapatan,
baik dari penjualan barang dagangan, dari barang jadi, maupun barang jasa. Dalam gambar
8.1 trdapat 3 pusat pendapatan : wilayah 1, wilayah 2, dan wakil gubernur 3 Pemasaran.
Meskipun laporan prestasi utama pusat pendapaatan menekankan penjualan, pusat2
pendapatan dapat pula dibebani tanggung jwab terhadap kos keendali yang terjadi untuk
memperoleh pendapatan tersebut.
Jika pendapatan dan kos dievaluasi scara teerrpisah, maka pusat pertanggungjawaban
tersbut mempunyai tanggungjawab ganda (dual responsibility) yaitu sabagai pusat kos,

132
disamping sebgai pusat pendapatan. Jika kos terkendali dikurangkan dari pendapatan untuk
memperoleh angka laba, maka sebeenarnya pusat prtanggungjawaban tersebut diperlakukan
sebagai pusat laba semu.
PUSAT LABA (profit centre) bertanggung jawab terhadap laba, yaitu selisih antara
pendapan dan kos. Perusahaan secara keseluruhan dianggap sebagai pusat laba. Akuntansi
pertanggungjawaban biasanya mengacu pada bagian perusahaan sebagai pusat laba, misalnya
lini produk, wilayah pemasaran atau toko pada perusahaan pengecer. Dalam kaitannya dngan
evaluasi prestasi, yang dimaksud laba tidak selalu laba bersih setelah pajak sebagaimana
terlihat pada laporan rugi-laba konvensional. Laba dapat diartikan sebagai kontribusi margin.
Setiap toko pada perusahaan eceran biasanya dianggap sebagai pusat laba, dngan
menejer toko sebagai pejabat yang bertanggungjawab. Manajer toko, yang bertanggungjawab
terhadap seluruh operasi tokonya, tidak mempunyai wewenang untuk membangun,
manambah, atau, mengurangi bangunan dan investasi pada toko tersbut. Oleh karena hanya
mempunyai wewenang yang trbatas menurut ukuran total investasi toko, maka menejer toko
tidak memegang tanggungjawab terhadap hubungan antara laba dan investasi. Jadi
tanggungjawab manajer toko hanyalah terhadap laba. Untuk melakukan analisis khusus sudah
barang tentu menejemen dapat melakuakn evaluassi toko sebagai pusat investasi.
Pusat Investassi (investment center) bertanggung jawab terhadap hubungan antar
laba dan seluruh investassi. Biasaanya menejemen pada pusat investasi diharapkan untuk
mencapai target laba per rupiah yang diinvestassikan. Manajer pusat investasi dinilai
berdasarkan pada kemampuannya dalm menggunakan seluruh sumber daya yang
dipercayakan kepada pusat tersbut untuk memproleh laba.
Dibandingkan dengan pusat2 pertanggungjawaban yang dijelaskan sebelumnya, pusat
investasi merupakan yang paling luas cakupannya. organisasi secara keseluruhan yang
digambarkan pada gambar 8.1 merupakan pusat investasi, dengan direktur dan wakil direktur
pelaksana sebagai menejemen pusat investasi. Pejabat2 ini mempunyai wewenang dan
tanggungjawab lebih besar dari paada menejemen2 lain dan mereka bertanggung jawab
tertama untuk peerencanaan, pengorganisasian dan pengendalian aktivitas perusahaan.
Keputusan mereka berkenaan dngan besar-kecilnya perusahaan menentukan jumlah investasi
yang menjadi tangggungjawabnya. Oleh karena meraka berwanang untuk menentukan besar-
kecilnya investasi perusahaan, maka mereka bertanggungjawab terhadap hubungan antara
laba dan investasi. Laporan prestasi untuk
Pusat kos, pusat pendapatan, dan pusat laba, dijelaskan di bab ini, sedangkan pusat investasi
secara lebih lengkap dibahas di bab 9.

133
LAPORAN PRESTASI UNTUK PUSAT KOS
Laporan prestasi keuangan untuk pusat kos haarus selalu mencakup perbandingan
antara kos yang ditetapkan dalam anggaran dan kos yang sesungguhnya terjadi, dengan
indetifikasi selisih. Selisih dikatakan menguntukan jika kos yan sesungguhnya lebih kecil
daripada anggaran kos. Jika terjadi sebaliknya, maka selisihnya tidak menguntungkan.
Perbandingan ini dilakukan baik untuk jumlah total maupun untuk setiap jenis kos yang dapat
dikendalikan. Berikut penjelasan mengenai anggaran statis dan anggaran fleksibel yang
berguna untuk penjelassan mengenai evaluasi prestassi pusat kos.
Anggaran Statis versus Anggaran Fleksibel
Anggaran Statis (static budget) adalah anggaran yang di dasarkan pada taksiran
penjualan dan produksi tertentu. Anggaran Fleksibel (flexible budget) adalah anggaran yang
disusun dengan mendasarakan pada pelbagi tingakat produksi dan volume penjualanyang
mungkin, atau disesuaikan dengan tingkat produksi yang terjadi sesunggguhnya. Jadi,
anggaran fleksibel ini mendasarkan diri pada hubungan kos-volume-laba, yang digunakan
untuk menetapkan jumlah kos untuk mencapai volume kegiatan yang dicapai. Sebelum
anggaran fleksibel disusun, manajemen harus mengetahui bagaimana jumlah kos berubah-
ubah dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan.
Berikut adalah contoh anggaran fleksibel untuk perusahaan XYZ yang memiliki 3
departemen : produksi, penjualan dan administrasi. Contoh tersebut akan kita gunakan untuk
menyusun laporan prestasi untuk setiap departemen tersebut. Anggaran fleksibel untuk kos
produksi bulan januari 2005 adalah sebagai berikut :
Elemen Kos Tetap Kos Variabel
Bahan baku Rp 10/unit
Tenaga kerja langsung 6/unit
Overhead pabrik Rp 50.000 4/unit
Total kos produksi Rp 50.000 Rp 20/unit
Anggaran untuk produksi yang bekisar antara 8.000 unit dan 10.000 unit adalah sebagi
berikut:

Kos 8.000 unit 9.000 unit 10.000 unit


Bahan baku Rp. 80.000 Rp. 90.000 Rp. 100.000
Tenaga kerja lgsng 48.000 54.000 60.000
Overhead variabel 32.000 36.000 40.000
160.000 180.000 200.000
Overhead tetap 50.000 50.000 50.000
210.000 230.000 250.000

134
Mengukur efisiensi dan efektivitas
Efisiensi selalu diukur dengan menggunakan anggaran fleksibel, bukan anggaran
statis. Prestasi Departemen Produksi tidak hanya diukur dari sudut pandang efisiensi, tetapi
juga efektivitasnya. Efisiensi merupakan perbandinagn antara kos sesungguhnya dan
anggaran pada kapassitass sesungguhnya, adapun efektivitas mrupakan perrbandingan
antara volume produksi yang dicapai dan volume produksi yang menjadi target. Jadi,
departemen produksi dibebani dua tanggung jawab dan nilai dengan dua kriteria, yaitu
tanggung jawab untuk mencapai produksi (efektivitas) sesuai dengan anggran dan tanggung
jawab keuangan untuk mengendalikan kos (efisiensi).
Anggaran kos produksi perusahaan XYZ diatas disusun dengan mendasarkan
volumee produksi yang diharapkan dapat dijual dan pada jumlah sediaan yang dibutuhkan
selama satu periode dengan mempertimbangkan batasan2 bahan baku, tenaga kerja langsung
dan fasilitas. Kalau tidak ada perubahan apapun pada volume produksi dievaluasi dengan
membandingkan kos produksi yang dianggarkan dengan kos produksi sesungguhnya. Namun,
apabila volume produksi sesungguhnya tidaksama denganyang diangggarkan, maka tanggung
jawab keuangan departemen produksi terhadap kos harus didasarkan pada tingkat produksi
sesungguhnya.
Untuk tujuan penilaian prestasi keuangan pusat kos standar, digunakan anggaran
fleksibel yang disesuaikan dengan tingkat kegiatan sesungguhnya yang terjadi. Selisih
anggaran fleksibel dihitung untuk stiap selisih antara kos sesungguhnya dan anggaran kos
produksi atau jasa yang sesungguhnya terjadi. Tabel 8.2 merupakan contoh laporan prestasi
departemen produksi, berdasarakan pada anggaran fleksibel, dan menganggap bahwwa
produksi sesungguhnya adalah 11.000 unit.
Pada tabel terssebut selisih antara kos sesungguhnya dan anggaran kos pada kapasitas
sesunguhnya (anggaran fleksibel) rugi Rp. 3.000 yang berupa kombinasi berikut. Selisih kos
bahan baku mengntukan Rp. 2.000. selish kos tenaga kerja langsung tidak menguntungkan
Rp. 4.000. adapun untuk kos overhead pabrik variabel selishnya tidak menguntungkan Rp.
1000, dan untuk kos overhead pabrik tetap tidak ada selisihnya.
Tabel 8.2
Anggaran Fleksibel Dan
Penilaian Pretasi
Keterangan Sesungguhnya Anggaran Fleksibel Selisih
pada kapasitas

135
sesungguhnya
Volume 11.000 Unit 11.000 Unit
Biaya Produksi
Bahan Baku Rp. 108.000 Rp. 110.000 Rp. 2.000 Laba
Tk Langsung 70.000 66.000 4.000 Rugi
OverHead variabel 45.000 44.000 1.000 Rugi
OverHead tetap 50.000 50.000 -
Rp. 273.000 Rp. 270.000 Rp. 3000 Rugi

Kos Standar
Kos standar (standard cost) adalah anggaran untuk menbuat satu unit produk. Kos
standar menunjukan jumlah kos yang seharusnya dikeluarkan untuk membuat satu unit
produk dalam kondisi operasi yang efisien. Kos standar dapat ditetapkan dengan
menganalisis kos produksi secara teknik atau denagn menganalsis data historis yang
disesuaikan dengan perubahan2 yang dapat terjadi, baik produk, teknologi, maupun kos.
Apabila kos standar ditetapkan dengan menggukan data historis, maka manajemen
harus berhati-hati untuk meyakinkan bahwa ketidak efisienan yang terjadi dimasa lalu tidak
dimasukan dalam kos standar yang berlaku sekarang. Kos produksi variabel standar pada
contoh perusahaan XYZ adalah sebalah Rp. 200 per unit, yang terdiri atas kos bahan baku,
kos tenaga kerja langsung dan kos overhead, masing2 sebesar Rp. 10, Rp, 6, dan Rp 4. Kos
standar ini digunakan untuk meneetapkan anggaran fleksibel di tabel 8.2
Kos standar dapat digunakan untuk : 1). Menetapkan anggaran, 2). Menilai
prestasi,dan 3) Menentukan kos produk. Untuk tujuan pengendalian dan perencanaan
internal, kita mengklasifikasikan kos berdasarkan pada periaku dalam hubungannya dengan
volume kegiatan. Oleh karena jumlahnya konstan dalam jangka pendek dan tidak terpengaruh
oleh besarnya volume kegiatan dalam relevant range,maka kos tetap tersebut dianggap
sebagai jumlah yang tetap di bab ini. Dalam anggaran fleksibel perusahaan XYZ di table 8.2,
anggaran kosoverhead tetap tidak berubah-ubah mengikuti volume produksi.

Kos standar harus didasarkan pada prediksi yang realistis apabila dikehendaki
tercapainya manfaat penuh dari kos standar.Beberapa perusahaan menetapkan standar ketat
(tight standard) untuk memotivasi tenaga kerja langsung agar lebih produtif. Manajemen
perusahaan XYZ pada contoh diatas boleh saja menetapkan kos standar untuk tenaga kerja
langsung sebesar Rp 4/unit, bukannya Rp6/unit ,dengan mengharapkan agar para pekerja
bekerja sangat efisien.Namun,penetapan standar ketat sering menimbulkan masalah perilaku
dan perencanaan.

Standar ketat biasannya tidak dipakai oleh perusahaan yang manajemennya


menerapkan anggaran partisipatif.Anggaran partisipatif adalah anggaran yang para bawahan
ikut aktif menyiapkan usulan anggaran. Dalam anggaran partisipatif, masalah mungkin juga
timbul,yaitu bagaimana cara yang tepat untuk 1).menghindari standar longgar (loose standar)

136
yang mudah dicapai dan 2).menghindari kos produksi yang terlalu tinggi .Standar yang
longgar juga akan gagal memotivasi karyawan. Kalau anggara kos terlalu tinggi, maka
perusahaan dapat terpojok pada posisi tidak dapat bersaing. Hal tersebut disebabkan oleh kos
produksi dan harga jual yang lebih tinggi ketimbang kos produksi dan harga jual dari para
pesaing.

Pusat Kos Standard Dan Pusat kos Kebijakan


Pusat kos dapat dibedakan menjadi pusat kos standardan pusat kos kebijakan.Pusat
Kos Standar (standar cost center) atau sering disebut juga pusat kos teknik (engineered cost
center) adalah pusat kos yang sebagian besar hubungan antara input dan outputnya dapat
ditentukan secara jelas. Contoh paling mudah adalah departemen produksi . Didepartemen
produksi, sebagia besar hubungan antara input dan outputnya dapat ditentukan secara teknik .
Dengan menganalisis kegiatan produksi dimasa lalu,kita dapat menentukan,misalnya, bahwa
dalam membuat satu set meubel dibutuhkn seperempat meter kubik kayu. Kita juga dapat
menentukan bahwa untuk membuat satu set meubel tersebut dibutuhkan 20 jam kerja
langsung. Prestasi keuangan pusat kos teknik dinilai dengan bantuan anggaran fleksibel, yang
disesuaikan dengan volume kegiatan yang sesungguhnya terjadi.

Pusat kos kebijakan (discretionary cost center) adalah pusat kos yang sebagian besar
hubungan antara input dan outputnya tidak dapat atau sulit ditentukan.sebagai contoh adalah
unit organisasi pemadam kebakaran. Siapapun tidak dapat memastikan bahwa 2jam kerja
para petugas pemadam kebakaran dapat memadamkankobaranapi yang mengamuk di seluruh
lokasi perusahaan.

Kos kebijakan (directionary cost center) ditetapkan dalam tahun anggaran tertentu
dengan jumlah tetap menurut kebijakan manajemen. Perubahan kos ini tidak terpengaruh
pada produksi atau kapasitas jasa dalam jangka pendek. Oleh karena tidak ada atau sulit
menentukan hubungan antara input dan output,maka anggaran kos pusat kos kebijakan
menggunakan anggaran statis. Sebenarnya, sukarlah mengevaluasi prestasi pusat
koskebijakan. Evaluasi moneter didasarkan atas perbandingan kos yang dianggarkan dengan
kos yang sesungguhnya terjadi selama periode anggaran tertentu. Hasil dari perbandingan ini
adalah identifikasi adanya selisih lebih (over budget) atau selisih kurang (under budget).

Sebagai contoh, anggaran kos untuk unit organisasi penelitian dan


pengembangan(tergolong pusat kos kebijakan) untuk tahun 2005adalah 15 juta. Jika kos yang
sesungguhnyaRp14 juta, maka selisih Rp1 Juta bukan efisiensi.penentuan apakah selisih
tersebut dianggap baik atau buruk sangat bergantung pada program yang dicapai oleh unit itu
pada tahun anggaran yang bersangkutan.kalau selisih diatas disebabkan oleh pembatalan
program penting, maka selisih itu harus dipandang sebagai sesuatu yang tidak
menguntungkan . Jadi, apa yang diinformasikan oleh selisih tadi sebenarnya adalah bahwa
hasil yang sesungguhnya tidak sesuai dengan rencana .Menejemen memang harus
menyelidiki lebih lanjut untuk menentukan arti pentingnya selisih.Meskipun kita menghadapi
kesulitan untuk mengevaluasi prestasi keuangan pusat kos kebijakan dalam keadaan under
budget,tetapi kita sangat mudah menilai prestasi pusat tersebut dalam keadaan ia bekerja over

137
budget.Prestasi yang menghabiskan kos diatas anggaran jelas mempunyai implikasi yang
tidak menguntungkan, tanpa mempedulikan terselesaikan atau tidaknya seluruh program.

Apabila setelah anggaran disetujui, seorang manajer pusat kos kebijakan menyadari
bahwa anggaran tersebut tidak mencukupi, maka harus segera mengajukan dana tambahan,
atau memberitahu alasannya bahwa kegiatan pusat tersebut perlu dikurangi. Bekerja dengan
over budget mengisyaratkan bahwa manajer tidak dapat bekerja dengan dana yang
dianggarkan. Jelaslah, seorang menejer tidak menggunakan dana tanpa batas. Untuk
mengendalikan penggunaan dana semacam itu, bendahara perusahaan tidak diperkenakan
untuk menyediakan sumber dana dalam jumlah yang lebih besardari pada batas wewenang

(seperti pada kartu kredit bank). Jika batasini dilampaui, maka masalah ini harus segera
dilaporkan ke atasan agar menjadi perhatiannya.

LAPORAN PRESTASI PUSAT PENDAPATAN


Laporan prestasi keuangan untuk pusat pendapatan membandingkan antara
pendapatan yang sesungguhnya dan pendapatan menurut anggaran,dengan menganggap
selisih sebagai penyimpangan.

Pusatpendapatan kadang-kadang diserahi tanggung jawab terhadap kos yang dapat


dikendalikan,yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh pendapatan tersebut. Untuk kasus
demikian ,maka pusat pendapatan mempunyai tanggung jawab ganda ( dual responsibility),
yaitu sebagai pusat kos disamping sebagai pusat pendapatan.

Membandingkan Dengan Anggaran Statis

Seandainya perusahaan harus mencapai tujuan laba sebagaimana telah dianggarkan


untuk suatu periode, dengan anggaran kos variabel dan kos tetap. Maka pusat pendapatan
harus dapat mencapai anggaran pendapatannya, oleh sebab itu untuk menilai pusat
pendapatan adalahdengan menggunakan anggaran statis, bukan anggaran fleksibel.

Anggaplah bahwa anggaran penjualan departemen pemasaran untuk bulan


januari2005 adalah 10.000 unit dengan harga per unitnya sebesar Rp 40. Apabila penjualan
sesungguhnya sebanyak 11.000 unit dengan harga jual sesungguhnya sebesar Rp39 per unit,
maka jumlah selisih pendapatan akan mencapai Rp29.000 sebagaimana perhitungan berikut:

Pendapatan sesungguhnya (11.000 x Rp 39).. Rp 429.000

Pendapatan yang dianggarkan (10.000 x Rp40) Rp 400.000

Selisih Rp 29.000

138
Oleh karena pendapatan sesungguhnya melebihi pendapatan yang dianggarkan, maka selisih
pendapatan merupakan selisih menguntungkan. Perludiperhatikan bahwa penyebab selisih
tersebut adalah dua factor : selisih harga jual dari Rp40 menjadi Rp39 dan selisih volume
penjualan dari 10.000 unit menjadi 11.000 unit.

Selisih harga jual menunjukan dampak perubahan harga jual terhadap pendapatan pada
volume pendapatan sesungguhnya.Selisih harga jual ini dihitung menggunakan rumus berikut
:

Selisih volume penjualan menunjukan dampak perubahan volume penjualan terhadap


pendapatan, dengan anggapan tidak terjadi perubahan harga jual.selisih volume penjualan ini
dihitung dengan rumus berikut :

*selisih volume penjualan

Selisih volume dan selisih harga penjualan bulan januari masing-masing adalah Rp 11.000
rugi dan Rp 40.000 laba sebagaimana perhitungan berikut :

Selisih harga jual : (Rp390-Rp40) x 11.000 Rp11.000 Rugi

Selisih volume penjualan : (11.000-10.000) x Rp40.. Rp40.000 Laba

Selisih pendapatan Rp29.000 Laba

Penafsiran selisih tersebut bersifat subyektif. Dalam hal ini dapat di katakana bahwa
jika peningkatan volume penjualan tidak bersamaan dengan penurunan harga jual,maka
pendapatan tentu mengalami kenaikan Rp 40.000. Penurunan Rp1 per unit dalam harga jual
akan mengurangi pendapatan perusahaan sebesar Rp 11.000. Dengan kata lain,kita dapat
menyatakan bahwa pengurangan Rp1 dalam harga jual per unit dikompensasi lebih besar oleh
kenaikan volume penjualan.

139
Bagaimana pun juga,selisih-selisih tersebut semata-mata merupakan pertanda bahwa
hasil sesungguhnya tidak sesuai rencana.Selisih-selisih tersebut membantu manajer
mengidentifikasi persoalan-persoalan pokok dan kesempatan-kesempatan yang penting.
Penyelidikan lebih lanjut terhadap sebab-sebab timbulnya selisih,bahkan dapat menunjukan
bahwa seorang manajer,yang selisih pendapatannya menguntungkan ternyata melakukan
pekerjaan yang jelek.sebaliknya,prestasi manajer, yang selisih pendapatannya tidak
menguntungkan ,justru melakukan pekerjaan yang baik.

Pelajarilah misalnya, kasus selisih volume penjualan yang menguntungkan pada


departemn pemasaran.Selisih ini terjadi karena penjualan sesungguhnya melampau penjualan
yang di anggarkan sebanyak 1.000 unit atau 10%.kalau tidak ada penjelasan lebih lanjut,
maka selisih ini tampak sebagai prestasi yang bagus. Tetapi bagaimana jika pasar industri
untuk produksi tersebut melampaui ramalan perusahaan sebesar 20% ?kalau kasusnya seperti
itu, makavoume penjualan jelas jatuh dibawah presentase pangsa pasar (market share) yang
diharapkan. Selisih menguntungkan tetap saja dapat terjadi, walaupun sebenarnya usaha
pemasaran adalah jelek, karena kuatnya permintaan konsumen dalam industry.

UNSUR KOS DALAM PRESTASI PUSAT PENDAPATAN

Kos terkendali juga harus dipertimbangkan pada waktu menilai secara keseluruhan
prestasi pusat pendapatan. Jika kita tidak mempertimbangkan kos, maka pusat pendapatan
terdorong untuk melakukan praktik penjualan yang tidak ekonomis. Praktik yang tidak
ekonomis itu misalnnya adalah periklanan yang berlebihan, dan terlalu banyak menghabiskan
waktu untuk melayani pelanggan kecil. Kos terkendali pada pusat pendapatan mencakup kos
penjualan tetap dan variabel.

Kos penjualan dapat di klasifikasikan menjadi order getting cost dan order filling
cost. Order getting cost adalah kos yang di keluarkan untuk mendapat order dari
konsumen,misalnya kos periklanan,gaji dan komisi pramuniaga,kos perjalanan dan kos
telepon. Biasannya hubungan antara kos ini dan jumlah pesanan yang diperoleh sulit diukur.
Oleh karena itu, kos tersebut sering termasuk sebagai discretionary cost .Adapun order filling
cost adalah kos yang dikeluarkan untuk penyerahan barang untuk sampai ke tangan
konsumen, misalnya kos penyimpanan ,kos pembungkusan, dan pengangkutan.Kos ini
umumnya mudah dicari hubungannya secara teknis dengan jumlah pesanan yang dilayani.
Oleh karenaitu, kos tersebut sebagai engineered cost.

Prestasi pusat pendapatan dalam mengendlikan kos engineered cost dapat dievaluasi
dengan bantuan anggaran fleksibel yang disesuaikan dengan tingkat kegiatan
sesungguhnya.Sebagai contoh ,anggaplah bahwa anggaran kos departemen pemasaran untuk
bulan januari 2004 adalah kos tetap Rp10.000 dan kos variabel Rp5 untuk per unit yang
terjual. Aplikasi pada bulan januari jumlah yang terjual sebanyak 11.000 unit, dan kos
pemasaran tetap serta kos pemasaran variabel sesungguhnya masing-masing sebesar
Rp10.000 dan Rp65.000,makaselisih kos total yang di bebankan ke bagian pemasaran adalah
selisih rugi sebesar Rp 10.000 sebagaimana perhitungan berikut:

Tabel 8.3

140
Laporan Prestasi dan anggaran fleksibel

Anggaran
fleksibel pada
Keterangan Sesungguhnya Selisih
kapasitas
sesungguhnya
Volume 11.000 11.000 unit
Kos pemasaran:
Variabel Rp 65.000 Rp 55.000
Rp 10.000 rugi
Tetap 10.000 10.000
Rp 10.000 rugi
Jumlah Rp 75.000 Rp 65.000

Dalam meakukan penilaian prestasi departemen pemasaran, manajemen hendaknya


mempertimbangkan selisih kos maupun selisih pendapatan.

LAPORAN PRESTASI PUSAT LABA

Laporan prestasi untuk pusat laba membandingkan antara laba yang sesungguhnya
dicapai dn laba menurut anggaran. Terdapat dua jenis pengukuran profitabilitas dalam pusat
laba. Pertama,pengukuran prestasi manajemen, yaitu pengukuran keberhasilan manajer.
Ukuran ini digunakan: (1) untuk perencanaan,koordinasi, dan pengendalian aktivitas harian
dan 2) sebagai alat untuk memotivasi manajer. Kedua pengukuran prestasi ekonomi, yaitu
mengukur keberhasilan pusat laba sebagai kesatuan ekonomi.Jadi,kedua pengukuran itu
sebenarnya mempunyai makna yang berbeda.

Berbagai Tipe Pengukuran Profitabilitas

Profitabilitas manajer pusat laba diukur dengan lima tipe pengukuran sebagai berikut :

1. Contribution margin
2. Laba Langsung
3. Laba Terkendali
4. Laba Sebelum Pajak
5. Laba Bersih

Sifat masing-masing tipe pengukuran di atas dapat dilihat di Tabel 8.4, adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut :

Contribution Margin

141
Alasan utama mengukur prestasi manajer pusat laba berdasar pada contribution
margin adalah bahwa: (1) kos tetap dianggap tidak dapat dikendalikan oleh manajer pusat
laba dan (2) manajer pusat laba harus berusaha untuk memaksimumkan selisih antara
pendapatan dan kos variabel. Contribution margin adalah ukuran prestasi yang penting,
karena menunjukkan dampak perubahan volume penjuakan terhadap laba.

Pendapat bahwa kos tetap tidak dapat dikendalikan oleh manajer pusat laba tidak
seluruhnya benar. Terdapat kos tetap yang dapat dikendalikan seluruhnya, dan terdapat juga
kos tetap yang hanya dapat dikendalikan sebagian. Discretionary fixed cost merupakan kos
tetap yang seluruhnya dapat dikendalikan. Simaklah kembali pengertian discretionary fixed
cost di BAB 3.

Laba Langsung

Laba langsung menunjukkan jumlah kontribusi pusat laba untuk menutup kos over-
head umum dan laba perusahaan. Laba langsung sudah memperhitungkan seluruh kos yang
terjadi di pusat laba atau dapat ditelusur secara langsung ke pusat laba tersebut. Dengan
menggunakan tipe pengukuran ini, tidak diperlukan alokasi kos kantor pusat ke pusat laba.

Kelemahan utama tipe pengukuran ini adalah bahwa laba langsung tidak dapat
digunakan sebagai pengukuran prestasi ekonomi yang handal karena tidak memasukkan kos
kantor pusat yang dikeluarkan untuk kepentingan pusat laba.

Tabel 8.4

Pengukuran Prestasi Pusat Laba

Penjualan ...................................................................... Rp10.000


Kos Variabel ...................................................................... 4.000 (-)
1 Contribution Margin .............................................. 6.000
Kos Tetap Langsung .......................................................... 1.000 (-)
2 Laba Langsung ........................................................ 5.000
Kos Alokasian Kantor Pusat- Terkendali ........................... 1.500 (-)
3 Laba Terkendali ...................................................... 3.500
Kos Alokasian Kantor Pusat-Tak Terkendali ..................... 500 (-)
4 Laba sebelum Pajak ................................................. 3.000
Pajak .................................................................................. 1.200 (-)
5 Laba Bersih ............................................................ Rp 1.800

142
Laba Terkendali

Kos alokasian dari kantor pusat ke pusat laba harus dibeadakan menjadi kos alokasian
terkendali dan kos alokasian tak terkendali. Kos pelatihan yang diselenggarakan oleh kantor
pusat merupakan contoh kos yang sering dialokasi ke pusat-pusat laba. Anggaplah sebagai
contoh, alokasi kos berdasarkan jumlah karyawan yang dikirim ke pelatihan. Apabila manajer
pusat laba mempunyai wewenang untuk menentukkan jumlah karyawan yang dikirim ke
pelatihan itu, maka kos pelatihan yang dialokasi ke pusat laba merupakan kos alokasian
terkendali. Tetapi apabila manajer pusat laba tidak mempunyai wewenang untuk menentukan
jumlah karyawan yang dikirim ke pelatihan itu, maka kos pelatihan yang dialokasi ke pusat
laba merupakan kos alokasian tak terkendali.

Laba terkendali adalah laba langsung dikurangi kos alokasian terkendali dengan
anggapan bahwa seluruh kos langsung merupakan kos terkendali. Dengan demikian, laba
terkendali menunjukkan laba yang benar-benar dapat dikendalikan oleh manajer pusat laba
setelah mempertimbangkan baik kos langsung maupun kos alokasian terkendali.

Kelemahan pengukuran ini adalah bahwa laba terkendali tidak dapat dibandingkan
secara langsung dengan laba perusahaan-perusahaan lain yang beroperasi pada pasar yang
sama, karena laba terkendali hanya memperhitugkan sebagian kos kantor pusat. Untuk
mengatasi kelemahan ini, tipe pengukurannya menggunakan laba sebelum pajak. Tipe
pengukuran ini adalah laba laba langsung dikurangi seluruh kos kantor pusat yang dinikmati
oleh pusat laba tersebut, yang akan dijelaskan berikut ini :

Laba Sebelum Pajak

Pada tipe pengukuran ini, seluruh kos kantor pusat, terkendali atau tidak, dialokasi ke
pusat-pusat laba. Sebagai dasar alokasinya adalah jumlah relatif kos yang dikeluarkan oleh
kantor pusat untuk setiap pusat laba. Dasar alokasi lain yang dapat digunakan adalah jumlah
manfaat yang dinikmati oleh setiap laba.

Penjumlahan laba sebelum pajak dari seluruh pusat laba sama dengan laba sebelum
pajak bagi perusahaan. Dengan tipe pengukuran laba sebelum pajak ini, para manajer pusat
laba diharapkan menyadari bahwa pusat laba belum memperoleh laba kecuali kalau seluruh
kos telah diperhitungkan. Hal ini memotivasi para manajer pusat laba untuk mengajukan
pertanyaan mengenai jumlah overhead perusahaan, yang dapat mengarahkan pada tindakan

143
yang sesuai dengan kebijakan perusahaan. Tipe pengukuran ini dapat digunakan: (1) sebagai
dasar perbandingan dengan perusahaan-perusahaan lain dalam industri yang sama dan (2)
sebagai dasar analisis ekonomi lainnya mengenai potensi profitabilitas pusat laba.

Laba Bersih

Tipe pengukuran prestasi dengan laba bersih jarang digunakan. Alasan utamanya
adalah: (1) dalam banyak hal, laba bersih adalah presentase tetap dari laba sebelum pajak,
sehingga tidak ada manfaatnya memasukkan unsur pajak penghasilan, (2) keputusan-
keputusan yang mempunyai dampak pada pajak penghasilan dibuat oleh kantor pusat, dan (3)
profitabilitas pusat laba tidak mempengaruhi atau dipengaruhi oleh keputusan-keputusan
tersebut pada butir (2) di atas.

BAB 9

DESENTRALISASI

Sentralisasi Versus Desentralisasi


Pengukuran Prestasi
Return On Investment (ROI)
Economic Value Added (EVA)
Kriteria Lain

144
BAB ini menjelaskan pengukuran penilaian prestasi unit organisasi
yang didesentralisasi. Unit desentralisasian biasanya unit dalam sebuah
organisasi yang menjual banyak lini roduk dan atau meliputi banyak
daerah pemasaran, sehingga diperlukan pendelegasian wewenang untuk
mengambil keputusan seakan akan unit itu berdiri sendiri. jika unit
tersebut secara financial hanya bertanggung jawab terhadap laba,maka
unit tersebut disebut sebagai pusat laba dan pengukuran prestasi adlah
laba,sebagai mana telah dibahas dibab sebelumnya. Akan tetapi,j ika unit
tersebut secara financial bertanggung jawab terhadap laba dan investasi
serta kaitan antara laba dan investasi, maka unit tersebut disebut pusat
investasi. Dua metode untuk mengukur prestasi pusat investasi adalah
return on investment (ROI) dan economic value added (EVA).

SENTRALISASI VERSUS DESENTRALISASI

Sentralisasi adalah pemusatan wewenang pada manajemen teras


untuk mengambil keputusan. Dalam perusahaan sentralisasi, semua
fungsi utama perusahaan (misalnya fungsi-fungsi pmasaran, produksi, dan
personilia), dikendalikan oleh manajemen teras. Sentralisasi memiliki
kebaikan dan kelemahan.

Berikutadalahkebaikan-kebaikan yang dapatdipetikdarisentralisasi ;

1. Sumber-sumberdaya yang disentralkan dapat digunakan


sepenuhnya,dibandingkan kalua sumbe rsumber daya tersebut
dibagi-bagi menjadi kelompok-kelompok kecil. Jadi sentralisasi
memanfaatkan economies of scale.
2. Dengan menggabungkan sumber sumber daya, akan dicapai lebih
banyak efisiensi dan akan dilakukan lebih banyak tugas yang
kompleks.

145
3. Garis wewenang langsung memberikan pengendalian yang lebih
baik terhadap sumber daya.

Adapun kelemahan-kelemahan yang mungkin timbul dari


sentralisasi meliputi :
1. Kalua fungsi tertentu semakin besar sampai ketingkat tertentu
maka manajemen teras semakin sulit untuk melakukan
pengendalian.
2. Mengkombinasikan aktivitas-aktivitas kefungsi-fungsi yang
disentralisasikan membuat organisasi menjadi lebih kompleks, dan
Karena itu sulit dikelola.
3. Kalua fungsi-fungsi organisasi menjadi terlalu besar,maka maslah-
maslah efesiensi dan pengendalian mulai muncul. Hampir setiap
fungsi organisasi tunduk kepada hokum ekonomi yang disebut the
law of diminishing return, sehingga penambahan karyawan,tugas
atau bahkan manajer hanya memberi tambahan manfaat yang
sedikit dalam pencapaian tujuan organisasi seecra keseluruhan.

Desentralisasi adlah pendeglasian wewenang kepada manajer


pelaksana yang jenjangnya lebih rendah, untuk mengambil keputusan
tertentu di unit organisasi yang dipimpinya. Semakin rendah jenjang
manajer yang diberi delegasi wewenang, maka semakin besarlah
desentralisasi. Pendelegasian wewenang dpat mengatasi kelemahan-
kelemahan sentralisasi. Argument yang paling kuat untuk desentralisasi
didasarkan pada kebutuhan manajemen untuk lebih responsive terhadap
unit-unit pelaksana dan segmen-segmen organisasi.

Keuntungan yang mungkin di peroleh dari desentralisasi adalah


sebagai berikut :

1. Pengambilan keputussan operasi menjadi lebih cepat, Karena


dilakukan oleh manajer pelaksana.
2. Kualitas keptusan menjadi lebih baik kaarena keputusan diambil
oleh orang yang paling mengetahui keadaan.
3. Manajemen teras dapat lebih berkonsetrasi pada isu-isu kebijakan
dan perencanaan strategic,Karena keputusan-keputusan harian
dilakukan oleh manajer pelaksana

146
4. Memotivasi manajer pelaksana untuk mencapai tujuan perusahaan,
Karena manajer pelaksana yang diberi kebebasan mengambil
keputusan merasa terikat dengan akibat-akibat keputusannya.
5. Kaderisasi bagi para manajer pelaksana untuk mengelola seluruh
aspek difungsi mereka masing-masing
6. Menyediakan alat yang baik bagi manajemen teras untuk menilai
potensi para manajer pelaksana untuk naik kejenjang manajemen
yang lebih tinggi.

Desentralisasi juga meiliki kelemahaan. Berikut adlah kelemahan-


kelemahan yang mungkin muncul dari desentralisasi.

1. Kalau manajer pelaksana tidak kompeten (memang sulit mencari


manajer yang kompeten) maka desentralisasi menyebabkan
manajer tersebut tidak dapat dengan baik mengendalikan operasi
sesuai dengan kebijakan perusahaan.
2. Di perusahaan-perusahaan besar, sulit mengukur prestasi seluruh
unit organisasi dengan system pengukuran yang sama. System ini
meliputi periode pelaporan, metode-metode pelaporan ,dan
konsistensi pengumpulan data.
3. Desentralisasi mungkin menimbulkan sub optimization, yaitu
keuntungan unit organisasi tertentu yang merugikan perusahaan
secara keseluruhan.

PENGUKURAN PRESTASI

Akuntansi pertanggung jawban, sebagaimana telah dijelaskan pada


bab sebelumnya adlah penyusunan pelaporan prestasi yang dikaitkan
kepada individua tau manajer suatu unit organisasi, yang menekankan
pada factor-faktor yang dapat dikendalikannya. Laporan laporan akuntansi
pertanggung jawaban dapat dibuat untuk pusat kos,pusat pendapatan
,pusat laba,dan pusat investasi.

Pusat kos diukur prestasinya dengan membandingkan antara kos


sesungguhnya dan kos menurut anggaran. Pusat pendapatan diukur
prestasinya dengan membandingkan antara pendapatan sesungguhnya

147
dan pendapatan menurut anggaran. Adapun pusat laba diukur prestasinya
berdasar laba yang diperoleh dengan membandingkannya dengan laba
menurut anggaran. Bagaimana mengukur pusat investasi?

Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa kinerja pusat investasi tidak


boleh diukur hanya dari laba yang diperoleh, tetapi juga harus
dihubungkan dengan investasi pada pusat tersebut. Terdapat dua metode
untuk mengukur kinerja pusat investasi yaitu return on investment (ROI)
dan economic value added(EVA). Berikut adlah penjelasan mengenai ROI
dan EVA . isitilah pusat investasi sering juga disebut dengan istilah divisi
atau strategic business unit (SBU). Jadi,istilah istilah itu dapat saling
mengganti dengan makna yang sama.

RETURN ON INVESTMENT (ROI)

ROI mengukur laba per rupiah investasi . rumus untuk menghitung


ROI adalah sebagai berikut :

LABA

ROI =

INVESTASI

Oleh Karena yang dihitung adalah ROI SBU, maka laba pada rumus diatas
adalah laba SBU dan investasi adalah investasi SBU. Investasi SBU
diartikan sebagai investasi kantor pusat SBU.

ROI dapat juga dihitung secara terinci dengan rumus sebagai


berikut :

ROI = perputaraninvestasi X profit


margin

148
Adapun perputaran investasi dan profit margin adlah sebagai berikut ;

Perputaraninvestasi = penjualan

Investasi

Profit margin = laba

penjualan

Apabila perputaran investasi dikalikan dengan profit margin, maka


hasilnya sama dengan laba dibagi investasi seperti terlihat berikut ini;

Penjualan laba

ROI = x

Investasi penjualan

Laba

Investasi

Untuk menilai SBU,ROI SBU tertentu yang telah dicapai ditahun ini
dibandingkan dengan ROI yang menjadi criteria prestasi sebagaimana
telah ditetapkan sebelumnya oleh perusahaan. Kriteria yang dapat
digunakan adalah ROI SBU lain yang sejenis , atau ROI perusahaan lain
yang beroperasi di industry yang sama, menghasilkan produk yang sama
atau menghasilkan jasa yang sama.

149
Untuk memberi ilustrasi perhitungan dan penggunaan ROI brikut
adalah informasi SBU IKA, salah satu SBU dari PT IKATUA untuk tahun
2004 :

Penjualan .. Rp
2.400.000

Laba .
288.000

Dari data diatasmaka ROI dihitung sebagai berikut ;

LABA

ROI =

INVESTASI

Rp288.000

Rp 1.600.000

ROI dapat juga di hitung sebagai berikut :

Penjualan laba

ROI = x

Investasi penjualan

Rp 2.400.000 Rp 288.000

ROI = x

Rp 11.600.000 Rp 2.400.000

150
Di tahun 2004,ROI yang di capai adalah 18% terdiri atas perputaran
inestasi 1,5 kali dan profit margin 12% dengan mengunakan analisis
seperti itu, maka PT IKATUA memiliki 3 kriteria pengukuran untuk
mengevaluasi prestasi SBU ECERAN : ROI, perputaran investasi, dan profit
margin .

Untuk membandingkan prestasi semua SBU, misalnya pada tahun


2004 PT IKATUA mengevaluasi SBU-SBU berdasarkan pada komponen-
komponen ROI. Informasi untuk masing-masing SBU tersaji di table 9.1.

Tabel 9.1

Komponen-komponen ROI

Strategic busine unit

ROI Perpustaka Profit


an Margen
Investasi
Strategic business unit
Eceran 18% 12%
Perbankan 24% 1,5 kali 8%
Jasateknik 22% 3 kali 20%
Tekstif 27% 1,1 kali 8%
1,5 kali

Kriteriaprestasi
Dari kantorpusat 18% 15%
1,2 kali

151
Oleh Karena itu besarnya masing-masing SBU berbeda, maka
standar evaluasinya tidak menggunakan serata sederhana dari SBU-SBU
melainkan mendasarkan pada tingkat penjualan, investasi ,dan laba
perusahaan yang ingin dicapai.

SBU tesktil memiliki prestasi terbaik berdasar pada ROI. SBU perbankan
unggul dalam perputaran investasi , sedangkan SBU jasa teknik tertinggi
profit marginnya. Tampak dengan jelas bahwa SBU tekstil adlah yang
terbaik di tahun 2004 karena merupakan satu-satunya SBU yang mampu
melampui semua kriteria. Untuk tahun 2004 masing-masing SBU selain
tekstil dapat mencapai atau melampaui ROI minimal meskipun kriteria
komponen-komponen ROI-nya (perputaran investasi dan profit margin)
Tidak selalu tercapai. Sebagai contoh, SBU eceran hanya mencapai ROI
minimal,meskipun profit marginnya sedikit dibawah 15% SBU ini
mencapai ROI dengan perputaran investasi 0,3 kali diatas perputaran
investasi minimal.
Untuk mengevaluasi secara tepat masing-masing SBU, perusahaan
harus mempelajari komponen-komponen ROI. Untuk SBU eceran
manajemen perlu mengetahui mengapa perputaran investasi minimal
terlampui tetapi profit margin minimalnya tidak. SBU eeceran mungkin
memiliki selisih kos tidak menguntungkan dengan berproduksi secara
tidak efisien. Akibat tidak efisiennya produksi maka profit marginnya turun
sampai dibawah profit margin minimal yang disyaratkan perusahaan .
memang sulit mengevaluasi SBU dengan hanya mendasarkan pada satu
rasio keuangan. Manajemen teras seharusnya memilih indicator prestasi
pada waktu mengevaluasi SBU-SBU nya.

Analisis ROI dan komponen-komponennya dapat juga dilakukan pada waktu


menyusun rencana. Pada waktu menyusun rencana 2004, misalnya, manajemen perlu
mengetahui pengaruh-pengaruh yang mungkin ditimbulkan oleh perubahan komponen-
komponen utama ROI SBU Eceran. Analisis yang dapat digunakan untuk memprediksi
pengaruh perubahan komponen-komponen tadi terhadap ROI adalah analisis sensitivitas
(sensitivity analysis).

Kebaikan ROI
Tiga kebaikan ROI adalah sebagai berikut:
1. ROI mendorong manajer SBU untuk memperhatikan saling hubungan antara
penjualan,kos dan investasi.
Contohnya adalah sebagai berikut. Manajer SBU A menerima saran dari wakil Direktur
Pemasaran untuk menaikkan anggaran periklanan Rp 40 ribu. Dengan tambahan kos

152
tersebut, wakil Direktur Pemasaran yakin bahwa penjualan akan naik Rp 72 ribu. Untuk
mendukung kenaikan penjualan diperlukan tambahan investasi Rp 160 ribu. Sebelum ada
usulan ini investasi SBU A adalah Rp 500 ribu dan labanya Rp 75 ribu. Dari data di atas,
maka naiknya kos periklanan menambah laba Rp 32 ribu (Rp 72 ribu Rp 40 ribu). ROI
dari usulan ini adalah 20% (Rp 32 ribu : Rp 160 ribu). ROI sebelumnya adalah 15% (Rp
75 ribu : Rp 500 ribu). Jadi dengan tambahan kos periklanan maka ROI rerata SBU A
menjadi 16,21% sebagaimana perhitungan pada Tabel 9.2. Oleh karena ROI SBU A
dapat bertambah dengan usulan di atas, maka manajer SBU tersebut seharusnya
menaikkan kos periklanan.

Tabel 9.2
ROI Setelah Investasi Baru
Mula-mula Usulan Total
Laba (a) Rp 75.000 Rp 32.000 Rp 107.000
Investasi (b) 500.000 160.000 660.000
ROI (a:b) 15% 20% 16,2%

2. ROI mendorong manajer SBU untuk menghemat kos.


Apabila sebuah investasi tidak menghasilkan ROI sebagaimana yang semula diharapkan,
maka manajer SBU akan berusaha di tahun-tahun berikutnya untuk mengurangi kos
tertentu yang menurut keyakinannya tidak menurunkan penjualan.
3. ROI mencegah investasi yang dipandang berlebihan.
Apabila ROI dari investasi yang sedang berjalan semakin turun dari tahun ke tahun, maka
manajer SBU akan berusaha memberhentikan aktiva yang kurang atau tidak lagi produktif.
Tindakan ini dilakukan karena investasi pada aktiva yang tidak produktif dipandang
berlebihan. Dengan melihat pada pengurangan yang mungkin dalam aktiva operasi, maka
SBU mampu untuk mengurangi kos operasi. Dengan demikian, ROI rerata SBU dapat
naik.

Kelemahan ROI
Dua kelemahan ROI adalah sebagai berikut:
1. ROI mendorong menajer untuk tidak melakukan investasi yang akan menurunkan ROI
rerata SBU, meskipun sebenarnya investasi tersebut menaikkan laba perusahaan secara
keseluruhan. Kelemahan ini akan dijelaskan di bagian yang akan membahas Economic
Value Added (EVA) di bab ini.
2. ROI mendorong manajer untuk memfokuskan laba jangka pendek (Short run) yang
merugikan perusahaan jangka panjang (Long run).

153
Misalnya manajer SBU B, sedih dengan prestasi SBUnya selama tiga kuartal pertama di
tahun 2004. Dengan anggaran laba untuk kuartal keempat, ROI SBU B untuk 2004 adalah
13%, yang merupakan 2% di bawah ROI yang ditergetkan oleh kantor pusat.
Untuk dapat menaikkan ROI adalah tidak mungkin dengan cara menaikkan penjualan pada
kuartal keempat, karena waktunya 3 bulan. Manajer SBU B memutuskan untuk melakukan
lima tindakan berikut:
1. Memecat 5 pramuniaga yang gajinya besar.
2. Mengurangi anggaran periklanan kuartal keempat sebesar 50%.
3. Menunda promosi SBU selama tiga bulan.
4. Mengurangi anggaran pemeliharaan preventif sebanyak 75%.
5. Menggunakan bahan baku yang lebih murah untuk produksi kuartal keempat.
Secara total, tindakan-tindakan di atas akan mengurangi kos, menaikkan laba, dan
menaikkan ROI menjadi, misalnya, 16%.
Meskipun menaikkan laba dan ROI dalam jangka pendek, tindakan-tindakan manajer SBU
B membahayakan perusahaan dalam jangka penjang. Memecat 5 orang pramuniaga yang
gajinya besar (yang mungkin pramuniaga terbaik) dapat mempengaruhi kemampuan SBU
untuk menjual di masa yang akan datang. Penjualan di masa yang akan datang juga akan
dipengaruhi oleh berkurangnya periklanan dan penggunaan bahan baku yang lebih murah.
Dengan menunda promosi, maka moral pegawai akan terpengaruh yang pada gilirannya
dapat menurunkan produktivitas dan penjualan di masa mendatang. Pengurangan kos
pemeliharaan preventif mungkin dapat mengurangi produktivitas, karena kerusakan
peralatan dan menurunkan umur peralatan produktif.

Dasar Investasi
Meskipun ROI merupakan konsep sederhana dan relevan, namun ROI belum dapat
dihitung apabila manajemen belum menentukan bagaimana laba dan investasi harus diukur.
Oleh karena maksud utama penghitungan ROI adalah untuk mengevaluasi efektivitas SBU
dengan menggunakan aktiva yang dipergunakan oleh SBU tersebut, maka investasi diukur
sebesar rerata investasi SBU selama periode evaluasi.
Dasar investasi adalah aktiva operasi saja. Aktiva operasi pada umumnya meliputi
penjumlahan aktiva-aktiva yang produktif, seperti kas, piutang dagang, sediaan, gedung, dan
peralatan. Aktiva-aktiva non-produktif, seperti tanah untuk perluasan pabrik di masa yang
akan datang, tidak dimasukkan sebagai investasi SBU. Berikut dibahas masing-masing
elemen yang membentuk dasar investasi.
KAS. Banyak perusahaan yang mengendalikan kas dengan sistem sentralisasi.
Masing-masing SBU hanya boleh memegang kas dengan jumlah selisih antara penerimaan
dan pengeluaran harian. Sistem ini diciptakan dengan alasan efisiensi, karena perusahaan
sebagai keseluruhan akan memagang jumlah kas yang lebih kecil dibandingkan seandainya

154
setiap SBU memiliki rekening bank sendiri-sendiri. Konsekuensinya adalah bahwa jumlah
saldo kas SBU cenderung lebih kecil dibandingkan seandainya setiap SBU benar-benar
independen. Oleh karena itu, maka saldo kas SBU menjadi terlalu kecil apabila digunakan
sebagai dasar investasi. Untuk mengatasi masalah ini, maka biasanya digunakan formula
tertentu, misalnya persentase tertentu dari pengeluaran tunai dan atau penjualan.
PIUTANG. Manajer SBU mungkin mampu untuk mempengaruhi jumlah piutang,
baik tidak langsung maupun langsung. Cara tidak langsung adalah dengan kemampuannya
menciptakan penjualan kredit. Cara langsung adalah dengan wewenang yang ia miliki untuk
menentukan syarat kredit, menyetujui permintaan kredit dari pelanggan, menetukan batas
kredit, dan menagih piutang yang sudah lama menunggak. Untuk mempermudah
perhitungan, biasanya jumlah piutang yang dimasukkan sebagai dasar investasi adalah saldo
piutang akhir periode. Sekiranya tidak menyulitkan, maka rerata saldo piutang antar periode
bulanan akan lebih baik ketimbang saldo piutang akhir periode.

Kadang-kadang, perusahaan menggunakan sistem sentralisasi juga untuk piutang.


Kegitatan penagihan piutang SBU, misalnya, dilakukan oleh kantor pusat, bukan oleh SBU
yang menciptakan piutang tersebut. Bahkan syarat-syarat pemberian kredit kepada pelanggan
pun berada di tangan kantor pusat. Apabila SBU memang tidak dapat mengendalikan piutang,
maka saldo piutang akhir periode tidak layak menjadi dasar investasi. Pemecahan masalah ini
adalah dengan menggunakan formula tertentu.
Formula itu harus konsisten dengan periode pembayaran normal. Misalnya piutang akhir
tahun diukur sebesar penjualan kredit selama 60 hari sebelumnya apabila syarat pembayaran
untuk penjualan kredit adalah 60 hari setelah barang dikirim.
SEDIAAN. Demi kepraktisan atau kemudahan, nilai sediaan yang menjadi dasar
investasi adalah saldo akhir periode. Seandainya tidak menyulitkan, maka saldo rerata antar
periode bulanan akan lebih baik ketimbang saldo sediaan akhir periode. Nilai sediaan adalah
sebesar kos standar atau kos rerata.
AKTIVA TETAP. Dasar investasi adalah aktiva tetap yang benar-benar dikendalikan
oleh manajer SBU. Aktiva tetap dapat dinilai dengan menggunakan kos historis mula-mula,
meskipun penggunaan nilai ini dapat menimbulkan masalah dalam penentuan ROI. Yakni,
ROI selalu terhitung lebih rendah daripada yang sebenarnya dibandingkan dengan seandainya
dasar investasinya adalah nilai buku pada awal periode penilaian. Masalah lainnya adalah
sulitnya membandingkan ROI sebuah SBU dengan ROI SBU-SBU lainnya jika kos historis
mula-mulanya berbeda. Tampaknya memang sulit membandingkan SBU yang aktivanya
diukur dengan rupiah tahun 1980 dengan SBU yang aktivanya diukur dengan rupiah tahun

155
2004. Masalah pembandingan ini dapat diatasi dengan menggunakan dasar rupiah konstan,
misalnya menggunakan angka indeks.

LABA SBU
Laba SBU adalah pendapatan SBU dikurangi kos operasi SBU. Apakah kos kantor
pusat dialokasi ke SBU?
Sebagian sarjana menganjurkan untuk mengalokasi kos overhead kantor pusat ke
SBU dengan anggapan bahwa kos tersebut mencerminkan nilai jasa yang diberikan oleh
kantor pusat ke SBU. Tetapi ada juga pendapat bahwa alokasi kos seharusnya tidak perlu
karena menajemen SBU tidak dapat mengendalikan terjadinya kos alokasian tersebut.
Manfaat atau nilai baiknya kos alokasian tadi bagi SBU juga patutu dipertanyakan. Simaklah
kembali berbagai tipe pengukuran profitabilitas
di BAB 8.

ECONOMIC VALUE ADDED (EVA)


EVA, sebagai alternatif untuk mengukur prestasi SBU, adalah selisih antara laba SBU
dan kembalian minimal (minimum required rate of return) yang telah ditetapkan oleh kantor
pusat. Kembalian minimal adalah persentase tertentu dikalikan dengan investasi (aktiva neto)
SBU. Apabila EVA digunakan untuk mengevaluasi prestasi SBU, maka manajer masing-
masing SBU termotivasi untuk memaksimalkan EVA.
Untuk menggambarkan perhitungan EVA, anggaplahsebuah perusahaan mensyaratkan
kembalian minimal 20% untuk setiap aktiva SBU. SBU yang laba operasi bersihnya setahun
Rp 400 ribu dan investasinya Rp 3 juta, maka EVA-nya adalah Rp 40 ribu, seperti
perhitungan berikut.

Laba SBU ......................................................... Rp 400.000


Kembalian minimal Rp 3.000.000 x 12% ......... 360.000
Economic Value Added ................................... Rp 40.000

Untuk pengukuran prestasi, EVA dipandang lebih baik daripada ROI. Alasannya, EVA
mendorong para manajer untuk mengambil keputusan investasi yang menguntungakan,
perusahaan sebagai satu kesatuan, yang mungkin ditolak oleh manajer yang diukur
prestasinya dengan ROI. Untuk mengilustrasikan ini, anggaplah dua SBU dari PT KAKIKU
memiliki kesempatan investasi Rp 100 ribu yang akan menghasilkan kembalian 20%. Untuk
menilai prestasi SBU jari, kantor pusat menggunakan ROI sedangkan untuk SBU Betis
menggunakan EVA. ROI sekarang masing-masing SBU adalah 24% dan laba masing-masing
SBU Rp 120 ribu. Kembalian investasi minimal yang disyaratkan adalah 18%. Apabila
investasi masing-masing SBU sebelum usulan proyek baru adalah Rp 500 ribu, maka dampak

156
usulan proyek terhadap prestasi masing-masing SBU adalah sebagaimana terlihat di Tabel
9.3.
Oleh karena prestasi SBU jari diukur dengan ROI, maka manajernya tidak terdorong
untuk melakukan investasi baru karena akan mengurangi ROI sekarang 24% menjadi 23,3%.
Karena ROI turun, boleh jadi manajer menolak kesempatan tersebut, meskipun akan
menguntungkan perusahaan. Perhatikanlah bahwa ROI usulan proyek mencapai 20%.
Meskipun ini lebih tinggi daripada kembalian minimal 18%, namun tetaplah manajer SBU
Jari menolak karena dia dievaluasi dengan ROI.

Tabel 9.3
ROI SBU Jari dan EVA SBU Betis
Keterangan Investasi Mula- Usulan Total
mula Investasi Baru
SBU JARI
Laba (a) Rp 120.000 Rp 20.000 Rp 140.000
Investasi (b) 500.000 100.000 600.000
ROI (a:b) 24% 20% 23,3%
SBU BETIS
Investasi (c) Rp 500.000 Rp 100.000 Rp 600.000
Laba (d) 120.000 20.000 140.000
Kembalian minimal 18% 90.000 18.000 108.000
(e)
30.000 2.000 32.000
EVA (d-e)
24% 20% 23,3%
ROI (d:c)

ROI Investasi lama SBU Betis adalah 24% dan yang baru 20%. Jadi ROI reratanya
23,3%. Angka ini sama dengan ROI rerata SBU Jari. Meskipun demikian, manajer SBU Betis
terdorong untuk melakukan investasi baru karena prestasinnya diukur dengan EVA. Manajer
SBU Betis terdorong untuk melakukan investasi baru karena EVA-nya positif dan karena itu
menambah EVA dari investasi sebelumnya. Investasi apapun yang menjanjikan kembalian
melebihi kembalian minimal 18% akan diterima oleh manajer SBU Betis. Jadi jika kita
konsisten dengan tujuan laba maksimal untuk perusahaan, maka metode EVA lebih disukai
karena mendorong manajer SBU untuk menerima seluruh proyek dengan kembalian di atas
18%.

Kebaikan EVA
Telah dijelaskan, salah satu kelemahan ROI adalah manajer SBU mungkin menolak
usulan investasi yang sebenarnya menguntungkan perusahaan tetapi menurunkan ROI rerata
SBU-nya. Kelemahan ini tidak dijumpai kalau kita menggunakan EVA. Inilah keunggulan
utama EVA dibandingkan ROI.

157
Keunggulan lainnya adalah bahwa EVA dapat menggunakan kembalian minimal yang
berbeda-beda untuk berbagai jenis aktiva. Misalnya, kembalian minimal untuk aktiva lancar
ditetapkan lebih rendah daripada kembalian minimal untuk aktiva tetap.
Sebagai contoh, investasi baru SBU Telinga Rp 100 ribu terdiri atas Rp 25 ribu aktiva lancar
dan Rp 75 ribu aktiva lancar dan Rp 25 ribu aktiva tetap. Kantor pusat menetapkan kembali minimal
5% untuk aktiva lancar dan 10% untuk aktiva tetap . jadi, kembalian minimal SBU Telinga adalah 5%
x Rp 25 ribu + 10% x Rp75 ribu = Rp8.750 dan kembalian minimal SBU Mata adalah 5% x Rp 175
ribu + 10% x Rp25 ribu = Rp11.250.

Sepanjang SBU Telinga dan SBU Mata dapat memperoleh laba di atas kembalian minimal
yang disyaratkan kantor pusat tadi, maka masing- masing manajernya akan menerima usulan investasi
baru tersebut.

Kelemahan EVA

Berikut adalah penjelasan dua kelemahan EVA

1. EVA sebagaimana ROI, dapat mendorong manajer untuk berpandangan jangka pendek,
seperti pada kasus SBU B yang memecat 5 pramuniaga (baca pada bagian kelemahan ROI di
bab ini).
2. Tidak seprti ROI, EVA adalah ukuran profibalitas absolut yakni dalam angka rupiah. Jadi,
apabila tingkat investasi dua SBU berbeda, maka pembandingan langsung prestasi dua SBU
tersebutn tidak adil.

Sebagai contoh, perhatikanlah perhitungan RI untuk SBU Rambut dan SBU Perut di Tabel 9.4
dengan kembalian minimal 10%. Sekilas tampaknya SBU Perut lebih unggul ketimbang SBU
Rambut. Tetap perhatikanlah bahwa investasi SBU Perut adalah 6 kali investasi SBU Rambut.

Tabel 9.4
EVA dan Residual Return
Untuk SBU Rambut dan SBU Perut

SBU Rambut SBU Perut

Investasi (a) RP 300.000 Rp 1.800.000

Laba (b) 150.000 540.000

Tambahan minimal 30.000 180.000

EVA (b c) 120.000 360.000

Residual Return (EVA : a) 40% 20%

158
Untuk mengatasi masalah ini, kita perlu menghitung residual return, yaitu EVA dibagi investasi.
Residual Return di Tabel 9.4 menunjukan bahwa SBU Rambut memperoleh 40% dan SBU Perut
hanya 20%. Jadi untuk ukuram ini SBU Rambutlah yang lebih unggul.

Pemecahan lainnya adadah menghitung ROI dan EVA sekaligus dan menggunakan kedua-duanya
untuk mengevaluasi prestasi Sbu. ROI kemudian digunakan untuk membandingkan prestasi antar
SBU.

KRITERIA LAIN

Baik ROI maupun EVA adalah ukuran jangka pendek. Karena itu, para manajer terdorong
untuk berpandanngan jangka pendek. Untuk mengurangi pandangan sempit ini, maka sebaiknya
digunakan juga kriteria lain secara bersama-sama . misalnya adalah pangsa pasar, kelihan konsumen,
tingkat perputaran karyawan, dan pengembangan karyawan. Dengan menyadarkan manajer SBU
bahwa faktor-faktor jangka panjang adalah penting, maka terdensi untuk menitikberatkan yang
berlebihan pada ROI dan EVA dapat berkurang

BAB
159
10
PENENTUAN HARGA

TRANSFER

Dampak Harga Transfer


Metode Harga Transfer

BAB ini menjelaskan penentuan harga transfer-harga produk yang ditransfer secara
internal oleh pusat-pusat pertanggungjawaban dalam sebuah perusahaan. Misalnya, Alifa dan

160
Batasa adalah dua pusat pertanggungjawaban dalam sebuah perusahaan besar. Alifa
memproduksi roda yang dapat dijualnya ke pasar eksternal dan dapat pula dijual ke Batasa
karena roda tersebut menjadi salah satu suku cadang dari produk akhir yang dibuat oleh
Batasa. Suku cadang atau intermediate product yang ditransfer secara internal oleh Alifa dan
Batasa tentulah ada harganya. Harga produk yang ditransfer antarpusat pertanggungjawaban
itulah yang disebut harga transfer.

Sekedar untuk mempermudah pembahasan, bab ini menyebut pusat


pertanggungjawaban dengan istilah divisi. Divisi yang membeli produk dari divisi lain
disebut divisi pembeli, sedangkan divisi yang menjual produk ke divisi pembeli disebut divisi
penjual.

DAMPAK HARGA TRANSFER

Harga transfer mempunyai pengaruh terhadap laba divisi pembeli dan laba divisi
penjual. Bagi divisi pembeli, harga produk transferan merupakan bagian dari kos produk
sehingga setelah kos tersebut ditandingkan dengan pendapatan selama satu periode akuntansi
akan mempengaruhi labanya. Bagi divisi penjual, sebaliknya, harga produk transferan
merupakan bagian dari pendapatan sehingga setelah kos terkait ditandingkan dengan
pendapatan selama satu periode akuntansi akan mempengaruhi labanya. Oleh karena harga
produk transferan mempengaruhi laba kedua divisi yang terlibat dalam transfer internal, maka
masing-masing manajer divisi yang kompeten akan menaruh perhatian terhadap mekanisme
penentuan harga transfer.

Harga transfer juga mempengaruhi laba perusahaan sebagai satu kesatuan. Betapa
tidak? Andaikan secara ekonomis kos produk yang relevan untuk memproduksi barang antara
(intermediate product) adalah lebih murah daripada harga produk di pasar eksternal,
sedangkan divisi-divisi tidak bersepakat untuk melakukan transfer internal, maka laba
perusahaan menjadi lebih buruk. Itulah sebabnya, top management perusahaan yang
kompeten akan menaruh perhatian serius terhadap penentuan harga transfer, terutama ketika
jumlah produk antara yang dibutuhkan oleh divisi pembeli adalah sedemikian signifikannya.

Harga transfer juga mempengaruhi autonomi divisi. Di atas telah dijelaskan bahwa
harga transfer mempengaruhi laba perusahaan sebagai satu kesatuan. Hal ini dapat
memotivasi top management untuk melakukan intervensi terhadap keputusan divisi-divisi
dalam penentuan apakah sebaiknya produk antara dibeli dari pasar eksternal ataukah

161
diproduksi secara internal. Ini adalah sourcing decision atau make-or-buy decision
sebagaimana telah dibahas di bab sebelumnya. Jika intervensi perusahaan sedemikian
signifikannya, maka harga transfer mempunyai peluang untuk mereduksi (mengurangi)
autonomi divisi-divisi yang terlibat dalam pentransferan produk secara internal.

Oleh karena terdapat pengaruh-pengaruh di atas, maka sistem penentuan harga transfer
seharusnya dirancang agar sistem tersebut mencapai tujuan-tujuan berikut secara simultan :
(1) Menyediakan informasi yang relevan kepada masing-masing divisi untuk mengambil
keputusan yang memaksimumkan laba perusahaan sebagai satu kesatuan, (2) Memotivasi
manajer divisi untuk mengambil keputusan yang mencerminkan kinerja baik managerial
performance maupun economic performance divisinya, dan (3) Tetap terjaganya autonomi
manajer divisi agar perusahaan memperoleh manfaat maksimum yang diharapkan dari
pembentukan pusat-pusat pertanggungjawaban laba dan investasi.

METODE HARGA TRANSFER

Pada prinsipnya, harga transfer adalah harga yang di dalamnya sudah diperhitungkan
laba bagi divisi penjual. Bagi divisi penjual harga demikian wajar sebab kalau produknya
dijual ke pasar eksternal, maka harga yang dapat dia tawarkan dan jual adalah sudah
mengandung laba. Artinya harga transfer seharusnya tidak berbeda dari harga pasar eksternal.
Bagi divisi pembeli harga pasar eksternal juga wajar sebab kalau produk yang dibutuhkannya
dibeli dari pasar eksternal, maka jumlah yang harus dibayarnya adalah sebesar harga pasar,
yang tentunya telah disadari bahwa harga itu sudah memperhitungkan laba produsennya.

Untuk menjaga autonomi divisi-divisinya, perusahaan tidaklah menentukan berapa


rupiah besarnya harga transfer, melainkan menetapkan kebijakan (aturan) yang secara wajar
dapat diterima oleh masing-masing manajer divisi. Kebijakan (aturan) itulah yang dimaksud
dengan sistem penentuan harga transfer yang tujuan normatifnya telah disebutkan
sebelumnya di bab ini. Kebijakan itu meliputi dasar-dasar penentuan harga transfer berikut :
(1) Harga pasar (market-based transfer price), (2) Harga negosiasian (negotiated transfer
price), dan kos (cost-based transfer price). Penjelasannya sebagai berikut :

Metode Harga Pasar

162
Harga pasar adalah harga produk (barang atau jasa) yang terjadi di pasar eksternal
sebagai hasil akhir dari proses tawar-menawar seluruh pelaku pasar (produsen dan
konsumen). Jika pasar tersebut adalah pasar persaingan sempurna (perfectly competitive),
maka harga pasar sangat tepat menjadi harga transfer. Yakni, besarnya harga transfer adalah
sama dengan harga pasar eksternal itu. Harga pasar adalah sesuai dengan konsep opportunity
cost bagi divisi penjual, dalam arti bahwa divisi penjual akan menderita kehilangan
kesempatan untuk memperoleh revenue sebesar harga pasar dikalikan dengan jumlah unit
produk yang dijual jika harga transfernya tidak sebesar harga pasar itu. Kebijakan harga pasar
dengan demikian mendasarkan pada teori bahwa harga pasar menuntun para manajer untuk
mengoptimumkan kinerjanya masing-masing dan secara simultan mengoptimumkan kinerja
perusahaan sebagai satu kesatuan. Jadi, harga pasar dianggap dapat menciptakan goal
congruence. Yakni, keputusan manajer divisi untuk mencapai tujuan pribadi dan divisinya
juga dapat mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan. Sebagai ilustrasi, skenario berikut
sangat berguna untuk menjelaskan bahwa harga pasar dapat menciptakan goal congruence.

Skenario 1. Sebuah perusahaan menjual RODA yang diproduksi oleh divisi A dan
menjual SEPEDA yang diproduksi oleh Divisi B. Divisi A memproduksi RODA yang
dapat dijual ke pasar eksternal dengan harga Rp 100.000. Kos produksi variabel dan
relevan adalah Rp 60.000, sedangkan kos lainnya yang bersifat tetap dapat dianggap
tidak relevan dalam jangka pendek. Jadi contribution margin RODA yang relevan
untuk pengambilan keputusan manajer Divisi A adalah Rp 40.000. Divisi B
membutuhkan RODA sebagai salah satu komponen produknya yang bernama
SEPEDA. Divisi B tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi sendiri RODA
dan selama ini membelinya dari pasar eksternal dengan harga Rp 100.000. Jika
kebijakan harga transfer perusahaan adalah harga pasar, berapakah harga transfer
RODA? Jika terjadi transfer, berapakah dampaknya ke laba Divisi A, laba Divisi B,
dan laba perusahaan? Jika tidak terjadi transfer, berapakah dampaknya ke laba
masing-masing divisi dan laba perusahaan?

Analisis 1. Jika terjadi transfer internal, maka : (1) Harga transfer adalah Rp 100.000
sesuai kebijakan perusahaan; (2) Divisi A tidak dirugikan dan tidak pula diuntungkan
sedikit pun, karena ia tetap dapat mempertahankan contribution margin sebesar Rp
40.000. Jadi tidak ada pengaruh harga transfer terhadap laba Divisi A; (3) Divisi B
tidak dirugikan dan tidak pula diuntungkan sedikit pun, karena ia tetap dapat
mempertahankan kos produk antara sebesar Rp 100.000. Jadi tidak ada pengaruh

163
harga transfer terhadap laba Divisi B; (4) Perusahaan tidak dirugikan dan tidak pula
diuntungkan sebab out-of-pocket cost sebesar Rp 100.000 yang dikeluarkan oleh
Divisi B untuk membeli RODA ke Divisi A juga diterima kembali seutuhnya oleh
Divisi A dari penjualan RODA ke Divisi B. Secara neto, contribution margin Divisi A
tetap utuh menjadi bagian dari contribution margin perusahaan secara keseluruhan.
Kesimpulannya, secara overall, perusahaan tidak lebih buruk atau lebih baik dengan
terjadinya transfer internal sebesar harga pasar.

Analisi II. Jika tidak terjadi transfer internal atau masing-masing divisi menjual
RODA ke dan membelinya dari pasar eksternal, maka : (1) Divisi A tidak dirugikan
dan tidak pula diuntungkan sedikit pun, karena ia tetap dapat mempertahankan
contribution margin sebesar Rp 40.000. Jadi tidak ada pengaruh terhadap laba Divisi
A; (2) Divisi B tidak dirugikan dan tidak pula diuntungkan sedikitpun, karena ia tetap
dapat mempertahankan kos produk antara sebesra Rp 100.000. Jadi tidak ada
pengaruh terhadap laba Divisi B; (3) Perusahaan akan mengeluarkan out-of-pocket
cost sebesar Rp 100.000 untuk membeli RODA dari pasar eksternal dan pada saat
yang sama menerima hasil penjualan RODA ke pasar eksternal sebesar Rp 100.000.
Jadi, secara neto out-of-pocket cost perusahaan adalah Rp 0, tetapi perusahaan masih
memperoleh contribution margin Rp 40.000 yang berasal dari contribution margin
Divisi A. Jadi, laba perusahaan secara overall tidak terpengaruh oleh tidak terjadinya
transfer internal.

Skenario dan analisis di atas menunjukkan bahwa harga pasar adalah ideal menjadi
harga transfer. Meskipun begitu, harga pasar menjadi ideal jika kondisi-kondisi ideal berikut
dapat terpenuhi :

1. Terdapat pasar ekstern untuk produk yang ditranfer. Ini berarti bahwa divisi pembeli
dapat membeli produk dari pasar ekstern dan divisi penjual dapat menjual produknya
ke pasar ekstern tersebut.
2. Pasar eksten untuk produk yang ditransfer itu bersifat persaingan sempurna. Ini
berarti bahwa : (1) harga pasar ekstern tidak akan terpengaruh (naik/turun), apakah
divisi penjual menjual seluruh produknya ke pasar ekstern atau ke pasar intern; dan
(2) harga pasar ekstern tidak akan terpengaruh, apakah divisi pembeli membeli
seluruh produk yang dibutuhkannya dari pasar ekstern atau dari pasar intern.
3. Divisi pembeli bebas untuk membeli produk sebanyak yang dibutuhkannya dari
sumber mana pun, apakah dari pasar ekstern atau dari pasar intern.

164
4. Divisi penjual bebas untuk menjual produk sebanyak yang dia mampu buat ke pasar
mana pun, apakah ke pasar ekstern atau ke pasar intern.

Metode Harga Transfer Negosiasian

Dalam realita, pasar persaingan sempurna hampir tidak ada. Dalam banyak hal,
produsen dapat mengambil tindakan yang mempengaruhi harga pasar. Misalnya produk yang
dijual perusahaan (dalam hal ini divisi penjual) sedemikian besarnya sehingga menurunkan
harga pasar. Inilah contoh ketidaksempurnaan pasar. Contoh lainnya adalah bila terdapat
biaya penjualan (biaya distribusi). Kalau ada ketidaksempurnaaan pasar, maka harga pasar
tidak cocok sebagai harga transfer. Dalam kasus seperti ini, harga transfer negosiasian
(negotiated transfer price) merupakan alternatif praktis. Konsep opportunity cost juga dapat
digunakan untuk menjelaskan harga negosiasian ini.

Hasil negosiasi harus mempertimbangkan opportunity cost yang dihadapi oleh masing-
masing divisi. Dari sudut pandang perusahaan, harga transfer negosiasian seharusnya
disetujui hanya jika opportunity cost divisi penjual lebih kecil daripada opportunity cost
divisi pembeli. Ilustrasi berikut memudahkan pemahaman tentang harga transfer negosiasian.

Skenario 2. Sebuah perusahaan menjual RODA yang diproduksi oleh Divisi A dan
menjual SEPEDA yang diproduksi oleh Divisi B. Divisi A memproduksi RODA yang
dapat dijual ke pasar eksternal dengan harga Rp 100.000. Kos distribusi relevan, yaitu
pengangkutan ke gudang pembeli, adalah Rp 20.000. Kos distribusi ini bersifat dapat
dihindarkan (avoidable cost) jika Divisi A menjualnya ke Divisi B. Divisi B
membutuhkan RODA sebagai salah satu komponen produknya yang bernama
SEPEDA. Divisi B tidak mempunyai kemampuan untuk memproduksi sendiri RODA
dan selama ini membelinya dari pasar eksternal dengan harga Rp 100.000 tanpa kos
pengangkutan sebab kos ini ditanggung oleh penjual. Jika kebijakan harga transfer
perusahaan adalah harga transfer negosiasian dan semua informasi di atas diketahui
oleh masing-masing divisi, maka berapakah harga transfer RODA? Jika terjadi
transfer, berapakah dampaknya ke laba Divisi A, laba Divisi B, dan laba perusahaan?
Jika tidak terjadi transfer, berapakah dampaknya ke laba masing-masing divisi dan
laba perusahaan?

Analisis I. Berdasar pada kasus di atas, maka manajer Divisi B mungkin mengajukan
permintaan harga sebesar Rp 80.000 sebab ia mengetahui bahwa jumlah neto yang

165
diterima oleh manajer Divisi A adalah harga pasar Rp 100.000 dikurangi kos distribusi
Rp 20.000. Sedangkan manajer Divisi A mungkin menolak permintaan harga Rp
80.000 sebab meskipun jumlah neto yang ia terima dari penjualan ke pasar eksternal
adalah sebesar itu, tetapi ia menyadari bahwa penghematan Rp 20.000 hanya
dinikmati oleh manajer Divisi A. Jika manajer Divisi A mempunyai daya tawar
(bargaining power) yang lebih kuat daripada manajer Divisi B, maka kira-kira harga
transfer jatuh pada angka di atas Rp 90.000. Anggaplah, sebagai misal saja, negosiasi
berakhir dengan harga transfer Rp 95.000. Kalau benar harga transfer jatuh pada
angka tersebut, maka itulah yang dimaksud dengan harga transfer negosiasian. Jika
terjadi transfer internal dengan harga Rp 95.000 tersebut, maka : (1) Divisi A akan
memperoleh incremental profit sebesar Rp 15.000, yakni penghematan kos distribusi
Rp 20.000 dikurangi Rp 5.000, yakni selisih antara harga pasar eksternal (Rp 100.000)
dan harga transfer negosiasian (Rp 95.000). Jadi harga transfer mempengaruhi laba
Divisi A; (2) Divisi B akan memperoleh incremental profit sebesar Rp 5.000 yang
berasal dari selisih antara harga pasar eksternal dan harga transfer negosiasian (Rp
100.000 Rp 95.000). Jadi harga transfer mempengaruhi laba Divisi B; (3)
Perusahaan akan memperoleh incremental profit sebesar Rp 20.000, yakni berasal dari
penghematan kos distribusi Divisi B. Jumlah ini secara mudah merupakan
penjumlahan antara incremental profit yang diperoleh oleh Divisi A (Rp 15.000) dan
incremental profit yang diperoleh oleh Divisi B (Rp 5.000). Jadi harga transfer
mempengaruhi laba perusahaan.

Analisis II. Jika tidak terjadi transfer internal atau masing-masing divisi menjual
RODA ke dan membelinya dari pasar eksternal, maka: (1) Divisi A kehilangan
kesempatan untuk memperoleh incremental profit Rp 15.000; (2) Divisi B kehilangan
kesempatan untuk memperoleh incremental profit Rp 5.000; dan (3) Perusahaan akan
kehilangan kesempatan untuk memperoleh incremental profit Rp 20.000. Oleh karena
perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk memperoleh tambahan laba Rp 20.000
seandainya dua divisi tidak melakukan transfer internal, maka top management akan
memaksa dua divisi di atas untuk melakukan transfer internal. Dari sudut pandang
perusahaan, kasus pada skenario di atas adalah masalah make-or-buy decision, dan
lebih menguntungkan apabila terjadi transfer internal, yaitu keputusan untuk
memproduksi sendiri produk RODA. Berapa pun harga transfer yang berhasil
ditetapkan dalam proses negosiasi antara manajer Divisi A dan manajer Divisi B,

166
asalkan sampai kepada keputusan transfer internal, perusahaan tetap memperoleh
penghematan kos distribusi Rp 20.000. Bagi Divisi A, harga transfer yang lebih
disukainya adalah harga yang mendekati Rp 100.000, sedangkan bagi Divisi B, harga
transfer yang lebih disukainya adalah harga yang mendekati Rp 80.000.

Kelemahan Harga Transfer Negosiasian

Harga transfer negosiasian memiliki tiga kelemahan atau keterbatasan sebagai


berikut :

1. Manajer divisi tertentu dapat mengambil manfaat dari manajer divisi lain, sehingga
manajer divisi lain itu dirugikan. Kelemahan ini terjadi, apabila manajer tertentu
memiliki informasi lebih lengkap daripada manajer lain.
2. Ukuran prestasi mungkin terdistorsi oleh kemampuan negosiasi atau bargaining
power manajer tertentu.
3. Proses negosiasi membutuhkan banyak waktu, tenaga, dan biaya.
4. Jika tidak terjadi kesepakatan, maka diperlukan intervensi oleh top management dan
kalau diperlukan proses arbitrase, maka harus ditunjuk seorang arbitrator yang
berkompeten dan mempunyai reputasi tinggi.

Kebaikan Harga Transfer Negosiasian

Meskipun membutuhkan banyak waktu, harga transfer negosiasian menawarkan harapan


untuk mencapai tiga tujuan penentuan harga transfer, yaitu : (1) Evaluasi prestasi divisi secara
akurat, (2) Keselarasan antara tujuan divisi dan perusahaan, dan (3) Tetap terjaganya
autonomi divisi. Perhatikanlah bahwa harga transfer negosiasian di atas sebenarnya juga
harga transfer berbasis pasar, sehingga pakar akuntansi manajemen ada yang mengatakan
bahwa harga transfer negosiasian bukanlah metoda terpisah, melainkan masih dalam tipologi
market-based transfer price, sedangkan proses

Negosiasinya itu sendiri adalah memang administrasi atau prosedur yang harus dilalui dalam
penentuan harga transfer.

Metoda Kos
Metoda kos dipergunakan apabila tidak terdapat harga pasar kompetitif dan harga
transfer negosiasian tidak dapat ditentukan. Untuk kepentingan pengukuran prestasi divisi,
yang menjadi dasar harga transfer adalah kos standar, bukan kos historis. Penggunaan kos

167
historis tidaklah layak karena dapat mendorong divisi penjual bekerja tidak efisien. Kalau
menggunakan kos historis, inefisiensi yang terjadi di divisi penjual akan menjadi beban yang
tak beralasan bagi divisi pembeli. Pembebanan inefisiensi tersebut jelas merugikan divisi
pembeli, karena divisi pembeli harus menanggung inefisiensi divisi penjual.
Berikut penjelasan harga transfer yang mendasarkan pada kos produksi. Sekali lagi,
yang dimaksud kos pada contoh-contoh berikut adalah kos standar, bukan kos sesungguhnya
untuk membuat produk yang ditransfer.
Kos Produksi Variabel. Kos produksi menurut variable costing adalah kos produksi
yang bersifat variabel. Kos produksi variabel RODA dan yang relevan pada contoh
sebelumnya adalah Rp60.000. Berdasar metoda kos produksi variabel, harga transfer RODA
dari Divisi A ke Divisi B adalah Rp60.000. Apabila harga transfer menggunakan kos produksi
variabel, maka seluruh kos produksi variabel divisi terakhir (dalam contoh ini Divisi B) yang
menjual produk final (SEPEDA) perusahaan adalah kos produksi variabel total bagi
perusahaan sebagai satu kesatuan.
Kelemahan kos produksi variabel sebagai harga transfer internal adalah bahwa divisi
penjual akan melaporkan contribution margin total sebesar nol dan rugi sebesar biaya tetap
yang dikeluarkannya. Oleh karena itu, penggunaan kos produksi variabel sebagai harga
transfer merugikan divisi penjual. Jadi, kos produksi variabel tidak layak digunakan sebagai
harga transfer bagi pusat laba atau pun pusat investasi. Kos produksi variabel hanya pantas
sebagai harga transfer apabila pusat pertanggungjawaban yang menyediakan produk/jasa
adalah pusat biaya (expense center).
Kos Produksi Penuh. Kos produksi, menurut absorption costing, terdiri atas kos
produksi variabel dan kos produksi tetap. Anggaplah bahwa kos produk tetap untuk RODA
pada contoh di atas adalah Rp5.000 per unit berdasar kapasitas normal 1.000 unit per bulan.
Jadi, kos produksi penuh per unit untuk RODA adalah Rp65.000. Berdasar metoda kos
produksi penuh, harga transfer RODA dari Divisi A ke Divisi B adalah Rp65.000. Meskipun

kos produksi penuh sudah ditutup oleh harga transfer, namun harga transfer tersebut tetap
tidak layak untuk transfer barang atau jasa antarpusat laba (ataupun antarpusat investasi).
Masalahnya adalah divisi penjual akan melaporkan laba nol. Jadi, harga transfer tadi hanya
layak digunakan apabila pusat pertanggungjawaban yang mentransfer ke pusat
pertanggungjawaban lainnya adalah pusat biaya.
Kos Produksi Plus Laba. Harga transfer yang pantas untuk pusat laba atau pusat
investasi adalah kos produksi adalah kos produksi plus laba. Kos produksi dapat ditentukan

168
sebesar kos produksi variabel atau kos produksi penuh, sedangkan laba ditentukan sebesar
presentase tertentu. Yang menjadi masalah dalam metoda kos produksi plus laba ini adalah
penentuan dasar perhitungan yang digunakan untuk menetapkan tingkat laba dan penentuan
tingkat labanya itu sendiri.
Dasar perhitungan yang paling sederhana adalah kos produksi (variabel atau penuh).
Kelemahannya, dasar ini tidak memperhitungan investasi. Untuk menghindari kelemahan ini,
maka dapat dipakai besarnya investasi yang digunakan untuk memproduksi produk yang
ditransfer. Tingkat laba harus merupakan taksiran laba yang mungkin diperoleh seandainya
divisi penjual benar-benar merupakan perusahaan yang independen. Berikut adalah dua buah
contoh menentukan harga transfer dengan metode kos produksi plus laba. Contoh pertama
menganggap bahwa dasar penentuan tingkat labanya adalah kos produksi, sedangkan contoh
kedua menganggap bahwa dasar penentuan tingkat labanya adalah rerata investasi.
Kos Produksi Penuh: Divisi A mentransfer RODA ke Divisi B. Dasar yang
digunakan untuk menetapkan laba adalah kos produksi penuh dan tingkat labanya 10%. Data
pada contoh sebelumnya menunjukkan bahwa kos produksi penuh RODA adalah Rp65.000.
Oleh karena tingkat labanya adalah 10% dari kos produksi penuh, maka harga transfer produk
RODA adalah Rp71.500 sebagaimana perhitungan berikut :

Kos Produksi Penuh RODA ................... Rp65.000


Laba 10% x Rp65.000 .......................................... 6.500
Harga Transfer ...................................................... Rp71.500

Dari perhitungan di atas, Divisi B akan dibebani kos sebesar Rp71.500.000 per bulan,
jika dia mentransfer 1.000 unit RODA per bulan.

Rerata Investasi: Misalnya, rerata investasi setahun untuk memproduksi RODA


sebesar Rp120.000.000, sedangkan dasar yang digunakan untuk menentukan laba adalah
rerata investasi. Apabila tingkat laba yang layak adalah 10% dan Divisi B mentransfer 1.000
unit per bulan, maka Divisi B akan ditagih sebesar Rp66.000.000 sebulan sebagaimana
perhitungan berikut:

Kos Produksi Penuh per unit ................................... Rp 65.000

169
Jumlah unit yang ditransfer per bulan ..................... 1.000 x
Total ........................................................................ Rp65.000.000
Laba 10% x Rp120.000.000 : 12 ............................. 1.000.000 +
Dibebankan ke Divisi B .......................................... Rp66.000.000

Dua contoh di atas menggunakan kos produksi penuh sebagai dasar penentuan harga
transfer. Pembaca kiranya dapat membuat contoh sendiri apabila kos produksi yang
digunakan adalah kos produksi variabel.

Daftar Pustaka
Anthony, Robert N., and James S. Reece (1989), Accounting Text And Cases. Eighth Edition,
Richard D. Irwin, Inc., Homewood, Illinois.
--------, John Dearden, and Norton M. Bedford (1989), Management Control Systems. Sixth
Edition, Richard D. Irwin, Inc., Homewood, Illinois.

170
--------, --------, and Vijay Govindarajan (1992), Management Control Systems. Seventh
Edition, Richard D. Irwin, Inc., Homewood, Illinois.
Ari Sudarman (1984), Teori Ekonomi Mikro, Jilid 1. Edisi Kesatu. BPFE Yogyakarta,
Yogyakarta.
Cooper, Robin, and Robert S. Kaplan (1991), The Design Of Cost Mannagement Systems
Text, Cases and Reading, International edition, Prentice-Hall Inc, New Jersey.
DeCoster, Don T., and Eldon L. Schater (1982), Management Accounting: A Decision
Emphasis. Third Edition, John Willey and Sons, Inc., New York.
Garrison, Ray H., and Eric W. Noreen (1997), Managerial Accounting, Eighth Edition,
Mc-Graw Hill Companies Inc, New York.
Gray, Jack, and Don Rickets (1982), Cost And Managerial Accounting. International Student
Edition, Mc-Graw Hill Book Company, Auckland.
Greg, Boud, Lyle York, Mel Adams, and Gipsie Ranney (1994), Beyond Total Quality
Management Toward The Emerging Paradigm, Mc-Graw Hill Inc, New York.
Hansen, Don R., and Maryanne M. Mowen (1994), Management Accounting. Third Edition.
South-Western Publishing Co.
--------,--------, and -------- (1997), Accounting and Control: Cost Management, 2 Edition,
South-Western Publishing Co, Cincinati.
Heitger, Lester E., and Serge Matulich (1990), Managerial Accounting. Second Edition.
Mc-Graw Hill Book Company, Boston, New York.
Helmkamp, John G. (1987), Management Accounting. First Edition, John Willey and Sons,
Inc., New York.

171

Anda mungkin juga menyukai