Laporan PT. Etercon Lengkap

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 101

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan hak asasi manusia sekaligus investasi dalam

pembangunan bangsa. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan dilakukan secara

menyeluruh dan berkesinambungan, dengan tujuan guna meningkatkan kesadaran,

kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya. Kesehatan mempunyai peranan besar dalam

meningkatkan derajat hidup masyarakat, maka dari itu semua negara berupaya

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya. Pelayanan

kesehatan berarti setiap upaya yang sendiri atau bersama-sama dalam suatu

organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan

mengobati penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, kelompok ataupun

masyarakat.

Farmasi merupakan suatu profesi kesehatan yang berhubungan dengan

pembuatan dan distribusi dari produk yang berkhasiat obat. Farmasi juga meliputi

profesi yang sah dan fungsi ekonomi dari distribusi produk yang berkhasiat obat

dan kosmetik yang baik dan aman. Dalam kegiatan farmasi utamanya sangat

diperlukan instansi-instansi kesehatan, balai pengobatan ataupun konsumen

lainnya yang telah ditentukan oleh Menteri Kesehatan. Untuk menjamin

ketersediaan obat yang bermutu aman dan berkhasiat.


2

Industri farmasi merupakan industri yang memiliki dwi fungsi yaitu

sebagai unit pelayanan kesehatan (non profit oriental) dan sebagai institusi bisnis

(profit
3

oriental). Industri Farmasi merupakan tempat memproduksi obat jadi atau bahan

baku obat. Obat yang dibuat harus memiliki mutu dan kualitas yang baik. Pada era

globalisasi perkembangan industri kini semakin meningkat seiring dengan

tingginya kebutuhan masyarakat akan obat-obatan. Faktor utama yang menunjang

performance industri adalah kualitas produksinya.

Dalam persaingan industri global, obat menjadi komoditi ekonomi yang

menjanjikan. Konsekuensinya, banyak industri farmasi yang berdiri dan

berkompetisi memproduksi berbagai jenis obat yang laku di pasaran. Walaupun

demikian, industri farmasi merupakan industri yang highly regulated. Sebuah

industri farmasi idealnya memiliki kemampuan dalam memproduksi,

menyediakan dan mendistribusikan obat yang aman dan bermutu dengan harga

yang terjangkau bagi masyarakat. Industri farmasi memegang peranan penting

untuk menjamin bahwa produk obat yang diproduksi dan dipasarkan memenuhi

standar mutu. Untuk mewujudkan standar kualitas produk obat maka pemerintah

mengeluarkan kebijakan tentang Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) melalui

Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 43/MENKES/SK/II/1998, pada

tahun 2012 diberlakukan CPOB terbaru atau current Good Manufacturing

Practice (c-GMP).

CPOB merupakan suatu pedoman yang diperkenalkan oleh WHO (World

Health Organization) pada tahun 1969. CPOB ini merupakan pedoman dalam

pembuatan obat yang baik agar diperoleh produk yang berkaulitas, berkhasiat dan

aman. CPOB menyangkut seluruh aspek produksi mulai dari Manajemen Mutu,

Personalia, Bangunan dan Fasilitas, Peralatan, Sanitasi dan Higiene, Produksi,


4

Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri, Audit Mutu dan Audit & Persetujuan Pemasok,

Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk,

Dokumentasi, Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak serta Kualifikasi dan

Validasi. Mengingat konsep CPOB bersifat dinamis yang mana harus disesuaikan

dari waktu ke waktu untuk mengikuti perkembangan di bidang ilmu dan

teknologi, khususnya teknologi produksi di bidang industri farmasi, maka

penyesuaian persyaratan CPOB perlu dilakukan.

CPOB atau Good Manufacturing Practices (GMP) pada

perkembangannya kerap kali mengalami penyempurnaan menjadi CPOB terkini

atau CPOB yang dinamis current Good Manufacturing Practices (c-GMP) yang

merupakan salah satu upaya pemerintah (Badan POM) untuk menjamin khasiat,

keamanan dan mutu obat produk industri farmasi Indonesia agar sesuai dengan

standar internasional, sehingga produk obat dalam negeri mampu bersaing baik

untuk pasar domestik maupun pasar ekspor. Penerapan c-GMP juga mendorong

industri farmasi agar lebih efisien dan fokus dalam melaksanakan produksi obat,

termasuk pemilihan kualitas produksi yang paling fleksibel untuk dikembangkan.

CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik) dalam esensinya sama

dengan CPOB hanya pengaplikasianya yang berbeda, CPKB diperuntukan

khusus terhadap kosmetik, bayi maupun dewasa. Penetapan CPOB dan CPKB di

suatu perusahaan farmasi menjadi tanggung jawab seluruh pihak. Penerapan

CPOB dan CPKB dapat terlaksana dengan baik apabila ada pedoman yang jelas

bagi semua pihak yang terlibat. Untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat

yang bermutu tinggi diperlukan pengawasan secara menyeluruh, baik dalam hal
5

pelaksanaan proses produksi sampai dengan penanganan produk jadi, produk yang

sedang diproduksi dan produk yang sudah beredar di pasaran, maupun dalam hal

pengawasan dan pengendalian terhadap seluruh aspek yang mempengaruhi

kualitas produk yang dihasilkan.

Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kemampuan pengelolaan yang

profesional dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, diperlukan adanya Praktek

Kerja Lapangan (PKL) bagi mahasiswa farmasi agar mempunyai bekal yang

cukup dalam hal pengetahuan dan keterampilan khususnya tentang dunia

kefarmasian maka Universitas Setia Budi Surakarta menjalin kerja sama dengan

PT. Etercon Pharma Sayung Demak untuk menyelenggarakan Praktek Kerja

Lapangan bagi mahasiswa program D-III Farmasi Universitas Setia Budi

Surakarta.

B. Waktu dan Tempat PKL

Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan pada periode tanggal 02 s/d

31 Mei 2017 dan bertempat di PT. Etercon Pharma. Jl. Raya Semarang Demak

Km. 9 Purwosari, Sayung, Demak.

C. Tujuan Praktek Kerja Lapangan

Tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah :

1. Menambah pengetahuan, pengalaman dan wawasan dalam bidang farmasi

industri.

2. Mengetahui dan memahami penerapan CPOB dan CPKB di Industri Farmasi


6

3. Mengetahui dan memahami tentang alur proses yang ada pada suatu unit

produksi di industri farmasi

4. Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab D-III Farmasi di

industri farmasi sehingga memperoleh gambaran yang jelas mengenai kerja

profesinya.

5. Mengetahui dan memahami kegiatan-kegiatan yang ada di industri farmasi

secara terpadu sehingga mampu menjalankan peran dan fungsinya sebagai

tenaga profesional di industri farmasi.

D. Manfaat Praktek Kerja Lapangan

Diharapkan PKL yang dilaksanakan di PT. Etercon Pharma dapat

memberikan manfaat kepada mahasiswa antara lain :

1. Mengetahui secara langsung seluruh kegiatan di industri farmasi, baik tentang

proses produksi maupun jalannya pengawasan mutu selama proses produksi

berlangsung.

2. Mengetahui dengan nyata tentang penerapan CPOB dan CPKB di industri

farmasi

3. Memperoleh bekal ilmu pengetahuan menambah wawasan serta keterampilan

mengenai peran dan fungsi asisten apoteker di industri farmasi.

4. Mendapat pengalaman kerja yang tidak diperoleh di bangku perkuliahan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Industri Farmasi

1. Pengertian Industri Farmasi

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 245 / Menkes / SK /

V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pemberian Izin Usaha

Industri Farmasi, industri farmasi adalah industri obat jadi dan industri bahan

baku obat. Definisi dari obat jadi yaitu sediaan atau paduan dari bahan-bahan yang

siap digunakan untuk mempengaruhi dan menyelidiki sistem fisiologi atau

keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan,

pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi. Sedangkan yang dimaksud

dengan bahan baku obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun yang tidak

berkhasiat yang digunakan dalam pengolahan obat dengan standar mutu sebagai

bahan farmasi.

Berdasarkan jenis-jenis kegiatannya, industri farmasi dapat

dikelompokkan menjadi:

a. Industri riset farmasi, industri farmasi yang menghasilkan obat dan

bahan baku obat hasil penelitian sendiri, memperoleh hak paten selama

periode/waktu tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku secara nasional dan internasional.

7
b. Industri sintesis farmasi, industri farmasi yang menghasilkan bahan

aktif obat atau bahan baku lainnya, baik yang masih mempunyai hak paten

atau sudah kadaluwarsa.

8
9

c. Industri manufaktur farmasi, industri farmasi yang menghasilkan

obat jadi dari bahan baku yang dihasilkan oleh industri farmasi riset dan atau

industri sintesis. Termasuk dalam kategori ini adalah industri farmasi

fitofarmaka (jamu) yang menghasilkan produk obat dari bahan yang berasal

dari alam.

d. Industri jasa farmasi, lembaga atau jasa yang memberikan jasa,

berupa jasa penelitian, sintesis dan atau formulasi, bermacam studi tentang

pasar obat baik secara nasional, regional maupun internasional, meneliti dan

mempelajari kecenderungan yang sedang terjadi, membuat perkiraan

perkembangan masa datang yang sangat diperlukan oleh pengambil

keputusan, baik di lingkungan industri farmasi maupun pemerintah.

Jika dibandingkan dengan industri lain, industri farmasi memiliki ciri yang

spesifik, antara lain :

a. Diatur secara ketat oleh pemerintah seperti ijin produsen, registrasi obat, cara

pembuatan obat yang baik (CPOB) dan CPKB, distribusi dan perdagangan

produk. Hal ini dilakukan karena berhubungan dengan jiwa manusia.

b. Industri farmasi disamping menghasilkan obat untuk penderita, juga

merupakan suatu industri yang berorientasi untuk memperoleh keuntungan

(profit). Jadi tidak hanya aspek sosial namun juga ada aspek ekonomi

(bisnis).

c. Industri farmasi adalah salah satu industri berisiko tinggi karena bukan tidak

mungkin kelak di kemudian hari jika terbukti terjadi hal yang tidak
10

diinginkan karena penggunaan obat, industri farmasi dituntut dan membayar

ganti rugi yang sangat besar ( contoh kasus industri farmasi penghasil

Thalidomide ditutup karena tidak mampu lagi membayar tuntutan ganti rugi).

d. Industri farmasi adalah industri berbasis riset yang selalu memerlukan inovasi

karena usia hidup produk atau obat (product life cycle) relatif singkat (lebih

kurang 10-25 tahun) dan sesudah itu akan ditemukan obat generasi baru yang

lebih baik, lebih aman, dan lebih efektif.

2. Persyaratan Industri Farmasi

Perusahaan industri farmasi wajib memperoleh izin usaha industri farmasi,

karena itu industri tersebut wajib memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan

oleh Menteri Kesehatan. Persyaratan industri farmasi tercantum dalam surat

keputusan menteri kesehatan RI No. 245/Menkes/SK.V/1990 adalah sebagai

berikut :

a. Industri farmasi merupakan suatu perusahaan umum, badan hukum berbentuk

Perseroan Terbatas atau Koperasi.

b. Memiliki rencana investasi

c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

d. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memenuhi persyaratan CPOB

sesuai dengan ketentuan SK Menteri Kesehatan No. 43/Menkes/SK/II/1988

e. Industri farmasi obat jadi dan bahan baku wajib memperkerjakan secara tetap

sekurang-kurangnya dua orang apoteker warga negara indonesia, masing-

masing sebagai penanggung jawab produksi dan penanggung jawab

pengawasan mutu sesuai dengan persyaratan CPOB. Obat jadi yang


11

diproduksi oleh industri farmasi hanya dapat diedarkan setelah mempunyai

izin edar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Industri

farmasi adalah industri berbasis riset yang selalu memerlukan inovasi karena

usia hidup produk atau obat (product life cycle) relatif singkat (lebih kurang

10-25 tahun) dan sesudah itu akan ditemukan obat generasi baru yang lebih

baik, lebih aman, dan lebih efektif.

3. Izin Usaha Industri Farmasi

Izin usaha industri farmasi diberikan oleh Menteri Kesehatan dan

wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Badan Pengawasan Obat dan

Makanan (BPOM). Izin ini berlaku seterusnya selama industri tersebut

berproduksi dengan perpanjangan izin setiap 5 tahun, sedangkan untuk industri

farmasi Penanaman Modal Asing (PMA) masa berlakunya sesuai dengan

ketentuan dalam undang-undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal

Asing dan pelaksanaannya.

4. Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi

Pencabutan izin usaha industri farmasi dapat terjadi karena beberapa hal:

a. Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi dan

perluasan tanpa memiliki izin.

b. Tidak menyampaikan informasi mengenai perkembangan industri secara

berturut-turut tiga kali atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang

tidak benar.
12

c. Melakukan pemindahan lokasi usaha industri tanpa persetujuan tertulis

terlebih dahulu

d. Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku obat yang tidak

memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu)

e. Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.

B. Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB)

CPOB merupakan suatu pedoman dalam industri farmasi mengenai

prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu industri farmasi untuk

menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan Good

Manufacturing Practices dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi

sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang

ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB bertujuan untuk

menjamin obat dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan yang ditetapkan

dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB bertujuan untuk menjamin obat

dibuat secara konsisten memenuhi persyaratan yang ditetapkan dan sesuai dengan

tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan

pengendalian mutu (BPOM, 2012) ruang lingkup CPOB edisi 2012 meliputi

Manajemen Mutu, Personalia, Bangunan dan Fasilitas, Peralatan, Sanitasi dan

Hygiene, Produksi, Pengawasan Mutu, Inspeksi Diri dan Audit Mutu, Penanganan

Keluhan terhadap Produk, Penarikan Kembali Produk dan Produk Kembalian,

Dokumentasi, Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak, serta Kualifikasi dan

Validasi.
13

Ada 4 tahapan umum dalam CPOB (2012), yaitu :

a. Pada pembuatan obat pengawasan secara menyeluruh adalah sangat esensial

untuk menjamin bahwa konsumen menerima obat yang bermutu tinggi.

Pembuatan obat secara sembarangan tidak dibenarkan bagi obat yang akan

digunakan sebagai penyelamat jiwa atau memulihkan atau memelihara

kesehatan.

b. Tidaklah cukup apabila obat jadi hanya sekedar lulus dari serangkaian

pengujian, tetapi yang menjadi sangat penting adalah mutu harus dibentuk ke

dalam produk. Mutu obat tergantung pada bahan awal, proses pembuatan dan

pengawasan mutu, bangunan, peralatan yang dipakai dan personalia yang

terlibat dalam pembuatan obat.

c. Untuk menjamin mutu suatu obat jadi tidak boleh hanya mengandalkan hanya

pada pengujian tertentu saja. Semua obat hendaklah dibuat dalam kondisi

yang dikendalikan dan dipantau secara cermat.

d. CPOB merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar sifat dan

mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki.

Aspek dalam CPOB (2012) meliputi :

1. Manajemen Mutu

Industri farmasi harus membuat obat sedemikian rupa agar sesuai dengan

tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan yang tercantum dalam izin edar

(registrasi) dan tidak menimbulkan resiko yang membahayakan penggunanya

karena tidak aman, mutu rendah atau tidak efektif. Manajemen mutu bertanggung

jawab untuk pencapaian tujuan ini melalui suatu Kebijakan Mutu. Yang
14

memerlukan partisipasi dan komitmen dari semua jajaran di semua departemen di

dalam perusahaan, para pemasok dan para distributor. Untuk mencapai tujuan

mutu secara konsisten dan dapat diandalkan diperlukan manajemen mutu yang

didesain secara menyeluruh dan diterapkan secara benar (BPOM, 2012).

Kebijakan mutu hendaklah disosialisasikan kepada semua karyawan

dengan cara yang efektif, tidak cukup dengan cara membagikan fotocopynya dan

atau menempelkan pada dinding. Untuk melaksanakan kebijakan mutu

dibutuhkan 2 unsur dasar yaitu :

e. Sistem mutu yang mengatur struktur organisasi, tanggung jawab dan

kewajiban semua sumber daya yang diperlukan, semua prosedur yang

mengatur proses yang ada.

f. Tindakan sistematis untuk melaksanakan sistem mutu yang disebut dengan

pemastian mutu atau Quality Assurance (QA) (BPOM, 2012).

Sistem manajemen mutu di industri farmasi mencakup antara lain :

a. Struktur organisasi mutu termasuk kewenangan pemastian mutu dan

pengawasan mutu.

b. Pengendalian perubahan

c. Sistem pelulusan bets

d. Penanganan penyimpangan

e. Pengolahan ulang

f. Inspeksi diri dan audit eksternal

g. Pelaksanaan program kualifikasi dan validasi

h. Personalia
15

i. Sistem dokumentasi (Manajemen Farmasi Industri, 2007).

2. Personalia

Suatu industri farmasi bertanggung jawab menyediakan personil yang

sehat, terkualifikasi dan dalam jumlah yang memadai agar proses produksi dapat

berjalan dengan baik. Semua personil harus memenuhi prinsip CPOB agar

produksi yang dihasilkan bermutu (BPOM, 2012). Kesehatan personil hendaklah

dilakukan pada saat perekrutan, sehingga dapat dipastikan bahwa semua calon

karyawan (mulai dari petugas kebersihan, pemasangan dan perawatan peralatan,

personil produksi dan pengawasan hingga personil tingkat manajerial) memiliki

kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga tidak akan berdampak pada mutu

produk yang dibuat. Disamping itu hendaklah dibuat dan dilaksanakan program

pemeriksaan kesehatan berkala yang mencakup pemeriksaan jenis-jenis penyakit

yang dapat berdampak pada mutu dan kemurnian produk akhir. Untuk masing-

masing karyawan hendaklah ada catatan tentang kesehatan mental dan fisiknya

(BPOM, 2012).
Sumber daya manusia sangatlah penting dalam pembentukan dan

penerapan sistem pemastian mutu yang memuaskan dan pembuatan obat yang

benar. Industri farmasi harus memiliki personil yang terkualifikasi dan memiliki

pengalaman praktis dalam jumlah memadai. Tiap personil hendaknya memahami

tanggung jawab masing-masing dan memahami prinsip CPOB. Struktur organisasi

disusun sedemikian rupa dengan tanggung jawab masing-masing personil sejalan

dengan aspek penerapan CPOB, sehingga personil tidak dibebani tanggung jawab

berlebihan untuk menghindari risiko terhadap mutu obat. Pelatihan mengenai


16

CPOB. diberikan kepada karyawan secara berkesinambungan khusunya di bagian

yang berhubungan dengan produk dan setiap periode dievaluasi.

Personil kunci di industri farmasi mencakup kepala produksi, kepala

bagian pengawasan mutu (QC) dan kepala bagian manajemen mutu (QA). Setiap

bagian harus independen satu terhadap yang lain.

3. Bangunan dan Fasilitas

Bangunan dan fasilitas untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain,

konstruksi, letak yang memadai dan kondisi yang sesuai serta perawatan yang

dilakukan dengan baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata

letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil

terjadinya resiko kekeliruan, pencemaran silang dan kesalahan lain serta

memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk

menghindari pencemaran silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain

yang dapat menurunkan mutu obat. Tingkat kebersihan ruang / area untuk

pembuatan obat hendaklah diklasifikasikan sesuai dengan jumlah maksimum

partikulat udara yang diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan sesuai tabel.

Jumlah Maksimum Partikel Dalam Ruang

Ukuran Non Operasional Operasional


Partikel Jumlah maksimum partikel/m2 yang diperbolehkan
Kelas >0,5 m >5 m >0,5 m >5 m
A 3.520 20 3.520 20
B 3.520 29 352.000 2.900
C 352.000 2.900 3.520.000 29.000
17

D 3.520.000 29.000 Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan


E 3.520.000 29.000 Tidak ditetapkan Tidak ditetapkan
Sumber (CPOB, 2012)

Catatan :

Kelas A, B, C dan D adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk

steril.

Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pembuatan produk nonsteril.

Persyaratan lain untuk pembuatan produk steril dirangkum pada Aneks 1

Pembuatan Produk Steril (CPOB, 2012).

Rancang bangunan hendaklah dibuat sehingga untuk kegiatan yang

berhubungan langsung dengan daerah luar sarananya dikelompokkan. Kegiatan

yang berhubungan langsung dengan daerah luar antara lain :

a. Penerimaan bahan awal

b. Keluar-masuk karyawan

c. Pemakaian seragam kerja

d. Mandi, cuci tangan dan buang air kecil

e. Penyerahan produk jadi untuk distribusi

f. Rancangan di atas perlu ditekankan agar tidak berdampak negatif terhadap

kegiatan produksi yang dilakukan di area dengan kelas kebersihan lebih tinggi

(BPOM, 2012). Tata letak ruang hendaklah dikaji sejak tahap perencanaan

konstruksi bangunan demi keefektifan semua kegiatan, kelancaran arus kerja,

komunikasi dan pengawasan serta untuk menghindari ketidakteraturan.

Tata letak ruang dalam area produksi yang harus dipenuhi antara lain :
18

a. Untuk pengolahan produk yang mengandung bahan yang menimbulkan

sensitisasi tinggi, disediakan fasilitas tersendiri untuk masing-masing produk.

Udara yang dikeluarkan dari fasilitas itu dilewatkan atau melalui suatu sistem

yang sesuai sebelum dilepaskan ke atmosfer.

b. Luas area kerja produksi minimal 2 kali luas yang diperlukan untuk

penempatan peralatan (termasuk wadah yang diperlukan untuk suatu kegiatan)

ditambah luas area untuk keperluan pembersihan dan perawatan mesin oleh

operator produksi dan / atau teknisi.

c. Permukaan lantai, dinding, langit-langit dan pintu hendaklah :

1. Kedap air

2. Tidak terdapat sambungan untuk mengurangi pelepasan atau pengumpulan

partikel.

3. Tidak merupakan media pertumbuhan mikroba

4. Mudah dibersihkan, serta tahan terhadap proses pembersihan, bahan

pembersih dan disinfektan yang digunakan berulang kali dengan

memperhatikan faktor kepadatan, porositas, tekstur dan sifat elektrostatis

(BPOM, 2012).

4. Peralatan

Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi

yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan

tepat agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan

untuk memudahkan pembersihan serta perawatan (BPOM, 2012).


19

Desain dan konstruksi peralatan hendaklah memenuhi persyaratan sebagai

berikut :

a. Peralatan hendaklah didesain dan dikonstruksukan sesuai dengan tujuannya.

b. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara

ataupun produk jadi tidak boleh menimbulkan reaksi, adisi atau absorpsi yang

dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang

ditentukan.

c. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya pelumas

atau pendingin tidak boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah

sehingga tidak mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian bahan awal,

produk antara ataupun produk jadi.

d. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan pelumas dan

hal sejenis atau karena perbaikan, perawatan, modifikasi dan adaptasi yang

tidak tepat.

e. Peralatan hendaklah didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.

Peralatan tersebut hendaklah dibersihkan sesuai prosedur tertulis yang rinci

serta disimpan dalam keadaan bersih dan kering.

f. Peralatan pencucian dan pembersihan hendaklah dipilih dan digunakan agar

tidak menjadi sumber pencemaran.

g. Peralatan yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada produk.

Bagian alat yang bersentuhan dengan produk tidak boleh bersifat reaktif, aditif

atau absortif yang dapat mempengaruhi mutu dan berakibat buruk pada

produk.
20

h. Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan

kimia atau yang ditempatkan di area dimana digunakan bahan mudah terbakar,

hendaklah dilengkapi dengan perlengkapan elektris yang kedap eksplosi serta

dibumikan dengan benar.

i. Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian

yang tepat untuk proses produksi dan pengawasan. Peralatan yang digunakan

untuk menimbang, mengukur, memeriksa dan mencatat hendaklah diperiksa

ketepatannya dan dikalibrasi sesuai program dan prosedur yang ditetapkan.

Hasil pemeriksaan dan kalibrasi hendaklah dicatat dan disimpan dengan baik.

j. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak

melepaskan serat ke dalam produk. Filter yang mengandung asbes tidak boleh

digunakan walaupun sesudahnya disaring kembali menggunakan filter khusus

yang tidak melepaskan serat, dan

k. Pipa air suling, air deionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk produksi

hendaklah disanitasi sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut hendaklah

berisi rincian batas cemaran mikroba dan tindakan yang harus dilakukan

(BPOM, 2012).

5. Sanitasi dan Hygiene

Tingkat sanitasi dan hygiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap

aspek pembuatan obat. Ruang lingkup meliputi personalia, bangunan, peralatan

dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya dan setiap hal yang dapat

merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah


21

dihilangkan melalui suatu program sanitasi dan hygiene yang menyeluruh serta

terpadu.

Sanitasi dan hygiene yang diatur dalam pedoman CPOB 2012 adalah

terhadap personalia, bangunan dan peralatan. Prosedur sanitasi dan hygiene

hendaklah divalidasi serta dievaluasi secara berkala untuk memastikan efektivitas

prosedur dan selalu memenuhi persyaratan.

6. Produksi

Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah

ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang senantiasa dapat menjamin

produk obat jadi dan memenuhi ketentuan izin pembuatan serta izin edar

(registrasi) sesuai dengan spesifikasinya (BPOM, 2012).

Selain itu, produksi baiknya dilakukan dan diawasi oleh personil yang

kompeten. Mutu suatu obat tidak hanya ditentukan oleh hasil analisa terhadap

produk akhir, melainkan juga oleh mutu yang dibangun selama tahapan proses

produksi sejak pemilihan bahan awal, penimbangan, proses produksi, personalia,

bangunan, peralatan, kebersihan dan hygiene sampai dengan pengemasan.

Prinsip utama produksi adalah :

a. Adanya keseragaman atau homogenitas dari bets ke bets

b. Proses produksi dan pengemasan senantiasa menghasilkan produk yang

seidentik mungkin (dalam batas syarat mutu) baik bagi bets yang sudah

diproduksi maupun yang akan diproduksi

Sedangkan hakikat produksi adalah :


22

a. Mutu produk obat tidak ditentukan oleh hasil akhir analisa saja, tetapi

ditentukan oleh keseluruhan proses produksi (built in process)

b. Adanya prosedur baku (standar) untuk setiap langkah (tahapan) proses

produksi dengan persyaratan yang harus diikuti dengan konsisten.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam produksi antara lain :

6.1 Pengadaan bahan awal. Pengadaan bahan awal hendaklah

hanya dari pemasok yang telah disetujui dan memenuhi spesifikasi yang relevan.

Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat.

Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal

penerimaan, tanggal pelulusan dan tanggal kadaluarsa (BPOM, 2012).

6.2 Pencegahan pencemaran silang. Tiap tahap proses, produk dan

bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba dan pencemaran lain.

Resiko pencemaran silang ini dapat timbul akibat tidak terkendalinya debu, uap,

percikan atau mikroorganisme dari bahan atau produk yang sedang diproses, dari

sisa yang tertinggal pada alat dan pakaian kerja operator. Tingkat resiko

pencemaran ini tergantung dari jenis pencemar dan produk yang tercemar.

Pencemaran silang hendaklah dihindari dengan tindakan teknis atau

pengaturan yang tepat, antara lain : Produksi di dalam gedung yang terpisah

(diperlukan untuk produk seperti penisilin, hormon seks, sitostatik dan produk

biologi), Tersedia ruang penyangga udara dan penghisap udara, Memakai pakaian

pelindung yang sesuai di area dimana produk yang beresiko tinggi terhadap

pencemaran silang diproses, Melaksanakan prosedur pembersihan dan

dekontaminasi yang terbukti efektif.


23

6.3 Penimbangan dan penyerahan. Penimbangan dan penyerahan

bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai

bagian dari siklus produksi dan memerlukan dokumentasi yang lengkap. Hanya

bahan awal, bahan pengemas, produk antara dan produk ruahan yang telah

diluluskan oleh pengawasan mutu dan masih belum kadaluarsa yang boleh

diserahkan.

6.4 Pengembalian. Semua bahan awal dan bahan pengemas yang

dikembalikan ke gudang penyimpanan hendaklah didokumentasikan dengan

benar.

6.5 Pengolahan. Semua bahan yang dipakai di dalam pengolahan

hendaklah diperiksa sebelum dipakai. Semua peralatan yang dipakai dalam

pengolahan hendaklah diperiksa sebelum digunakan. Peralatan hendaklah

dinyatakan bersih secara tertulis sebelum digunakan. Semua kegiatan pengolahan

hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang tertulis. Tiap penyimpangan

hendaklah dilaporkan. Semua produk antara hendaklah diberi label yang benar

dan dikarantina sampai diluluskan oleh bagian pengawasan mutu.

6.6 Kegiatan pengemasan. Kegiatan pengemasan berfungsi

mengemas produk ruahan menjadi produk jadi. Pengemasan hendaklah

dilaksanakan di bawah pengendalian yang ketat untuk menjaga identitas, keutuhan

dan mutu produk akhir yang dikemas. Seluruh kegiatan pengemasan hendaklah

dilaksanakan sesuai dengan instruksi yang diberikan dan menggunakan bahan

pengemas yang tercantum dalam prosedur pengemasan induk. Rincian

pelaksanaan pengemasan hendaklah dicatat dalam catatan pengemasan bets.


24

6.7 Pengawasan selama proses. Pengawasan selama proses

hendaklah mencakup : Semua parameter produk, volume atau jumlah isi produk

diperiksa pada saat awal dan selama proses pengolahan atau pengemasan;

Kemasan akhir diperiksa selama proses pengemasan dengan selang waktu yang

teratur untuk memastikan kesesuaiannya dengan spesifikasi dan memastikan

semua komponen sesuai dengan yang ditetapkan dalam prosedur pengemasan

induk.

6.8 Karantina produk jadi Karantina produk jadi merupakan tahap

akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk didistribusikan.

Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang ketat

hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengolahan bets

memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan.

7. Pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan bagian yang essensial dari CPOB untuk

memberikan kepastian bahwa produk secara konsisten mempunyai mutu yang

sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Keterlibatan dan komitmen semua pihak

yang berkepentingan pada semua tahap merupakan keharusan untuk mencapai

sasaran mutu mulai dari awal pembuatan sampai kepada distribusi obat jadi.

Pengawasan mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga harus

terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.


25

Ketidaktergantungan pengawasan mutu dari produksi dianggap hal yang

fiundamental agar pengawasan mutu dapat melakukan kegiatan dengan

memuaskan (BPOM, 2012). Pengawasan mutu hendaklah mencakup semua

kegiatan analitik yang dilakukan di laboratorium termasuk pengambilan sampel,

pemeriksaan pengujian bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk

jadi. Kegiatan ini mencakup juga uji stabilitas, program pemantauan lingkungan,

pengujian yang dilakukan dalam rangka validasi, penanganan sampel pertinggal,

menyusun dan memperbaharui spesifikasi bahan, produk serta metode

pengujiannya (BPOM, 2012).

Bagian pengawasan mutu dalam suatu pabrik obat bertanggung jawab

untuk memastikan bahwa :

a. Bahan awal untuk produksi obat memenuhi spesifikasi yang ditetapkan untuk

identitas, kekuatan, kemurnian, kualitas dan keamanannya.

b. Tahapan produksi obat telah dilaksanakan sesuai prosedur yang ditetapkan dan

telah divalidasi sebelumnya.

c. Semua pengawasan selama proses dan pemeriksaan laboratorium terhadap

suatu bets obat telah dilaksanakan dan bets tersebut memenuhi spesifikasi

yang ditetapkan sebelum didistribusikan.

d. Suatu bets obat memenuhi persyaratan mutu selama waktu peredaran yang

ditetapkan. Area laboratorium pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area

produksi. Selain itu bagi suatu laboratorium untuk pengawasan selama proses

mungkin lebih memudahkan apabila letaknya di daerah tempat pembuatan


26

atau pengemasan dimana dilakukan pengujian fisik seperti penimbangan dan

uji monitoring lainnya secara periodik.

Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang diterapkan bagian pengawasan

mutu hendaklah menjamin bahwa pengujian yang diperlukan telah dilakukan

sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui sebelum

didistribusikan. Personil pengawasan mutu hendaklah memiliki akses ke area

produksi untuk pengambilan sampel dan penyelidikan yang diperlukan.

8. Inspeksi Diri dan Audit Mutu

Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek

produksi dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB

(BPOM, 2012).

Aspek-aspek dalam inspeksi diri antara lain :

Personalia Sanitasi dan hygiene

Bangunan termasuk fasilitas untuk Program validasi dan re-validasi

personil Kalibrasi alat dan sistem

Perawatan bangunan dan pengukuran

peralatan Prosedur penarikan kembali obat

Penyimpanan bahan awal, bahan jadi

pengemas dan obat jadi Penanganan keluhan

Peralatan pengolahan dan Pengawasan label


pengawasan selama proses
Hasil inspeksi sebelumnya dan
Pengawasan mutu
tindakan perbaikan
Dokumentasi
27

Inspeksi diri hendaklah dilakukan secara independen oleh orang

yang kompeten yaitu terkualifikasi dan mempunyai pengalaman yang memadai

dalam melakukan inspeksi diri. Inspeksi diri dapat dilakukan sendiri oleh pihak

perusahaan dengan membentuk suatu tim atau oleh konsultan yang independen

dari luar perusahaan. Inspeksi diri hendaklah mencakup semua kegiatan yaitu

pemastian mutu, produksi, pengawasan mutu, teknik dan gudang (termasuk

gudang obat jadi, bahan baku dan bahan pengemas) (BPOM, 2012).

Inspeksi diri dapat dilakukan oleh tiap bagian sesuai dengan

kebutuhan pabrik namun inspeksi diri yang dilakukan secara menyeluruh

hendaklah dilaksanakan minimal satu kali dalam setahun. Frekuensi inspeksi diri

hendaklah tertulis dalam prosedur tetap inspeksi diri (BPOM, 2012).

9. Penanganan Keluhan Terhadap Produk, Penarikan Produk dan

Produk Kembalian

Semua keluhan dan informasi lain yang berkaitan dengan

kemungkinan terjadinya kerusakan obat dapat bersumber dari dalam maupun dari

luar industri, dan memerlukan penanganan dan pengkajian secara teliti (BPOM,

2012).

Keluhan / informasi yang bersumber dari dalam industri antara lain

dapat dari bagian produksi, bagian pengawasan mutu, bagian gudang dan bagian

pemasaran, sementara dari luar industri antara lain dapat berasal dari pasien,
28

dokter, paramedis, klinik, rumah sakit, apotek, distributor, dan lain-lain (BPOM,

2012).

Penarikan kembali obat jadi dapat berupa penarikan kembali satu

atau beberapa bets atau seluruh obat jadi tertentu dari semua mata rantai distribusi.

Penarikan kembali dilakukan apabila ditemukan produk yang tidak memenuhi

persyaratan mutu atau atas dasar pertimbangan adanya efek samping yang tidak

diperhitungkan yang merugikan kesehatan. Produk kembalian adalah obat jadi

yang telah keluar dari industri dan beredar yang kemudian dikembalikan ke

industri karena adanya keluhan, mengenai kerusakan, kadaluarsa, atau alasan lain

misalnya mengenai kondisi obat, wadah atau kemasan sehingga menimbulkan

keraguan akan keamanan, identitas, mutu serta kesalahan administratif yang

menyangkut jumlah dan jenis (BPOM, 2012).

10. Dokumentasi

Dokumentasi pembuatan obat merupakan bagian dari sistem

informasi manajemen dan dokumentasi yang baik merupakan bagian yang sangat

penting dari pemastian mutu (BPOM, 2012). Sistem dokumentasi yang

dirancang / digunakan hendaklah mengutamakan tujuannya, yaitu menentukan,

memantau dan mencatat seluruh aspek produksi serta pengendalian dan

pengawasan mutu (BPOM, 2012). Dokumentasi sangat penting untuk memastikan

bahwa tiap personil menerima uraian tugas secara jelas dan rinci sehingga

memperkecil resiko terjadinya kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya

mengandalkan komunikasi lisan (BPOM, 2012). Dokumentasi meliputi :


29

10.1 Spesifikasi. Spesifikasi menguraikan secara rinci persyaratan

yang baru dipenuhi produk atau bahan yang digunakan atau diperoleh selama

pembuatan. Dokumen ini merupakan dasar untuk mengevaluasi mutu. Spesifikasi

meliputi spesifikasi bahan awal, spesifikasi bahan pengemas, spesifikasi produk

antara dan produk ruahan dan spesifikasi produk jadi (BPOM, 2012).

10.2 Dokumen Produksi. Dokumen produksi meliputi dokumen

produksi induk, prosedur pengolahan induk dan prosedur pengemasan induk

(formula pembuatan, instruksi pengolahan dan instruksi pengemasan) yang

menyatakan seluruh bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan serta

menguraikan semua operasi pengolahan dan pengemasan.

10.3 Prosedur. Prosedur berisi cara untuk melaksanakan operasi

tertentu, misalnya pembersihan, berpakaian, pengendalian lingkungan,

pengambilan sampel, pengujian dan pengoperasian peralatan.

10.4 Laporan dan Catatan. Catatan menyajikan riwayat tiap bets

produk, termasuk distribusi dan semua catatan yang berpengaruh pada mutu

produk akhir (BPOM, 2012).

11. Pembuatan dan Analisis Berdasarkan Kontrak

Pembuatan dan analisis berdasarkan kontrak harus dibuat secara

benar, disetujui dan dikendalikan untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat

menyebabkan produk atau pekerjaan dengan mutu yang tidak memuaskan.

Kontrak tertulis antara pemberi kontrak dengan penerima kontrak harus dibuat

secara jelas untuk menentukan tanggung jawab dan kewajiban masing-masing

pihak. Kontrak harus menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk
30

untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh kepala bagian manajemen

mutu (pemastian mutu).

12. Kualifikasi dan Validasi

Validasi adalah tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai

bahwa tiap bahan, proses, prosedur, kegiatan, sistem perlengkapan atau

mekanisme yang digunakan dalam produksi maupun pengawasan mutu akan

senantiasa mencapai hasil yang diinginkan (CPOB, 2012). CPOB mengisyaratkan

industri farmasi untuk mengidentifikasi validasi yang diperlukan sebagai bukti

pengendalian terhadap aspek kritis dari kegiatan yang dilakukan. Perubahan

signifikan terhadap fasilitas, peralatan dan proses yang dapat mempengaruhi mutu

produk hendaklah divalidasi. Pendekatan dengan kajian resiko hendaklah

digunakan untuk menentukan ruang lingkup dan cakupan validasi.

Seluruh kegiatan validasi hendaklah direncanakan. Unsur utama

program validasi hendaklah dirinci dengan jelas dan didokumentasikan dalam

Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen setara. RIV hendaklah merupakan

dokumen yang singkat, tepat dan jelas. RIV hendaklah mencakup sekurang-

kurangnya adalah kebijakan validasi, struktur organisasi kegiatan validasi,

ringkasan fasilitas, sistem, peralatan, proses yang akan divalidasi, format

dokumen, format protokol, laporan validasi, perencanaan dan jadwal pelaksanaan,

pengendalian perubahan serta acuan dokumen yang digunakan.

Langkah-langkah pelaksanaan validasi adalah sebagai berikut :

a. Membentuk komite validasi yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan

validasi di industri farmasi yang bersangkutan


31

b. Menyusun Rencana Induk Validasi (RIV), yaitu dokumen yang menguraikan

secara garis besar pedoman pelaksanaan validasi

c. Membuat dokumen validasi yaitu prosedur tetap (protap), protokol serta

laporan validasi

d. Pelaksanaan validasi

e. Melaksanakan peninjauan periodik, change control dan revalidasi

(Manajemen Industri Farmasi, 2007). Validasi untuk mesin, peralatan produksi

dan sarana penunjang disebut kualifikasi. Kualifikasi tersebut adalah langkah

pertama dalam melaksanakan validasi di industri farmasi (Manajemen Industri

Farmasi, 2007).

C. Kosmetika
Kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang untuk digunakan

pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar),

gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah

penampilan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau

badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu

penyakit (Iswari, 2007).


Komposisi utama dari kosmetik adalah bahan dasar yang

berkhasiat, bahan aktif dan ditambah bahan tambahan lain seperti : bahan

pewarna, bahan pewangi, pada pencampuran bahan-bahan tersebut harus

memenuhi kaidah pembuatan kosmetik ditinjau dari berbagai segi teknologi

pembuatan kosmetik termasuk farmakologi, farmasi, cara pembuatan dan lainnya

(Wasitaatmadja, 1997).
32

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

045/C/SK/1977 tanggal 22 januari 1977, menurut kegunaannya kosmetik

dikelompokkan dalam 12 golongan yaitu :


a. Sediaan untuk bayi; shampoo bayi, losion, baby oil, bedak, krim, dan

sediaan untuk bayi lainnya.


b. Sediaan untuk mandi; bath oil, tablet, salt, buble bath, bath capsule, dan

sediaan untuk mandi lainnya.


c. Sediaan untuk make-up mata; eye brow pencil, eye liner, eye shadow, eye

make-up remover, mascara, dan sediaan make-up mata lainnya.


d. Sediaan wangi-wangian; cologne dan toilet water, parfum, powder

(dusting dan talcum, tidak termasuk aftershave talc), dan sediaan wangi-

wangian lainnya.
e. Sediaan rambut (bukan cat rambut); hair conditioner, hair spray (aerosol

fixative), hair straightener, hair rinse (bukan cat), tonik rambut, hair

dressing dan hair grooming aid lainnya, wave set, serta sediaan rambut

lainnya.
f. Sediaan pewarna rambut(cat rambut); hair dye dan colour, hair rinse

(cat), shampoo rambut (cat), hair tint, hair colour spray, hair lightener

with colour, hair bleach, dan sediaan pewarna rambut lainnya.


g. Sediaan make-up ( bukan untuk mata); blusher, face powder, foundation,

pewarna kaki dan badan, lipstick, make-up base, rouge, make-up fixative,

dan sediaan make-up lainnya.


h. Sediaan untuk kebersihan mulut; mouth wash, pasta gigi, breath

freshener, dan sediaan untuk kebersihan mulut lainnya.


i. Sediaan kuku; basecoat dan undercoat, cuticle softener, nail cream dan

lotion, nail extender, nail polish dan enamel remover, dan sediaan kuku

lainnya.
33

j. Sediaan untuk kebersihan badan; sabun dan deterjen mandi, deodorant

(under arm), douche, feminine hygiene, deodorant, dan sediaan untuk

kebersihan badan lainnya.


k. Sediaan cukur; after-shave lotion, beard softener, talcum untuk pria, pre-

shave lotion, krim cukur (aerosol brushless dan lather ), sabun cukur, dan

sediaan cukur lainnya.


l. Sediaan perawat kulit; pembersih (cold cream, cleansing liquid dan pad),

depilatory, perawat kulit untuk muka, badan dan tangan (tidak termasuk

sediaan cukur), bedak dan spray untuk kaki, pelembab, perawat kulit

yang dipakai pada malam hari, masker, skion freshener, wrinkle

smoothing remover, dan sediaan kulit lainnya.


Selain itu, juga terdapat istilah kosmetika tradisional dan kosmetika semi

tradisional, yaitu:
1. Kosmetika tradisional adalah kosmetika yang terbuat dari bahan-bahan

berasal dari alam dan diolah secara tradisional tanpa bantuan mesin berat.

kosmetik jenis ini umumnya tidak tahan lama dan segera digunakan

setelah selesai dibuat.


2. Kosmetika semi-tradisional adalah kosmetika tradisional yang

pengolahannya dilakukan secara modern dengan menggunakan atau

mencampurkan bahan-bahan kimia sintetik seperti pengemulsi, pengawet

dan lain-lain. (Sartono, 1999)



D. CPKB (Cara Pembuatan Kosmetik Yang Baik)

Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik adalah seluruh aspek

kegiatan pembuatan kosmetika yang bertujuan untuk menjamin agar produk yang

dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan sesuai dengan

tujuan penggunaannya. Yang termasuk ke dalam CPKB adalah :


34

Sistem manajemen mutu Dokumentasi


Personalia Audit internal
Bangunan Penyimpanan
Peralatan Kontrak produksi dan pengujian
Sanitasi & Hygene Penanganan keluhan
Produksi Penarikan produk
Pengawasan mutu

Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) merupakan salah

satu faktor penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi

standard mutu dan keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka

pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar

maupun kecil untuk dapat menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan

pentahapan yang terprogram. Penerapan CPKB merupakan persyaratan kelayakan

dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu dan keamanan yang diakui dunia

internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar bebas di era globalisasi

maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia

untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri

maupun internasional (Samsul et al., 2012).

Dalam pembuatan kosmetik, pengawasan yang menyeluruh disertai

pemantauan sangat penting untuk menjamin agar konsumen memperoleh produk

yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan. Mutu produk tergantung dari

bahan awal, proses produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan

personalia yang menangani. Hal ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan

pemeriksaan mutu (Samsul et al., 2012).


35

Penjualan kosmetik yang tidak tersedia, terpaket atau tersimpan

dalam kondisi sanitasi yang tidak bagus dapat menyebabkan kesehatan dari

pengguna terganggu, atau mengandung bahan kotor. Karena hal tersebut CPKB

disusun untuk menjaga keamanan dan kualitas produk.

Berikut adalah hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam

membuat kosmetik demi menjamin produk terbebas dari kontaminan:

1. Bangunan dan Fasilitas


Bangunan memadai untuk pembuatan dan penyimpanan kosmetik
Dinding, lantai, perlengkapan, saluran, pipa, cahya, vantilasi, pasokan air,

pembuangan, fasilitas toilet memadai untuk bekerja dan dalam kondisi

baik.
Bangunan mempunyai kualitas pasokan air bagus
Bangunan mempunyai pengendali hama memadai untuk mencegah hama

masuk ke dalam bangunan.


2. Perlengkapan
Perlengkapan yg digunakan dalam prosesing memadai, terawatt dengan

baik, dan bebas dari kontaminasi.


3. Personil
Personil mempunyai pendidikan, pelatihan, pengalaman yang memadai

dan menjaga kebersihan diri.


4. Bahan Baku
Bahan baku tersimpan dan terawat untuk mencegah kontaminasi
Bahan baku harus diuji untuk menjaga kualitas
5. Produksi
Proses pembuatan produk sesuai dengan prosedur standar dan instruksi

tertulis tentang prosedur standar harus tersedia.


6. Kontrol Laboratorium
Bahan baku, sampel dan produk jadi harus diuji untuk menyesuaikan

dengan standartnya.
7. Arsip
36

Tersedia arsip untuk bahan baku, proses pembuatan, produk jadi dan

distribusi bahan.
8. Label
Label pada produk jadi mengandung informasi yang diperlukan

(termasuk nomor lot).


9. Komplain
Pembuatan file bila ada komplain/keluhan dari konsumen
10. Hal Lainnya
Produk mematuhi semua persyaratan peraturan
Produk tidak mengandung bahan yang dilarang


37

BAB III

PELAKSANAAN DAN TINJAUAN TEMPAT PKL

A. Waktu dan Tempat

Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilaksanakan di bertempat di PT.

Etercon Pharma yang beralamat di Jl. Raya Semarang Demak Km. 9 Purwosari,

Sayung, Demak. Pelaksanaan PKL di Industri berlangsung dari tanggal 02 Mei

20117 sampai dengan 31 Mei 2017.

Jadwal masuk saat Praktek Kerja Lapangan:

Senin Jumat (Shift pagi) : pukul 08.00 16.00 WIB

Senin Jumat (Shift tengah) : pukul 11.00 19.00 WIB

Sabtu : pukul 08.00 13.00 WIB

B. Sejarah dan Perkembangan PT. Etercon Pharma

PT. ETERCON PHARMA berdiri tahun 2008 berkantor pusat di

Jalan Pos Pengumben Raya No. 8 Kebon Jeruk Jakarta Barat, PT. Etercon Pharma

diperkuat oleh adanya SDM yang berkualitas. Lokasi pabrik berada di Jalan Raya

Semarang Demak KM. 9 Purwosari, Sayung, Demak. PT. Etercon Pharma selalu

berusaha untuk dapat terus menghasilkan produk-produk yang berkualitas bagi

seluruh lapisan masyarakat. PT. Etercon Pharma merupakan salah satu perusahaan

farmasi terbesar dan komprehensif di Jawa Tengah yang menempati lahan seluas

24.004 m2 dengan semua pembangunan gedung utama dan fasilitas penunjang


38

secara ketat dirancang sesuai konsep current Good Manufacturing Practices (c-

GMP). PT. Etercon Pharma menjamin proses produksi mulai dari langkah

awal yaitu persiapan bahan baku sampai dengan distribusi ke pelanggan, meliputi

impor bahan baku serta ekspor produk jadi.

C. Visi dan Misi PT. Etercon Pharma

PT. ETERCON PHARMA terangkum dalam motto yang dimiliki

yaitu Quality is our way of life

1. Visi

Menjadi salah satu produsen produk farmasi terbesar, menyediakan

produk dengan kualitas terbaik dalam skala regional dan global untuk membantu

semua masyarakat agar hidup sehat dan memiliki masa depan yang cerah.

2. Misi

a. Memberikan produk-produk yang berkualitas tinggi dengan harga

terjangkau

b. Meningkatkan kualitas hidup manusia

c. Memastikan kepuasan pelanggan dalam produk dan layanan

d. Menciptakan lingkungan kerja yang mendukung pertumbuhan karyawan

menjadi professional.

D. Lokasi dan Sarana Penunjang PT. ETERCON PHARMA


39

Berkantor pusat di Jalan Pos Pengumben Raya No. 8 Kebon Jeruk,

Jakarta Barat. Pabrik PT. Etercon Pharma berada di Jalan Raya Semarang -

Demak Km. 9, Purwosari, Sayung, Demak. PT. Etercon Pharma memiliki luas

tanah 24.004 m2 serta luas bangunan sekitar 10.000 m2 dengan batas-batas sebagai

berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan : Jalan Raya Semarang Demak

b. Sebelah timur berbatasan dengan : PT. Charoen Pokphand Indonesia

c. Sebelah selatan berbatasan dengan : Sawah

d. Sebelah barat berbatasan dengan : PT. Sayung Adimukti

Bangunan yang dimiliki PT. Etercon Pharma antara lain :

a. Sarana GMP (Cephalosporin area, non beta-lactam area, laboratorium, quality

control, gudang)

b. Sarana Non GMP (Kantor, ruang training, ruang meeting, ruang teknik,

peralatan, power supply, kantin, mes karyawan, mushola, pos satpam dan

tempat parkir)

c. Sarana penunjang (Water System, HVAC, Water Treatment)

E. Struktur Organisasi PT. Etercon Pharma


DIREKTUR

FACTORY MANAGER


SECRETAERY


QA QC PRODUK PRO PPIC TEKNIK MISS PURCHASING HRD MCC GA
SI DUK &WH
CEPHAL SI
OSPORIN NBL
40

Gambar 1. Struktur Organisasi PT. Etercon Pharma

F. Hasil Produksi PT. Etercon Pharma

Produk yang diproduksi oleh PT. ETERCON PHARMA, meliputi :

1. Obat (oral dan tropical)

2. Beta Laktam dan Non-Beta Laktam

3. Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT)

4. Kosmetik

5. Obat Tradisional

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

41

Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Etercon Pharma dimulai

pada tanggal 02 sampai 31 Mei 2017 selama 1 bulan mahasiswa PKL

melaksanakan kegiatan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Kegiatan yang telah

dilakukan selama proses PKL antara lain : mengikuti training CPOB dasar yang

diberikan oleh staff QA training, mendapatkan penjelasan secara umum mengenai

masing-masing departemen di PT. Etercon Pharmaserta mengamati dan terjun

langsung beberapa tahapan Validasi Proses.

Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah salah satu kegiatan

pendidikan yang memiliki manfaat untuk mengetahui, memahami tugas dan

tanggung jawab, mendapatkan pengalaman praktis serta meningkatkan rasa

percaya diri dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.

Industri farmasi sebagai industri penghasil obat memiliki peran

dalam upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan dalam hal ketersediaan

obat bagi masyarakat. Sebagai upaya dalam memberikan pelayanan kesehatan

yang baik, industri farmasi dituntut untuk menghasilkan obat yang memenuhi

persyaratan efikasi, keamanan, dan mutu yang terjamin dalam dosis yang

digunakan untuk tujuan pengobatan..

Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) merupakan suatu

pedoman yang diterapkan oleh Badan POM Indonesia dalam pembuatan obat di

industri farmasi. Sebagai salah satu perusahaan farmasi PT. Etercon Pharma

berkomidmen menghasilkan produk yang bermutu tinggi dan harga ekonomis

dengan cara menerapkan Cara Pembuatan Obat yang Baik di seluruh bagian,

diantaranya manajemen mutu, personalia, bangunan, peralatan, sanitasi dan


42

hygiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri dan audit mutu, dokumentasi,

validasi dan kualifikasi.

Penerapan CPOB di ruang produksi, pada proses produksi sudah

sesuai dengan CPOB dari tata letak ruangan dibuat sedemikian rupa mengikuti

aturan dan tahapan proses produksi yang sesuai dengan CPOB, lantai dan dinding

dibuat rata dan dilapisi epoxy serta bagian sudut ruangan dibuat lengkung untuk

mempermudah pemeliharaan dan pembersihan. Mesin yang digunakan sudah

canggih dan komplit serta para personil yang bekerja di area produksi sudah

terkualifikasi dan terlatih. Para personil sudah memakai pakaian pelindung diri

yang sesuai di dalam ruang produksi. Semua pengolahan diawasi oleh IPC dan

QC laboratorium dan setiap proses baru boleh berlanjut ke proses selanjutnya

setelah ada label Release dari QC. PT. Etercon Pharma menjamin proses

produksi dari langkah awal yaitu persiapan bahan baku sampai dengan distribusi

ke pelanggan, meliputi impor bahan baku serta ekspor produk jadi telah sesuai

CPOB sehingga mutu obat yang dihasilkan terjamin.

A. Organisasi dan Personalia

Factory Manager dengan kepala departemen terkait menyusun

struktur organisasi sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Struktur yang dibuat

selanjutnya dimintakan persetujuan Direksi. Hal-hal yang harus diperhatikan

dalam penyusunan organisasi antara lain:


43

1. Jumlah personil yang dibutuhkan ditentukan dengan melihat struktur organisasi

dan melakukan job analysis dengan memperhitungkan alokasi waktu yang

dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas.

2. Tugas dan tanggung jawab Departemen Produksi, Departemen QA,

Departemen QC terus dibuat terpisah dan masing masing berdiri secara

independent dan sejajar serta bertanggung jawab terhadap Factory Manager

3. Struktur organisasi yang dibuat bersifat tetap dinamis dengan pembagian tugas

dan tanggung jawab yang jelas. Struktur organisasi dapat berubah sesuai

dengan pertimbangan dan kebutuhan perusahaan serta regulasi cGMP.

4. Setiap departemen harrus membuat struktur organisasi sesuai dengan

kebutuhan.

Factory Manager bersama dengan departemen terkaist membuat

persyaratan atau kualifikasi untuk semua personil yang terlibat. Persyaratan atau

kulifikasi personil diantaranya penanggung jawab dalam proses produksi, dan

pengawasan mutu harus orang yang profesional (seseorang yang terlatih dan

memiliki pengalaman praktis yang memadai dalam bidang industri farmasi) dan

memiliki surat penunjukan dari Departemen kesehatan. Penenggung jawab

produksi diposisikan sebagai Manager Produksi dan penanggung jawab

pengawasan mutu diposisikan sebagai Manager QC sedangakn penanggung

jawabpemastian mutu diposisikan sebagai Manager QA.


Selain itu juga setiap personil harus memiliki kesehatan mental dan

fisik yang baik serta mampu berbahasa dengan baik (minimal bahasa indonesia)

dan lancar (lisan dan tulisan). Setiap tenaga kesehatan yang ada di PT. Etercon
44

Pharma harus sudah teregistrasi yaitu STRA (untuk Apoteker) atau STRTTK

(untuk Tenaga Teknis Kefarmasian, misal D III Farmasi). Semua personil baik

yang berhubungan langsung dengan produk, proses dan maupun yang tidak

berhubungan langsung serta sudah melalui proses kualifikasi penerimaan

keryawan dan diharuskan mendapatkan pelatihan dasar.


Factory Manager dan kepala depertemen yang terkait membuat

penetapan tugas dan tanggung jawab dari masing-masing personil yang ada

didepartemennya. Depertemen QA akan mengkoordinasikan pelaksanaan

pelatihan agar setiap personil dapat memahami prinsip CPOB dengan

memberikan pelatihan awal dan berkesinambungan.

B. Departemen Quality Assurance

Quality Assurance atau pemastian mutu menurut WHO (2004)

adalah aspek yang secara kolektif maupun individual yang dapat

mempengaruhi mutu produk, dari konsep design hingga produk sampai

ditangan konsumen. Quality Assurance dapat diartikan sebagai

keseluruhan sistem yang dibuat dengan tujuan agar semua produk industri

farmasi yang dihasilkan dapat memenuhi persyaratan mutu yang

ditetapkan.

Pemastian mutu adalah suatu konsep yang luas yang mencakup

semua hal baik secara individual maupun kolektif, yang dapat

mempengaruhi mutu dari obat yang akan dihasilkan. Pemastian mutu

bertujuan untuk memastikan obat yang dihasilkan dengan mutu yang

sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Departemen pemastian mutu atau


45

Quality Assurance di PT. Etercon Pharma bertanggung jawab dalam

menetapkan dan menjamin implementasi sistem pemastian mutu, termasuk

dalam kegiatan seleksi dan evaluasi pemasok, inspeksi diri (internal audit),

penanganan deviasi/penyimpanan dan memantau tindakan perbaikan dan

pencegahan, dokumentasi, pengendalian perubahan, validasi kualifikasi,

penanganan keluhan atas produksi, pelulusan produk, melaksanakan

pelatihan CPOB, menetapkan persyaratan inspeksi dan pemeliharaan.

Bagian Quality Assurance dipimpin oleh seorang manager.

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan antara lain:


1. Merilis produk jadi
Produk jadi dapat dirilis apabila sudah dilakukan review terhadap

batch record dan hasil pemeriksaan QC berupa finished product worksheet

(FPW). Review terhadap batch record dilakukan oleh staf QA sementara perilisan

produk dilakukan oleh QA manager. Parameter kritis perilisan produk:

1.1. Batch Record, Kesesuaian kode dan jumlah bahan baku yang digunakan

dalam penimbangan, kesesuaian kode dan jumlah bahan pengemas primer

maupun sekunder, serta packaging (batch number, manufacturing code, expired

date, HET, rekonsiliasi bahan kemas primer dan sekunder).

1.2. Finished Product Worksheet (FPW), Isi dari FPW antara lain kadar bulk

product, kadar finished product, pemerian produk, laporan Environmental

Monitoring, hasil uji bioburden, dan hasil uji sterilitas.

2. Memberikan training GMP


3. Merancang penyelenggaraan audit

Ada tiga macam audit, yakni:


46

3.1. Self Inspection (Inspeksi Diri), Inspeksi diri dilakukan setiap bulan oleh

manager dan supervisor dari tiap departemen untuk departemen itu sendiri. Hasil

inspeksi dilaporkan kepada QA.

3.2. Internal Audit (Audit Internal), Audit internal dilakukan setiap enam

bulan sekali oleh sebuah tim auditor. Tim auditor harus paham GMP dan

berpengalaman terhadap prosedur dan sistem operasional departemen tersebut.

Audit internal diselenggarakan oleh QA dan auditor berasal dari departemen lain

dalam perusahaan tersebut.

3.3. External Audit, Audit eksternal dilakukan oleh regulator nasional. Di PT.

Etercon Pharma Audit eksternal dilakukan oleh (BPOM) maupun luar ngeri atau

perusahaan lain (PT. Novell Pharmaceutical Laboratories) karena bebrapa prodak

PT. Novell Pharmaceutical Laboratories di produksi oleh PT. Etercon Pharma,

selain itu audit dapat pula oleh pihak lain yang mau bekerja sema dengan PT.

Etercon Pharma baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

4. Melakukan kontrol terhadap pengajuan Change Control


Perubahan yang terjadi dan berkaitan dengan kualitas produk harus

dilakukan sesuai dengan sistem. Departemen yang merencanakan perubahan

mengajukan permohonan perubahan dengan change control form. Apabila form

ini telah disetujui oleh QA, departemen tersebut dapat melakukan perubahan.

Perubahan yang berkaitan dengan kualitas produk dibagi menjadi dua, yaitu:

4.1. Level 1, Apabila perubahan tidak berhubungan langsung terhadap kualitas

produk. Contohnya perubahan cara mencuci tangan yang benar.


47

4.2. Level 2, Apabila perubahan berhubungan langsung terhadap kualitas

produk. Contohnya adalah perubahan waktu pencampuran bahan baku.

5. Menyusun Annual Product Review (APR)

Penyusunan APR dilakukan dengan mengumpulkan data produk

yang diproduksi selama satu tahun kemudian dievaluasi dan pemberian saran

untuk meningkatkan dan menjamin mutu produk. APR dibuat untuk setiap produk

yang diproduksi. Hal-hal yang perlu dikaji dalam APR meliputi jumlah batch

produksi, kesesuaian formula, spesifikasi bahan baku, uji validasi, utility

performance, supplier performance, produk reject, produk rework, produk recall,

returned goods, uji stabilitas serta adanya change control dan deviation report.

APR direview oleh manager seluruh departemen selanjutnya direview oleh Plant

Manager dan kemudian oleh Head of Quality.

6. Melakukan kontrol terhadap CAPA (Corrective and Preventive Action)


Corrective and preventive action merupakan suatu usaha untuk

menemukan dan memperbaiki permasalahan kualitas serta mencegah munculnya

kembali kelemahan sistem kualitas. Tujuan dilakukannya usaha Corrective and

Preventive Action untuk meningkatkan kualitas dan keamanan produk serta

menjamin kepatuhan terhadap Quality Management System perusahaan dan

persyaratan regulasi. Hal-hal yang dapat menimbulkan CAPA antara lain

deviation report, out of specification, product complaint, dan audit. Isi dari

laporan CAPA adalah findings, personel in charge, corrective and preventive

action, evidence dan implementation report.



7. Melakukan kontrol terhadap Deviation Report (DVR)
48

Deviation report adalah aktivitas atau dokumen yang tidak

memenuhi syarat atau spesifikasi dan mungkin dapat mempengaruhi kualitas

maupun keamanan produk. DVR dibuat oleh manager atau supervisor departemen

yang bersangkutan. Penyimpangan yang terjadi harus diinvestigasi sehingga

diketahui penyebabnya kemudian dapat dilakukan tindakan perbaikan dan

pencegahan agar penyimpangan tidak terulang kembali. Deviasi dibagi menjadi

tiga berdasarkan risk assessment (probability terjadi, keparahan, dan kemudahan

untuk dideteksi), yakni minor, major, dan critical. Untuk penyimpangan major

dan critical, DVR harus dibuat. Sementara untuk penyimpangan minor, manager

maupun supervisor departemen yang bersangkutan hanya harus membuat CAPA.


Apabila terjadi penyimpangan, maka manager atau supervisor

departemen terkait akan melakukan investigasi dan membuat laporan berupa

DVR. Dalam DVR berisi deskripsi penyimpangan yang terjadi, remedial action

yang telah dilakukan, root cause analysis, investigation report, proposed

corrective and preventive action serta disposisi dari Head of Quality. Identifikasi

penyebab terjadinya penyimpangan dapat dilakukan menggunakan fish bone

diagram atau 5 why. Laporan CAPA dibuat setelah Head of Quality menyetujui

corrective and preventive action yang diajukan. CAPA selanjutnya

diimplementasikan dan hasil implementasinya di-review oleh QA.


8. Product Complaint
Keluhan dari konsumen akan diterima oleh marketing yang

selanjutnya akan disampaikan ke QA. Bagian QA akan berkoordinasi dengan

produksi dan Quality Control untuk mengidentifikasi penyebab terjadinya

keluhan. Hal ini dapat dilakukan dengan menguji retained sample yang ada.
9. Product Recall
49

Apabila dilaporkan adanya kecacatan mutu produk atau adanya

reaksi produk yang merugikan dan dapat membahayakan kesehatan pasien, maka

QA akan menarik kembali produk yang telah dipasarkan hingga ke tingkat

konsumen.

C. Validasi dan Kualifikasi

Validasi merupakan tindakan pembuktian suatu proses jika

dilakukan pada parameter tertentu dan menghasilkan output yang memenuhi

spesifikasi. CPOB juga telah mensyaratkan indsutri farmasi untuk melakukan

sebagai bukti pengendalian terhadap faktor dari kegiatan yang dilaksanakan di

industri farmasi. Validasi dilakukan apabila ada perubahan signifikan yang

berpengaruh secara langsung terhadap mutu produk, produk baru atau produk

lama yang menggunakan metode baru.

1. Validasi Proses

Validasi proses dapat diartikan sebagai tindakan pembuktian

terhadap suatu proses dimana jika dilakukan pada parameter tertentu akan

menghasilkan produk/ouput yang konsisten memenuhi spesifikasi yang telah

ditentukan dan semua harus terekomendasi. Ada 3 macam pendekatan validasi

proses, antara lain:

1.1. Validasi Prospektif, Validasi prospektif merupakan validasi yang

dilakukan untuk produksi baru yang belum dipasarkan atau produk lama yang

mengalami perubahan signifikan berdasarkan protokol validasi yang telah

dirancang sebelumnya, validasi ini dilakukan pada 3 batch beruntun dan apabila
50

ketiga batch tersebut telah memenuhi spesifikasi, maka produk tersebut bisa di

released.

1.2. Validasi Konkruent, Validasi konkruent adalah validasi yang dilakukan

dalam hal tertentu seperti produksi rutin yang dapat dimulai tanpa terlebih dahulu

menyelesaikan program validasi. Keputusan untuk melakukan validasi konkruent

hendaklah dijustifikasi, didokumentasi, dan disetujui oleh kepala bagian

manajemen mutu. Validasi ini dilakukan pada 3 batch namun pembedanya dengan

validasi prospektif adalah apabila satu batch saja sudah memenuhi spesifikasi dan

sudah approved maka produk tersebut dapat langsung di released tanpa harus

menunggu batch yang lain untuk di validasi. Validasi konkruent dilakukan apabila

terjadi perubahan pada parameter kritis yang dapat mempengaruhi mutu dan

spesifikasi produk, misalnya peralatan, prosedur, spesifikasi, pengujian, dan lain-

lain. PT. Etercon Pharma semua parameter yang berpengaruh harus dicek sesuai

tidak dengan MBR yang telah disediakan bahkan setiap perubahan harus

diperhatiakan apakah range masih dapat dimaklumi aatau tidak, mulai dari

kalibrasi, kualifikasi mesin, parameter serta oprator yang menjalankan mesin

ketika produksi berjalan. Disitu lah PT. Etercon Pharma sangat menjamin mutu

prodaknya dari hulu hingga hilir, dari bahan baku proses produksi hingga

ketangan konsumen.

1.3. Validasi Retrospektif, Validasi retrospektif yaitu validasi yang hanya

dilakukan untuk proses yang sudah mapan, namun tidak berlaku jika terjadi

perubahan formula induk, prosedur pembuatan atau peralatan. Validasi ini

didasarkan pada sejarah atau riwayat produk. Sumber data hendaklah mencakup,
51

tetapi tidak terbatas pada catatan pengolahan batch, rekaman pengawasan proses,

log book perawatan alat, catatan penggantian personil, studi kapabilitas proses,

data produk jadi termasuk catatan data trend dan hasil uji stabilitas. Batch yang

dipilih untuk validasi restrospektif hendaklah mewakili seluruh batch yang dibuat

selama periode pengamatan, termasuk yang tidak memenuhi spesifikasi dan dalam

jumlah yang cukup untuk menunjukan konsistensi proses. Pengujian tambahan

sampel pertanggal mungkin diperlukan untuk mendapatkan jumlah atau jenis data

yang dibutuhkan untuk melakukan proses validasi prospektif. Data yang diambil

berasal dari batch record dengan jumlah minimum 10-30 batch secara berurutan

untuk menilai konsistensi proses, tetapi jumlah batch yang lebih sedikit

dimungkinkan bila dapat dijustifikasi.

Revalidasi pemicunya ada 2 faktor yaitu faktor direncanakan

misalnya ingin membuat produk dengan jumlah yang lebih besar dari proses

produksi sebelunmnya dan faktor tidak direncanakan dimana disebabkan karena

adanya deviasi dan terjadi berulang kali, performa dari produk kurang memenuhi

syarat karena prosesnya juga kurang baik maka perlu dilakaukan revalidasi.
Apabila terjadi perubahan yang berdampak pada validasi

sebelumnya suatu produk, maka dilakukan full revalidasi. Namun, apabila

perubahan tersebut tidak berdampak/tidak memperngruhi validasi sebelumnya

maka dapat dilakukan single lot equivalency, jadi tidak tidak dilakaukan validasi

dari awal.

2. Validasi Pembersihan
52

Validasi pembersihan merupakan suatu tindakan pembuktian

dimana proses pembersihan yang telah dilakukan secara konsisten dapat

membersihkan alat dengan baik untuk memenuhi kriteria penerimaan yang sudah

ditetapkan. Sedangkan tujuan dari validasi pembersihan adalah membuktikan dan

memberikan jaminan bahwa prosedur pembersihan yang telah dilakukan pada

peralatan produksi dinilai efektif untuk:

a. Mampu mengurangi residu-residu dari bahan aktif obat maupun

produk yang telah diproduksi sebelumnya.

b. Mampu mengurangi residu dari cleaning agent yang digunakan

untuk membersihkan alat.

c. Mampu menunjukkan prosedur pembersihan tidak menyebabkan

proliferasi mikroorganisme.

3. Validasi Metode Analisa

Validasi metode analisa perlu dilakukan untuk menjamin bahwa

metode analisa yang digunakan sesuai dengan tujuan penggunaanya dan selalu

memberikan hasil yang dapat dipercaya. Tujuan dilakukan validasi metode analis

adalah untuk mendapatkan hasil festing yang valid dan konsisten. Pengkajian

ulang dilakukan secara periodik melalui Annual Product Review. Sebelum

dilakukan validasi perlu dibuat protokol validasi, dimana protokol tersebut berisi

tentang kriteria penerimaan, parameter, testing procedure, tujuan, ruang lingkup,

dokumentasi dan laporan.

4. Dokumen Validasi
53

Dokumen validasi merupakan dokumen yang berisi tentang

prosedur tetap ( protap ), protocol, serta laporan validasi. Validasi diartikan

sebagai suatu tindakan pembuktian dengan cara yang sesuai bahwa tiap bahan,

proses, perlengkapan atau mekanisme yang digunakan dalam produksi dan

pengawasan akan mencapai hasil yang diinginkan.

Obyek pembuktian adalah tiap tiap bahan, proses, prosedur.

Kegiatan, system, perlengkapan dan pengawasan mutu (ruang lingkup). Sasaran /

target dari pelaksanaan validasi ini adalah bahwa seluruh obyek pengujian

tersebut akan senantiasa mencapai hasil yang diinginkan secara terus menerus

(konsisten).

Secara garis besar pelaksanaan validasi di industri farmasi terbagi

menjadi tiga, yaitu :

4.1. Pre validation, terdiri dari: kualifikasi mesin, peralatan dan sarana

penunjang, serta validasi metode analisa.

4.2. Process validation, terdiri dari: validasi proses produksi dan validasi

pengemasan, dan validasi pembersihan.

4.3. Post validation, terdiri dari: periodic review, change kontrol, dan

revalidasi.

Protap merupakan cara melakukan suatu hal, memutakhirkan suatu

hal (sesuai regulasi terkini), dan merevisi suatu hal, serta menguraikan cara

menulis, merevisi, menyetujui, dan pengendalian distribusi protap (menguraikan

ada beberapa banyak yang harus memiliki protap ini, siapa yang menerima,
54

supaya nanti apabila perlu direvisi, perlu ditarik, atau ada dimana saja protap ini

tersebar.
Protokol validasi hendaklah dibuat untuk merinci kualifikasi dan

validasi yang akan dilakukan. Protokol hendaklah dikaji dan disetujui oleh kepala

bagian manajemen mutu (pemastian mutu). Protokol validasi hendaklah merinci

langkah kritis dan kriteria penerimaan. Hendaklah dibuat laporan yang mengacu

pada protocol kualifikasi atau protocol validasi dan memuat ringkasan hasil yang

diperoleh, tanggapan oleh penyimpanan yang terjadi, kesimpulan dan

rekomendasi perbaikan, tiap perubahan terhadap rencana yang di tetapkan dalam

protocol hendaklah didokumentasikan dengan penimbangan yang sesuai. Setelah

kualifikasi selesai dilaksanakan hendaknya diberikan persetujuan tertulis untuk

melaksanakan tahap kualifikasi dan validasi selanjutnya.

5. Kalibrasi

Kalibrasi adalah rangkaian proses yang dilakuakn pada kondisi

tertentu untuk membandingkan antara nilai yang ditujukan oleh suatu sistem,

material atau instrument dengan nilai yang telah diketahui dari suatu referensi atau

melebihi range pengukuran yang memadai. Standar kalibarasi ini berupa

instrumen atau reagen yang digunakan untuk mengkalibarasi instrumen lain,

dimana traceability. Ketelusuranya terjamin secara rasional dan dapat

memberikan hasil pembacaan sesuai nilai yang sebenarya. Semua standart

pembanding yang digunakan untuk GMP critical atau process/sistem critical

adalah dianggap dan diperlakukan sebagai GMP critical instrument. Kalibrasi


55

memiliki tujuan membuktikan bahwa alat yang digunakan daapt memberikan nilai

yang benar atau bisa dikatakan untuk mencapai akurasi.


Kalibrasi peralatan di PT. Etercon Pharma dilakukan sesuai jadwal

dan daftar induk kalibrasi. Daftar induk kalibrasi memuat informasi mengenai

semua peralatan yang perlu dikalibrasi. Setiap peralatan bisa saja memiliki

periode kalibrasi yang berbeda tergantung dari berbagai faktor dalam kegiatan

diindustri. Penetuan interval kalibrasi alat di PT. Eteron Pharma dapat ditentukan

berdasarkan :

a. Acuan, berapa rekomendasi yang dikeluarkan institut Metrologi Teknis

(Laboratorium Standard Fisik Nasional) atau Badan Akreditasi

Laboratorium.

b. Frekuensi pengunaan alat/standad ukur (untuk alat/standard yang dapat

berubah karakteristiknya karena intensitas pemakaian)

c. Ketelitian alat/standard ukur (untuk beberapa alat semakin tinggi

ketelitianya, biasanya alat akan dibuat dari bahan yang tahan terhadap

kondisi yang mempengaruhinya).

d. Kondisi lingkungan dimana alat/standard ukur sering digunakan atau

disimpan

e. Rekaman data atau catatan riwayat alat/standard ukur.

Peralatan yang telah dikalibrasi dan hasilnya memenuhi syarat

diberi labael CALIBRATED dan untuk alat yang tidak memenuhi syarat
56

kalibrasi diberi label OUT OF SPECIFICATION, sehingga kemampuan setiap

alat dapat dikontrol dengan baik.

6. Kualifikasi Peralatan

Kualifikasi peralatan bertujuan untuk memastikanbahwa alat-alat

yang digunakan oleh suatu perusahaan sesuai dengan spezifikasi yang ditentukan

adan dapat memberikan hasil yang konsisten. Alasan diperlukan kualifikasi

peralatan diantaranya :

a. Suatu peralatan baru yang dapt mempengaruhi kualitas produk akhir

b. Perubahan/modifikasi pada alat yang dapat berpengaruh pada kualitas

produk

c. Peralatanlama yang sudah pernah dipakai namaun memberikan hasil

produk yang keluar darispesifikasi yang sudah ditentukan

d. Semua sistem yang dapat memberikan pengaruh secra langsung terhadap

kualitas produk

Kualifikasi peralatan di PT. Etercon Pharma dilakauakan pada

peralatan produksi, peralatan pengawasan mutu, danperalatan pengembangan

produk. Kualifikasi banguana di PT. Etercon Pharma dilakukan pada bangunan

produksi, bangunan pengawasan mutu dan bangunan gudang. Kualifikasi sarana

penunjang di PT. Etercon Pharma dilakukan pada HVAC (Heating Ventilation and
57

Air Conditioning), air (Purified water, portebel water, water for injection),

industrial stem, tekakan udara, dusr collector system.

D. Aplikasi Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)

CPOB merupakan bagian dari pemastian mutu bahwa obat

dikendalikan dan dibuat secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang

sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan

spesifikasi produk. Persyaratan dasar CPOB dilaksanakan PT. Etercon Pharma

antara lain :

1. Penjabaran proses pembuatan obat secara jelas dikaji secara sistematis

berdasarkan pengalaman dan terbukti mampu secara konsisten

menghasilkan obat yang memenuhi persyaratan mutu dan spesifikasi yang

telah ditetapkan.

2. Validasi terhadap tahapan kritis dalam pembuatan, pengawasan proses, dan

sarana penunjang serta perubahannya yang signifikan.

3. Tersedianya sarana untuk menyediakan personil yang terkualifikasi dan

terlatih.

4. Bangunan dan sarana yang luas serta memadai, peralatan dan sarana

penunjang yang memadai.


58

5. Prosedur instruksi yang jelas; pencatatan secara manual atau dengan alat

pencatat selama pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang

dipersyaratkan dalam prosedur dan instruksi yang ditetapkan benar-benar

dilaksanakan.

6. Catatan pembuatan yang memungkinkan penelusuran riwayat batch secara

lengkap, disimpan secara komprehensif dan mudah diakses.

7. Adanya sistem recall product; adanya pengkajian product complaint.


BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil kegiatan selama melakukan Praktek Kerja

Lapangan (PKL) pada tanggal 02-31 Meil 2017 di PT. Etercon Pharma, maka

dapat kami simpulkan bahwa :

1. Mahasiswa mendapat gambaran mengenai peran dan tanggung jawab seorang

tenaga teknis kefarmasian di Industri Farmasi.

2. Mahasiswa mendapat pengalaman secara langsung untuk terjun ke dunia kerja

terutama di Industri Farmasi.

3. Mahasiswa mengetahui dan memahami penerapan CPOB di Industri Farmasi

serta mendapat gambaran umum mengenai kegiatan yang dilakukan di

Industri Farmasi

4. PT. Etercon Pharma telah menerapkan pedoman-pedoman dalam CPOB dan

cGMP meliputi manajemen mutu, personalia, bangunan dan fasilitas,

peralatan, sanitasi dan hygiene, produksi, pengawasan mutu, inspeksi diri,

audit mutu dan audit persetujuan pemasok, penanganan keluhan terhadap

produk dan penarikan kembali produk, dokumentasi, kualifikasi dan validasi.

59
60

B. Saran

Setelah menjalani Praktek Kerja Lapangan di PT. Etercon Pharma

mahasiswa dapat memberikan saran sebagai berikut :

1. Kerjasama yang telah terjalin dengan baik antara institusi D-III Farmasi

Universitas Setia Budi Surakarta dengan PT. Etercon Pharma hendaknya dapat

dipertahankan untuk tahun mendatang.

2. PT. Etercon Pharma mampu mempertahankan kualitas produk yang dihasilkan

sebagai upaya pemenuhan kompetensi yang dipersyaratkan dalam CPOB.

3. Perlunya penambahan jumlah personil dan jumlah alat produksi untuk

meningkatkan produktivitas perusahaan.


DAFTAR PUSTAKA

[Depkes RI]. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


1176/MENKES/PER/XII/2010 tentang Notifikasi Kosmetika. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim. 2006. Petunjuk Operasional Penerapan CPOB. Jakarta. Badan


Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia

Anonim, 2012. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


Republik Indonesia Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1990. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No.


245/Menkes/SK/V/1990 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan
Pemberian Izin Usaha Industri Farmasi. Jakarta : Departemen Kesehatan
RI.

Djajadisastra (2005). Teknologi Kosmetik. Tangerang : Departemen


Farmasi FMIPA Universitas Indonesia

Pratamawati, Elliana. 2008. Analisis Efektivitas dan Efisiensi Mesin Cetak


Djati Mulia Offset semarang. Skripsi. Semarang : Universitas Katolik
Soegijapranata.

Priyambodo, B. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Global Pustaka


Utama, Yogyakarta.

Priyambodo, Bambang. 2007. Manajemen Farmasi Industri. Yogyakarta :


Global Pustaka Utama.

Retno Iswari Tranggono. 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan


Kosmetik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,Anggota IKAPI.

Tim Revisi CPOB. 2006. Petunjuk Operasional Penerapan Cara


Pembuatan Obat yang Baik. Edisi 2006. Jakarta : Badan Pengawas Obat
dan Makanan.

Tim Revisi CPOB. 2012. Petunjuk Operasional Penerapan Cara


Pembuatan Obat yang Baik. Edisi 2012. Jakarta : Badan Pengawas Obat
dan Makanan.

61
Wasitaatmadja,S.M. 1997.penuntun ilmu kosmetik medik. Jakarta :UI-
Press

62
63

Lampiran 1. Skema Sistem Pengolahan Air di PT. Etercon Pharma

1. Sekema Pembuatan Portable Water


Deep well Sand filter Cartridge filter 50m Portable water

2. Skema Pembuatan Soft Water


Portable
Water Soft Water
Multimedia Filter Carbon Filter Water Softener


Klorinasi 0,1-0,3 ppm

3. Skema Pembuatan Purified Water

Water
Soft Filter 1m double open-end RO Stage 1
Filter 4m single open-end


Purified Water EDI RO Stage 2 Filter 1m double open-end


64

4. Skema Pembuatan Water For Injection


Water Destilator Water For Injection
5.

Purified Water

Generator Pure Steam


Uap Murni
65

Lampiran 2. Alur Proses Produksi Sediaan Tablet/Kaplet



Penerimaan Bahan Baku


Penyimpanan Bahan Baku


Penimbangan


Granulasi *


Pengeringan Granul*


Pengayakan Granul


Pencampuran Akhir


Pencetakan



Released Penyalutan** IPC


Pengemasan Primer


Pengemasan Sekunder


Obat Jadi


Relesed



TIDAK

Rejected


Distribusi
66



Keterangan
*: Untuk tablet/kaplet cetak langsung tidak melalui proses
** : Untuk tablet/kaplet salut
Lampiran 3. Alur Proses Produksi Sediaan Sirup/Suspensi



Penerimaan Bahan Baku


Penyimpanan Bahan Baku


Penimbangan


Pencampuran

Released

Pengisian
IPC

Pengemasan Sekunder


Pengemasan Obat Jadi


Released

TIDAK

Distribusi Rejected

YA









67











Lampiran 4. Alur Proses Produksi Sediaan Cair Obat Luar



Penerimaan Bahan Baku


Penyimpanan Bahan Baku


Penimbangan


Pencampuran

Released

Pengisian
IPC


Pengemasan Sekunder
Pengemasan Obat Jadi


Released

TIDAK

Distribusi Rejected
YA




68
















Lampiran 5. Alur Proses Produksi Sedaan Cream/Salep


Penerimaan Bahan Baku


Penyimpanan Bahan Baku


Penimbangan




Released Pencampuran

Pengisian
IPC

Pengemasan Sekunder


Pengemasan Obat Jadi


Released

TIDAK

Distribusi Rejected
YA
Distribusi

69





















Lampiran 6. Alur Proses Produksi Sediaan Sirup Kering


Penerimaan Bahan Baku


Penyimpanan Bahan Baku


Penimbangan



Pengeringan Bahan Dasar Gula



Released Pencampuran


Pengisian IPC


Pengemasan Sekunder

Pengemasan Obat Jadi

TIDAK
Distribusi
ReleasedYA Rejected
70


























Lampiran 7. Alur Proses Produksi Sediaan Kapsul

Penerimaan Bahan Baku


Penyimpanan Bahan Baku


Penimbangan


Pencampuran

Released

Pengisian Kapsul
IPC

71


NO.
Logo
DOKUM REVISI
Manu BISACODYL 5
EN
factur MG
ABC1234
e 10
5

Pengemasan Primer

Pengemasan Sekunder

Pengemasan Obat Jadi

TIDAK

Released Rejected
YA

Distribusi

Lampiran 8. Protokol Validasi Proses I

72

PROTOKOL VALIDASI
PROSES
BISACODYL 5 MG


LEMBAR PERSETUJUAN


73

Disusun Oleh :


Staf Validasi

Tgl :

Diperiksa Oleh :




Manager Suprviso
Staff QC
Supervisor
QA
IPC
Produksi
Tgl : Tgl
Tgl ::
Proses Tgl :
Chief Tgl :
QC
r
Manager
SuppDev
Disetujui oleh
Produksi
:
NBL
Tgl :
74

DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Depan ................................................................................... 1
Lembar Persetujuan ............................................................................. 2
Daftar Isi............................................................................................... 3
1.
TUJUAN .............................................................................................. 4
2.
RUANG LINGKUP.............................................................................. 4
3.
KARAKTERISTIK BAHAN BAKU................................................... 4
4.
DESKRIPSI PRODUK......................................................................... 4
5.
KOMPOSISI / FORMULA.................................................................. 5
6.
SPESIFIKASI BAHAN BAKU........................................................... 5
7.
MESIN / PERALATAN YANG DIGUNAKAN.................................. 6
8.
KONDISI RUANGAN YANG DIGUNAKAN SAAT PROSES......... 6
9.
PROSEDUR PROSES.......................................................................... 7
10.
PARAMETER KRITIS......................................................................... 8
11.
RENCANA PENGAMBILAN SAMPEL............................................ 8
12.
KRITERIA PENERIMAAN................................................................. 9
13.
PENYIMPANGAN HASIL ANALISA................................................ 9
14.
REVALIDASI....................................................................................... 10
15.
KESIMPULAN VALIDASI PROSES.................................................. 10

75





















1. TUJUAN
Membuktikan secara terkodumentasi bahwa proses pembuatan produk
dapat menghasilkan produk jadi yang memenuhi spesifikasi yang ditetapkan
dengan kualitas tetap dan berulang.

2. RUANG LINGKUP
2.1 Protokol ini berlaku untuk 3 batch pertama produksi Bisacodyl 5
mg dengan besar batch 60,000kg (600.000 tablet)
2.2 Aktivitas validasi mencakup :
a. Dokumentasi pengolahan
b. Prosedur pengambilan dan pengujian sampel
c. Pencatatan dan hasil pengamatan selama proses
d. Pengumpulan dan pengolahan data hasil analisa sampel
e. Evaluasi dan laporan
2.3 Protokol validasi ini berlak hanya untuk pelaksanaan proses
produksi Bisacodyl 5 mg di Pabrik PT X.

3. PENANGGUNG JAWAB
3.1 Departemen Quality Assurance
76

a. Membuat protokol dan laporan validasi proses


b. Memastikan bahwa semua mesin/peralatan yang digunakan
dalam proses pengolahan maupun pengujian sudah terkualifikasi
dan terkalibrasi
c. Memastikan bahwa validasi proses sudah tepat sesuai
dengan MBR
d. Memastikan metode analisa yang digunakan dalam
pengujian produk ini sudah divalidasi atau diverifikasi
e. Mengevaluasi dan memberikan persetujuan antara
pelulusan atas batch validasi
3.2 Departemen Quality Control
a. Bertanggung jawab pada pengadaan seluruh pengujian
fisika dan kimia yang diperlukan untuk meluluskan produk jadi
b. Bertanggung jawab pada pengujian tambahan yang diminta
dalam protokol ini serta menangani kendala dan kejanggalan dalam
validasi
c. Melakukan uji real time stability
3.3 Departemen Produksi
a. Memastikan bahwa semua perlatan yang digunakan
tersimpan dengan baik, sudah dibersihkan dan dapat digunakan
b. Memastikan proses pembuatan tepat sesuai dengan
instruksi pembuatan yang berlaku (Catatan Pengolahan Batch dan
Protokol Validasi Proses)

4. DESKRIPSI PRODUK
4.1 Nama Produk : Bisacodyl 5 mg
4.2 Kode Produk : 12345
4.3 No. MBR : 00000010
4.4 Bentuk Sediaan : Tablet
4.5 Besar Batch : 60,000 kg (600.000 tablet)
4.6 No. Batch : 1. ..
2. ..
3. ..
4.7 Komposisi :
Bahan Baku Bobot per Bobot per
tablet batch
Bisacodyl 5 5 K
77

M , g
0
0
0

4.8 Tempat Produksi : Pabrik PT. X

5. KOMPOSISI / FORMULA
Dalam tabel berikut ini mencantumkan komposisi jumlah total bahan baku
yang diperlukan untuk produksi satu batch.
Besar Batch : 60,000 kg (600.000 tablet)
Jumla Catatan jumlah
h/batc nyata batch yang
h divalidasi
B B B
a a a
t t t
Tahap Kompo
c c c
an nen
h h h

K K K
e e e
- - -
1 2 3
78


Bisaco
5, K
dyl


Peng
olaha

n

Peng

emas
an

Prime
r
(Blist
ering)

Peng
emas

an
Seku

nder


6. SPESIFIKASI BAHAN BAKU
Daftar bahan baku dan bahan kemas yang digunakan pada proses
pembuatan.
No. LSA
B
K B B
a
o at at
Suppli t
d c c
Komp er c
e h h
onen (Manuf h
It k k
aktur) k
e e e
e
m - -
-
1 2
3
BAHAN BAKU
79

1
2
Bisac
3 XX
odyl
4
5








BAHAN KEMAS








7. MESIN / PERALATAN YANG DIGUNAKAN
Mesin dan peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan harus sudah
dikualifikasi dan dikalibrasi sebelum proses produksi dimulai
Me Kalibrasi
sin Bat Bat
Kual
Taha / Bat ch ch
Ko ifika
pan Per ch II II
si
alat I
an
Ter Ter Ter
akh akh akh
ir ir ir
Ti Sel Sel Sel
Peni
mb anj anj anj
mba
ang utn utn utn
ngan
an ya ya ya


80

Penc
amp
uran
Awal
Gran
ulasi
Basa
h
Peng
ering
an
Penc
amp
uran
Akhi
r
Penc
etaka
n
Peng
emas
an
Prim
er
(Blis
terin
g)


8. KONDISI RUANGAN YANG DIGUNAKAN
SAAT PROSES PEMBUATAN
Catat kondisi ruangan selama proses produksi
berlangsung.

Ba Ba Ba
Ruang
Spesifikasi tch tch tch
an
I II III
RH
Penim
Su
bangan
hu
Penca RH
mpura Su
81

hu
n Awal
Granul RH
asi Su

Basah hu
RH
Penger
Su
ingan
hu
Penca RH
mpura
Su
n
hu
Akhir
RH
Pencet
Su
akan
hu
Penge RH
masan
Primer Su

(Bliste hu
ring)

82

9. PROSEDUR PROSES





































83









10. PARAMETER
KRITIS

Pa
Tahap ra Pe
Baha
an Mesin/Pe me ng
n
Prose ralatan ter uji
Awal
s Kri an
tis
Ket
epa
tan
Ti
mb
ang
Vi
an,
su
Penim Ke
Bisac Timbanga al
banga ses
odyl n Tb-77 Ch
n uai ec
an k
bah
an
den
gan
M
BR
Ayakan Uk
Hasil
Penca mesh no. ura Pe
dari
mpura 20 n me
Penim
n (Sesuai Ay ria
banga
Awal dengan aka n
n
MBR) n
Hasil Granu (Sesuai (Se Se
Penca lasi dengan sua su
mpura Basah MBR) i ai
n den ins
84

gan tru
M ksi
Awal
BR ke
) rja
(Se Se
sua su
i ai
Granu (Sesuai
Penge den ins
l dengan
ringan gan tru
Basah MBR)
M ksi
BR ke
) rja
(Se Se
sua su
Granu Penca i ai
(Sesuai
l mpura den ins
dengan
Kerin n gan tru
MBR)
g Akhir M ksi
BR ke
) rja
(Se Se
Granu
sua su
l
i ai
Hasil (Sesuai
Pencet den ins
Penca dengan
akan gan tru
mpura MBR)
M ksi
n
BR ke
Akhir
) rja
(Se Se
sua su
Penge
Produ i ai
masan (Sesuai
k den ins
Primer dengan
Ruaha gan tru
(Bliste MBR)
n M ksi
ring)
BR ke
) rja
Kode (Se Se
kemasan, sua su
Penge i ai
Coding
Produ masan den ins
machine
k Jadi Sekun gan tru
(Sesuai
der M ksi
dengan BR ke
MBR) ) rja

85

11. RENCANA
PENGAMBILAN SAMPEL

Taha Param Titik Jumlah


pan eter Sampling Sampel
Penca
Sesuai
mpura Sesuai
instruk Random
n instruksi kerja
si kerja
Awal
Granu Sesuai
Sesuai
lasi instruk Random
instruksi kerja
Basah si kerja
Sesuai Atas,
Penge Sesuai
instruk tengah,
ringan instruksi kerja
si kerja bawah
Penca
Sesuai Sesuai
mpura Sesuai
instruk instruksi
n instruksi kerja
si kerja kerja
Akhir
Sesuai Sesuai
Pence Sesuai
instruk instruksi
takan instruksi kerja
si kerja kerja
Penge
masan Sesuai Sesuai
Prime Sesuai
instruk instruksi
r instruksi kerja
si kerja kerja
(Blist
ering)
Penge Pada saat pengemasan sekunder dilakukan visual cek
masan oleh IPC QA setiap 1 jam sekali dan dilakukan
Sekun penimbangan pada master box
der

86

12. KRITERIA
PENERIMAAN

12.1 Validasi dinyatakan


berhasil dan dapat diterima jika hasil dari semua tes yang ditentukan
dalam prosedur validasi memenuhi syarat yang telah ditentukan.
Kriteria
Tahap Parameter
Penerimaan
Sesuai Instruksi
Pencampuran Pemerian
Kerja
Granulasi Sesuai Instruksi
Pemerian
Basah Kerja
Sesuai Instruksi
Pengeringan LOD
Kerja
Sesuai Instruksi
Pemerian
Kerja
Sesuai Instruksi
Flowability
Kerja
Pencampuran Sesuai Instruksi
Bulk Density
Akhir Kerja
Sesuai Instruksi
LOD
Kerja
Sesuai Instruksi
Keseragaman
Kerja
Pencetakan Sesuai Instruksi
Pemerian
Kerja
Bobot Rata-Rata Sesuai Instruksi
Tablet Kerja
Keseragaman Sesuai Instruksi
Bobot Kerja
Sesuai Instruksi
Diameter
Kerja
Sesuai Instruksi
Kekerasan
Kerja
Sesuai Instruksi
Tebal
Kerja
Sesuai Instruksi
Friabilitas
Kerja
Sesuai Instruksi
Waktu Hancur
Kerja
Kadar Sesuai Instruksi
Kerja
87

Sesuai Instruksi
Disolusi
Kerja
Keseragaman Sesuai Instruksi
Kandungan Kerja
Sesuai Instruksi
Blistering Kebocoran
Kerja

13. PENYIMPANGAN
HASIL ANALISA

14. REVALIDASI

15. LAPORAN VALIDASI


Kesimpulan validasi proses akan di laporkan dalam bentuk laporan
validasi proses.






88

Lampiran 9. Laporan Validasi Proses II








NO.
Logo REVIS
DOKUM
Manu BISACODYL 5 I
EN
factur MG
ABC123
e 10
45



LAPORAN PELAKSANAAN VALIDASI PROSES
BISACODYL 5 MG
DEPARTEMEN QUALITY ASSURANCE


No. Protokol :
1234566789

No. Batch : 1. D030



2. D031

3. D032

89

3.3. KOMPOSISI / FORMULA



Catatan jumlah
nyata batch yang
divalidasi
Taha Komp Jumlah/batc
D D D
pan onen h formula
0 0 0
3 3 3
0 1 2
Bisac 5, K
odyl 0 g
0

Peng
olah
an




Peng
emas

an
Prim
er
(Blis
terin
g)

Peng
emas
an

Seku
nder


Kesimpulan : Jumlah nyata bahan baku aktif yang digunakan ada
yang berbeda dengan jumlah di formula, hal ini terkait dengan
potensi bahan baku yang digunakan.


3.4. SPESIFIKASI BAHAN BAKU

90

Ko No. LSA
Man
Komp de
ufak D0 D0 D0
onen Ite
tur 30 31 32
m
BAHAN BAKU
Bisac 12 XX 72 74 74
odyl 34 C0 C0 C0
5 042 231 342




BAHAN KEMAS



91



3.5. MESIN / PERALATAN YANG DIGUNAKAN

Tahap M No Kalibrasi
an es No mo D D D
in r 0 0 0
/ Ku 3 3 3
P alif 0 1 2
er ika
al si
at
a
n
M M M
e e e
i i i
Penim 1 1 1
banga 6 6 6
n


Penca
mpura
n
Awal
Granu
lasi
Basah
Penge
ringan
Penca
mpura
n
Akhir
Pence
takan
Penge
masan
(Blist
ering)

92

Kesimpulan : Mesin / Peralatan yang digunakan untuk proses


produksi sudah dikualifikasi dan di kalibrasi

3.6. KONDISI RUANGAN YANG DIGUNAKAN SAAT PROSES


PEMBUATAN

Spesifikasi D0 D0 D0
Ruangan
30 31 32
R
H
Penimbang S
an u
h
u
R
H
Pencampur S
an Awal u
h
u
R
H
Granulasi S
Basah u
h
u
R
H
Pengeringa S
n u
h
u
R
H
Pencampur S
an Akhir u
h
u
Pencetakan R
H
S
u
93

h
u
R
H
Pengemasa
S
n Primer
(Blistering) u
h
u

Catatan :
Semua ruangan yang digunakan untuk proses pengolahan dirancang sesuai
persyaratan jumlah partikel untuk lingkungan produksi yang sesuai.

Kesimpulan :
RH dan suhu ruangan selama proses produksi berlangsung memenuhi
persyaratan yang ditentukan.

3.7.
RINGKASAN PROSES PEMBUATAN

Para Aktual Proses
Tahap mete D0 D D Kesi
an r 30 0 0 mpu
Proses Kriti 3 3 lan
s 1 2
Penimbangan


94

3.8. RINGKASAN DATA HASIL VALIDASI




8.1.1. Pencampuran Awal
Item No. Batch
Spes
Peme D0 D0 D
N ifika
riksa 30 31 03
si
an 2
Sesu
ai Se
Pemer Ses Ses
Pers su
1. ian uai uai
yara ai
tan

8.1.2. Granulasi Basah


Item No. Batch
Spes
Peme D0 D0 D
N ifika
riksa 30 31 03
si
an 2
Sesu
ai Se
Pemer Ses Ses
Pers su
1. ian uai uai
yara ai
tan

95

8.1.3. Pengeringan Granul


No. Batch
Sp
Item D D D
esif
N Pemer 03 03 0
ika
iksaan 0 1 3
si
2


1.

8.1.4. Pencampuran Akhir


No. Batch
Sp
Item D D D
esif
N Pemer 03 03 0
ika
iksaan 0 1 3
si
2
Sesuai
Instruk
1. si
Kerja
Sesuai
Instruk
2. si
Kerja
Sesuai
Instruk
3. si
Kerja
Sesuai
Instruk
4. si
Kerja
Sesuai
Instruk
5. si
Kerja

96

8.1.5. Pencetakan
No. Batch
Sp
Item D D D
esif
N Pemer 03 03 0
ika
iksaan 0 1 3
si
2
Sesuai
Instruk
1. si
Kerja
Sesuai
Instruk
2. si
Kerja
Sesuai
Instruk
3. si
Kerja
Sesuai
Instruk
4. si
Kerja
Sesuai
Instruk
5. si
Kerja
Sesuai
Instruk
6. si
Kerja
Sesuai
Instruk
7. si
Kerja
Sesuai
Instruk
8 si
Kerja
Sesuai
Instruk
9. si
Kerja
97

Sesuai

Instruk
1
si
Kerja
Sesuai

Instruk
11
si
Kerja
Sesuai

Instruk
1
si
Kerja


8.1.6. Blistering
Item No. Batch
Spes
Peme D0 D0 D
N ifika
riksa 30 31 03
si
an 2
Sesua
i
1. Spesif
ikasi
Dibuat Oleh : Diperiksa Oleh :




Staf Validasi Manager QA
Kesimpulan : Hasil analisa dari 3 batch validasi proses pada
tahap pencampuran awal, granulasi basah, pengeringan
granul, pencampuran akhir, pencetakan dan blistering
spesifikasi yang ditetapkan.
8.1.7 Kemasan

Formula Digunakan R
Ite D D D D D D a
0 0 0 03 0 0 t
3 3 3 0 3 3 a
0 1 2 1 2 -

R
a
98

t
a

Rusak/Reject R
D030 D031 D032 a
t
I a
t -
e
m R
a
t
a







I Total Diterima Kembali


t D0 D D D0 D0 D
e 30 0 0 30 31 0
m 3 3 3
99

1 2 2




I Formula Digunakan Ke R
t mb u
e ali s
m a
k






Kesimpulan : Jumlah kemasan di formula sudah sesuai







3.8. KESIMPULAN

1. Pencampuran Awal
Berdasarkan evaluasi data hasil validasi dari 3 batch produksi
Bisacodyl 5 mg (No.Batch D030, D031, D032) dapat diambil kesimpulan
untuk proses pencampuran awal sesuai hasil validasi meliputi mesin / alat
yang digunakan, kondisi ruangan yang aktual, prosedur pengolahan aktual
saat proses validasi dan hasil pengujian produk setelah proses validasi.

2. Granulasi Basah
Berdasarkan evaluasi data hasil validasi dari 3 batch produksi
Bisacodyl 5 mg (No.Batch D030, D031, D032) dapat diambil kesimpulan
untuk proses granulasi basah sesuai hasil validasi meliputi mesin/ alat yang
100

digunakan, kondisi ruangan yang aktual, prosedur pengolahan aktual saat


proses validasi dan hasil pengujian produk setalah proses validasi.

3. Pengeringan Granul
Berdasarkan evaluasi data hasil validasi dari 3 batch produksi
Bisacodyl 5 mg (No.Batch D030, D031, D032) dapat diambil kesimpulan
untuk proses pengeringan granul sesuai hasil validasi meliputi mesin/alat
yang digunakan, kondisi ruangan yang aktual, prosedur pengolahan aktual
saat proses validasi dan hasil pengujian produk setalah proses validasi.

4. Pencampuran Akhir
Berdasarkan evaluasi data hasil validasi dari 3 batch produksi
Bisacodyl 5 mg (No.Batch D030, D031, D032) dapat diambil kesimpulan
untuk proses pencampuran akhir sesuai hasil validasi meliputi mesin/ alat
yang digunakan, kondisi ruangan yang aktual, prosedur pengolahan aktual
saat proses validasi dan hasil pengujian produk setalah proses validasi.

5. Pencetakan
Berdasarkan evaluasi data hasil validasi dari 3 batch produksi
Bisacodyl 5 mg (No.Batch D030, D031, D032) dapat diambil kesimpulan
untuk proses pencetakan sesuai hasil validasi meliputi mesin/ alat yang
digunakan, kondisi ruangan yang aktual, prosedur pengolahan aktual saat
proses validasi dan hasil pengujian produk setalah proses validasi.

6. Blistering
Berdasarkan evaluasi data hasil validasi dari 3 batch produksi
Bisacodyl 5 mg (No.Batch D030, D031, D032) dapat diambil kesimpulan
untuk proses blistering sesuai hasil validasi meliputi mesin/ alat yang
digunakan, kondisi ruangan yang aktual, prosedur pengolahan aktual saat
proses validasi dan hasil pengujian produk setalah proses validasi.

7. Kemasan
Berdasarkan evaluasi data hasil validasi dari 3 batch produksi
Bisacodyl 5 mg (No.Batch D030, D031, D032) dapat diambil kesimpulan
untuk proses bahan kemas sesuai hasil validasi meliputi mesin/ alat yang
digunakan, kondisi ruangan yang aktual, prosedur pengolahan aktual saat
proses validasi dan hasil pengujian produk setalah proses validasi.

101

Anda mungkin juga menyukai