Model Pengajaran
Model Pengajaran
Model Pengajaran
A. LATAR BELAKANG
Seorang guru selain dituntut untuk memiliki ilmu yang cukup untuk mengajar dan juga komunikatif, juga ternya harus
memiliki rancangan-rancangan perencanaan pembelajaran agar materi yang disampaikan menjadi terarah dan
mudah dimengerti oleh murid-muridnya.
Perencanaan pembelajaran terdapat terbagi menjadi model-model yang salah satunya harus dikuasai oleh guru
untuk memudahkan dalm penyampaian materi. Disini kami akan menjabarkan bagaimana model-model perencanaan
pembelajaran yang telah dirumuskan oleh para ahli yang sudah berpengalaman di bidangnya.
B. PERMASALAHAN
Yang menjadi permasalahan yang akan kami bahas adalah sebagai berikut:
C. TUJUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Perencanaan pembelajaran adalah proses menspesifikasi kondisi-kondisiuntuk belajar sehingga tercipta strategi
untuk produk pembelajaran baik pada level mikro maupun makro.
Jadi perencanaan pembelajaran adalah suatu pemikiran atau persiapan untuk melaksanakan tugas
mengajar/aktivitas pembelajaran dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran serta melalui langkah-langkah
pembelajaran, perencanaan itu sendiri,pelaksanaan dan penilaian, dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran
yang telah ditentukan
Dalam menyusun perencanaan pembelajaran,banyak model yang telah dikemukakan oleh para ahli.masing-masing
model mempunyai eklebihan dan kekurangan. Dari beberapa model yang telah dicantumkan di bawah ini diharap
para mahasisa yang akan menjadi guru dapat menetukan dan menguasai satu model secara tuntas, sehingga dapat
digunakan dalam merencanakan proses belajar mengajar yang lebih sistematis, dan disamping itu akan lebih terarah
dalam menilai suatu pelajaran yang telah dilaksanakan.
a) Model Glaser
Model ini merupakan model pokok tentang proses mengajar. Model lainnya pada dasarnya adalah perluasan dari
model pokok ini. Model pokok tersebut dalam bentuk skema adalah sebagai berikut:
Pada model ini terdapat empat komponen penting. Untuk masing masing komponen itu, guru sebagai pengelola
proses belajar harus mengambil keputusan. Jadi dalam merencanakan suatu pelajaran guru harus menetukan tujuan
apa yang harus dicapai oleh siswa pada akhir suatu pembelajaran (komponen A). Sehubungan dengan situasi
permulaan (komponen B) guru harus memutuskan bagaimana situasi permulaan siswa,guru dan sekolah. Berkenaan
dengan prosedur instruksional (komponen C) guru harus menentukan strategi apa yang akaan dipakaiagar tujuan-
tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. Sehubungan dengan penilaian performance (komponen D) guru harus
memutuskan cara dan alat yang tepat untuk menetukan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Menurut J.E. Kemp (1994 : 14)ada sepuluh unsur yang harus diperhatikan di dalam membuat suatu perencanaan
pengajaran.Kesepeluh unsur tersebut digambarkan oleh Kemp dengan mempergunakan bentuk bulat telur sehingga
lebih fleksibel, karena antara satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut :
Kalau dibandingkan dengan model pokok dari Glaser, model Kemp ini merupakan model yang lebih luas. Perluasan
terutama pada prosedur instruktural. Menurut model ini guru harus mengambil keputusan dalam hal berikut:
c. Prosedur pembelajaran yang bagaimana yang paling sesuai untuk mencapai tujuan:
Alat apa yang akn digunakan untuk mengetahui, sejauh mana siswa telah mengetahui tentang materi yang
akan di sajikan.
Kegiatan belajar mengajar yang bagaimanakah yang harus diusahakan sehinnga siswa belajar sesuatu.
Alat belajar mengajar apa yang harus digunakan untuk membantu terjadinya proses belajar secara efektif.
d. Bagaimana mengetahui bahwa tujuan tercapai, bagaimana caranya dan apa alatnya.
c) Model V. Gelder
1) Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional merupakan langkah pertama yang harus dirumuskan dari suatu pembelajaran. Tujuan
instruksional merupakan harapan yang ingin dicapai warga belajar seletah warga beljar mempelajari bahan ajar.
Tujuan pembelajaran mencakup tujuan pembelajaran secara umum, dan tujuan pembelajaran secara khusus/
spesifik.
Situasi kelas adalah situasi warga belajar yang akan mengikuti suatu kegiatan pembelajaran. Mengapa harus
dianalisis? Hal ini perlu, karena agar tidak terjadi kerugian. Kerugian sering terjadi manakala guru/perencana
pembelajaran salah menaksir situasi kelas. Kesalahan terjadi pada kasus pemilihan bahan, pemilihan alat
pembelajaran, dan penentuan tujuan.
Kasus pemilihan bahan yang terlalu sulit atau terlalu mudah kedua-duanya tetap merupakan kerugian. Terlalu sulit,
akibatnya warga belajar tidak memahami isi pembelajaran dan warga belajar tidak dapat mencapai tujuan
pembelajaran. Terlalu mudah, akibatnya warga belajar tidak serius beljara. Warga belajar menganggap enteng,
menganggap kurang perting, karena bahan yang diajarkan telah dimilikinya.
Pemilihan alat pembelajaran untuk membantu warga belajar mencapai tujuan pembelajaran. Suatu kelas ada
yang harus, ada yang stengah harus, dan ada pula yang tidak perlu menggunkan alat pembelajaran. Hal ini
tergantung pada bahan yang akan diajarkan, dan cara pengajaran yang digunakan.
Penentuan tujuan harus disesuaikan dengan keadaan warga belajar. Tujuan yang dirumuskan tidak terlalu
rendah dan tidak terlalu muluk. Terlalu rendah mengakibatkan warga belajar tidak dipacu untuk belajar keras.
Terlalu tinggi juga menimbulkan masalah, warga belajar sulit mencapi tujuan pembelajar, dengan kata lain warga
belajar berhasil.
Setelah penentuan tujuan instruksional dan penentuan karakteristik kelas berdasarkan hasil analisis, maka harus
ditentukan kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan oleh pengajar dan kegiatan yang harus dilaksanakan warga
belajar. Baik kegiatan pengajar, maupun kegiatan warga belajar harus merupakan suatu sistem. Kegiatan ini
termasuk kegiatan interaksi, di satu pihak guru mempengaruhi warga belajar agar belajar, dan di pihak laim
kegiatan warga belajar yang mempengaruhi kegiatan/taktik guru. Jadi ada kegiatan timbal baik. Kegiatan timbal
balik ini dirumuskan dalam suatu kegiatan pembelajaran (kegiatan guru dan murid).
4) Materi Pembelajaran
Materi pembelajaran dirumuskan setelah jelas kegiatan yang akan ditempuh baik oleh pengajar, maupun oleh
warga belajar. Materi pembelajaran diarahkan untuk memenuhi tuntutan yang diinginkan oleh rumusan tujuan
instruksional.
5) Alat Pembelajaran
Alat pembelajaran ditentukan dan dipilih setelah materi pembelajaran disusun. Memang, alat pembelajaran dipilih
untuk tujuan memperjelas bahan yang disajikan. Apabila bahan yang disajikan mudah dipahami warga belajar,
maka warga belajar untuk mencapai tujuan peluangnya lebih besar. Alat pembelajaran membantu warga belajar
yang memrlukan penjelsan selain penjelasan secara verbal.
Langkah terakhir ialah mengadakan evaluasi terhadap warga belajar. Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui
tingkat penguasaan warga belajar terhadap materi yang telah disampaikan. Dari evaluasi akan diperoleh suatu
hasil. Hasil inilah yang menjadi bahan penentu apakah perlu diadakan revisi, apakah tidak usah diadakan revisi.
Hal ini ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, apabila hasil bembelajaran yang dicapai warga belajar
kurang baik, maka revisi wajib dilaksanakan. Sedangkan, apabila hasil evaluasi menunjukkan angka yang baik,
maka tidak usah diadakan revisi.
Namun kalau dibandingkan dengan model J.E. Kemp. Terdapat beberapa perbedaan. Model tersebut adalah sebagai
berikut :
Pada model ini Karakteristik Siswa disebut Analisis Situasi sehubungan dengan komponen ini guru tidak
hanya mengaambil keputusan tentang siswa yang akan diajar, tetapi juga tentang kondisi yang ada di sekolah yang
dapat menunjang terjadinya proses belajar dan tentang guru.
Komponen kegiatab guru dan siswa dipisahkan secaar nyata. Selain daripada itu komponen kegiatan
guru,kegiatan siswa, materi pelajaran, alat/bahan harus dibuat dalm matrik sehunnga mudah dibaca secara
horizontal.
1) Identifikasi tugas-tugas.
Kegiatan merancang suatu program harus dimulai dari identifikasi tugas-tugas yang mennjadi tuntutan suatu
pekerjaan. Karena itu, perlu dibuat suatu Job description (rincian tugas) secara cermat dan lengkap.
2) Analisis tugas
Tugas-tugas yang telah ditetapkan secara dimensional dijabarkan menjadi seperangkat tugas yang lebih terperinci.
Setiap dimensi tugas dijabarkann seemikian rupa yang mencerminkan segala sesuatu yang harus dikerjakan oleh
lulusan
3) Penetapan kemampuan
Langkah ini sejalan dengan langkah yamg telah dilaksanakan sebelumya. Setiap kemampuan hendaklah didasarkan
kepada kriteria kognitif, afektif dan psikomotorik. Kemampuan-kemampuan itu haruslah relaven denga tuntutan
kerjadan keperluan masyarakat.
Setiap kemampuan yang harus dimiliki siswa perlu dirinci dalam pengetahuan apa dan keterampilan apa saja yang
harus dikuasai.
Langkah ini merupakan analisis kebutuhan pendidikan dan latihan. Jenis-jenis pendidikan dan atau latihan-latihan
apa yang sewajarnya disediakan dalam rangka mengembangkan kemampuan-kemampuan yang telah ditetapkan,
seperti kegiatan belajar teoritik dan praktek/latihan lapangan.
6) Permusan tujuan
Tujuan-tujuan program atau tujuan pendidikan ini masih bersifat umum sebagi tujuan kulikuler dan tujuan yang
dirumuskan harus koherendengan kemampuan-kemampuan yangbhendak dikembangan.
Kriteria ini sebagai indikator keberhasilan suatu program. Keberhasilan ditandai oleh ketercapaian tujuan-tujuan atau
kemampuan yang diharapkan. Tujuan-tujuan program dianggap tercapai jika lulusan dapat menunjukkan
kemampuannya melaksanakan tugas yang ttelah ditetapkan.
Langakh ini menekankan pada materi pelajaran yang akan disampaikan sehubungan dengam pencapaian tujuan
kemampuan yang telah ditentuan.
Uji coba program yang telah didesain dimaksudkan untuk melihat kemungkinan pelaksanaannya. Melalui uji coba
secara sistematis dapat dinilai kemungkinan keberhasilan.
Pengukuran ini sejalan dengan pelaksanaan uji coba program di lapangan. Berdasarkan pengukuran itu dapat
diperiksa sejauh mana efektivitas program,validitas dan rehabilitas alat ukur.
Langakh ini merupakan tindak lanjut setelah dilaksanakan uji coba dan an pengukuran. Perbaikan dan adaptasi
program barangkali diperlukan guna menjamin kohherensi, konsumsi, dan monitoring sistem.
Pada tingkat ini perlu dirancang dan dianalisis langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka pelaksanaan
program. Langkah ini didasari oleh satu asumsi bahwa rancangan program yang telah di desain secara cermat dan
telah mengalami uji coba serta perbaikan dapat dipublikasikan dan dilaksanakan dalam sampel yang lebih luas.
Sepanjang pelaksanaan program perlu diadakan monitoring secara terus dan berkala untuk menghimpun informasi
tentang pelaksanaan program.
BAB III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang telah kami petik dalam makalah ini yaitu:
1. Perencanaan pembelajaran adalah suatu pemikiran atau persiapan untuk melaksanakan tugas
mengajar/aktivitas pembelajaran dengan menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran serta melalui langkah-langkah
pembelajaran, perencanaan itu sendiri,pelaksanaan dan penilaian, dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran
yang telah ditentukan.
model perencanaan pembelaaran yang telah dirumuskan oleh para ahli yang terkemuka dibidangnya
BAB II
PEMBAHASAN
MODEL-MODEL PENDIDIKAN ISLAM DAN ORIENTASINYA
A. Model-Model Pendidikan Islam dan Orientasinya
Pendidikan islam yang bertugas menggali, menganalisis, dan mengembangkan
sertamengamalkan ajaran Islam yang bersumberkan Al-Quran dan Al-Hadis, cukup memperoleh
bimbingan dan arahan dari kandungan makna yang terungkap dari kedua sumber tuntutan
tersebut. Sumber ajaran Islam itu benar-benar lentur dan kenyal
sertaresponsife (tanggap) terhadap tuntunan hidup manusia yang makin maju dan modern dalam
segala bidang kehidupan.[3]
Diantara model-model pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
1. Model pendidikan Islam esensialistik.
Model ini berorientasi pada nilai-nilai lama yang membentuk sosok pribadi muslim yang
tahan terhadap pukulan zaman.
2. Model Pendidikan Islam Perenialistik
Model ini berorientasi pada nilai-nilai yang mengandung potensi mengubah nasib masa
lampau (lama) saja yang di interealisasikan ke masa kini yang dijadikan inti kurikulum
pendidikan. Dimana nilai-nilai yang terbukti tahan. Sedangkan nilai-nilai yang berpotensi bagi
semangat perubahan di tinggalkan.
3. Model Pendidikan Islam yang Individualistik.
Model ini, potensi aloplastik (mengubah dan membangun) masyarakat dan alam sekitar
kurang mengacu kepada kebutuhan sosiokultural.
4. Model Pendidikan Islam yang bercorak teknologi.
Model ini orientasinya meninggalkan nilai-nilai samawi diganti dengan nilai-nilai pragmatik
realistik kultural.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan bahwa Model
pendidikan Islam berorientasi pada pandangan falasafah yaitu:
1. Filosofis yaitu memandang manusia didik adalah hamba tuhan yang di beri kemampuan fitrah
dinamis dan social religious serta yang psiko fisik cenderung pada penyerahan diri secara total
kepada sang pencipta.
2. Etimologis yaitu potensi berilmu pengetahuan yang berpijak pada iman dan ilmu.
3. Pedagogis yaitu manusia adalah makhluk yang belajar sejak lahir dari ayunan sampai liang
lahat yang proses perkembangannya didasari nilai nilai islami.