Bab Ii Laporan Akhir Studio Proses Perencanaan
Bab Ii Laporan Akhir Studio Proses Perencanaan
Bab Ii Laporan Akhir Studio Proses Perencanaan
BAB II
WILAYAH MAKRO
Kebijakan SDA Wilayah Makro
I. Kawasan rawan bencana kawasan rawan
alam : kekeringan
kawasan rawan banjir kawasan rawan abrasi
kawasan rawan tanah kawasan rawan angin
longsor topan
kawasan rawan letusan kawasan rawan gas
gunung berapi beracun
kawasan rawan gempa II. Kawasan lindung geologi
bumi kawasan lindung kars
kawasan rawan kawasan cagar alam
gelombang pasang geologi
kawasan rawan kawasan imbuhan air
tsunami
Topografi Wilayah Makro
BAB II
Boyolali dan sekitarnya sangat beragam namun didominasi oleh
dataran rendah. Kabupaten boyolali sebagai wilayah perencanaan,
bagian barat merupakan daerah dataran tinggi yang terdiri dari
perbukitan, dan kaki pegunungan dengan ketinggian antara 700
1500 meter dpl, meliputi kecamatan Musuk, Ampel, Cepogo dan Selo.
Wilayah bagian timur hingga utara merupakan dataran rendah dan
perbukitan landai dengan ketinggian antara 75 400 meter dpl,
meliputi wilayah Kecamatan Mojosongo, Teras, Sawit, Banyudono,
Sambi, Ngemplak, Simo, Nogosari, Karanggede, Andong, Klego,
Kemusu, Wonosegoro, Juwangi dan Sebagian Boyolali.
Klimatologi Wilayah Makro
BAB II
memilki intensitas hujan sedang hingga tinggi, antara 2500-4500
mm/tahun. Kecamatan Mojosongo, Teras, Sawit, Banyudono, Boyolali
Sambi, Ngemplak, Simo, Nogosari, Karanggede, Andong ,Klego,
Kemusu, Wonosegoro, Juwangi cenderung memiliki intensitas hujan
rendah hingga sedang, antara 1500-2500 mm/tahun. Temperatur
udara wilayah Kabupaten Boyolali, bervariasi antara 22 o 25oC.
Wilayah, dan kelembaban udara 60-80%.
BAB II
Ampel, Boyolali, Mojosongo, Banyudono, Teras dan Sawit.
Tanah litosol dan regosol kelabu terdapat di wilayah Kecamatan
Cepogo, Musuk, dan Selo.
Tanah regosol cokelat terdapat di wilayah Kecamatan Cepogo,
Musuk, Mojosongo, Teras, Sawit, dan Banyudono.
Tanah andosol cokelat terdapat di wilayah Kecamatan Cepogo,
Ampel, dan Selo.
Tanah kompleks regosol kelabu dan grumosol terdapat di wilayah
Kecamatan Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi.
Tanah grumosol kelabu tua terdapat di wilayah Kecamatan
Andong, Klego, dan Juwangi.
Tanah kompleks andosol kelabu tua dan litosol terdapat di
wilayah Kecamatan Cepogo, Ampel, dan Selo.
Tanah asosiasi grumosol kelabu tua dan litosol terdapat di
wilayah Kecamatan Simo, Sambi, Nogosari, dan Ngemplak.
Tanah mediteran cokelat tua terdapat di wilayah Kecamatan
Kemusu, Klego, Andong, Karanggede, Wonosegoro, Simo,
Nogosari, Ngemplak, Mojosongo, Sambi, Teras, dan Banyudono.
Dari persebaran jenis tanah diatas, didapatkan beberapa
karakteristik khusus kawasan yang dapat diidentifikasi berdasarkan
jenis tanah. Berikut adalah beberapa karakteristik jenis tanah yang
terdapat di wilayah studi:
1. Tanah litosol merupakan hasil pelapukan batuan letusan gunung
api, unsur organik pada tanah ini tidak terlalu banyak, dapat
dimanfaatkan utuk tanaman rumput bagi ternak, palawija seperti
jagung serta tanaman keras seperti jati.
2. Tanah andosol sangat kaya dengan mineral, unsur hara, air dan
mineral sehingga sangat baik untuk tanaman. Tanah ini sangat
cocok untuk segala jenis tanaman yang ada di dunia. persebaran
tanah andosol biasanya terdapat di daerah yang dekat dengan
gunung berapi. Tanah regosol tergolong tanah muda sehingga
miskin unsur hara. Cocok untuk tanaman yang tda memerlukan
banyak air.
3. Tanah grumusol terbentuk dari pelapukan batuan kapur dan tuffa
vulkanik. Kandungan organik di dalamnya rendah karena dari
BAB II
tanaman keras seperti kayu jati.
4. Tanah aluvial merupakan jenis tanah yang terjadi karena
endapan lumpur biasanya yang terbawa karena aliran sungai.
Tanah ini biasanya ditemukan dibagian hilir karena dibawa dari
hulu. Tanah ini sangat cocok untuk pertanian baik padi ataupun
palawija seperti jagung dan tembakau.
BAB II
Kebijakan SDA Wilayah Meso
1. kawasan rawan bencana Daerah rawan
alam terdiri atas : kekeringan.
Daerah rawan banjir 2. kawasan lindung geologi
Daerah rawan banjir terdiri atas :
lahar dingin kawasan rawan
Daerah rawan tanah letusan gunung
longsor berapi;
Daerah rawan kawasan rawan
kebakaran hutan gempa bumi
Daerah rawan angin kawasan imbuhan air
topan; tanah.
Topografi Wilayah Meso
BAB II
agak curam, curam, sangat curam. Untuk Kecamatan Kedungjati,
Gubug, Karangrayung, Pewangan, dan Geyer di Kabupaten Grobogan
memiliki kelerengan datar dan landai. Kecamatan Bringin dan suruh di
Kabupaten Semarang memiliki kelerengan datar, landai, curam dan
sangat curam. Hal ini menunjukan wilayah meso dari Kabupaten
Boyolali dan kecamatan disekitar wilayah mikro (Juwangi, Kemusu,
Wonosegoro) memiliki topografi yang tidak merata.
BAB II
Gambar 2. 5 Peta Topografi Wilayah Mikro
Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
BAB II
Gambar 2. 6 Peta Klimatologi Wilayah Mikro
Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
BAB II
Gambar 2. 7 Peta Hidrologi Wilayah Mikro
Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
BAB II
Gambar 2. 8 Peta Litologi Wilayah Mikro
Sumber: Hasil Olahan Kelompok Studio E, 2017
BAB II
rumput-rumputan atau pohon jati.
BAB II
adanya rawan bencana. Berdaarkan RTRW Kabupaten Boyolali tahun
2011-2031, JKW raya memiliki daerah rawan bencana berupa rawan
banjir kekeringan, angin kencang, dan kebakaran sebanyak 19 desa.
Jumlah desa yang termasuk rawan banjir adalah yaitu 6 desa
(Kalinanas, Gosono, Bojong, Banyusri, Jerukan, dan Kayen). 8 desa
rawan kekeringan (Kalinanas, Jerukan, Ngaren, Krobokan, Bercak,
Bengle, Repaking, dan Ketoyan). 5 desa rawan angin kencang
(Repaking, Gunungsari, Jatilawang, Gosono, dan Wonosegoro), serta
29 desa rawan kebakaran hutan (Cerme, Juwangi, Sambeng,
Pilangrejo, Jerukan, Kayen, Kalimati, Krobokan, Ngaren,
Kedungmulyo, Wonoharjo, Ngleses, Kemusu, Guwo, Bercak, Bojong,
Bengle, Garangan, Gosono, Wonosegoro, Ketoyan, Bolo, Lemahireng,
Kauman, Bawu, Kendel, Klewor, Genengsari, Kedungrejo, dan
Watugede) dari 41 desa di seluruh JKW raya yang tersebar di tiga
kecamatan.
KAWASAN PERKOTAAN
Wilayah perencanaan dari Kecamatan Juwangi, Kemusu, dan
Wonosegoro memiliki 2 kawasan perkotaan, pertama adalah kawasan
perkotaan Juwangi Raya yang terdiri dari Kelurahan Juwangi dan
Kelurahan Pilangrejo. Kedua adalah kawasan perkotaan Wonosegoro
Raya yang terdiri dari Kelurahan Wonosegoro dan Kelurahan Ketoyan.
BAB II
yang tergolong sedang.
ASPEK KEPENDUDUKAN
KEBIJAKAN TERKAIT KEPENDUDUKAN
- Kebijakan perluasan cakupan peserta program KB
- Kebijakan Pengurangan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka
Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA),
- Kebijakan Pencegahan dan penanggulangan penyakit menular
(Demam Berdarah, TB Paru dan HIV/AIDS),
- Kebijakan Peningkatan mutu dan standar pelayanan kesehatan
dasar dan pelayanan kesehatan rujukan yang dapat dijangkau
masyarakat tidak mampu melalui :
BAB II
- Kebijakan implementasi penuntasan wajib belajar pendidikan
dasar 9 (sembilan) tahun
- Kebijakan memperbesar akses warga miskin untuk
mendapatkan pendidikan tinggi.
- Kebijakan peningkatkan kualitas sumber daya manusia agar
memiliki kemampuan yang kompetitif untuk meningkatkan
peluang usaha dan pendapatan.
- Kebijakan Mengeliminasi diskriminasi terhadap perempuan
dalam kehidupan politik, ekonomi dan publik
- Kebijakan Peningkatan kualitas hidup anak dan perempuan
melalui :
Sistem perlindungan dan kesejahteraan sosial terpadu
WILAYAH MAKRO
Kondisi Kependudukan Komponen penting pada bagian ini
adalah penyajian dan mendeskripsikan tentang data kependudukan,
perkembangan dan kepadatan serta jenis pekerjaan penduduk juga
proyeksi pertumbuhan penduduk. Selanjutnya komponen ekonomi
yang berkaitan dengan pertumbuhan dan indikator ekonomi serta
keunggulan komparatif dan kompetitif berdasarkan masing-masing
sektor di deskripsikan juga. Kemudian komponen keuangan daerah
disajikan juga untuk melihat sejauh mana penggunaan anggaran
pendapatan dan belanja daerah serta realisasinya. Pentingnya
masalah penduduk dikarenakan penduduk merupakan sumberdaya
manusia yang berperan dalam men yusun dan mensintesis
perencanaan. Peranan atau partisipasinya sangat diperlukan agar
hasil perencanaan dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan
harapan.
Penduduk dapat berperan sebagai pelaku dan juga sebagai
sasaran dalam proses perencanaan pembangunan bahkan
berpeluang menjadi korban suatu perencanaan yang tidak baik.
Dinamika pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali akan menjadi
persoalan bagi pemerintah dalam menata pembangunan yang
diarahkan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarat, sehingga
faktor manusia tetap mengambil peran yang penting terutama dalam
BAB II
pemerintahan, pembangunan daerah dan kemasyarakatan.
Struktur dan Komposisi Penduduk
- Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel II. 1 Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan Total Berdasarkan Total Berdasarkan Total
Jenis Kelamin Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Kabupaten/
Kota 2013 2014 2015
L P L P L P
Boyolali 468693 483124 471653 486204 471653 486204
Semarang 478695 495397 485278 502279 485278 502279
Grobogan 661109 675195 664853 679107 664853 679107
Klaten 563989 585005 566449 587591 566449 587591
Salatiga 87343 91251 88612 92581 88612 92581
Karanganyar 415578 424593 419566 428689 419566 428689
Sragen 427320 444669 429077 446523 429077 446523
Sukoharjo 420983 428523 424628 432309 424628 432309
Magelang 613112 608569 619125 614570 624973 620523
Surakarta 246982 260843 248066 262011 248066 262011
Sleman 581423 576962 582663 578713 588368 579113
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
BAB II
antara 0-14 tahun > 40persen dan penduduk yang berumur +65 < 5
persen. 3) Penduduk produktif (productive population), jika penduduk
yang berumur antara 0-14 tahun berkisar 30 persen sampai 40 persen
dan penduduk yang berumur +65 tahun berkisar antara 5 persen
sampai 10 persen. Distribusi penduduk berdasarkan kelompok umur di
Kabupaten Boyolali dapat dilihat pada piramida dibawah ini,
60-64
50-54
40-44
30-34
20-24
10-14
0-4
-15 -10 -5 0 5 10
BAB II
makro dalam kurun waktu 2013-2015:
a. Fertilitas
Tabel II. 2 Tingkat Fertilitas di Kabupaten Boyolali
Lahir
Kabupaten/ Kota
2013 2014 2015
Boyolali 11555 11575 11482
Semarang 11016 10780 10587
Grobogan 29266 43672 -
Klaten 12121 - -
Salatiga 9879 3396 3061
Karanganyar - 14862 12617
Sragen 865 813 766
Sukoharjo 18951 16435 -
Magelang - - -
Surakarta 7824 11361 8070
Sleman 9543 14844 9769
Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2016
BAB II
Tabel II. 3 Tingkat Mortalitas Kabupaten Boyolali
Mati
Kabupaten/ Kota
2013 2014 2015
Boyolali 6892 7152 7254
Semarang 5926 5883 5968
Grobogan
Klaten 8428
Salatiga 98 137 996
Karanganyar 183
Sragen 744 567 433
Sukoharjo 4918 6012
Magelang
Surakarta 5343 8958 4571
Sleman 5047 4985 5335
Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2016
BAB II
Tabel II. 4 Tingkat Mobilitas Kabupaten Boyolali
BAB II
Tabel II. 5 Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Boyolali
Tingkat Pertumbuhan
Kabupaten/ Kota
Penduduk (%)
Boyolali 0,66
Semarang 1,42
Grobogan 0,61
Klaten 0,47
Salatiga 1,47
Karanganyar 1,00
Sragen 0,44
Sukoharjo 0,91
Magelang 0,40
Surakarta 0,48
Sleman 1,21
Sumber: Kabupaten Boyolali Dalam Angka, 2016
BAB II
secara intensif potensi-potensi yang dimiliki oleh wilayah
perencanaan) serta kebijakan ketenagakerjaan (pemberian
berbagai bentuk insentif untuk membuka peluang usaha baru dan
sekaligus menyerap tenaga kerja) mempunyai dampak positif
kepada pertumbuhan penduduk di wilayah perencanaan.
11200000 y = 44548x + 10039358
11000000 R = 0.8935
10800000 10128453
10600000
10400000 10110547
10200000
10000000
9800000
10039358
9600000
9400000
Tahun Tahun Tahun
2013 2014 2015
BAB II
dengan luas wilayah yang tidak besar. Kepadatan penduduk
dimasing-masing Kabupaten/ Kota terus meningkat seiring
adanya pertumbuhan penduduk sekaligus menjadi penentuan
peningkatan permintaan dan penawaran barang dan jasa atau
dalam istilah pemasaran sebagai konsumen. Sebaran penduduk
wilayah makro dapat dilihat pada tabel dibawah
Jumlah Penduduk
Kabupaten/ Kota
2013 2014 2015
Boyolali 951817 957857 957857
Semarang 974092 987557 987557
Grobogan 1336304 1343960 1343960
Klaten 1148994 1154040 1154040
Salatiga 178594 181193 181193
Karanganyar 840171 848255 848255
Sragen 871989 875600 875600
Sukoharjo 849506 856937 856937
Magelang 1221681 1233695 1245496
Surakarta 507825 510077 510077
Sleman 1158385 1161376 1167481
Sumber: Provinsi Dalam Angka, 2016
b. Kepadatan penduduk
Kepadatan Penduduk Kepadatan penduduk
menggambarkan tekanan penduduk terhadap luas wilayah.
Jumlah penduduk terus bertambah, sedangkan lahan yang ada
tetap, mengakibatkan kepadatan semakin bertambah tinggi.
Kepadatan penduduk dapat menjadi alat untuk mengukur kualitas
dan daya tampung lingkungan. Kepadatan penduduk per
kabupaten/kota di wilayah makro dilihat pada table berikut ini
BAB II
Tingkat Kepadatan
Kabupaten/ Kota
Penduduk (jiwa/km2)
Boyolali 545
Semarang 1 057
Grobogan 654
Klaten 1768
Salatiga 3471
Karanganyar 1109
Sragen 929
Sukoharjo 1852
Magelang 6666
Surakarta 11631
Sleman 2031
Sumber: Provinsi Dalam Angka, 2016
WILAYAH MESO
Struktur Penduduk
Pada wilayah meso Boyolali, kelompok usia penduduk
terbanyak adalah 64 tahun keatas. Sementara kelompok penduduk
dengan usia tersedikit adalah kelompok usia 60-64 tahun. Melihat
gambaran umum dari piramida penduduk yang ada, penduduk usia
non produktif akan lebih banyak menanggung penduduk usia non
produktif. Hal ini berdampak pada dependency ratio yang cenderung
tinggi untuk wilayah meso, yaitu 56,01. Diartikan bahwa disetiap 100
penduduk produktif menanggung 56 orang.
BAB II
12000
10000
8000
6000
4000
2000
0
Kelahiran Kematian
Migrasi
Pada wilayah meso Boyolali, migrasi masuk dan keluar
mengalami tren peningkatan pada 3 tahun terakhir. Dibandingkan
secara langsung, pada tahun 2013 dan 2014 jumlah migrasi keluar
lebih banyak dibanding migrasi masuk. Akan tetapi hal ini tidak terjadi
pada tahun 2015, penduduk masuk lebih banyak dibanding penduduk
keluar. Hal ini berbeda dengan kondisi dari wilayah meso non Boyolali,
terjadi fluktuasi perkembangan untuk jumlah migrasi masuk. Akan
tetapi untuk migrasi keluar mengalami tren kenaikan pada tiap
tahunnya.
BAB II
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
Migrasi Masuk Migrasi Keluar
BAB II
Struktur Penduduk
Pada wilayah mikro, kondisi struktur penduduk relative sama.
Penduduk usia produktif lebih banyak dibanding penduduk usia non
produktif. Kelompok umur dengan jumlah penduduk terbanyak adalah
10-20 tahun. Sementara itu, penduduk tersedikit berada pada
kelompok umur 60-64 tahun. Banyaknya usia non produktif kemudian
berimplikasi kepada tingginya angka dependency ratio di wilayah
terkait. Sementara itu, untuk usia produktif banyak yang bermigrasi ke
luar wilayah, untuk bekerja ataupun pindah dan menetap. Hal ini
diakibatkan oleh ketersediaan lapangan kerja dan fasilitas pelayanan
yang ada dirasa kurang mencukupi, sehingga harus bermigrasi keluar
wilayah.
Perempuan Laki-Laki
Perempuan Laki-Laki
Perempuan Laki-Laki
BAB II
Kondisi kelahiran dan kematian di wilayah mikro mengalami
fluktuasi perkembangan pada 3 tahun akhir. Jumlah kelahiran dan
kematian mencapai jumlah terbanyak pada tahun 2014, untuk hampir
seluruh wilayah mikro. Sementara itu, perbandingan antara jumlah
kelahiran dan kematian relative ekstrim, dimana jumlah kelahiran 2 X
lebih banyak dibanding jumlah kematian, untuk di wilayah mikro
Kemusu dan Woosegoro. Pada wilayah Juwangi, jumlah kelahiran
justru lebih banyak 2 X dibanding jumlah kematian. Kondisi di wilayah
Juwangi tersebut kemudian berimplikasi pada tingkat pertumbuhan
yang tinggi di wilayah tersebut.
Tabel II. 10 Tingkat Kelahiran dan Kematian Wilayah Mikro
Kelahiran Kematian
2013 2014 2015 2013 2014 2015
Kemusu 252 456 273 196 318 194
Wonosegoro 507 635 556 323 361 372
Juwangi 266 496 642 108 230 213
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2016
BAB II
Pada rentang waktu 2013-2015, terjadi fluktuasi perkembangan
jumlah migrasi masuk dan keluar di wilayah mikro. Untuk wilayah
Kemusu dan Wonosegoro, jumlah migrasi keluar lebih banyak
dibanding jumlah migrasi masuk. Kondisi ini berbeda dari wilayah
Juwangi, dimana migrasi masuk lebih banyak dibanding migrasi kelaur.
Hal ini kemudian berimplikasi kepada kondisi pertumbuhan penduduk
di wilaya Juwangi, yang lebih tinggi dibanding 2 wilayah lainnya.
Kondisi ini disebabkan oleh banyaknya penduduk terutama ynga
berusia produktif yang bermigrasi keluar wilayah, untuk bekerja atau
pindah dan menetap di wilayah lain.
Tabel II. 11 Migrasi Masuk dan Keluar Wilayah Mikro
Migrasi Masuk Migrasi Keluar
2013 2014 2015 2013 2014 2015
Kemusu 107 153 73 102 289 166
Wonosegoro 197 195 243 260 251 354
Juwangi 37 44 12 19 15 19
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2016
BAB II
Pada wilyah mikro, pertumbuhan penduduk yang terjadi tidak
begitu signifikan. Untuk wilayah Kemusu dan Wonosegoro hanya
berkisar antara 0.1 hingga 0.2 %. Kondisi ini berbeda dengan kondisi
di wilayah Juwangi, dimana angka pertumbuhan penduduk 1.4% di
tahun terakhir. Kondisi ini disebabkan oleh jumlah kelahiran yang lebih
tinggi dibanding kematian, serta jumlah penduduk masuk yang lebih
banyak dibanding penduduk keluar di wilayah Juwangi.
Semenetara itu, berkaitan dengan kondisi kepadatan penduduk,
wilayah Wonosegoro merupakan wilayah dengan tingkat kepadatan
tertinggi dibanding wilayah lainnya. Walaupun luas wilayah
Wonosegoro merupakan yang terluas, akan tetapi jumlah
penduduknya juga lebih banyak dibanding wilayah lainnya. Kepadatan
nantinya berpengrauh terhadap kemungkinan pembangunan
permukiman dan lainnya.
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E dari Kecamatan Dalam Angka, 2016
KAWASAN PERKOTAAN
Struktur dan Komposisi Penduduk
A. Jumlah Penduduk
Wilayah perkotaan di wilayah studi terdiri dari 2 daerah,
yaitu perkotaan Juwangi dan Wonosegoro. Adapun perkotaan
Juwangi berada di Kecamatan Juwangi, dan perkotaan
Wonosegoro berada di Kecamatan Wonosegoro. Perkotaan
Juwangi terdiri dari 2 kelurahan, yaitu Juwangi dan Pilangrejo,
BAB II
yaitu Wonosegoro dan Ketoyan. Rata-rata penduduk di daerah
tersebut 4011 jiwa. Sebanyak 13% penduduk di wilayah studi
(Kecamatan Juwangi, Wonosegoro dan Kemusu) menempati
wilayah perkotaan, dengan 87 % sisanya tinggal di wilayah non
perkotaan
Non-Perkotaan
87%
Perkotaan Non-Perkotaan
BAB II
perkotaan, untuk bekerja terutama.
Laki-Laki
48%
Perempuan
52%
Laki-Laki Perempuan
Laki-Laki
49%
Perempuan
51%
Laki-Laki Perempuan
BAB II
Kelompok Umur L P Jumlah Kelompok Umur L P Jumlah
40-44 524 601 1125 40-44 4382 4528 8910
45-49 512 590 1102 45-49 4150 4582 8732
50-54 499 568 1067 50-54 4070 4198 8268
55-59 426 400 826 55-59 3226 3065 6291
60-64 311 358 669 60-64 2547 2720 5267
64+ 764 939 1703 64+ 6229 7616 13845
15776 121451
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2016
Perempuan Laki-Laki
BAB II
A. Fertilitas dan Mortalitas
Fertilitas di kawasan perkotaan relative lebih tinggi
dibandingkan kawasan non perkotaan. Dibandingkan dengan
jumlah kematian juga kelahiran lebih tinggi. Tingkat kelahiran
kemudian diterjemahkan dengan angka kelahiran umum atau
General Fertility Ratio. Pada perkotaan Juwangi, nilai GFR nya
adalah 59, yang berarti terdapat 59 kelahiran pada 100 wanita
usai produktif. Sementara untuk perkotaan Wonosegoro nilai
GFR nya adalah 29.
Sementara itu, untuk angka keamtain, diterjemahkan
dengan angka kematian umum yaitu Crude Death Ratio. Pada
perkotaan Juwangi dan Wonosegoro masing-masing memiliki
nilai 4 dan 5, yang berarti terdapat 4 dan 5 kematian di tiap 1000
penduduk.
B. Migrasi Masuk
Migrasi masuk dan keluar adalah instrument yang
digunakan untuk mengetahui mobilitas warga, dengan salah
satu indikatornya adalah mobilitas netto. Mobilitas netto adalah
perbandingan atau pengurangan antara jumlah penduduk
masuk dengan jumlah penduduk keluar. Perbedaan ekstrim
antara jumlah penduduk yang melakukan mobilitas masuk
dengan keluar akan mengidentifikasi sebuah masalah di suatu
wilayah. Jika jumlah penduduk masuk secara ekstrim lebih
banyak dibanding penduduk akan berimplikasi pada kepadatan
penduduk serta pertumbuhan penduduk yang akan meningkat.
Jika jumlah penduduk keluar secara ekstrim, dapat terindikasi
Studio Proses Perencanaan E | 56
bahwa terjadi suatu masalah di wilayah tersebut, sebagai
BAB II
contoh adalah bencana alam.
Pada wilayah perkotaan, migrasi keluar lebih banyak
dibanding migrasi masuk. Hal ini disebabkan oleh ketiadaan dan
ketidakseusian kualifikasi pekerjaan, sehingga banyak
penduduk yang kemudian bermigrasi keluar wilayah perkotaan.
Adapun migrasi masuk perkotaan disebabkan oleh penduduk
yang inging mememnuhi kebutuhan hidupnya, seperti untuk
aktifitas pendidikan serta perdagangan dan jasa.
Tabel II. 17 Jumlah Migrasi Masuk Kawasan Perkotaan
Migrasi Masuk
Perkotaan
2013 2014 2015
Juwangi 0 8 0
Pilangrejo 16 0 0
Ketoyan 8 0 5
Wonosegoro 20 12 8
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2016
20
16
15
13
12
10
8
5
0 0 0
2013 2014 2015
Juwangi Wonosegoro
BAB II
Tabel II. 18 Jumlah Migrasi Keluar Kawasan Perkotaan
Kawasan Migrasi Keluar
Perkotaan 2013 2014 2015
Juwangi 0 6 4
Pilangrejo 0 0 0
Ketoyan 11 0 22
Wonosegoro 39 30 10
Sumber: Kecamatan Dalam Angka, 2016
50
40
30
20
10
0
Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
Juwangi Wonosegoro
50
40
30
20
10
0
Tahun 2013 Tahun 2014 Tahun 2015
D. Tingkat Urbanisasi
Tingkat urbanisasi adalah ukuran pertumbuhan penduduk di
kawasan perkotaan. Pada wilayah perkotaan, laju pertumbuhan
penduduknya lebih banyak dibanding wilayah non perkotaan.
Hal ini disebabkan oleh penduduk yang masuk serta angka
kelahiran dan kematian di wilayah perkotaan, yang berimplikasi
pada laju pertumbuhan penduduk sendiri.
BAB II
2.00%
1.87%
1.74%
1.50%
-0.50%
-0.59%
-0.74%
-1.00%
2013-2014 2014-2015
BAB II
WILAYAH MAKRO
Kebijakan Ekonomi Wilayah Makro
Pengembangan sektor perekonomian
kawasan pertanian lahan basah
kawasan pertanian lahan kering
kawasan peruntukan perkebunan
Pertumbuhan Ekonomi
BAB II
makro. Nilai PDRB wilayah makro tergolong stabil. Hal ini menandakan
bahwa perekonomian tidak dalam masa kritis, nilai pertumbuhannya
pun masih mendekati nilai pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa
Tengah sebesar 5,4%
Struktur Ekonomi
28% Perdagangan
Angkutan
15% Keuangan
0% Jasa
11%
BAB II
dan terdiri dari sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan
konstruksi, dan sektor pengadaan listrik dan gas. Sektor terakhir
adalah sektor primer mempunyai komposisi sebesar 16% yang terdiri
dari sektor pertanian dan pertambangan. Dengan mendominasinya
sektor tersier, dapat disimpulkan bahwa wilayah studi makro
merupakan wilayah yang cukup maju dengan berkembanganya sektor
tersier dimana masyarakat berfokus pada kegiatan perdagangan dan
jasa. Jika dikaitkan dengan teori transisi perekonomian, masyarakat
wilayah makro sudah menduduki tahap komsumsi masal dengan
karakteristik industri yang stabil, pergeseran ke ekonomi tersier
(kwarter), tingkat pendapatan tinggi.
Analisis LQ
Location Qoutient (LQ) adalah sebuah analisis yang digunakan
untuk menganalisis dan mengetahui perkembangan tingkat
spesialisasi sector-sektor di suatu daerah serta mengetahui sector-
sektor perekonomian yang menjadi sector basis dan sektor non basis
di Kabupaten Boyolali. Dalam menganalisis perhitungan Location
Qoutient dibutuhkan data berupa PDRB 11 Kabupaten yang meliputi,
Kabupaten Boyolali, Kabupaten Semarang, Kabupaten Grobogan,
Kabupaten Klaten, Kota Salatiga, Kabupaten Karanganyar, Kabupaten
Sragen, Kabupaten SUkoharjo, Kabupaten Magelang, Kota Surakarta,
dan Kabupaten Sleman dengan periode tahun 2011 sampai tahun
2015 baik berdasarkan harga konstan maupun harga berlaku. Data
tersebut kemudian dijabarkan ke dalam 9 sektor ekonomi untuk
mengetahui pendapatan dan produksi riil di Kabupaten Boyolali
terhadap 11 Kabupaten di wilayah Makro. Selanjutnya dilakukan
perhitungan LQ per tahun dari tahun 2011 sampai 2015 dan
selanjutnya dihitung rata-rata sehingga dapat diketahui sektor mana
yang merupakan sektor basis dan sektor non basis. Berikut adalah
hasil perhitungan LQ dari tahun 2011-2015 berdasarkan PDRB ADHB
yang selanjutnya dilakukan rata-rata untuk melihat gambaran
umumnya.
BAB II
LQ Rata-
No SEKTOR LQ 2011 LQ 2012 LQ 2013 LQ 2014 LQ 2015
rata
Pertanian, 1.6179 1.7429 1.5834 1.571 1.688 1.64
1 Kehutanan, dan Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Perikanan Saing Saing Saing Saing Saing Saing
2.6836 2.5974 2.6003 2.6596 2.65 2.63
Pertambangan
2 Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
dan Penggalian
Saing Saing Saing Saing Saing Saing
1.0701 1.0546 1.0716 1.0766 0.96 1.05
Industri Tidak
3 Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Pengolahan Berdaya
Saing Saing Saing Saing Saing
Saing
0.2403 0.2218 0.2087 0.2004 0.4 0.25
Pengadaan
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
4 Listrik, Gas dan
Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Air Bersih
Saing Saing Saing Saing Saing Saing
0.5973 0.5905 0.5862 0.5954 0.59 0.59
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
5 Konstruksi
Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Saing Saing Saing Saing Saing Saing
0.8824 0.8518 0.8581 0.85 0.86 0.86
Perdagangan,
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
6 Hotel dan
Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Restoran
Saing Saing Saing Saing Saing Saing
0.7832 0.7739 0.7985 0.82 0.81 0.79
Transportasi,
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
7 Angkutan dan
Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Komunikasi
Saing Saing Saing Saing Saing Saing
0.5197 0.5719 0.5724 0.56 0.58 0.56
Keuangan, Real
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
8 Estate dan
Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Asuransi
Saing Saing Saing Saing Saing Saing
0.8404 0.8531 0.8962 0.88 0.90 0.87
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
9 Jasa dan Sosial
Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Saing Saing Saing Saing Saing Saing
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHB, 2017
BAB II
diatas dapat dilihat sektor yang menjadi basis dan non basis. Sektor
yang masuk kedalam kelompok basis adalah sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan; pertambangan dan penggalian; industri
pengolahan. Sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran;
keuangan, real estate dan asuransi; pengadaan listrik, gas dan air
bersih; konstruksi; transportasi, angkutan dan komunikasi; jasa dan
sosial merupakan sektor yang masuk kelompok non basis.
Selain menggunakan PDRB ADHB, pada penelitian ini juga
menggunakan PDRB ADHK. Hal ini berguna sebagai perbandingan
apakah ada perbedaan yang signifikan antara kedua data. Berikut
adalah hasil perhitungan LQ dari tahun 20011-2015 berdasarkan
PDRB ADHK yang selanjutnya dilakukan rata-rata untuk melihat
gambaran umumnya.
BAB II
No SEKTOR LQ 2011 LQ 2012 LQ 2013 LQ 2014 LQ 2015 LQ Rata-rata
1 Pertanian, 2.08 1.65 1.64 1.64 1.35 1.67
Kehutanan, Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Berdaya Saing
dan Perikanan Saing Saing Saing Saing Saing
2 Pertambangan 2.88 2.61 2.60 2.62 2.11 2.56
dan Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Berdaya Saing
Penggalian Saing Saing Saing Saing Saing
3 Industri 1.19 1.11 1.13 1.14 0.81 1.07
Pengolahan Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Tidak
Saing Saing Saing Saing Berdaya Berdaya Saing
Saing
4 Pengadaan 0.31 0.31 0.30 0.3 0.30 0.3
Listrik, Gas Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Tidak Berdaya
dan Air Bersih Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Saing
Saing Saing Saing Saing Saing
5 Konstruksi 0.63 0.58 0.57 0.58 0.46 0.57
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Tidak Berdaya
Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Saing
Saing Saing Saing Saing Saing
6 Perdagangan, 0.97 0.88 0.87 0.87 0.68 0.86
Hotel dan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Tidak Berdaya
Restoran Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Saing
Saing Saing Saing Saing Saing
7 Transportasi, 0.42 0.74 0.74 0.76 0.6 0.65
Angkutan dan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Tidak Berdaya
Komunikasi Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Saing
Saing Saing Saing Saing Saing
8 Keuangan, 0.62 0.56 0.55 0.54 0.42 0.54
Real Estate Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Tidak Berdaya
dan Asuransi Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Saing
Saing Saing Saing Saing Saing
9 Jasa dan 0.91 0.82 0.83 0.84 0.68 0.82
Sosial Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Tidak Berdaya
Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya Berdaya
Saing
Saing Saing Saing Saing Saing
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
BAB II
keuangan, real estate dan asuransi; pengadaan listrik, gas dan air
bersih; konstruksi; transportasi, angkutan dan komunikasi; jasa dan
sosial merupakan sektor yang masuk kelompok non basis.
Meskipun nilai LQ ADHK dan LQ ADHB tidak sama, namun tidak
terdapat perbedaan antara LQ ADHK dengan LQ ADHB. Keduanya
menunjukkan sektor basis dan sektor non basis yang sama. Sektor
yang masuk kedalam kelompok basis adalah sektor pertanian,
kehutanan dan perikanan; pertambangan dan penggalian; industri
pengolahan. Sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran;
keuangan, real estate dan asuransi; pengadaan listrik, gas dan air
bersih; konstruksi; transportasi, angkutan dan komunikasi; jasa dan
sosial merupakan sektor yang masuk kelompok non basis.
Analisis Shift-Share
Analisis shift-share merupakan analisis yang dapat digunakan
untuk menilai kinerja perekonomian daerah terhadap perekonomian
wilayah dengan cakupan administrasi diatas wilayah analisis, posisi
suatu sektor dalam ekonomi agregat dan identifikasi sektor unggulan
suatu wilayah. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja
atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan
membandingkan dengan agregat yang lebih besar secara regional.
Dalam perhitungan ini menggunakan data PDRB PDRB 11 Kabupaten
yang meliputi, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Semarang, Kabupaten
Grobogan, Kabupaten Klaten, Kota Salatiga, Kabupaten Karanganyar,
Kabupaten Sragen, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Magelang, Kota
Surakarta, dan Kabupaten Sleman dengan periode tahun 2011 sampai
tahun 2015. Dalam Analisis ini dibandingkan 11 Kabupaten sebagai
wilayah Makro dengan Kabupaten Boyolali. Berikut hasil perhitungan
pertumbuhan ekonomi tiap sektor dan Interpretasinya.
BAB II
ADHB
INTERPRETASI KOMPONEN M dan S
M (PS) S (DS) R (Laju Aktual)
BAB II
yang berkembang lambat namun memiliki sifat yang lebih kompetitif,
sedangkan jasa dan sosial tergolong dalam sektor yang berkembang
lebih cepat dan lebih kompetitif.
Tabel II. 24 Interpretasi Hasil Shifshare Wilayah Makro berdasarkan PDRB
ADHK
INTERPRETASI KOMPONEN M dan S
M (PS) S (DS) R (Laju Aktual)
M (PS) KETERANGAN S (DS) KETERANGAN
Ri-Ra ri-Ri SHIFT-SHARE = Manual
7.43% -26.19% 10.69% 10.69% 7.43% Berkembang Lebih Cepat -26.19% Kurang Kompetitif
1.71% -11.35% 19.81% 19.81% 1.71% Berkembang Lebih Cepat -11.35% Kurang Kompetitif
34.70% -25.23% 38.92% 38.92% 34.70% Berkembang Lebih Cepat -25.23% Kurang Kompetitif
-29.00% 20.67% 21.13% 21.13% -29.00% Berkembang Lebih Lambat 20.67% Lebih Kompetitif
5.06% -11.96% 22.55% 22.55% 5.06% Berkembang Lebih Cepat -11.96% Kurang Kompetitif
1.88% -17.35% 13.99% 13.99% 1.88% Berkembang Lebih Cepat -17.35% Kurang Kompetitif
-51.15% 58.65% 36.95% 36.95% -51.15% Berkembang Lebih Lambat 58.65% Lebih Kompetitif
18.40% -24.55% 23.29% 23.29% 18.40% Berkembang Lebih Cepat -24.55% Kurang Kompetitif
12.51% -9.58% 32.38% 32.38% 12.51% Berkembang Lebih Cepat -9.58% Kurang Kompetitif
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
BAB II
Kebijakan Ekonomi Wilayah Meso
Pengembangan sektor perekonomian
o kawasan pertanian tanaman pangan :
pertanian lahan basah
pertanian lahan kering
pertanian pangan berkelanjutan
cadangan pertanian pangan berkelanjutan
o kawasan pertanian hortikultura
Pertumbuhan Ekonomi
12.00%
10.00%
8.00%
6.00%
4.00%
2.00%
0.00%
2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010 2010-2011
-2.00%
-4.00%
-6.00%
BAB II
Bancak, tahun 2009-2010 Kecamatan Miri
Struktur Ekonomi
11%
Pertanian
7% Pertambangan
3% 36% Industri
Listrik
Bangunan
Perdagangan
24% Angkutan
Keuangan
1%
Jasa
3%1% 14%
BAB II
Struktur Ekonomi Sektor Komposisi Struktur
Sektor Primer Pertanian, Pertambangan 37%
Sektor Sekunder Industri, Listrik, Bangunan 18%
Perdagangan, Jasa, Angkutan,
Sektor Tersier 45%
Keuangan
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHB, 2017
Analisis LQ
Location Qoutient (LQ) digunakan untuk menganalisis dan
mengetahui perkembangan tingkat spesialisasi sector-sektor di suatu
daerah serta mengetahui sector-sektor perekonomian yang menjadi
sector basis dan sektor non basis di Kecamatan JKW. Dalam
menganalisis perhitungan Location Qoutient dibutuhkan data berupa
PDRB Kabupaten Boyolali dan data PDRB Gabungan dari Kecamatan
JKW tahun 2005 sampai tahun 2011 baik berdasarkan harga konstan
maupun harga berlaku. Data tersebut kemudian dijabarkan ke dalam 9
sektor ekonomi untuk mengetahui pendapatan dan produksi riil di
Kecamatan JKW terhadap Kabupaten Boyolali. Selanjutnya dilakukan
BAB II
selanjutnya dihitung rata-rata sehingga dapat diketahui sektor mana
yang merupakan sektor basis dan sektor non basis. Berikut adalah
hasil perhitungan LQ dari tahun 2005-2011 berdasarkan PDRB ADHB
yang selanjutnya dilakukan rata-rata untuk melihat gambaran
umumnya.
Tabel II. 26 Perhitungan LQ Wilayah Meso berdasarkan PDRB ADHK
NO SEKTOR LQ TOTAL KETERANGAN
1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 1,305 Sektor Basis
2 Pertambangan dan Penggalian 1,344 Sektor Basis
3 Industri Pengolahan 0,277 Sektor non Basis
4 Pengadaan Listrik, Gas dan Air Bersih 0,957 Sektor non Basis
5 Konstruksi 0,985 Sektor non Basis
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,146 Sektor Basis
7 Transportasi, Angkutan dan Komunikasi 0,565 Sektor non Basis
8 Keuangan, Real Estate dan Asuransi 1,205 Sektor Basis
9 Jasa dan Sosial 0,749 Sektor non Basis
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
BAB II
LQ
NO SEKTOR KETERANGAN
TOTAL
1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 1,318 Sektor Basis
2 Pertambangan dan Penggalian 1,330 Sektor Basis
3 Industri Pengolahan 0,272 Sektor non Basis
4 Pengadaan Listrik, Gas dan Air Bersih 0,913 Sektor non Basis
5 Konstruksi 0,945 Sektor non Basis
6 Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,084 Sektor Basis
Transportasi, Angkutan dan
7 0,566 Sektor non Basis
Komunikasi
8 Keuangan, Real Estate dan Asuransi 1,233 Sektor Basis
9 Jasa dan Sosial 0,729 Sektor non Basis
BAB II
suatu wilayah. Tujuan analisis ini adalah untuk menentukan kinerja
atau produktivitas kerja perekonomian daerah dengan
membandingkan dengan agregat yang lebih besar secara regional.
Dalam perhitungan ini menggunakan data PDRB Kabupaten Boyolali
dan PDRB Gabungan Kecamatan JKW tahun 2005 dan 2011. Berikut
hasil perhitungan pertumbuhan ekonomi tiap sektor Kecamatan JKW
dan Interpretasinya.
Tabel II. 28 Interpretasi Hasil Shifshare Wilayah Meso berdasarkan PDRB
ADHB
INTERPRETASI KOMPONEN M dan S
M (PS) S (DS) R (Laju Aktual)
M (PS) KETERANGAN S (DS) KETERANGAN
Ri-Ra ri-Ri SHIFT-SHARE = Manual
10,03% 5,29% 108,67% 108,67% 10,03% Berkembang Lebih Cepat 5,29% Lebih Kompetitif
38,33% 3,42% 135,10% 135,10% 38,33% Berkembang Lebih Cepat 3,42% Lebih Kompetitif
-31,97% 76,85% 138,23% 138,23% -31,97% Berkembang Lebih Lambat 76,85% Lebih Kompetitif
23,54% -1,69% 115,20% 115,20% 23,54% Berkembang Lebih Cepat -1,69% Kurang Kompetitif
-0,64% 0,00% 92,70% 92,70% -0,64% Berkembang Lebih Lambat 0,00% Kurang Kompetitif
-18,54% 5,16% 79,97% 79,97% -18,54% Berkembang Lebih Lambat 5,16% Lebih Kompetitif
-25,39% 0,63% 68,59% 68,59% -25,39% Berkembang Lebih Lambat 0,63% Lebih Kompetitif
12,36% 0,00% 105,71% 105,71% 12,36% Berkembang Lebih Cepat 0,00% Kurang Kompetitif
83,98% 123,71% 301,03% 301,03% 83,98% Berkembang Lebih Cepat 123,71% Lebih Kompetitif
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHB, 2017
BAB II
ADHK
INTERPRETASI KOMPONEN M dan S
M (PS) S (DS) R (Laju Aktual)
M (PS) KETERANGAN S (DS) KETERANGAN
Ri-Ra ri-Ri SHIFT-SHARE = Manual
-59,37% 6,45% 16,12% 16,12% -59,37% Berkembang Lebih Lambat 6,45% Lebih Kompetitif
18,84% 0,00% 87,88% 87,88% 18,84% Berkembang Lebih Cepat 0,00% Kurang Kompetitif
-60,23% 55,38% 64,19% 64,19% -60,23% Berkembang Lebih Lambat 55,38% Lebih Kompetitif
16,62% -5,48% 80,17% 80,17% 16,62% Berkembang Lebih Cepat -5,48% Kurang Kompetitif
-8,63% 0,00% 60,41% 60,41% -8,63% Berkembang Lebih Lambat 0,00% Kurang Kompetitif
146,88% 0,00% 215,92% 215,92% 146,88% Berkembang Lebih Cepat 0,00% Kurang Kompetitif
86,43% 0,02% 155,49% 155,49% 86,43% Berkembang Lebih Cepat 0,02% Lebih Kompetitif
229,70% -89,05% 209,70% 209,70% 229,70% Berkembang Lebih Cepat -89,05% Kurang Kompetitif
309,08% -0,05% 378,07% 378,07% 309,08% Berkembang Lebih Cepat -0,05% Kurang Kompetitif
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
WILAYAH MIKRO
Tujuan dari analisis mikro ini untuk melihat sektor basis dan
keterkaitannya dengan komoditas unggulan. Selain itu, dapat
diperkirakan hubungan intra wilayah di wilayah Kecamatan Juwangi,
Kecamatan Wonosegoro, dan Kecamatan Kemusu.
Analisis Agregat
Analisis Agregat merupakan analisis untuk melihat satu
kesatuan wilayah studi secara keseluruhan. Dalam analisis agregat
pembandingnya dalah wilayah makro, meso, dan mikro. Analisis
agregat digunakan untuk melihat sektor-sektor perekonomian yang
terspesialisi atau mampu Terspesialisasi dengan sektor lainnya dalam
BAB II
komponen ekspor untuk menambah perekonomian wilayah
.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi adalah proses perubahan kondisi
perekonomian suatu wilayah secara berkesinambungan menuju
keadaan yang lebih baik selama periode tertentu. Pertumbuhan
ekonomi merupakan sebuah indikator untuk mengetahui
perkembangan pembangunan wilayah. Metode perhitungan
pertumbuhan ekonomi menggunakan data PDRB ADHB pada tahun
tertentu. Pada pembahasan ini akan terlihat pertumbuhan ekonomi
wilayah mikro terhadap wilayah meso.
Tabel II. 30 Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Mikro 2006-2009
Wilaya 2005- 2006- 2007- 2008-
Kecamatan
h 2006 2007 2008 2009
Selo, Ampel, Cepogo, Musuk 1 32,12% 3,37% 0,75% 5,44%
Boyolali, Mojosongo, Teras, Sawit,
2 38,58% 4,81% 2,50% 5,45%
Banyudono
Sambi, Ngemplak, Nogosari, Simo 3 47,41% 4,25% 6,06% 5,37%
BAB II
45.00%
40.00%
35.00%
30.00%
25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009
1 2 3 4 5
BAB II
pada aktivitas sektor primer. Jika dikaitkan dengan teori transisi
perekonomian, masyarakat wilayah mikro masih menduduki tahap
masyarakat konsumsi masal dengan karakteristik pendapatan rendah,
pertumbuhan rendah, sektor pertanian menjadi basis utama ekonomi
Sektor Primer
45.8% 45.5%
Sektor Sekunder
Sektor Tersier
8.6%
Analisis LQ
Location Quotient (LQ) digunakan untuk menganalisis dan
mengetahui perkembangan tingkat spesialisasi sektor yang ada di
setiap desa wilayah studi dan sektor apa yang menjadi sektor basis
atau sektor leading. Sehingga dalam hal ini analisis location quotient
(LQ) digunakan untuk mengetahui sektor apa saja yang berpengaruh
dan menjadi sektor basis. Data yang digunakan yaitu tenaga kerja
Kecamatan Kemusu, Juwangi, dan Wonosegoro tahun 2005-2009.
Berikut adalah hasil perhitungan LQ gabungan dari Kecamatan
Kemusu, Juwangi, dan Wonosegoro tahun 2005-2009.
BAB II
Sektor 2005 2006 2007 2008 2009
1,27 1,27 1,28 1,32 1,32
BAB II
JKW 2005 2006 2007 2008 2009
1,26 1,33 1,33 1,30 1,30
BAB II
Tabel II. 33 Interpretasi Hasil Shifshare Wilayah Mikro berdasarkan PDRB
ADHK
N (Laju
M (PS) S (DS) R (Laju Aktual)
SEKTOR/LAPANGAN USAHA Nasional)
Ra-1 Ri-Ra ri-Ri SHIFT-SHARE
Pertanian, Kehutanan, dan
0,19 -0,10 0,06 0,15
Perikanan
Pertambangan dan Penggalian 0,19 0,33 0,00 0,52
Industri Pengolahan 0,19 0,00 0,31 0,49
Pengadaan Listrik, Gas dan Air
0,19 0,36 0,03 0,58
Bersih
Konstruksi 0,19 0,17 0,00 0,35
Perdagangan, Hotel dan Restoran 0,19 -0,06 0,00 0,12
Transportasi, Angkutan dan
0,19 0,05 0,00 0,24
Komunikasi
Keuangan, Real Estate dan
0,19 0,00 0,00 0,19
Asuransi
Jasa dan Sosial 0,19 0,57 0,00 0,75
BAB II
SEKTOR/LAPANGAN USAHA Nasional)
Ra-1 Ri-Ra ri-Ri SHIFT-SHARE
Jasa dan Sosial 0,04 1,58 -0,61 1,02
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
Keterangan
N : Laju Nasional
M : Menentukan perkembangan sebuah sektor
S : Menentukan sektor kompetitif
R : Laju Aktual (Perubahan di Wilayah)
Analisis Intrawilayah
Analisis LQ
(Tabel Nilai LQ Intrawilayah Mikro terlampir)
Jika dilihat dari masing-masing kecamatan, dalam tiap tahun
selama periode 3 tahun, nilai LQ yang dihasilkan yang berbeda-beda
tetapi status sektor tersebut tidak berubah . Nilai LQ menunjukan
sektor basis pada Kecamatan Juwangi adalah sektor perdagangan,
sektor jasa-jasa, dan sektor angkutan, disisi lain sektor non basis
adalah sektor pertanian, sektor industri pengolahan, sektor
perdagangan, sektor jasa-jasa, sektor angkutan. Pada Kecamatan
Wonosegoro, sektor basis adalah sektor pertanian dan sektor
industri pengolahan , sedangkan sektor non-basis adalah sektor
BAB II
Kecamatan Kemusu, sektor basis adalah sektor industri pengolahan,
dan sektor non-basis adalah sektor pertanian, sektor perdagangan,
sektor jasa-jasa, dan sektor angkutan.
Analisis Shiftshare
- Kecamatan Juwangi
Tabel II. 35 Interpretasi Shiftshare Intrawilayah Kecamatan Juwangi
Pertanian -0,63% Berkembang Lebih Lambat -1,62% Kurang Kompetitif 0,96 Kurang Terspesialisasi/Non-Basis
Industri Pengolahan 11,76% Berkembang Lebih Cepat -14,46% Kurang Kompetitif 0,26 Kurang Terspesialisasi/Non-Basis
Perdagangan -2,49% Berkembang Lebih Lambat 1,76% Lebih Kompetitif 1,13 Terspesialisasi/Basis
Jasa-Jasa 4,99% Berkembang Lebih Cepat -5,65% Kurang Kompetitif 2,93 Terspesialisasi/Basis
Angkutan 2,46% Berkembang Lebih Cepat -3,41% Kurang Kompetitif 1,63 Terspesialisasi/Basis
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
- Kecamatan Kemusu
Tabel II. 36 Interpretasi Shiftshare Intrawilayah Kecamatan Kemusu
- Pertanian -0,63% Berkembang Lebih Lambat -1,62% Kurang Kompetitif 0,96 Kurang Terspesialisasi/Non-Basis
- Industri Pengolahan 11,76% Berkembang Lebih Cepat -14,46% Kurang Kompetitif 0,26 Kurang Terspesialisasi/Non-Basis
- Perdagangan -2,49% Berkembang Lebih Lambat 1,76% Lebih Kompetitif 1,13 Terspesialisasi/Basis
- Jasa-Jasa 4,99% Berkembang Lebih Cepat -5,65% Kurang Kompetitif 2,93 Terspesialisasi/Basis
- Angkutan 2,46% Berkembang Lebih Cepat -3,41% Kurang Kompetitif 1,63 Terspesialisasi/Basis
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
- Kecamatan Wonosegoro
Tabel II. 37 Interpretasi Shiftshare Intrawilayah Kecamatan Wonosegoro
Pertanian -0,63% Berkembang Lebih Lambat -1,62% Kurang Kompetitif 0,96 Kurang Terspesialisasi/Non-Basis
Industri Pengolahan 11,76% Berkembang Lebih Cepat -14,46% Kurang Kompetitif 0,26 Kurang Terspesialisasi/Non-Basis
Perdagangan -2,49% Berkembang Lebih Lambat 1,76% Lebih Kompetitif 1,13 Terspesialisasi/Basis
Jasa-Jasa 4,99% Berkembang Lebih Cepat -5,65% Kurang Kompetitif 2,93 Terspesialisasi/Basis
Angkutan 2,46% Berkembang Lebih Cepat -3,41% Kurang Kompetitif 1,63 Terspesialisasi/Basis
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E berdasarkan PDRB ADHK, 2017
BAB II
Komoditas unggulan sektor perternakan terletak di Desa
Kedungpilang, Kecamatan Wonosegoro yang merupakan kecamatan
dengan kontribusi hasil produksi kuantitas hasil produksi terbesar
senilai 24% terhadap jumlah total produksi kuantitas hasil produksi
perternakan di Kecamatan Kemusu, Juwangi, dan Wonosegoro
dengan jumlah sebesar 97128 ekor dalam satu tahun. Oleh karena itu,
di Kecamatan Kemusu, Juwangi, dan Wonosegoro yang menjadi
sektor komoditas unggulan dan prioritas utama adalah sektor kuantitas
hasil produksi Komoditas Peternakan. Kecamatan lainnya yang
mendominasi produksi Desa Ngablak, Kecamatan Wonosegoro
dengan nilai 15,9%. Sedangkan 39 desa lainnya memiliki rata-rata
dengan nilai yang hampir sama. Dari sepuluh sub sektor perternakan
yang menjadi kontributor utama dalam lingkup 41 desa adalah sub
sektor ayam pedaging dimana dihasilkan 146000 ekor tahun 2015
dengan persentase sebesar 36,2%.
Sektor pertanian, perkebunan, dan pertanian lainnya termasuk
dalam kualifikasi sektor unggulan. Dimana Desa Kendel, Kecamatan
Kemusu sebagai kontributor utama dalam lingkup 41 desa yang ada di
Kecamatan Kemusu, Juwangi, dan Wonosegoro yaitu sebesar 4.86%.
Walaupun sebagian memiliki persentase yang hampir sama tetapi
Desa Kendel tetap yang menjadi paling dominan dengan jumlah 93733
kwintal di tahun 2015. Untuk rincian sektornya, ubi kayu menjadi
kontributor utama pada lingkup 41 desa dengan persentase sebesar
32,35%.
BAB II
WILAYAH MAKRO
Berikut ini adalah karakteristik infrastruktur dan fasilitas yang
terdapat dalam wilayah studi lingkup makro.
BAB II
Berdasarkan data yang ada, drainase yang ada di Kabupaten
Boyolali belum memenuhi standar yang ditentukan, tidak hanya dari
segi kualitas, namun juga kuantitas. Dari segi kualitas adanya
genangan-genangan yang berasal dari saluran drainase menjadi salah
satu penyebab belum terpenuhinya standar kualitas drainase di
Kabupaten Boyolali. Dari segi kuantitas, jaringan drainase hanya
melayani kawasan perkotaan, sementara di daerah pedesaan hanya
mengandalkan drainase alami.
Sanitasi
Sarana dan prasarana pengelolaan air limbah belum tercukupi
utamanya pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT).
Sedangkan untuk sarana prasarana truk tinja disediakan oleh pihak
swasta yang bergerak dalam jasa sedot tinja/kakus, namun dilayani
oleh perusahaan dari luar Kabupaten Boyolali. Pengelolaan air limbah
di Kabupaten Boyolali belum optimal. Sarana dan prasarana
pengelolaan air limbah belum tercukupi utamanya pembangunan
Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT). Belum terdapat
pengelolaan air limbah yang terpadu dalam mendukung pembangunan
sanitasi di Kabupaten Boyolali.
BAB II
Masih terjadi ketidaksesuaian kondisi eksisting dengan standar
yang berlaku. Sehingga bisa dikatakan jaringan listrik masih belum
terpenuhi. Selain itu, dilihat dari SNI yang memiliki kriteria tentang
prasarana utilitas yaitu jaringan telepon dengan salah satu kriterianya
menyebutkan bahwa dibutuhkan sekurang-kurangnya 1 telepon umum
untuk setiap 250 jiwa penduduk unit RT. Sedangkan hampir sebagian
data mikro, meso dan makro kabupaten boyolali apabila di kaitkan
dengan SNI tersebut mengindikasikan masih banyak daerah yang
masih belum memenuhi kriteria atau persyaratan tentang jaringan
telepon. Akan tetapi ditemukan data banyaknya jumlah penggunaan
telepon genggam, sehingga kebutuhan beberapa masyarakat
terpenuhi.
Fasilitas Pemerintahan
Berdasarkan SNI 03-1733-2004 terdapat ketentuan bahwa
harus terdapat kantor kelurahan di setiap wilayah dengan standar
minimal tersedia 1 unit kantor kelurahan tiap 30.000 jiwa penduduk.
Serta kantor kecamatan dengan standar minimal tersedia 1 unit kantor
kelurahan tiap 120.000 jiwa penduduk. Berdasarkan standart yang ada
di Kabupaten Boyolali, Kecamatan Juwangi, Kecamatan Wonosegoro
dan Kecamatan Kemsusu serta di setiap kelurahan di masing-masing
wilayah tersebut telah memenuhi standart SNI 03-1733-2004.
Sebagaimana kondisi eksisting di masingmasing wilayah tersebut
telah tersedia 1 unit kantor pemerintahan.
BAB II
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dari data yang ada,
maka pada fasilitas peribadatan dapat disimpulkan keadaan dimana:
a. Pembangunan fasilitas peribadatan tiap tahun mengalami
kenaikan
b. Persebarannya sudah merata karena tiap kecamatan memiliki
fasilitas peribadatan mulai dari Mushola, Masjid, Gereja
WILAYAH MESO
Kebijakan Infrastruktur Wilayah Meso
a. Pengembangan kawasan industri
Kawasan peruntukan industri;
- Industri Besar
- Industri Menengah
- Industri Kecil
b. Pendanaan pembangunan
Rencana Program Kegiatan Prioritas Daerah
Urusan yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten :
1) Urusan wajib
1. Urusan Wajib terkait pelayanan dasar meliputi bidang :
- Pendidikan
- Kesehatan
- Pekerjaan umum dan penataan ruang
- Perumahan dan Kawasan Permukiman
- Ketentraman dan ketertiban umum serta perlindungan
masyarakat
- Sosial
2. Urusan wajib tidak terkait pelayanan dasar meliputi bidang :
- Tenaga kerja
- Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
- Pangan
- Pertanahan
- Lingkungan hidup
- Administrasi kependudukan dan pencacatan sipil;
- Pemberdayaan masayarakat dan desa
Studio Proses Perencanaan E | 91
- Pengendalian penduduk dan keluarga berencana
BAB II
- Perhubungan
- Komunikasi dan informatika
- Koperasi dan UMKM
- Penanaman modal
- Kepemudaan dan Olahraga
- Statistik
- Persandian
- Kebudayaan
- Perpustakaan
- Kearsipan
2) Urusan pilihan
a. Kelautan dan perikanan
b. Pariwisata
c. Pertanan
d. Kehutanan
e. ESDM
f. Perdagangan
g. Perindustrian
h. Transmigrasi
Belanja daerah tahun 2017 membiayai :
1. Fungsi penunjang urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah
a. Perencanaan
b. Keuangan
c. Kepegawaian, pendidikan, dan pelatihan
d. Penelitian dan pengembangan
e. Fungsi lainnya :
i. Kesekretariatan DPRD
ii. Pembinaan dan pngawasan
iii. Penyusunan kebijakan, koordinasi administrasi
dan pelayanan
iv. Administrasi umum pada semua perangkat
daerah
BAB II
Berdasarkan hasil data yang diperoleh setelah survey pada wilayah
meso. Dapat disimpulkan bahwa mayoritas prasarana jaringan jalan cukup
buruk, dimana pembangunan yang dilakukan masih belum merata. Banyak
ruas jalan yang masih buruk, dalam artian banyak jalan yang rusak dan
menghambat aksesibilitas. Terdapat 5 jalan penghubung dengan
karakteristinya sebagai berikut:
Kec. Juwangi Kec. Kemusu Kec. Wonosegoro
Sebagai jalan arteri utama, prasana jaringan jalan ini memiliki tingkat
kerusakan yang tinggi, dimana mayoritas jalan dari Kecamatan
Juwangi hingga Wonosegoro banyak terdapat kerusakan dan sedikit
penerangan. Namun untuk Kecamatan Kemusu dapat terbilang baik
diantara ruas jalan lain.
Kec. JKW dengan Kec. Karanggede
Kondisi kedua ruas jalan dapat dikatakan cukup baik, namun dengan
penerangan jalan yang masih minim. Ruas jalan Kemusu umumnya
digunakan sebagai jalur alternatif kendaraan bermuatan berat untuk
menjangkau Kabupaten Sragen dan sekitarnya.
Kec. JKW dengan Kab. Grobogan
Ruas jalan dari Kecamatan Juwangi menuju Kabupaten Grobogan
dapat dikatakan cukup dengan penerangan jalan yang masih minim
Kec. JKW dengan Kab. Semarang
Kondisi ruas jalan yang menghubungkan kedua wilayah ini terbilang
cukup baik, dikarenakan adanya proyek Jalan Tol Semarang-Solo yang
melewati ruas jalan penghubung Kec. JKW dengan Kab. Semarang ini.
Proyek Jalan Tol Semarang-Solo mengakibatkan banyaknya mobil-
mobil pribadi yang mulai menggunakan ruas jalan ini dengan beberapa
truk proyek yang sering berlalu lalang di sekitar Jalan Raya Suruh ini
Kec. JKW dengan Kab. Sragen
Kondisi jalanan baik, namun penerangan jalan masih sangat minim.
Ruas jalan ini merupakan ruas jalan yang sering dilalui oleh truk-truk
pasir yang biasanya berute dari Juwangi menuju Kabupaten Sragen.
Jaringan Air
Pada wilayah studi meso, banyak desa/kelurahan yang belum
memiliki jaringan PDAM ataupun pamsimas. Di Kecamatan Juwangi hanya
terdapat 3 Pamsimas, di Wonosegoro terdapat 5 Pamsimas, sedangkan di
Kecamatan Kemusu hanya terdapat 1 Pamsimas. Hal ini dikarenakan
BAB II
dangkal maupun sumur arthetis untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya.
Drainase
Berdasarkan data survey yang telah dianalisis, diketahui bahwa pada
Kecamatan Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro masih belum memiliki
jaringan drainase yang menyeluruh di setiap desa/kelurahan. Drainase yang
ditemukan hanya terdapat di kawasan perkotaan. Selain itu, drainase yang
ada pun tidak sepenuhnya terpakai dan sesuai dengan standar. Hal tersebut
dikarenakan ketiga kecamatan ini masih sering mengalami kekringan, jadi air
yang masuk dalam drainase ini tidak sampai meluber meskipun musim
penghujan tiba.
Fasilitas Pemerintahan
Analisis Fasilitas Pemerintahan : Berdasarkan hasil analisis yang
diperoleh dari data yang ada, maka pada Fasilitas Pemerintahan dapat
disimpulkan keadaan dimana, keberadaan kantor pemerintahan sudah
terpenuhi karena terdapat satu unit kantor kecamatan di masing-masing
kecamatan.
BAB II
Pada wilayah meso, diketahui bahwa kemungkinan masyarakat tidak
mendapat jangkauan dari sarana pendidikan di desa/kelurahan untuk
memenuhi kebutuhannya, akibatnya masyarakat menuju daerah lain guna
memenuhi kebutuhannya. Hal ini memungkinkan tumbuhnya konstelasi antar
wilayah untuk saling memenuhi kebutuhan warganya akan sarana tertentu,
dimana warga dari ke Kecamatan Juwangi, Wonosegoro, dan Kemusu,
kemungkinan memenuhi kebutuhan sarananya di kecamatan maupun
kabupaten lain,seperti menuju Kecamatan Klego, Karanggede dan Andong.
Selain itu, kurangnya pemenuhan kebutuhan sarana pendidikan di
kecamatan tersebut juga dimungkinkan karena rendahnya minat warga
dalam memenuhi kebutuhan pendidikan sehingga banyak saran pendidikan
yang ada justru kekurangan murid dan tidak dapat beroperasi secara
maksimal. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat kemiskinan masyarakat,
dimana warga tidak mampu untuk menempuh dunia pendidikan karena
adanya keterbatasan dana.
BAB II
warung/toko dan pasar sebanding dengan jumlah rata-rata pada lingkup
wilayah meso. Hal ini terjadi karena pada wilayah studi mikro (Kec. Juwangi,
Kec. Kemusu, dan Kec. Wonosegoro) memang memiliki keunggulan pada
sektor pertanian sehingga jumlah fasilitas perdagangan dan jasa tidak lebih
dominan dibandingkan dengan wilayah meso yang lain.
Fasilitas Peribadatan
BAB II
peribadatan mulai dari musholla, masjid, gereja, pura dan klenteng.
1. Fasilitas Transportasi
Fasilitas transportasi yang ada di lingkup wilayah meso terdapat
beberapa macam, diantaranya angkutan umum berupa angkot, bis, dan
kereta api yang berada di Kecamatan Juwangi. Akan tetepi terminal
ynag terdapat di wilayah meso tidak dapat digunakan secara terus
menerus atau setiap 24 jam. Terminal yang terdapat di wilayah meso
hanya bekerja atau dapat digunakan di waktu- waktu tertentu seperti
pada saat jam berangkat sekolah dan berangkat kerja serta pada saat
jam pulang sekolah dan pulang kerja. Sedangkan untuk masyarakat
yang bermata pencarian sebagai petani menggunakan alat transportasi
berupa truk kol yang hanya beroperasi di jam-jam tertentu juga.
2. Fasilitas Kesehatan
Dilihat dari data yang ada di lapangan, fasilitas puskesmas dan balai
pengobatan terdapat 10 unit di wilayah meso, sedangkan untuk apotek
dan klinik terdapat 2 unit serta untuk klinik bersalin tidak ditemukan
klinik bersalin di wilayah studi meso. Kurangnya sarana kesehatan yang
terdapat di wilayah Kecamatan Juwangi, Kecamatan Wonosegoro dan
Kecamatan Kemusu tidak dapat memenuhi kebutuhan, maka perlu
adanya hubungan dengan kecamatan lain atau kecamatan tetangga,
sehingga kebutuhan akan sarana kesehatan bagi penduduk di wilayah
studi dapat tersebut dapat terpenuhi.
3. Sarana Sanitasi
Persentase tingkat kesehatan pengelolaan air limbah di Kecamatan
juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro tergolong rendah. Oleh karenanya,
diperlukan adanya peninjauan kembali dan perbaikan kualiltas
pengelolaan air limbah pada setiap kecamatan.
BAB II
SMA yang belum memenuhi kebutuhan warga di Kecamatan
Wonosegoro dengan jumlah SD yang sudah melebihi standar jumlah
SD.
Telekomunikasi
Prasarana telekomunikasi merupakan prasarana yang memiliki
peran penting dalam perkembangan suatu kota dikarenakan dengan
adanya telekomunikasi dapat memudahkan masyarakat melakukan
pertukaran informasi baik dari dalam maupun luar wilayah. Prasarana
telekomunikasi sendiri dapat berupa seperti telepon kabel beserta
jaringan kabelnnya dan telelpon seluler berserta menara pemancar
sinyalnya (BTS). Profil prasarana telekomunikasi ini didasarkan dari
data yang didapat dari catatan potensi desa dikarenakan keterbatasan
data mengenai prasarana telekomunikasi ini.
Untuk kawasan perkotaan pertama yaitu Ketoyan dan
Wonosegoro, kawasan perkotaan wonosegoro memiliki BTS (Base
Transceiver Station) adalah sebuah infrastruktur telekomunikasi yang
memfasilitasi komunikasi nirkabel antara piranti komunikasi dan
jaringan operator. Seluruh kawasan perkotaan yaitu ketoyan,
wonosegoro, pilangrejo dan juwangi menurut data podes tidak ada
satu kawasan perkotaan yang telah terjamah oleh jaringan internet,
namun seluruh kawasan tersebut telah dialiri program saluran televisi
seluruhnya baik dari TVRI maupun tv swasta tanpa harus
menggunakan tv kabel/parabola.
BAB II
Gambar 2. 12 Peta Jaringan Listrik Kawasan Perkotaan Juwangi
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
BAB II
pendukung aktivitas masyarakat dan mendukung perkembangan suatu
wilayah. Listrik menjadi kebutuhan pokok masyarakat karena aktivitas-
aktivitas yang dilakukan saat ini sangat membutuhkan ketersediaan
listrik. Masyarakat akan memilih lokasi yang memiliki akses terhadap
prasarana listrik. Untuk wilayah perkotaan sendiri terbagi menjadi dua
yaitu ketoyan-wonosegoro dan juwangi-pilangrejo. Hal ini dikarenakan
dalam penentuan kawasan perkotaan yang digunakan bukanlah batas
administrasi melainkan batas fisik wilayah yang menjadi kawasan
perkotaan tersebut.
Wonosegoro 2014
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
Air Bersih
Tabel II. 38 Jumlah Jaringan Air Bersih Perkotaan JKW
Jumlah Jaringan Jumlah Jumlah Jumlah Kekuranga
Kota
Air Bersih Pelanggan Penduduk KK n
Ketoyan 784 3342 836 52
Wonosegoro 718 3017 755 37
Juwangi 1228 516 5272 1318 90
Pilangrejo 949 187 4322 1080 131
BAB II
Jalan di kabupaten Boyolali dibagi menjadi 4 jenis, yaitu baik,
sedang, rusak, dan sangat rusak. kerusakan jalan terdapat di berbagai
titik di ruas jalan Kecamatan Wonosegoro-Juwangi sekaligus juga di
jalan Kecamatan Kemusu-Juwangi. Kerusakan di ruas Wonosegoro-
Juwangi di antaranya di Desa Banyusri. Meski di sepanjang ruas jalan
di Banyusri sebagian sudah dicor beton, namun kerusakan masih juga
ditemui. Namun, dari kedua desa perkotaan tersebut di lewati jalan
kolektor baik yang primer dan yang sekunder.
Drainase
Kondisi dan ketersediaan jaringan drainase pada daerah desa
perkotaan belum memadai, karena memang belum seluruh wilayah
perkotaan di Kabupaten Boyolali telah memiliki sistem drainase yang
mumpuni. Dengan belum terpenuhinya ketersediaan drainase
menyebabkan daerah tersebut menjadi daerah yang sering banjir
apabila terjaadi hujan dengan intensitas yang deras.
BAB II
Gambar 2. 14 Peta Jangkauan Pelayanan Fasilitas Peribadatan Kawasan
Perkotaan Juwangi
Sumber: Hasil Analisis Kelompok Studio E, 2017
Sanitasi
Pada data podes tahun 2014, sebagian besar Kelurahan
Juwangi sudah menggunakan jamban sendiri, yang mana sanitasi ini
sudah ada di rumah warganya masing-masing. Hal ini baik, sebab jika
masih menggunakan jamban bersama sangat rawan akan tertularnya
BAB II
keluarga kedalam lubang atau tanah terbuka.
Hasil dari data podes tahun 2014, sebagian besar Kelurahan
Pilangrejo sudah menggunakan sistem sanitasi berupa jamban sendiri,
yakni jamban atau sanitasi yang digunakan pada rumah masing-
masing penduduk. Oleh sebabnya, sudah jarang ditemukan WC
umum. Selain itu, limbah air hasil rumah tangga di Kelurahan
Pilangrejo dibuang ke dalam lubang atau tanah terbuka, hal tersebut
baik sebab tidak mencemari sungai atau drainase yang ada.
Kelurahan Ketoyan merupakan salah satu kelurahan yang ada
di Kecamatan Wonosegoro. Pada hal sanitasi yang ada di kelurahan
ini, menurut data podes tahun 2014 mayoritas masyarakat sudah
menggunakan jamban sendiri, dimana setiap perumahan penduduk
memiliki septitank sendiri. Namun, pada pembuangan air limbah
keluarga masih dibuang kedalam selokan, hal ini bisa memcemari air
yang ada dan rawan banjir jika debit air naik karena hujan.
Profil sanitasi Kelurahan Wonosegoro menurut data podes
tahun 2014. Mayoritas penduduk Kelurahan Wonosegoro sudah
menggunakan jamban sendiri yang ada di setiap rumah penduduk.
dimana setiap perumahan penduduk memiliki septitank sendiri.
Namun, pada pembuangan air limbah keluarga masih dibuang
kedalam selokan, hal ini bisa memcemari air yang ada dan rawan banjir
jika debit air naik karena hujan.
Persampahan
Berdasarkan data podes tahun 2014, Kelurahan Juwangi tidak
memiliki tempat penampungan sampah sementara. Meskipun
kelurahan ini merupakan salah satu perkotaan yang ada di Kecamatan
Juwangi, namun masyarakat masih memilih untuk membakar atau
memasukkan sampah rumah tangga kedalam lubang yang dibuat
sendiri. Hal ini masih terbiolang cukup jika dibandingkan dengan harus
dibuang ke sungai atau drainase.
Kelurahan Pilangrejo merupakan salah satu perkotaan yang
ada di Kecamatan Juwangi selain Kelurahan Juwangi sendiri. Pada hal
persampahan menurut data podes 2014, mayoritas masyarakat di
kelurahan ini tidak berbeda dengan Kelurahan Juwangi, dimana tidak
BAB II
dibuang ke lubang yang dibuat sendiri atau dibakar.
Menurut data podes tahun 2014, Kelurahan Ketoyan tidak
memiliki tempat penampungan sampah sementara seperti halnya
kelurahan perkotaan yang ada di wilayah studi. Selain itu, masyarakat
Kelurahan Ketoyan biasa membuang sampah rumah tangganya
kedalam lubang atau dibakar sehingga lebih bisa diproses oleh tanah.
Kelurahan Wonosegoro merupakan salah satu perkotaan yang
ada di Kecamatan Wonosegoro selain Kelurahan Ketoyan. Dimana
kelurahan ini lebih menonjol jika dibandingkan dengan kelurahan-
kelurahan lain. Namun, menurut data podes tahun 2014, Kelurahan
Wonosegoro tidak memiliki tempat penampungan sampah sementara.
Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk lebih memilih
untuk membuang sampah pada lubang yang dibuat sendiri dan
dibakar.
BAB II
WILAYAH MAKRO
Kebijakan TGL Wilayah Makro
Rencana Pola Ruang
a. Kawasan lindung terdiri atas:
1) Kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan
bawahannya :
- kawasan hutan lindung yang dikelola oleh negara
- kawasan hutan lindung yang dikelola oleh masyarakat
- kawasan resapan air
2) kawasan perlindungan setempat :
- sempadan pantai
- sempadan sungai dan saluran irigasi
- kawasan sekitar danau/waduk/embung
- kawasan sekitar mata air
- ruang terbuka hijau kota
3) kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan kawasan
cagar budaya :
- cagar alam
- suaka margasatwa
- taman nasional
- taman hutan raya
- kebun raya
- taman wisata alam dan taman wisata alam laut
- kawasan pantai berhutan bakau/mangrove
4) kawasan rawan bencana alam :
- kawasan rawan banjir
- kawasan rawan tanah longsor
- kawasan rawan letusan gunung berapi
- kawasan rawan gempa bumi
- kawasan rawan gelombang pasang
- kawasan rawan tsunami
- kawasan rawan kekeringan
- kawasan rawan abrasi
BAB II
- Kawasan rawan gas beracun
5) kawasan lindung geologi
- kawasan lindung kars
- kawasan cagar alam geologi
- kawasan imbuhan air
6) kawasan lindung lainnya.
b) kawasan perlindungan plasma nutfah
Kawasan perlindungan plasma nutfah di daratan
Kawasan perlindungan plasma nutfah di perairan
2. kawasan pengungsian satwa.
kawasan hutan produksi
kawasan hutan rakyat
kawasan peruntukan pertanian
kawasan peruntukan perkebunan
kawasan peruntukan peternakan
kawasan peruntukan perikanan
kawasan peruntukan pertambangan
kawasan peruntukan industri
kawasan peruntukan pariwisata
kawasan peruntukan permukiman
kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
c. Kawasan Budidaya meliputi :
1) kawasan hutan produksi meliputi :
- kawasan hutan produksi tetap
- kawasan hutan produksi terbatas
2) kawasan hutan rakyat
3) kawasan peruntukan pertanian
- kawasan pertanian lahan basah
- kawasan pertanian lahan kering
4) kawasan peruntukan perkebunan meliputi :
- Perkebunan Rakyat;
- PTP Nusantara IX;
- Perkebunan Besar Swasta.
5) kawasan peruntukan peternakan meliputi;
- peternakan besar
BAB II
- peternakan unggas
6) kawasan peruntukan perikanan meliputi;
- perikanan tangkap;
- perikanan budidaya air payau
- perikanan budidaya air tawar;
- perikanan budidaya laut.
7) kawasan peruntukan pertambangan meliputi ;
- kawasan pertambangan mineral logam,
- kawasan pertambangan bukan logam, batuan dan batubara
- kawasan pertambangan panas bumi
- kawasan pertambangan minyak dan gas bumi
8) kawasan peruntukan industri meliputi;
- Wilayah Industri/Kawasan Peruntukan Industri
- Kawasan Industri
- Kawasan Berikat
9) kawasan peruntukan pariwisata meliputi :
- Kawasan pengembangan pariwisata A
- Kawasan pengembangan pariwisata B
- Kawasan pengembangan pariwisata C
- Kawasan pengembangan pariwisata D
10) kawasan peruntukan permukiman meliputi :
- Permukiman perdesaan;
- Permukiman perkotaan.
11) kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
BAB II
Sistem Jaringan Energi
a. Pengembangan prasarana kelistrikan :
1. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB)
2. Pembangkit Listrik Tenaga Surya
3. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro
4. Pembangkit Listrik Tenaga Uap
5. Pembangkit Listrik Tenaga Alternatif
6. jaringan transmisi listrik meliputi :
Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi dengan kapasitas
500 kV
Saluran Udara Tegangan Tinggi dengan kapasitas 150 kVA
b. Prasarana energi Bahan Bakar Minyak dan Gas meliputi :
1. Pembangunan pipa BBM
2. pembangunan Depo BBM
3. Pembangunan pipa gas
4. Pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum dan
Stasiun Pengisian Bahan Bakar Elpiji
c. Pengembangan energi alternatif
BAB II
jalan kolektor primer
jalan strategis nasional
jalan tol
2. prasarana terminal penumpang jalan
terminal tipe A
terminal tipe B
3. rencana pengembangan prasarana transportasi kereta api;
1) kereta api regional
2) kereta api komuter
3) prasarana penunjang meliputi:
pengembangan lintasan underpass/flyover
persimpangan kereta api
peningkatan stasiun utama
peningkatan stasiun-stasiun kelas I, kelas II dan
kelas III
4) revitalisasi stasiun lama
b. rencana pengembangan prasarana transportasi sungai, danau,
dan penyeberangan
c. rencana pengembangan prasarana transportasi laut;
pengembangan pelabuhan umum;
pengembangan terminal khusus.
d. rencana pengembangan prasarana transportasi udara.
Pengembangan bandar udara umum
Pengembangan bandar udara khusus
Penataan Kawasan Keselamatan Operasional
Penerbangan;
Penataan Batas Kawasan Kebisingan (BKK);
Penataan Daerah Lingkungan Kerja (DLKr);
Penataan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp).
BAB II
Aspek Tata Guna Lahan di Wilayah makro mencakup
penggunaan lahan yang ada di 11 Kabupaten / Kota yaitu pada Kab.
Boyolali, Kab. Sukoharjo, Kab. Sragen, Kab. Semarang, Kab. Klaten,
Kab. Karanganyar, Kab. Grobogan, Kota Surakarta, Kota Salatiga,
Kab. Magelang, Kab. Sleman. Pada wilayah makro dengan skala 1 :
400.000 maka dapat dilihat bahwa penggunaan lahannya masih
didominasi oleh lahan non terbangun seperti perkebunan,
persawahan, dan tegalan, sedangkan untuk permukiman sendiri hanya
seluas 154.225 hektar atau 17,2 % dari keseluruhan luas wilayah
makro.
Berikut merupakan tabel luasan serta peta yang
menggambarkan penggunaan lahan pada 11 Kabupaten / Kota di
wilayah perencanaan makro :
BAB II
Kebijakan TGL Wilayah Meso
Rencana Pola Ruang
a. Kawasan lindung terdiri atas:
1. kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan
bawahannya;
kawasan lindung yang dikelola oleh masyarakat
kawasan resapan air.
2. kawasan perlindungan setempat terdiri atas :
Kawasan sempadan sungai
Kawasan sekitar waduk
Kawasan sekitar mata air
Kawasan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan.
3. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya
meliputi :
Taman Nasional
Cagar budaya dan ilmu pengetahuan
4. kawasan rawan bencana alam terdiri atas :
Daerah rawan banjir
Daerah rawan banjir lahar dingin
Daerah rawan tanah longsor
Daerah rawan kebakaran hutan
Daerah rawan angin topan;
Daerah rawan kekeringan.
5. kawasan lindung geologi terdiri atas :
kawasan rawan letusan gunung berapi;
kawasan rawan gempa bumi
kawasan imbuhan air tanah.
6. kawasan lindung lainnya berupa kawasan perlindungan plasma
nutfah
b. Kawasan budidaya terdiri atas:
1. Kawasan peruntukan hutan produksi terdiri atas :
Hutan Produksi Tetap
Hutan Produksi Terbatas
2. Kawasan peruntukan hutan rakyat
BAB II
i. kawasan pertanian tanaman pangan :
pertanian lahan basah
pertanian lahan kering
pertanian pangan berkelanjutan
cadangan pertanian pangan berkelanjutan
ii. kawasan pertanian hortikultura
iii. kawasan pertanian perkebunan
iv. kawasan peruntukan peternakan.
4) Kawasan peruntukan perikanan :
peruntukan perikanan budidaya perkolaman peruntukan
perikanan budidaya karamba
peruntukan perikanan tangkap di perairan umum
peruntukan Minapolitan terdiri atas :
- kawasan inti minapolitan
- kawasan penyangga minapolitan
5) Kawasan peruntukan pertambangan
6) Kawasan peruntukan industri
Industri Besar
Industri Menengah
Industri Kecil
7) Kawasan peruntukan pariwisata terdiri atas :
Kawasan wisata alam
Kawasan wisata religi
Kawasan wisata budaya
Kawasan wisata rekreasi
8) Kawasan peruntukan permukiman terdiri dari :
Permukiman Perkotaan
Permukiman Pedesaan
9) Kawasan peruntukan lainnya.
Kawasan pertahanan dan keamanan;
Kawasan perdagangan dan jasa; dan
Kawasan pemerintahan.
BAB II
Wilayah studi meso terdiri dari 25 kecamatan, yaitu 19
kecamatan dari Kabupaten Boyolali, 3 kecamatan dari Kabupaten
Grobogan, 2 kecamatan dari Kabupaten Semarang dan 1 kecamatan
dari Kabupaten Sragen. Representasi peta tata guna lahan dengan
skala 1:240.000, dapat dilihat jenis penggunaan lahan pada tingkat
meso yang lebih di dominasi non terbangun, dengan luas lahan
sebesar 621.747,03 ha dengan persentase sebesar 64,81%. Dari total
luas wilayah meso total yaitu 959.344,20 ha. Berikut ini merupakan
tabel jenis penggunaan lahan beserta luasan dan persentase pada
wilayah studi meso
Tabel II. 40 Penggunaan Lahan Wilayah Meso
No Tata Guna Lahan Luasan (ha) Prosentase
1 Perkebunan 270.402,65 28,2%
2 Sawah Irigasi 68.237,20 7,1%
3 Tegalan 85.069,75 8,9%
4 Permukiman 337.597,17 35,2%
5 Hutan / Belukar 194.602,33 20,3%
6 Waduk/ Tubuh Air 3435,094 0,4%
Total 959.344,20 100 %
Sumber : Bappeda Jawa Tengah, 2016
BAB II
ubah atau di alih fungsikan dengan kebijakan-kebijakan tertentu yang
bertujuan untuk meningkatkan produktifitas lahan yang lebih tinggi,
dengan mempertimbangkan dampak yang akan di timbulkan.
WILAYAH MIKRO
Kebijakan TGL Wilayah Mikro
Rencana Pola Ruang
a. kawasan perlindungan setempat terdiri atas :
Kawasan sekitar Waduk Kedungombo berada di Kecamatan
Kemusu.
b. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya :
Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan di Kecamatan
Kemusu, Kecamatan Wonosegoro dan Kecamatan Juwangi.
c. kawasan rawan bencana alam :
Daerah rawan banjir di Kecamatan Wonosegoro dan
Kecamatan Juwangi.
Daerah rawan kebakaran hutan di Kecamatan Wonosegoro
dan Kecamatan Juwangi
Daerah rawan angin topan di Kecamatan Wonosegoro
Daerah rawan kekeringan di Kecamatan Wonosegoro dan
Kecamatan Juwangi
d. Kawasan peruntukan hutan produksi
Kawasan hutan produksi tetap di Kecamatan Kemusu,
Wonosegoro, dan Juwangi
Kawasan hutan produksi tetap di Kecamatan Kemusu dan
Juwangi
e. Kawasan peruntukan hutan rakyat di seluruh kecamatan
f. Kawasan peruntukan pertanian :
I. kawasan pertanian tanaman pangan
Kawasan pertanian lahan basah di Kecamatan
Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi
Kawasan pertanian lahan kering di Kecamatan
Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi
BAB II
Kecamatan Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi
Kawasan cadangan pertanian pangan berkelanjutan di
Kecamatan Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi
II. Kawasan pertanian holtikultura di Kecamatan Kemusu dan
Wonosegoro
g. Kawasan peruntukan perikanan
Kawasan peruntukan perikanan budidaya keramba di
Kemusu dan Juwangi
Kawasan peruntukan perikanan tangkap keramba di Kemusu
dan Juwangi
Kawasan penyangga minapolitan di Kecamatn Kemusu,
Wonosegoro, dan Juwangi
h. Kawasan pertambangan
Kawasan peruntukan pertambangan di Kecamatan
Wonosegoro
i. Kawasan peruntukan industri
Kawasan peruntukan industri besar di Kecamatan
Wonosegoro, Kemusu, dan Juwangi
Kawasan peruntukan industri menengah di Kecamatan
Wonosegoro, Kemusu, dan Juwangi
Kawasan peruntukan industri kecil di Kecamatan
Wonosegoro, Kemusu, dan Juwangi
j. Kawasan peruntukan pariwisata :
Kawasan Wana Wisata Wonoharjo di Kecamatan Kemusu
Kawasan wisata makam margo pati di Kecamatan Juwangi
Kawasan wisata budaya yaitu :
- Sumur Jolotundo berada di Kecamatan Juwangi;
- Ringin Pengantin berada di Kecamatan Juwangi;
- Sendang Juwangi berada di Kecamatan Juwangi;
Kawasan wisata rekreasi waduk kedungombo di Kecamatan
Kemusu
k. Kawasan peruntukan permukiman :
Kawasan peruntukan permukiman perkotaan di Kecamatan
Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi
BAB II
Kemusu, Wonosegoro, dan Juwangi
l. Kawasan peruntukan lainnya :
Daerah latihan tembak di Kecamatan Wonosegoro
Tata Guna Lahan Wilayah Mikro
Wilayah studi mikro yang terdiri dari 3 kecamatan yang ada di
bagian utara Kabupaten Boyolali yaitu Kecamatan Juwangi,
Kecamatan Wonosegoro, dan Kecamatan Kemusu dengan luas lahan
total sebesar 5.813,20 ha. Pada lingkup mikro dengan representasi
peta tata guna lahan skala 1:240.00 dapa di lihat jenis guna lahan yang
terdiri tadi sawah irigasi, tegalan, kebun, tubuh air, hutan/belukar dan
permukiman. Dari lima jenis guna lahan yang di identifikasi, guna lahan
Hutan/belukar adalah guna lahan yang paling dominan pada wilayah
mikro dengan luas sebesar 11.114,21 persentase sebesar 43,06% dari
luas wilayah total. Hutan yang ada di wilayah mikro merupakan lebih di
dominasi oleh tanaman jati dengan kepemilikan lahan ini milik
perhutani. Berikut ini merupakan tabel persentase guna lahan wilayah
mikro dan juga peta guna lahan wilayah mikro.
Tabel II. 41 Penggunaan Lahan Wilayah Mikro
No Tata Guna Lahan Luasan (ha) Prosentase
1. Persawahan 2.915,97 11,30%
2. Tegalan 6.799,47 26,34%
3. Permukiman 4.208,29 16,30%
4. Hutan / Belukar 11.114,21 43,06%
5. Waduk/ Tubuh Air 775,25 3,00%
Total 5.813,20 100 %
Sumber : Bappeda Jawa Tengah, 2016
BAB II
faktor politik dan faktor ekonomi. Faktor politik dapat mempengaruhi
pola perubahan terhadap suatu lahan karena adaya kebijakan yang
diambil oleh pengambil keputusan. Faktor ekonomi adalah perubahan
pendapatan serta pola konsumsi yang menyebabkan kebutuhan akan
ruang dan tempat rekreasi meningkat sehingga terjadilah perubahan
penggunaan lahan (Dirjen, 2008).
KAWASAN PERKOTAAN
Kawasan Perkotaan Wonosegoro Raya
Wilayah dengan karakteristik perkotaan umumnya memiliki tata
guna lahan yang lebih kompleks apabila dibandingkan dengan wilayah
non perkotaan sehingga hal ini juga berpengaruh terhadap
kedalaman analisis yang nantinya digunakan. Pada wilayah perkotaan
Wonosegoro yang meliputi Desa Ketoyan dan Wonosegoro di
Kecamatan Wonosegoro yang menjadi satu kesatuan secara umum
justru memiliki karakteristik tata guna lahan yang hampir mirip dengan
wilayah wilayah di sekitarnya yaitu masih didominasi oleh lahan tidak
terbangun seperti hutan/belukar, sawah, dan tegalan untuk aktivitas
masyarakat di wilayah tersebut. Berikut peta serta prosentasenya
penggunaan lahannya:
BAB II
Keberadaan lahan non terbangun pada Perkotaan Wonosegoro
umumnya dekat dengan permukiman khususnya persawahan dan
tegalan karena juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
yang sebagaian besar bermata pencaharian di sektor agraris (primer).
Hutan negara sendiri mempunyai luas sebesar 152,81 Ha dan
kemungkiman luasannya akan tetap pada tahun tahun yang akan
datang karena pada hutan negara hanya pemanfaatan lahannya
sangat ketat dan diatur oleh undang undang terkait.
Penggunaan dari lahan terbangun di perkotaan sendiri seluas
94,96 Ha juga dibagi menjadi permukiman, perkantoran, perdagangan
& jasa, lahan untuk pendidikan, dan sebagainya. Permukiman di
Perkotaan Wonosegoro di sebagian besar merupakan rumah rumah
yang sudah layak yaitu seluas 70,31 Ha dan hanya sedikit yang masuk
kategori permukiman kumuh yaitu seluas 11,39 yang sebagian besar
terletak di sebelah utara. Pola dari permukiman di wilayah perkotaan
Wonosegoro yaitu berpola linier dengan mengikuti jaringan jalan yang
ada di kedua desa maupun sungai besar yang memang melintasi di
wilayah ini.
Berdasarkan penjelasan diatas maka secara umum konteks
luas wilayah total harus 30% nya dimanfaatkan sebagai RTH sudah
dicukupi. Namun dibalik itu perkotaan Wonosegoro mempunyai
potensi besar khusunya lahan yang masih bisa dikonversi atau
digunakan untuk pembangunan fisik permukiman maupun fasilitas
fasilitas sehingga tidak terjadi ketimpangan dalam pembangunan lahan
serta pelayanan bagi masyarakat.
Kawasan Perkotaan Juwangi Raya
Wilayah Perkotaan Juwangi yang meliputi Desa Juwangi dan
Desa Pilangrejo sebagai satu kesatuan merupakan salah satu dari 2
wilayah dengan sifat perkotaan di wilayah studi Mikro (Kecamatan
Juwangi, Kemusu, Wonosegoro) selain Wilayah Perkotaan
Wonosegoro. Secara umum tata guna lahan di wilayah dengan sifat
perkotaan berbeda klasifikasinya dengan tata guna lahan di wilayah
pedesaan untuk menunjukkan bahwa di wilayah perkotaan terdapat
kawasan kawasan yang lebih beragam seperti perkantoran, pasar,
kawasan pendidikan, dan sebagainya karena bisa jadi wilayah dengan
Studio Proses Perencanaan E | 118
sifat perkotaan ini menjadi pusat pelayanan dari wilayah wilayah
BAB II
disekitarnya sehingga lebih beragam. Berikut merupakan peta
prosentase dari penggunaan lahan yang ada :
BAB II
No Guna Lahan Juwangi Pilangrejo Luas Total Prosentase
1 Hutan 264,92 Ha 426,04 Ha 690,96 Ha 66,8%
2 Persawahan 13,98 Ha 0,00 Ha 13,98 Ha 1,4%
3 Tegalan 18,70 Ha 70,45 Ha 89,15 Ha 8,6%
Permukiman tidak
5 4,32 Ha 47,28 Ha 51,6 Ha 5,0%
layak
6 Perkantoran 0,52 Ha 0,00 Ha 0,52 Ha 0,1%
BAB II
berpola linier dengan mengikuti jaringan jalan yang ada di kedua desa
serta ada yang menyebar dan dipisahkan oleh persawahan juga
perkebunan.
Berdasarkan penjelasan diatas maka secara umum konteks
luas wilayah total harus 30% nya dimanfaatkan sebagai RTH sudah
dicukupi. Namun dibalik itu perkotaan Juwangi mempunyai potensi
besar khususnya lahan yang masih bisa dikonversi atau digunakan
untuk pembangunan fisik permukiman maupun fasilitas fasilitas
sehingga tidak terjadi ketimpangan dalam pembangunan lahan
khususnya antara lahan yang dekat jalan dengan yang berjarak lebih
dari 1 kilometer dari jalan serta pelayanan fasilitasnya bagi
masyarakat.
BAB II
Makro
Trayek Angkutan
Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana transportasi
meliputi :
a. Rencana pengembangan sistem prasarana transportasi jalan
a) prasarana jalan umum
jalan arteri primer
jalan kolektor primer
jalan strategis nasional
jalan tol
prasarana terminal penumpang jalan
b. rencana pengembangan prasarana transportasi kereta api;
kereta api regional
kereta api komuter
prasarana penunjang meliputi :
- pengembangan lintasan underpass/flyover
persimpangan kereta api
- peningkatan stasiun utama
- peningkatan stasiun-stasiun
- revitalisasi stasiun lama
c. rencana pengembangan prasarana transportasi sungai, danau,
dan penyeberangan; meliputi :
angkutan wisata waduk
angkutan wisata sungai
pelabuhan penyeberangan
d. rencana pengembangan prasarana transportasi laut
pengembangan pelabuhan umum
- pelabuhan utama
- pelabuhan pengumpul
- pelabuhan pengumpan
e. rencana pengembangan prasarana transportasi udara.
Pengembangan bandar udara umum
Bandar udara pengumpul sekunder skala internasional
BAB II
Pengembangan bandar udara khusus
Meso
Trayek Angkutan
1. Rencana sistem jaringan transportasi darat terdiri atas:
jaringan lalu lintas dan angkutan jalan terdiri atas:
a. jaringan jalan dan jembatan timbang terdiri atas
pengembangan jalan tol (jalan bebas hambatan
pengembangan jalan arteri
pengembangan jalan kolektor
pengembangan jalan lokal
pembangunan jalan baru
pengembangan jembatan timbang
jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan terdiri dari :
- pengembangan terminal
terminal penumpang
penempatan alat pengawas dan pengaman jalan
penempatan unit pengujian kendaraan bermotor
jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan
- Jaringan trayek angkutan penumpang
angkutan penumpang Antar Kota Antar Propinsi (AKAP)
angkutan penumpang Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP)
angkutan perdesaan yang melayani pergerakan
penduduk
jaringan angkutan sungai dan penyeberangan
jaringan transportasi perkotaan
Rencana sistem jaringan terdiri atas:
pengembangan jalur perkeretaapian
pengembangan prasarana transportasi kereta api komuter
Rencana sistem jaringan transportasi udara terdiri atas :
pengembangan intermoda terminal
pemantapan Bandar Udara Internasional Adi Soemarmo
Boyolali sebagai bandara internasional dan embarkasi Haji
BAB II
(KKOP) dan Batas Kawasan Kebisingan (BKK)
2. Rencana sistem pusat kegiatan perkotaan :
a. PKW berada di Kecamatan Boyolali
b. PKL berada di Kecamatan Ampel
c. PKLp di Kecamatan Mojosongo, Kecamatan Banyudono,
Kecamatan Simo dan Kecamatan Karanggede.
d. PPK di Kecamatan Teras, Kecamatan Sambi dan Kecamatan
Ngemplak.
3. Rencana pengembangan sistem perdesaan
a. Pengembangan PPL di Kabupaten meliputi:
Kecamatan Selo;
Kecamatan Cepogo;
Kecamatan Musuk;
Kecamatan Sawit;
Kecamatan Nogosari;
Kecamatan Klego;
Kecamatan Andong;
Kecamatan Kemusu;
Kecamatan Wonosegoro; dan
Kecamatan Juwangi.
SISTEM AKTIVITAS EKONOMI
Aktivitas Pertanian
Wilayah JKW memiliki guna lahan peruntukkan pertanian yang
cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari besarnya persentase lahan
pertanian di wilayah studi, seperti wilayah Juwangi yang memiliki total
penggunaan lahan pertanian sebesar 57% dengan lahan sawah irigasi
sebesar 7%, sawah tadah hujan 9% dan Kebun 41%. Sedangkan
lahan pertanian yang ada di Kecamatan Kemusu cenderung lebih kecil
dengan total lahan pertanian sebesar 41% dengan rincian lahan
sawah irigasi sebesar 17%, sawah tadah hujan sebesar 17% dan
kebun sebesar 7%. Hal ini tidak jauh berbeda dengan Kecamatan
Wonosegoro yang memiliki total lahan pertanian sebesar 37% dengan
persentase lahan sawah irigasi sebesar 11%, sawah tadah hujan 9%
dan kebun sebesar 7%. Besarnya lahan pertanian yang ada di wilayah
BAB II
produksi pertanian yang dilakukan oleh masyarakat di wilayah ini.
Mayoritas masyarakat bermata pencaharian sebagai petani, hal
ini dibuktikan dengan banyaknya jumlah petani di Wilayah JKW yaitu
59.081 jiwa. Jumlah petani di Kecamatan Juwangi 11.484 jiwa,
sedangkan di Kecamatan Wonosegoro 26.894 jiwa dan Kecamatan
Kemusu sebesar 20.703 jiwa. Oleh karena itu wajar saja jika aktivitas
pertanian mendominasi di wilayah JKW ini.
BAB II
Gambar 2. 21 Peta Aliran Bibit Kecamatan Wonosegoro
Sumber: Hasil Wawancara dan Analisis Kelompok Studio E, 2017
BAB II
Gambar 2. 22 Peta Aliran Bibit Kecamatan Kemusu
Sumber: Hasil Wawancara dan Analisis Kelompok Studio E, 2017
BAB II
wilayah JKW dan sekitarnya terkait supply dan demand juga cukup
baik. Namun aksesibiltas di Wilayah JKW juga masih buruk dan banyak
jalan yang rusak sehingga terkadang memperlambat pergerakan ke
desa yang akan dituju. Oleh karena itu terkait aksesibilitas harus benar-
benar dibenahi agar pergerakan bibit pun dapat lancar.
Aliran Penjualan Hasil Pertanian
Adapun hasil pertanian yang dijual ke luar yaitu Jagung, pisang,
ketela pohon, dan padi. Berdasarkan hasil wawancara dan kuesioner,
hasil produksi pertanian pun telah banyak yang dijual ke luar wilayah,
walaupun masih terdapat beberapa desa yang hasil pertaniannya
hanya mencukupi untuk konsumsi penduduk di desanya sendiri, salah
satunya adalah Desa Kauman di Kecamatan Kemusu yang tidak
menjual hasil pertaniannya kemanapun selain Desa Kauman sendiri
dan daerah sekitarnya. Hal ini disebabkan sedikitnya jumlah produksi
pertanian yang dapat dihasilkan oleh Desa Kauman.
1. Kecamatan Juwangi
Jagung
BAB II
komoditas jagung yang terdapat di Kecamatan Juwangi, jagung
merupakan salah satu komoditas yang dihasilkan oleh Wilayah JKW.
Desa penghasil jagung di Kecamatan Juwangi yaitu Desa Sambeng,
Desa Pilangrejo Desa Ngaren dan Desa Ngleses. Tujuan aliran
komoditas jagung berdasarkan peta diatas ke Kabupaten Grobogan,
Kab Sragen Kabupaten Semarang serta Desa Karanggede. Biasanya
jangung yang dijual merupakan jagung yang telah dikeringkan dan
digunakan untuk pakan ternak, sehingga ketahanan hasil pertanian
bisa agak lama dibanding dengan jagung segar.
Pisang
BAB II
Yogyakarta. Namun distribusi penjualan pisang ini ditunjang oleh
adanya Pasar Juwangi . Di Juwangi terdapat pasar pisang dimana hasil
panen pisang dari 3 Kecamatan JKW banyak yang dijual ke pasar
tersebut. Pembeli kebanyakan berasal dari luar daerah dan membeli
dengn skala yang besar seperti dari Solo, Bandung hingga ke Bali.
Berdasarkan hasil wawancara dengan sekrestaris desa, Bali membeli
pisang dari Juwangi dikarenakan harganya yang murah dan Bali
banyak membutuhkan pisang untuk kegiatan upacara adat nya.
BAB II
Jagung
BAB II
Gambar 2. 27 Peta Aliran Komoditas Kedelai Kecamatan Wonosegoro
Sumber: Hasil Wawancara dan Analisis Kelompok Studio E, 2017
BAB II
Gambar 2. 28 Peta Aliran Komoditas Padi Kecamatan Wonosegoro
Sumber: Hasil Wawancara dan Analisis Kelompok Studio E, 2017
BAB II
Ketela Pohon
BAB II
lahannya digarap oleh para buruh tani. Buruh tani tersebut paling
banyak berada pada Desa Repaking, Desa Kendel dan Desa
Ngeleses. Hal ini dikarenakan desa-desa tersebut berbatasan dengan
Kecamatan lain, sehingga banyak penduduk di desa sekitarnya yang
merupakan kecamatan lain ikut serta menjadi buruh tani di desa-desa
tersebut. Buruh tani yang berasal dari luar wilayah JKW berasal dari
Desa Karang Rayung, Kabupaten Grobogan dan Kabupaten
Semarang yang memiliki persentase sebesar 2% dari seluruh petani
yang bekerja di wilayah JKW.
Beberapa buruh tani umumnya tidak tinggal menetap di Wilayah
JKW, beberapa buruh tani yang selesai menggarap taninya tersebut,
akan pergi merantau karena garapannya sudah selesai dan akan
kembali lagi nanti setelah akan panen. Penduduk yang pergi atau
merantau kebanyakan merupakan buruh tani yang sebagian besar
tujuan daerahnya adalah Jakarta, Medan dan Semarang untuk menjadi
buruh industri maupun buruh bangunan dengan maksud untuk
meningkatkan perekonomian keluarga. Berikut merupakan data
penduduk yang masuk dan keluar baik untuk bekerja sebagai buruh
industri, bangunan di luar kota dan kembali ke tempat asal untuk
pulang atau hanya panen.
Kepemilikan lahan pertanian rata rata merupakan lahan miliki
perhutani yang disewakan oleh para petani, seperti petani jagung di
Desa Krobokan, Juwangi yang menyewa lahan perhutani sebesar Rp.
150.000 per hektar setiap panen, selain itu ada juga lahan yang
merupakan milik Kepala Desa yang disewakan untuk penanaman padi.
Sistem ini berada di Desa Gilirejo Kecamatan Wonosegoro. Akan
tetapi tidak sedikit pula petani yang memiliki lahan pribadi. Petani yang
bekerja di lahan milik perhutani tentu hanya menjadi buruh tani
dikarenakan apabila lahan dari perhutani tersebut tutup untuk
sementara, maka petani-petani yang berkerja di lahan tersebut akan
berhenti berkerja dan mengganti perkerjaan untuk sementara waktu,
hal ini menjadikan petani hanya sebagai pekerjaan yang tidak tetap.
Berikut meupakan daftar desa yang lahan pertanian nya berasal dari
Perhutani :
BAB II
Nama Desa Nama Kecamatan
Desa Sambeng Kecamatan Juwangi
Desa Guwo Kecamatan Kemusu
Desa Ngaren Kecamatan Juwangi
Desa Pilangrejo Kecamatan Juwangi
Desa Cerme Kecamatan Juwangi
Desa Krobokan Kecamatan Juwangi
Aktivitas Industri
Di wilayah JKW terdapat beberapa macam jenis industri yang
tumbuh dan berkembang, baik itu industri besar, menengah maupun
industri kecil, diantaranya adalah industri produksi anyaman, produksi
minyak atsiri, arang kayu, batu split, produksi gethuk, gula, gula kelapa,
kerupuk, konveksi tas, rogo-rigi, serta produksi tahu tempe. Adanya
aktivitas industri di wilayah JKW didukung oleh beberapa kebijakan
yang ada, yaitu:
A. RTRW Kabupaten Boyolali Tahun 2011-2031
Di Kecamatan Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro tersebut
akan dikembangkan kawasan peruntukan industri besar,
menengah, kecil
B. RPJMD Kabupaten Boyolali Tahun 2016-2021
Rencana pengembangan kawasan peruntukan industri
besar, sedang, dan kecil tadi didetailkan kedalam kebijakan
peningkatan daya saing industri yang berbasis sumber daya
lokal yaitu dalam rangka mewujudkan Boyolali sebagai
lumbung padi dan pangan nasional maka diperlukan strategi
yaitu :
1) Peningkatan keahlian dan kualitas petani dan produsen
hasil pertanian dalam menggunakan teknologi rekayasa
industri pengolahan hasil produksi pertanian.
2) Melengkapi infrastruktur penunjang koneksitas
pengadaan bahan baku-lokasi produksi-pintu
pemasaran hasil industri produksi pertanian dan
distribusi hasil produk pertanian
BAB II
peternakan menambah daya saing kabupaten.
Kebijakan berkaitan dengan pengembangan industri ini
dilaksanakan setiap tahunnya mulai dari tahun 2017-2021.
Rencana pengembangan kawasan peruntukan industri
besar, sedang, dan kecil juga didetailkan kedalam strategi
pengembangan wilayah industri meliputi:
1) Meningkatkan kegiatan koperasi usaha mikro, kecil dan
menengah serta menarik investasi
2) Mengembangkan industri kecil dan industri rumah
tangga
3) Mengembangkan wilayah industri polutif berjauhan
dengan kawasan permukiman; dan
4) Mengembangkan pusat promosi dan pemasaran hasil
industri kecil dan kerajinan rumah tangga.
BAB II
Gosono, Banyusri, Kauman dan Kendel. Selanjutnya industri produksi
tempe dan industri produksi kerupuk.
Produksi gethuk
Bahan baku
Singkong, ubi rambat, Ke produsen
talas, pisang (masuk ke dapur Proses produksi
Diperoleh dari petani produksi)
lokal
BAB II
dan pembangunan dalam wilayah Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro
itu sendiri.
Gagasan perencanaan yang dapat diupayakan, salah satunya
adalah dengan cara adanya kebijakan pembatasan penduduk migrasi
masuk atau pun keluar dengan intensitas atau kapasitas tertentu,
sehingga diharapkan adanya keseimbangan dan kestabilan
pertumbuhan penduduk atau pun perkembangan wilayah di
Kecamatan Juwangi, Kemusu, dan Wonosegoro itu sendiri.
BAB II
Wonosegoro belum terjangkau seluruhnya, khususnya bagian barat
daya dan bagian timur Wonosegoro.
Infrastruktur
Aksesbilitas dan Trayek Angkutan Umum
Berdasarkan arahan kebijakan yang ada di tiga kecamatan yang
menjadi wilayah studi dapat di jelaskah bahwa adanya pengembangan
berupa pengembangan jalan kolektor. Hal ini disebabkan karena fungsi
jalan di setiap Kecamatan sangat penting. Maka arahan kebijakan
pengembangan Kecamatan Juwangi, Wonosegoro dan Kemusu yakni
pengembangan jalan kolektor.
BAB II
transportasi di Kecamatan Juwangi.
BAB II
serta ketersediaan jaringan trayek angkutan penumpang antar kota
dalam provinsi. Selain itu, di Kecamatan Kemusu terdapat juga
pengembangan jaringan angkutan sungai dan penyeberangan.
Sosial
Berikut ini adalah kegiatan sosial yang ada di Kecamatan
Juwangi, Kemusu dan Wonosegoro yang menunjang kegiatan
ekonomi di ketiga kecamatan tersebut.
(Tabel kegiatan sosial terlampir)
BAB II
yang diperoleh berdasarkan usaha yang dilakukan, yaitu :
BAB II
pembangunan manusia di Kabupaten Boyolali termasuk ke dalam
kategori menengah (rendah :IPM<50;menengah kebawah:
50IPM65,99; menengah : 66IPM79,99; tinggi : IPM80). Selain
kesehatan dan ekonomi, pendidikan atau angka melek huruf
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
pembangunan manusia suatu daerah. Semakin baik faktor tersebut
maka semakin tinggi pula kategori indeks pembangunan daerah
tersebut.
BAB II
Terdapat beberapa objek kebudayaaan di Kabupaten Boyolali
yang telah ditetapkan secara nasional, yaitu :
Kompleks Pentirtaan Cabean Kunti yang terletak di Cepogo
Kabupaten Boyolali yang dikelola oleh Suaka Peninggalan Sejarah
dan Purbakala Jawa Tengah
Candi Sari yang terletak di Gedangan, Cepogo yang di kelola oleh
BP3 Jawa Tengah
Candi Lawang yang juga terletak di Kecamatan cepogo tepatnya
di Dusun Paras dan dikelola oleh BP3 Jawa Tengah
Kompleks Masjid Ciptomulyo yang terletak di Desa bendan
Kecamatan Banyudono
BAB II
Kebijakan Sistem Sosial Wilayah Meso
Fungsi
Fungsi SKPD Kecamatan
CAMAT
- Pengkoordinasian, pembinaan, dan penyelenggaraan
- kegiatan pemerintahan
- kegiatan pemberdayaan masyarakat
- ketentraman dan ketertiban umum
- pemeliharaan sarana fasilitas umum
- pelayanan di bidang administrasi pertanahan dan
kependudukan
- Pengkoordinasian penerapan dan penegakan peraturan
perundang-undangan;
- Pelaksanaan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang
lingkup tugasnya
BAB II
penanganan pasca bencana;
- Pelaksanaan pelaporan hasil monitoring kegiatan
pemerintahan, pembangunan dan kemasayarakatan di
wilayah kerja kecamatan;
- Pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan oleh Bupati
sesuai dengan bidang tugasnya.
SEKRETARIAT KECAMATAN
- Penyusunan usulan program dan evaluasi kegiatan
sekretariat;
- Pelaksanaan pelayanan administrasi kepada seluruh
perangkat/aparatur kecamatan;
- Pengelolaan urusan keuangan;
- Pelaksanaan tata usaha dan kepegawaian;
- Pelaksanaan urusan perlengkapan dan rumah tangga;
- Pengkoordinasian kegiatan antar seksi dalam rangka
penyusunan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan
program dan kegiatan kecamatan;
- Pemrosesan usulan dan pertimbangan pengangkatan
Lurah;
- Pelaksanaan inventarisasi aset daerah atau kekayaan
daerah lainnya yang ada di wilayah kerjanya;
- Penyusunan laporan hasil pelaksanaan program dan
kegiatan kecamatan;
- Pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh
Camat sesuai dengan bidang tugasnya.
Untuk menjalankan fungsinya Sekretariat Kecamatan terdiri
dari:
Sub Bagian Keuangan & Program
- Mengkoordinasikan dan melaksanakan pelayanan
urusan Penyusunan Program dan pembinaan bidang
keuangan Sekretariat Kecamatan
- Merencanakan dan menyusun program kerja dan
membuat laporan tahunan kecamatan
BAB II
fungsional, laporan masyarakat dan pengawasan
lainnya
- Mengkoordinasikan dan menyusun data serta
informasi tentang kecamatan
- Memfasilitasi pelaksanaan pengadaan barang dan
jasa dilingkungan kecamatan
- Membagi tugas kepada bawahan dengan cara
tertulis atau secara lisan agar bawahan mengerti
dan memahami pekerjaanya
- Memberi petunjuk kepada bawahan dengan cara
tertulis atau secara lisan agar bawahan mengerti dan
memahami pekerjaannya
- Memeriksa pekerjaan bawahan berdasarkan hasil
kerja untuk mengetahui adanya kesalahan atau
kekeliruan serta upaya penyempurnaanya
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh
pimpinan sesuai dengan tugas dan fungsinya.
- Melakukan Verifikasi serta meneliti kelengkapan
Surat Permintaan Pembayaran (SPP)
- Menyiapkan Surat Perintah Membayar (SPM)
- Melakukan Verifikasi harian atas Penerimaan
- Melakukan Verifikasi laporan
Pertanggungjawaban(SPJ) Bendahara Penerimaan
dan Bendahara Pengeluaran
- Melaksanakan Akutansi Sekretariat Kecamatan
- Melaporkan pelaksanaan tugas pembinaan bidang
keuangan Sekretariat Kecamatan kepada atasan
secara lisan maupun tertulis berdasarkan hasil kerja
sebagai bahan evaluasi bagi atasan
Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
- Mengkoordinasikan dan melaksanakan pelayanan
urusan Kepegawaian, Umum dan Perlengkapan
- Merencanakan Program Kerja Sub Bagian
Kepegawaian,Umum dan Perlengkapan meliputi
koordinasi dan pelaksanaan tugas bidang
BAB II
berdasarkan petunjuk atasan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan sebagai pedoman
dalam pelaksanaan tugas
- Merencanakan program kerja dan inventarisasi aset
kecamatan dan kelurahan serta inventarisasi
permasalahan yang berhubungan kepegawaian,
pembinaan aparatur serta peningkatan kualitas
pegawai
- Merencanakan program kerja penyelenggaraan
pelayanan kebersihan, keindahan dan pertamanan
- Merumuskan dan melaksanakan pelayanan
administrasi, inventaris kantor dan dokumentasi
kegiatan kantor
- Melaksanakan urusan keprotokolan, upacara-
upacara, rapat-rapat dinas dan pelayanan
hubungan masyarakat
- Melaksanakan kegiatan-kegiatan penyusunan
kebutuhan dan materiil bagi unit kerja kecamatan
- Merumuskan dan mengkoordinasikan kegiatan
kebersihan, ketertiban, kenyamanan ruangan dan
halaman kantor, disiplin pegawai serta pengamanan
dilingkungan badan
- Melaksanakan penyusunan data kepegawaian,
DP3 PNS, registrasi PNS dan DUK
- Membagi tugas kepada bawahan dengan cara
tertulis atau lisan agar dapat diproses lebih lanjut
- Membagi tugas kepada bawahan mengerti dan
memahammi pekerjaanya
- Memeriksa pekerjaan bawahan berdasarkan hasil
kerja untuk mengetahui adanya kesalahan atau
kekeliruan serta upaya penyempurnaanya
- Mengevaluasi tugas sub bagian Kepegawaian,
Umum dan perlengkapan berdasarkan informasi,
data, laporan yang diterima untuk bahan
penyempurnaan lebih lanjut
BAB II
Kepegawaian, umum dan perlengkapannya kepada
atasan secara lisan maupun tertulis berdasarkan
hasil kerja sebagai bahan evaluasi bagi atasan
- Melaksanakan tugas lain sesuai dengan
kewenangan dan bidang tugas yang diberikan oleh
Camat.
SEKSI PEMERINTAHAN
- Perencanaan kegiatan urusan pemerintahan
- Koordinasi dan singkronisasi tugas urusan pemerintahan
- Pembinaan, evaluasi dan bimbingan urusan pemerintahan
- Pemeriksaan pekerjaan bawahan
- Pelaporan pelaksanaan tugas;
SEKSI EKONOMI DAN PEMBANGUNAN
- Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dibidang
pembangunan mayarakat Desa/Kelurahan
- Pemberiandukungan atas pelaksanaan tugas dibidang
pembangunan masyarakat Desa/Kelurahan
- Pembinaan dan Pelaksanaan tugas dibidang
pembangunan masyarakat Desa/Kelurahan
- Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Camat
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
SEKSI KESEJAHTERAAN SOSIAL
- Perumusan kebijakan teknis dibidang kesejahteraan sosial
- Pemberian dukungan dan koordinasi atas
pelaksanaan tugas dibidang kesejahteraan social
- Pembinaan, evaluasi dan pelaporan urusan kesejahteraan
sosial
- Pelaksanaan tugas-tugas lain yang diberikan Camat
sesuai dengan tugas dan fungsinya.
SEKSI KEPENDUDUKAN
- Penyusunan program dan kegiatan bidang kendudukan;
- Pelaksanaan pelayanan kependudukan;
- Fasilitasi dan koordinasi pelaksanaan program keluarga
berencana;
- Penyelenggaraan pendataan kependudukan.
BAB II
kependudukan;
- Pelaksanaan pembinaan tertib data kependudukan pada
desa dan/atau kelurahan;
- Pemprosesan rekomendasi dispensasi nikah sesuai
dengan peraturan perundang undangan yang berlaku;
- Pemprosesan rekomendasi peryaratan perijinan tertentu
yang berhubungan dengan kependudukan sesuai dengan
peraturan perundang undangn;
- Melaksanakan tugas kedinasan lain yang diberikan oleh
Camat sesuai dengan bidang tugasnya.
BAB II
Berdasarkan Pendidikan
21626
20428
19219
12502
11512
9438
8083 8464
4088 4514
3170
1659
196 266 293 326 551 249
BAB II
Penduduk Berdasarkan Pekerjaan Utama di
Wilayah JKW 2015
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
BAB II
Kecamatan Wonosegoro, industri tersebut juga sudah memiliki IPAL
sendiri sehingga untuk limbah dari industri tersebut tidak merusak
lingkungan sekitar.
BAB II
kebutuhan dapat dipesan melalui Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Boyolali
WILAYAH MIKRO
Kebijakan Sistem Sosial Wilayah Mikro
BAB II
urusan
- Membantu pelayanan ketatausahaan kepada Kepala Desa
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh
Kepala Desa
Kepala Dusun
- Melaksanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan,
kemasyarakatan, ketentraman dan ketertiban di wilayah
kerjanya
- Membantu kepala desa dalam kegiatan penyuluhan,
pembinaan dan kerukunan warga di wilayah kerjanya
- Melaksanakan keputusan dari kebijaksanaan kepala desa
diwilayah kerjanya
- Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh kepala
desa
Kepala Urusan Pemerintahan
- Mengelola Data Induk Penduduk Desa
- Mengelola Data Mutasi Penduduk Desa
- Mengelola Data Rekapitulasi Jumlah Penduduk Akhir
Bulan
- Mengelola Data Penduduk Sementara
Kepala Urusan Pembangunan
- Mengelola Buku Rencana Pembangunan
- Mengelola Buku Kegiatan Pembangunan
- Mengelola Buku Inventaris Proyek
- Mengelola Buku Kader-Kader Pembangunan
Kepala Urusan Kesejahteraan Masyarakat
- Melaksanakan kegiatan pencatatan keadaan
kesejahteraan rakyat/ masyarakat termasuk bencana
alam, bantuan sosial, pendidikan dan kebudayaan,
kesenian, Olahraga, pemuda, pramuka dan PMI didesa.
- Menyelenggarakan inventarisasi penduduk yang Tuna
Karya, Tuna Wisma, Tuna Susila, Para penyandang Cacat
baik mental maupun fisik, Yatim piatu, jompo, panti
asuhan.
BAB II
keadaan kesehatan masyarakat
- Mengikuti perkembangan serta mencatat kegiatan
program kependudukan (Keluarga Berencana,
ketenagakerjaan, transmigrasi dan lingkungan hidup),
- Melaksanakan kegiatan pencatatan dan perkembangan
keagamaan, kegiatan Badan Amil Zakat (BAZ) dan
melaksanakan pengurusan kematian.
- Melaksanakan kegiatan DKM, Lumbung Bahagia/ beras
perelek.
- Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Sekretaris
desa.
Organisasi Sosial Masyarakat Wilayah Mikro
Organisasi sosial adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh
masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan
hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam
pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu
hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk
mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.
untuk memudahkan proses identifikasi, kelompok sosial pada wilayah
mikro dibagi berdasarkan sifat resmi tidaknya, dikenal ada dua jenis
organisasi sebagai berikut :
1. Kelompok Formal
Organisasi formal sifatnya lebih teratur, mempunyai struktur
organisasi yang resmi, serta perencanaan dan program yang akan
dilaksanakan secara jelas. Di wilayah studi mikro kami terdapat
berbagai macam kelompok lembaga/organisasi formal. Kelompok
tersebut antara lain lembaga Perangkat desa, RT/RW, Dukuh, Bayan ,
dan Linmas. Data tersebut kami peroleh dengan cara mengasumsikan
bahwa disetiap desa pasti ada lembaga/organisasi formal tersebut.
Sedangkan ada lembaga lain diluar yang disebutkan tadi yaitu
POLSEK, dan Koperasi Simpan Pinjam. Data tersebut kami peroleh
dengan cara mengasumsikan bahwa disetiap ibukota kecamatan
memiliki lembaga/organisasi tersebut. Selain itu ada pula lembaga
puskesmas yang ada di kelurahan Bercak, Repaking, Nglese, Keyen,
BAB II
Genengsari dan Kemusu. Data tersebut kami peroleh dari data
puskesmas di masing-masing kecamatan dalam angka.
2. Kelompok Informal
Karena sifatnya tidak resmi, pada organisasi ini kadangkala
struktur organisasi tidak begitu jelas/bahkan tidak ada. Begitu juga
dengan perencanaan dan program-program yang akan dilaksanakan
tidak dirumuskan secara jelas dan tegas, kadang-kadang terjadi
secara spontanitas. Terdapat beberapa kelompok informal pada
wilayah studi mikro kami. Lembaga/organisasi tersebut antara lain
irma, majelis ta'lim, Takmir Masjid, PKK, Ronda, IRMA, Kelompok
Yasinan, dan Arisan. Data tersebut kami peroleh dengan cara
mengasumsikan bahwa setiap kelurahan pasti ada lembaga/organisasi
tersebut.
(Tabel kelompok organisasi formal dan informal di Kecamatan JKW
terlampir)
- PKK
BAB II
tertentu dan dilakukan secara rutin. Hal ini berdampak pada
peningkatan kesehatan dan angka harapan hidup masyarakat di
Wilayah JKW.
Dibidang ekonomi banyak PKK yang memiliki kegiatan untuk
meningkatkan kreatifitas masyarakatnya bagaimana menambah nilai
suatu barang seperti mengolah kemasan menjadi tas yang dapat
diperjualbelikan dll. Selain itu juga terdapat kegiatan dalam pembinaan
keluarga dan pendidikan. Namun tidak semua desa memiliki PKK yang
aktif dan memiliki kegiatan yang aktif, terdapat beberapa desa yang
kegiatan PKK nya hanya sebatas kegiatan arisan dan pertemuan rutin.
- Kelompok Tani
Kelompok masyarakat yang aktif selain PKK adalh kelompok tani.
Dengan banyaknya jumlah petani di wilayah JKW maka setiap
desa memiliki kelompok tani sendiri beberapa kelompok tani
tersebut sudah memiliki badan hukum sendiri. Kelompok tani di
masyarakat wilayah JKW memiliki dampak yang sangat baik,
karena kegiatan-kegiatan di kelompok tani tersebut menunjang
aktivitas pertanian masyarakatnya misalnya simulasi menanam
padi dengan baik sampai dengan pembagian bibit unggul dari
pemerintah yang disalurkan melalui kelompok tani setiap desa.
BAB II
Kebudayaan Wilayah Mikro
Wilayah mikro memiliki kekayaan kebudayaan yang cukup
banyak, seperti budaya nyadran yaitu pembersihan makam nenek
moyang, sedekah bumi sebagai kegiatan syukuran, tari reog dan
tarian-tarian bermacam lainnya. Reog adalah kesenian rakyat yang
berbentuk tarian dan diiringi gamelan Jawa kemudian ditarikan
beramai-ramai oleh orang biasa atau prajurit kerajaan. Fungsi awal
dari kesenian ini sebagai bentuk perlawanan rakyat terhadap
penguasa dan juga hiburan bagi rakyat.
(Tabel jenis kebudayaan di wilayah mikro terlampir)
BAB II
mikro dibagi berdasarkan sifat resmi tidaknya, dikenal ada dua jenis
organisasi sebagai berikut :
a. Kelompok Formal
Organisasi formal sifatnya lebih teratur, mempunyai struktur
organisasi yang resmi, serta perencanaan dan program yang akan
dilaksanakan secara jelas. Di wilayah studi mikro kami terdapat
berbagai macam kelompok lembaga/organisasi formal. Kelompok
tersebut antara lain lembaga Perangkat desa, RT/RW, Dukuh, Bayan ,
dan Linmas. Data tersebut kami peroleh dengan cara mengasumsikan
bahwa disetiap desa pasti ada lembaga/organisasi formal tersebut.
Sedangkan ada lembaga lain diluar yang disebutkan tadi yaitu
POLSEK, dan Koperasi Simpan Pinjam. Data tersebut kami peroleh
dengan cara mengasumsikan bahwa disetiap ibukota kecamatan
memiliki lembaga/organisasi tersebut.
BAB II
Lembaga Kelembagaan
Desa Kesehatan Koperasi keamanan Pemerintahan
Pendidikan Masyarakat
PAUD,
Playgroun,
Puskesmas
TK, SD, Badan
rawat inap, KUD, kepala
Ketoyan SMP, SMK, pos polisi permusyawaratan
poskedes, kospin desa/lurah
pondok desa,
posyandu
pesantren,
Madrasah
Rumah
PAUD, sakit Badan
Playgroun, bersalin, permusyawaratan
KUD, kepala
Juwangi TK, SD, puskesmas pos polisi desa, satuan
Kospin desa/lurah
SMP, SMA, tanpa lingkungan
SMK rawat inap, setempat
posyandu
PAUD, TK, Badan
Posyandu, kepala
Wonosegoro SD, SMP, permusyawaratan
poskedes desa/lurah
SMK, desa
Puskesmas Badan
PAUD , TK, kepala
Pilangrejo pembantu, kospin permusyawaratan
SD, desa/lurah
posyandu desa
Sumber: Data PODES, 2004
b. Kelompok Informal
Karena sifatnya tidak resmi, pada organisasi ini kadangkala
struktur organisasi tidak begitu jelas/bahkan tidak ada. Begitu juga
dengan perencanaan dan program-program yang akan dilaksanakan
tidak dirumuskan secara jelas dan tegas, kadang-kadang terjadi
secara spontanitas. Terdapat beberapa kelompok informal pada
wilayah studi mikro kami. Lembaga/organisasi tersebut antara lain
irma, majelis ta'lim, Takmir Masjid, PKK, Ronda, IRMA, Kelompok
Yasinan, dan Arisan. Data tersebut kami peroleh dengan cara
mengasumsikan bahwa setiap kelurahan pasti ada lembaga/organisasi
tersebut.
BAB II
Lembaga Kelembagaan
Desa Kesehatan keamanan Pemerintahan
Pendidikan Masyarakat
Pos
keamanan satuan
Juwangi menjahit, lingkungan, lingkungan
regu setempat
keamanan,
satuan
Regu
Ketoyan lingkungan
keamanan,
setempat
satuan
Regu
Pilangrejo lingkungan
keamanan
setempat
satuan
Regu
Wonosegoro lingkungan
keamanan
setempat
Sumber: Data PODES, 2004
BAB II
kulaitas sumber daya manusia di kelurahan ini masih rendah akibat
dari pendidikan yang rendah pula. Sedangkan untuk penduduk dengan
kualitas pendidikan yang cukup tinggi seperti lulusan perguruan tinggi
masih rendah. Namun berdasarkan perbandingan ke-4 kelurahan,
yang paling banyak memiliki lulusan perguruan tinggi adalah
Kelurahan Juwangi.
Apabila dibandingkan dengan kelurahan lainnya di Kecamatan
Juwangi, Kelurahan Juwangi masih berada di peringkat tertinggi
berdasarkan jumlah penduduk yang tidak/tamat SD. Hal ini mungkin
dikarenakan oleh jumlah penduduk kelurahan Juwangi tertinggi
pertama di Kecamatan Juwangi.
BAB II
Jumlah Keluarga Berdasarkan Tingkat Sejahtera 2015
1,000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0
Prasejahtera Sejahtera I Sejahtera II Sejahtera III Sejahtera III+
BAB II
Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama 2015
4,500
4,000
3,500
3,000
2,500
2,000
1,500
1,000
500
0
Islam Khatolik Kristen Hindu Budha
BAB II
Barongan Desa Terdapat beragam kesenian yang tumbuh
dan Juwangi, di 29 daerah Desa Juwangi diantaranya
ketoprak Kecamatan adalah barongan, ketoprak biasanya
Juwangi dipentaskan setiap satu tahun sekali tepat
HUT Kemerdekaan Republik Indonesia
(17 Agustus), campursari, keroncong,
rebana, karawitan (klenengan) pop,
dangdut, dan sebagainya dipentaskan
pada saat dibutuhkan pada orang punya
kerja, misalnya mantu, khitanan, kelahiran
Apitan Desa Acara ritual sedekah bumi di Desa
Juwangi, Juwangi dilakukan dengan tujuan untuk
Kecamatan memohon petunjuk agar Desa Juwangi
Juwangi terbebas dari kekacauan. Masyarakat
Desa Juwangi sampai sekarang selalu
menyelenggarakan upacara ritual apitan
sebagai bentuk ucapan syukur atas panen
dan terbebasnya dari gangguan
keamanan. Biasanya dalam melakukan
upacara 31 ritual apitan selalu disertakan
pertunjukkan Tayub. Kegiatan ritual
Apitan selalu melibatkan kesenian Tayub
sehingga antara upacara Apitan dan
kesenian Tayub tidak dapat dipisahkan.