Pengaruh Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pajak Daerah
Pengaruh Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pajak Daerah
Pengaruh Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pajak Daerah
Daerah
(Studi Kasus di Samsat Ciputat Kota Tangerang Selatan)
Disusun oleh:
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyusun serta menyelesaikan proposal yang berjudul
Pengaruh Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Pajak Daerah ini dengan baik.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah menjadi suri tauladan bagi seluruh umat manusia.
Dalam menyusun proposal ini, penulis banyak memperoleh bimbingan, arahan, bantuan
dan dorongan yang sangat berharga dan bermanfaat. Pada kesempatan ini, dengan segala
kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Bapak Drs. H. Darsono selaku pemilik Yayasan Sasmita Jaya.
2. Bapak Dr. H. Dayat Hidayat, MM selaku Rektor Universitas Pamulang.
3. Bapak H. Endang Ruhiyat, SE, MM selaku Kaprodi Akuntansi Universitas Pamulang.
4. Bapak Angga Hidayat, Ph.D. selaku dosen mata kuliah Metodologi Penelitian.
5. Kedua orang tua yang selalu memberikan bimbingan serta bantuan secara moril maupun
material.
6. Semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung
penyelesaian proposal ini.
Penulis berhadap makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, penulis sangat
mengharapkan saran serta kritik yang membangun untuk penyempurnaan makalah ini. Atas
perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
Pamulang, Januari 2016
Kelompok 5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Penelitian
B. Identifikasi Masalah
C. Pembatasan Masalah
D. Perumusan Masalah
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
F. Kerangka Pemikiran
G. Hipotesis
H. Sistematika Penulisan
I. Pendekatan Data dan Keilmuan
1. Perpajakan Secara Umum
1) Pengertian Pajak
2) Fungsi Pajak
3) Jenis Pajak
4) Asas Pemungutan Pajak
5) Sistem Pemungutan Pajak
1. Pajak Daerah
1) Pengertian Pajak Daerah
2) Penetapan Peraturan Daerah Tentang Pajak
3) Sistem Pemungutan Pajak Daerah
2. Pengertian Kendaraan Bermotor
3. Pajak Kendaraan Bermotor
1) Pengertian Pajak Kendaraan Bermotor
2) Dasar Hukum Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor
3) Objek Pajak Kendaraan Bermotor
4) Subjek dan Wajib Pajak Kendaraan Bermotor
5) Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan Bermotor
6) Bagi Hasil Pajak dan Biaya Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor
J. Tim Peneliti
K. Jadwal Kegiatan
L. Anggaran
M. Pedoman Peliputan Data
N. Metodologi Penelitian
O. Daftar Pustaka
A. Latar Belakang Penelitian
pembangunan senantiasa memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan. Kebutuhan ini
semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia,
yaitu mulai 1 januari 2001. Dengan adanya otonomi daerah, setiap daerah-daerah otonom dipacu
untuk dapat berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan
pengeluaran daerah serta membangun daerahnya. Dari berbagai alternatif sumber penerimanaan
yang mungkin dipungut oleh daerah, undang-undang tentang pemerintahan daerah menetapkan
pajak dan retribusi daerah menjadi salah satu sumber penerimaan yang berasal dari dalam daerah
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah telah menempatkan pajak dan retribusi daerah
sebagai sumber penerimaan daerah, bahkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 pajak dan
Semangat otonomi daerah membawa reformasi pula dalam undang-undang pajak daerah,
maka pada tahun 2000 diberlakukan perubahan pertama dengan diberlakukannya Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang lahir sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1997. Mengingat pajak daerah dan pajak pusat merupakan suatu sistem
perpajakan yang pada dasarnya sebagai beban yang dipikul oleh masyarakat, maka perlu dijaga
agar beban tersebut dapat memberikan keadilan dan diharapkan adanya perubahan yang dapat
saling melengkapi antara peraturan pajak pusat dan pajak daerah. Dalam perkembangan
penerapan undang-undang tersebut, pemerintah dan DPR merasa perlu pula melakukan
Dengan terbentuknya Kota Tangerang Selatan sebagai daerah otonom pada awal 2008
maka Kota Tangerang Selatan perlu melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kemampuan
perekonomian salah satunya dengan pemungutan pajak daerah. Pajak daerah merupakan sumber
pendapatan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan
pembangunan daerah. Salah satu pajak provinsi diantaranya adalah pajak kendaraan bermotor.
untuk mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajiban membayar pajak kendaraan
bermotor sesuai domisili kendaraannya. Besar kecilnya penerimaan pajak kendaraan bermotor
disuatu daerah menjadi tolak ukur keberhasilan daerah dalam rangka pemenuhan pendapatan
pajak daerahnya.
Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis ingin menelaah lebih dalam mengenai
penerimaan pajak kendaraan bermotor khususnya untuk Kota Tangerang Selatan dengan
Daerah
B. Identifikasi Masalah
antara lain:
1. Penerimaan pajak kendaraan bermotor terhadap pajak daerah Kota Tangerang Selatan dirasa
Tangerang Selatan.
C. Pembatasan Masalah
Sehubungan dengan kompleksnya permasalahan yang ada dalam lingkup mengenai pajak
1. Pengertian Judul
a. Pajak
Pajak adalah iuran wajib kepada kas negara yang dikenakan berdasarkan undang-undang
yang dapat dipaksakan, tetapi tidak mendapat jasa timbal balik secara langsung dan digunakan
gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik,
berupa motor atau peralatan lain yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi
tertentu menjadi tenaga, termasuk alat-alat berat dan besar yang operasinya menggunakan roda
dan motor dan tidak melekat secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
c. Pajak Kendaraan Bermotor
Pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas kendaraan dan atau penguasaan kendaraan
bermotor.
d. Pajak Daerah
Pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik pemerintah
provinsi maupun kabupaten yang berguna untuk membiayai pengeluaran dan penyelenggaraan
pembangunan daerah serta untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah diuraikan di atas, maka
1. Apakah pajak kendaraan bermotor berpengaruh terhadap pajak daerah Kota Tangerang Selatan?
2. Apakah pajak kendaraan bermotor di Kota Tangerang Selatan sudah berjalan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan?
3. Bagaimana perhitungan pengenaan pajak atas kendaraan bermotor?
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian, yaitu:
1. Untuk mengetahui pengaruh penerimaan pajak kendaraan bermotor terhadap pajak daerah Kota
Tangerang Selatan.
2. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan tentang pajak kendaraan bermotor yang diterapkan
di Kota Tangerang Selatan apakah sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan atau
belum.
3. Untuk mengetahui perhitungan pajak atas kendaraan bermotor.
4. Manfaat Penelitian
Dari penulisan proposal ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik secara
langsung terkait dalam pembuatan makalah maupun yang membacanya. Adapun manfaat dari
perpajakan khususnya mengenai penerimaan pajak kendaraan bermotor dan sebagai syarat
pengajuan skripsi.
2) Bagi Pembaca
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai landasan atau pangkal tolak bagi
dapat dijadikan bahan perbandingan penelitian bagi peneliti yang memiliki objek penelitian yang
sama.
b. Manfaat Praktis
Dengan adanya makalah ini, penulis berharap dapat menjadi bahan informasi atau
masukan, untuk mengetahui persoalan pajak kendaraan bermotor sebagai pendapatan pajak
daerah.
F. Kerangka Pemikiran
konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai dengan berbagai faktor yang
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui tingkat efektifitas dan konstribusi penerimaan
pajak kendaraan bermotor, serta seberapa besar pengaruh penerimaan pajak kendaraan bermotor
terhadap pendapatan pajak daerah. Dari penelitian ini ada dua variabel, yaitu variabel bebas atau
variabel independen (X) yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan variabel terikat atau variabel
G. Hipotesis
diperkirakan secara logis di antara dua atau lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk
tinjauan pustaka dijabarkan dengan tepat dugaan atau jawaban sementara tentang hasil penelitian
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat mendefinisikan bahwa hipotesis
adalah sarana penelitian yang penting dimana hasil dari tinjauan pustaka dijabarkan dengan tepat
dugaan atau jawaban sementara tentang hasil penelitian antara dua atau lebih variabel yang
diungkapkan dalam pernyataan yang dapat diuji dengan harapan atau keterangan empiris yang
mungkin diperoleh.
Adapun dugaan sementara atau hipotesis atas proposal yang penulis buat adalah:
H0 : Pajak kendaraan bermotor tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pajak daerah.
H. Sistematika Penulisan
1. Sampul muka
2. Halaman Pengesahan
3. Halaman pernyataan
4. Halaman abstrak (bahasa Indonesia)
5. Halaman abstract (bahasa Inggris)
6. Kata pengantar
7. Daftar isi
8. Daftar tabel
9. Daftar gambar
10. Daftar lampiran
11. Bagian utama
Bab I : Pendahuluan
a. Latar Belakang Masalah
b. Identifikasi Masalah
c. Pembatasan Masalah
d. Perumusan Masalah
e. Tujuan dan Manfaat Penelitian
f. Kerangka Pemikiran
g. Hipotesis
h. Sistematika Penulisan
a. Jenis Penelitian
b. Model Penelitian
c. Populasi dan Sampel (bila ada)
d. Teknik Pengumpulan Data
e. Pengolahan dan Analisis Data
f. Operasionalisasi Variabel
1) Pengertian Pajak
Menurut Siahaan (2008:7), pajak adalah pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan
undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak
Pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang
disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi
bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan,
tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk memelihara kesejateraan
secara umum.
Soemitro (dalam Waluyo, 2008:2) menyatakan bahwa pajak adalah iuran kepada kas
negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal
(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Menurut Sukirno (2006:195), pajak adalah pungutan yang dikenakan ke atas keuntungan
perusahaan, pendapatan individu dan nilai jual suatu barang termasuk barang yang diekspor dan
diimpor.
Dari berbagai pengertian diatas, secara umum penulis mendefinisikan pajak adalah iuran
wajib kepada kas negara yang dikenakan berdasarkan undang-undang yang dapat dipaksakan,
tetapi tidak mendapat jasa timbal balik secara langsung dan digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
2) Fungsi Pajak
Terdapat dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair (sumber keuangan negara) dan fungsi
regulared (pengatur).
berfungsi sebagai salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran
pemerintah baik rutin maupun pembangunan. Sebagai contoh: dimasukkannya pajak dalam
sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan
alat untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi,
serta mencapai tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Sebagai contoh: dikenakannya pajak
yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang
mewah.
3) Jenis Pajak
Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:
1) Menurut Golongan
Berdasarkan golongannya, pajak dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
a. Pajak Langsung
Resmi (2011:7) mengatakan pajak langsung adalah pajak yang harus dipikul atau
ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang
dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung wajib pajak yang
bersangkutan.
Sukirno (2006:154) mengungkapkan bahwa pajak langsung berarti jenis pungutan
pemerintah yang secara langsung dikumpulkan dari pihak yang wajib membayar pajak.
Dari berbagai pengertian diatas, maka penulis dapat mendefinisikan bahwa pajak langsung
adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan ataupun dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Penghasilan (PPh), PPh
dibayar atau ditanggung oleh pihak lain tertentu yang memperoleh penghasilan tersebut.
b. Pajak Tidak Langsung
Resmi (2011:7) mendefinisikan bahwa pajak tidak langsung adalah pajak yang pada
akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.
Menurut Waluyo (2008:12), pajak tidak langsung adalah pajak yang pembebananya dapat
langsung adalah pajak yang dapat dibebankan dan dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak
a. Pajak Subjektif
Menurut Resmi (2011:7), pajak subjektif adalah pajak yang pengenaannya memerhatikan
keadaan pribadi wajib pajak atau pengenaan pajak yang memerhatikan keadaan subjeknya.
Waluyo (2008:12) mengatakan bahwa pajak subjektif adalah pajak yang berpangkal atau
berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memerhatikan
pengenaannya berdasarkan subjeknya yaitu keadaan pribadi wajib pajak. Contoh: Pajak
Penghasilan (PPh) yang memerhatikan subjek pajak (wajib pajak) yaitu status perkawinan,
Menurut Waluyo (2008:12), pajak objektif adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan
Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak objektif adalah pajak yang
pengenaannya memerhatikan dan berdasarkan objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan,
atau peristiwa dan tanpa memerhatikan keadaan diri wajib pajak baik maupun tempat tinggal.
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.
Waluyo (2008:12) mengatakan bahwa pajak pusat adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: PPh, PPN dan
PPnBM, PBB, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). PBB dan BPHTB
daerah baik pemerintah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak
oleh pemerintah daerah baik pemerintah tingkat I maupun tingkat II dan digunakan untuk
Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam
negara.
Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan yang dikemukaan Resmi
(2011:11), yaitu:
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan
jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak sesuai dengan peraturan
2. Pajak Daerah
Menurut Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah (dalam Siahaan,
Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang
pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat
dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-udangan yang berlaku, dan yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan daerah.
Kurniawan dan Purwanto (2004:47) berpendapat bahwa pajak daerah merupakan pajak
yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang berguna untuk
menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk dalam
APBD.
Pajak daerah merupakan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan peraturan daerah
(Perda), yang wewenang pemungutannya dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan hasilnya
digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah daerah dalam melaksanakan
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah.
Menurut Resmi (2011:8), pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah
daerah baik pemerintah tingkat I (pajak provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak
Secara umum, penulis mendefinisikan pajak daerah adalah pajak yang dipungut oleh
pemerintah daerah baik pemerintah provinsi maupun kabupaten yang berguna untuk membiayai
pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk dalam APBD.
Pendapatan daerah bersumber dari tiga kelompok seperti yang dikemukakan oleh Siahaan
1. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut
pihak ketiga.
d. Lain-lain PAD yang sah.
2. Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan
kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.
3. Lain-lain pendapatan yang sah.
Berdasarkan Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, ditetapkan jenis pajak daerah yang
pembayaran pajak, baik bagi fiscus maupun bagi wajib pajak. Dengan undang-undang tersebut,
pemerintah pusat dan daerah akan memungut pajak sesuai dengan peraturan yang ada dan tidak
semena-mena. Demikian pula dengan wajib pajak, mereka akan menjalankan hak dan kewajiban
Kurniawan dan Purwanto (2004:115) mengemukakan ada beberapa ketentuan pajak yang
c. Wilayah pemungutan
d. Masa pajak
e. Penetapan
4. Selain mengatur ketentuan tersebut, peraturan daerah tentang pajak dapat mengatur ketentuan
a. Pemberian pengurangan, keringanan, dan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu atas pokok
pajak dan atau sanksinya. Ketentuan ini dibuat dengan mempertimbangkan kemampuan wajib
pajak.
b. Tata cara penghapusan piutang pajak yang kedaluwarsa. Ketentuan ini dibuat untuk
mengantisipasi adanya piutang pajak yang kedaluwarsa atau mungkin disebabkan oleh hal lain,
yang sudah tidak memungkinkan lagi untuk ditagih. Jadi, agar tidak menimbulkan tunggakan,
c. Asas timbal balik. Ketentuan ini dibuat sesuai dengan ketentuan umum dalam perpajakan
internasional, yakni pengurangan, keringanan atau pembebasan ajak dapat diberikan kepada
korps diplomatik dengan asas timbal balik. Maksud asas timbal balik yakni bila suatu negara
yang mempunyai hubungan diplomatik dengan Indonesia tidak melakukan pungutan atau korps
diplomatik, maka Indonesia sebagai negara mitra juga harus melakukan hal yang sama.
5. Sebelum ditetapkan, peraturan daerah harus disosialisasikan terlebih dahulu pada masyarakat.
Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan pemerintahan yang partisipatif, akuntabel dan
transparan. Pengertian masyarakat disini antara lain asosiasi-asosiasi didaerah, lambaga swadaya
undangan yang lebih tinggi, maka pemerintah dapat membatalkan peraturan daerah tersebut.
c. Ketentuan dalam huruf a dan b tersebut dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
d. Pembatalan dalam peraturan daerah dilakukan oleh pemerintah, paling lama 1 bulan sejak
diterimanya peraturan daerah. Penempatan jangka waktu 1 bulan tersebut dilakukan dengan
Sistem pemungutan pajak daerah atau sistem pemungutan daerah berdasarkan ketentuan
dalam pasal 7 UU Pajak Daerah yang menegaskan mekanismenya (dalam Kurniawan dan
daerah melalui surat ketetapan pajak daerah atau dokumen lain yang disamakan dengan itu,
seperti karcis atau nota perhitungan. Mekanisme pertama tersebut dalam sistem pemungutan
pajak dikenal sabagai cara official assessment system, yakni sistem pemungutan pajakvuntuk
menentukan besarnya pajak terutang ditentukan oleh fiskus/aparat pajak. Wajib pajak bersifat
ketetapan pajak daerah atau dokumen yang disamakan dengan itu. Wajib pajak yang jumlah
pajaknya ditetapkan oleh kepala daerah, pembayarannya menggunakan surat ketetapan pajak
daerah atau dokumen yang disamakan yang ditetapkan oleh kepala daerah.
2. Pajak yang Terutang Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak
Dalam sebuah mekanisme kedua pajak dibayar sendiri oleh wajib pajak, wajib pajak
jumlah pajak yang terutang dengan surat pemberitahuan pajak daerah. Dalam sistem pemungutan
pajak, mekanisme ini dikenal sebagai cara self assessment system, dalam sistem ini wajib pajak
harus bersifat aktif dan fiskus bersifat pasif, yakni hanya melakukan penyuluhan, pengawasan,
dan pemeriksaan dalam rangka uji kepatuhan dalam laporan wajib pajak atas jumlah pajak yang
terutang. Wajib pajak yang memenuhi kewajiban pembayaran pajak dengan cara membayar
sendiri/menggunakan sistem self assessment, diwajibkan melaporkan pajak yang terutang dengan
pajak yang terutang tidak memenuhi kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku, maka atas dasar tersebut dapat diterbitkan surat ketetapan pajak
daerah kurang bayar dan atau surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan sebagai
kendaraan beroda dua atau lebih, beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan
darat dan digerakkan oleh peralatan teknik, berupa motor atau peralatan lain yang berfungsi
Kendaraan bermotor adalah semua kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta
gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik
berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumber daya energi
tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat
dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat
secara permanen serta kendaraan bermotor yang dioperasikan di air.
kendaraan beroda dua atau lebih, beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan
darat dan digerakkan oleh peralatan teknik, berupa motor atau peralatan lain yang berfungsi
untuk mengubah suatu sumber daya energi tertentu menjadi tenaga, termasuk alat-alat berat dan
besar yang operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen serta
Menurut Kurniawan dan Purwanto (2004:54), pajak kendaraan bermotor adalah pajak
Siahaan (2010:175) mendefinisikan bahwa pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas
Secara umum, penulis mendefinisikan bahwa pajak kendaraan bermotor adalah pajak atas
18 Tahun 1997 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000, pajak
kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air pada beberapa provinsi dipungut sebagai jenis
pajak yang terpisah, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak Kendaraan di Atas Air
(PKAA). Hal ini wajar saja mengingat kendaraan bermotor pada dasarnya berbeda dengan
Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di Indonesia saat ini didasarkan pada dasar hukum yang jelas
dan kuat, sehingga harus dipatuhi oleh masyarakat dan pihak yang terkait. Siahaan (2010:177)
berpendapat bahwa dasar hukum pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Pajak
Kendaraan di Atas Air (PKAA) pada suatu provinsi dewasa ini adalah sebagaimana di bawah ini:
1. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
2. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang
menyatu, yaitu satu peraturan daerah untuk PKB dan PKAA, tetapi dapat juga dibuat secara
terpisah yaitu Peraturan Daerah tentang PKB dan Peraturan Daerah tentang PKAA. Beberapa
provinsi yang menetapkan Peraturan Daerah tentang PKAA yang terpisah dari Peraturan Daerah
Atas Air;
b. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2004 tentang Pajak Kendaraan di
Atas Air;
c. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 16 Tahun 2003 tentang Pajak Kendaraan di Atas
Air;
d. Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 5 Tahun 2000 tentang Pajak Alat Angkut di Atas Air;
e. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 03 Tahun 2007 tentang Pajak Kendaraan
Peraturan Daerah tentang PKB dan PKAA pada provinsi dimaksud. Sebagaimana halnya pada
poin 4 di atas, keputusan gubernur yang mengatur tentang PKB dan PKAA dapat dibuat menyatu
yaitu satu keputusan gubernur untuk PKB dan PKAA, tetapi dapat juga dibuat secara terpisah
yaitu Keputusan Gubernur tentang PKB dan Keputusan Gubernur tentang PKAA.
Siahaan (2008:140) mengatakan bahwa yang termasuk dalam objek pajak kendaraan
bermotor adalah kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor yang digunakan di
semua jenis jalan darat, antara lain, di kawasan bandara, pelabuhan laut, perkebunan, kehutanan,
Menurut Siahaan (2010:180), objek pajak kendaraan bermotor adalah kepemilikan dan
kepemilikan dan atau penguasaan kendaraan bermotor yang digunakan di semua jenis jalan
darat.
Siahaan (2010:181) mengemukakan bahwa pada pajak kendaraan bermotor, tidak semua
kepemilikan dan atau penguasaan kendaran bermotor dikenakan pajak. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 3 ayat 3, dikecualikan dari pengertian kendaraan bermotor
yang kepemilikan dan penguasaan atasnya menjadi objek pajak PKB adalah:
a. Kereta api;
b. Kendaraan bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan
negara;
c. Kendaraan bermotor yang dimiliki dan atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara
asing dengan asas timbale balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas
Beberapa alternatif objek pajak lainnya yang dikecualikan dari pengertian kendaraan
bermotor yang dapat ditetapkan dalam peraturan daerah seperti yang dikemukakan Siahaan
a. Kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh orang pribadi yang digunakan untuk
keperluan keselamatan.
c. Kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh pabrikan atau milik importer yang
semata-mata digunakan untuk pameran, untuk dijual, dan tidak dipergunakan dalam lalu lintas
bebas.
d. Kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor oleh turis asing yang berada di daerah untuk
Siahaan (2010) mengatakan bahwa pada PKB, subjek pajak adalah orang pribadi atau
badan yang memiliki dan atau menguasai kendaraan bermotor. Sementara itu, yang menjadi
wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang memiliki kendaraan bermotor. Jika wajib pajak
berupa badan, kewajiban perpajakannya diwakili oleh pengurus atau kuasa badan tersebut.
Dengan demikian, pada PKB subjek pajak sama dengan wajib pajak, yaitu orang pribadi atau
wajib pajak dapat diwakili oleh pihak tertentu yang diperkenalkan oleh undang-undang dan
peraturan daerah tentang PKB. Wakil wajib pajak bertanggung jawab secara pribadi dan atau
secara tanggung renteng atas pembayaran pajak terutang. Selain itu, wajib pajak dapat menunjuk
seorang kuasa dengan surat khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban
perpajakannya.
kendaraan bermotor dihitung sebagai perkalian dari dua unsur pokok berikut:
atas suatu kendaraan bermotor. Harga pasaran umum adalah harga rata-rata yang diperoleh dari
berbagai sumber daya yang akurat, antara lain agen tunggal pemegang merek (ATPM) dan
asosiasi penjual kendaraan bermotor. NJKB ditetapkan berdasarkan harga pasaran umum pada
minggu pertama bulan Desember tahun pajak sebelumnya. Siahaan (2010:183) mengatakan
bahwa dalam hal harga pasaran umum suatu kendaraan bermotor tidak diketahui, NJKB dapat
Bobot mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan atau pencemaran
lingkungan akibat penggunaan kendaraan bermotor dinyatakan dalam koefisien sama dengan
satu dianggap dalam batas toleransi, apabila lebih besar dari satu dianggap melewati batas
toleransi. Siahaan (2010:182) mengemukakan bahwa bobot dihitung berdasarkan faktor-faktor
berikut ini:
a. Tekanan gandar, yang dibedakan atas dasar jumlah sumbu roda, dan berat kendaraan bermotor;
b. Jenis bahan bakar kendaraan bermotor yang dibedakan, menurut solar, bensin, gas, listrik,
Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor di Jawa Timur sebagai
berikut :
a. Untuk bobot kendaraan bermotor jenis Sedan, Sedan Station, Jeep, Stationwagon, Minibus,
b. Untuk bobot kendaraan bermotor jenis mobil barang atau beban ditetapkan sebesar 1,30.
c. Bobot kendaraan bermotor jenis alat-alat berat dan alat-alat besar serta kereta gandeng
Dasar pengenaan pajak kendaraan bermotor tersebut ditinjau kembali setiap tahun.
Siahaan (2008:145) mengemukakan bahwa tarif pajak kendaraan bermotor ditetapkan sebesar :
Berdasarkan pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar
pengenaan pajak. Jadi, bila menggunakan indeks bobot yang ditetapkan, Kurniawan dan
Jika mobil bukan umum tersebut berupa mobil barang/beban maka bobot tidak 1,00 tetapi 1,3
= 1% x (NJKB x 1,00)
Jika mobil bukan umum tersebut berupa mobil barang/beban maka bobot tidak 1,00 tetapi 1,3
= 1% x (NJKB x 1,3)
Contoh Soal:
Diketahui pada tahun 2002 Menteri Dalam Negeri menetapkan bahwa NJKB mobil Mercedes
Benz C.180 automatic tahun pembuatan 2000 adalah sebesar Rp 290.000.000,00 dengan bobot
= Rp. 4.350.000,00
Bagi Hasil Pajak dan Biaya Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) yang
Hasil penerimaan PKB merupakan pendapatan daerah yang harus disetorkan seluruhnya
ke kas daerah provinsi. Hasil penerimaan PKB sebagian diperuntukkan bagi daerah
kabupaten/kota di wilayah provinsi tempat pemungutan PKB. Pembagian hasil penerimaan PKB
Pembagian hasil penerimaan PKB dilakukan setelah dikurangi biaya pemungutan sebesar
lima persen. Pembagian hasil penerimaan PKB dilakukan dengan memperhatikan aspek
pemerataan dan potensi antardaerah kabupaten/kota. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan
bahwa potensi antara satu kabupaten/kota yang satu dengan kabupaten/kota lainnya tidak sama.
Untuk pemerataan dan keadilan dalam pembagian bagian daerah kabupaten/kota, besarnya
hasil pajak bagian kabupaten/kota dilakukan dengan cara pemindahbukuan dari kas daerah
pemungutan sebesar lima persen dari hasil penerimaan pajak yang telah disetorkan ke kas daerah
provinsi. Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 35 Tahun 2002 tentang
Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah ditetapkan alokasi biaya pemungutan PKB
terdiri dari:
Biaya pemungutan adalah biaya yang diberikan kepada aparat pelaksana pemungutan dan
aparat penunjang dalam rangka kegiatan pemungutan. Berbeda dengan PKB, alokasi biaya
pemungutan PKAA tidak ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri, tetapi ditetapkan dengan
keputusan kepala daerah. Penggunaan biaya pemungutan pajak ditetapkan denga keputusan
J. Tim Peneliti
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan
1. Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah dan kesehatan hingga kami mampu
peneliti yang telah saling membantu dan menguatkan selama proses penelitian berlangsung.
8. Untuk Afriana Agung Setiawan dan Hari Setia Pranata yang telah membantu dan memberikan
K. Jadwal Kegiatan
Kegiatan penelitian akan dilakukan selama 3 bulan terhitung mulai November 2015
sampai dengan Januari 2016. Tahapan dan waktu kegiatan penelitian akan diuraikan pada tabel
berikut ini:
L. Anggaran
Dana yang terpakai dalam penelitian skripsi ini sebesar Rp. 6.810.000 dengan rincian
sebagai berikut:
Pedoman peliputan data yang digunakan dalam pembuatan proposal ini, dengan cara
wawancara. Hasan (2002:85) mengatakan bahwa wawancara adalah teknik pengumpulan data
dengan mengajukan pertanyaan langsung oleh pewawancara kepada responden, dan jawaban-
N. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data yang bersifat assosiatif kuantitatif.
Adapun maksud dari penelitian assosiatif kuantitatif yang dikemukakan oleh Sugiyono (2012:36)
adalah suatu rumusan masalah penelitian yang bersifat menanyakan hubungan antara dua
yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan variabel terikat atau variabel dependen (Y) yaitu Pajak
Daerah.
2. Model Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dilakukan untuk
memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena.
Sugiyono (2011:7) menyatakan bahwa metode kuantitatif disebut sebagai metode
positivistic karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini sebagai metode
terukur rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery, karena dengan metode
ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini disebut metode
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
2) Sampel
Sampel menurut Sugiyono (2011:81) adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari
semua yang ada populasi, misalnya karna keterbatasan dana, tenaga, dan waktu, maka peneliti
dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu,
kesimpulannya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari
sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian.
Penulis melakukan penelitian dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1) Riset Kepustakaan
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh landasan teoritis, yaitu memperoleh
pengetahuan secara teoritis dengan membaca buku-buku referensi dan karya tulis lainnya yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti yaitu pengaruh pajak kendaraan bermotor terhadap
pajak daerah, sehingga data tersebut dapat digunakan untuk mengadakan pendekatan teoritis
Selatan yang menjadi objek penelitian untuk memperoleh data primer. Data primer diperoleh
melalui Interview (wawancara) yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan objek penelitian.
5. Pengolahan dan Analisis Data
Hasan (2002:89) menyatakan pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh
data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau rumus-rumus tertentu.
Pengolahan data meliputi kegiatan sebagai berikut:
1) Editing
Hasan (2002:89) mendefinisikan editing adalah pengecekan atau pengoreksiaan data
yang telah dikumpulkan,karena kemungkinan data yang masuk (raw data) atau data terkumpul
pada tiap-tiap data yang termasuk dalam kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat
(2002:91) mengatakan bahwa tabulasi adalah membuat tabel-tabel yang berisikan data yang
1) Statistik Deskriktif
Statistik deskriktif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara
mendekripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
himpunan data kuantitatif yang menjumlahkan seluruh data dibagi dengan banyaknya data yang
ada.
b. Median
Median dari suatu himpunan data kuantitatif adalah angka tengah yang diperoleh apabila
yaitu Pajak Kendaraan Bermotor dan variabel terikat atau variabel dependen (Y) yaitu Pajak
Daerah.
O. Daftar Pustaka
Hasan, M. Iqbal. (2002). Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Kurniawan, Panca dan Purwanto, Agus. (2004). Pajak dan Retribusi Daerah di Indonesia. Malang:
Bayumedia Publishing.
Resmi, Siti. (2011). Perpajakan Teori dan Kasus Edisi 6 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Sekaran, Uma. (2014). Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Siahaan, Marihot P. (2008). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Siahaan, Marihot P. (2010). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta.
Sukandarrumidi. (2002). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sukirno, Sadono. (2006). Makroekonomi Teori Pengantar Edisi Ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Waluyo. (2008). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
BAB I
PENDAHULUAN
I.7
Latar Belakang Praktik Kerj
a Lapangan Mandiri (PKLM)
Pelaksanaan Praktik Kerja Lapa
ngan Mandiri (PKLM) bertujuan
sebagai salah satu syarat
dalam rangka penyusunan Tugas Akhir dan metode
untuk mempraktikkan teori yang selama ini
diperoleh di perkuliahan dan mengaplikasikanny
a dalam kondisi kerja yang nyata. Dalam Praktik
Kerja Lapangan
ini, juga dapat diharapkan memberik
an pengetahuan praktis mengenai
lingkungan kerja beserta as
pek-aspek perpajakan.
Pemungutan Pajak Daerah merupakan salah sa
tu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD)
yang sangat penting guna membiayai penyelengga
raan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah, juga untuk memantapkan penyelenggaraan otonomi daerah yang luas dan
nyata. Pajak
Daerah dalam struktur Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (A
BPD) masih merupakan elemen
yang cukup penting perannya baik mendukung pe
nyelenggaraan pemerintah maupun pemberian
pelayanan kepada publik. Dalam pengolahan Angga
ran Pendapatan Daerah perlu diperhatikan
upaya peningkatan pendapatan Pa
jak Daerah dan Retribusi Daerah tanpa harus menambah beban
bagi masyarakat. Dengan pola kebijakan yang
tepat untuk meningkatkan kemampuan keuangan
daerah, secara bertahap akan mampu keluar dari
berbagai persoalan ya
ng selama ini dihadapi
seperti tingkat pengangguran yang tinggi dan ju
mlah penduduk miskin yang masih cukup besar.
Dalam hal ini, pemerintah memberikan ta
nggung jawab terhadap se
tiap Pemerintah
Provinsi untuk mengatur rumah tangga daerahnya se
ndiri atau yang lebih
dikenal dengan Sistem
Otonomi Daerah. Adapun pelaksanaan otonomi daer
ah menimbulkan reaksi yang berbeda-beda
1
Universitas
Sumatera
Utara
bagi daer
ah. Pemerintah Daerah yang memiliki sumber kekayaan alam yang besar,
menyambut
otonomi daerah dengan penuh harapan, sebaliknya
daerah yang miskin sumber daya alamnya,
menanggapi dengan rasa khawatir. Kekhawatiran bebe
rapa daerah tersebut dapat dipahami dalam
pelaksanaan otonomi daerah, karena pelaksan
aan otonomi daerah membawa dampak bagi
pemerintah untuk lebih mandiri
baik dari sistem pembayaran maupun dalam memnetukan arah
pembanguan daerah sesuai dengan prioritas dan ke
pentingan masyarakat daerah. Oleh sebab itu
pemerintah daerah harus mampu menggali sumbe
r-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi
kebutuhan pembiayaan daerah dalam pembangunan daerahnya.
Suatu daerah harus sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam melakukan
otonomi
daerah menuju desentralisasi pemerintahan, ma
ka pemerintah menetapkan Undang-Undang Nomor
22 tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, undang Undang-Unda
ng Nomor 25 tahun 1999 yang telah direvisi
menjadi Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 te
ntang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, se
rta Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 yang
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34
tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah sebagai acuan dan dasar-dasar dalam menentukan setiap peraturan daerah.
Atas Undang-
Undang tersebut Pemerintah Daerah baik itu Pemerintah Provinsi, Pemerintah
Kabupaten/Kota
yang telah diberi wewenang untuk mengatur ruma
h tangga daaerahnya sendiri memalui sistem
otonomi daerah.
Dalam upaya peningkatan anggaran daerah
yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD), diantaranya dari Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dapat berupa pajak daerah dan
retribusi daerah maka dituntut
kesadaran dari semua pihak
khususnya masyarakat yang
mempunyai andil yang sangat besar dalam pencapaian pembangunan daerah.
2
Universitas
Sumatera
Utara
Adapun yang me
njadi jenis-jenis pendapatan
daerah menurut Undang-Undang Nomor 34
tahun 2000 terbagi atas:
1.
Jenis-Jenis Pajak Pr
ovinsi terdiri dari:
a.
Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas Air
b.
Bea Balik Nama Kendaraan Bermot
or dan Kendaraan di atas Air
c.
Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d.
Pajak Pengambilan dan Pemanfatan Ai
r Bawah Tanah dan Air Permukaan
2.
Jenis-Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri dari:
a.
Pajak Hiburan
b.
Pajak Hotel
c.
Pajak Reklame
d.
Pajak Penerangan Jalan
e.
Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
f.
Pajak Parkir
g.
Pajak Restoran
Dengan adanya Praktik Kerja Lapangan Mandiri (P
KLM) ini penulis merasa tertarik
untuk mengetahui seberapa besar peranan Paja
k Kendaraan Bermotor (PKB) dalam menunjang
pembangunan daerah serta apa saja kebijakan yang diterapkan pada kantor
SAMSAT
Pematangsiantar dalam Upaya Peningkatan Pene
rimaan Pajak Kendaraan Bermotor Sebagai
Sumber Pendapatan Asli Daerah
pada Kantor Sistem Administra
si Manunggal Di Bawah Satu
Atap (SAMSAT) Pematangsiantar.
3
Universitas
Sumatera
Utara
Oleh sebab itu, diadakannya Praktik Kerja
Lapangan Mandiri (PKLM) selain me
mbantu
penulis guna memenuhi salah satu syarat unt
uk menyelesaikan pendidikan Program Studi
Diploma-III Administrasi Perpajakan pada Faku
ltas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sumatera Utara tetapi juga su
atu proses pembelajaran yang berharga untuk penulis dalam hal
penerapan teori-teori yang selama ini telah didapa
tkan selama perkuliahan. Maka dari itu dalam
Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini penu
lis sangat ingin mengetahui bagaimana realita
yang ada di lapangan dengan apa yang dilaporkan
pada kantor SAMSAT Pematangsiantar dan
dituangkan penulis dalam sebuah Praktik Kerja Lapanga
n Mandiri (PKLM) dengan judul: