Peranan Aliran Hukum Bagi Pembangunan Hukum Di Indonesia
Peranan Aliran Hukum Bagi Pembangunan Hukum Di Indonesia
Peranan Aliran Hukum Bagi Pembangunan Hukum Di Indonesia
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Berbicara tentang aliran-aliran dalam ilmu hukum atau teori hukum berarti
membicarakan kembali pemikiran-pemikiran tentang hukum yang telah muncul sejak awal
zaman kerajaan Yunani dan Romawi yang terkenal sebagai pancak pemikiran tentang
hukum sampai ke akarnya atau biasa di sebut filsafatnya. Jika berbicara filsafat, seakan
berada pada ranah yang sangat abstrak, dan filsafat hukum merupakan cabang dari filsafat.
Berbicara mengenai filsafat, maka filsafat sering dipahami sebagai sebuah falsafah
atau sebuah pandangan umum dan mendalam tentang hidup yang dijalani manusia. Dalam
pemahaman yang demikian, filsafat ditangkap sebagai sesuatu yang abstrak 1. Filsafat hukum
merupakan cabang dari filsafat, filsafat hukum mempunyai fungsi yang strategis dalam
pembentukan hukum di Indonesia
2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut diatas, dapat dirumuskan kedalam
permasalahan yaitu bagaimanakah peran aliran hukum pada filsafat hukum
dalam pembentukan hukum di Indonesia
1 Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manulang, Pengantar ke Filsafat Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hal 3
2 Darji Darmodiharjo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia),
PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Cet, VI Mei 2006, hal. 154
1
BAB II
PEMBAHASAN
3 Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat
Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2007, hal 1
4 Sugiyanto Darmadi, Kedudukan Ilmu Hukum dalam Ilmu dan Filsafat, Mandar Maju, Bandung, 1998, hal 18
2
berkaitan dengan gejala hukum. Setidaknya refleksi filsafat hukum berangkat dari
bidang penyelidikan secara folosofis yang pada gilirannya dapat menemukan
penelusuran terhadap landasan (dasar-dasar) kebenaran. Maka dengan itu, ada tiga
bidang penyelidikan ilmu hukum dalam kajian filsafat hukum, antara lain :
1. Masalah mengenai konsep atau sifat hukum
Bidang penyelidikan ini mencakup konsep-konsep pokok lainnya yang dianggap
ada hubungannya secara esensial dengan konsep tentang hukum, misalnya sumber,
subyek hukum, kewajiban hukum, kaedah hukum, dan juga sanksi hukum. Bidang
penyelidikan yang terutama ini lebih dikenal sebagai mazhab analitis, oleh karena
ia bertujuan untuk menganalisa dan memberi definisi kepada konsep-konsep yang
disebut di atas. Mazhab analitis dikemukakan oleh John Austin, yang memiliki ciri
formalisme yang metodis. Hukum sebagai dianggapnya sebagai suatu sistem
kaedah-kaedah positif, yaitu kaedah-kaedah yang efektif dalam kenyataannya. Ilmu
hukum hanya bertujuan untuk menentukan adanya kaedah-kaedah ini dalam hukum
yang berlaku lepas dari nilai-nilai etis dan pertimbangan-pertimbangan politis.
Demikian juga mazhab analitis tidak mempersoalkan masalah-masalah yang ada
hubungannya dengan keadaan-keadaan sosial ke dalam mana hukum itu masuk-
yaitu faktor-faktor sosial yang menentukan penciptaan hukum dan pertumbuhannya
dan akibat-akibat sosial yang dihasilkan atau dimaksud untuk dihasilkan oleh
kaedah-kaedah hukum
2. Masalah tujuan atau cita-cita hukum
Bidang penyelidikan ini memusatkan perhatiannya kepada prinsip rasional yang
memberikan kepada hukum keabsahan-nya atau kekuatan mengikatnya yang
khusus, dan merupakan kriterium bagi benarnya suatu kaedah hukum. Pada
umunya cita-cita hukum itu dianggap adalah keadilan. Disinilah muncul
pertanyaan-pertanyaan pokok tentang hubungan antara keadilan dan hukum positif;
peranan yang dimainkan oleh prinsip keadilan dalam perundang-undangan,
pengadilan dan sebagainya. Aliran hukum semacam ini sering dikenal sebagai ilmu
hukum etis atau filsafat hukum alam, aliran pikiran ini yang erat hubungannya
dengan pendekatan secara religius atau metafisis-filosofis, mempunyai sejarah
panjang. Filsafat hukum alam dimulai sejak sejak filsuf-filsuf Yunani pertama
hingga zaman kita sekarang ini. Filsafat ini mencapai puncak klasiknya dalam
sistem-sistem rasionalitas yang besar dalam abad ketujuh belas dan kedelapan
belas. Sesudah reaksi dari mazhab sejarah dan positivis dalam abad kesembilan
belas, filsafat hukum alam telah mendapat pengaruh lagi dalam abad sekarang ini.
Dasar filosofisnya pertama-tama dan secara utama adalah filsafat skolastik katolik
yang diteruskan dalam hukum alam kaum Thomis; dan berbagai perkembangan dari
sistem-sistem Kant danHegel. Teori-teori mengenai hukum alam telah juga
3
menemukan dasar dalam mazhab-mazhab filsafat lainnya (utilitarianisme, filsafat
solidaritas, intuisionismeBergson, fenomenologisme Husserl dan lain-lain)
3. Masalah pola antarpengaruh hukum dan masyarakat
Bidang penyelidikan ini mencakup pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
dengan asal usul historis dan pertumbuhan dari hukum: dengan faktor-faktor sosial
yang dalam zaman kita menentukan isi variabel dari hukum; dengan bergantungnya
hukum dan pengaruh terhadap ekonomi dan kesadaran hukum rakyat; dengan
akibat-akibat sosial dari kaedah-kaedah hukum atau lembaga-lembaga tertentu;
dengan kekuasaan pembentuk undang-undang untuk membimbing perkembangan
sosial; dengan hubugan antara hukum yang hidup dengan hukum teoritis dan
kekuatan-kekuatan yang sebenarnya menjadi motif bagi penerapan hukum
berlainan dengan alasan-alasan rasional dalam setiap putusan
Tiga teori kebenaran yang telah disebut dimuka, dapat diterapkan dalam filsafat
hukum, ilmu hukum, dan teknik hukum. Teori korespondensi memandang bahwa suatu
pernyataan adalah benar bila sesuai atau sebanding dengan kenyataan yang menjadi
objeknya, teori ini sesuai dengan dimensi perilaku hukum dan menjadi bahan kajian
sosiologi hukum dan antropologi hukum. Kemudian teori koherensi berpendapat bahwa
suatu pernyataan adalah benar apabila sesuai dengan pernyataan sebelumnya, dalam
pengertian inilah yang menjadi landasan bahan kajian filsafat hukum. Berbeda
dengan teori pragmatik, bahwa suatu pernyataan adalah benar bila berguna bagi
kehidupan praktis, yang sesuai dengan bahan kajian teknik hukum secara praktis
5 Soerjono Soekanto, 2006, Aliran Pemikiran Sosiologi Hukum, Bandung: Raja Grafindo Persada, hlm.40
4
1. Aliran Hukum Alam
Adalah hukum yang berlaku universal dan abadi yang bersumber dari Tuhan, filsafat
keadilan sebagaimana dikembangkan oleh teori Plato, Aristoteles dan Thomas
Aquino
a. Plato mengutarakan pandangan tentang harmoni suasana yang alami tentram
b. Aristoteles mengutarakan (membagi dua adalah hukum alam dan hukum positif)
teori dualisme, sebagai kontribusi (manusia bagian dari alam, manusia adalah
majikan dari alam)
c. Thomas Aquino : Summa Theologica dan De Regimene Principum
Membagi asas hukum alam menjadi dua adalah sebagai berikut:
i. Principia Prima adalah merupakan asas yang dimiliki oleh manusia semenjak
lahir dan bersifat mutlak.
ii. Principia Secundaria adalah merupakan asas yang tidak mutlak dan dapat
berubah menurut tempat dan waktu
d. Immanuel Kant mengutarakan pandangan tentang hukum kodrat metafisis yaitu
tentang kodrat dan kebebasan. Kodrat adalah merupakan lapangan dari akal budi,
yang tersusun atas kategori kategori pikiran, yang terdiri atas empat komponen
dasar, yaitu kualitet, kuantitet, relasi dan modalitet, tetapi dibatasi ruang dan
waktu. Kebebasan adalah lapangan dari dan bagi akal budi praktis, wilayah
moralitas, yaitu kebebasan normative etis dari manusia, yang menampilkan ideal
kepribadian manusia
2. Aliran Positifisme
Menganggap bahwa keduanya hukum dan moral dua hal yang harus dipisahkan. Dan
aliran ini dikenal adanya dua subaliran yang terkenal yaitu:
1. Aliran hukum positif yang analitis, pendasarnya adalah John Austin, Ada empat
unsur penting menurut Austin dinamakan sebagai hukum:
a) Ajarannya tidak berkaitan dengan penelitian baik-buruk, sebab penelitian ini
berada di luar bidang hukum.
b) Kaidah moral secara yuridis tidak penting bagi hukum walaupun diakui ada
pengaruhnya pada masyarakat.
c) Pandangannya bertentangan baik dengan ajaran hukum alam maupun dengan
mazhab sejarah.
d) Masalah kedaulatan tak perlu dipersoalkan, sebab dalam ruang lingkup
hubungan politik sosiologi yang dianggap suatu yang hendak ada dalam
kenyataan
5
Akan tetapi aliran hukum positif pada umumnya kurang atau tidak memberikan
tempat bagi hukum yang hidup dalam masyarakat. Austin mengemukakan ciri-
ciri positivism, adalah sebagi berikut :
a. Hukum adalah perintah manusia (command of human being).
b. Tidak ada hubungan mutlak antar hukum moral dan yang lainnya.
c. Analitis konsepsi hukum dinilai dari studi historis dan sosiologis
System hukum adalah merupakan system yang logis, tetap, dan bersifat tertutup
dan di dalamnya terhadap putusan-putusan yang tetap
6
5. Aliran Pragmatic Legal Realism
Dipelopori oleh Roscoe Pound konsep hukumnya (Law as a tool of social
engineering) sub aliran positivisme hukum. Wiliam James dan Dewey
mempengaruhi lahirnya aliran ini. Titik tolaknya pada pentingnya rasio atau akal
sebagai sumber hukum. Menurut Liewellyn, aliran realism adalah merupakan bukan
aliran dalam filsafat hukum, tetapi merupakan suatu gerakan movement dalam cara
berfikir tentang hukum.
7. Aliran Utilitarianisme
Dikemukakan tokoh aliran ini dalah Jeremy Bentham dan mengutarakan
pendapatnya memegang prinsip manusia akan melakukan tindakan untuk
mendapatkan kebahagiaan yang sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaan
(hukum itu harus bermanfaat bagi masyarakat, guna mencapai hidup bahagia).
Bentham dan Jhon Stuart Mill memiliki pendapat yang sejalan yaitu pembentukan
undang-undang hendaknya dapat melahirkan undang-undang yang dapat
mencerminkan keadilan bagi semua individu
7
adalak kedaulatan rakyat, dan Indonesia menganut paham kedaulatan rakyat dari
Pancasila, akan tetapi berbeda dengan konsep kedaulatan rakyat oleh Hobbes (yang
mengarah pada ke absolutisme) dan John Locke (yang mengarah pada demokrasi
parlementer).
Salah satu tuntutan aspirasi masyarakat yang berkembang dalam era reformasi
sekarang ini adalah reformasi hukum menuju terwujudnya supremasi sistem hukum di
bawah sistem konstitusi yang berfungsi sebagai acuan dasar yang efektif dalam proses
penyelenggaraan negara dan kehidupan nasional sehari-hari. Dalam upaya mewujudkan
sistem hukum yang efektif itu, penataan kembali kelembagaan hukum, didukung oleh
kualitas sumber daya manusia dan kultur dan kesadaran hukum masyarakat yang terus
meningkat, seiring dengan pembaruan materi hukum yang terstruktur secara harmonis,
dan terus menerus diperbarui sesuai dengan tuntutan perkembangan kebutuhan.
Rumusan Pancasila yang dijumpai dalam Alinea keempat Pembukaan UUD
1945 adalah sumber dari segala sumber hukum di Indonesia yang merupakan produk
filsafat hukum negara Indonesia. Pancasila ini muncul diilhami dari banyaknya suku,
ras, kemudian latar belakang, serta perbedaan ideologi dalam masyarakat yang
majemuk, untuk itu muncullah filsafat hukum untuk menyatukan masyarakat Indonesia
dalam satu bangsa, satu kesatuan, satu bahasa, dan prinsip kekeluargaan, walau tindak
lanjut hukum-hukum yang tercipta sering terjadi hibrida (percampuran), terutama dari
hukum Islam, hukum adat, dan hukum barat (civil law / khususnya negara Belanda).
Hukum Islam sering dijadikan dasar filsafat hukum sebagai rujukan mengingat
mayoritas penduduk Indonesia adalah umat muslim, contoh konkrit dari hukum Islam
yang masuk dalam konstitusi Indonesia melalui produk filsafat hukum adalah Undang-
undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, apalagi didalamnya terdapat pasal
tentang bolehnya poligami bagi laki-laki yaitu dalam Pasal 3 ayat 1, Pasal 4 ayat 1,2,
dan Pasal 5 ayat 1 dan 2, walau banyak pihak yang protes pada pasal kebolehan
poligami tersebut, namun di sisi lain tidak sedikit pula yang mempertahankan pasal
serta isi dari Undang-undang Perkawinan tersebut. Ini bukti nyata dari perkembangan
filsafat hukum yang muncul dari kebutuhan masyarakat perihal penuangan hukum
secara konstitusi kenegaraan, yang mayoritas masyarakat Indonesia adalah agama
Islam, yang menganggap ayat-ayat dalam kitab suci Al-Quran adalah mutlak untuk
diikuti dalam hukum. Hukum adat juga sedikit banyak masuk dalam konstitusi negara
Indonesia, contoh adanya Undang-undang Agraria, kemudian munculnya Undang-
undang Otonomi daerah, yang pada intinya memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia
yang sangat heterogen.
Maka dengan filsafat hukum yang dikembangkan melalui ide dasar Pancasila
akan dapat mengakomodir berbagai kepentingan, berbagai suku, serta menyatukan
perbedaan ideology dalam masyarakat yang sangat beraneka ragam, dengan demikian
8
masyarakat Indonesia akan tetap dalam koridor satu nusa, satu bangsa, satu kesatuan,
satu bahasa, yang menjunjung nilai-nilai luhur Pancasila
9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Suatu penjabaran kembali fungsi filsafat hukum di dalam masyarakat adalah perlu yakni
berupa pengertian, penyelesaian, pemeliharaan dan pertahanan aturan-aturan yang berlaku,
sesuai dengan kebutuhan sosial yang relevan dengan perubahan-perubahan yang ada di dalam
masyarakat, sesuai dengan berlakunya Hukum Positif.
Filsafat hukum berupaya memecahkan persoalan, menciptakan hukum yang lebih
sempurna, serta membuktikan bahwa hukum mampu menciptakan penyelesaian persoalan-
persoalan yang hidup dan berkembang di dalam masyarakat dengan menggunakan sistim hukum
yang berlaku di suatu masa, disuatu tempat sebagai Hukum Positif.
Tugas filsafat hukum masih relevan untuk menciptakan kondisi hukum yang sebenarnya,
sebab tugas filsafat hukum adalah menjelaskan nilai-nilai, dasar-dasar hukum secara filosofis
serta mampu memformulasikan cita-cita keadilan, ketertiban didalam kehidupan yang relevan
dengan kenyataan-kenyataan hukum yang berlaku. bahkan tidak menutup kemungkinan hukum
menyesuaikan, untuk membangun paradigma hukum baru, guna memenuhi kebutuhan
perkembangan hukum pada suatu masa tertentu, suatu waktu dan pada suatu tempat.
Mengutip pendapat J.B.M. Vranken, dalam bukunya Bakrie Siregar Bagi pendidikan
yuridis ini berarti bahwa filsafat hukum bukan merupakan hidangan awal maupun akhir, juga
bukan hiasan sajian, telaah hukum positif, tapi suatu bumbu yang diperlukan, karena tanpa ini
sajian utama tetap hambar tak berasa. Dalam peristilahan yang tidak khas dapur dikatakan:
tanpa filsafat hukum telaah hukum positif tetap tidak ada isinya dan tidak lengkap.
Kita harus tahu pula bahwa fungsi hukum nasional adalah untuk pengayoman, maka
perubahan atau pembangunan hukum Indonesia harus melalui proses filsafat hukum, yang mana
hukum yang diciptakan adalah merupakan rules for the game of life, hukum diciptakan untuk
mengatur prilaku anggota masyarakat agar tetap berada pada koridor nilai-nilai sosial budaya
yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan yang terpenting hukum diciptakan
sebagai pemenuhan rasa keadilan bagi masyarakat luas, tanpa membedakan ras, golongan,
suku, partai, agama, atau pembedaan lain.
10
DAFTAR PUSTAKA
Antonius Cahyadi dan E. Fernando M. Manulang, Pengantar ke Filsafat Hukum, Kencana, Jakarta, 2008
Darji Darmodiharjo dan Sidharta, Pokok-Pokok Filafat Hukum (Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum
Indonesia), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Cet, VI Mei 2006
Arief Sidharta, Meuwissen Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu Hukum, Teori Hukum, dan Filsafat
Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2007
Sugiyanto Darmadi, Kedudukan Ilmu Hukum dalam Ilmu dan Filsafat, Mandar Maju, Bandung, 1998
Soerjono Soekanto, 2006, Aliran Pemikiran Sosiologi Hukum, Bandung: Raja Grafindo Persada
Website:
11