BAB III Ook
BAB III Ook
Pulau Sulawesi dan sekitarnya terbagi mejadi beberapa Mandala Geologi (Geologic
Province), yaitu Mandala Geologi Sulawesi Barat, Mandala Geologi Sulawesi Tengah,
Mandala Geologi Sulawesi Timur, Mandala Geologi Sulawesi Tengah, Banggai-Sula dan
Tukang Besi (Surono dan Hartono, 2013). Secara regional, daerah Palu dan sekitarnya
termasuk Mendala Geologi Sulawesi Barat atau Busur Sulawesi Barat atau Lajur Sulawesi
Barat disebut sebagai volcanic arc,yang terdiri atas Lengan Selatan Sulawesi, Bagian Tengah,
Leher Sulawesi, danLengan Utara Sulawesi (Surono dan Hartono, 2013)
Gambar 3.1. Peta geologi regional Palu dan sekitarnya. Modifikasi dari Sukamto (1973) dan
Van Leeuwen & et al. (2016).
Molasa Celebes
Formasi ini terdapat pada daerah yang lebih rendah pada sisi-sisi kedua jajaran
pegunungan, menindih secara tidak selaras Formasi Tinombo dan kompleks batuan
metamorf, terdiri dari rombakan yang berasal dari formasiformasi lebih tua, antara
lain konglomerat, batupasir, batulumpur, batugampingkoral, dan napal, yang hanya
mengeras lemah. Di dekat kompleks batuan metamorf pada bagian barat jajaran
pegunungan endapan ini utamanya terdiri dari bongkah-bongkah kasar dan
kemungkinan diendapkan di dekat sesar yang semakin kearah laut beralih menjadi
batuan klastika berbutir lebih halus. Formasi ini berumur Pliosen Plistosen (Van
Leeuwen et al., 2016). Sebagian besar daerah penelitian termasuk dalam formasi ini.
Aluvium dan Endapan Pantai
Kerikil, pasir, lumpur dan batugamping koral terbentuk dalam lingkungan
sungai, delta, dan laut dangkal merupakan sedimen termuda di daerah ini. Endapan
tersebut kemungkinan seluruhnya berumur Holosen. Didaerah dekat Labean dan
Tambo terumbu koral membentuk bukit-bukit yang rendah (Sukamto,1973).
Gambar 3.1.4. Interpretasi peta geologi daerah Poboya dan sekitarnya dimodifikasi dari
Kusmanto et al., 2015. Daerah penelitian ditunjukkan oleh kotak merah
Gambar 3.1.5 Stratigrafi daerah Palu dan sekitarnya, modifikasi dari Muhardjo (1999)
(Kusmanto et al., 2015).
Struktur Geologi Daerah Poboya
Prospek Poboya terletak di sisi timur dari cekungan utama (major pullapart
basin) yang berhubungan dengan sistem Sesar Palu Koro yang terbentuk dari Busur
Kepulauan di Utara Sulawesi pada Neogen (Kavalieris et al., 1992). Adanya sesar
utama seperti Sesar Palu Koro memberikan peranan dalam pembentukan sesar-sesar
kecil di sekitarnya yang sebagian menjadi cebakanmineralisasi Au-Ag di prospek ini.
Pendekatan struktur pengontrol keberadaan mineralisasi di Poboya dapat
menggunakan model teori sesar geser Moody dan Hill (1956). Pembentukan struktur
di prospek Poboya yang termineralisasi pada umumnya berarah U tara-Baratlaut
searah dengan arah sesar utama Palu-Koro dengan kemiringan yang cukup landai ke
arah Baratdaya (Kusmanto et al., 2015).
Sumur uji ini umum dilakukan pada eksplorasi endapan-endapan yang berhubungan
dengan pelapukan dan endapan-endapan berlapis.
Pada umumnya, sumur uji dibuat dengan besar lubang bukaan 35 m dengan
kedalaman bervariasi sesuai dengan tujuan pembuatan sumur uji. Pada endapan lateritik atau
residual, kedalaman sumur uji dapat mencapai 30 m atau sampai menembus batuan dasar.
Sedangkan pada praktikum pengambilan data test pit yang di lakukan disekitar daerah
Poboya, Kecamatan Mantikulore, dengan titik koordinat BT : 119o5654,59 dan LS :
00o5116,77 tidak melakukan pembuatan sumur uji namun hanya mengasumsikan atau
mengamati singkapan berupa lereng yang telah di gerus oleh alat berat, lokasi lereng tersebut
terletak di sebelah utara dari lokasi tambang rakyat poboya yang di perkirakan terjadi
mineralisasi emas.
Pada Test Pit yang dilakukan, praktikan mendapatkan dua lapisan batuan dengan
kedalaman keseluruhan 8 m. Pada lapisan atas terdapat soil dengan tebal 2,4 meter dengan
kenampakan dilapangan warna soil merah kecoklatan, komposisi mineral berupa mineral
feldspar dan kuarsa dalam kondisi lapuk. Lapisan soil yang didapat merupakan material sisa
yang terbentuk dari pelapukan batuan intrusi granit.
Pada lapisan kedua terdapat batuan granit dengan tebal 5,5 meter, komposis mineral
dari batuan granit ini berupa kuarsa, plagioklas, biotit, dengan perentase kuarsa lebih dari
50%, dan terbentuk dari pembekuan magma yang bersifat asam. Pada lapisan inilah terdapat
mineralisasi emas yang ditandai dengan adanya urat urat kuarsa atau vein vein yang
mengisi rekahan rekahan pada batuan granit tersebut.
Dari literature yang ada sebelumnya bahwa lokasi test pit merupakan zona tempata
alterasi mineral yang berupa alterasi hidroterma (Riska,2012). Alterasi hidrotermal adalah
proses yang sangat kompleks yang melbatkan perubahan mineralogy,kimiawi, dan tekstur
yang disebabkan oleh interaksi fluida
Berdasarkan klasifikasi hidrotermal jenis alterasi pada daerah test pit merupakan
alterasi argilik yaitu kumpulan mineral alterasi yang terbentuk pada suhu rendah (100 250o)
dan umumnya mempunyai pH rendah (sekitar 4 5). Rose dan Bart (1979) membagi tipe
alterasi ini berdasarkan dominasi mineral kaolinit dan smektit (Corbett dan Leach, 1997).
Tipe alterasi argilik ini juga terdiri dari mineral klorit dan illit. Tipe alterasi ini kemungkinan
dijumpai pada daerah penelitian sehingga lokasi ini menjadi daya tarikuntuk dilakukan
penambangan emas.
No Sampel :1
Komposisi Mineral
Proses pembentukan batuan ini dimulai dengan proses pelapukan dan pengikisan hingga
fragmen terlepas dari batuan induknya kemudian ditransportasi kecekungan oleh angin dan air. Dilihat
dari bentuk fragmen yang rounded bahwa proses transportasi dari batuan ini jauh dari batuan
induknya. Setelah tertransportasi kecekungan, fragmen tesebut terendapkan bersama material
material sedimen lainnya yang berukuran <2 mm pada lingkungan laut dalam yang dicirikan dengan
semen yang bersifat silika ( SiO2 ). Kemudian terjadi proses kompaksi karena adanya gaya
berat/gravitasi dari material material tersebut yang semakin lama semakin bertambah sehingga
volume akan berkurang dan cairan yang mengisi pori pori akan bermigrasi ke atas. Setelah
mengalami proses kompaksi kemudian material material sedimen tersebut mengalami proses
sementasi dan litifikasi yaitu proses pengikatan material material menjadi batuan sedimen. Proses
sementasi termasuk proses kimia sehingga semen bukan tergantung dari besarnya ukuran material
tetapi tergantung proses dan jenis unsur atau mineral yang mengikat batuan sediment, adapun semen
yang mengikat material material pada batuan ini adalah mineral silika ( SiO2 ).
No. Sampel :2
Warna Segar : Putih ke merahan
Warna Lapuk : Putih ke merahan
Jenis Batuan : Batuan Metamorf
Tekstur : Nematoblastik
Komposisi Mineral : Orthoklas, Plagioklas,
Kuarsa, Hornblende
Deskripsi Mineral :
Fasies : Amphibolite
Struktur : Foliasi ( Gneiss )
Gneiss adalah batuan metamorf yang mempunyai ciri fisik seperti warnanya putih ke
merahan, teksturnya nematoblastik dengan struktur foliasi gneiss. Penyusun batuan ini adalah
orthoklas warnanya merah muda bentuk prismatik, plagioklas warnanya putih bentuk prismatik,
kuarsa warnanya putih transparan bentuk prismatik, hornblende warnanya hitam bentuk menjarum.
Gneiss terbentuk oleh proses metamorf regional katazone dengan temperature 5000C 12000C dengan
tekanan sekitar 5 kilobar. Batuan ini termasuk dalam fasies amphibolites.
No Sampel :3
Warna : Cokelat
Kristalinitas : Hipokristalin
Granularitas : Fanerik
Relasi : Inequigranular
Fabrik : Subhedral
Struktur : Massive
Komposisi mineral : Plagioklas, Hornblende, Anorthoklas, Orthoklas, Glass
Persentase Mineral
Batuan ini terbentuk dari proses kristalisasi atau pembekuan magma yang bersifat andesitik.
Proses pembekuan atau kristalisasi batuan ini terjadi pada korok bumi atau gang. Pembekuan magma
berlangsung relativ lambat, sehingga Kristal yang terbentuk sebagian besar (Fenokris) dan sebagian
membentuk massa dasar. Batuan ini tersingkap di permukaan karena adanya pengaruh gaya-gaya
geologi, yaitu tenaga eksogen dan endogen. Tenaga endogen mendorong dari bawah sehingga batuan
tersebut terangkat ke permukaan. Kemudian gaya eksogen bekerja, perlahan-lahan mengerosi dan
mengikis perlapisan batuan yang menutupinya. Hingga batuan tersebut dapat tersingkap di
permukaan.
Batuan ini biasa dimanfaatkan sebagai batu temple/pengganti tegel. Pasir basalt biasa dignakan
sebagai bahan adukan beton, aspal, pelapis jalan, dan pondasi.