Sikap Siswa Terhadap Matematika

Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Unduh sebagai rtf, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 35

Sikap Terhadap Pelajaran Matematika

Sponsored Link --

Sikap siswa terhadap matematika sangat beragam sekali sesuai dengan unsur sikap yang
membangunnya. Unsur kognitif seorang siswa terhadap matematika tergantung dari
pelajaran matematika di SMP yang banyak jenisnya, sedangkan unsur efektif adalah ada
yang merasa senang atau tidak senang terhadap matematika tertentu. Tetapi ada juga jenis
matematika. Hal ini menyebabkan kecenderungan belajar siswa tidak sama, ada yang
belajar dengan konsentrasi ada yang belajar dengan malas pada materi yang sama.

Ada sikap siswa yang negatif terhadap matematika tersebut sebenarnya dapat diubah ke
arah sikap yang positif, karena sikap terbentuk dari hasil belajar seperti yang
dikemukakan oleh Marat (1982) bahwa sikap lebih dipandang sebagai hasil
perkembangan atau sesuatu yang diturunkan. Sebagai hasil belajar sikap dapat diubah
diacuhkan atau dikembangkan seperti semula walaupun memerlukan waktu yang cukup
lama.

Lebih lanjut Vassen (1986)mengatakan dalam proses belajar seseorang selalu saling
berhubungan antara sikap dengan proses pelajaran. Sehingga diharapkan pada akhir
proses pelajaran terjadi perubahan sikap para pelajar. Sedangkan Moller (dalam
Vassen,1986) mengatakan perubahan sikap terjadi dalam tiga jangkauan yaitu dalam
jangkauan pengamatan, ingatan dan pemikiran dalam jangkauan rangsangan, perhatian,
penempatan dan penilaian serta jangkauan komponen kognitif afektif dan psikomotorik.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kemampuan afektif di dalam melakukan
penilaian sikap terhadap matematika dengan mengikuti pengertian sikap yang
dikemukakan oleh Thurstone yaitu sikap dipandang sebagai derajat afek (perasaan)
positif atau negatif yang dihubungkan dengan suatu obyek psikologi tertentu.

Dipublikasikan Oleh:
M. Asrori Ardiansyah, M.Pd
Pendidik di Malang

Sumber: www.kabar-pendidikan.blogspot.com, www.arminaperdana.blogspot.com


http://grosirlaptop.blogspot.com
PENELITIAN PADA SIKAP TERHADAP MATEMATIKA

Sebelum kita melakukan melakukan penelitian di bidang sikap. Maka hal pertama yang
harus dilakukan adalah mendefinisikan apa itu sikap (attitude)?.
Menurut Allport 's (1935):
Sikap adalah kondisi mental dan kesiapan yang diperoleh dari pengalaman, yang
mengarahkan dan secara dinamis mempengaruhi respon-respon individu terhadap semua
objek dan situasi yang terkait.

Definisi ini secara umum tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Rokeach
(1972). Dia menyatakan sikap adalah rangkaian dari beberapa keyakinan yang
difokuskan pada objek tertentu atau satu situasi yang mempengaruhi untuk ditanggapi
dengan cara tertentu.

Salah satu yang paling berpengaruh dari perilaku noncognitive menurut Krathwohl,
Bloom, dan Masia's taksonomi adalah domain afektif . Taksonomi ini dikembangkan
untuk membantu para pendidik mengembangkan dan mengukur tujuan afektif siswa. Para
penulis memandang bahwa perilaku afektif merupakan kontinum hirarkis. Yaitu suatu
rangkaian proses yang berlangsung simultan. Rangkaian tersebut adalah:
1. Level paling rendah (receiving), dimana siswa hanya mengetahui fenomena.
2. level selanjutnya mereka memiliki perasaan mengenai hal itu (responding).
3. Selanjutnya mereka memberikan penilaian (valuing).
4. Pada tingkat berikutnya, mereka mengkonsep berdasarkan perilaku dan perasaan
mereka (organization).
5. level puncak mereka mengembangkan filosofi yang konsisten (characterization).

Sedikit berbeda dengan definisi diatas, konseptualisasi dari sikap yang didasarkan pada
peluang dan merepresentasikan bagaimana sebuah informasi diproses. Sebagai contoh
atas definisi ini diungkapkan oleh Wyer (1974):
Sikap adalah peluang subyektif yang berhubungan dengan (a) anggota dari stimulus
dalam memberikan kategori (b)hubungan antara bagian-bagian dari kategori yang
berbeda. Jika seseorang mempunyai sekumpulan kecenderungan ke arah satu obyek di
dalam lingkungan (e.g. diri matematika, sekolah, guru, dll), adalah hal yang layak bahwa
mengharapkan bahwa kecenderungan seperti itu akan saling berhubungan dengan
persepsi obyek sedemikian sehingga mempengaruhi tanggapan untuk setiap obyek itu.
Sementara Aiken (1972) itu menyatakan:
istilah attitude yang digunakan dalam studi-studi di sini berarti hal yang sama kira-kira
sebagai kenyamanan, minat, dan sampai taraf tertentu, tingkat ketertarikan

Meskipun sikap terhadap matematika seringkali tidak tergambarkan atau didefinisikan


dengan instrumen yang digunakan dalam pengkajian (Husen, 1967). Tapi paling tidak dua
definisi umum tentang sikap diatas dapat digunakan oleh pendidik matematika yang ingin
melakukan penelitian di bidang sikap.
Dari dua definisi terakhir tampak ini bahwa para peneliti dibidang pendidikan
matematika tidak percaya bahwa sikap terhadap matematika berbeda dalam dasar
konstruksi dari jenis-jenis sikap yang telah dikemukakan dan didefinikan oleh psikolog
dibidang sosial. Sikap terhadap matematika sebagai contoh , objek atau situasi menurut
definisi Allport "matematika" atau " penyelesaian masalah-masalah kata ." sedang
berdasarkan definisi yang dikemukakan Wyer definisi, matematika attitude dapat
ditentukan dengan mencari peluang bahwa matematika bagi siswa termasuk dalam
kategori "mata pelajaran di sekolah yang disukai."

Komponen yang penting sekaligus menanggapi dari definisi yang dikemukakan oleh
Allport dan Rokeach yang menyatakan harus meliputi perilaku seperti kelas matematika,
mengerjakan matematika di rumah (PR), atau mengambil lebih banyak mata pelajaran
matematika. Wyer melakukan pendekatan yang lebih hati-hati untuk menghindari
perilaku yang diduga akan berakibat pada prilaku ini harus menyertakan perhitungan
kondisi peluang mata pelajaran.

Hubungan antara sikap dan perilaku merupakan sesuatu yang masih belum jelas. Menurut
(Calder & Ross. 1973) sikap mempengaruhi perilaku, dan sebaliknya perilaku
mempengaruhi sikap. Kontroversi ini disebabkan kompleknya sikap yang mengarah pada
mata pelajaran disekolah, dimana perilaku dikaitkan dengan pencapaian prestasi
akademik. Apakah arahan/bimbingan aspek perilaku disekolah berpengaruh pada prestasi
ataukah sebaliknya.Sebagai contoh tidak menyukai matematika (sikap) dapat
memberikan kontribusi pada kurangnya perhatian di kelas (perilaku). Sebaliknya siswa
yang memperoleh nilai A untuk tes (perilaku) mungkin mempengaruhi sejauhmana
respon tentang matematika (sikap). Tampaknya menjadi sangat penting bagi para peneliti
untuk mengkaji kekomplekan hubungan sikap, perilaku dan prestasi dengan
pertimbangan yang cermat untuk mengeksplorasi satu atau lebih dari tiga hal diatas
(sikap, perilaku dan prestasi).

Sepertinya tidak mungkin untuk menawarkan definisi sikap terhadap matematika yang
cocok untuk semua situasi, jika disepakati satu definisi, mungkin akan terlalu umum
untuk dapat digunakan. Namun hal ini bukan satu hal yang mustahil. Akan tetapi
diperlukan seorang peneliti yang menjelaskan dengan penjelasan yang jelas sejelas-
jelasnya mengenai sikap dengan suatu pengukuran. Di samping itu, menyimpulkan
penyebab atau instruksi yang mempengaruhi sikap diharapkan akan menghasilkan atau
yang berkaitan dengannya juga harus dijelaskan. Usaha ini mungkin dapat membantu
untuk mendefinisikan apa yang dimaksud dengan "matematika sikap,''" mathephobia
(ketakutan matematika), '- "matematika kecemasan,'' dsb (Brush, l97h: Gough, 1954).
Sikap apa yang akan Diukur?
Sebelum eksplorasi penelitian dibidang sikap matematika dimulai. Hal ini mungkin
digunakan untuk mengambarkan lebih lanjut tentang obyek dan situasi dimana perhatian
difocuskan pada sikap-sikap metematika.. Peneliti biasanya tertarik pada sikap yang
mengarah pada beberapa objek atau situasi X, dengan beberapa populasi Y. Motivasi
untuk perhatian ini sangatlah bervariasi (luas cakupannya), termasuk penggunaan sikap
sebagai variabel terikat, variabel bebas atau variabel antara. Domain untuk X dan V juga
sangat luas akan tetapi dapat digambarkan (dikategorisasikan) secara umum pada gambar
berikut:
Sikap Populasi
Obyek atau situasi Siswa Guru lainnya
Materi matematika
Karakteristik matematika
Praktek Mengajar
Aktivitas kelas matematika
Pengajar matematika

Jelas, kategori yang tercantum dalam matriks tidak memberikan kemungkinan untuk
salah tafsir ketika seoarang peneliti melaporkan hasil penelitian tentang " tes sikap
matematika." Sebagian besar sikap-obyek itu sendiri terkategori umum dan dapat masuk
dalam sejumlah subkategori. Rincian dari katagori dalam matrik diatas adalah sebagai
berikut:.
Materi (isi) matematika, khususnya topik seperti geometri, pecahan, masalah kata, atau
pemaktoran termasuk dalam obyek untuk sikap untuk kategori ini. ini menarik bahwa
sangat sedikit item sikap yang menjadi focus kategori materi matemtika. Sepertinya para
peneliti lebih fokus pada karakteristik matematika. Barangkali lebih murni tipe ukuran
sikap pada kategori ini akan menjadi subjek pengamatan saat melakukan tugas
matematika tertentu, misalnya menambahkan pecahan. Tanggapan terhadap pernyataan
seperti "Saya menyukai pecahan'' mungkin juga ukuran langsung yang baik. Mungkin
juga, akan menjadi kurang valid untuk item ini, seperti peryataan "Saya menghindari
mengerjakan pecahan meskipun aku bisa" atau "pecahan itu mudah." Sebuah ukuran yang
wajar sebagai jawaban atas masalah tertentu, seperti yang diusulkan oleh Dunlap (1976)
untuk ukuran anak-anak SD. Sebagai contoh, anak-anak merespon + 2 = 5 dengan
memilih sikap yang beragam ada yang tersenyum, netral, atau bahkan ada yang
menampakkan wajah bersedih. NLSMA (Romberg & Wilson, 1969) melakukan tes
dengan mengunakan item seperti "Aku suka 28 + 6-14 (lebih, kurang) daripada soal jika
Joe adalah dua kali lebih tua Maria dan Maria adalah 9. berapakah usia Joe?" sebuah
kemungkinan untuk memikirkan hal-hal sejenis yang sesuai pada topik yang lain.
Karakteristik Matematika, Banyak instrumen dan item yang benar-benar dapat mengukur
sikap terhadap karakteristik matematika. Meskipun beberapa penulis (misalnya, Aiken,
1974) menamakan skala sebagai Kenikmatan Matematika, praktek yang biasa adalah
melaporkan hasilnya pada skala memiliki label seperti"sikap terhadap Pemecahan
Masalah tetapi menggunakan item seperti Ada banyak cara untuk memecahkan suatu
masalah'' atau "Hal itu membuat saya gugup untuk berpikir tentang penyelesaian soal
matematika. Item-item ini mewakili reaksi siswa dalam memecahkan masalah
melainkan lebih pada karakteristik pemecahan masalah. Belum jelas bahwa respon pada
satu dari item-item ini mengindikasikan bahwa kesimpulan dapat membentuk sikap siswa
terhadap pemecahan masalah. Karakteristik obyek yang lain bahwa koncern pendidik
matematika adalah kegunaan, kepentingan, berhubungan (relevan), elegan, kesulitan dan
perhatian.
Bukan perkara yang mudah untuk menilai karakteristik matematika. Karena terkadang
sulit untuk diinterpretasikan. Sebagai contoh, matematika sering dinilai dengan penilain
yang bertolakbelakang (bipolar) (keras-lembut, jelek-bagus, tumpul-tajam, cepat-lambat,
atau besar-kecil).
Pratik Mengajar
Sikap pada kategori ini lebih banyak ditentukan oleh guru. Sementara siswa merespon
dari praktik mengajar yang dilakukan guru, hasilnya seringkali diukur dari keterkaitan
mata pelajaran atau evaluasi guru. Sebagai contoh untuk kategori ini adalah guru selalu
memberikan contoh soal sebelum memberikan tugas kepada siswa atau siswa ingin
dihargai saat mereka menemukan jawaban. Hal yang penting, bahwa setiap guru harus
melakukan inovasi mengajar.
Aktivitas di kelas
Kategori ini mencakup tugas mengajar secara umum, termasuk mengerjakan PR,
melakukan ujian, bagaimana siswa menjawab pertanyaan yang diajukan guru, termasuk
kehadiran siswa di kelas. Kategori ini lebih popular dengan sebutan menikmati
matematika. Contohnya respon siswa terhadap pengajaran dikelas. Ada yang berkata
Aku merasa senang belajar di kelas matematika. Sebaliknya ada juga yang berkata
Saya merasa gugup ketika mengikuti ujian matematika.
Guru Matematika
Guru termasuk dalam obyek sikap. Meski tidak selalu sepakat. Apakah sikap dapat diukur
dari aspek guru secara umum atau guru matematika khususnya. Fakta menunjukan bahwa
sikap siswa matematika terhadap guru mereka seringkali sikap mereka digunakan untu
menilai guru matematika mereka secara khusus. Agak sulit memang untuk
mendeskripasikan obyek sikap ini. yang termasuk dalam obyek ini adalah Guru aljabar
saya menjelaskan ide dengan baik nampaknya akan lebih jelas obyek dari sikap ini bila
dinyatakan Guru ini menjelaskan materi dengan baik . Banyak item dalam kategori ini
yang menekankan pada format evaluasi guru.
Pada halaman selanjutnya, akan disiskusikan tentang penelitian sikap pada matematika.
Yang menghasilkan kejelasan status penelitian dan isu-isu yang berkaitan. Isu terpenting
adalah ukuran sikap, yang akan diekplorasi, termasuk survey dengan teknik terbaru untuk
mengukur sikap. Akhirnya, akan diidentifikasi beberapa kecenderungan dan saran praktis
untuk membantu penelitian dibidang sikap terhadap matematika.
Cara Mengukur Sikap
Kiester dan Miller (1969) menawarkan 5 kategori untuk menilai sikap, yaitu:
1. Laporan diri
2. Pengamatan terhadap perilaku siswa pada suatu pengaturan yang alami
3. Reaksi kepada stimulus tersusun secara parsial
4. Pelaksanaan tugas-tugas yang " objektif"
5. Reaksi fisiologis
Karena prosedur diskusi yang luas dan ukuran statistik siap tersedia, hanya suatu
ringkasan yang singkat akan diberi di sini untuk menunjuk contoh-contoh dan
keterlibatan-keterlibatan spesifik untuk pemakaian pendekatan dalam mengukur sikap-
sikap matematika.
Ukuran Laporan Diri
Untuk mengukur laporan diri sebagai sikap terhadap matematika digunakan semacam
angket. Angket ini berisi daftar pertanyaan mengenai sikap siswa terhadap item-atem
yang akan dinilai. Pengembangan laporan diri ini pertama kali dikembangkan oleh
Thurstone, dia menggunakan satu set item yang mewakili titik sepanjang interval dari
negatif ke sikap positif untuk menilai satu topik yang akan dinilai. Subyek (yang diteliti)
diminta untuk mengisi item-item yang mereka setujui. Dengan cara ini akan dihasilkan
ukuran proporsi sikap yang diwakili oleh masing-masing pernyataan. Yang paling banyak
digunakan untuk menilai laporan diri adalah angket format Likert. Subjek diminta untuk
menanggapi item dengan memilih sesuai pendapat mereka pada skala lima poin.
Kemudian skor nilai dijumlahkan. Yang paling mutahkhir dikembangkan adalah laporan
diri skala semantik diferensial. Dimana Subjek diminta untuk menanggapi konsep
diwakili oleh daftar kata sifat bipolar di ujung-ujung sebuah kontinum dipisahkan oleh
sejumlah titik tetap. Skor rata-rata sepanjang kontinum untuk setiap kata sifat digunakan
sebagai ukuran itu, komponen sikap. Jumlah nilai digunakan untuk merangking total
untuk mewakili konsep sikap.
Karena skala penilaian ini menghasilkan angka-angka yang dapat dianalisis secara
statistik maka skala penilain ini dapat digunakan untuk mnegukur laporan diri. Ada
banyak alternatif pendekatan yang mungkin untuk dilakukan. Salah satu paling sederhana
tapi paling efektif adalah meminta subjek untuk merespon pertanyaan-pertanyaan terbuka
seperti : Apa topik yang paling Anda suka (paling tidak suka) dalam matematika?
Mengapa Anda mengambil kursus matematika ini? Kenapa Anda suka (tidak suka)
matematika? Apa yang membuat matematika mudah (sulit) untuk dipelajari?
Pertanyaan-pertanyaan terbuka seperti ini mungkin akan sedikit sulit untuk dijawab oleh
anak-anak yang masih belum bisa mengekspresikan pandangannya dalam bentuk tertulis.
Maka bisa saja pendekatan yang dilakukan adalah dengan melalukan semi wawancara.
Sedikit sekali pertanyan langsung mengenai laporan diri yang dapat membantu untuk
membuat kesimpulan tentang pengaruh pendekatan instruksional atau faktor-faktor lain
pada perilaku masa depan siswa. Pertanyaan seperti berikut dapat memberikan wawasan
yang berguna dalam pembentukan sikap, perubahan sikap, dan perkiraan perilaku :
Apakah Anda merencanakan untuk memahami matematika dengan lebih baik dan
mengapa? Siapa yang membantu Anda belajar matematika di rumah? Apakah Anda
merekomendasikan kursus ini kepada orang lain?
membuat pertanyaan untuk menilai sikap harus memperhatikan kevalidan dan kesesuian
dengan dengan topik yang akan di nilai. Ada sedikit pertanyaan bahwa laporan diri adalah
pendekatan yang sangat berguna untuk menilai sikap. Apa ada cara yang lebih baik untuk
menentukan sikap subjek terhadap matematika daripada mengajukan sebuah pertanyaan
secara langsung? Sayangnya, laporan diri seringkali digunkan untuk mengartikan "skala
laporan diri." Beberapa peneliti kadang menggunakan skala tanpa memperhatikan
kevalidan atau digunakan sebelumnya mengetahui kecocokannya. Masalah kedua adalah
adanya disparitas (perebdaan) dengan ada lain ada dua topik yang berbeda tapi digabung
dalam satu skor penilaian.
Pengamatan terhadap perilaku siswa
Secara umum penilaian terhadap sikap siswa terhadap matematika dapat dilakukan
dengan mengamati pastisipasi siswa di dalam kelas. Apakah siswa menampakan
partisipasi aktif atau malah pasif.
Pengamatan dan merekam perilaku siswa dikelas baik yang verbal maupun non verbal
dapat diakui sebagai alat yang dapat digunakan untuk meneliti dan menilai kondisi kelas
dan faktor-faktor pengajaran. Ceklis yang sederhana dapat digunakan untuk mengkaji
sikap siswa terhadap matematika untuk menentukan adanya dan tingkat polah-perilaku
siswa dikelas seperti senyum, respon yang baik (sukarela), mengerjakan pekerjaan kelas,
membantu siswa yang lain, atau pengerjakan pekerjaan lain. Termasuk mencatat perilaku
yang jelas kurang baik seperti duduk dibarisan belakang, datang terlambat atau bahkan
tidak hadir, penuh perhatian. Dapat juga digunakan untuk menarik kesimpulan mengenai
sikap siswa.

Reaksi pada stimulus (rangsangan) terstruktur


Penggunaan stimulus dalam bentuk foto, gambar, skenario permaian teratur, maupun
situasi yang dikontrol lain sering kali digunakan oleh psikolog sosial untuk menentukan
sikap dan sikap hubungannya dengan prilaku untuk menduga faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Hal yang sama sesungguhnya dapat juga digunakan untuk mengukur
sikap siswa terhadap matematika. Yaitu dengan menggunakan situasi tersruktur
(disetting). Contoh rangsangan terstruktur bisa saja berupa gambar-gambar di ruang kelas
atau terpapar pada "kehidupan nyata" ruang kelas di mana satu faktor yang bervariasi,
seperti kerja kelompok kecil versus kuliah: subyek dapat ditanyai atau diamati untuk
menentukan respon atau partisipasinya dalam situasi yang dirancang. Prosedur ini
memungkinkan untuk memeriksan dengan berhati-hati dari faktor yang mempengaruhi
sikap secara khusus dalam cara yang tidak mungkin dapat dilakukan pada kelas yang
tanpa situasi yang dirancang.
Tampilan- tampilan tugas (Performance Tasks)
Berhubungan erat dengan pengamatan pada situasi dan reaksi kelas yang alami dalam
menyusun stimulus, tampilan seseorang pada tes objektif bisa menyediakan informasi
mengenai sikap. Melalui permintaan seorang siswa untuk melakukan perhitungan,
memecahkan masalah, menggambar sesuatu, memungkinkan kita untuk mengambil
kesimpulan mengenai perilaku siswa yang alami. Jika siswa mengerjakan tugas
matematika dengan baik dan sempurna , sering bertanya, bekerja dengan rajin, bagus
serta penuh perhatian, maka hal ini dapat memberikan banyak masukan mengenai
perilaku seseorang.Tugas yang bervariasi dari individu ke individu, dapat menentukan
perbedaan perilaku baik dalam aktivitas ataupun pemahaman konsep dalam matematika
Pengaruh psikologi (Physiological Reactions)
Meskipun pengaruh psikologi yang alami atau tradisional biasanya mempengaruhi emosi
atau denyut jantung, tekanan darah, pernapasan, ada sejumlah tanggapan secara fisik
diketahui dapat mengidentifikasi tingkatan stress atau kesenangan/ kenyamanan. Berikut,
beberapa tanggapan yang terlihat berguna dan cukup akurat yang dapat mengidentifikasi
perilaku,untuk digunakan di dalam penelitian kelas. Apakah seseorang secara fisik dapat
tenang ketika pelajaran matematika berlangsung? Apakah siswa antusias? Apakah siswa
selalu mencoba untuk menghindari tugas ataukah menginginkannya? Tanggapan tersebut
sangat berguna dalam penilaian terhadap pengaruh pendekatan.

Persembahan Penelitian pada Sikap


Penelitian pada sikap dalam Matematika merupakan sebuah berusaha yang sudah popular
selama tahun 1970an. Aiken (1976) mencatat pada tinjauannya bahwa penelitian yang
lain mentinggung topic pada sikap Matematika dimunculkan pada 5 tahun yang lalu
kemudian 10 tahun menutupi oleh sebuah tinjauan pada tahun 1970. Meskipun sebuah
variasi yang besar dari perbedaan aspek sikap telah dipelajari, hal tersebut
memungkinkan untuk indentifikasi kategori umum. Tambahan untuk penelitian yang
menghasilkan ukuran pada sikap, daerah penyelidikan meliputi
1. hubungan antara sikap dan prestasi
2. factor relasi pada sikap
3. hubungan antara sikap orang tua, guru, dan murid
4. pendekatan untuk meperbaiki sikap
Akhirnya, kebanyakan yang dipelajari mempunyai perlakuan dengan variasi aspek sikap
pada guru, khususnya guru sekolah dasar.
Tinajuan Aiken (1970,1976) dan Fennema (1974) menetapkan ringkasan yang baik dari
hasil penyelidikan pada daerah ini. Sebuah perbedaan perspektif yang nampak dari
penelitian ini dapat diperoleh, bagaimanapun, latihan dari macam-macam pertanyaan dan
hipotesis sikap yang dipelajari. Dengan keuntungan dari peninjauan hal-hal yang sudah
terjadi, hal tersebut juga memungkinkan untuk menyelidiki alasan-alasan untuk sukses
atau gagal pada pemberian jawaban untuk pertanyaan sikap dari penyelidikan.
Penyelidikan ini mungkin klarifikasi issu dan tren paa penelitian sikap dan cara pokok
untuk menganjurkan penelitian pertanyaan dan hipotesis untuk penyelidikan berikutnya.
Pada hal ini, banyak hasil yang besar atau tren yang mungkin dibicarakan dari penelitian
pada sikap Matematika. Meskipun hal tersebut bukan tujuan dari diskusi ini untuk
mengadakan sebuah peninjauan kembali dari penelitian yang luas, beberapa referensi
meberikan kepada pembaca contoh yang spesifik dari yang dipelajari yang mungkin
dikonsultasikan. Biasanya, referensi memberikan sebuah hal sederhana yang dapat
mewakili dari yang dipelajari secara umum mepunyai factor penyelidikan. Pembaca yang
berharap untuk mengikuti pertanyaan harus menyelidiki literature lebih lengkap.
1. Sikap dan Prestasi
Pertanyaan umum yang ditanyakan oleh peneliti sekarang adalah Apa kekuatan dari
hubungan antara sikap dan prestasi ?. Meskipun jawaban dari pertanyaan yang muncul
untuk mengidentifikasi sebuah korelasi positif yang rendah (Crosswell, 1972), peneliti
melanjutkan untuk bertanya. Rupanya, prestasi seharusnya bergantung pada stimulus
sikap untuk mencari sebuah kejelasan hubungan yang sederhana dari variabel-variabel
ini. Sering, hipotesis adalah hubungan sebab musabab, jadi sikap yang diselidiki dengan
ramalan prestasi.
Hal yang sedkit dipelajari dapat dilihat pada aspek-aspek bentuk yang panjang dari
hubungan umum sikap-prestasi (Beattie, Deichmann, dan Lewis, 1973 ; Crosswhite,
1972). Pada keadaan yang sebenarnya, beberapa pertanyaan yang apat ditanyakan : Apa
perubahan pada hubungan sikap dan prestasi terjadi pada sebuah periode waktu ? Apakah
hubungan stabil ? Apakah akibat dari factor-faktor lain pada hubungan yang konstan pada
lain waktu ? wilayah dari penelitian sikap pada studi adalah kebutuhan agar menjawab-
menjawab pertanyaan-pertanyaan penting. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa
hubungan masa yang panjang harus dimengerti sebelum hal tersebut membuat pengertian
untuk penyelidikan pada prosedur yang detail untuk mempertinggi sikap. Sebagai contoh,
jika sikap ditemukan untuk melengkapi bentuk dan stabil dengan delapan tingkatan,
bagaimana untuk merubah sikap pada level SMA, perguruan tinggi, atau orang tua ?
Sikap dan prestasi Matematika telah diteliti pada hubungan untuk variabel populasi yang
lain seperti juga untuk variabel pada lingkungan pembelajaran. Studi semacam ini
dirancang untuk menentukan apakah sikap dan prestasi adalah akibat dari latihan yang
diberikan. Contoh-conto seperti pertanyaan berikut : Apakah prestasi dan sikap berbeda
untuk sbjek tutor dan bukan tutor (Carman, 1975) ? Apakah prestasi dan sikap berakibat
untuk murid-murid pada program CAI (Pavlic, 1975) ? Pada laboraturium, manakah
keadaan yang bersifat pembelajaran (Cohen, 1971) ? Kerap kali, pertanyaan-pertanyaan
pada lingkungan pembelajaran bertujuan pada penggunaan sikap dan prestasi sebgai
variabel sendiri pada perbandingan keadaan yang bersifat pembelajaran. Prestasi adalah
perbandingan perbedaan pendekatan instruksional, seperti sikap, tetapi hubungan mereka
tidak. Penelitian praktis mempersembahkan perbandingan efektivitas pada sebuah
pembaharuan pendekatan instruksional dengan sebuah pendekatan tradisional tidak hanya
menetapkan perbandingan dari hasil utama pada bentuk-bentuk dari hubungan antara
variabel. Daripada meliput hana percobaan, kelompok-kelompoknmelakukan atau tidak
melakukan perbedaan yang respek untuk prestasi atau sikap, hal tersebut digunakan untuk
membandingkan sikap untuk level-level variasi prestasi dengan latihan atau kemampuan
yang buruk. Pendekatan ini menitikkan pada hubungan antara sikap dan prestasi
menjelaskan pendekatan instruksional. Hal tersebut mungkin bentuk sikap-prestasi akan
menjadi jelas pada pengulangan studi seperti hasil. Kedepannya, metode-metode studi
dapat ditambakan untuk pengetahuan sikap alami dengan membuat sebuah komponen ide
sederhana yang lebih baik dari laporan-laporan yang sudah ada.
Hubungan sikap-prestasi untuk kelompok khusus adalah sebuah wilayah untuk
memproduksi pengetahuan. Ketertarikan pada perbedaan jenis kelamin memberikan
sebuah contoh pada penggunaan studi, sebua factor mungkin menjadi pengaruh yang
komplek diantara sikap-prestasi.. satu lagi, hal tersebut muncul untuk enolong hubungan
studi diantara sikap dan prestasi Matematika untuk kelompok yang berbeda dalam
penambahan perbandingan arti yang sederhana untuk sikap dan prestasi.
Hal tersebut berlawanan dengan asas terhadap penemuan indikasi penelitian bahwa
hubungan sikap-prestasi tidak kuat berdasar akal sehat mungkin seperti yang diharapkan
ketika sebuah ukuran korelasi digunakan. Ketika berhadapan dengan asas yang
berlawanan pada penelitian, guru-guru kelas biasanya cepat mengadakan tes sikap
terhadapa Matematika itu sendiri daripada kelas atau guru. Hal tersebut merupakan alas
an yang sempurna untuk sebuah subjek mempunyai sebuah sikap yang buruk tehadap
Matematika tetapi untuk mengikuti pembelajaran dalam kelas karena guru baik atau
tertarik pada kelas atau banyak alas an lain kecuali jika keadaa utama diulang tahun ke
tahun, hal tersebut tidak akan merubah sikap subjek. Bagaimanapun, dalam faktanya,
prestasi subjek di kelas mungkin menjadi tinggi mungkin barangkali dapat diramal
dengan sikap umum Matematika mereka, menghasilkan sebuah koralasi yang rendah
antara sikap dan prestasi. Satu implikasi dari interpretasi dari hubungan sikap dan prestasi
adalah bahwa peneliti seharusnya mengukur sikap hubungan untuk situasi kelas yang
spesifik daripada mengharapkan sebuah ukuran umum yang lebih melihat akibat-akibat
dari latihan-latihan spesifik yang berhargta dengan lingkungan.
2. Faktor-faktor Relasi Sikap
Stuktur dari sikap pada Matematika adalah bukan pertanyaan kompleks, dan meskipun
prestasi yang muncul untuk menjadi sebuah factor utama, di sana banyak factor bahwa
mungkin mediasi cara bentuk sikap atau perubahan. Pertanyaan dan hipotesa penelitian
dari studi pada wilayah umum dari bentuk ini : Apakah subjek menurut factor x berbeda
pada sikap dan prestasi Matematika ? Atau di sana sebuah korelasi signifikan natara sikap
Matematika dan factor x ? Sebagai contoh satu factor dari ketertarika sekarang adalah
perbedaan jenis kelamin. Di sana jelas tidak hanya berbeda antara sikap laki-laki dan
perempuan terhadap Matematika tetapi perubahan pada sikap mereka berbeda pada
tingkatan dalam beberapa cara (Crosswhite, 1972 ; Fennema, 1974 : Hilton dan Berglund,
1974).
Daftar factor peneliti mempunyai pemikiran yang panjang, sejak itu kemungkinan-
kemungkinan yang sama untuk memberikan satu alasan rasional untuk semua personality
atau factor yang beharga dengan lingkungan mengenai sebuah situasi pembelajaran.
Beberapa dari factor yang popular lainnya seperti motivasi prestasi, status social
ekonomi, ras atau angsa, gaya pembelajaran,dan pilihan kejuruan mempunyai masukan
level tinggi. Hubungan korelasi yang panjang atau perbandingan tertutup dari arti adalaha
focus, hal tersebut seperti populasi yang diberikan beberapa dari factor ini dapat menjadi
hubungan yang signifikan untuk sikap Matematika. Bagaimanapun, dalam kekurangan
dari jumlah yang besar dari studi pada variabel fakta, seperti yang terjadi pada perbedaan
jenis kelamin, hal tersebut tidak seperti arti yang umum dapat dibuat variabel. Untuk
penelitian masa depan untuk potensi yang penting, factor relasi sikap dapat dipilih untuk
studi intensif. Studi menjelaskan dari yang tertinggal mungkin juga mengkalifikasi dari
formasi sikap atau prubahan dengan respek untk meberikan sebuah variabel. Berkaitan
dengan semuanya, menganjurkan peneliti untuk selektif terhadap vaktor relasi sikap
dengan fakta-fakta yang solid dan variabel umum pada formasi atau perubahan pada
sikap Matematika. Pendekatan dari pemilihan tentang banyak variabel memungkinkan
untuk berkorelasi tidak hanya efisien tetapi mungkin menambah kebingungan daripada
kejelasan untuk hubungan-hubungan tentang variabel sikap dan relasi.
3. Hubungan Sikap Orang Tua, Guru, dan Murid
Sikap orang tua yang muncul menjadi ekstrim merupakan factor penting penentuan sikap
dan prestasi anak. Aspirasi-aspirasi pra sekolah dan pengaruh harapan orang tua dan
ketertarikan factor yang potensial, dengan dugaan mungkin dari bakat intelektual. Pada
satu sisi, sikap orang tua dapat mnegurangi akibat positif atau negative dari guru. Di sisi
lain, guru juga mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan sikap, sejak guru
memerankan tugas utama pada prestasi murid juag mempunyai kemampuan untuk
menyalurkan sikap guru yang selayaknya terhadap Matematika untuk murid-murid
mereka.
Kemungkinan dari hubungan sebab akibat secara garis besar pada paragraph sebelumnya,
memberikan dasar untuk pertanyaan dan hipotesa studi dari sikap orang tua aatau guru
dan juag hubungan mereka kepada sikap murid. Beberapa pertanyaan berdasarkan
ketertarikan : Apakah sikap-sikap murid dan guru sama ? Apakah tngkah laku guru
memperngaruhi prestasi dan sikap murid ? Apakah sikap orang tua dan murid sama ?
Apakah oang tua dan guru bebeda dalam sikap mereka terhadap Matematika ? Sedikit
jawaban untuk menjawab pertanyaan ini, hal ini dapat menjadi indikasi yang diperlukan
untuk penelitian masa depan. Murid-murid mempunyai sikap yang baik ketika mereka
merasa Matematika bermanfaat dan ada ketertarikan dan ketika mereka mempunyai guru
yang baik (Callahan, 1971). Murid-murid bersikap buruk ketika mereka merasa tidak
nyaman atau tidak ada ketertarikan terhadap Matematika.
Alasan ini berbeda dari sugesti suka atau tidak suka terhadap Matematika. Dari
pembentukan sikap dan ilustrasi wilayah pilihan sikap adalah kompleks. Sebagai contoh,
guru yang baik menghasilkan sikap yang baik pada murid-muridya (Phillips, 1973).
Bagaimanapun, hal tersebut tidak jelas aspek dari guru dan hasil dalam sikap yang baik.
Mungkin guru yang baik adalah yang memberikan tantangan Matematika dan
menyediakan sedikit waktu untuk murid, hal tersebut menurut beberapa murid dan
menghasilkan sikap yang rendah dan sikap buruk pada lainnya. Hal tersebut sungguh
nyata bahwa penelitian dibutuhkan dalam menghasilkan pengertian bahwa dari adanya
variabel yang ditemukan hubungan orang tua-murid-guru. Pengertian tidak seperti hasil
dari pernandingan yang besar pada skala sikap umum. Akan tetapi, perhatian harus
diberikan untuk pengukuran sebuah tujuan sikap yang spesifik, mungkin tiga kesatuan
yang spesifik dari murid, guru, dan orang tua.
4. Perbaikan Sikap
Banyak yang dipelajari dari kata sikap pada judul peneliti adalah pada kategori dari
metode belajar yang mana penyelidikan yang lebih luas pada pendekatan pembaharuan
instruksional atau sebuah kurikulum baru., membandingankan dari beberapa pendekatan
yag tradisional. Kecuali, untuk instansi yang terisolasi, belajar di sana bertujuan untuk
memperbaiki atau membandingkan sikap dan prestasi Matematika agar.supaya dapat
memperbaiki sikap. Pengadaan tes sikap pada belajar dari tipe-tipe yang sama menjadi
anjuran dari banyak peneliti.
Meskipun di sana tidak ada pertanyaan bahwa data pada sikap menjadi ekstrim pada
penilaian efek-efek dari instruksi atau pembaharuan kurikulum, desain dai bagian sikap
sering muncul untuk menjadi renungan. Sedikit dari studi untuk mengikuti teoritis
rasional desain masalah, dan ukuran dari sikap mereka untuk prestasi mengikuti cara
yang sama. Biasanya, pertanyaan dan hipotesis paralel untuk prestasi Efek apa yang
ditimbulkan dari latihan x pada murid ?. sebuah skala seleksi, kadang-kadnag tanpa hal
pertanyaan dari apakah sikap diukur dengan skala mungkin diharapkan untuk dipengaruhi
oleh latihan. Sebagai contoh, sebuah peninjauan laporan singkat menyatakan bahwa skala
popular yang sama dari sikap Matematika digunakan untuk mengukur akibat-akibat dari
tes kecil, sebuah toko yang pekerjanya orang tua, film, konstruksi, instruksi asisten
computer, sebuah unit probabilitas, sebuah pendekatan transformasi geometri. Subjek
dari studi ini hasil dari tujuan tingkat orang tua.
Dengan banyak wilayah dari penelitian, hasil dari percobaan untuk memperbaiki sikap
pada Matematika dikombinasikan, setiap tujuan studi yang spesifik pada perbaikan
sikap.setiap hal uang mengganggu adalah fakta bahwa beberapa desain studi untuk
memperbaiki hasil sikap pada setiap sikap positif yang rendah. Di sana mungkin
beberapa petunjuk hasil ini pada desain dari banyak eksperimen. Karena perubahan pada
sikap adalah ketertarikan utama, mungkin studi menggunakan sikap pada pretes dan
postes. Melengkapi sebuah pretes mungkin mempengaruhi subjek pada sejumlah cara
mungkin dilihat dengan banyak peneliti. Pertama, ada tes sikap yang mempunyai efek
yang sensitive. Hal tersebut diamati bahwa subjek tidak mengetahui apa yang mereka
pikirkan tentang sebuah objek atau situasi pada beberapa pertanyaan. Peran dari memberi
sebuah tes sikap mungkin karena untuk melatih perbedaan pendapat dan respon pada
subjek, tanpa memperhatikan latihan interview.
Factor kedua yang penting mungkin sikap umum subjek pada awal dan akhir periode
instruksional. Sering, murid-murid merasa optimis dan berminat pada awal semester,
yang mana ketika banyak pretes dilakukan. Pada waktu ke depan mungkin tanda antusias
sedang, dan jika postes menjadi stress, mungkin hampir terjadi bersama-sama dengan
latihan komperhensif, sikap umum mungkin menjadi rendah. Hal tersebut mungkin
postes dilihat sebuah pemborosan waktu kelas yang berharga, menghasilkan efek negatif
kedepannya.
Kebanyakan dari kesulitan ini dapay diatasi dengan perhatian desain penelitian bahwa
menyediakan grup kontrol dan perhatian waktu tes. Hal tersebut menjadi nyata bahwa
respon-respon dan motivasi-motivasi subjek dengan respek untuk tes sikap dan prestasi
adalah sungguh berbeda, membuat hal tersebut menjadi kebutuhan untuk
dipertimbangkan merupakan ketentuan dari tes administrasi sikap di waktu yang sama
pada latiha tes prestasi. Akhirnya, kebutuhan untuk memilih teknik yang tepat untuk
pengukuran sikap yang tiba-tiba efek keinginan dari sebuah latihan harusnya diulangi.
Sebuah skala sikap yang umum adalah seperti rendahnya ukuran efek yang spesifik dari
kontrak pembelajaran, sebagai contoh, sedikit item pemilihan yang baik didapatkan
subjek yang mempunyai pengalaman yang aktual.
Memerlukan desain penelitian yang spesifik untuk menyelidiki sikap alami memperbaiki
atau merubah, memasukkan penelitian dari efek seperti factor pretes, waktu untuk tes dan
umur subjek, variabel yang terakhir adalah sebuah fakta penting sejak muncul fakta sikap
pada Matematika dibentuk terutama kelas 4-8 (Callahan, 1971; Malcolm, 1971). Apakah
hal tersebut mencoba menuliskan perubahan sikap sebelum dan sesudah itu ? apakah
wakil-wakil yang kebanyakan berpotensi untuk merubah perbedaan pada level umum ?
Di sana hanya contoh dari banyak pertanyaan yag tidak dijawab.
5. Sikap dari Tugas Guru
Di sana ada dua alas an terakhir bahwa penelitian pada sikap tugas elemen guru sekolah
adalah ketertarikan dan hampir belebih. Pertama, guru mempunyai potensi pengaruh yang
besar pada sikap murid mereka kedepannya. Hal tersebut menjadi alasan yang sama
bahwa sebuah pengetahuan dari sikap guru di sini mungkin menolong peneliti mengerti
informasi-informasidari sikap murid.yag kedua, alasan praktikal untuk penelitian adalah
elemen guru yang prospektif adalah populasi yang tersedia dengan mudah. Sebuah
konsekuen, beberapa studi muncul mempunyai objek yang umum, seperti menentukan
efek pada metode pembelajaran atau eksplorasi sederhana dari factor-faktor yang
dihubungkan dari dari mata pelajara kepada sikap guru pada Matematika. Di sana banyak
data memberikan elemen sikap guru yang prospektif memperbaiki tingkatan variasi dari
perbaikan mereka, khususnya metode pembelajaran (Collier, 1972 ; Hilton, 1970 ;
Hunkler dan Quast, 1972). Meskipun perbaikan ini biasanya dipresentasikan kembali
hanya sebuah perubahan dari sikap negative ke netral atau sedikit positif, hal tersebut
mengidentifikasikan abhwa subjek yang mempunyai subuah motivasi positif untuk sebua
situasi (menjadi seorang guru) dapat merubah sikap mereka terhadap aspek tersebut.hal
ini mungkin memberikan sebuah tanda kepada pebaikan sikap, bahwa, mungkin perhatian
subjek juag sikap mereka variabel penting untuk mempertimbangkan dalam prediksi
tingkah laku. Teori oelh Fishbein menganjurkan bahwa percaya pada sebuah objek atau
situasi, sebagai contoh, belajar atau mengajar Matematika menentukan sebuah sikap itu
sendiri. Sikap mempengaruhi tujuan seseorang dengan objek yang respek.hal tersebut
bertujuan memprediksi tingkah laku seseorang terhadap objek.
Diantara factor-faktor berhubungan kepada sikap guru, hubungan dari pilihan level yang
tinggi dan bakat Matematika kepada sikap mengajar Matematika mempunyai implikasi
yang penting. Secara umum, guru yang mengajar di kelas-kelas utama mempunyai sikap
baik yang rendah terhadap mengajar Matematika daripada guru yang mengacu pada
tingkat dasar yang lain (Early, 1970 ; Raines, 1971). Tentu saja, bentuk ini menjadi fakta
yang jelas daripada guru Matematika SMA yang memilih untuk mengajar hal trsebut
secara eksklusif pada pilihan subjek yang lain. Rupanya, guru dapat mempengaruhi sikap
dan prestasi murid dalam tingkat formatifnya mungkin mempunyai sikap diri sendiri
yang kurang. Penelitian kecil dapat menentukan efek guru yang utama dengan sikap
positif dan bakat Matematika yang tinggi terhadap sikap murid.
isu- isu di dalam penelitian sikap
Di diskusi sebelumnya telah dibicarakan kedua isu-isu yaitu isu-isu specific dan umum
dalam penelitian sikap. Di bagian ini beberapa dari isu-isu umum penting akan dibahas.
Isu-isu ini ada terutama karena teoritis yang membangun di dalam banyak bidang dari
riset sikap belum diperjelas. Sedikit dari beberapa studi-studi di sikap mengambil wujud
dari pengujian hipotesis, biasanya karena latar belakang teoritis (yang) penting untuk
membuat hipotesis tidak tersedia. Dalam studi-studi perbandingan metoda-metoda bahwa
mengadakan hipotesa perbaikan-perbaikan di dalam sikap, suatu argumentasi yang
teoritis yang mendorong ke arah hipotesis itu jarang diperkenalkan. keterlibatan untuk
gambaran dari riset ini adalah bahwa studi-studi pengembangan teori bersifat perlu.
Kesimpulan ini adalah sangat relevan sekarang ketika banyak sekali perubahan-
perubahan pokok muncul untuk menjadi berbicara tempat di dalam sikap-sikap yang
terkait dengan matematika. sebagai contoh, sikap seperti mengubah sehubungan dengan
topik-topik seperti tempat dari kalkulator-kalkulator dan komputer-komputer, pelajaran
fakta-fakta computational yang dasar, peran dari guru di suatu lingkungan pelajaran, dan
pemakaian bahan-bahan intervi. faktor-faktor ini mempunyai suatu kaitan langsung di
pengembangan dari sikap-sikap terhadap matematika dan menyatakan bahwa riset di
sikap akan melanjutkan menjadi ladang aktif dan yang penting dari studi.
Pengukuran sikap
Jika riset sikap ke depan efektif di dalam menaksir dan menjelaskan dampak dari arus
bidang pendidikan berubah, akan jadi penting menggunakan teknik-teknik dari
pengukuran bahwa menyediakan penyajian-penyajian valid ini berubah. Satu isu yang
penting adalah pertanyaan tentang bagaimana sikap-sikap hendaknya di/terukur. Meski
itu adalah satu penyederhanaan berlebih, isu ini memusat di pemakaian secara hati-hati
normal, objektif, yang dapat dipercaya, easy-to-administer pada suatu pihak lebih sedikit
yang tersusun, designed-for-the situasi, teknik-teknik subjektif, terbuka pada yang lain.
Argumentasi-argumentasi yang sama bahwa membuat metoda-metode yang menarik
untuk tujuan-tujuan dari ujian teori membuat mereka lebih sedikit bermanfaat di dalam
pengembangan teori. sifat alami pertanyaan-pertanyaan dan isu-isu yang ada di sikap
kelihatannya untuk menyiratkan kebutuhan akan metoda-metoda dari penilaian yang
bersifat sensitip kepada nuansa-nuansa dan kesimpulan-kesimpulan dari kepercayaan-
kepercayaan, pendapat-pendapat, dan perilaku-perilaku. Lebih lanjut, untuk membuat
penggunaan efektif metoda-metoda ini, peneliti-peneliti harus mampu menggambarkan
pola-pola penting dari data yang subjektif.
Di waktu sekarang sedikit dari beberapa peneliti sepertinya sadar akan isu dari teknik-
teknik untuk mengukur sikap. barangkali, di dalam pengertian bahwa di sini para
kontestan tidak aktif sebelah menyebelah, itu bukan suatu isu yang benar. bagaimanapun,
bila ada dari "yang riil" isu-isu adalah untuk dimantapkan, pertanyaan pengukuran harus
dipertimbangkan. Seperti sebelumnya yang dinyatakan, kebanyakan isu-isu di dalam riset
benar-benar mewakili; menunjukkan bidang-bidang di mana teori tidak dikembangkan,
teori belum jelas, atau teori-teori berlawanan ada. kemudian kejadian-kejadian, secara
hati-hati merancang studi-studi menggunakan ukuran-ukuran objektif, canggih dapat
digunakan untuk memperjelas isu. Di mana teori yang cukup tidak tersedia, satu terbitan
dapat dimantapkan hanya oleh pertama mengembangkan suatu teori. Pada halaman-
halaman yang berikut, beberapa isu yang menggambarkan pengembangan teori
kebutuhan bidang-bidang akan dibahas.
Pentingnya sikap
Jjika ada suatu isu yang benar di dalam penelitian sikap, seperti yang dibuktikan oleh
yang diterbitkan, mengadakan perlombaan poin-poin dari pandangan (Aiken, 1970;
Neale, 1969), itu adalah paling dasar pada isu-isu: Apakah sikap matematika penting?
korelasi secara umum rendah antara sikap dan prestasi adalah paling sering kali mengutip
bukti bahwa sikap-sikap mungkin tidak berarti terlalu banyak di dalam menjelaskan
prestasi. ada achievers tinggi di dalam matematika yang tidak mempunyai score-score
tinggi di tes tingkat matematika.
Argumentasi-argumentasi bahwa sikap-sikap bersifat penting bersifat memusat di resiko-
resiko tentang gambar. penarikan conclutions dari studi-studi yang menggunakan teknik-
teknik pengukuran kebenaran yang diragukan. permasalahan pengukuran juga muncul di
sikap-sikap tersebut yang pada umumnya di/terukur tidak penilaian-penilaian valid perlu
sikap-sikap lebih spesifik bahwa bisa penting dan lebih sangat berhubungan dengan
prestasi. Akhirnya, barangkali sikap-sikap dihubungkan dengan faktor-faktor lebih
penting dibanding prestasi, seperti tinggal di dalam sekolah atau memilih suatu karier.
Ada alasan bahwa sikap-sikap boleh jadinya terus meningkat penting di dalam pelajaran
matematika. Di masa. lalu, para siswa belajar matematika dan hal-hal lain di sekolah
dengan pertanyaan yang kecil, mengira bahwa pendidikan yang lebih tinggi adalah suatu
persyaratan untuk succes. Meskipun jika pendidikan postsecondary bukan gol,
kemampuan dalam perhitungan diterima sebagai suatu keperluan untuk berfungsi di
dalam masyarakat. Keduanya . ini pertimbangan untuk pendidikan matematika sudah
ditanyakan, dan alternatif-alternatif, seperti kejuruan atau sekolah perdagangan, tidak
mempunyai bentuk prasyarat-prasyarat matematika yang sama bahwa perguruan tinggi
mempunyai di masa lalu. Perbankan diotomatkan, jasa persiapan pajak, pembelanja-
pembelanja, pemandu-pemandu, dan lain jasa yang dirancang untuk memperkecil
keperluan pelatihan di dalam matematika yang dikedepankan untuk mayoritas para siswa.

Beberapa keterlibatan yang penting muncul untuk teori sikap matematika. Sebagai
contoh, variabel-variabel formasi sikap sepertinya lebih berhubungan erat pada faktor-
faktor seperti itu seperti arti penting, nilai, atau kegunaan matematika dibanding kepada
satu minat akan, atau kesenangan dari, pokok materi. Untuk apa pernah; selalu faktor-
faktor itu adalah, suatu kebutuhan ada untuk pengembangan hati-hati teoritis di hadapan
issue dari pentingnya sikap-sikap dapat axplored. Apa "penting" berarti untuk populasi-
populasi yang berbeda? Bagaimana konsep dari arti penting berkembang? Pertanyaan ini
mewakili; menunjukkan bidang-bidang yang penting untuk dijawab oleh riset.
Sikap dan Prestasi
Hubungan antara sikap dan prestasi telah dibahas. sifat alami kekuatan hubungan
mungkin berada dalam bidang pengukuran yang tepat. Suatu penilaian dapat dipercaya
dan yang valid atas prestasi sikap spesifik dalam hubungannya adalah mampu
meletakkan isu ini untuk beristirahat. Bagaimanapun, arah yang menjadi penyebab adalah
suatu isu lebih pokok bahwa memerlukan pengembangan studi yang cermat dan teori.
kompleksitas pembentukan sikap dan faktor-faktor yang banyak sekali mempengaruhi
prestasi adalah pertimbangan untuk percaya bahwa isu ini akan sisa untuk sekali waktu
datang. Bagaimanapun, aspek dari isu bahwa harus diselidiki. salah satu yang paling
utama dari ini adalah hubungan sebab akibat di dalam awal masa kanak-kanak. Sebagai
contoh, adalah menarik anak-anak sangat muda itu tidak dihalangi di dalam sikap-sikap
mereka atau usaha-usaha oleh "kegagalan." Pelajaran anak untuk berjalan jatuh berulang-
ulang tanpa pengurangan yang nyata di dalam sikap. Namun seorang anak dapat dengan
mudah belajar bahwa sesuatu yang "tidak baik" melalui suatu perilaku orangtua terhadap
nya. Bagaimana awal sikap terhadap matematika yang dipengaruhi oleh perilaku
orangtua atau yang lain dan oleh perilaku anak itu (prestasi)? Sehubungan dengan
pertanyaan ini adalah seringnya pengamatan yang mayoritas besar anak-anak di dalam
awal kelas-kelas mempunyai sikap-sikap yang baik secara umum terhadap matematika.
Apakah kemunduran yang kemudian disebabkan oleh guru atau yang lain, perilaku atau
oleh prestasi anak itu? jika ini adalah suatu penyebabnya, apakah faktor-faktor yang
berbeda dari situasi-situasi di mana anak "yang digagalkan" di dalam belajar untuk
berjalan dan berbicara? Meski pertanyaan-pertanyaan ini menunjukkan bahwa hubungan
sebab akibat untuk anak-anak yang muda bisa di dalam arah yang manapun, itu
kelihatannya sulit untuk membenarkan setiap hanya arah attitude-causes-achievement
untuk anak-anak sangat muda yang pasti mempunyai sangat kecil pengalaman dengan
prestasi atau kegagalan di dalam matematika.
Argumentasi di atas menunjukkankan isu dari apakah arah yang menjadi penyebab
mengubah ketika anak bertumbuh lebih tua atau apakah hanya menguatkan yang lain.
jika yang belakangan benar, isu dari bagaimana rantai itu adalah untuk rusak muncul.
perlukah usaha difokuskan dengan mengubah sikap-sikap, dengan demikian
meningkatkan prestasi, atau apakah mungkin untuk menyediakan succes cukup untuk
membalikkan siklus? Seperti dicatat di dalam bagian di riset masa kini, tidak muncul
untuk bersifat produktif untuk melanjutkan usaha-usaha yang terisolasi pada program-
program khusus yang dirancang untuk menggunakan satu pendekatan. sebagai gantinya,
eksplorasi saksama adalah perlu mengembangkan basis teoritis untuk suatu populasi yang
tertentu. Diantara tanda kurung, haruslah jelas bahwa arah pencarian studi-studi dan
faktor-faktor menyebabkan berhubungan dengan mereka perlu menggunakan bermacam
pengukuran dan pendekatan statistik. Di dalam eksplorasi jenis ini, statistik bersifat
prediksi tradisional seperti multiple regresi seyogianya sangat bersifat membatasi dan
boleh menghapuskan variabel-variabel penting berpotensi.
Isu yang menjadi penyebab prestasi sikap mempunyai satu hubungan yang penting pada
isu dari pentingnya sikap-sikap matematika. Jika faktor-faktor seperti itu seperti
perguruan tinggi masuk persyaratan-persyaratan dan suatu kebutuhan yang dikurangi
untuk perhitungan cenderung untuk mempengaruhi sikap-sikap terhadap matematika,
pembuatan sikap-sikap suatu faktor lebih penting, lalu sifat alami yang menjadi penyebab
attitudes-achievement menerima satu makna yang ditingkatkan. mungkin jadinya sangat
penting untuk mampu mengidentifikasi pendekatan yang mendorong sikap-sikap positif
dan meningkatkan prestasi.
Perubahan dari Sikap
Ketidakberhasilan dari perawatan-perawatan paling bersifat percobaan di dalam
menghasilkan suatu perbaikan yang penting di dalam sikap matematika menaikkan isu
dari bagaimana caranya mengubah sikap-sikap matematika. Tentu saja, isu ini melibatkan
sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang terkait yang spesifik seperti arah dan besaran dari
perubahan, jenis dari hal-hal, atau ketetapan dari yang berubah. konsep tentang
mengubah sikap-sikap menyiratkan bahwa sikap-sikap telah dibentuk sampai taraf
tertentu yang stabil. Sebagai alternatif, itu dapat dibantah bahwa sikap-sikap di suatu
bangsa yang berkelanjutan formasi dan berubah, membuat tidak berarti pertanyaan
tentang bagaimana caranya mengubah mereka. Dalam hal ini sebagian dari pertanyaan-
pertanyaan melingkupi isu itu bersifat yang berbeda dan melibatkan hal-hal seperti ketika
sikap-sikap mulai pembentukan, apakah faktor-faktor yang paling berpengaruh, dan
apakah faktor-faktor ini bersifat yang berbeda pada berbagai langkah-langkah di dalam
pembentukan sikap-sikap.
Apakah isu melibatkan perubahan atau pembentukan sikap-sikap penting untuk
mengingat-ingat bahwa sikap-sikap ini ada di invidu-individu lalu kelompok-kelompok.
Jika suatu peneliti melaporkan bahwa suatu perawatan yang diberi mempunyai dihasilkan
tanpa perbaikan yang penting di dalam sikap, itu adalah biasanya dilewatkan bahwa
karena beberapa hal penting berubah, kedua-duanya hal positif dan hal negatif yang
dilakukan berlangsung. Fakta bahwa tanggapan-tanggapan kepada lima pertimbangan
titik cenderung untuk menjadi dekat pertengahan dan nilai-tengah total bahwa mencetak
prestasi cenderung untuk menyembunyikan variasi-variasi di dalam materi dan hal-hal
yang individu berperan untuk kemungkinan yang hilang penting mengakibatkan studi-
studi dari sikap. keterlibatan untuk pengukuran dari sikap muncul untuk bersifat dua kali
lipat. Pertama-tama, mungkin bermanfaat, bahkan di dalam yang skala dimensional
homogen, untuk menguji dan laporan mencetak prestasi atau materi tunggal atau seikat-
seikat kecil dari materi bahwa menimbulkan tanggapan-tanggapan yang bervariasi
menandakan suatu perubahan di dalam sikap dari suatu waktu yang sebelumnya. Ke dua,
informasi yang berharga bisa diperoleh dengan score-score pengujian hal yang individu,
terutama hal-hal yang muncul telah terpengaruh di dalam cara tertentu oleh suatu
perawatan bekerja. Suatu analisa lebih saksama suatu perubahan dari sikap di dalam hal-
hal yang individu akan menjadi yang mungkin melalui pendekatan studi kasus di dalam
mengamati dan faktor-faktor pelaporan mempengaruhi suatu perubahan di dalam sikap.
Di dalam penilaian tentang segala proses jangka panjang seperti perubahan formasi dari
sikap, itu kelihatannya membujur jelas nyata atau pengembangan mendisain ditandai.
kebanyakan ungkapan-ungkapan yang diulangi dan yang dikenakan di dalam laporan
riset mereka yang membenarkan ketiadaan perbaikan di dalam sikap dengan mengutip
perawatan celana pendek bersifat percobaan, meski dimungkinkan untuk memberi
contoh-contoh di mana pendapat-pendapat dan sikap-sikap telah diubah dengan mantap
di suatu palung waktu yang sangat pendek satu terutama yang meyakinkan atau
mengesankan merasakan. Masalah itu boleh jadi untuk mengidentifikasi mereka yang
sikap-sikap bersifat resistan kepada perubahan yang cepat dan mereka yang tidak.
Apakah faktor berhubungan dengan tingkat di mana wujud sikap-sikap? ,jika satu sikap
membentuk secara berangsur-angsur, apakah (itu) lebih resistan untuk mengubah dari nya
yang dibentuk dengan cepat? Karena sikap-sikap terkait dengan sekolah muncul tenjadi
antara mereka bahwa membentuk secara berangsur-angsur, jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan ini akan menjadi yang berharga di mengusulkan jenis dari riset mendisain
bahwa boleh jadi paling efektif.
secara ringkas, itu muncul bahwa isu dari perubahan sikap adalah bidang yang lain di
mana basis teoritis masih untuk dikembangkan. sampai sebagian dari pertanyaan-
pertanyaan mengangkat di dalam bagian ini dijawab melalui studi-studi penyelidikan, itu
diragukan apakah hyphoteses berhubungan dengan perbaikan sikap dapat diuji di dalam
studi-studi metoda-metoda intervi.
Sifat alami sikap-sikap matematika,
keberadaan dari suatu bidang yang utama dari riset berhadapan dengan sikap-sikap di
dalam matematika adalah bukti kuat bahwa dari perhatian yang besar ke banyak
pendidik. Perhatian ini dengan jelas spaarked oleh satu persetujuan bahwa seorang cukup
banyak para siswa mempunyai sikap lemah(miskin terhadap matematika. Diven
persetujuan ini, itu akan kelihatannya bahwa ada tidak ada isu mengenai apakah sikap-
sikap matematics bersifat lemah(miskin. bagaimanapun, mungkin saja isu yang belum
terpecahkan yang paling penting semua. Pertama-tama, ada beberapa bukti di dalam
studi-studi [meminta;bertanyakan] anak-anak untuk bereaksi terhadap hal-hal sekolah
mereka bahwa matematika adalah antar aneka pilihan kepala mereka, terutama di dalam
awal kelas-kelas (Saxe, 1971). Juga, di dalam banyak belajar score-score di timbangan
mathematcs-attitude mencerminkan netral dibanding sikap negatif.
barangkali perhatian (di) atas sikap-sikap dan intensitas riset mempunyai pengaruh
tentang perbesaran masalah. Setelah pendidik-pendidik all,few sepertinya adalah di
dalam yang terested di dalam mengukur sikap terhadap ejaan atau sejarah atau Prancis.
Jika nya lakukan sikap-sikap ukuran ini, ada suatu kemungkinan yang baik menemukan
bahwa beberapa siswa mempunyai sikap-sikap lemah(miskin terhadap itu hal-hal. Di
sana muncul untuk menjadi banyaknya dari accaptence, bahkan di antara banyak para
guru matematika, bahwa matematika dibenci. Pendapat ini adalah mungkin pelaksanaan
diri sendiri di para siswa tersebut diberitahu kurus-kurus seperti "Anda tidak akan seperti
masalah kata tetapi kita harus belajar mereka "atau" ractions bukan menarik tetapi we
akan selesai dengan mereka segera.
beberapa anak-anak kelihatannya untuk belajar sungguh awal bahwa lebih bisa diterima
secara sosial bukan untuk seperti matematika dibanding untuk seperti nya (Sikat, 1978a).
Mungkin saja mungkin bahwa ini situasi adalah juga pelaksanaan diri sendiri di itu
tersebut hasilkan sikap negatif.
Satu variabel yang penting berhubungan dengan isu dari sikap-sikap yang lemah(miskin
di dalam matematika adalah stabilitas sikap-sikap. Ada satu perubahan sikap perasaan
yang intuitif anak-anak itu dari hari ke hari, tergantung pada apa yang yang terjadi di
dalam kelas, berapa banyak pekerjaan rumah ditugaskan, bagaimana mereka bertindak
dengan suatu ulangan/ ujian, atau setiap nomor dari yang lain faktor-faktor. itu adalah
mungkin bahwa prosedur-prosedur umum untuk mengukur sikap tidak mencerminkan
situasi ini. Skala sikap bisa terlalu umum untuk mengungkapkan ini variasi-variasi yang
spesifik, karena para siswa tidak bisa bereaksi terhadap satu item seperti "Aku
menyenangi matematika" dengan menjawab "hanya ketika aku mendapat suatu kelas
yang baik" atau "kecuali ketika guru itu tidak menjelaskan berbagai hal (dengan) jelas."
Juga, sikap-sikap biasanya di/terukur hanya di permulaan atau akhir dari sebagian orang
waktu periode panjang [secara] wajar. Sering kali, asumsi dasar adalah bahwa/karena
ujian mewakili; menunjukkan suatu penilaian yang kumulatif atas sikap formationand itu
pengaruh faktor-faktor (di) atas waktu terdahulu perjanjian Although asumsi ini bisa
benar, ini juga mungkin bahwa satu tes tingkat berdampingan; berhadapan setiap hari
yang tertentu maesures tak lain hanya sikap-sikap milik pokok materi pada hari itu, yang
bisa ditentukan sebagian besar oleh beberapa yang spesifik, terbaru merasakan. Hasil
tentang mengukur sikap-sikap cepat-cepat setelah suatu ujian akhir, sebagai contoh,
mendukung kemungkinan yang belakangan.
itu adalah, tentu saja, tidak praktis dan tidak bijaksana untuk mengurus satu skala sikap
setiap hari atau setiap beberapa hari untuk menentukan stabilitas sikap-sikap matematika
dan faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas ini. Tetapi itu adalah yang mungkin dan
itu akan menjadi sangat berguna bagi pendekatan penilaian penggunaan lebih
berkelanjutan yang informal. Sebagai contoh, tanggapan setiap hari setelah kelas ke(pada
suatu buritan seperti "Dewasa ini math____________________"could digunakan, beserta
suatu batang kayu yang singkat dari apa [yang] yang terjadi di dalam kelas, untuk
menemukan pola-pola di dalam macam dari aktivitas kelas dan isi matematika bahwa
mempengaruhi sikap-sikap untuk jenis-jenis yang berbeda kepada para siswa.
Secara ringkas, sifat alami sikap-sikap di dalam matematika muncul menjadi membuka
dan isu riil. Satu keputusan a priori atau asumsi pada pihak suatu peneliti sekitar sifat
alami sikap-sikap ini ingin mempunyai keterlibatan-keterlibatan yang bernasib sial untuk
desain dan penafsiran studi eksperimental. Penemuan dari apa [yang] orang-orang benar-
benar berarti ketika mereka katakan mereka tidak menyukai matematika mewakili;
menunjukkan suatu bidang yang penuh keberhasilan untuk riset
ARAH MASA DEPAN RISET
Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan dan isu-isu melingkupi sikap-sikap matematika
telah diangkat atau yang dibahas di dalam halaman-halaman yang terdahulu, kebanyakan
bisa dikembangkan dan yang dinyatakan ketika hipotesis yang bisa test. Di dalam bagian
ini, beberapa hipotesis ini akan diperkenalkan sebagai mempunyai arti penting di dalam
yang berikutnya beberapa tahun di tersebut mereka bersifat tepat waktu dan mewakili;
menunjukkan bidang-bidang peluang untuk memperoleh mengadakan percobaan. Di
dalam bagian yang berikut, suatu model diusulkan bahwa menggambarkan hubungan
antara sikap-sikap dan perilaku. model ini akan digunakan untuk mengembangkan satu
set hipotesis untuk riset di sikap.
Suatu Model untuk hubungan antara Attitudes dan Behavior
Banyak dari keterlibatan-keterlibatan yang potensial sebagai yang digambar/ditarik dari
hasil-hasil dari riset di sikap melibatkan asumsi bahwa beberapa siswa mempunyai "baik"
sikap-sikap dan yang lain mempunyai "lemah(miskin" matematika sikap terhadap.
Lebih lebih lanjut, itu sering implisit bahwa sikap-sikap ini adalah beberapa yang stabil
(di) atas yang [secara] wajar periode lame dari waktu. Meskipun jika asumsi ini
didukung, suatu masalah yang pokok adalah pengaruh dari sikap-sikap matematika di
perilaku secara rinci di perilaku berhubungan dengan pelajaran matematika. Masalah ini
sepertinya adalah terutama relevan pada sekarang mengingat bahwa para siswa
kebebasan sering kali mempunyai di dalam intructional yang modern yang mulai
memilih, atau mempengaruhi sifat alami, pengalaman pelajaran mereka.
Basis yang teoritis untuk meramalkan perilaku dari sikap termasuk gagasan di mana sikap
menghasilkan bermacam tanggapan-tanggapan dibanding suatu tanggapan ke(pada suatu
stimulus (Doob, 1947). Sebagai contoh, mempertimbangkan; menganggap stimulus dari
suatu tugas pekerjaan rumah matematika untuk seorang siswa yang mempunyai sikap
dari "membenci math." Di dalam ketidakhadiran dari sikap, tanggapan itu mungkin akan
penyelesaian tugas di dalam sejumlah waktu dan pada suatu tingkat penguasaan yang
diramalkan oleh kemampuan siswa itu dan variabel-variabel intervi. Bagaimanapun,
differnet para siswa mempunyai sikap yang sama ("membenci math") boleh menjangkau
dengan pekerjaan yang teledor, suatu tugas yang terlambat; almarhum, ketidakhadiran
dari kelas yang berikutnya, atau tidak ada apa pun yang tidak biasa sama sekali, mahluk
variabel-variabel lain semilar. Penjelasan untuk variasi dari tanggapan-tanggapan akan
kelihatannya datang dari variasi dari pertimbangan untuk membenci matematika,
menggabungkan dengan menentang menengahi variabel-variabel, seperti pentingnya
tugas, sikap terhadap guru ,pengaruh berkenaan dengan orangtua, kesukaran dari tugas
,dan seterusnya. Kombinasi variabel-variabel berlawanan ini bahwa menghasilkan
tanggapan yang akhir boleh menjelaskan te hubungan lemah antara sikap matematika dan
prestasi.
Sebelum hipotesis diusulkan, mungkin saja sangat menolong untuk menyajikan suatu
model dari faktor-faktor relationshipamong terkait dengan sikap yang mungkin dan
keterlibatan-keterlibatan mereka untuk perilaku (lihat gambar 2). Di dalam model, kasus
yang paling sederhana suatu dikotomi dari kategories (positif) hal negatif) diwakili.
Ketika ukuran-ukuran menjadi lebih tepat, hipotesis berdasar pada model di waktu
sekarang adalah untuk mewawancarai hal-hal di sikap-sikap dan pertimbangan mereka
untuk perilaku menurut dichotomous yang sederhana model.
Suatu contoh yang specfic berdasar pada model itu boleh jadi sebagai berikut. Suatu hal-
hal merasa bahwa matematika adalah sia-sia (-Suatu) tetapi memperbandingkan guru
matematika (+B). Ketika yang diberi satu tugas pekerjaan rumah yang gampang (+C),
pokok materi melengkapi bekerja tepat waktu di yang diharapkan tingkat penguasaan
(+Tanggapan tingkah laku). Di dalam contoh ini, itu dapat sikap inferred itu terhadap
guru itu adalah faktor yang lebih kuat jika pelajaran situastion bukanlah demannding.
Sejumlah pertanyaan yang menarik muncul, menyediakan hipotesis ke(pada e menguji,.
Adalah beberapa faktor sikap cukup kuat (positifely atau secara negatif) untuk
mengalahkan semua menengahi faktor dan belajar situasi-situasi? Ulangi pertanyaan
dengan ke tiga jenis-jenis dari faktor-faktor dinukar. sedang menengahi faktor-faktor atau
belajar situasi-situasi lebih penting karena faktor-faktor sikap negatif dibanding untuk
mereka yang positif? Apa yang macam tentang menengahi faktor-faktor diperdaya seperti
apa menengahi faktor-faktor diperdaya apa yang macam dari faktor-faktor sikap?
pertanyaan-pertanyaan yang diusulkan oleh model mengakibatkan banyak hipotesis yang
spesifik. semua wujud umum yang sama:
Hipotesis: dengan faktor sikap A(+or-), menengahi faktor B(+or-), dan belajar situasi
C(+or-), tanggapan milik pokok materi akan (hal positif atau hal negatif)
Suatu wujud yang spesifik dari hipotesis itu akan pergi sebagai berikut:
Hipotesis: dengan faktor sikap A(+), tanggapan milik pokok materi akan hal positif untuk
setiap B dan setiap C.
Satu lebih kekuatan wujud yang spesifik seperti ini lagi:
Hipotesis: Dengan sikap "senangi matematika" keinginan milik pokok materi melengkapi
sulit homeworkassignment di hadapan suatu sikap negatif terhadap guru dan intervi
waktu cukup.
Di orther ke(pada statisty, persyaratan bahwa hipotesis dari jenis ini bersifat tepat waktu,
penting, dan menguji, perlu mengidentifikasi daerah-daerah untuk A, B, dan C.itulah
yang sikap-sikap, menengahi faktor-faktor, dan belajar situasi yang paling relevan kepada
perhatian-perhatian yang ada di dalam pelajaran matematika? bagian Garis besar yang
berikut beberapa berbagai kemungkinan.
Faktor-faktor sikap
Di masa. lalu, ukuran-ukuran dari sikap telah terutama terkait dengan faktor kesenangan.
Kegagalan dari . ini faktor untuk meramalkan prestasi boleh menunjukkan bahwa banyak
perilaku pelajaran siswa tergantung lebih dengan berat di pandangan-pandangan mereka
dari kegunaan dari matematika dibanding di berapa banyak mereka suka pokok materi.
Karena ada pasti beberapa siswa buat siapa kesenangan dari matematika adalah faktor
yang paling penting di dalam . mereka pelajaran, satu harus tidak kesenangan potongan.
Bagaimanapun, pandangan bahwa kesenangan adalah faktor yang paling penting boleh
inflence aneka pilihan guru terpelajar situational faktor-faktor sedemikian untuk membuat
matematika yang menarik hanya untuk para siswa yang menyenangi matematika
bagaimanapun. Aiken (1974) sudah menyediakan bukti untuk suatu faktor value-of-
mathematics, dan Bowling (1976) mengembangkan suatu skala nature-ofmathematics.
Di suatu tinjauan ulang dari yang terbuka skala sikap tanggapan di mana para siswa
menandai pertimbangan mereka untuk menyenangi atau membenci matematika, Sikat,
1978a) mengenali Difficulty dan succes, Sifat< Usefulnes, dan Emotional Reactions
seperti(ketika kategori-kategori utama untuk isu-isu yang disebutkan oleh para siswa.
Kesukaran dan Success dan Emotional Reactions faktor berisi tanggapan-tanggapan yang
dihubungkan dengan ketertarikan atau konsep diri, yang muncul menjadi menengahi
faktor-faktor dibanding faktor-faktor sikap. Mengingat bahwa arti penting nya yang
potensial di dalam menentukan aneka pilihan siswa dari ladang-ladang yang terkait
dengan matematika untuk studi lebih lanjut, faktor dari nilai atau kegunaan yang dirasa
akan muncul untuk menjadi dari primer tertarik akan masa depan. Jika nilai dari
matematika adalah yang ditemukan menjadi faktor sikap yang penting, mungkin
mempengaruhi pemilihan terpelajar situasi yang kaleng membantu banyak siswa
mengalahkan perasaan tidak suka terhadap matematika mereka. Riset lebih lanjut boleh
juga mengungkapkan hubungan-hubungan antara perseptions siswa sifat alami
matematika dan perilaku-perilaku mereka, membuat nya yang mungkin bagi mereka
untuk mengalahkan barang kepunyaan dari suatu pandangan yang negatif dari
matematika.
Meski mungkin saja mungkin untuk mengidentifikasi dan mengesahkan lebih lanjut
faktor-faktor penting dari sikap matematika, pumpun primer itu harus di menjelajah
hubungan-hubungan di antara kesenangan, Nilai, dan Nature faktor-faktor dan di
penentuan sebab akibat hubungan-hubungan antara faktor-faktor dan perilaku ini melalui
interaksi mereka dengan menengahi faktor-faktor dan belajar situasi-situasi. Mungkin
saja mungkin melalui penggunaan te dari laporan diri yang terbuka mengukur untuk
menyuling ukuran-ukuran saat ini faktor-faktor ini sehingga mereka mewakili;
menunjukkan aspek yang berbeda (dengan) jelas dari sikap matematika. Bagaimanapun,
dilanjutkan memasukkan menjelajah faktor-faktor dari sikap harus dilakukan melalui
pemakaian bermacam pendekatan pengukuran.
Menengahi Faktor-faktor
Banyak sekali faktor-faktor di dalam lingkungan pelajaran mempunyai potensi itu untuk
menaungi, yang manapun sementara atau untuk selamanya, pengaruh dari suatu sikap
yang diberi terhadap matematika. Faktor-faktor ini, guru itu adalah mungkin nya paling
jelas nyata. meskipun [demikian] di sana muncul untuk menjadi bukti melawan terhadap
eeffect yang segera dari guru (phillips, 1973; Van tidak Walle, 1973; Wess, 1970). Secara
khusus, itu adalah sulit untuk menjelaskan kokoh penurunan sikap-sikap yang positif dari
elementer melalui sekolah menengah dalam ligh dari peningkatan di dalam kemampuan/
wewenang mathematical dan pelatihan para guru dari elementer ke sekolah menengah.
Meski banyak faktor terpelajar lingkungan, seperti strategi intervi dan bahan-bahan, di
bawah kendali dari guru, riset muncul untuk menunjukkan bahwa faktor-faktor ini sering
kali tidak mempunyai efek penting (sebagai contoh, melihat Cohen,1971; Demars, 1972;
Tukang giling, 1975; Pavlick, 1975).
lain menengahi faktor-faktor bahwa penyelidikan beruang mereka yang variabel-variabel
berbenturan di kegunaan atau kesenangan yang dihakimi dari matematika, terutama untuk
sub-sub kelompok seperti wanita-wanita, minoritas-minoritas, batas yang tidak perguruan
tinggi, dan yang dikaruniai; berbakat. Banyak dari variabel ini benar-benar operasikan di
luar kelas itu, meski mereka mempunyai keterlibatan-keterlibatan penting baik dalam
kelas seperti juga karena apakah para siswa masuk suatu kelas matematika. Suatu faktor-
faktor mong ini adalah (suatu) peluang ketenaga-kerjaan di ladang-ladang mathematics-
relade, (b) tekanan-tekanan masyarakat untuk matematika achiavement, harapan-harapan
berkenaan dengan orangtua (c) untuk prestasi bidang pendidikan, dan (dan) kegunaan
pendidikan yang lebih tinggi untuk advanceent yang sosial dan ekonomi.
Pandangan ini tentang macam tentang menengahi faktor-faktor yang bersifat penting
karena pelajaran matematika mewakili; menunjukkan suatu keberangkatan yang penting
dari riset directionsof sebelumnya di dalam sikap-sikap matematika. Perhatian-perhatian
yang lampau barangkali mempunyai een sedikit banyak(nya) sedikit memfokuskan di
dalam mempertimbangkan faktor-faktor kelas. Itu kelihatannya lebih permanen yang
mungkin itu dan efek penting dari sikap berakibat melalui faktor-faktor bahwa
mempengaruhi para siswa melalui rumah tersebut dan pengaturan-pengaturan sosial lain
yang bersifat pusat untuk mengembangkan sistem nilai anak remaja. pengaruh dari
rumah, kelas, dan faktor sosial lain mungkin kompleks, dan te kekuatan masing-masing
mengubah seperti(ketika anak mendewasakan. Riset berhubungan dengan barang
kepunyaan dari pengaruh berkenaan dengan orangtua ( Fennema &Sherman, 1977)
sediakan satu indikasi bahwa faktor-faktor ini secara rinci dihubungkan dengan pelajaran
matematika. Pada awal kelas-kelas, variabel-variabel rumah dan kelas mungkin
memainkan satu peran yang penting. Selama yunior dan sekolah menengah senior,
variabel-variabel intervi kelas boleh menjadi kurang penting, sedangkan [mereka/yang]
berhubungan dengan keuntungan interaksi sosial di dalam pengaruh, seperti halnya
variabel-variabel masyarakat dan kegunaan. Di tingkatan perguruan tinggi, variabel-
variabel kelas bisa lebih sedikit yang penting dibanding [mereka/yang] berhubungan
dengan peluang kegunaan dan ketenaga-kerjaan. Pengaruh dari variabel-variabel yang
terkait dengan rumah di dalam ini tahun yang kemudiannya adalah mungkin sungguh
memberi variasi tetapi mempunyai satu peran yang penting dalam keseluruhannya.
Tentu saja, sikap-sikap mengembangkan sebagai suatu konsekuensi dari variabel-variabel
paling yang penting pada masing-masing langkah?tahap juga memainkan satu part yang
penting di dalam pembentukan sikap-sikap dan perilaku di setiap titik.
Riset kecil sudah dilaksanakan di aspek developmantal dari sikap-sikap terhadap
matematika. Untuk memahami pengaruh tentang menengahi faktor-faktor di perilaku,
suatu uraian yang tepat hubungan-hubungan yang diuraikan di dalam alinea yang
sebelumnya adalah perlu. Itu kelihatannya membersihkan bahwa menengahi faktor-
faktor, seperti(ketika sed di dalam diskusi ini, mempunyai berdampak pada kedua-duanya
di perilaku yang segera dan di yang berlanjut pembentukan sikap-sikap terhadap
matematika.

Faktor Berhubungan dengan Situasi Pelajaran


Hasil tingkah laku akhir dalam kaitan dengan?dengan menggunakan istilah prestasi
matematika adalah paling lekat terhubung dengan faktor-faktor berhubungan dengan
tugas pelajaran. Semua sikap dan menengahi faktor-faktor dipusatkan pada di tugas atau
jenis yang spesifik dari tugas bahwa para siswa menghadapi. Seperti halnya menengahi
faktor-faktor, adalah penting bukan untuk mengambil juga membatasi suatu pandangan
dari ia mengetik terpelajar faktor-faktor. Sebagai contoh, jika kehadiran kelas untuk hal-
hal mempunyai sikap-sikap lemah(miskin terhadap matematika sedang diramalkan,
tugas-tugas pelajaran seperti suatu ujian akhir atau suatu kekuatan diskusi kelas dengan
baik menghasilkan hasil-hasil yang berbeda. Contoh ini menggambarkan bahwa itu boleh
jadi lebih pada dasarnya penting bagi menandai tugas-tugas pelajaran menurut tingkat
ketertarikan atau tekanan bahwa tey hasil. masalah lalu menjadi satu penentuan sanak
keluarga pentingnya sikap di dalam meramalkan perilaku, devending jujur dari tekanan di
dalam situasi pelajaran. Banyak dari faktor-faktor pelajaran yang penting bukanlah baru,
tetapi jika mereka dipertimbangkan dalam konteks hubungan mereka kepada sikap-sikap,
mereka mewakili; menunjukkan arah yang mungkin untuk menguji suatu hipotesis.

sebagian dari facors te pokok bahwa membawa penyelidikan adalah (suatu) kesukaran
dari tugas lerning, (c) keterkaitan atau kegunaan dari tugas (seperti yang dihakimi oleh
siswa), dan (d) panjang waktu yang diperlukan untuk tugas. Itu adalah ossible bahwa
faktor-faktor ini cukup tangguh di dalam aplikasi cassroom mereka untuk menurunkan
sikap ke(pada suatu yang tingkat yang lebih rendah dari arti penting.
Faktor-faktor pelajaran bahwa sudah menerima kebanyakan perhatian di dalam riset yang
lampau telah [mereka/yang] berhubungan dengan kurikulum dan methodolog. Meski
pola-pola yang umum tidak akan sama sekali membersihkan karena variasi dari studi-
studi diselenggarakan, itu telah jelas inovasi-inovasi curricular dan intervi spesifik itu
pasti mempunyai dampak penting di sikap-sikap dan perilaku-perilaku pelajar di dalam
pengaturan-pengaturan yang spesifik dan untuk populasi-populasi yang spesifik.
Aplikasi curricular dan faktor-faktor metodologis di dalam model yang diusulkan
mewakili; menunjukkan suatu bidang penting dan penuh keberhasilan untuk riset
attitude-achiavement. Karena banyak sekali studi-studi yang memanfaatkan faktor-faktor
ini sudah menggunakan sikap maesures sebagai variabel terikat. haruslah mungkin untuk
membuat hipotesis spesifik tentang hubungan mereka kepada sikap dan perilaku. bidang
dari ini riset akan membantu oleh suatu tinjauan ulang yang saksama dari riset bahwa
menghubungkan curricular dan variabel-variabel metodologis kepada sikap-sikap.
Hipotesis untuk Riset Yang Masa Depan
Satu terbitan mengangkat dalam satu bagian earliler terkait stabilitas sikap-sikap
matematika. Salah satu [dari] sasaran hasil yang pertama dari riset harus untuk
menentukan variasi sikap dari waktu ke waktu periode-periode beberapa bulan-bulan.
Meski sasaran ini tidak sesuai dengan pembangkit hipotesis model yang diusulkan di
dalam bagian yang sebelumnya, ujian-ujian hipotesis nol penting ini harus diserang kelas
yang berbeda mengukur di bawah banyak kondisi-kondisi pelajaran.
Hipotesis: sikap-sikap matematika kukuh stabil dari hari ke hari (di) atas masa beberapa
bulan-bulan.
Hipotesis lebih lanjut bisa dinyatakan dengan mempertimbangkan sebagian dari faktor-
faktor yang penting berhubungan dengan model yang diusulkan. Meski banyak hipotesis
bersifat yang mungkin, hanya sedikit contoh-contoh akan diberi di sini untuk
menggambarkan sebagian dari arah bahwa boleh jadi diambil.
Hipotesis tentang faktor-faktor sikap
Hipotesis :Para siswa yang mempunyai sikap bahwa matematika diperlukan untuk
mendapat suatu pekerjaan akan membelanjakan lebih banyak waktu di tugas, dengan
mengabaikan menengahi faktor-faktor dan belajar situasi-situasi, dibanding para siswa
yang tidak mempunyai sikap ini.
Hipotesis: Siswa yang mempunyai sikap bahwa matematika di dalam bukan berguna bagi
mereka akan mempunyai menurunkan achiavement mencetak prestasi, dengan
mengabaikan menengahi faktor-faktor dan belajar situasi-situasi, dibanding para siswa
yang tidak mempunyai sikap ini.
Hypotesis sekitar menengahi faktor-faktor
Hipotesis: Para siswa perguruan tinggi yang percaya ada lebih banyak peluang ketenaga-
kerjaan di dalam pekerjaan rumah matematika, dengan mengabaikan sikap-sikap
mathematis dan belajar situasi-situasi, dibanding siswa yang tidak mempunyai
kepercayaan ini
Hipotesis: siswa yang percaya orangtua mereka tidak mengharapkan mereka untuk
mendapat bermutu tinggi di dalam matematika tidak akan berpikir matematika adalah
sama pentingnya bagi belajar, dengan mengabaikan sikap-sikap mathematical yang lain
dan belajar situasi-situasi, seperti(ketika para siswa yang tidak mempunyai kepercayaan
ini.
Hipotesis tentang belajar situasi-situasi
Hipotesis: Para siswa yang tidak tidak menyenangi matematika dan siapa yang sedang
bekerja di satu tugas penting akan pertunjukan lebih ketekunan, dengan mengabaikan
menengahi faktor-faktor dan sikap matematika lain, dibanding siswa yang sedang bekerja
di suatu lebih sedikit tugas yang penting.
Hypotesis: Siswa yang waktu cukup yang diberi ke(pada complite suatu matematika
tugas pemecahan masalah akan matematika percaya lebih menyenangkan, dengan
mengabaikan menengahi faktor-faktor, dibanding para siswa yang tidak waktu cukup
yang diberi.
Di dalam hipotesis contoh ini, sikap-sikap bersifat penting kedua-duanya adalah
pemboleh ubah bebas dan menentukan pengaruh mereka di perilaku-perilaku dan
seperti(ketika variabel terikat di dalam menentukan pengaruh mereka dari yang lain
faktor-faktor di sikap-sikap. Meski (ini) bukan tujuan dari bab ini untuk mendiskusikan
riset desaign, itu migh adalah sangat menolong untuk menunjuk beberapa masalah yang
dasar di dalam melaksanakan studi-studi untuk menguji hypothees seperti ini semua.
Secara teoritis, desaigns bersifat percobaan yang dikendalikan disiratkan oleh hypotesis.
Bagaimanapun oleh karena; berhubungan dengan yang etis dan pertimbangan-
pertimbangan akal-sehat berhubungan dengan menggerakkan sikap-sikap, terutama untuk
menguji barang kepunyaan negatif, banyak berkompromi akan perlu.
Satu pendekatan untuk menggunakan correlational, epecially correlational parsial, data
dengan sikap-sikap yang ada dan variabel-variabel lain. Althogh halnya tidak seperti
terkendali, pendekatan ini dapat menghasilkan informasi bermanfaat. pendekatan yang
kedua untuk menggunakan sikap, menengahi, atau faktor-faktor situasi pelajaran ketika
variabel-variabel ganjal di dalam studi-studi faktorial. Lagi; kembali, karena sebagian
orang pengambil-alihan keacakan tidak bisa dijumpai, hasil itu adalah lebih sedikit
kemampuan generalisasi dan dukungan lebih lemah dari hypothesesthan di dalam lebih
mengawasi studi-studi. Bagaimanapun, pemakaian reflication dan studi (di) atas periode
waktu yang lebih panjang dapat menjurus kepada conclussions yang lebih kuat.
Pendekatan lain, seperti menggunakan teknik-teknik wawancara di kasus belajar, dapat
digunakan di individu atau kecil kelompok hal-hal yang mempunyai permasalahan akut
dari sikap untuk menyelidiki faktor-faktor negatif. Accumulalion bukti yang berhubungan
sikap-sikap kepada variabel-variabel yang lain dapat melangkah lebih jauh pemakaian
desaigns bahwa tidak akan melanggar patokan-patokan yang dibentuk/mapan untuk riset
menggunakan hal-hal manusia.
Secara ringkas, hipotesis untuk riset yang masa depan di dalam sikap-sikap yang tanpa
tema memerlukan suatu pertimbangan yang saksama mekanisme te dengan mana sikap-
sikap mempunyai berdampak pada di perilaku pelajaran. Kemampuan itu untuk
menyatakan hipotesis di dalam wujud "Sikap Suatu di hadapan B variabel mempunyai a
(positif, negatif, netral) pengaruhi di C perilaku dalam hubungan dengan belajar D
faktor" perlukan bahwa peneliti memahami te berbagai hubungan-hubungan dibanding
hanya menyatakan satu hipotesis yang terkait dengan sikap sebagai satu pikiran ke masa
depan. Althoght hal ini berfokus kepada pengembangan hipotesis tidak menjamin sukses
masa depan di dalam riset di sikap, itu menyediakan suatu pengaturan untuk membuat
kemajuan sistematis di dalam menentukan hasil-hasil berhubungan dengan faktor-faktor
itu yang telah diusulkan sama pentingnya bagi sikap-sikap matematika.

http://jurnalpendidikan77.blogspot.com/2010/10/penelitian-pada-sikap-terhadap.html

Posted on June 4, 2010

BAB I

HAKIKAT MATEMATIKA

Pengertian Matematika

Berdasarkan etimologi perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh


dengan bernalar. Di sisi lain matematika dipadang sebagai ilmu tentang logika mengenai
bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya dan
terbagi dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri.
Di Indonesia setelah penajajakan Belanda dan Jepang, digunakan istilah ilmu pasti
ini menimbulkan kesan bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran tentang
perhitungan-perhitungan yang memberikan hasil yang pasti dan tunggal. Hal tersebut
dapat menimbulkan suatu miskonsepsi yang harus ditiadakan. Justru kemungkinan
ketidak unggulan hasil itu dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran matematika untuk
mengaktifkan siswa atau student active learning.

Karakteristik Matematika

@ Memiliki objek abstrak

Fakta

Fakta berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. Simbol bilangan
3 secara umum sudah dipahami sebagai bilangan tiga. Sebaliknya kalau seseorang
mengucapkan kata tiga dengan sendirinya dapat disimbolkan dengan 3. Fakta lain
dapat terdiri atas rangkaian simbol, misalnya 35 = 15 adalah fakta yang dipahami
sebagai tiga kali lima adalah lima belas. Dalam geometri juga terdapat simbol-simbol
tertentu yang merupakan konvensi, misalnya // yang bermakna sejajar. 0 yang
bermakna lingkaran

Konsep

Konsep adalah idea abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan sekumpulan
segitiga adalah nama suatu konsep abstrak. Dengan konsep itu sekumpulan objek dapat
digolongkan sebagai contoh segitiga ataukah bukan.

Contoh : Bilangan asli adalah nama suatu konsep yang lebih kompleks karena bilangan
asli terdiri dari banyak konsep sederhana yaitu bilangan satu, dua, tiga dan seterusnya.

Operasi

Operasi adalah pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar dan pengerjaan matematika yang
lain, sebagai contoh misalnya penjumlahan, perkalian, gabungan insan. Unsur-
unsur yang dioperasikan juga abstrak. Pada dasarnya operasi dalam matematika adalah
suatu relasi khusus operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu
atau lebih elemen yang diketahui.

Prinsip

Prinsip adalah objek matematika yang kompleks. Prinsip dapat terdiri dari beberapa
fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara
sederhana dapatlah dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar
matematika. Prinsip dapat berupa aksioma, teorema, sifat dan sebagainya.
1. Bertumpu pada kesepakatan. Kesepakatan yang amat mendasar dalam matematika
adalah aksioma dan konsep primitif. Aksioma diperlukan untuk menghindarkan berputar-
putarnya argumentasi dalam pembuktian. Sedangkan konsep primitif diperlukan untuk
mengindarkan berputar-putar dalam pendefenisian
2. Berpola pikir deduktif. Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan
pemikiran yang berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan pada
hal yang bersifat khusus. Banyak teorema dalam matematika yang ditemukan melalui
pengamatan-pengamatan khusus, misalnya teorema Pythagoras. Bila hasil pengamatan
tersebut dimasukkan dalam suatu struktur matematika tertentu maka teorema yang
ditemukan harus dibuktikan secara deduktif dengan menggunakan teorema dan definisi
terdahulu yang telah diterima.
3. Memiliki simbol yang kosong dari arti. Dalam matematika terdapat banyak sekali
simbol yang digunakan baik berupa huruf ataupun bukan huruf. Huruf-huruf yang
digunakan dalam model persamaan, misalnya x + y = z beklum tentu bermakna atau
berarti bilangan. Makna huruf itu tergantung dari permasalahan yang mengakibatkan
terbentuknya model tersebut. Jadi secara umum bentuk dan tanda x + y = z masih kosong
dari arti
4. Memperhatikan semesta pembicaraan. Dalam menggunakan matematika diperlukan
kejelasan dalam lingkup apa simbol itu dipakai. Bila lingkup pembicaraannya bilangan,
maka simbol-simbol diartikan bilangan. Bila lingkup pembicaraannnya transformasi
maka simbol-simbol itu diartikan suatu transformasi. Lingkup pembicaraan itu yang
disebut semesta pembicaraan.
5. Konsisten dalam sistemnya. Dalam matematika terdapat banyak sistem. Ada sistem
yang mempunyai kaitan satu sama lain tetapi juga ada sistem yang dapat dipandang
terlepas satu sama lain. Misal dikenal sistem-sistem aljabar atau sistem-sistem geometri.
Sistem aljabar dan sistem geometri tersebut dapat dipandang terlepas satu sama lain tetapi
di dalam sistem aljabar sendiri terdapat beberapa sistem yang lebih kecil yang terkait satu
sama lain misalnya sistem aksioma dari group, sistem aksioma dari ring dan sebagainya.
Demikian juga dalam sistem geometri, terdapat sistem kecil yang berkaitan satu sama
lain. Misalnya sistem geometri netral, sistem geometri Euclides, dan lain sebagainya. Di
dalam masing-masing sistem dan struktur berlaku konsistensi baik dalam makna maupun
dalam hak nilai kebenarannya. Kalau telah disepakati bahwa a + b = x dan x + y = p,
maka a + b + y harus sama dengan p.

* Sistem dan Struktur dalam Matematika

Sistem adalah sekumpulan unsur atau elemen yang terkait satu sama lain dan mempunyai
tujuan tertentu. Unsur atau elemen dalam sistem itu sangat tergantung semesta
pembicaraan.

Struktur adalah sistem yang di dalamnya memuat hubungan yang hirarki. Suatu sistem
aksioma yang diikuti dengan teorema-teorema yang dapat diturunkan dari padanya
membentuk suatu struktur.

Di dalam suatu struktur matematika yang lengkap itulah terdapat konsep primitif atau
underfined terms, aksioma-aksioma, konsep-konsep lain yang didefinisikan dan
teorema-teorema. Unsur terakhir ini sering memuat betuk lemma atau corollary
bahkan kadang-kadang juga kriteria.

Beberapa buah aksioma, yang berupa beberapa buah pertanyaan dapat membentuk suatu
sistem apabila memenuhi syarat tertentu yaitu independent atau bebas, konsisten atau taat
asas dan lengkap.

* Hakim Tertinggi Matematika

Kebenaran merupakan hal yang sangat penting dalam ilmu pengetahuan maupun di luar
ilmu pengetahuan. Dalam keilmuan biasanya dikenal tiga jenis kebenaran yaitu :

1. Kebenaran konsistensi. Kebenaran suatu pernyataan yang didasarkan kepada


kebenaran-kebenaran yang diterima terlebih dahulu
2. Kebenaran Korelasi. Kebenaran suatu pernyataan yang didasarkan kepada
kecocokannya dengan kenyataan yang ada.
3. Kebenaran pragmatik. Kebenaran suatu pernyataan yang di dasarkan atas manfaat
atau kegunaan dari intensi pernyataan itu.

Perhatikan definisi berikut ini :

1. Sudut adalah bangun yang terjadi jika dua sinar berpangkal sama
2. Sudut adalah daerah bidang yang dibatasi oleh dua sinar berpangkal sama

Dengan menggunakan definisi (a) belum dapat menentukan besar sudut, titik dalam
sudut dan setengah sudut. Perlu didefinisikan daerah sudut. Dengan menggunakan
definisi (b) sudah dapat uraian di atas menunjukkan bahwa hakim suatu pernyataan dalam
matematika adalah struktur yang disepakati untuk digunakan hakim atau penentu
kebenaran suatu pernyataan dalam matematika adalah strukturnya.

BAB II

HAKIKAT PENDIDIKAN MATEMATIKA

* MATEMATIKA SEKOLAH

Penyajian Matematika

Penyajian atau pengungkapan butir-butir matematika di sekolah disesuaikan dengan


perkiraan pengembangan intelektual peserta didik (siswa).

Pengertian perkalian di dahului dengan penjumlahan berulang dengan menggunakan


peraga, kelereng, misalnya. Dengan mengelompokkan kelereng menjadi 4 kelompok
yang berisi 3 kelereng, guru menjelaskan 4 x 3 adalah 12. Dengan cara mengubah cara
pengelompokkan guru menunjukkan bahwa 3 x juga 12. Hasilnya sama tetapi beda
makna perkaliannya. Selanjutnya setelah memahami makna perkalian dengan baik
barulah siswa diminta menghafalkan perkalian-perkalian dasar-dasar. Menghafal dalam
matematika tidaklah dilarang tetapi hendaklah dilakukan setelah memahaminya.

Tentu dapat dipahami bahwa penyajian matematika di SMU berbeda dengan di SMP atau
di SD. Hal ini didasarkan pada tahap perkembangan intelektual siswa SMU yang
semestinya sudah berada pada tahap operasional formal. Jadi tidak banyak butir
matematika sekolah yang disajikan secara induktif kecuali untuk kelas yang lemah.

Pola pikir matematika

Pola pikir matematika sebagai ilmu adalah deduktif, sifat atau teorema yang ditemukan
secara induktif ataupun empiric kemudian dibuktikan kebenarannya dengan langkah-
langkah deduktif sesuai strukturnya. Tidaklah demikian halnya dengan matematika
sekolah. Meskipun siswa pada akhirnya pembelajarannya dapat digunakan pola pikir
induktif. Pola pikir induktif yang digunakan dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan
tahap perkembangan intelektual siswa.

Keterbatasan semesta

Sebagai akibat dipilihnya unsur atau elemen matematika sekolah dengan memperhatikan
aspek kependidikan, dapat terjadi penyederhanaan pada konsep matematika yang
kompleks. Pengertian semesta pembicaraan tetap diperlukan namun mungkin sekali lebih
di persempit. Selanjutnya semakin meningkat usia siswa, yang berarti meningkat jug
tahap perkembangannya, maka semesta itu berangsur lebih diperluas lagi.

Tingkat keabstrakan

Sifat abstrak objek matematika tersebut tetap ada pada matematika sekolah. Hal itu
merupakan salah satu penyebab sulitnya seorang guru mengajarkan matematika sekolah.
Seorang guru matematika harus berusaha mengurangi sifat abstrak dari objek matematika
itu sehingga memudahkan siswa menangkap pelajaran matematika disekolah.

Dalam menyajikan teorema Pythagoras misalnya, tidak langsung disajikan teoremanya.


Diawali dengan peraga luasan segitiga yang memenuhi ukuran sesuai bilangan
Pythagoras. Baru kemudian disajikan teoremanya serta bukti yang lebih abstrak.

Fungsi dan Tujuan Pendidikan Matematika

Matematika sekolah berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur,


menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari diantaranya melalui materi pengukuran dan geometri, aljabar dan
trigonometri. Matematika juga berfungsi mengembangkan kemampuan mengkomunikasi
gagasan dengan bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan
persamaan matematika, diagram, grafik atau tabel.
Tujuan pembelajaran matematika yang dituntut dalam kurikulum berbasis kompetensi
(KBK) adalah :

1. Melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui
kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan,
konsisten dan inkonsistensi
2. Mengembangkan aktivitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi dan penemuan
dengan mengembangkan pemikiran diverger, orisinal, rasa ingin tahu, membuat prediksi
dan dugaan, serta mencoba-coba.
3. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah
4. Mengembangkan gagasan antara lain melalui pembicara lisan, catatan, grafik, peta,
diagram, dan menjelaskan gagasan.

Kecakapan dan kemahiran matematika yang diharapkan dapat tecapai dalam belajar
matematika adalah :

1. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan


keterkaitan antara konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma secara luwes,
akurat, efisiensi, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik
atau diagram untuk mempelajari keadaan atau masalah
3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika
4. Menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan), menafsirkan
dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan

BAB III

TEORI-TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN PROSES PEMBELAJARAN


YANG RELEVAN UNTUK PEMBELAJARAN MATEMATIKA

* TEORI PIAGET

Jean Piaget mengemukakan dalam teorinya bahwa kemampuan kognitif manusia


berkembang menurut empat tahap, dari lahir sampai dewasa. Keempat tahap tersebut
adalah sebagai berikut :

Tahap sensori-motor (sensory-motor stage)

Berlangsung sejak manusia lahir sampai berusia sekitar 2 tahun. Pada tahap ini
pemahaman anak mengenai berbagai hal pertama bergantung pada kegiatan (gerakan)
tubuh beserta alat-alat indra.
Contoh : Pada tahap ini anak tahu bahwa didekatnya ada sesuatu barang mainan kalau ia
menyentuh barang itu.

Tahap pra-operasional (pre-operational period)

Berlangsung dari kira-kira 2 tahun sampai 7 tahun. Pada tahap ini anak sudah
menggunakan pemikirannya dalam berbagai hal. Akan tetapi pemahamannya mengenai
berbagai hal masih terpusat pada dirinya sendiri. Dengan kata lain. Pada tahap ini anak
belum bisa berpikir secara objektif, lepas dari dirinya sendiri.

Tahap operasi konkret (concrete-operational stage)

Berlangsung kira-kira dari usia 7 sampai 12 tahun. Pada tahap ini anak sudah bisa
memahami bahwa orang lain mungkin memiliki pikiran atau perasaan yang berbeda dari
dirinya. Dengan kata lain anak sudah bisa berpikir secara objektif. Pada tahap ini anak
juga sudah bisa berpikir logis tentang berbagai hal, termasuk hal-hal yang agak rumit
tetapi dengan syarat bahwa hal-hal tersebut disajikan secara konkret.

Tahap operasi formal (formal-operational stage)

Berlangsung sejak kira-kira usia 12 tahun keatas. Pada tahap ini, anak atau orang sudah
mampu berpikir secara logis tanpa kehadiran benda-benda konkret, dengan kata lain,
sudah mampu melakukan abstraksi (mampu berpikir tentang hal-hal yang abstrak)

Teori Piaget menjelaskan pula bahwa perkembangan kemampuan intelektual manusia


terjadi karena adanya berbagai faktor yang mempengaruhi yaitu :

Kematangan (maturation)

Yaitu pertumbuhan otak dan system syaraf manusia, karena bertambahnya usia dari lahir
sampai dewasa

Pengalaman (experience), yang terdiri atas:

a) Pengalaman fisik (physical experience), yaitu interaksi manusia dengan objek-objek


dilingkungannya

b) Pengalaman logika-matematika (logico-mathematical experience), yaitu kegiatan-


kegiatan pikiran yang dilakukan oleh manusia yang bersangkutan.

Transmisi sosial (social transmission),

Yaitu interaksi dan kerjasama yang dilakukan oleh manusia dengan orang lain.

Penyetimbangan (equilibration)
Yaitu proses dimana struktur mental manusia kehilangan kesetimbangan sebagai akibat
dari adanya pengalaman-pengalaman atau pembelajaran-pembelajaran baru melalui
proses asimilasi dan akumulasi.

* TEORI GAGNE

Robert M. Gagne dalam teorinya mengemukakan suatu klasifikasi dari objek-objek yang
dipelajari di dalam matematika.

Objek-objek pembelajaran matematika

a) Fakta-fakta matematika adalah konvensi-konvensi dalam matematika yang


dimaksudkan untuk memperlancar pembicaraan-pembicaraan di dalam matematika,
seperti lambang-lambang yang ada di dalam matematika, semufakatan bahwa pada garis
bilangan yang horisontal, arah ke kanan menunjukkan bilangan-bilangan yang semakin
besar sedangkan arah kekiri menunjukkan bilangan-bilangan yang semakin kecil

b) Keterampilan-keterampilan matematika adalah operasi-operasi dan prosedur-


prosedur dalam matematika, yang masing-masing merupakan suatu proses untuk mencari
(memperoleh) sesuatu hasil tertentu contoh. Keterampilan matematika adalah proses
mencari jumlah dua bilangan, proses mencari akar suatu persamaan dan sebagainya.

c) Konsep-konsep matematika adalah suatu ide abstrak yang memungkinkan orang


untuk mengklasifikasikan apakah sesuatu objek tertentu merupakan contoh atau bukan
contoh dari ide abstrak. Suatu konsep yang berada dalam lingkup ilmu matematika
disebut konsep matematika, segitiga, persamaan, bilangan cacah dan lain sebagainya.

d) Prinsip-prinsip matematika adalah suatu pernyataan yang bernilai benar, yang


memuat dua konsep atau lebih dan menyatakan hubungan antar konsep-konsep tersebut.

Fase-fase kegiatan belajar

1. Fase aprerhensi (apprehension phase). Pada fase in siswa menyadari adanya stimulus
yang terkait dengan kegiatan belajar yang akan ia lakukan dalam pelajaran matematika,
stimulus tersebut bisa berupa matematika pelajaran yang tercetak pada halaman sebuah
buku, sebuah soal yang diberikan oleh guru sebagai pekerjaan rumah dan lain
sebagainya.
2. Fase akuisisi (acquisition phase) pada fase ini siswa melakukan akuisisi
(pemerolehan, penyerapan atau internalisasi) terhadap berbagai fakta, keterampilan,
konsep atau pirnsip yang menjadi sasaran dari kegiatan belajar tersebut
3. Fase penyimpanan (storange phase). Pada fase ini siswa menyimpan hasil-hasil
kegiatan belajar yang telah ia peroleh dalam ingatan jangka pendek (short-term memory)
dan ingatan jangka panjang (long-term memory)
4. Fase pemanggilan (retrieval phase). Pada fase ini siswa berusaha memanggil kembali
hasil-hasil dari kegiatan belajar yang telah ai peroleh dan telah disimpan dalam ingatan,
baik itu yang menyangkut fakta, keterampilan, konsep maupun prinsip.
Jenis-jenis belajar (tipe-tipe belajar)

a) Belajar isyarat (signal learning) adalah kegiatan belajar yang terjadi secara tidak
disadari, sebagai akibat dari adanya suatu stimulus tertentu. Sebagai contoh, jika
seseorang siswa mendapat kometar bernada positif dari guru matematika secara tidak
disadari siswa itu akan cenderung menyukai pelajaran matematika.

b) Belajar stimulus respons (stimulus-respons learning) adalah kegiatan belajar yang


terjadi secara disadari, yang berupa dilakukannya sesuatu kegiatan fisik sebagai sesuatu
reaksi (respons) atas adanya sesuatu stimulus tertentu.

c) Rangkaian gerakan (chaining) merupakan kegiatan yang terdiri atas dua gerakan
fisik atau lebih yang dirangkai menjadi satu secara berurutan, dalam upaya untuk
mencapai sesuatu tujuan tertentu.

d) Rangkaian verbal (verbal association) merupakan kegiatan merangkai kata-kata atau


kalimat-kalimat secara bermakna, termasuk menghubungkan kata-kata dengan objek
tertentu.

e) Belajar membedakan (discrimination learning) merupakan kegiatan mengamati


perbedaan antara sesuatu objek yang satu dengan sesuatu objek yang lain.

f) Belajar konsep (concept learning) adalah kegiatan mengenali sifat yang sama yang
terdapat pada berbagai objek atau peristiwa dan kemudian memperlakukan objek-objek
atau peristiwa-peristiwa itu sebagai suatu kelas, disebabkan oleh adanya sifat yang sama
tersebut

g) Belajar aturan (rule learning) aturan adalah suatu pernyataan yang memberikan
petunjuk kepada manusia bagaimana harus bertindak dalam menghadapi situasi-situasi
tertentu. Belajar aturan adalah kegiatan memahami pernyataan-pernyataan semacam itu
sekaligus menggunakannya pada situasi tertentu yang sesuai.

h) Pemecahan masalah (problem solving), merupakan kegiatan belajar yang paling


kompleks. Sesuatu soal dikatakan sebagai masalah bagi seseorang apabila orang itu
memahami soal tersebut tetapi orang itu belum mendapatkan sesuatu cara yang dapat
memecahkan soal itu.

* TEORI BRUNER

Jerome Bruner mengemukakan belajar merupakan suatu proses aktif yang


memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar (melebihi) informasi yang
diberikan kepada dirinya. Ada dua bagian yang penting dari teori Bruner yaitu :

Tahap-tahap dalam proses belajar


a) Tahap enaktif yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana
pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau
menggunakan situasi yang nyata

b) Tahap ikonik yaitu suatu tahap pembelajaran sesuatu pengetahuan dimana


pengetahuan itu direpresentasikan dalam bentuk visual (visual imagery), gambar atau
diagram, yang menggambarkan kegiatan konkret atau situasi konkret yang terdapat pada
tahap enaktif tersebut di atas (butir a).

c) Tahap simbolik yaitu suatu tahap pembelajaran di mana pengetahuan itu


dipresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak, yaitu simbol-simbol arbiter yang
dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik
simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf kata-kata, kalimat-kalimat)

Teorema tentang cara belajar dan mengajar matematika

a) Tahan konstruksi (contruction theorem) di dalam teorema ini dikatakan bahwa cara
yang terbaik bagi seorang siswa untuk mempelajari sesuatu konsep atau sesuatu prinsip
dalam matematika adalah dengan mengkonstruksikan sebuah representasi dari konsep
atau prinsip tersebut, seperti yang diuraikan pada penjelasan tentang modus-modus
representasi, akan lebih baik jika para siswa mula-mula menggunakan representasi
konkret yang memungkinkan siswa untuk aktif, tidak hanya aktif secara intelektual
(mental) tetapi secara fisik.

b) Teorema Notasi (notation theorema) menurut apa yang dikatakan dalam teorema
notasi, representasi dari sesuatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh
siswa apabila di dalam representasi itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitif siswa.

c) Teorema kekontrasan dan variasi (contrast and variation theorem) di kemukakan


bahwa sesuatu konsep matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila
konsep itu dikotraskan dengan konsep-konsep yang lain, sehingga perbedaan antara
konsep itu dengan konsep-konsep yang lain jelas

d) Teorema konektivitas (connectivity theorem) di dalam teorema ini disebut bahwa


setiap konsep, setiap prinsip dan setiap keterampilan dalam matematika berhubungan
dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip dan keterampilan-keterampilan yang lain.

Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika

Disebabkan oleh adanya peningkatan taraf kemampuan berpikir para siswa sesuai dengan
perkembangan kedewasaaan atau kematangan mereka, Bruner menganjurkan
digunakannya pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika maksudnya sesuatu
materi matematika tertentu seringkali perlu diajarkan beberapa kali pada siswa yang sama
selama kurun waktu ssiwa tersebut berada di sekolah, tetapi dari saat pembelajaran yang
satu ke saat pembelajaran berikutnya terjadi peningkatan dalam tingkat keabstrakan dan
kompleksitas dan materi yang dipelajari termasuk peningkatan dalam keformalan sistem
notasi yang digunakan.

* TEORI AUSUBEL

David P. Ausubel berpendapat bahwa metode ceramah merupakan metode pembelajaran


yang sangat efektif apabila dipakai secara tepat. Ausubel membedakan antara kegiatan
belajar yang bermakna yaitu (kegiatan belajar dengan pemahaman) dan kegiatan belajar
yang tak bermakna yaitu kegiatan belajar tanpa pemahaman, dimana siswa hanya
menghafal apa yang diajarkan guru tanpa memahami makna atau isi dari yang dihafalkan.

Ausubel mengemukakan dua prinsip penting yang perlu di perhatikan dalam penyajian
materi pembelajaran bagi siswa, yaitu :

1. Prinsip diferensiasi progresif (progressive differentiation principle), yang


menyatakan bahwa dalam penyajian materi bagi siswa, materi informasi, atau gagasan
yang bersifat paling umum atau paling inklusif harus disajikan terlebih dahulu, dan baru
sesudah itu disajikan materi, informasi atau gagasan yang lebih terdiferensiasi atau lebih
detail
2. Prinsip rekonsiliasi integrative (integrative recontiliation principle) yang menyatakan
bahwa materi atau informasi yang baru dipelajari perlu direkonsiliasikan dan
diintegrasikan dengan materi atau informasi yang sudah lebih dulu dipelajari pada
bidang keilmuan yang bersangkutan.

* TEORI VAN HIELE

Dalam teori yang mereka kemukakan, mereka berpendapat bahwa dalam mempelajari
geometri, para siswa mengalami perkembangan kemampuan berpikir dengan melalui
tingkat-tingkat sebagai berikut :

Tingkat visualisasi

Tingkat ini disebut juga tingkat pengenalan. Pada tingkat ini siswa hanya memandang
sesuatu bangun geometri sebagai suatu keseluruhan belum memperhatikan komponen-
komponen dari masing-masing bangun.

Contoh : Pada tingkat ini siswa tahu sesuatu bangun bernama persegi panjang, tetapi ia
belum mengetahui ciri-ciri dari bangun yang bernama persegi panjang.

Tingkat analisis

Tingkat ini disebut juga tingkat deskriptif, pada tingkat ini siswa sudah mengenal
bangun-bangun geometri berdasarkan ciri-ciri masing-masing bangun
Contoh : Pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa sesuatu bangun
merupakan persegi panjang karena bangun itu mempunyai empat sisi, sisi-sisi yang
berhadapan sejajar dan semua sudutnya siku-siku

Tingkat abstraksi

Tingkat ini disebut juga tingkat pengurutan. Pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami
hubungan antara ciri yang satu dengan ciri yang lain pada sesuatu bangun.

Contoh : Pada tingkat ini siswa sudah bisa mengatakan bahwa jika pada suatu segiempat
sisi-sisi yang berhadapan sejajar, maka sisi-sisi yang berhadapan itu juga sama panjang.

Tingkat deduksi formal

Pada tingkat ini siswa sudah bisa memahami peranan pengertian-pengertian pangkal,
definisi-definisi aksioma-aksioma, dan teorema-teorema pada geometri. Juga, pada
tingkat ini sisa sudah mulai mampu menyusun bukti-bukti secara formal.

Tingkat Rigor

Tingkat ini disebut juga tingkat matematis pada tingkat ini, siswa mampu melakukan
penalaran sitem-sistem matematika (termasuk sistem-sistem geometri), tanpa
membutuhkan model-model yang konkret sebagai acuan. Pada tingkat ini, siswa
memahami ini dimungkinkan adanya lebih dari satu adanya geometri.

Contoh : Pada tingkat ini siswa menyadari bahwa jika, salah satu aksioma pada suatu
sistem geometri diubah, makna seluruh geometri tersebut juga akan berubah.

* TEORI VYGOTSKY

Seorang psikologi Rusia, yaitu Lev Vygotsky, mengkritik pendapat Piaget yang
menyatakan bahwa faktor utama yang mendorong perkembangan kognitif seseorang
adalah motivasi atau daya dari dalam si individu itu sendiri untuk mau belajar dan
berinteraksi dengan lingkungan. Vygotsky justru berpendapat bahwa interaksi sosial
merupakan faktor yang terpenting yang mendorong atau memicu perkembangan kognitif
seseorang.

Contoh : Seorang anak belajar berbicara sebagai akibat dari interaksi anak itu dengan
orang-orang sekelilingnya, terutama orang yang sudah dewasa.
http://www.masbied.com/2010/06/04/hakikat-matematika-hakikat-pendidikan-
matematika-dan-teori-belajar-matematika/

Anda mungkin juga menyukai