Proses Fertilisasi Dan Implantasi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

BAB II

PROSES FERTILISASI DAN IMPLANTASI

A. PROSES FERTILISASI
Terjadinya kehamilan merupakan proses pertemuan antara sel ovum dan sperma yang
dinamakan fertilisasi. Sebelum mengalami fertilisasi sel gamet baik pada laki-laki maupun
wanita mengalami perjalanan dari gonad ke tuba uterina (transport ovum ke tuba uterina, dan
transport sperma ke tuba uterina).
1. Transport ovum ke tuba uterina
Ketika ovum dibebaskan saat ovulasi. Ovum segera diambil oleh tuba uterine. Ujung tuba
uterine yang melebar menjulur membungkus ovarium dan mengandung fimbria, Tonjolan
yang mirip jari yang berkontraksi dengan gerakan menyapu yang menuntun ovum yang
baru dibebaskan masuk kedalam tuba uteri. Selain itu fimbria dilapisi oleh silia-tonjolan
halus mirip rambut yang berdenyut dalam gelombang gelombang yang mengarah ke
interior tuba uteri. didalam tuba utrina, ovum cepat didorong oleh kontraksi peristaltic
dan gerakan silia ampula.

Konsepsi dapat terjadi selama rentang waktu yang sangat terbatas dari setiap siklus. Jika
tidak dibuahi, ovum mulai mengalami disintegrasi dalam 12 sampai 24 jam lalu difagosit
oleh sel-sel yang melapisi bagian dlalam saluran reproduksi. Karena itu fertilisasi harus
terjadi dalam 24 jam setelah ovulasi, ketika ovum masih hidup. Sperma biasanya bertahan
sekitar 48 jam tetapi dapat tetap hidup hingga lima hari di salam saluran reproduksi
wanita.

2. Transport sperma ke tuba uterina


Setelah sperma masuk vagina setelah ejakulasi, sperma harus berjalan melewati kanalis
servikalis, melaju ke dalam uterus dan kemudian sampai ke sel telur disepertiga atas tuba
uterine (ampula). Sperma pertama tiba di tuba uterine setengah jam setelah ejakulasi.
Meskipun sperma dapat bergerak melalui kontraksi mirip pecut ekornya, namun 30 menit
merupakan waktu yang terlalu singkat bagi mobilitas sperma untuk membawa dirimereka
sendiri ketempat pembuahan. Untuk membawa sampai ketempat pembuahan sperma
memerlukan bantuan saluran reproduksi wanita. Saat melewati kanalis servikalis sperma
dihambat oleh mucus servik (akibat tingginya kadar progesterone dan rendahnya
estrogen). Mukus serviks menjadi terlalu kental bagi penetreasi sperma. Mukus serviks
menjadi cukup encer dan tipis untuk melewatkan sperma hanya jika kadar estrogen tinggi,
ketika volikel matang siap untuk berovulasi. Sperma bermigrasi naik melewati kanalis
servikalis dengan kemampuannya sendiri. Saluran ini hanya dapat dilewati selama dua
sampai tiga hari dalam setiap siklus haid, sekitar waktu ovulasi.

Setelah masuk uterus, kotraksi miometrium menyebabkan sperma tersebar keseluruh


rongga uterus, ketika mencapai tuba uterine, sperma terdorong ketempat pembuahan
diujung atas tuba uterine oleh kontraksi otot polos tuba uterine yang menghadap keatas.
Kontraksi miometrium dan tuba uterine yang mempermudah transport sperma ini
diinduksi oleh kadar estrogen yang tinggi tepat sebelum ovulasi, dibantu oleh
prostaglandin vesikula seminalis.

3. Fertilisasi
Ekor sperma bergerak bagi penetrasi akhir ovum. Untuk membuahi sebuah ovum, sebuah
sperma harus melewati korona radiata dan zona pelusida yang mengelilingi sel telur.
Enzim-enzim akrosom yang terpajan ketika membrane akrosom pecah setelah berkontak
dengan korona radiata membuat sperma menembus saluran sawar sawar protektif. Sperma
dapat menembus zona pelusida setelah berikatan dengan reseptor spesifik dipermukaan
lapisan ini. Pada manusia, fertilisasi ovum oleh sperma biasanya terjadi di ampula tuba
uterina. Proses fertilisasi terjadi meliputi perubahan morfologi seperti berikut :
a. Kemotaksis sperma ke ovum oleh zat-zat yang dihasilkan oleh ovum / sperma
melewati korona radiata
Penyebaran sel sperma in vitro merupakan hasil dari reaksi enzimatik mukosa tuba dan
semen. Gerakan ekor sperma juga membantu penetrasi sperma ke korona radiata dan
zona pellusida

b. Perlekatan ke zona pelusida, yaitu struktur membranosa yang mengelilingi ovum


Sperma dapat menembus zona pellusida , dengan jalan mencerna melalui reaksi enzim
yang dilepaskan oleh akrosom

c. Penetrasi zona pelusida dan reaksi akrosom


Jutaan sperma disemprotkan ke dalam vagina selama hubungan kelamin. Dari jutaan
sperma tersebut, akhirnya 50-100 sperma dapat mencapai ovum dan banyak dari sperma
ini mengalami kontak dengan zona pelusida. Sperma berikatan dengan reseptor sperma
di zona pelusida dan hal ini diikuti dengan reaksi akrosom, dimana terjadi penguraian
akrosom suatu organil mirip dengan lisosom yang terdapat di kepala sperma. Pada
proses ini, terdapat peran enzim, salah satunya enzim akrosin, yaitu suatu protease
mirip dengan tripsin. Enzim akrosin tersebut akan mempermudah (tetapi tidak mutlak
dibutuhkan untuk) penetrasi sperma melalui zona pelusida.

d. Melekatnya kepala sperma ke memberan sel ovum, disertai penguraian tempat


fusi dan pembebasan inti sperma ke dalam sitoplasma ovum.
Bila satu sperma telah mencapai membran ovum, sperma tersebut akan berfusi dengan
membran melalui perantara yaitu fertilin suatu protein di membrane plasma kepala
sperma yang mirip dengan protein fusi virus yang memungkin kan serangan virus ke
sel. Fertilin berikatan dengan integrin sel telur, suatu jenis molekul perekat sel yang
menonjol dari permukaan luar membrane plasma. Hanya sperma dari spesies yang sama
yang dapat berikatan dengan reseptor sel telur dan menembusnya. Fusi tersebut
menghasilkan sinyal untuk memulai perkembangan. Selain itu fusi menyebabkan
reduksi potensial membran ovum yang mencegah polispermia (lapisan luar tidak dapat
lagi ditembus oleh sperma lain), yaitu pembuahan sebuah ovum oleh lebih dari satu
sperma. Perubahan potensial yang sesaat ini kemudian diikuti oleh perubahan struktural
pada zona pelusida yang menghasilkan proteksi jangka panjang terhadap polispermia.

Kepala sperma yang menyatu perlahan tertarik kedalam sitoplasma ovum oleh suatu
kerucut yang tumbuh dan membungkusnya. Ekor sperma sering lenyap dalam proses
ini, tetapi kepala membawa informasi genetic yang penting. Sperma mengeluarkan
nitrat oksida setelah masuk sitoplasma telur. Nitrat oksida ini mendorong pelepasan Ca2
intrasel untuk memicu meiotic akhir oosit sekunder. Dalam satu jam nucleus sperma dan
sel telur menyatu, berkat suatu komplek molekul yang diberikan oleh sperma yang
memungkinkan kromosom pria dan wanita menyatu. Selain itu menyumbang separuh
dari kromosom ke ovum yang dibuahi, yang sekarang dinamakan zigot, sperma ini
mengaktifkan enzim-enzim ovum yang essensial bagi perkembangan awal mudhigah.

Gambar 1. Proses Fertilisasi


Gambar 2. Proses penyatuan Pronukleus ovum dan pronukleus
sperma
B. PROSES IMPLANTASI
Implantasi adalah suatu proses melekatnya blastosis ke endometrium uterus diawali dengan
menempelnya embrio pada permukaan epitel endometrium, menembus lapisan epitelium
selanjutnya membuat hubungan dengan sistem sirukulasi ibu. implantasi pada manusia terjadi
2-3 hari setelah telur yang telah dibuahi memasuki uterus atau 6-7 hari setelah terjadinya
fertilasi dimana ditandai dengan menempelnya blastokis pada epitel uterus

Messenger RNA hCG dapat dideteksi pada blastomer 6-8 sel embrio, dilain pihak, hal tersebut
tidak terdeteksi pada media kultur blastokist sampai hari ke 6. Segera setelah implantasi
dimulai, hCG dapat dideteksi pada serum ibu. Akan tetapi karena masih terbatasnya aliran
darah langsung, sekresi hCG ke dalam sirkulasi ibu masih terbatas. Jadi, selama proses
implantasi, embrio aktif menghasilkan hCG, yang dapat dideteksi pada serum ibu pada saat
hari ke 8 setelah ovulasi. Peranan utama hCG adalah memperlama aktifitas biosintesis korpus
luteum, yang memungkinkan produksi progesteron dan mempertahankan endometrium
gestasional. Sebagaimana proses implantasi berlangsung, konseptus berkelanjutan mensekresi
hCG dan protein-protein kehamilan yang memungkinkan deteksi produksi steroid.

Persiapan implantasi yang sangat kompleks, secara singkat dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Hari yang ke 3/4 atau 3 hari setelah ovulasi, morula dengan 8 selnya telah masuk ke dalam
kavum uteri.
2. Tumbuh-kembang berlanjut sehingga terbentuk blastokista dengan menghisap cairan dan
terbentuk sel eksaselom. Dengan demikian, terjadi pemisah sel morula. Sudah terdapat
iiner cell mass, sebagai calon embrio dan trofokderm sebagai calon trofoblas. Trofokderm
dapat menghilangkan zona pelusida sehingga mulai terbentuk sel trofoblas. Telah mampu
mengeluarkan human gonadotropin hormon (HCG) sehingga korpus luteum dapat bertahan
sejak morula-blastula baru mempunyai sel sekitar 8-12. Telah mengeluarkan early
pregnancy factor (EPF) yang berfungsi sebagai berikut:
a. sebagai imunosupresan agar implantasi blastokista diterima
b. merangsang platelet activity factor (PAF) sehingga permeabilitas pembuluh darah
endometrium semakin tinggi.
c. memberikan tanda bahwa persiapan implantasi berlangsung, maka EPF sudah dapat
ditentukan 1-2 hari setelah fertilisasi

Reaksi endometrium menjelang implantasi adalah:


1. Tebalnya bertambah 10-14 mm, mengandung lebih banyak glukosa dan lipid
2. Implantasi terjadi antara hari ke 16-22 setelah menstruasi
3. Upaya agar blastokis menempel pada endometrium, terjadi proses "pinopodes", yaitu:
terjadi semacam penyerapan cairan endometrium, oleh sel mikrovilli endometrium
sehingga blastokis tertarik untuk bersentuhan
4. Sementara itu blastokis yang telah kehilangan zona pelusidanya, menjadi kasar
permukaannya sehingga mudah bersentuhan dengan mikrovillinya endometrium
Proses Implementasi
Implantasi pada manusia terjadi antara hari keenam atau ketujuh setelah terjadinya fertilisasi,
dibagi menjadi 3 tahap yaitu aposisi blastosis/pendekatan blastosis ke endometrium,
dilanjutkan dengan perlekatan blastosis pada permukaan epitel endometrium dan invasi
dimana sitotropoblas menembus epitel endometrium .

Persyaratan untuk terjadi kontak antara blastosis dan uterus adalah hilangnya zona pelusida
dimana zona pelusida lisis oleh komponen cairan uterus. Walaupun lingkungan hormon dan
komposisi protein uterus memudahkan implantasi, tetapi hal ini tidak akan terjadi bila embrio
tidak dalam tingkat perkembangan tertentu. Kesimpulan dari keterangan ini adalah harus ada
maturasi perkembangan permukaan embrio sebelum ia mampu berimplantasi. Proses
implantasi berlangsung melalui tiga tingkat yaitu.
1. Apposisi
Apposisi dapat diartikan sebagai upaya terhadap-hadapan untuk dapat saling melekatkan
diri dengan suatu proses tertentu.Proses ini dimulai dengan di tembusnya zona pelusida
oleh sitoplasma dari trofektoderm,sebagai cikal bakal dari trofoblas sel.

Sementara blastokis telah dapat membagi diri menjadi inner cell mass, sebagai calon
embrio dan trophectoderm, sebagai cikal bakal dari plasenta.

Perubahan pada endometrium dijumpai paling sedikit terdapat sitokinin (bahan yang dapat
merangsang proses pembelahan sel) diantaranya:
a. Colony stimulating factor 1 (CSF-1) dijumpai juga pada blastokis
b. Leukimia-inhibitory factor (LIF)
Lapisan endometrium uterus tampaknya menghasilkan suatu molekul yang bersifat
hidrosoluber, yang disebut sebagai Leukimia Inhibitor Factor (LIF) yang
pengeluarannya dirangsang oleh progesteron. Sementara di sisi lain blastokista juga
akan menghasilkan LIF-reseptor. Selama periode implantasi lapisan desidua bersama
dengan limfosit-limfosit Th2 akan menghasilkan LIF, dan sel-sel sinsiotrofoblas akan
menghasilkan reseptor LIF. Diperkirakan ekspresi LIF pada desidua dan reseptor LIF
pada blastokista akan memfasilitasi proses implantasi. Selain itu, interaksi antara LIF
dan reseptornya juga terbukti dapat memicu pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel
trofoblas

Leukemia inhibitory factor merupakan sitokin yang bekerja secara parakrin,


menyebabkan proliferasi dan diferensiasi epitel endometrium sehingga endometrium
siap untuk implantasi (Chen et al., 2000). Leukemia inhibitory factor bekerja dengan
cara melekat pada reseptor LIF (LIFR) pada sel-sel epitel luminal. LIF juga beraksi
dengan cara mengaktivasi gp130 pada epitel luminal sehingga menyebabkan aktivasi
LIFR.
c. Interleukin-1 (IL-1)
Tingginya kosentrasi ini dihubungkan dengan keberhasilan proses implantasi embrio.
Saat ini telah banyak penelitian yang membuktikan peran IL-1 pada proses implantasi
melalui beberapa mekanisme antara lain aktivasi dari molekul adhesi (integrin), aktivasi
Cyclooxygenase-2 (COX-2), induksi matrix metalloproteinase (MMP), induksi
urokinasi plasminogen aktivator (u-PA).

Kekurangan atau hilangnya faktor tersebut di atas dapat menggagalkan terjadinya


implantasi. Diduga bahwa perubahan pertama pada maternal adalah meningkatnya
permeabilitas kapiler dekat implantasi karena blastokis dapat mengubah dan berikatan
dengan heparin-binding epidermal growth factor (HB-EGF) yang banyak pada
permukaan epitelium. Dengan ikatan ini, akan terjadi pertumbuhan trofokderm dan
membuat lubang zona pelusida makin besar sehingga tumbuh kembangnya sel trofoblas
makin nyata, untuk dapat melakukan invasi.
2. Adhesi
Dalam proses pelekatan mengikut sertakan melekul perlekatan di antaranya: integrins dan
selektins. Pada waktu pembentukan desidualisasi dan permulaan embrional,endometrium
di penuhi oleh bahan esktraseluler terutama laminin dan fibronection yang dapat menjadi
perantara dengan sel pelekat.

Demikianlah blastokis melalui trofokdermnya mengadakan ikatan dengan menggunakan


bahan ekstraseluler sehingga dapat berikatan atau melekat dengan sel pelekat terutama
integrin, dan diikuti dengan invasi.

Integrin merupakan gugus transmembran reseptor permukaan sel, seperti fibrinektin dan
laminin. Integrin merupakan substransi yang dipergunakan untuk melakukan interaksi
antara sel-sel atau sel dengan bahan matrik ekstraseluler yang dapat menimbulkan migrasi,
diferensiasi struktur jaringan. Puncak tertimbunnya integrin terjadi saat implantasi.

Demikian juga tertimbun dan tertumpuknya integrin yang berasal dari blastokis pada saat
implantasi sehingga adhesi antara blastokis dengan endometrium dapat berlangsung dan
selanjutnya diikuti invasi oleh trofoblas sel.

3. Invasi
Implantasi merupakan proses yang kompleks mulai dari kontaknya epitelial
endometrium,destruksi jaringan ikat dan sampai invasi pembulu darahnya sehingga
terbentuk retroplasenter sirkulasi,serta tertanamnya hasil konsepsi keseluruhannya.

Pembentukan plasenta pada minggu kedua setelah ovulasi dan berakhir sekitar minggu ke-
16 kehamilan Dasar pembentukannya,mulai dari blastokis dengan inner mass cell dan
terbentuknya trofektoderm yang akan tumbuh-kembang menjadi sitotrofoblas dan sinsitio
trofoblas.
Tumbuh-kembang trofektoderm yang pesat menyebabkan pecahnya zona pelusida
sehingga sel tropoblasnya langsung dapat berhadapan dengan ephitel endometrium sebagai
titik awal apposisi.

Terdapat tiga bentuk interaksi trofoblas dalam implantasi dengan endometrium sebagai
berikut
1. Trofoblas yang jauh ke dalam endometrium sampai mencapai stratum basalis, disebut
chorion fondosum. Bentuk ini sangat penting seolah-olah plasenta menanamkan diri
dengan dibatasi lapisan jaringan Nitabush
2. Trofoblas yang tidak mencapai stratum basalis, menjadi bercabang-cabang sehingga
permukaannya lebih luas. Bagian ini merupakan bagian fungsional plasenta dalam arti
memberikan kesempatan dan nutrisi tumbuh kembangnya embrio dan janin dalam
rahim.
3. Sebagian kecil trofoblas berhubungan langsung dengan sel maternal, yang dapat
menimbulkan reaksi immunologis

Invasi trofoblas ke dalam endometrium serta


terbentuknya plasenta, ternayata merupakan proses
biologis enzimatik yang kompleks sehingga masih
terus merupakan lahan penelitian.
Sebagai gambaran yang kini diterima proses tersebut
dapat dijabarkan sebagai berikut:
Kelangsungan hormonal ini hanya mungkin dalam
situasi hormonal penuh, artinya pada alat reproduksi
dipengaruhi oleh sistem hormonal dengan
progesteron dominan sehingga endometrium dalam
keadaan fase sekresi atau dalam proses
desidualisasi. Seperti dikemukakan bahwa proses
desidualisasi berkelanjutan jika terjadi sentuhan
blastokis, yang menyebabkan peningkatan
permeabilitas kapiler pembuluh darah sehingga
terjadi sekresi dan timbunan nutrisi diantaranya
glukosa, protein, lemak dan vitamin dalam sel
endometrium. Dalam situasi gembur demikian, kemungkinan nidasi (implantasi) lebih
besar.
Konsep dasarnya adalah perubahan plasminogen menjadi plasmin yang dapat merangsang
enzim keluarga metalloproteinnase bekerja untuk melakukan destruksi sehingga hasil
konsepsi (blastokis) menanamkan diri pada lapisan kompakta endometrium

Dalam proses menanamkan diri terjadi keseimbangan sehingga membentuk plasenta


terbatas sesuai dengan kebutuhan. Bagaimana peranan masing-masing komponen sehingga
terjadi keseimbangan dan pembatasan untuk terbentuknya plasenta, masih belum diketahui
secara pasti. Konsep keseimbangan dapat dijabarkan secara singkat sebagai berikut:
1. Blastokis (embrio) dapat merangsang plasminogen activator yang akan mengubah
plasminogen menjadi plasmin. Perubahan ini berjalan tidak dalam satu arah, tetapi
saling memengaruhi sehingga aktivitas plasminogen activator, akan dihambat kerja oleh
plasminogen activator inhibitor.
2. Plasminogen activator inhibitor, aktivitasnya dipengaruhi secara seimbang oleh
Human Chorionicgonadotrophin (HCG) untuk menguatkan, sedangkan
transforming growth factor beta (TGF) menekannya sehingga perubahan
plasminogen menjadi plasmin berlangsung sesuai dengan kebutuhan.
3. Transforming growth factor beta (TGF), dapat memengaruhi kerja tissue inhibitor
metalloproteinase (TIMP) dapat mengendalikan pembentukan metalloproteinase family
sehingga destruksi yang menimbulkan degradasi materi ekstraseluler endometrium
dapat dikendalikan.
4. Insuline like growth factor dapat meningkatkan timbunan integrin yang sangat
diperlukan sehingga perlekatan dan invasi trofoblas berlangsung lebih baik. Insuline
like growth factor dapat memengaruhi plasmin sehingga mengeluarkan
metalloproteinase family makin tinggi, dengan demikian pemecahan ekstraseluler
matriks, berlangsung lebih cepat.
Dapat dikemukakan bahwa kunci invasi trofoblas, masuk jauh ke dalam endometrium
dengan menghancurkan ekstraseluler matriks dan selnya menjadi lebih tajam, seimbang
sesuai dengan kebutuhannya,

Dalam pemecahan tersebut terjadi keseimbangan terutama oleh embrio sehingga invasi
berlangsung tertib terkendali dalam pembentukan plasenta.

Penghancuran ini memberikan gambaran perubahan pemberian nutrisi hasil konsepsi


sebgai berikut:
1. Setelah ovulasi, ovum mendapat nutrisi dari sitoplasmanya dan korona radiata sam[ai
batas tertentu. Dalam perjalanannya, megalami kematian karena tidak terjadi
fertilisasi
2. Setelah terjadi fertilisasi, nutrisi dari sitoplasmanya korona radiata, sambil berjalan
menuju kavum uteri. Dalam zona pelusida dijumpai mikrokanalis yang menyalurkan
nutrisi menuju sitoplasma korna radiata
3. Dalam kavum uteri terjadi perubahan untuk mendapatkan nutrisi sebagai berikut:
a. Fase sekresi dan terjadinya hipermeabilitas kapiler, ada kemungkinan cairannya
mengandung cukup nutrisi sehingga trofokderm (akan menjadi trofoblas) sudah
mampu menyerap atau terjadi filtrasi sehingga untuk sementara mendapat nutrisi
dari cairan fase sekresi.
b. Setelah apposisi dan adhesi, nutrisi didapatkan dari ekstraseluler matriks karena
terjadi hipermeabilitas kapiler yang menganung banyak glukosa, protein dan
lemak.
c. Setelah invasi, nutrisi berasal dari ekstraseluler matriks dan sel endometrium,
karena trofokderm telah mempunyai kemampuan untuk melakukan tugas mencari
nutrisi.
d. Invasi berlangsung pada hari ke 12-13 pembuluh darah vena mulai terbuka
sehingga saat ini terjadi pemberian nutrisi dari ekstraseluler matriks dan darah
vena.
e. Pada hari ke-14 telah terjadi destruksi pembuluh darah arteria sehingga mulai
terjadi aliran retroplasenta permulaan, dengan demikian nutrisi mulai saaat itu
diambil alih oleh fungsi plasenta
Gambar. Tahap implantasi

Ket:
(1) Schematic representation of in utero free floating blastocyst surrounded by zona pellucida. At
this time, blastocyst consists of an inner cell mass with a trophectoderm hull. Paracrine
signalling (not depicted) probably attracts the blastocyst to putative implantation sites and
synchronizes and orchestrates next steps, such as (2) blastocyst hatching from zona pellucida.
(3) Depicts gradual apposition of blastocyst to endometrium during the onset of the implantation
window, delineated here by two putative biomarkers for endometrial receptivity: pinopodes and
LIF. LIF is maximally expressed by the endometrium at the time of implantation and the
blastocyst expresses the LIF receptor. In (4), the blastocyst adheres to the endometrium and then
produces LIF itself, while, on the endometrium, the production of gp130 and the LIF receptor
increases. The concentration of soluble gp130 and the appearance of pinopodes on the
endometrial surface are elevated at this time as well. Adhesion induces trophoblast cells to
differentiate into inner cytotrophoblast and outer syncytiotrophoblast layers as shown in (5),
upon which the syncytiotrophoblast invade into the luminal epithelium, where the blastocyst then
commences to secrete cytokines such as IL-1, which in turn stimulates LIF expression in the
endometrium. In (6), implantation is complete, The implantation window is now closed. Hence, it
is proposed that the embryo and the endometrium actively communicate through secretion of LIF
and other cytokines in order to promote the complete implantation of the blastocyst.

Gambar. Proses implantasi


Proses nidasi dengan tertanamnya hasil konsepsi di dalam endometrium, terjadi
perubahan posisi endometrium sebagai berikut:
1. Desidua kapsularis: bagian dari endometrium yang menutupi hasil konsepsi. Khorion
yang tumbuhnya kurang subur akan mengalami atropi tipis yang disebu khorion leave.
2. Desidua parietalis: desidua yang tidak berhubungan dengan proses kehamilan, artinya
tidak ikut memberikan suplai nutrisi. Setelah minggu ke-14, desidua kapsularis dan
desidua parietalis akan bersatu, karena kavum uteri menghilang, sesuai dengan tumbuh
kembangnya janin dalam uterus
3. Desidua reflekta atau desidua vera: adalah desidua yang terletak antara desudua
parietalis dan desidua kapsularis, atau perubahan antara desidua kapsularis dengan
menjadi desidua parietalis
4. Desidua basalii : adalah desidua yang langsung berhubungan dengan plasenta dan
memberikan nutrisi pada janin sehingga tumbuh kembangnya menjadi sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, Ida Bagus Gede. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC

Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 6. Jakarta: EGC

Salder, T. W. 2009. Langman Embriologi Kedokteran, Edisi 10. Jakarta : EGC

Guyton, Arthur C. 1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC

Ganong, W. F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC

Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. 2012. Obstetri Williams Volume 1, Edisi 23.
Jakarta : EGC
Pertanyaan:
1. Adhesi dimulai sejak kapan?
2. Proses iimunologi pada saat implantasi? Kaitannya dengan IL-1 (respon imunologi non
spesifik)
3. Kenapa interleukin kurang bisa infertilitas?
4. Proses penolakan imun tubuh ibu menyebabkan kegagalan implantasi? Faktornya?
5. Pemicu penghentian destruksi uterus untuk penanaman impantasi oleh metalloproteinase?
Embrio?

Anda mungkin juga menyukai