Proses Fertilisasi Dan Implantasi
Proses Fertilisasi Dan Implantasi
Proses Fertilisasi Dan Implantasi
A. PROSES FERTILISASI
Terjadinya kehamilan merupakan proses pertemuan antara sel ovum dan sperma yang
dinamakan fertilisasi. Sebelum mengalami fertilisasi sel gamet baik pada laki-laki maupun
wanita mengalami perjalanan dari gonad ke tuba uterina (transport ovum ke tuba uterina, dan
transport sperma ke tuba uterina).
1. Transport ovum ke tuba uterina
Ketika ovum dibebaskan saat ovulasi. Ovum segera diambil oleh tuba uterine. Ujung tuba
uterine yang melebar menjulur membungkus ovarium dan mengandung fimbria, Tonjolan
yang mirip jari yang berkontraksi dengan gerakan menyapu yang menuntun ovum yang
baru dibebaskan masuk kedalam tuba uteri. Selain itu fimbria dilapisi oleh silia-tonjolan
halus mirip rambut yang berdenyut dalam gelombang gelombang yang mengarah ke
interior tuba uteri. didalam tuba utrina, ovum cepat didorong oleh kontraksi peristaltic
dan gerakan silia ampula.
Konsepsi dapat terjadi selama rentang waktu yang sangat terbatas dari setiap siklus. Jika
tidak dibuahi, ovum mulai mengalami disintegrasi dalam 12 sampai 24 jam lalu difagosit
oleh sel-sel yang melapisi bagian dlalam saluran reproduksi. Karena itu fertilisasi harus
terjadi dalam 24 jam setelah ovulasi, ketika ovum masih hidup. Sperma biasanya bertahan
sekitar 48 jam tetapi dapat tetap hidup hingga lima hari di salam saluran reproduksi
wanita.
3. Fertilisasi
Ekor sperma bergerak bagi penetrasi akhir ovum. Untuk membuahi sebuah ovum, sebuah
sperma harus melewati korona radiata dan zona pelusida yang mengelilingi sel telur.
Enzim-enzim akrosom yang terpajan ketika membrane akrosom pecah setelah berkontak
dengan korona radiata membuat sperma menembus saluran sawar sawar protektif. Sperma
dapat menembus zona pelusida setelah berikatan dengan reseptor spesifik dipermukaan
lapisan ini. Pada manusia, fertilisasi ovum oleh sperma biasanya terjadi di ampula tuba
uterina. Proses fertilisasi terjadi meliputi perubahan morfologi seperti berikut :
a. Kemotaksis sperma ke ovum oleh zat-zat yang dihasilkan oleh ovum / sperma
melewati korona radiata
Penyebaran sel sperma in vitro merupakan hasil dari reaksi enzimatik mukosa tuba dan
semen. Gerakan ekor sperma juga membantu penetrasi sperma ke korona radiata dan
zona pellusida
Kepala sperma yang menyatu perlahan tertarik kedalam sitoplasma ovum oleh suatu
kerucut yang tumbuh dan membungkusnya. Ekor sperma sering lenyap dalam proses
ini, tetapi kepala membawa informasi genetic yang penting. Sperma mengeluarkan
nitrat oksida setelah masuk sitoplasma telur. Nitrat oksida ini mendorong pelepasan Ca2
intrasel untuk memicu meiotic akhir oosit sekunder. Dalam satu jam nucleus sperma dan
sel telur menyatu, berkat suatu komplek molekul yang diberikan oleh sperma yang
memungkinkan kromosom pria dan wanita menyatu. Selain itu menyumbang separuh
dari kromosom ke ovum yang dibuahi, yang sekarang dinamakan zigot, sperma ini
mengaktifkan enzim-enzim ovum yang essensial bagi perkembangan awal mudhigah.
Messenger RNA hCG dapat dideteksi pada blastomer 6-8 sel embrio, dilain pihak, hal tersebut
tidak terdeteksi pada media kultur blastokist sampai hari ke 6. Segera setelah implantasi
dimulai, hCG dapat dideteksi pada serum ibu. Akan tetapi karena masih terbatasnya aliran
darah langsung, sekresi hCG ke dalam sirkulasi ibu masih terbatas. Jadi, selama proses
implantasi, embrio aktif menghasilkan hCG, yang dapat dideteksi pada serum ibu pada saat
hari ke 8 setelah ovulasi. Peranan utama hCG adalah memperlama aktifitas biosintesis korpus
luteum, yang memungkinkan produksi progesteron dan mempertahankan endometrium
gestasional. Sebagaimana proses implantasi berlangsung, konseptus berkelanjutan mensekresi
hCG dan protein-protein kehamilan yang memungkinkan deteksi produksi steroid.
Persiapan implantasi yang sangat kompleks, secara singkat dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Hari yang ke 3/4 atau 3 hari setelah ovulasi, morula dengan 8 selnya telah masuk ke dalam
kavum uteri.
2. Tumbuh-kembang berlanjut sehingga terbentuk blastokista dengan menghisap cairan dan
terbentuk sel eksaselom. Dengan demikian, terjadi pemisah sel morula. Sudah terdapat
iiner cell mass, sebagai calon embrio dan trofokderm sebagai calon trofoblas. Trofokderm
dapat menghilangkan zona pelusida sehingga mulai terbentuk sel trofoblas. Telah mampu
mengeluarkan human gonadotropin hormon (HCG) sehingga korpus luteum dapat bertahan
sejak morula-blastula baru mempunyai sel sekitar 8-12. Telah mengeluarkan early
pregnancy factor (EPF) yang berfungsi sebagai berikut:
a. sebagai imunosupresan agar implantasi blastokista diterima
b. merangsang platelet activity factor (PAF) sehingga permeabilitas pembuluh darah
endometrium semakin tinggi.
c. memberikan tanda bahwa persiapan implantasi berlangsung, maka EPF sudah dapat
ditentukan 1-2 hari setelah fertilisasi
Persyaratan untuk terjadi kontak antara blastosis dan uterus adalah hilangnya zona pelusida
dimana zona pelusida lisis oleh komponen cairan uterus. Walaupun lingkungan hormon dan
komposisi protein uterus memudahkan implantasi, tetapi hal ini tidak akan terjadi bila embrio
tidak dalam tingkat perkembangan tertentu. Kesimpulan dari keterangan ini adalah harus ada
maturasi perkembangan permukaan embrio sebelum ia mampu berimplantasi. Proses
implantasi berlangsung melalui tiga tingkat yaitu.
1. Apposisi
Apposisi dapat diartikan sebagai upaya terhadap-hadapan untuk dapat saling melekatkan
diri dengan suatu proses tertentu.Proses ini dimulai dengan di tembusnya zona pelusida
oleh sitoplasma dari trofektoderm,sebagai cikal bakal dari trofoblas sel.
Sementara blastokis telah dapat membagi diri menjadi inner cell mass, sebagai calon
embrio dan trophectoderm, sebagai cikal bakal dari plasenta.
Perubahan pada endometrium dijumpai paling sedikit terdapat sitokinin (bahan yang dapat
merangsang proses pembelahan sel) diantaranya:
a. Colony stimulating factor 1 (CSF-1) dijumpai juga pada blastokis
b. Leukimia-inhibitory factor (LIF)
Lapisan endometrium uterus tampaknya menghasilkan suatu molekul yang bersifat
hidrosoluber, yang disebut sebagai Leukimia Inhibitor Factor (LIF) yang
pengeluarannya dirangsang oleh progesteron. Sementara di sisi lain blastokista juga
akan menghasilkan LIF-reseptor. Selama periode implantasi lapisan desidua bersama
dengan limfosit-limfosit Th2 akan menghasilkan LIF, dan sel-sel sinsiotrofoblas akan
menghasilkan reseptor LIF. Diperkirakan ekspresi LIF pada desidua dan reseptor LIF
pada blastokista akan memfasilitasi proses implantasi. Selain itu, interaksi antara LIF
dan reseptornya juga terbukti dapat memicu pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel
trofoblas
Integrin merupakan gugus transmembran reseptor permukaan sel, seperti fibrinektin dan
laminin. Integrin merupakan substransi yang dipergunakan untuk melakukan interaksi
antara sel-sel atau sel dengan bahan matrik ekstraseluler yang dapat menimbulkan migrasi,
diferensiasi struktur jaringan. Puncak tertimbunnya integrin terjadi saat implantasi.
Demikian juga tertimbun dan tertumpuknya integrin yang berasal dari blastokis pada saat
implantasi sehingga adhesi antara blastokis dengan endometrium dapat berlangsung dan
selanjutnya diikuti invasi oleh trofoblas sel.
3. Invasi
Implantasi merupakan proses yang kompleks mulai dari kontaknya epitelial
endometrium,destruksi jaringan ikat dan sampai invasi pembulu darahnya sehingga
terbentuk retroplasenter sirkulasi,serta tertanamnya hasil konsepsi keseluruhannya.
Pembentukan plasenta pada minggu kedua setelah ovulasi dan berakhir sekitar minggu ke-
16 kehamilan Dasar pembentukannya,mulai dari blastokis dengan inner mass cell dan
terbentuknya trofektoderm yang akan tumbuh-kembang menjadi sitotrofoblas dan sinsitio
trofoblas.
Tumbuh-kembang trofektoderm yang pesat menyebabkan pecahnya zona pelusida
sehingga sel tropoblasnya langsung dapat berhadapan dengan ephitel endometrium sebagai
titik awal apposisi.
Terdapat tiga bentuk interaksi trofoblas dalam implantasi dengan endometrium sebagai
berikut
1. Trofoblas yang jauh ke dalam endometrium sampai mencapai stratum basalis, disebut
chorion fondosum. Bentuk ini sangat penting seolah-olah plasenta menanamkan diri
dengan dibatasi lapisan jaringan Nitabush
2. Trofoblas yang tidak mencapai stratum basalis, menjadi bercabang-cabang sehingga
permukaannya lebih luas. Bagian ini merupakan bagian fungsional plasenta dalam arti
memberikan kesempatan dan nutrisi tumbuh kembangnya embrio dan janin dalam
rahim.
3. Sebagian kecil trofoblas berhubungan langsung dengan sel maternal, yang dapat
menimbulkan reaksi immunologis
Dalam pemecahan tersebut terjadi keseimbangan terutama oleh embrio sehingga invasi
berlangsung tertib terkendali dalam pembentukan plasenta.
Ket:
(1) Schematic representation of in utero free floating blastocyst surrounded by zona pellucida. At
this time, blastocyst consists of an inner cell mass with a trophectoderm hull. Paracrine
signalling (not depicted) probably attracts the blastocyst to putative implantation sites and
synchronizes and orchestrates next steps, such as (2) blastocyst hatching from zona pellucida.
(3) Depicts gradual apposition of blastocyst to endometrium during the onset of the implantation
window, delineated here by two putative biomarkers for endometrial receptivity: pinopodes and
LIF. LIF is maximally expressed by the endometrium at the time of implantation and the
blastocyst expresses the LIF receptor. In (4), the blastocyst adheres to the endometrium and then
produces LIF itself, while, on the endometrium, the production of gp130 and the LIF receptor
increases. The concentration of soluble gp130 and the appearance of pinopodes on the
endometrial surface are elevated at this time as well. Adhesion induces trophoblast cells to
differentiate into inner cytotrophoblast and outer syncytiotrophoblast layers as shown in (5),
upon which the syncytiotrophoblast invade into the luminal epithelium, where the blastocyst then
commences to secrete cytokines such as IL-1, which in turn stimulates LIF expression in the
endometrium. In (6), implantation is complete, The implantation window is now closed. Hence, it
is proposed that the embryo and the endometrium actively communicate through secretion of LIF
and other cytokines in order to promote the complete implantation of the blastocyst.
Manuaba, Ida Bagus Gede. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC
Sherwood, L. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 6. Jakarta: EGC
Guyton, Arthur C. 1995. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta : EGC
Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, Spong. 2012. Obstetri Williams Volume 1, Edisi 23.
Jakarta : EGC
Pertanyaan:
1. Adhesi dimulai sejak kapan?
2. Proses iimunologi pada saat implantasi? Kaitannya dengan IL-1 (respon imunologi non
spesifik)
3. Kenapa interleukin kurang bisa infertilitas?
4. Proses penolakan imun tubuh ibu menyebabkan kegagalan implantasi? Faktornya?
5. Pemicu penghentian destruksi uterus untuk penanaman impantasi oleh metalloproteinase?
Embrio?