Refarat Meningitis TB
Refarat Meningitis TB
Refarat Meningitis TB
MENINGITIS TUBERKULOSIS
Disusun oleh:
Krisna Puspita Dewi
1620221173
Pembimbing:
dr. Sholihul M, Sp.S, Msi Med
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi dan Fisiologi Selaput Otak.....................................................7
II.2 Meningitis..............................................................................................8
II.2.2 Epidemiologi.......................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Perubahan demografik karena meningkatnya penduduk dunia dan
perubahan struktur umur kependudukan.
Dampak pandemi HIV.
Situasi TB didunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat
danbanyak yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang
dikelompokkan dalam 22 negara dengan masalah TB besar (high burden countries).
Menyikapi hal tersebut, pada tahun 1993, WHO mencanangkan TB sebagai
kedaruratan dunia (global emergency).
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.
Koinfeksi dengan HIV akan meningkatkan risiko kejadian TB secara signifikan.
Pada saat yang sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrug
resistance = MDR) semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil
disembuhkan. Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya
epidemi TB yang sulit ditangani.
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah
pasien TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina
dengan jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia.
Diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian
101.000 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per100.000 penduduk.
(Werdani,2017)
Salah satu penyakit penyebab kematian utama yang disebabkan oleh infeksi
adalah tuberkulosis.TB merupakan ancaman bagi penduduk Indonesia pada tahun
2004 sebanyak seperempat juta orang bertambah penderita baru dan sekitar 140.000
kematian setiap tahunnya. Sebagian besar penderita TB adalah penduduk yang
berusia produktif antara 15-55 tahun, dan penyakit ini merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh
kalangan usia.
Pemerintah melalui Program Nasional Pengendallian TB telah melakukan
berbagai upaya untuk menanggulangi TB, yakni dengan strategi DOTS (Directly
Observed Treatment Shortcourse). World Health Organization (WHO)
merekomendasikan 5 komponen strategi DOTS yakni:
4
Tanggung jawab politis dari para pengambil keputusan (termasuk dukungan
dunia)
Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
Pengobatan dengan panduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek
dengan pengawasan langsung Pengawas Menelan Obat (PMO).
Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan
evaluasi program penanggulangan TB. (Hayati, 2015)
Meningitis adalah sebuah inflamasi dari membran pelindung yang menutupi
otak dan medula spinalis yang dikenal sebagai meninges (susana, dkk, 2005).
Inflamasi dari meningen dapat disebabkan oleh infeksi virus, bakteri atau
mikroorganisme lain dan penyebab paling jarang adalah karena obat-obatan
(Ginsberg, 2004). Meningitis dapat mengancam jiwa dan merupakan sebuah
kondisi kegawatdaruratan (Tunkel, dkk, 2004). Klasifikasi meningitis dibuat
berdasarkan agen penyebabnya, yaitu meningitis bakterial, meningitis viral,
meningitis jamur, meningitis parasitik dan meningitis non infeksius. Meningitis
bakterial merupakan meningitis yang disebabkan infeksi bakteri dan merupakan
kondisi yang serius yang dapat jika tidak segera ditangani akan menyebabkan
kerusakan otak dan bahkan kematian (susana,dkk, 2004). Berdasarkan penelitian
epidemiologi mengenai infeksi sistem saraf pusat di Asia, pada daerah Asia
Tenggara, meningitis yang paling sering dijumpai adalah meningitis tuberkulosis
(T. Ducombe,dkk, 2013)
5
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama, ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
Risiko menjadi sakit TB:
o Daya tahan tubuh rendah, diantaranya karena infeksi HIV/AIDS,
malnutrisi, dan konsumsi kortikosteroid.
o HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi
TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas
sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika
terjadi infeksi penyerta (oportunistic), seperti tuberkulosis, maka
yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa
mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV
meningkat, maka jumlah pasien TB juga akan meningkat, dengan
demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Meninges
7
Gambar 2. Duramater
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah
kecil yang mensuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak. Lapisan ini melekat
erat dengan jaringan otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara
arakhnoid dan piameter disebut sub arakhnoid. Pada reaksi radang ruangan ini
berisi sel radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang
belakang.
II.2 Meningitis
8
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan
droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan
cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port dentree utama pada
penularan penyakit ini. Bakteri disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara
dari pernafasan dan sekresi-sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen
(melalui aliran darah) ke dalam cairan serebrospinal dan memperbanyak diri
didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada selaput otak dan otak.
II.2.2 Epidemiologi
9
sangat diperlukan untuk mengurangi resiko gangguan neurologis yang mungkin
dapat bertambah parah jika tidak ditangani. Meningitis TB merupakan salah satu
komplikasi TB primer. Morbiditas dan mortalitas penyakit ini tinggi dan
prognosisnya buruk. Komplikasi meningitis TB terjadi setiap 300 kasus TB primer
yang tidak diobati. Centers for Disease Control (CDC) melaporkan pada tahun 1990
morbiditas meningitis TB 6,2% dari seluruh kasus TB ekstrapulmonal. Insiden
meningitis TB sebanding dengan TB primer, umumnya bergantung pada status
sosio-ekonomi, higiene masyarakat, umur, status gizi dan faktor genetik yang
menentukan respon imun seseorang. Faktor predisposisi berkembangnya infeksi
TB adalah malnutrisi, penggunaan kortikosteroid, keganasan, cedera kepala, infeksi
HIV dan diabetes melitus. Penyakit ini dapat menyerang semua umur, anak-anak
lebih sering dibanding dengan dewasa terutama pada 5 tahun pertama kehidupan.
Jarang ditemukan pada usia dibawah 6 bulan dan hampir tidak pernah ditemukan
pada usia dibawah 3 bulan. Tuberkulosis yang menyerang SSP (Sistem Saraf Pusat)
ditemukan dalam tiga bentuk, yakni meningitis, tuberkuloma, dan araknoiditis
spinalis. Ketiganya sering ditemukan di negara endemis TB, dengan kasus
terbanyak berupa meningitis tuberkulosis. Di Amerika Serikat yang bukan
merupakan negara endemis tuberkulosis, meningitis tuberkulosis meliputi 1:100
dari semua kasus tuberkulosis. Di Indonesia, meningitis tuberkulosis masih banyak
ditemukan karena morbiditas tuberkulosis pada anak masih tinggi. Penyakit ini
dapat menyerang semua usia, termasuk bayi dan anak kecil dengan kekebalan
alamiah yang masih rendah. Angka kejadian tertinggi dijumpai pada anak umur 6
bulan sampai dengan 4 atau 6 tahun, jarang ditemukan pada umur dibawah 6 bulan,
hampir tidak pernah ditemukan pada umur dibawah 3 bulan. Meningitis
tuberkulosis menyerang 0,3% anak yang menderita tuberkulosis yang tidak diobati.
Angka kematian pada meningitis tuberkulosis berkisar antara 10-20%. Sebagian
besar memberikan gejala sisa, hanya 18% pasien yang akan kembali normal secara
neurologis dan intelektual. Angka kejadian TB paru di Indonesia dilaporkan terus
meningkat setiap tahun dan sejauh ini menjadi negara dengan urutan ketiga dengan
kasus TB paru terbanyak, pada tahun 2001, dilaporkan perubahan dari tahun
sebelumnya, penderita TB paru dari 21 orang menjadi 43 oreng per 100.000
penduduk, dan pasien BTA aktif didapatkan 83 orang per 100.000 penduduk. Di
10
seluruh dunia, tuberkulosis merupakan penyebab utama dari morbiditas dan
kematian pada anak. Di Amerika Serikat, insidens tuberkulosis kurang dari 5% dari
seluruh kasus meningitis bakterial pada anak, namun penyakit ini mempunyai
frekuensi yang lebih tinggi pada daerah dengan sanitasi yang buruk, apabila
meningitis tuberkulosis tidak diobati, tingkat mortalitas akan meningkat, biasanya
dalam kurun waktu tiga sampai lima minggu. Angka kejadian meningkat dengan
meningkatnya jumlah pasien tuberkulosis dewasa.
Gejala tuberkulosis paru yang paling umum adalah batuk produktif yang
persisten, sering disertai gejala sistemik seperti demam, keringat malam, dan
penurunan berat badan. Gejala lain yang dapat ditemukan adalah batuk darah, sesak
napas, nyeri dada, malaise, serta anoreksia. Limfadenopati dengan TB paru juga
dapat ditemukan, terutama pada pasien dengan infeksi Human Immunodeficiency
Virus (HIV). Walaupun kebanyakan pasien dengan TB paru memiliki gejala batuk,
gejala tersebut tidak spesifik untuk tuberkulosis. Batuk dapat terjadi pada infeksi
saluran napas akut, asma, serta Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Walaupun
begitu, batuk selama 2-3 minggu merupakan kriteria suspek TB dan digunakan pada
guideline nasional dan internasional, terutama pada daerah dengan prevalensi TB
yang sedang sampai tinggi. Pada negara dengan prevalensi TB yang rendah, batuk
kronik lebih mungkin disebabkan kondisi selain TB. Dengan memfokuskan
terhadap dewasa dan anak dengan batuk kronik, kesempatan mengidentifikasi
pasien dengan TB paru dapat dimaksimalkan. Selain gejala batuk, pada pasien anak
penting mengevaluasi berat badan yang sulit naik dalam kurun waktu 2 bulan
terakhir atau gizi buruk. Beberapa studi menunjukkan bahwa tidak semua pasien
dengan gejala respiratori menerima evaluasi yang adekuat untuk TB. Kegagalan ini
terjadi karena kurangnya deteksi dini TB sehingga menyebabkan meningkatnya
keparahan penyakit pada pasien dan meningkatnya kemungkinan transmisi
Mycobacterium tuberculosis ke orang-orang di sekitarnya.
11
umumnya kelainan paru terletak di lobus superior terutama apeks dan segmen
posterior, serta daerah apeks lobus inferior. Temuan yang bisa didapatkan antara
lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda
penarikan paru, diafragma, dan mediastinum. Pada pleuritis TB, apabila cairan di
rongga pleura cukup banyak, dapat ditemukan redup atau pekak pada perkusi. Pada
auskultasi suara napas melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat
cairan. Pada limfadenitis TB terdapat pembesaran kelenjar getah bening, tersering
di daerah leher. Dari urutan terjadinya, tuberkulosis ekstrapulmoner paling banyak
terjadi di nodus limfa, pleura, sistem genitourinaria, tulang dan sendi, meningen,
peritoneum, dan perikardium. Secara singkat tuberkulosis ekstrapulmoner
diterangkan sebagai berikut:
12
Tuberkulosis perikardial akibat ekstensi langsung nodus limfa mediastinal
atau hilus.
Multipikasi
Penyebaran hematogen
Meningens
Membentuk tuberkel
13
BTA tidak aktif/ dorman
MENINGITIS
Keluhan utama biasanya nyeri kepala. Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk
dan punggung. Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya
otot-otot ekstensor tengkuk. Bila hebat, terjadi opistotonus yaitu tengkuk kaku
dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi.
Kesadaran menurun , tanda Kernigs dan Brudzinsky positif.
14
Gambar 4. Brudzinskis sign
Gejala meningitis tidak selalu sama, tergantung dari usia si penderita seta
virus apa yang menyebabkannya. Gejala yang paling umum adalah demam yang
tinggi, sakit kepala, pilek, mual, muntah, kejang. Setelah itu biasanya penderita
merasa sangat lelah, leher terasa pegal dan kaku, gangguan kesadaran serta
penglihatan menjadi kurang jelas.
15
Gejala prodromal non spesifik: apatis, iritabilitas, nyeri kepala,
malaise, demam, anoreksia
Stadium II: Intermediate
Gejala menjadi lebih jelas
Defisit neurologik fokal: hemiparesis, paresis saraf kranial terutama
N.III dan N.VII, gerakan involunter
Rangsang kaku kuduk (+), kernig (+), brudzinsky (+)
Hidrosefalus, papil edema
Stadium III: Advance
Penurunan kesadaran
Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi
16
II.2.7. Kriteria diagnosis untuk klasifikasi diagnosis meningitis TB
17
- Analisa CSF tidak normal plus
- Salah satu dari
o Basil Tahan Asam ditemukan pada jaringan lain
o Foto torak sesuai dengan TB paru aktif
3. Possible - Klinis meningitis / meningoensefalitis plus
- Analisa CSF tidak normal plus
- Salah satu dari
o Riwayat TB atau Kontak TB berat
o Sakit > 5 hari
o Gangguan kesadaran
o Tanda neurologis fokal
o Dominasi mononuklear pada cairan serebrospinal,
rasio glukosa serum dengan LCS < 0.5, Cairan
serebrospinal berwarna kekuningan (xantokrom)
Sumber: Perdossi,2011
18
umtuk kemungkinan diagnosis MT.( Dewanto G, 2009). Berikan antibiotik yang
dapat menembus sawar darah otak.
19
Tatalaksana:
Penderita sebaiknya dirawat di perawatan intensif
Perawatan penderita meliputi kebutuhan cairan dan elektrolit,
kebutuhan gizi, posisi penderita, perawatan kandung kemih, dan
defekasi.
Pengobatan:
OAT kombo
PAS (Para Amino Salicilyc acid) 200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3bdosis
dapat diberikan sampai 12 g/hari.
Kortikosteroid : prednisone 2 3 mg/kgBB/hari (dosis normal), 20 mg/hari
dibagi dalam 3 dosis selama 2 4 minggu kemudian diteruskan dengan dosis 1
mg/kgBB/hari selama 1 2 minggu. Deksametason IV (terutama bila ada
edema otak) dosis 10 mg setiap 4 6 jam, bila membaik dapat diturunkan
sampai 4 mg setiap 6 jam.
Tatalaksana operatif: jika terdapat hidrosefalus, pemasangan VP shunt atau
EVD.
20
BAB III
PENUTUP
21
DAFTAR PUSTAKA
22