LP DBD

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DBD

A. Definisi
Dengue haemoragic fever adalah infeksi akut yang disebabkan oleh arbovirus
(arthropodborn virus) dan di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes albopictus
dan Aedes aegypti (Ngastiyah, 2005).
Demam berdarah dengue adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti (Suriadi,Rita Yuliani, 2006).
Demam dengue / DHF dan demam berdarah dengue / DBD ( Dengue
haemoragic fever / DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam,nyeri otot dan / atau nyeri sendi yang disertai
lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
haemoragic(Suhendro,dkk, 2007).
Jadi dapat disimpulkan bahwa Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah suatu
infeksi penyakit yang disebabkan oleh virus dengue (arbovirus) yang masuk ke dalam
tubuh melalui nyamuk Aedes aegypti. Demam Berdarah Dengue adalah penyakit yang
terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala yang utama demam, nyeri otot dan sendi
yang biasanya memburuk dua hari pertama yang biasanya disertai sindrom renjatan
dengue (dengue shock syndrome / DSS).
B. Etiologi
Virus dengue, termasuk dalam golongan Arbovirus (Arthropod borne virus) akut
yang ditularkan oleh nyamuk spesie Aedes. Virus dengue termasuk dalam kelompok
arbovirus B, dimana dikenal 4 (empat) serotype virus dengue yaitu Den 1, Den 2, Den 3
dan Den 4. Keempat serotipe telah ditemukan pada pasien-pasien di Indonesia. Dengue
3 merupakan serotype yang paling banyak beredar. Virus dengue berbentuk batang,
bersifat termolabil, sensitif terhadap inaktivasi oleh dietil eter dan natrium dioksikolat,
stabil pada suhu 700C.
C. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis amat bervariasi dari yang ringan hingga yang berat. Kriteria
klinis DHF menurut WHO (1986) yaitu :
Demam akut yang tetap tinggi selama 2-7 hari, kemudian turun secara lisis.
Demam disertai gejala yang tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri pada
punggung, tulang persendian dan kepala, timbul sianosis pada mulut.
Manifestasi perdarahan :
a. Uji Fourniquet positif
b. Petekia, purpura, ekimosis
c. Epistaksis, perdarahan gusi

1
d. Hematemesis, melena
e. Pembesaran hati yang nyeri tekan tanpa ikterus
f. Dengan atau tanpa renjatan
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam menurun (hari ke-3 dan ke-7 sakit), renjatan
ini juga biasanya disertai oleh nadi yang lemah, cepat, tekanan nadi menurun (menjadi
20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan systole menurun sampai 80
mmHg atau kurang) disertai kulit yang dingin, lembab, terutama pada ujung hidung, jari
dan kaki.
Meningkatnya nilai hematokrit (Ht) merupakan indikator yang peka akan
timbulnya renjatan. Kenaikan nilai Ht lebih dari 20 , menunjang diagnosis klinis DHF.
Derajat beratnya penyakit DHF secara klinis dibagi sebagai berikut :
1. Derajat I (ringan)
Demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain dengan manifestasi perdarahan
teringan, yaitu uji Tourniquet positif.
2. Derajat II (sedang)
Ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan lain.
3. Derajat III
Ditemukan tanda-tanda dini renjatan yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi
menurun (< 20 mmHg) atau hipotensi disertai kulit yang dingin dan lembab dan
penderita menjadi gelisah.
4. Derajat IV
Ditemukan DSS dengan tensi dan nadi yang tak terukur.
D. Patofisiologi
Virus dengue masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk dan infeksi
pertama kali dan juga danya proses imunologis mempunyai peranan yang akan memberi
reaksi pada DHF. Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa terlihat pada infeksi oleh
virus. Reaksi yang amat berbeda akan tampak, bila seseorang mendapat infeksi berulang
dengan tipe virus dengue yang berlainan.
Berdasarkan hal tersebut timbullah hal yang disebut the secondary
heterologous infection atau sequential infection hypothesis yang dianut oleh sebagian
besar sarjan saat ini. Hipotesis ini menyatakan bahwa DHF dapat terjadi bila seseorang
terinfeksi dengue pertam kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya.
Reinfeksi akan menyebabkan suatu reaksi anamuestik antibody sehingga
menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibody (kompleks) virus antibody yang
tinggi menyebabkan terdapatnya kompleks virus antibody dalam sirkulasi darah
mengakibatkan kompleks virus antibody akan mengaktivasi sesuatu komplemen, yang
berakibat dilepaskannya anafilatoksin (bradikinan, serotonin, histamine, monokin, dan

2
prostaglandin), menyebabkan meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding tersebut. Sebaliknya diperlukan waktu
yang cukup lama untuk memperoleh kesepakatan bahw disseminated intravascular
coagulation (DIC) disamping trombositopenia. Menurunnya fungsi trombosit
(protrombin, faktor V, VII,IX, X dan fibrinogen) merupakan faktor terjadinya
perdarahan hebat, terutama perdarahan traktus gastrointestinal pada DHF.
Suatu keadaan yang amat berperan dalam terjadinya renjatan. Pelepasan zat
anafilaktosin (histamine, serotonin, bradikinan, monokin, dan prostaglandin) yang
berakibat ekstravasasi cairan intravaskuler. Hal ini akibat mengurangnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Plasma merembes selama perjalanan penyakit mulai dari saat permulaan demam dan
mencapai puncaknya pada saat renjatan.
Pada pasien dengan renjatan berat, volume plasma dapat menurun sampai lebih
dari 30%. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler dibuktikan dengan
ditemukannya cairan dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan
pericardium yang pada autopsy ternyata melebihi jumlah cairan yang telah diberikan
sebelumnya melalui infuse. Renjatan Hiovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan
plasma, bila tidak segera diatasi dpat berakibat anoksia jaringan, asidosis metabolic dan
kematian.
E. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium (uji darah)
Pada DHF umumnya dijumpai trombositopenia dan hemokonsentrasi. Uji
tourniquet yang positif merupakan pemeriksaan penting.
Pada pemeriksaan kimia darah tampak hipoproteinemia, hiponatremia, serta
hipokloremia. SGPT, SGOT, ureum dan pH darah mungkin meningkat, sedangkan
reserve alkali merendah.
b. Air Seni
Mungkin ditemukan albuminuria ringan.
c. Sumsum Tulang
Pada awal sakit biasanya hiposelular, kemudian menjadi hiperselular pada hari ke 5
dengan gangguan maturasi sedangkan pada hari ke 10 biasanya sudah kembali normal
untuk semua sistem.
d. Serologi
Uji serulogi untuk infeksi dengue dapat dikategorikan atas dua kelompok besar, yaitu :
1. Uji serulogi memakai serum ganda, yaitu serum yang diambil pada masa akut dan
masa konvalesen. Pada uji ini yang dicari adalah kenaikan antibodi antidengue
sebanyak minimal empat kali. Termasuk dalam uji ini pengikatan komplemen ( PK
), uji neutralisasi ( NT ) dan uji dengue blot.

3
2. Uji serulogi memakai serum tunggal. Pada uji ini yang dicari ada tidaknya atau titer
tertentu antibodi antidengue. Termasuk dalam golongan ini adalah uji dengue blot
yang mengukur antibodi antidengue tanpa memandang kelas antibodinya ; uji IgM
antidengue yang mengukur hanya antibodi antidengue dari kelas IgM.
F. Penatalaksanaan
Setiap pasien tersangka DHF sebaiknya dirawat di tempat terpisah dengan pasien
penyakit lain, seyogyanya pada kamar yang bebas nyamuk (berkelambu).
Penatalaksanaan DHF yaitu :
1. Tirah baring
2. Makanan lunak
3. Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam 24
jam (susu, air dengan gula atau syrup) atau air tawar ditambah dengan garam saja.
4. Medikamentosa yang bersifat symptomatik.
5. Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres es di kepala, ketiak dan inguinal.
Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari
pemakaian asetasol karena bahay perdarahan.
6. Antibiotik diberikan bila terdapat kekwatiran infeksi sekunder.
7. Penderita yang sianosis atau mengalami nafas berat harus diberi O2.
8. Transfuse darah segar atau suspensi trombosit dan untuk mengendalikan
perdarahan.
9. Penggantian cepat cairan dan elektrolit intravena

Pencegahan :
Untuk memastikan rantai penularan pemberantasan vector dianggap cara yang
paling memadai saat ini. Vector dengue khususnya A.aegypti sebenarnya mudah
diberantas karena sarang-sarangnya terbatas di tempat yang terisi air bersih dan jarak
terbangnya maksimal 100 meter. Tetapi karena vector tersebar luas, untuk keberhasilan
pemberantasan diperlukan total coverage agar nyamuk tidak berkembang biak lagi.
Ada 2 (dua) cara pemberantasan vektor :
1. Menggunakan insektisida seperti malathion (pengasapan, fogging), temephos (abate)
untuk membunuh jentik (larutan antasida), dimana dosis yang digunakan untuk abate
adalah 1 PPIT (1 gram abate SG 1% per 10 liter gr)
2. Tanpa insektisida, caranya adalah :
a) menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x
seminggu (perkembangan telur lamanya 7-10 hari)
b) menutup tempat penampungan air rapat-rapat

4
c) membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas, botol-botol pecah dan
benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.
G. Prognosis
Tipe klasik biasanya non fatal. Angka kematian pada DHF ringan adlah 3-5%,
tetapi bila timbul syok meningkat menjadi 50%. Meskipun antara 4 tipe virus dengue
tidak didapat cross immunity, tetapi umumnya bila telah mengalami 2 x infeksi dengan
tipe 1 dan 2 didapat imunitas seumur hidup.

ASUHAN KEPERAWATAN DBD


1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1) DATA DEMOGRAFI
Usia merupakan data dasar yang penting, karena ada beberapa gangguan
hematologi yang menyebabkan klien tidak berusia panjang (6-7tahun). golongan
darah sangat penting dikaji untuk memperoleh kecocokan dengan donor darah
klien bila diperlukan transfusi darah. Tempat tinggal juga merupakan data yang
perlu dikaji untuk mengetahui lingkungan klien, karena ada beberapa gangguan
hematologi yang dikaitkan dengan faktor lingkungan (Wiwik Handayani dan
Haribowo Andi, 2008).

2) RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Mengkaji kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami gangguan
seperti yang dialami klien atau gangguan seperti yang dialami klien atau
gangguan tertentu yang berhubungan langsung dengan gangguan hematologi
seperti perdarahan dan anemia (Wiwik Handayani dan Haribowo Andi. 2008).

3) MASALAH KESEHATAN KLIEN SEKARANG


Disebut juga sebagai keluhan utama, merupakan faktor utama yang
mendorong klien untuk mendapatkan perawatan Dan pengobatan di pusat
pelayanan kesehatan yang meliputi hal-hal berikut ini:
1) Tanda-tanda infeksi seperti demam dan menggigil: ditemukan pada klien
dengan leukemia, limfoma, dan multiple mieloma.
2) Perdarahan

5
a. Epistaksis, perdarahan gusi, petekie, ekimosis, dan menoragi: ditemukan
pada klien dengan trombositopenia, leukemia, dan gangguan pembekuan.
b. Hematrosis: ditemukan pada klien dengan defisiensi faktor pembekuan.
3) Warna kulit
a. Pucat: ditemukan pada klien anemia.
b. Ikterik/ jaundice: ditemukan pada klien dengan hemolisis.
4) Dispnea, nyeri dada, dan ortostasis: ditemukan pada klien dengan anemia.
5) Pica: ditemukan pada klien dengan anemia kekurangan zat besi.
6) Perut terasa penuh, mudah kenyang: menunjukkan adanya splenomegali.
7) Alkoholik, kekurangan gizi, vegetarian: ditemukan pada klien dengan
anemia megaloblastik.
8) Neurologi
Sakit kepala dan gangguan neurologi: ditemukan pada klien dengan
leukostasis, trombositopenia, atau trombosis.
9) Pruritus: ditemukan pada klien dengan polisitemia dan penyakit Hodgkin.
(Wiwik Handayani dan Haribowo Andi. 2008).

4) RIWAYAT KESEHATAN KLIEN


Perawat mengkaji kondisi yang pernah dialami oleh klien yang berhubungan
dengan gangguan sistem hematologi seperti berikut ini.
1) Keganasan, kemoterapi dapat menyebabkan terjadinya leukemia atau
mielodisplasia.
2) Risiko tinggi HIV dapat menyebabkan terjadinya anemia dan
trombositopenia.
3) Hepatitis dapat menyebabkan anemia.
4) Kehamilan dapat menyebabkan terjadinya anemia dan sindrom HELLP
(Hemolisys Elevated Liver enzyme and Low Platelet count)
5) Trombosis vena dapat menyebabkan terjadinya trombofilia.
(Wiwik Handayani dan Haribowo Andi. 2008).

6
5) PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis
gangguan hematologi, dari pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut:
1) Pemeriksaan daerah kepala, telinga, mata, hidung, dan tenggorokan
(HEENT) didapatkan:
a. konjungtiva anemis, mukosa pucat anemia.
b. Jaundice/ ikterik hemolisis, hiperbilirubinemia.
c. Petekie trombositopenia.
d. Glositis (peradangan pada lidah) anemia defisiensi zat besi, anemia
defisiensi vitamin B12.
e. Limfadenopati limfoma.
2) Sistem integumen
a. Pucat anemia.
b. Jaundice hiperbilirubinemia.
c. Koilonisia (kuku seperti sendok) anemia defisiensi zat besi.
d. Ekimosis dan petekie trombositopenia.
3) Sistem kardiovaskular
Takikardi, S4 anemia berat dengan gagal jantung
4) Abdomen
Splenomegali polisitemia, limfoma
5) Sistem neurologi
Kehilangan sensasi getar (vibration sense) anemia megaloblastik.
6) Sistem muskuloskeletal
Nyeri tulang/ tenderness mieloma multipel.
(Wiwik Handayani dan Haribowo Andi. 2008).

6) EVALUASI PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Pemeriksaan laboratorium merupakan hal penting dalam perawatan klien
di rumah sakit sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari rangkaian
pengobatan dan perawatan. Validitas dari pemeriksaan laboratorium sangat
ditentukan oleh bahan pemeriksaan, persiapan klien, alat dan bahan yang

7
digunakan, serta pemeriksanya sendiri. pemeriksaan laboratorium yang
dilakukan meliputi hal-hal berikut ini.
Pemeriksaan Hb Bila nilainya < 5 g/dl indikasi dilakukan transfusi
meskipun tidak ada gejala.
1) Pemeriksaan Hct bila nilainya >70% artinya terdapat indikasi untuk
dilakukan flebotomi dengan segera.
2) Hitung platelet bila nilainya <10.000/mm3, maka terdapat risiko
terjadinya perdarahan spontan. Bila nilainya <50.000/mm3, maka risiko
perdarahan meningkat pada trauma dan pembedahan. Bila nilainya
>2.000.000/mm3 maka terdapat risiko tinggi trombosis.
3) Hitung neutrofil bila nilainya < 500/mm3 maka terdapat risiko tinggi
infeksi.
4) PT (Protombin Time) bila nilainya <1,5 x kontrol, maka tidak ada
peningkatan risiko perdarahan. Akan tetapi, bila nilainya <2,5 x kontrol
dapat terjadi risiko tinggi terjadinya perdarahan spontan. Pada pemeriksaan
PTT bila nilainya 1,5 x kontrol, maka tidak ada peningkatan risiko
perdarahan. Akan tetapi, bila nilainya 2,5 x kontrol, maka risiko tinggi
terjadinya perdarahan spontan.
5) Waktu perdarahan bila nilainya > 20 menit, maka terdapat risiko tinggi
perdarahan spontan.
6) Antitrombin III bila nilainya <50% dari nilai normal, maka terdapat risiko
tinggi terjadi trombosis spontan.
Parameter Satuan Nilai normal
WBC 10 3/ul 4,0 10,0
Lymph # 10 3/ul 0,8 4,0
Mid # 10 3/ul 0,1 1,5
Gram # 10 3/ul 2,0 7,0
Lymph % % 20,0 40,0
Mid % % 3,0 15,0
Gram % % 50,0 70,0

8
RBC 10 6/ul 3,5-5,0
HGB g/dL 11,0-15,0
HCT % 37,0-47,0
MCV fl 80,0-100,0
MCH pg 27,0-34,0
MCHC g/dL 32,0-36,0
RDW-CV % 11,0-16,0
RDW-SD fl 35,0-56,0
PLT 10 3/ul 100-300
MPV fl 6,5-12,0
PDW 9,0-17,0
PCT % 0,108-0,282
P-LCC 10 9/ul 30-90
P-LCR % 11,0-45,0

Sumber: Rujukan RS Anton Sujarwo Bhayangkara Pontianak 2015

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Hipertermia
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
mencerna makanan.
3) Resiko perdarahan

(NANDA NIC-NOC, 2013)

9
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana Keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Hipertermia NOC NIC
Definisi: Peningkatan suhu tubuh diatas Thermorugulation Fever Treatment
kisaran normal. Kriteria Hasil: 1. Monitor suhu
Batasan Karakteristik: a. Suhu tubuh dalam sesering mungkin.
a. Konvulsi. rentang normal. 2. Monitor IWL.
b. Kulit kemerahan. b. Nadi dan RR dalam 3. Monitor warna dan
c. Peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal. suhu kulit.
kisaran normal. c. Tidak ada perubahan 4. Monitor tekanan
d. Kejang takikardi. warna kulit dan tidak ada darah, nadi dan RR.
e. Takipnea kulit terasa hangat. pusing. 5. Monitor penurunan
Faktor faktor yang Berhubungan tingkat kesadaran.
a. Anastesia. 6. Monitor WBC, Hb,
b. Penurunan respirasi. dan HcT.
c. Dehidrasi. 7. Monitor intake dan
d. Pemajanan lingkungan yang panas. output.
e. Penyakit. 8. Berikan antipiretik.
f. Pemakaian pakaian yang tidak sesuai 9. Berikan pengobatan
dengan suhu lingkungan. untuk mnegatasi
g. Peningkatan laju metabolisme. penyebab demam.
h. Medikasi. 10. Selimuti pasien.
i. Trauma. 11. Lakukan tapid
j. Aktifitas berlebihan. sponge.
12. Kolaborasi
pemberian cairan
intravena.
13. Kompres pasien pada
lipar paha dan aksila.
14. Tingkatkan sirkulasi
udara.
15. Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil.

Temperature
Regulation
1. Monitor suhu
minimal tiap 2 jam.
2. Rencanakan
monitoring suhu
secara kontinu.
3. Monitor TD, Nadi,
dan RR.
Monitor warna dan

10
suhu kulit monitor
tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi.
4. Tingkatkan intake
cairan dan nutrisi.
5. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh.
6. Ajarkan pada pasien
cara mencegah
keletihan akibat
panas.
7. Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek
negative dari
kedinginan.

Vital Sign Monitoring


1. Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR.
2. Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah.
3. Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri.
4. Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan.
5. Monitor TD, nadi,
RR, sebelum, selama,
dan setelah aktivitas.
6. Monitor kualitas dari
nadi.
7. Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan.

11
8. Monitor suara paru.
9. Monitor Pola
pernapasan abnormal.
10. Monitor suhu, warna,
dan kelembaban
kulit.
11. Monitor sianosis
perifer.
12. Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik).
13. Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang NOC NIC
dari kebutuhan tubuh a. Nutritional Status : food Nutrition Management
Definisi: Asupan nutrisi tidak cukup and fluid intake, nutrient 1. Kaji adanya alergi
untuk memenuhi kebutuhan metabolik. intake. makanan.
Batasan karakteristik : b. Weight control. 2. Kolaborasi dengan
a. Kram abdomen. Kriteria Hasil: ahli gizi untuk
b. Nyeri abdomen. a. Adanya peningkatan menentukan jumlah
c. Menghindari makanan. berat badan sesuai kalori dan nutrisi
d. Berat badan 20% atau lebih dibawah dengan tujuan. yang dibutuhkan
berat badan ideal. b. Berat badan ideal sesuai pasien.
e. Kerapuhan kapiler. dengan tinggi badan. 3. Anjurkan pasien
f. Diare. c. Mampu mengidentifikasi untuk meningkatkan
g. Kehilangan rambut kelebihan. kebutuhan nutrisi. intake Fe.
h. Bising usus hiperaktif. d. Tidak ada tanda-tanda 4. Anjurkan pasien
i. Kurang makanan. malnutrisi. untuk meningkatkan
j. Kurang informasi. e. Menunjukkan protein dan vitamin
k. Kurang minat pada makanan. peningkatan fungsi C.
l. Penurunan berat badan dengan asupan pengecapan dari 5. Berikan makanan
makanan adekuat. menelan. yang terpilih (sudah
m. Kesalahan konsepsi. f. Tidak terjadi penurunan dikonsultasikan
n. Kesalahan informasi. berat badan yang berarti. dengan ahli gizi).
o. Membran mukosa pucat. 6. Berikan substansi
p. Ketidakmampuan memakan makanan. gula.
7. Yakinkan diet yang

12
dimakan
mengandung tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi.
8. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori.
9. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi.
Nutrition Monitoring
1. BB pasien dalam
batas normal.
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan.
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas yang
biasa dilakukan.
4. Monitor lingkungan
selama makan.
5. Monitor turgor kulit.
6. Monitor mual
muntah.
7. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb, dan
kadar Ht.
8. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan.
Resiko perdarahan NOC NIC
Definisi : Beresiko mengalami penurunan a. Blood lose severity. Bleeding Precautions
volume darah yang dapat mengganggu b. Blood coagulation. 1. Monitor ketat tanda-
kesehatan. Kriteria Hasil : tanda perdarahan.
Faktor Resiko a. Tidak ada hematuria dan 2. Catat nilai Hb dan
a. Aneurisme. hematemesis. HT sebelum dan
b. Sirkumsisi. b. Kehilangan darah yang sesudah terjadinya
c. Defisiensi pengetahuan. terlihat. perdarahan.
d. Koagulopati intravaskuler diseminata. c. Tekanan darah dalam 3. Monitor nilai Lab
e. Riwayat jatuh. batas normal sistol dan (koagulasi) yang

13
f. Gangguan gastrointestinal misalnya diastol. meliputi PT,PTT dan
penyakit ulkus lambung, polip, d. Tidak ada perdarahan trombosit.
varises. pervagina. 4. Monitor TTV
g. Gangguan fungi hati (mis. sirosis e. Tidak ada distensi ortostatik.
hepatis) abdominal. 5. Pertahankan bed rest
h. Koagulopati inheren (mis. f. Hb dan HT dalam batas selama perdarahan
trombositopenia). normal. aktif.
i. Komplikasi post partum (mis. atoni g. Plasma PT, PTT dalam 6. Kolaborasi dalam
uteri, retensi plasenta). batas normal. pemberian produk
j. Trauma. darah (platelet atau
k. Efek samping terapi (pembedahan, fresh frozen plasma).
pemberian obat, pemberian produk 7. Lindungi pasien dari
darah, defisiensi trombosit, trauma.
kemoterapi). Bleeding Reduction
1. Identifikasi
penyebaab
perdarahan.
2. Monitor tekanan
darah dan parameter
hemodinamik.
Bleeding Reduction :
Wound
1. Lakukan manual
pressure pada area
perdarahan.
2. Lakukan pressure
dressing pada area
luka.
3. Instruksi pasien
untuk membatasi
aktivitas.

14
DAFTAR PUSTAKA

Dalami, Ermawati dkk. 2010. Etika Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.
Dongoes, Marilyon E. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi ke 3. Penerbit Buku
Kedokteran. Jakarta: EGC.

Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi (Penyusun). 2013. Aplikasi Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC Edisi Revisi
Jilid 2. Yogyakarta: Media Action Publishing.
Wiwik Handayani dan Haribowo Andi. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba Medika.

15

Anda mungkin juga menyukai