Laporan Praktikum Pengembangan Industri Akuakultur Kia-4
Laporan Praktikum Pengembangan Industri Akuakultur Kia-4
Laporan Praktikum Pengembangan Industri Akuakultur Kia-4
Oleh:
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
ACEH UTARA
2016
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa karena atas rahmat
dan hidayah-Nya. Kemudian usaha yang maksimal saya dapat menyelesaikan laporan
praktikum Matakuliah Pengembangan Industri Akuakultur meskipun dengan segala
keterbatasan dalam penulisan laporan ini.
Saya menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dalam pembuatan laporan
selanjutnya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.
Zakiatul Fitri
DAFTAR ISI
ISI Hal
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
2. Tujuan ...................................................................................................... 1
3. Manfaat .................................................................................................... 1
LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
ISI Hal
ISI Hal
1. Latar Belakang
Pengaruh negatif budidaya udang intensif sekarang ini bisa ditanggulangi dengan adanya
sistem pembuangan air minimal, tanpa pembuangan air atau resirkulasi tertutup. Sistim-sistim
tersebut merupakan alternatif dari sistem produksi siklus terbuka umumnya yang memerlukan
pergantian air yang banyak. Sistim-sistim itu dapat mengatasi masalah berat yang dihadapi
produksi udang saat ini, setidak-tidaknya mengurangi, kalau tidak bisa sama sekali mencegah
masuknya karier penyakit udang ke tambak.
Sampai saat ini, pembudidaya udang yang progresif di Thailand dan Filippina
menerapkan sistim pembuangan air minimal yang juga dipandang sebagai sistim pengantian
air yang sedikit. Penerapan sistim resirkulasi bagi budidaya udang intensif telah diuji dan
didemonstrasikan oleh Aquaculture Department of SEAFDEC (SEAFDEC/AQD) di
Filippina dan telah juga cukup lama digunakan di Thailand. Sistim resirkulasi ini menjadi
populer setelah berjangkitnya wabah bakteri luminous dan virus sindrom bercak putih (white
spot syndrome virus = WSSV), pada saat dimana pembudidaya udang berusaha
membebaskan tambaknya dari sumber-sumber bakteria dan virus yang berasal dari air atau
dari sumber luar.
Dalam Petunjuk Pelaksanaan ini, akan diterangkan secara rinci berbagai pengalaman dan
perkiraan apa yang akan terjadi, berdasarkan pengujian dan demonstrasi budidaya udang
intensif ramah lingkungan yang berhasil dengan sukses, yang dilakukan di Stasiun Budidaya
Air Payau Dumangas milik SEAFDEC/AQD di Iloilo, Filippina dan di Institut Penelitian dan
Pengembangan Udang Laut milik Departemen Perikanan Thailand.
2. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana praktek manajemen yang baik
b. Untuk mengetahui apa-apa saja praktek manajemen yang baik
3. Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu dapat menerapkan praktek manajemen yang
baik pada tambak-tambak yang melakukan budidaya suatu biota.
TINJAUAN PUSTAKA
3. Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja dari praktek ini terbagi menjadi dua yaitu :
- Pengukuran terhadap kualitas air tambak
Untuk mengukur suhu (temperatur), yaitu termometer dicelupkan ke dalam air tambak
selama 2 menit, kemudian diangkat dan melihat kisaran suhu yang terbaca di alat tersebut.
Sedangkan untuk salinitasnya, pertama-tama ambil air tambak dengan sedotan kemudian
teteskan ke alat refractometer, lalu lihat berapa kisaran salinitas yang terbaca di alat tersebut.
Setelah itu, hasil pengukurannya dicatat.
1. Hasil
Berdasarkan dari praktek yang telah dilaksanakan, maka diperoleh hasil yaitu: suhu 35oC
dan pH 8,8
Tabel 1. Hasil wawancara kepada petani tambak
Narasumber Abi Imran
Luas/petak tambak 2 ha
Kedalaman tambak 80 cm
pH tanah 7/8
Sumber air laut dan dari muara sungai, pergantian air dilakukan
15 hari sekali
Pintu air masuk dan keluar Hanya 1 buah dan tidak menggunakan saringan
menebarkan benur
Pemanenan Panen dilakukan sebulan 2/3 kali dan ukuran udang
2. Pembahasan
Berdasarkan hasil yang telah diperoleh di lapangan, dapat dilihat bahwa metode yang
digunakan dalam usaha tambak tersebut bersifat tradisional plus. Hal ini dapat dilihat dari
luas petakan tambak dan kedalaman tambak tersebut. Di mana, untuk tambak tradisional plus
luas petakan tambaknya sudah mulai diatur dengan ukuran 0,25-2 ha, sedangkan untuk
memudahkan pengontrolan sebaiknya tambak memiliki luas 0,25-0,5 ha/petak, dan ini
biasanya terdapat pada tambak intensif. Selain dilihat dari luas petakan, dapat juga dilihat
dari kedalaman tambak tersebut yakni kedalamannya 80 cm, sedangkan kedalaman tambak
yang ideal adalah 1,25-1,5 m atau lebih.
Adapun untuk tanah dasar tambaknya lumpur berpasir. Tekstur tanah demikian kurang
baik untuk pemeliharaan udang, adapun substrat tanah yang baik untuk tambak adalah dari
jenis tanah liat berpasir. Hal demikian sesuai dengan pernyataan dari (Buwono, 1992), di
mana tanah dengan tekstur tersebut mudah menahan air dan tidak pecah-pecah bila musim
panas tiba. Yang paling penting dalam usaha budidaya adalah meninjau tentang
pengairannya. Air yang diperoleh bisa air payau atau air laut murni asal jumlahnya cukup
untuk mengganti air tambak setiap waktu diperlukan. Air tersebut harus bebas dari
pencemaran yang bersifat racun, seperti sisa-sisa pestisida, limbah industri, dan sebagainya.
Apabila air tersebut kotor atau keruh karena suspensi lumpur atau kotoran bahan organik
limbah rumah tangga, maka dapat dibersihkan dengan cara penyaringan dan pengendapan.
Namun, lebih idealnya lagi apabila di suatu pertambakan dapat diperoleh suplai air laut
yang bersih dan juga suplai air tawar yang jernih. Di mana, air tawar ini juga harus bebas dari
pencemaran yang dapat membahayakan organisme peliharaan. Di lapangan, sumber air yang
diperoleh untuk pertambakan tersebut berasal dari laut dan muara sungai. Adapun untuk
pergantian air yang dilakukan di tambak tersebut 15 hari sekali.
Berbicara tentang sumber air, erat hubungannya dengan kualitas air. Dalam hal ini yang
termasuk di dalamnya adalah suhu, salinitas, pH dan oksigen terlarut. Namun, pada praktek
yang dilakukan pengukuran kualitas air hanya dilakukan pada suhu dan pH saja. Adapun pH
yang diukur pada petak tambak tersebut 8,8, sedangkan pH air yang ideal bagi pertambakan
yaitu 7,5-8,5 (Brotowidjoyo, 1995).
Adapun untuk suhu air yang terdapat di lapangan berkisar antara 350C. Kisaran tersebut
tidak sesuai dengan pernyataan dari (Brotowidjoyo, 1995), yang menyatakan bahwa suhu
yang dikehendaki untuk organisme budidaya tambak adalah 270C-320C. Suhu air sangat
berkaitan erat dengan konsentrasi oksigen terlarut dalam air dan laju konsumsi oksigen
hewan air. Meskipun di lapangan tidak dilakukan pengukuran terhadap oksigen terlarut
tersebut, namun perlu diketahui kisaran oksigen terlarut yang biasanya bagi pertambakan
adalah 4-8 mg/ltr.
Salah satu ciri dari tambak tradisional plus adalah sudah memiliki 2 buah pintu air masuk
dan keluar secara terpisah, namun yang terdapat di lapangan hanya memiliki satu buah pintu
air saja baik pintu air masuk maupun keluar. Terdapatnya satu buah pintu air sangat tidak
efisien untuk suatu usaha pertambakan, mengapa demikian karena untuk mencegah
akumulasi patogen yang terjadi dalam petakan tambak, maka saluran air yang masuk dan
keluar harus dipisahkan, demikian pernyataan dari Ahmad, Ratnawati & Yakob (1998).
Setelah kita mengetahui tentang pengairan dari tambak, maka kita juga perlu mengetahui
tentang perlakuan selanjutnya sebelum udang di masukan ke tambak. Adapun yang dilakukan
yaitu tanah dasar tambak dikeringkan terlebih dahulu, setelah itu dikerok dengan cangkul,
kemudian menebarkan saponin, selanjutnya mengisi air. Setelah itu, barulah bibit dari udang
tersebut di tebar ke dalam tambak.
Untuk pemberian pakannya tidaklah sulit, karena di tambak tersebut pakan yang
diberikan hanya pakan pellet. Selain pemberian pakan, pengontrolan terhadap hama dan
penyakit juga perlu dilakukan agar organisme peliharaan kita dapat tumbuh dengan baik. Di
lokasi tambak tersebut, dinyatakan oleh petani tambak itu bahwa udang yang dipelihara tidak
terkena penyakit, hanya di tambak tersebut terdapat hama berupa burung. Demikian halnya
pernyataan dari (Suyanto & Mudjiman, 1981), bahwa golongan hama terbagi menjadi tiga
yaitu predator, kompetitor dan pengganggu. Burung tersebut termasuk ke dalam hama
predator. Untuk memberantas hama-hama tersebut petani tambak membuat rumpai-rumpai
dari tali.
Pemanenan dilakukan sebulan 2/3 kali dan ukuran udang yang di panen yaitu sebesar
korek api kayu serta produksi bibit per bulan 10-12 juta. Melihat dari keadaan lokasi tambak
di desa bungkah tersebut, sebenarnya lokasi tambak tersebut layak untuk diusahakan hanya
saja yang perlu ditingkatkan adalah pengontrolan dan manajemennya, serta pengetahuan dari
pengolah tambak.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Metode tambak yang digunakan di Desa Bungkah tersebut adalah metode tradisional.
2. Hanya terdapat satu buah pintu air keluar dan masuk.
3. Kualitas air yang diukur baik suhu maupun pH berada pada kisaran yang tidak dikehendaki
untuk usaha pertambakan.
4. Tambak di desa Bungkah tersebut layak untuk diusahakan, namun diperlukan peningkatan
pengongtrolan dan pengetahuan dalam hal pengolahan tambak.
2. Saran
Saran saya sebagai praktikan adalah sebaiknya pada praktek-praktek selanjutnya semua
kualitas air dapat diukur.
DAFTAR PUSTAKA
Brotowidjoyo, 1995
Buwono, 1992
Soeseno, 1983
Suyanto, S. R., dan Mudjiman, A. 1981. Budidaya Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta.