Kota Sebagai Proses
Kota Sebagai Proses
Kota Sebagai Proses
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK III
PRODI ARSITEKTUR
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
1
KOTA SEBAGAI PROSES
1. PENGANTAR
1.1 TIGA DINAMIKA POKOK DI DALAM PROSES PREANCANGAN KOTA
Proses sering kurang diperhatikan karena bersifat abstrak, sedangkan produk
buatan bersifat konkret (fisik). Padahal sama pentingnya
Para perancang kota tidaklah bersifat abstrak karena kota bersifat kokret dan nyata.
Seorang perancang sangat bergantung pada ilmu-ilmu yang meneliti morfologi.
Ekonomi Kota
Budaya Kota
2
memungkinkan perubahan zat yang sudah berada di dalamnya. Hal nya dengan kota
modern, sistem yang di langsungkan dianggap terbuka.
1.3 KESIMPULAN
Pembuatan sebuah produk membutuhkan suatu proses. Didalam proses tersebut,
penting jumlah dan lingkup.
Didalam proses tersebut perlu diperhatikan watak kota sebagai jaringan yang
bersifat struktural, dimana semua parameter saling mempengaruhi arus balik itulah
dinamika yang bersifat ekologis. Di dala dunia alam, proses yang bersifat Ekologis
tersebut terjadi secara alamiah. Namun tidak demikian halnya didalam kota yang
bersifat artefak(buatan).
Berapa jauh perbedaan antara sistem alam dan sistem artefak? Sistem artefak akan
merusak alam dengan akibat bahwa sistem alam yang rusak akan merusak sistem
artefak. Begitu logika ekosistem: jika alam dihancurkan maka alam akan
mengkhancurkan manusia. Penerapan ekologi tidak bersifat suka / tidak suka.
3
Lingkungan desa berjalan lebih alamiah dimana akibat pengaruh kegiatan
masyarakat lebih sedikit terhadap keseluruhannya. Lain halnya dengan lingkungan
kota yang bersifat lebih sintetis, dimana akibat kegiatan masyarakat yang banyak
bisa mempengaruhi tempatnya sampai ke dimensi global, sehingga makin lama makin
banyak ahli di berbagai macam bidang mengingatkan untuk memperhatikan
pengaruh-pengaruh lingkup perkotaan. Pada zama ini, arsitektur yang disamakan
dengan urbanisme adalah salah satu bidang keahlian yang paling penting bagi setiap
ekonomi nasional, karena dinamika ekonomi perkotaan sudah menjadi masalah yang
paling strategis (bagi bangsa maupun para individu) untuk diusahakan dengan baik.
Pada dasarnya, dalam dinamika ekonomi kota bisa diamati antara lain 3 faktor pokok
yang masing-masing memiliki polarisasi.
Status tanah
Pertama-tama, di dalam perancangan kota perlu diperhatikan bahwa kota
sebagai artefak (buatan) didirikan di atas tanah yang bersifat lahan alam. Status tanah
sangat tergantung pada potensi kemungkinan penggunaannya. Secara umum alam
pada dirinya sendiri tidak dianggap memiliki hak apapun yang perlu dilindungi oleh
system hukum, bahkan alam memiliki status sebagai property yang hanya akan
dilindungi sejau mendukung system kepentingan ekonomi.
Para ahli bertugas memahami dengan baik dinamika ekonomi kota, kemudian
memulai mengharmoniskan dinamika tersebut dengan ekologinya. Untuk itu
dibutuhkan pengetahuan yang Egenter namakan sebagai anthropology of
territoriality.
- Situasi topografi
Pembentukan tanah secara alami tidak sama disetiap tempatnya. Tanah alam
memiliki potensi ekonomi yang berbeda pula.
- Interfensi manusia
Interfensi manusia terhadap tanah juga perlu diperhatikan. Kebanyakan faktor
yang menentukan status tanah secara ekonomi diciptakan, diurus, serta dikontrol oleh
manusia sediri, misalnya penentuan dimana diletakkan jalur pergerakan/perdagangan
serta penghubungannya, lalu bagaimana tata guna lahan, dimana pusat-pusatnya dan
seterusnya.
Hierarki nilai
Biasanya di bidang ekonomi nilai-nilai dibagi dalam 2 pendekatan dasar, yaitu
nilai pakai (use value) dan nilai tukar (exchange value).
4
Nilai pakai (use value)
Pendekatan ekonomi ini berfokus pada semua kriteria yang berhubungan
dengan nilai penggunaan sebuah tempat secara langsung, misalnya rumah sebagai
tempat huni.
Tingkat struktur
Setiap dinamika ekonomi kota berjalan di dalam 2 tingkat yaitu tingkat lokal
dan global. Dalam menjalankan proses pembangunan kota dibutuhkan sumber-
sumber (resources), baik dari segi bahan mentah, teknik, maupun energi, maka para
perancang kota juga perlu mengetahui system produksi bangunan (building
production) yang ada di dalam kota modern dan bagaimana pengaruhnya terhadap
lingkungan.
Tingkat lokal
Di setiap daerah dikembangkan cara pembangunan sesuai kondisi iklim dan
lingkungannya, maka dapat diistilahkan dengan kata tradisi pembangunan
(sustainable, vernacular building) di dalam daerah tersebut. Masih ada banyak
manfaatnya jika rumah/kota tradisional diteliti dengan baik tidak hanya dari aspek
sejarah dan antropologi, melainkan juga prinsip-prinsip yang berfungsi di dalamnya
secara arsitektural.
Tingkat global
Dalam pembangunan kota ada naggapan bahwa tingkat global lebih ekonomis
daripada tingkat lokal. Jika semua diperhatikan anggapan tersebut tidaklah benar.
Sudah tiba saatnya untuk menerapkan pembangunan kota secara lebih efektif
dan ekonomis dengan memprhatikan sumber serta ekosistemnya. Dalam hal ini sangat
5
dibutuhkan penyesuaian sistem global sesuai kriteria jelas yang disamakan dengan
tingkat lokal secara terpadu.
Dalam proses perancangan kota tidak cukup jika hanya fokus pada proses
efisien malainkan diperlukan juga sebuah keefektifan. Dengan kata lain dalam sebuah
proses prancanga tersebut telah mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan yang
terjadi dimasa mendatang.
Dampak dari proses tersebut memang telah diakui tetapi hasil produk dari
proses ini sering kurang efektif. Biasanya proses tersebut hanya menekankan jangka
waktu dari permulaan perencanaan proyek sampai dengan penyelesaian.
Lingkup proses pada tahap tersebut belum selesai baik dalam segi ekonomi
maupun ekologi. Untuk pembahasan lingkup yang lebih luas ini berfokus pada
keseimbangan (sustainability) sebuah produk.
6
Subsistem-subsistem membutuhkan sistem perancangan kota yang
memperhatikan banyak pengetahuan dari berbagai bidang secara terpadu. Tetapi
pada kenyataanya, sering terjadi bahwa para ahli menjadi buta terhadap proses
mengoptimalkan sistem-sistem, karena kurang mampu berpikir secara terpadu. Maka,
sangat dibutuhkan prancangan kota secara interdisipliner. Menurut Krusche, usaha
membangun kota dengan cara tersebut tidak bergantung pada potensi keuangan,
melainkan pada inteligensi yang terwujud dalam rasa kebersamaan manusia-manusia
yang terlibat dan disertai dengan kemauannya yang keras.
2.3 KESIMPULAN
Semakin lama, banyak investor/developer mengamati kompleksitas dinamika
pembangunan ekonomi kota, karena efisiensi proses pembamgunan sering terwujud
dengan pola yang belum efektif karena kurangnya diperhatikan dinamika ekologi
kota. Pihak yang hanya berfokus pada spekulasi, mengingkari masalah tersebut
dengan mementingkan keuntungan sendiri. Tingkah laku tersebut sudah terbukti
sering gagal dan berbahaya karena sikap seperti itu sering menghasilkan kualitas yang
rendah.
7
3. DINAMIKA POLITIK DAN EKOLOGI
Oleh karena itu, butuh suatu sistem yg lebih luas pandangannya terhadap
masalah tersebut dengan memperhatikan peran yang terlibat. Sistem pengelolaan ini
disebut politik. Istilah politik dapat dirumuskan dengan arti kebijakan; cara
bertindak dalam menghadapi atau menangani suatu masalah. Ini sangat dibutuhkan
dalam pembangunan kota karena proses tersebut adalah pelaksanaan keputusan dari
individu atau kelompok .
1. Hardware nya perlu diubah. Rupa dan struktur perkotaan massanya perlu di
modifikasi dengan lebih efektif dengan memperhatikan dinamika yang berada
didalam kota.
8
2. Software nya perlu diubah. Pelaksanaan cara kehidupan kota perlu diarahkan
pada perancangan dan pengelolaan pembangunan yang lebih efektif dengan
memperkenalkan suatu ekonomi kota sesuai dengan ekologi kota.
3. Sikap para pelakunya perlu diubah. Memerlukan sikap baru terhadap
sumbernya serta memahami dengan jelas impilkasi-implikasi pemakaian sumber
tersebut bagi individu maupun masyrakat.
Oleh sebab itu, pemerintah harus sadar bahwa mereka tak dapat melakukan
hal tersebut sendiri, melainkan harus menerapkan secara tegas suatu strategi
katalisator yang memperhitungkan potensi oihak swasta, baik bagi investor formal
dan informal, dengan mengerjakan sesuatu lingkungan yang menarik bagi mereka
untuk diterapkan. Agar dapat berjalan dengan efektif maka dibutuhkan suatu
pelaksanaan yang progresif dengan memperhatikan tiga kriteria pokok, yaitu :
a. Sikap aktif, yaitu sikap terhadap pelaksanaannya. Artinya tujuan serta strategi
harus jelas sebelum pelaksanaannya dimulai. Dalam realitas pelaksanaan,
diamati dua masalah yaitu :
Tujuan perencanaan kurang jelas mengakibatkan pelaksanaannya
pembangunannya bersifat liar.
Tujuan perencanaan sudah jelas, tetapi strategi pelaksanaannya kurang
jelas sehingga di lampaui oleh dinamika tujuan lain.
Jadi diperlukan sikap aktif yang melaksanakan suatu strategi secara efektif
untuk menghasilkan tujuan-tujuan perencanaan tertentu. Sikap aktif secara
khusus perlu diambil pada lima parameter, yaitu :
9
- Industrial: mengacu pada kegiatan pembangunan secara masal dan
padat modal, dengan hubungan antara konsumsi dan produksi yang
ditentukan oleh mekanisme pertukaran komersial dan harga pasar.
- Manufakturing: mengacu pada aktivitas berskala terbatas, yang
merupakan percampuran antara investasi/modal dan pemanfaatan
tenaga secara padat karya.
- Artisanal: merupakan aktivitas padat karya yang berwawasan lokal,
dimana sering kali konsumen sekaligus merangkap juga sebagai
produsen.
c. Pendekatan kontekstual
Berfokus pada suatu control desain dengan memperhtikan batasan-batasan
pembangunan dengan kriteria minimal atau maksimal.
10
Secara umum pelaksanaan diatur dalam empat rencana peraturan-peraturan
antara lain.
- Ketinggian bangunan
- Fungsi bangunan
- Kepadatan massa/ruang
- Akibat lalu lintas
- Pencahayaan dan ventilasi ruang public
- Keamanan
- Gangguan lingkungan
Empat Pendekatan
11
dinegara Indonesia banyak perancang dan pengelola kota dipengaruhi oleh
para investor dan politikus.
12
dibangun dan tidak dapat dibongkar secara langsung atau secara keseluruhan
sehingga lebih cenderung pada renovasi kawasan (khususnya di pusat).
Cara pendekatan atau metode perencanaan menurut Etikawati
Triyosoputri antara lain :
a. Pembangunan kembali ( redevelopment) atau peremajaan
menyeluruh mulai dari pembongkaran sarana dan prasarana.
b. Gentrifikasi (urban infill) yakni upaya peningkatan kualitas
lingkunganya tanpa menimbulkan perubahan yang berarti dari
struktur fisik kawasan tersebut.
c. Konservasi, upaya untuk memelihara suatu tempat (lahan, kawasan,
gedung, atau kelompok gedung berserta lingkungannya) sehingga
makna tempat tersebut dapat dipertahankan.
d. Rehabilitasi, upaya untuk mengembalikan kondisi suatu bangunan
atau kawasan yang telah mengalami kerusakan sehingga dapat
berfungsi kembali.
e. Preservasi, upaya untuk memelihara dan melestarikan monument,
bangunan atau lingkungan serta mencegah terjadinya proses
kerusakan.
f. Renovasi, upaya mengubah beberapa bagian dari bangunan agar
berfungsi sesuai dengan kebutuhan.
g. Restorasi, mengembalikan/memasang unsur-unsur yang telah ada ke
unsur asli.
h. Rekontruksi, mengembalikan kondisi yang rusak parah ke wujud
semula.
3. Incentive zoning dalam arti luas yaitu tambahan penghasilan yang diberikan
untuk memperbesar gairah kerja.
13
4. DINAMIKA BUDAYA DAN EKOLOGI
4.1 HUBUNGAN BUDAYA KOTA DENGAN EKOLOGI KOTA
Walaupun bermacam macam budaya akan berlangsung dalam satu kota,
namun secara global dan lokal pada dasarnya kota memiliki tiga arti
Kampung
halaman
Kota
sebagai
tempat
Bengkel /
Panggung
warung
Sebuah kota harus memiliki potensi yang kuat untuk tiga aspek perkotaan, yaitu
Memiliki potensi identitas yang kuat sebagai tempat hidup bagi penghuni yang
banyak,
Sebagai tempat yang memungkinkan kegiatan perkotaan yang banyak dan
bermacam macam
Sebagai tempat yang baik untuk kerja dan jual beli
Untuk mencapai sebuah kota yang memiliki semua potensi tersebut, dibutuhkan
lingkungan yang sehat berdasarkan asas asas ekologis yang memungkinkan kualitas
hidup yang baik secara menyeluruh untuk saat ini dan masa depan.
1. Penciptaan lingkungan yang baik dimulai dengan memikirkan kriteria atau cara
pikir terhadap penyusunan tempat tertentu pada waktu tertentu.
2. Kemudian, pelaksanaan penyusunan tersebut dilangsungkan berdasarkan
penemuan sistem hubungan yang berlaku secara baik dan jelas.
3. Akhirnya perwujudan sistem hubungan tersebut akan dibentuk melalui ekspresi
konkret, yaitu melalui massa dan ruang.
14
a. Cara pikir terhadap penyusunan kota
Implikasi masalah lingkup informasi dan parameter kriteria perlu
dipahami secara baik sehingga bisa diambil cara pikir terhadap penyusunan
kota secara benar dan sehat berdasarkan sistem ekologi yang luas.
15
Bahwa biasanya para Ahli Perancangan tidak mungkin berada dalam posisi
yang kuat untuk mendiktekan sesuatu karena dia hanya ditugaskan oleh pihak lain.
Akan tetapi agak Naif bahwa pihak Penguasa yang belum mengerti dimensi
Perancangan akan mampu memberikan Landasan yang baik itulah tugas para ahli
perancangan dalam kerja sama dengan pihak penguasa untuk menemukan Landasan
yang benar.
1. Penelitian
Chombart de lauwe menjelaskan untuk saat tidak ada Antropologi dan
Arsitektur yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat Perkotaan dimasa
depan.
a. Penelitian
Memahami Masalah
Menemukan Solusinya
b. Pendidikan
Mengkomunikasikan masalah
Mengajarkan Solusinya kepada orang lain
c. Pengabdian
Menangani masalah
Membantu orang lain menerapkan solusinya
Mengamati bahwa sejak tahun 1970 Ilmuwan dari disiplin ilmu social psikologi
dan social antropologi banyak menyumbangkan pikiran yang berguna. Memang
sudah ada Arsitek yang terlibat dalam penelitian ,namun sampai saat ini kebanyakan
penelitian arsitektur dilakukan dalam bidang sejarah Arsitektur dan bidang sejarah
kesenian arsitektural.
Sebagai seorang antropolog dan arsitek, Mold Egenter mengamati bahwa ilmu
arsitektur belum mengembangkan bidang penelitian berdasarkan ilmu arsitektur
sendiri. Para Arsitek harus melihat kota dari dua sisi, harus beranjak modern tapi tetap
mempertahankan akar budaya. Munculnya Modernisasi tidak bisa dihindari, karena
penemuan bangunan dan teknologi baru harus dirangkul. Namun ,akar warisan
budaya harus kuat. Aritektur sebagai warisan budaya tidak sekedar wujud fisik, tapi
punya akar budaya sebagai jenius local.
16
Artinya jumlah artefak perkotaan adalah akibat akumulasi keputusan individu atau
kelompok yang telah disetujui.
Kontribusi tersebut didasarkan pada hubungan yang ada dalam kota karena
semua penelitian ilmiah bermula dari mencari pola. Amos Rapoport mengingatkan
bahwa dalam konteks arsitektur, hubungan yang relavan adalah bersifat lateral dan
bukan linear.
2. Pendidikan
Nold Egenter mengamati bahwa ahli arsitektur tidak dilatih dan menguasai
kapasotas ilmunya. Menurutnya kebanyakan mahasiswa arsitektur hanya diajar untuk
Menggambar,merancang, serta menciptakan .
3.Pengabdian
Penelitian dan Pendidikan tidak dilakukan untuk diri sendiri saja melainkan
untuk memahami lingkungan dunia lewat sumber masing-masing. Potensi perguruan
tinggi secara umum belum dimanfaatkan secara optimal dalam lingkungan karna
konsep dan strategi yang diterapkan dalam pengabdian sering sempit.
1. Lingkup bantuan
2. Pendekatan bantuan
3. Pelaksanaan bantuan
4. Strategi bantuan
4.3 KESIMPULAN
Budaya tidaklah independen atau berdiri, melainkan bahkan berlangsung
dalam ekosistem. Budaya tidak memiliki sumber dari diri sendiri, melainkan
berdasarkan sumber daya alam dan sumber daya manusia.
17
Contoh kajian terkait mengenai Kota Sebagai Proses
Status tanah
Para pakar berpendapat bahwa kota itu sudah ada antara abad kelima
dan ketujuh M, pada waktu gelombang-gelombang penyerbuan orang barbar
menyapu dari utara, membakar rumah dan menjarah penduduk di daratan
utama. Orang-orang melarikan diri dari para penjarah, banyak yang
bersembunyi di pulau-pulau laguna yang sulit dijangkau tetapi lebih aman.
18
Hierarki nilai
Setelah Imperium Romawi di Barat jatuh, kepulauan di laguna tersebut
berada di bawah kendali Imperium Bizantium yang ibu kotanya
Konstantinopel, sekarang Istambul. Akan tetapi, penduduk laguna
memberontak dan memproklamasikan kemerdekaan mereka. Alhasil, Venesia
menjadi apa yang digambarkan sebagai daerah merdeka kecil yang istimewa,
yang terletak di antara dua imperium besar, Imperium Frank dan Imperium
Bizantium. Situasi yang unik tersebut memungkinkan kota ini berkembang dan
menjadi makmur sebagai penyedia jasa perantara jual-beli besar-besaran.
Tingkat struktur
Venesia merupakan salah satu kota yang direncanakan
pembangunannya. Menurut Pierre Lavedan, created city atau ville cree
merupakan kota yang didefinisikan menurut cara pandang penguasa sejak periode
klasik hingga abad 19. Kota tersebut ditujukan untuk kepentingan pertahanan,
hegemoni kekuasaaan, kesenangan, dll, sesuai kebutuhan penguasa.
Di akhir abad 10, keadaan pedesaan mulai tidak aman dan para budak
menuntut para bangsawan untuk melindungi mereka pada benteng-benteng
pertahanan. Semenjak itu kegiatan perekonomian bangkit kembali. Setiap kota
menjadi pusat-pusat kegiatan ekonomi. Para bangsawan dan pimpinan gereja
melihat peluang dengan adanya pusat-pusatkegiatan ekonomi tersebut.
Sehingga di abad pertengahan (11,12,13) semua kota dibangun dan
berhubungan dengan kegiatan perdagangan, pemasaran, danpertahanan.
Mulai dari abad 8 hingga 12, sebagian besar kota-kota berpusat pada
gereja. Di abad 15, terjadilah zaman Renaissance yang merupakan suatu zaman
kebangkitan kembali budaya klasik Yunani dan Romawi kuno. Perhatian akan
seni dan kemanusiaan sangat terlihat di zaman ini, yaitu melalui desain-desain
arsitektu rbangunannya. Namun perencanaan kotanya hanya sebatas bersifat
artistik saja. Bentuk dan pola masih tetap sama, namun keindahan kotanya lah
yang paling ditonjolkan.
19
memiliki lantai banyak yaitu Bell tower, gereja dan Istana Doge serta San
Marco square.
Periode I: masa dimana Venesia masih berada di dalam Zaman Klasik dan baru
pertama kali ditempati oleh para imigran yang mengungsi ke daerah Rialto,
Venesia. Aspek dominan yang muncul pada saat ini adalah peperangan.
Periode II: Setelah tiga abad kemudian, Venesia mulai dikuasai oleh Bizantium dan
mengalami pekembangan dalam infrastruktur kotanya, yaitu pelabuhan-
pelabuhan. Semenjak itu, Venesia memiliki pusat-pusat perdagangan baru.
Periode III: di abad ke-9, kegiatan perdagangan semakin terfasilitasi oleh
keberadaan jembatan-jembatan yang menghubungkan antar daratan
di Venesia. Oleh karena itu, aspek dominan yang mempengaruhi pada periode
ini adalah transpotasi.
Periode IV: Memasuki Zaman Renaisans, perkembangan kota didominasi
kembali oleh pengaruh politik sehingga membuat bentuk kota manjadi lebih
terstruktur, mengikuti gereja-gereja yang ada. Perkembangan selanjutnya,
gereja-gereja tersebut menjadi daya tarik wisata bagi para wisatawan.
Setelah meninjau dari keempat periode perkembangan Kota Venesia tersebut, dapat
diketahui bahwa secara garis besar aspek dominan yang menentukan perkembangan
kota ini adalah politik. Hal ini dikarenakan, pada setiap periode selalu ada unsur
politik kekuasaan yang memberi efek pada perluasan wilayah serta aktivitas
masyarakat kotanya. Hingga pada akhirnya, bentuk kota beralih berdasarkan pengaruh dari
pemimpin kota pada masa itu. Hal ini pula yang menyebabkan pola jalan di Venesia
yang mulanya memiliki pola jalan yang irregular menjadi grid akibat
semakin terpolanya bentuk kota serta beragamnya transportasi air di kota venesia
setelah memasuki Zaman Renaisans.
20
panutan paham yang menganggap segala sesuatunya anggun, perkembangan gaya perspektif
dalam seni lukis, dan kemajuan ilmu pengetahuan semakin memperkuat dari
perkembangan seni dan sastranya.
Pada akhir abad ke-19, kehidupan di Venesia sangat menarik, banyak industri-
industri yang berkembang, perluasan perdagangan melalui laut, jembatan kereta api
yang menghubungkan daratan, memperluas kanal-kanal sungai, membangun jalan di
pusat kota serta pertumbuhan pariwisata yang begitu pesat, karena memang Venesia menjadi
rujukan wisatawan setiap tahunnya. Namun hal yang sangat disayangkan oleh
penduduk setempat, adalah kebersihan kota mereka yang semakin memburuk setiap
tahunnya, banyak turis wisatawan asing yang membuang sampah sisa hasil makanan
dan minuman secara sembarangan dan tidak pada tempatnya, sehingga menyebabkan
penduduk setempat turuntangan untuk membersihkan sampah mereka, itu sangat tidak sesuai
denganbanyaknya wisatawan yang masuk setiap tahunnya
Pada abad ke-20, perindustrian lebih banyak difokuskan ke daerah daratan. Setelah
Perang Dunia ke-2, kilang minyak, material logam, plastik dan pabrik kimia yang
dibangun di daerah Marghera menciptakan ribuan lapangan kerja bagi masyarakat Venesia.
Banyak tenaga kerja yang terserap akibat dari persebaran industri yang menyebabkan
pertumbuhan ekonomi Venesia meningkat.
21