kpk3 Upaya Pencegahan
kpk3 Upaya Pencegahan
kpk3 Upaya Pencegahan
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan
berlaku pada tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja
merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi
perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh
seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi
hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja
Indonesia, telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran
masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup di dalam
lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah
satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat,
bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau
bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja
tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja
dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di
kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia
belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan
penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)
menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor
penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas
serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang
1
meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman
walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan
kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan
disekitarnya. Tenaga kesehatan yang perlu kita perhatikan yaitu semua
tenaga kesehatan yang merupakan suatu institusi dengan jumlah petugas
kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan tenaga atau
petugas kesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia,
ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan sarana
dan prasarana menentukan kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring
dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi sarana dan
prasarana, maka risiko yang dihadapi petugas tenaga kesehatan semakin
meningkat.
Petugas atau tenaga kesehatan merupakan orang pertama yang
terpajan terhadap masalah kesehatan yang merupakan kendala yang
dihadapi untuk setipa tahunnya. Selain itu dalam pekerjaannya
menggunakan alat - alat kesehatan, berionisasi dan radiasi serta alat-alat
elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan percobaan
dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan percobaan. Oleh
karena itu penerapan budaya aman dan sehat dalam bekerja hendaknya
dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor / Aspek Kesehatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kesehatan dan keselamatan kerja (K3)?
2. Bahaya apa yang dihadapi perawat dalam rumah sakit atau instansi
kesehatan?
3. Bagaimana manajemen keselamatan dan kesehatan kerja?
4. Apa Fasilitas atau sarana/prasarana tenaga kesehatan?
5. Apa masalah kesehatan dan keselamatan kerja?
2
6. Bagaimanan identifikasi masalah kesehatan dan keselamatan kerja bagi
perawat dan pencegahannya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
2. Untuk mengetahui bahaya yang dihadapi perawat dalam rumah sakit
atau instansi kesehatan
3. Untuk mengetahui manajemen keselamatan dan kesehatan
4. Untuk mengetahui fasilitas atau sarana/prasarana tenaga kesehatan
5. Untuk mengetahui masalah kesehatan dan keselamatan kerja
6. Untuk mengetahui identifikasi masalah kesehatan dan keselamatan
kerja bagi perawat dan pencegahannya
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen
yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani
korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal
23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari
pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam
kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat
menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun
pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS
menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada
potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS,
yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan
dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-
bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan
ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa
dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para
pengunjung yang ada di lingkungan RS.
5
yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat
digolongkan dalam :
6
lebih dari 1 milliar $ per tahun. Khusus di Indonesia, data penelitian
sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar dengan jelas,
namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS,
sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.
1. Planning (Perencanaan)
7
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan
yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja
di rumah sakit dan instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk
memenuhi standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat
(hubungan timbal balik pasien perawat / dokter, serta masyarakat
umum lainnya). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan
meliputi:
2. Organizing (Organisasi)
8
ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di samping
memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat
daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi
Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya
dapat berupa :
3. Actuating (Pelaksanaan)
9
berbagai aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron),
sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja
rumah sakit / instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang
aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja maupun
masyarakat dalam rumah sakit / instansi kesehatan wajib mengetahui
dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi
sumber kecelakaan kerja dalam rumah sakit / instansi kesehatan, serta
memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk
melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja
tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam
menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam
pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-
raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas semua untuk
mengambil keputusan penyelesaiannya.
4. Controlling (Pengawasan)
a. Adanya rencana
b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada
bawahan.
10
a. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek
rumah sakit / instansi kesehatan yang baik, benar dan aman.
b. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan
memahami cara- cara menghindari risiko bahaya dalam rumah
sakit / instansi kesehatan.
c. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya
atau kecelakaan.
d. Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang
keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.
e. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya
dan mencegah meluasnya bahaya tersebut.
D. Fasilitas Atau Sarana/Prasarana Tenaga Kesehatan
a. Sarana/Prasana Kesehatan adalah sarana kesehatan yang meliputi
berbagai alat / media elektronik yang harus ada di Tempat Kerja
Kesehatan untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi
kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan
perorangan dan masyarakat.
b. Disain Sarana / Prasarana Kesehatan harus mempunyai sistem yang
memadai dengan sirkulasi udara yang adekuat agar suasana di dalam
ruangan tersebut menjadi nyaman.
c. Disain Sarana / Prasarana Kesehatan harus mempunyai pemadam api
yang tepat terhadap segala sesuatu yang bisa menyebabkan terjadinya
kebakaran.
d. Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaam (P3K)
E. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan
merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas
kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban
tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa
dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan
produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat
11
menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun
kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktivitas kerja.
1) Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada
umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat
gambaran bahwa 30 40% masyarakat pekerja kurang kalori protein,
30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa
anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para
pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini
diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada
sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan
yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam
melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama
menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
2) Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang
bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan
pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja
bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat
menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan
pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat
beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja
yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa
melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam
jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
3) Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat
mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja
(Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
12
F. Identifikasi Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Bagi
Perawat Dan Pencegahannya
1. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan
penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat.
Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu
1) Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien
2) Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium
itu sendiri.
13
b) Berat, misalnya fraktura, dislokasi, memar otak, dll.
Pencegahan :
14
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat
Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut
Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah
penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar
berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di
tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta
menyebabkan kekambuhan penyakit.
Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya
berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal
umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil
namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent
yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah,
cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang
terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor
psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat,
karantina dll).
a. Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi
berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-
kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber
dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus
yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya
HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat
kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau
tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi
nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara
teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar,
sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2
sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi
atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang
15
infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman
patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
Pencegahan :
b. Faktor Kimia
Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak
dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian
pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen
antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen.
Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif
terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling
sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya
disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja
oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui
kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.
16
Pencegahan :
c. Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya
menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap
kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya
kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan
tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi
bersifat konseptual dan kuratif, Sebagian besar pekerja di
perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam
posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan,
hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya
barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja
Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat
menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien
dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan
psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri
pinggang kerja (low back pain).
17
d. Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:
Pencegahan :
e. Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium
kesehatan yang dapat menyebabkan stress :
18
kerja kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang
tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-
tamahan
2) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan
bawahan atau sesama teman kerja.Beban mental karena
menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun
informal.
19
komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna dan
pendidikan kesehatan.
5) Pemulihan kesehatan (rehabilitation). Misalnya: rehabilitasi
dan mempekerjakan kemali para pekerja yang menderita cacat.
Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan
keryawan-karyawan cacat di jabatan yang sesuai. (Efendi, F.
dan Makhfudli, 2009).
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari pekerjaan, apapun jenis
pekerjaan selalu dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari,
mulai dari pekerjaan berisiko rendah hingga berisiko tinggi.5 Disamping itu
pemahaman dan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) masih
kurang di perhatikan oleh pekerja formal maupun informal. Pada hal faktor K3
sangat penting dan harus diperhatikan oleh pekerja dan hal ini menjadi
tanggung jawab bersama, perlu adanya kerja sama antara pemerintah,
perusahaan dan pekerja agar terhindar dari Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
dan Penyakit Akibat Kerja (PAK).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan upaya perlindungan
tenaga kerja dari bahaya, penyakit dan kecelakaan akibat kerja maupun
lingkungan kerja. Penegakan diagnosis spesifik dan sistem pelaporan penyakit
akibat kerja penting dilakukan agar dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
B. Saran
21
DAFTAR PUSTAKA
22