kpk3 Upaya Pencegahan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan
berlaku pada tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja
merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi
perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh
seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi
hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja
Indonesia, telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran
masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup di dalam
lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang
bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang
setinggi-tingginya.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah
satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat,
bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau
bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja
tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja
dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di
kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia
belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan
penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)
menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor
penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas
serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang

1
meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman
walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang
Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus
melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan
kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan
disekitarnya. Tenaga kesehatan yang perlu kita perhatikan yaitu semua
tenaga kesehatan yang merupakan suatu institusi dengan jumlah petugas
kesehatan dan non kesehatan yang cukup besar. Kegiatan tenaga atau
petugas kesehatan mempunyai risiko berasal dari faktor fisik, kimia,
ergonomi dan psikososial. Variasi, ukuran, tipe dan kelengkapan sarana
dan prasarana menentukan kesehatan dan keselamatan kerja. Seiring
dengan kemajuan IPTEK, khususnya kemajuan teknologi sarana dan
prasarana, maka risiko yang dihadapi petugas tenaga kesehatan semakin
meningkat.
Petugas atau tenaga kesehatan merupakan orang pertama yang
terpajan terhadap masalah kesehatan yang merupakan kendala yang
dihadapi untuk setipa tahunnya. Selain itu dalam pekerjaannya
menggunakan alat - alat kesehatan, berionisasi dan radiasi serta alat-alat
elektronik dengan voltase yang mematikan, dan melakukan percobaan
dengan penyakit yang dimasukan ke jaringan hewan percobaan. Oleh
karena itu penerapan budaya aman dan sehat dalam bekerja hendaknya
dilaksanakan pada semua Institusi di Sektor / Aspek Kesehatan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kesehatan dan keselamatan kerja (K3)?
2. Bahaya apa yang dihadapi perawat dalam rumah sakit atau instansi
kesehatan?
3. Bagaimana manajemen keselamatan dan kesehatan kerja?
4. Apa Fasilitas atau sarana/prasarana tenaga kesehatan?
5. Apa masalah kesehatan dan keselamatan kerja?

2
6. Bagaimanan identifikasi masalah kesehatan dan keselamatan kerja bagi
perawat dan pencegahannya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
2. Untuk mengetahui bahaya yang dihadapi perawat dalam rumah sakit
atau instansi kesehatan
3. Untuk mengetahui manajemen keselamatan dan kesehatan
4. Untuk mengetahui fasilitas atau sarana/prasarana tenaga kesehatan
5. Untuk mengetahui masalah kesehatan dan keselamatan kerja
6. Untuk mengetahui identifikasi masalah kesehatan dan keselamatan
kerja bagi perawat dan pencegahannya

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah


satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat,
bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau
bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja
tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja
dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas. Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja
(KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di
Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan
dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa
pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai
faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan
kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja
yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat
pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang
nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain,
setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak
terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan
lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan
hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena
seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan

4
berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen
yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani
korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada
masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Kesehatan, Pasal
23 dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus
diselenggarakan di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau
mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Jika memperhatikan isi dari
pasal di atas maka jelaslah bahwa Rumah Sakit (RS) termasuk ke dalam
kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat
menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku
langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun
pengunjung RS. Sehingga sudah seharusnya pihak pengelola RS
menerapkan upaya-upaya K3 di RS.
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada
potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS,
yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan
dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-
bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan
ergonomi. Semua potensi bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa
dan kehidupan bagi para karyawan di RS, para pasien maupun para
pengunjung yang ada di lingkungan RS.

B. Bahaya Yang Dihadapi Perawat Dalam Rumah Sakit Atau Instansi


Kesehatan
Dalam pekerjaan sehari-hari perawat selalu dihadapkan pada
bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik ,
peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya

5
yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat
digolongkan dalam :

1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar


atau meledak (obat obatan).
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik.
3. Bahaya radiasi.
4. Luka bakar.
5. Syok akibat aliran listrik.
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam.
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-


usaha pengamanan, antara lain dengan penjelasan, peraturan serta
penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan ini akan dikemukakan
manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit / instansi
kesehatan.
Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008
menunjukkan bahwa terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari
pekerja di industri lain. Kasus yang sering terjadi adalah tertusuk jarum,
terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar, dan penyakit
infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi
pada pekerja RS, yaitu sprains, strains : 52%;contussion, crushing,
bruising : 11%; cuts, laceration, punctures: 10.8%; fractures: 5.6%;
multiple injuries: 2.1%; thermal burns: 2%; scratches, abrasions: 1.9%;
infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4% (US Department
of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung


tertinggi pada perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain.
Di Australia, diantara 813 perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi
42% dan di AS, insiden cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per
tahun. Cedera punggung menghabiskan biaya kompensasi terbesar, yaitu

6
lebih dari 1 milliar $ per tahun. Khusus di Indonesia, data penelitian
sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar dengan jelas,
namun diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS,
sehubungan dengan bahaya-bahaya yang ada di RS.

Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis


yang diderita petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan
wanita), penyakit ginjal dan saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan
urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang belakang dan pergeseran diskus
intervertebrae.

Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut


yang diderita petugas RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja
lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit, saluran pernafasan, saluran cerna
dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala, gangguan saluran
kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit
kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya
tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila
mungkin meniadakannya, oleh karena itu K3 RS perlu dikelola dengan
baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif, efisien dan terpadu,
diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola
maupun karyawan RS.

C. Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan

Manajemen adalah pencapaian tujuan yang sudah ditentukan


sebelumnya, dengan mempergunakan bantuan orang lain. Hal tersebut
diharapkan dapat mengurangi dampak kelalaian atau kesalahan
(malprektek) serta mengurangi penyebaran langsung dampak dari
kesalahan kerja.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dimembagi kegiatan atau fungsi


manajemen tesebut menjadi :

1. Planning (Perencanaan)

7
Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan
yang akan dilakukan di masa mendatang guna mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan dan kesehatan kerja
di rumah sakit dan instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk
memenuhi standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat
(hubungan timbal balik pasien perawat / dokter, serta masyarakat
umum lainnya). Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan
meliputi:

a. Hal apa yang dikerjakan


b. Bagaiman cara mengerjakannya
c. Mengapa mengerjakan
d. Siapa yang mengerjakan
e. Kapan harus dikerjakan
f. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan
g. Hubungan timbal balik (sebab akibat)

Kegiatan kesehatan (rumah sakit / instansi kesehatan) sekarang


tidak lagi hanya di bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-
kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian, juga metode-metode
yang dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko
bahaya yang dapat terjadi dalam (rumah sakit / instansi kesehatan)
makin besar. Oleh karena itu usaha-usaha pengamanan kerja di rumah
sakit / instansi kesehatan harus ditangani secara serius oleh organisasi
keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.

2. Organizing (Organisasi)

Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit /


instansi kesehatan dapat dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari
tingkat rumah sakit / instansi kesehatan daerah (wilayah) sampai ke
tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi
ini baik secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan.
Pemerintah dapat menempatkan pejabat yang terkait dalam organisasi

8
ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah), di samping
memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja. Di tingkat
daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi
Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya
dapat berupa :

a. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah


sakit/instansi kesehatan.
b. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an
keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.
c. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah
sakit/instansi kesehatan.
d. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan
izin rumah sakit / instansi kesehatan.
e. Mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu
rumah sakit / instansi kesehatan.

Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin


Dunia Kedokteran No. 154, 2007 5/ background image Manajemen
keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun organisasi seminat
(Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan
kerja rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi
atau seminat yang terkait dengan kegiatan rumah sakit / instansi
kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat daerah
(wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-
organisasi profesi atau seminar tersebut dapat juga membentuk badan
independen yang berfungsi sebagai lembaga penasehat atau Panitia
Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi
Kesehatan.

3. Actuating (Pelaksanaan)

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan


mendorong semangat kerja,mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan

9
berbagai aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang kompak (sinkron),
sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja
rumah sakit / instansi kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang
aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang bekerja maupun
masyarakat dalam rumah sakit / instansi kesehatan wajib mengetahui
dan memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi
sumber kecelakaan kerja dalam rumah sakit / instansi kesehatan, serta
memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk
melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja
tersebut. Kemudian mematuhi berbagai peraturan atau ketentuan dalam
menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat. Jika dalam
pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-
raguan atau pertentangan, maka menjadi tugas semua untuk
mengambil keputusan penyelesaiannya.

4. Controlling (Pengawasan)

Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar


pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan
atau hasil yang dikehendaki. Untuk dapat menjalankan pengawasan,
perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :

a. Adanya rencana
b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada
bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah


sosialisasi tentang perlunya disiplin, mematuhi segala peraturan demi
keselamatan kerja bersama di rumah sakit / instansi kesehatan.
Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan
bahaya yang bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan
diabaikan. Dalam rumah sakit / instansi kesehatan perlu dibentuk
pengawasan rumah sakit / instansi kesehatan yang tugasnya antara lain:

10
a. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek
rumah sakit / instansi kesehatan yang baik, benar dan aman.
b. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan
memahami cara- cara menghindari risiko bahaya dalam rumah
sakit / instansi kesehatan.
c. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya
atau kecelakaan.
d. Mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang
keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.
e. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya
dan mencegah meluasnya bahaya tersebut.
D. Fasilitas Atau Sarana/Prasarana Tenaga Kesehatan
a. Sarana/Prasana Kesehatan adalah sarana kesehatan yang meliputi
berbagai alat / media elektronik yang harus ada di Tempat Kerja
Kesehatan untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi
kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan
perorangan dan masyarakat.
b. Disain Sarana / Prasarana Kesehatan harus mempunyai sistem yang
memadai dengan sirkulasi udara yang adekuat agar suasana di dalam
ruangan tersebut menjadi nyaman.
c. Disain Sarana / Prasarana Kesehatan harus mempunyai pemadam api
yang tepat terhadap segala sesuatu yang bisa menyebabkan terjadinya
kebakaran.
d. Harus tersedia alat Pertolongan Pertama Pada Kecelakaam (P3K)
E. Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja
Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan
merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas
kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban
tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa
dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan
produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat

11
menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun
kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan
produktivitas kerja.
1) Kapasitas Kerja
Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada
umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat
gambaran bahwa 30 40% masyarakat pekerja kurang kalori protein,
30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa
anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para
pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini
diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada
sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan
yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam
melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama
menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
2) Beban Kerja
Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang
bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan
pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja
bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat
menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan
pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat
beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja
yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa
melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam
jangka waktu lama dapat menimbulkan stres.
3) Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat
mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja
(Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).

12
F. Identifikasi Masalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Bagi
Perawat Dan Pencegahannya
1. Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan. Biasanya kecelakaan menyebabkan, kerugian material dan
penderitaan dari yang paling ringan sampai kepada yang paling berat.
Kecelakaan di laboratorium dapat berbentuk 2 jenis yaitu
1) Kecelakaan medis, jika yang menjadi korban pasien
2) Kecelakaan kerja, jika yang menjadi korban petugas laboratorium
itu sendiri.

a. Penyebab kecelakaan kerja dapat dibagi dalam kelompok :


1) Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu yang tidak aman
dari:
a) Peralatan / Media Elektronik, Bahan dan lain-lain
b) Lingkungan kerja
c) Proses kerja
d) Sifat pekerjaan
e) Cara kerja
2) Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya
dari manusia, yang dapat terjadi antara lain karena:
a) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan pelaksana
b) Cacat tubuh yang tidak kentara (bodily defect)
c) Keletihanan dan kelemahan daya tahan tubuh.
d) Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik
b. Beberapa contoh kecelakaan yang banyak terjadi di Tempat Kerja
Kesehatan :
1) Terpeleset , biasanya karena lantai licin.
Terpeleset dan terjatuh adalah bentuk kecelakaan kerja
yang dapat terjadi di Tempat Kerja Kesehatan. Akibatnya:
a) Ringan, misalnya memar

13
b) Berat, misalnya fraktura, dislokasi, memar otak, dll.

Pencegahan :

a) Pakai sepatu anti slip


b) Jangan pakai sepatu dengan hak tinggi, tali sepatu longgar
c) Hati-hati bila berjalan pada lantai yang sedang dipel (basah
dan licin) atau tidak rata konstruksinya.
d) Pemeliharaan lantai dan tangga
2) Mengangkat beban
Mengangkat beban merupakan pekerjaan yang cukup
berat, terutama bila mengabaikan kaidah ergonomi. Akibat :
cedera pada punggung
Pencegahan :
1) Beban jangan terlalu berat
2) Jangan berdiri terlalu jauh dari beban
3) Jangan mengangkat beban dengan posisi membungkuk tapi
pergunakanlah tungkai bawah sambil berjongkok
4) Pakaian penggotong jangan terlalu ketat sehingga
pergerakan terhambat.

2. Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di Tempat


Kerja Kesehatan
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai
penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada
umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab
akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor
Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab
timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu
silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi
penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).

14
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat
Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut
Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah
penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar
berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di
tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta
menyebabkan kekambuhan penyakit.
Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya
berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal
umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil
namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent
yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah,
cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang
terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor
psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat,
karantina dll).
a. Faktor Biologis
Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi
berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-
kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber
dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus
yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya
HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat
kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau
tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi
nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara
teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar,
sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2
sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi
atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang

15
infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman
patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
Pencegahan :

1) Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang


kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.
2) Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk
memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup
kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan
dilakukan imunisasi.
3) Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan
yang benar.
4) Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan
infeksius dan spesimen secara benar
5) Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
6) Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
7) Kebersihan diri dari petugas.

b. Faktor Kimia
Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak
dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian
pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen
antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen.
Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif
terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling
sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya
disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja
oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane,
tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui
kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan
kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.

16
Pencegahan :

1) Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia


yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas
atau tenaga kesehatan laboratorium.
2) Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk
mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol
untuk petugas / tenaga kesehatan laboratorium.
3) Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung
tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar.
4) Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara
mata dan lensa.
5) Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.

c. Faktor Ergonomi
Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya
menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap
kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya
kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan
tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi
bersifat konseptual dan kuratif, Sebagian besar pekerja di
perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam
posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan,
hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya
barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja
Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat
menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien
dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan
psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri
pinggang kerja (low back pain).

17
d. Faktor Fisik
Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:

1) Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat


menyebabkan stress dan ketulian
2) Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang
perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan
gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
3) Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
4) Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan
sekitar.Terkena radiasi
5) Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi
pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika
tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.

Pencegahan :

1) Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang


laboratorium.
2) Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup
memadai.
3) Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
4) Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
5) Pelindung mata untuk sinar laser
6) Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah

e. Faktor Psikososial
Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium
kesehatan yang dapat menyebabkan stress :

1) Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan


menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di tempat

18
kerja kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang
tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-
tamahan
2) Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
3) Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan
bawahan atau sesama teman kerja.Beban mental karena
menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun
informal.

Berikut ini adalah penerapan konsep lima tingkatan


pencegahan penyakit (five level of prevention disease) pada
penyakit akibat kerja, yakni:

1) Peningkatan kesehatan (health promotion). Misalnya:


penyuluhan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) pendidikan
kesehatan, meningkatkan gizi yang baik, pengembangan
kepribadian, perusahaan yang sehat dan memadai, rekreasi,
lingkungan kerja yang memadai, penyuluhan perkawinan dan
pendidikan seksual, konsultasi tentang keturunan dan
pemeriksaan kesehatan periodik.
2) Perlindungan khusus (specific protection). Misalnya: imunisasi,
hygiene perorangan, sanitasi lingkungan, serta proteksi
terhadap bahaya dan kecelakaan kerja dengan menggunakan
alat pelindung diri (APD) seperti helm, kacamata kerja, masker,
penutup telinga (ear muff dan ear plug) baju tahan panas,
sarung tangan, dan sebagainya.
3) Diagnosis (deteksi) dini dan pengobatan segera serta
pembatasan titik-titik lemah untuk mencegah terjadinya
komplikasi.
4) Membatasi kemungkinan cacat (disability limitation).
Misalnya: memeriksa dan mengobati tenaga kerja secara

19
komprehensif, mengobati tenaga kerja secara sempurna dan
pendidikan kesehatan.
5) Pemulihan kesehatan (rehabilitation). Misalnya: rehabilitasi
dan mempekerjakan kemali para pekerja yang menderita cacat.
Sedapat mungkin perusahaan mencoba menempatkan
keryawan-karyawan cacat di jabatan yang sesuai. (Efendi, F.
dan Makhfudli, 2009).

Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk mencegah


PAK adalah sebagai berikut:

1) Menyingkirkan atau mengurangi risiko pada sumbernya,


misalnya menggantikan bahan kimia yang berbahaya dengan
bahan yang tidak berbahaya.
2) Mengurangi risiko dengan pengaturan mesin atau
menggunakan APD.
3) Menetapkan prosedur kerja secara aman untuk mengurangi
risiko lebih lanjut.
4) Menyediakan, memakai dan merawat APD. (Organisasi
Perburuhan Internasional, 2008).

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari pekerjaan, apapun jenis
pekerjaan selalu dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari,
mulai dari pekerjaan berisiko rendah hingga berisiko tinggi.5 Disamping itu
pemahaman dan penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) masih
kurang di perhatikan oleh pekerja formal maupun informal. Pada hal faktor K3
sangat penting dan harus diperhatikan oleh pekerja dan hal ini menjadi
tanggung jawab bersama, perlu adanya kerja sama antara pemerintah,
perusahaan dan pekerja agar terhindar dari Kecelakaan Akibat Kerja (KAK)
dan Penyakit Akibat Kerja (PAK).
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan upaya perlindungan
tenaga kerja dari bahaya, penyakit dan kecelakaan akibat kerja maupun
lingkungan kerja. Penegakan diagnosis spesifik dan sistem pelaporan penyakit
akibat kerja penting dilakukan agar dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
B. Saran

Perawat harus mengetahui cara pencegahan penyakit akibat kerja.


Kesehatan dan keselamatan kerja sangat penting dalam pembangunan karena
sakit dan kecelakaan kerja akan menimbulkan kerugian ekonomi (lost benefit)
suatu perusahaan atau negara olehnya itu kesehatan dan keselamatan kerja
harus dikelola secara maksimal bukan saja oleh tenaga kesehatan tetapi
seluruh masyarakat.

21
DAFTAR PUSTAKA

Allen, carol Vestal, 1998, Memahami Proses keperawatan dengan pendekatan


latihan , alih bahasa Cristantie Effendy, Jakarta : EGC
Depkes RI, 1991, pedoman uraian tugas tenaga keperawatan dirumah sakit,
Jakarta.:Depkes RI
Morison, MJ , 1992, A.colour guide to the nursing management of wounds, alih
bahasa Monica Ester ,Jakarta :EGC
Nanang Fattah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung : Rosdakarya,
1996).

Efendi, F. dan Makhfudli. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan Praktik


dalam Keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2009.

Organisasi Perburuhan Internasional. Hidup Saya, Pekerjaan Saya, Pekerjaan


Yang Aman. Jakarta: 2008.

Rudiyanto. Publik Berhak Tahu Kecelakaan Kerja. Katiga. 54(8). 2014:14-17.

Grahanintyas, D., Wignjosoebroto, S. dan Latiffanti, E. Analisa Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (K3) dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja (Studi
Kasus: Pabrik Teh Wonosari PTPN XII). Jurnal Teknik Pomits. 2012;
Volume 1(1): 1-6.

22

Anda mungkin juga menyukai