Critical Review - Imam Barnadib Fils Pendd
Critical Review - Imam Barnadib Fils Pendd
Critical Review - Imam Barnadib Fils Pendd
Bab I menguraikan isi sekilas tentang hal apa saja yang dipaparkan dalam buku ini.
Dalam Bab II disajikan mengenai system filsafat yang berpengaruh pada pendidikan, yakni:
a. Realita adalah kenyataan, kemudian kenyatan menjurus kepada kebenaran, kebenaran akan timbul
jika seseorang telah sadar bahwa pengetahuan yang dimiliki adalah nyata. Hal inilah yang akan
dibahas dalam metafisika.
b. Pengetahuan, usaha menjawab pertanyaan dan bagaimana bentuk upaya manusia memperoleh
pengetahuan, poin ini diurai pada epistemology.
c. Nilai, nilai social dan norma yang akan berpengaruh terhadap lajunya pendidikan, maka dalam
kaitan ini, pertanyaan yang mesti dijawab adalah Bagaimanakah nilai yang dikendaki manusia dan
nilai yang dapat dijadikan dasar hidup manusia?.
Jadi pandangan dunia yang bagaimanakah yang diperlukan oleh kita ini adalah termasuk bahasan
metafisika, sedangkan epistemology, berhubungan dengan penyusunan dasar-dasar kurikulum. Kurikulum
diumpamakan sebagai jalan raya yang perlu dilewati oleh siswa dalam proses pemahaman pengetahuan
dan tercapainya tujuan pendidikan. Lalu aksiologi yakni dunia nilai yang sebenarnya menjadi dasar
pendidikan karena selalu dipertimbangkan dalam tujuan-tujuan pendidikan. Dan satu lagi, logika yang
termasuk cabang filsafat, menjadi dasar bagi ajaran berpikir untuk pendidikan kecerdasan.
Disamping adanya problema dengan adanya cabang filsafat dalam Bab II ini disajikan pula aliran-aliran
filsafat, yakni:
1.Naturalisme materialisme
Bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam-semesta-fisik ini. Hal ini semakin memperkuat kedudukan
raga (unsure-unsur materi).
2.Idealisme
Kenyataan tersusun atas substansi gagasan / ide / spirit. Alam fisik tergantung pada Jiwa Universal; Tuhan,
alam adalah ekspresi dari jiwa tersebut.
3.Realisme
Bahwa obyek atau dunia luar itu adalah nyata pada sendirinya, maka kenyataan berbeda dengan jiwa yang
mengetahui obyek atau dunia luar tersebut. Kenyataan tidak hanya bergantung pada yang mengetahui tapi
merupakan hasil pertemuan dengan objeknya.
4.Pragmatisme
Utilitas (kegunaan) beserta kemampuan perwujudan nyata adalah hal yang utama di dalam pengetahuan
mengenai sesuatu itu.
Pendidikan ditempuh seseorang sebagai usaha untuk menunjukan peralihan dari kanak ke masa
kedewasaan. Dan kebudayaan adalah hasil budi manusia berubah dalam berbagai bentuk seiring semakin
tingginya tingkat pendidikan yang ditempuh sekelompok orang pada suatu daerah.
Sikap pendidik akibat tantangan-tantangan yang timbul seiring perkembangan IPTEK, Imam Barnadib
mencoba merumuskan sikap pendidik dalam beberapa aliran, yaitu: Pertama, Progresivisme, mempunyai
konsep bahwa setiap manusia memiliki kemampuan yang wajar untuk menghadapi dan mengatasi problem
yang bersifat menekan atau mengancam diri sendiri. Maka dari itu progresisvisme kurang menyetujui
adanya pendidikan yang berciri otoriter( ). Menurut konsep ini perlu adanya mengartikan cita-cita untuk
kemajuan dan maksud-maksud yang baik dalam hidupnya kelak. Oleh karenanya manusia harus
memfungsikan jiwanya demi terbinanya hidupdengan arah dan tujuan yang jelas dan sesuai yang dicita-
citakan. Progresivisme tidak memberikan batasan yang jelas mengenai nilai instrinsik (untuk diri sendiri
dalam kebaikan) dan nilai instrumental (lingkungan yang lebih luas). Pandangan progresivisme mengenai
belajar bertumpu pada pandangan mengenai anak didik sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan
dibanding makhluk-makhluk lain. Selain itu menjadi menipisnya dinding pemisah antara sekolah dan
masyarakat menjadi landasan pengembangan ide-ide pendidikan progresivisme.
Menurut saya, hal ini dapat diartikan, hampir tidak ada pemisah antara sekolah dan masyarakat, seperti
yang kita ketahui, bahwa jika kita menarik kata otoriter maka semua berpusat pada pemerintah. Jadi,
menipisnya dinding pemisah antara sekolah dan masyarakat merupakan ancaman terbesar bagi
perkembangan pendidikan sentralistik, karena jika terjadi hal yang demikian, makakewenangan pemerintah
dalam mengatur pendidikan akan berkurang.Saya setuju dengan progresivisme bahwa manusia memiliki
potensi untuk mengembangkan dirinya
Kedua, esensialismemenghendaki agar landasan-landasan pendidikan adalah nilai-nilai esensial yaitu yang
telah teruji oleh waktu, bersifat menuntun, dan telah turun-temurun, dan mengambil zaman renaisanse
sebagai permulaan. Dunia ini dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur dunia beserta isinya. Oleh
karena itu, bentuk, kehendak, cita-cita manusia harus sejalan dengan tata yang tiada celah tersebut.
Idealisme dan realisme adalah aliran-aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dalam memahami
pandangan mengenai pengetahuan, kacamata realisme menganggap manusia adalah sasaran pandangan
dengan penelaahan bahwa manusia perlu dipandang sebagai makhluk yang padanya berlaku hukum
yang mekanistis evolusionistis. Sedangkan menurut Idealisme, pandangan mengenai pengetahuan ini
bersendikan pada pengertian bahwa manusia adalah makhluk yang adanya merupakan refleksi dari Tuhan
dan yang timbul dari hubungan makrokosmos dan mikrokosmos.
Tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia di dunia dan di akhirat. Isi pendidikannya
mencakup ilmu pengetahuan, kesenian, dan segala hal yang mampu menggerakan kehendak manusia. Maka dalam
sejarah perkembangannya, kurikulum essensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum, seperti pola idealism,
realism dsb. Sehingga peranan sekolah dalma menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-
prinsip dan kenyataan sosial yang ada di masyarakat (Imam Barnadib, Yogyakarta: hal. 38-40).
Ketiga, Perenialisme, menurut aliran ini, keadaan sekarang adalah sebagai zaman yang mempunyai
kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan kesimpangsiuran. Perenialisme
mengemukakan, realita itu bersifat teleologis, yang berarti mengandung tujuan. Oleh karena semua hal itu
bersumber pada kenyataan yang bersifat spiritual, maka tiap-tiap hal itu terarah untuk mencapai tujuan
masing-masing. Pandangan perenialisme mengenai pengetahuan adalah segala sesuatu yang dapat
diketahui dan merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Hakikat manusia
adalah jiwanya, emanasi (pancaran yang potensial yang berasal dari dan dipimpin Tuhan). Oleh karena itu
hakikat manusia juga menentukan hakikat perbuatan-perbuatannya dan persoalan nilai adalah persoalan
spiritual. Setiap manusia memiliki keistimewaan dibanding dengan makhluk lain, ialah karena memiliki sifat
rasionalitas, maka tuntutan tinggi dalam belajar pada perenialisme adalah latihan dan disiplin mental, teori
dan praktek pendidikan harus mengarah pada tuntutan tersebut.
Dalam bagian terakhir dari buku filsafat pendidikan yang merupakan salah satu karya Imam Barnadib ini,
dijelaskan bahwa pengembangan metode suatu disiplin itu sejalan dengan pengembangan disiplin tersebut.
Baik filsafat maupun filsafat pendidikan memandang obyek-obyek persoalannya dari sudut hakekat; maka
dengan sendirinya problema yang perlu menjadi obyek penelitian filsafat pendidikan adalah masalah-
masalah pendidikan yang bersifat filosofis. Tinjauan historiko filosofis bersifat statis bila dibandingkan
tinjauan kritis, oleh karena untuk yang pertama data diperoleh dari adanya menurut sejarah, Sedang untuk
yang kedua pemikiran logis kritis mempunyai kedudukan utama. Alat yang digunakan oleh filsafat kritis
adalah analisa linguistic dan konsep.
Buku filsafat karya Imam Barnadib ini merupakan referensi yang seimbang dijadikan rujukan bagi penggelar
kajian filsafat, terutama filsafat pendidikan, yang dewasa ini kembali menyeruak ke permukaan. Selain itu,
menggunakan gaya bahasa yang cukup mudah dipahami, jika dibandingkan buku filsafat lainnya. Buku ini
enak dibaca dan dipahami karena penulis menyertakan rangkuman pada setiap babnya. Dengan begitu
pembaca menjadi mudah untuk mengerti maksud atau inti pembahasan pada setiap bab dalam buku ini.
Bahasa yang digunakan secara rasional yang artinya tidak memasukkan unsure perasaan dan tidak berisikan
prasangka sehingga buku ini tidak mengurangi sifat keobyektifan pokok-pokok bahasan yang dikaji.
Adapun beberapa kekurangan yang menyebabkan menurunnya kualitas pemahaman pembaca, yakni tidak
tampilnya arah dan bentuk kongkrit antesedene yang jelas bagi setiap konsep tawaran Imam barnadib yang
sejalan dengan pemikiran Theodore Brameld. Satu hal lagi yang lainnya, yakni, pengulasan kembali sub
yang telah disajikan sebelumnya. Mengakibatkan berkurangnya kolom penjelasan sub bahasan yang sedang
dikaji.
KONTRIBUSI SISTEM FILSAFAT
TERHADAP PENDIDIKAN
Filsafat adalah landasan atau dasar bagi tersistemasinya ilmu pengetahuan. Secara eksistensi, pendidikan
dan manusia bagaikan kutub magnet U dan S, yakni sangat berkaitan erat, berpadu, meliputi, dan bersatu,
bagai jiwa raga. Jiwa yang menggerakan raga, lalu pendidikan adalah katalis yang mempercepat sekaligus
mengarahkan tercapainya tujuan akhir. Dan filsafat hadir untuk menjawab segala hal yang berkaitan
eksistensi manusia, merupakan ilmu yang komprehensip yang berusaha memahami persoalan-persoalan
yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Hal ini secuplik dengan pendapat
seorang Filsuf Amerika, John Dewey (dalam Imam Barnadib (1993: 3) filsafat itu merupakan teori umum
dari pendidikan, atau filsafat merupakan landasan dari semua pemikiran mengenai pendidikan.
Seiring berjalannya waktu dan semakin tingginya pergulatan dan persaingan di era globalisasi ini, terutama
dalam hal pendidikan, selain itu kebutuhan manusia akan pengetahuan frekuensinya lebih bertambah,
disamping itu pemusatan dalam pembentukan nilai kepribadian individu, maka berdasarkan hal tersebut
menimbulkan tantangan-tantangan yang harus dihadapi dalam dunia pendidikan. Karena pendidikan
bertugas menyiapkan sumber daya manusia yang mampu menghadapi segala realitas yang ada dalam hal
pembangunan dan langkah pembangunan harus seirama dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu,
pendidikan memiliki tantangan-tantangan global untuk menghadapi pendidikan masa depan yang lebih
jelas dan terarah. Diantara masalahnya adalah disamping manusia sebagai makhluk yang misteri (sebab
manusia adalah sasaran pendidikan), Usaha pendidikan mengantisipasi hari depan yang tidak semua
seginya dapat dijangkau oleh kemampuan daya prediksi manusia.
Problem-problem pendidikan haruslah dipecahkan dengan analisis dan pemikiran yang mendalam atau kita
kenal dengan istilah analisis filosofis. Dan letak kontribusi kongkrit system filsafat terhadap pendidikan
tercermin pada pandangan metafisika, epistimologi, dan aksiologi.
Terurai sebagai berikut; metafisika adalah pisau analisis mengenai pendidikan yang bagaimanakah yang kita
perlukan saat ini dan yang akan datang ?, jadi metafisika membahas habis tentang bentuk pendidikan yang
sangat dibutuhkan, telah cocok dengan perkembangan zaman.
Sedang epistemologi adalah cara atau the way of reach the goals. Jadi pada intinya, dalam system ini
kurikulum adalah kendaraan bagi guru dan siswa untuk mencapai tujuan yang dinginkan dalam pendidikan.
System yang terakhir, yakni aksiologi, adalah nilai-nilai yang mendasari sesuatu, dalam hal pendidikan. Yang
paling vital adalah tujuan yang sebagai arahpendidikan dan merupakan hasil yang ingin dicapai dalam
kegiatan pendidikan. Maka dari itu, tujuan pendidikan harus singkat, padat, bersyarat, dan berdasarkan
nilai-nilai yang fundamental, yakni nilai moral, nilai social, nilai ilmiah dan nilai agama. Hal itu akan
mewujudkan nilai yang baik, luhur, benar, pantas, dan indah dalam kehidupan manusia yang notabene
mengutamakan pendidikan. Sebaliknya, tujuan pendidikan tanpai nilai fundamental adalah hampa karena
pendidikan adalah proses mengatur manusia dalam terlaksananya tujuan pendidikan yang sifatnya
pendidikan.
Oleh karena filsafat menyajikan tinjauan yang luas mengenai realita, maka dibahas pandangan dunia dan
pandangan hidup. Konsep-konsep ini merupakan landasan bagi pengembangan konsep tujuan dan metode
pendidikan.
PAPARAN
a.Metafisika
Istilah metafisika berasal darikata Yunani meta ta physika, yang dapat diartikan sebagai sesuatu yang ada di
balik atau di belakang benda-benda fisik (tim dosen,2007:31). Metafisika juga dapat diartikan sebagai
pemikiran tentang sifat yang paling dalam (ultimate nature) dari kenyataan atau keberadaan. Persoalan
metafisika dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu ontologi, kosmologi (alam), dan antropologi (manusia)
Metafisika, dikenal dengan proto filsafat. Metafisika berasal dari phusika (fisika) yakni, ilmu alam, fisika,
teori politik, psikologi, dll. Dan kelompok meta ta phusika (sesudah fisika) yakni hakikat realitas. Kemudian
meta ta phusika menjadi metafisika yang dalam seiring waktu biasa disebut filsafat pertama.
Obyek utama dari metafisika adala particular (materi) dan universal (ide). Kajian mengenai particular yakni
segala sesuatu yang ada maupun tidak sempurna disebut particular. Benda yang kita lihat satu persatu,
misalnya, computer ini, pena ini, pohon). Dikenal juga obyek satu demi satu,obyek dunia nyata, alami,
materi,dll. Sedangkan semua yang bersifat mirip, berciri sama, bentuk / form sama (example: semua
pohon, semua buku, semua meja = adalah universal. Hanya ada satu universal, dan sempurna, obyek
didalam pikiran, ide, abstrak,dll.
Metaphysics, branch of philosophy concerned with critically examining basic philosophical assumptions
and identifying what exists insofar as it exists. Metaphysics interacts with such other philosophical studies
as logic, epistemology, aesthetics, and ethics.
Dengan demikian, metafisika adalah cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau
paling dalam dari segala sesuatu yang ada.
b.Epistemologi
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode, dan
validitas pengetahuan (Tim dosen,2007:32). Secara etimologi, istilah epistemologi berasal dari
Yunani episteme (pengetahuan) dan logos (ilmu/teori). Dalam hal pendidikan, Epistemologi diperlukan
dalam hubungan penyusunan dasar-dasar kurikulum. Yang mana, kurikulum merupakan sarana untuk
mencapai tujuan pendidikan, diumpamakan sebagai kendaraan yang mengantarkan murid atau peserta
didik mengenal dan memahami pengetahuan. Jadi, epitemologi berisi tentang hakekat, cara memperoleh &
sumber pengetahuan logika berfikir.
c.Aksiologi
Secara etimologis, aksiologi berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaituaksios yang berarti nilai dan
kata logos berarti teori. Jadi, aksiologi, merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Dengan kata lain,
aksiologi adalah teori nilai. Suriasumantri (1990:234) mendefinisikan aksiologi sebagai teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.[1] Jadi nilai yang dimaksudkan adalah nilai
kegunaan, Apa kegunaan ilmu itu dalam kehidupan manusia?. Jadi, aksiologi mengenai orientasi / nilai
kehidupan, bagaimana manusia harus hidup & bertindak, melahirkan etika & estetika.
[1] Suriasumantri, Jujun S.1990. Filsafat ilmu: Sebuah Pengantar Populer.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Hlm. 234.
Di zaman Yunani, filsafat bukan merupakan suatu disiplin teoritis dans pesial, akan tetapi suatu
cara hidup yang kongkret, suatu pandangan hidup yang
yang total tentang manusia dan tentang alam yang menyinari seluruhkehidupan seseorang
Pendidikan dalam analisis filsafat? Pendekatan filosofi dalam pemecahan masalah
pendidikan? Hubungan filsafat dan teori pendidikan ?
Pendidikan dalam analisis filsafat
Masalah pendidikan adalah merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses
pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup dan kehidupan
manusia, bahkan keduanya pada hakikatnya adalah proses yang satu. [1Metode_Ilmiah ]
Pendekatan filosofi dalam pemecahan masalah pendidikan?
. 1 Pendekatan Tradisional
Pendekatan tradisional dalam Filsafat pendidikan melandaskan diri pada asas-asas sebagai
berikut:
1) Bahwa dasar-dasar pendidikan adalah filsafat, sehingga untuk mempelajari filsafat
pendidikan haruslah memiliki pengetahuan dasar tentang filsafat.
2) Bahwa kenyataan yang esensial baik dan benar adalah kenyataan yang tetap, kekal dan
abadi.
3) Bahwa nilai norma yang benar adalah nilai yang absolut, universal dan obyektif.
4) Bahwa tujuan yang baik dan benar menenukan alat dan sarana, artinya tujuan yang
baik harus dicapai dengan alat sarana yang baik pula.
5) Bahwa faktor pengembang sejarah atau sosial (science, technology, democracy dan
industry) adalah sarana alat untuk prosperity of life dan bukannya untuk welfare of life
sebagai tujuan hidup dan pendidikan sebagaimana yang ditentukan oleh filsafat.
2. Pendekatan Progresif
Sebagai penghujung yang lain dari pendekatan di atas dan dari kontinuitas aliran filsafat
pendidikan adalah pendekatan progresif kontemporer dengan dasar-dasar pemikiran
sebagai berikut:
1) Bahwa dasar-dasar pendidikan adalah sosiologi, atau filsafat sosial humanisme ilmiah,
yang skeptis terhadap kenyataan yang bersifat metafisis transendental.
2) Bahwa kenyataan adalah perubahan, artinya kenyataan hidup yang esensial adalah
kenyataan yang selalu berubah dan berkembang.
3) Bahwa truth is man-made, artinya kebenaran dan kebajikan itu adalah kreasi manusia,
dengan sifatnya yang relatif temporer bahkan subyektif.
4) Bahwa tujuan dan dasar-dasar hidup dan pendidikan relatif ditentukan oleh
perkembangan tenaga pengembang sosial dan manusia, yang merupakan sumber
perkembangan sosial masyarakat.
5) Bahwa antara tujuan dan alat adalah bersifat kontinu, bahwa tujuan dapat menjadi alat
untuk tujuan yang lebih lanjut sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat.
Hubungan filsafat dan teori pendidikan
Hubungan antara filsafat dan teori pendidikan sangatlah penting sebab ia menjadi dasar,
arah dan pedoman suatu sistem pendidikan.[4]
filsafat pendidikan merupakan aktivitas pemikiran teratur yang menjadikan filsafat sebagai
medianya untuk menyusun proses pendidikan, menyelaraskan dan mengharmoniskan serta
menerangkan nilai-nilai dan tujuan yang ingin di capai[5]
Sebagaimana telah di kemukakan bahwa tidak semua masalah kependidikan dapat
dipecahkan dengan menggunakan metode ilmiah semata-mata. Banyak diantara masalah-
masalah kependidikan tersebut yang merupakan pertanyaan-pertanyaan filosofis, analisa
filsafat terhadap masalah-masalah pendidikan tersebut, dengan berbagai cara
pendekatannya, akan dapat menghasilkan pendangan-pndangan tertentu mengenai
masalah-maslah kependidikan bisa tersebut. Dan atas dasar itu bisa disusun secara
sistematis teori-teori pendidikan . disamping itu jawaban-jawaban yang telah di kemukakan
oleh jenis dan aliran filsafat tertentusepanjang sejarah terhadap problematika kehidupanyg
dihadapinya menunjukkan pandangan-pandangan tertentu yang tentunya juga akan
memperkaya teori-teori pendidikan. Dengan demikian terdapat hubungan fungsional antara
filsafat dan teori pendidikan
Hubungan fungsional antara filsafat dan teori pendidikan teori pendidikan dapat diuraikan
sebagai berikut
1. Filsafat, dalam arti analisa filsafat adalah merupakan salah satu cara Pendekatan yang
digunakan oleh para ahli pendidikan dalam memecahkan problematika pendidikan dan
menyusun teori- teori pendidikannya, disamping menggunakan metode- metode ilmiah
lainnya. Sementara itu dengan filsafat, sebagi pandangan tertentu terhadap sesuatu obyek,
misalnya filsafat idelisme, realisme, materialisme dan sebaginya, akan mewarnai pula
pandangan ahli pendidikan tersebut dalam teori- teori pendidikan yang dikembangkannya.
Aliran filsafat tertentu terhadap teori- teori pendidikan yang di kembangkan atas dasar
aliran filsafat tersebut. Dengan kata lain, teori- teori dan pandangan- pandangan filsafat
pendidikan yang dikembangkan oleh fillosof, tentu berdasarkan dan bercorak serta
diwarnai oleh pandangan dan airan filsafat yang dianutnya.
2. Filsafat, juga berpungsi memberikan arah agar teori pendidikan yang telah
dikembangkan oleh para ahlinya, yang berdasarkan dan menurut pandangan dan aliran
filsafat tertentu, mempunyai relevansi dengan kehidupan nyata.artinya mengarahkan agar
teori-teori dan pandangan filsafat pendidikan yang telah dikembangkan tersebut bisa
diterapkan dalam praktek kependidikan sesuai dengan kenyataan dan kebutuhan hidup
yang juga berkembang dalam masyarakat. Di samping itu, adalah merupakan kenyataan
bahwa setiap masyarakat hidup dengan pandangan filsafat hidupnya sendiri-sendiri yang
berbeda antara satu dengan yang lainnya, dan dengan sendirinya akan menyangkut
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Di sinilah letak fungsi filsafat dan filsafat pendidikan
dalam memilih dan mengarahkan teori-teori pendidikan dan kalau perlu juga merevisi teori
pendidikan tersebut, yang sesuai dan relevan dengan kebutuhan, tujuan dan pandangan
hidup dari masyarakat.
3. Filsafat, termasuk juga filsafat pendidikan, juga mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu pendidikan
atau paedagogik. Suatu praktek kependidikan yang didasarkan dan diarahkan oleh suatu
filsafat pendidikan tertentu, akan menghasilkan dan menimbulkan bentuk-bentuk dan
gejala-gejalan kependidikan yang tertentu pula. Hal ini adalah data-data kependidikan yang
ada dalam suatu masyarakat tertentu. Analisa filsafat berusaha untuk menganalisa dan
memberikan arti terhadap data-data kependidikan tersebut, dan untuk selanjutnya
menyimpulkan serta dapat disusun teori-teori pendidikan yang realistis dan selanjutnya
akan berkembanglah ilmu pendidikan (paedagogik).
Di samping hubungan fungsional tersebut, antara filsafat dan teori pendidikan, juga
terdapat hubungan yang bersifat suplementer,[6]
sebagai berikut :
a) Kegiatan merumuskan dasar-dasar, dan tujuan-tujuan pendidikan, konsep tentang sifat
hakikat manusia, serta konsepsi hakikat dan segi-segi pendidikan serta isi moral
pendidikannya.
b) Kegiatan merumuskan sistem atau teori pendidikan (science of education) yang
meliputi politik pendidikan, kepemimpinan pendidikan atau organisasi pendidikan,
metodologi pendidikan dan pengajaran, termasuk pola-pola akulturasi dan peranan
pendidikan dalam pembangunan masyarakat dan Negara
Definisi di atas merangkum dua cabang ilmu pendidikan yaitu, filsafat pendidikan dan
system atau teori pendidikan, dan hubungan antara keduanya adalah bahwa yang satu
supplemen terhadap yang lain dan keduanya diperlukan oleh setiap guru sebagai
pendidik dan bukan hanya sebagai pengajar di bidang studi tertentu. [7]