1. Riwayat psikiatri militer berasal dari pengalaman Perang Dunia I dan II, khususnya di Inggris dan Amerika. Gangguan mental seperti shell shock mulai diidentifikasi. Pada PD II, kasus ditangani lebih dekat dengan garis depan dan menggunakan pendekatan psikologis.
2. Moril tempur adalah semangat bertempur prajurit yang ditentukan oleh kepercayaan terhadap tujuan dan komando serta kesehatan.
3. Sif
0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
343 tayangan7 halaman
1. Riwayat psikiatri militer berasal dari pengalaman Perang Dunia I dan II, khususnya di Inggris dan Amerika. Gangguan mental seperti shell shock mulai diidentifikasi. Pada PD II, kasus ditangani lebih dekat dengan garis depan dan menggunakan pendekatan psikologis.
2. Moril tempur adalah semangat bertempur prajurit yang ditentukan oleh kepercayaan terhadap tujuan dan komando serta kesehatan.
3. Sif
1. Riwayat psikiatri militer berasal dari pengalaman Perang Dunia I dan II, khususnya di Inggris dan Amerika. Gangguan mental seperti shell shock mulai diidentifikasi. Pada PD II, kasus ditangani lebih dekat dengan garis depan dan menggunakan pendekatan psikologis.
2. Moril tempur adalah semangat bertempur prajurit yang ditentukan oleh kepercayaan terhadap tujuan dan komando serta kesehatan.
3. Sif
1. Riwayat psikiatri militer berasal dari pengalaman Perang Dunia I dan II, khususnya di Inggris dan Amerika. Gangguan mental seperti shell shock mulai diidentifikasi. Pada PD II, kasus ditangani lebih dekat dengan garis depan dan menggunakan pendekatan psikologis.
2. Moril tempur adalah semangat bertempur prajurit yang ditentukan oleh kepercayaan terhadap tujuan dan komando serta kesehatan.
3. Sif
Unduh sebagai DOC, PDF, TXT atau baca online dari Scribd
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7
1.
Sejarah singkat kesehatan jiwa militer
Riwayat Psikiatri Militer pada umumnya kita dapati dari perpustakaan Negara barat setelah Perang Dunia I dan II. Pada umumnya masalah yang disoroti adalah tentang non effectiveness para prajurit tempur di medan perang akibat gangguan/kelainan jiwa tanpa terdapat luka korban pertempuran. Hal ini perlu di utarakan, mengingat luka merupakan suatu peluang emas bagi korbannya untuk mengundurkan diri dari pertempuran tanpa kehilangan kehormatan sebagai prajurit tempur. Sejarah kesehatan jiwa militer banyak bersumber pada Negara-negara Barat khususnya Inggris dan Amerika, karena mereka banyak menulis pengalaman-pengalaman mereka pada Perang Dunia I dan II. Di Amerika kasus gangguan jiwa pada militer sudah ditemukan pada perang saudara namun tidak sebagai gangguan jiwa, melainkan dimasukkan kedalam kondisi yang disebut Irritable Heart of Soldiers atau Soldiers Hearts (da Costa syndrome). Dalam Perang Dunia I, didapatkan kasus-kasus prajurit yang sama sekali tidak terluka namun menunjukkan gejala ketakutan, keringat dingin, bahkan kadang-kadang dalam keadaan stupor akibat letusan-letusan meriam yang tidak henti-hentinya. Gangguan ini disebut sebagai Shell- Shock. Setiap kasus Shell Shock dikirim kebelakang jauh dari daerah pertempuran. Mereka yang dikirim kegaris belakang tidak dapat lagi kembali ke daerah pertempuran karena timbulnya secondary gain of illness atau keuntungan sekunder dari keadaan sakitnya. Pada Perang Dunia II, karena pengalaman dari PD I dan juga sifat pertempuran sendiri berlainan dengan PD I, kesehatan jiwa militer mengalami banyak perubahan: Kasus psikiatri tidak lagi langsung dikirim kegaris belakang melainkan ditangani sejauh mungkin didepan misalnya di Pos Long Yon dibawah desingan peluru. Ditempat ini prajurit dibiarkan istirahat dengan makan/minum yang hangat, disuruh mandi diberi pakaian dinas yang bersih namun diharuskan tetap memegang teguh disiplin, serta diharuskan untuk melakukan latihan-latihan ringan. Obat-obatan yang diberikan berupa obat sedatif ringan agar dapat tidur nyenyak, disamping dapat diberikan psikoterapi berupa dorongan agar dapat bertugas kembali. Disamping yang disebut diatas, perubahan lain yang terlihat adalah pada saat persiapan sebelum maju kemedan perang, adalah : Seleksi kesehatan jiwa bagi yang akan masuk dinas militer agar mereka yang memiliki kecenderungan gangguan mental-psikologis tidak diterima sebagai anggota militer. Didalam latihan kemiliteran atau di pusat-pusat pendidikan ditempatkan psikiater militer yang dibantu oleh psikolog dan pekerja sosial, sehingga secara dini dapat diketemukan kasus-kasus psikiatri yang nantinya dapat ditangani secara cepat, dan kemudian dapat dikeluarkan dari latihan calon prajurit. Dalam keadaan demikian, maka dengan sendirinya dibutuhkan tenaga Psikiater, Psikolog, Perawat psikiatri serta pekerja sosial yang lebih banyak. Di Indonesia tidak banyak dicatat tentang kesehatan jiwa militer. Sejak awal sudah ada seorang Dokter Militer yang menjadi ahli kesehatan jiwa (dr. Amino Gondohutomo). Mungkin karena sifat perang di Indonesia waktu itu berupa perang gerilya, disamping jumlah tenaga yang tidak memadai, kasus-kasus psikiatri yang ada mungkin dirawat dirumah sakit jiwa sipil, sehingga lepas dari pengamatan. Kira-kira 10-15 tahun belakangan ini jumlah psikiater militer bertambah sehingga mulai banyak dilakukan kegiatan kesehatan jiwa militer.
2. Moril dan Moril tempur prajurit.
Di dalam organisasi militer, dikenal azas-azas sebagai berikut: Unity of Command (kesatuan komando) Chain of Command (rantai komando) Delegation of Authority (pendelegasian wewenang) Technical Authority Field (lapangan kekuasaan tekhnis/lkt) Hakekat peranan kesehatan didalam penugasan pasukan : to keep the fighting strength of the troop dan sasanti Kesad : Hesti Wira Sakti, berarti mengejar kewiraan (kesehatan jiwa) dan kesaktian (kesehatan fisik) pada setiap prajurit, dengan ridho Tuhan YME. Moril Tempur Moril adalah kesediaan prajurit untuk melakukan hal-hal yang harus dilakukannya. Moril tempur adalah daya juang dalam suatu pasukan yang mendorong anggotanya untuk bertempur. Dalam pasukan, terdapat kekuatan psikologik yang mendorong anggota-anggotanya untuk berjuang secara terus menerus dalam mencapai tujuan bersama. Unsur-unsur moril yang menentukan pembentukan dan pemeliharaan moril adalah : a. Kepercayaan tiap anggota pasukan kepada tujuan bersama. b. Kepercayaan tiap anggota pasukan terhadap kepemimpinan komandan. ad. 1) Penggunaan otoritas yang tepat. ad.2) Kepribadian dan sikap yang baik. c. Kepercayaan tiap anggota pasukan satu terhadap yang lain. d. Kesehatan. 3. Ciri dan karakter seorang komandan pasukan, ditinjau dari berbagai aspek, termasuk aspek Keswamil Beberapa hal yang membuat seorang komandan dapat menjadi komandan yang baik adalah : 1) Penggunaan otoritas yang tepat. 2) Kepribadian dan sikap yang baik. Untuk menjadi komandan yang baik hal-hal berikut harus dikembangkan: a) Pengetahuan mengenai bidang tugas dimedan pertempuran. b) Kerajinan dan ketekunan. c) Sikap yang tegas dan bertanggungjawab. d) Keberanian dan sikap yang tenang. e) Kejujuran dan keadilan. 3) Pembinaan hubungan yang baik dengan anak buah. Kepercayaan anak buah kepada kepemimpinan komandan ditunjang oleh hal-hal tsb: 1) Penggunaan otoritas yang tepat. Moril anak buah tergantung kepada : a) Tuntutan dan perintah yang diberikan kepada anak buah. b) Seberapa jauh komandan dicintai dan dibutuhkan oleh anak buah Hal-hal berikut tidak boleh dilakukan : a) Komandan hanya menuntut dan memerintah tapi tidak memperhatikan kebutuhan anak buah, apalagi menggunakan wewenang hanya unluk kepentingan pribadi. b) Komandan hanya ingin dicintai anak buah tanpa memberikan tuntutan tugas kepada mereka. Dengan cara demikian misi komandan akan gagal. 2) Kepribadian dan sikap yang baik. a) Pengetahuan mengenai bidang tugas dimedan pertempuran. b) Kerajinan dan ketekunan. c) Sikap yang tegas dan bertanggung jawab. d) Keberanian dan sikap yang tenang e) Kejujuran dan keadilan. (1) Menghargai dan memuji anak buah. (2) Jangan gampang menyalahkan. (3) Memberikan perintah dengan kata-kata yang jelas. (4) Memberikan pengertian mengenai alasan penugasan. (5) Komandan harus melatih anak buah untuk dapat menerima hal-hal yang tidak terduga. (6) Rencanakan aktivitas untuk menghilangkan rasa takut. 7) Sikap yang offensif. (8) Menyesuaikan perintah dengan keadaan. (9) Jangan mengisolir diri tcrhadap anak buah.
4. Burn-out, pengertian, macam, klasifikasi, cara penatalaksanaan
Korban gangguan kejiwaan akibat pengalaman perang, akumulasi dati stres atau penderita neurosis laten yang gejalanya menjadi nyata karena dipresipitasi oleh suasana perang. Dalam perang terdapat 2 macam stress yang menimpa para prajurit: - Stress fisik : lapar, lelah, hawa dingin, panas, angin, berbagai penyakit lain, dll. - Stress psikologis : ketakutan adalah sebab yang paling kuat dari stress kejiwaan dalam perang. Ketakutan sifatnya kumulatif, makin lama orang berada dalam peperangan makin kecil kemungkinan ia selamat. Klasifikasi 1. Bentuk ringan - Keletihan pertempuran ringan merupakan 70% dari semua kasus. - Prajurit tidak mampu lagi melakukan tugas tempur secara efektif kendati penampilannya masih normal. - Prajurit capai dan irritabel, keadaan fisik agak menurun, mudah sedih. - Keluhan badaniah sebagai manifestasi dari anxietas. - Gejala-gejala somatik seperti berdebar-debar, mual, nyeri pada perut dan lain-lain yang menyerupai anxietas dan depresi. 2. Bentuk sedang - Keletihan pertempuran sedang yang merupakan 25% dari semua kasus - Lebih berat daripada bentuk ringan. - Prajurit tidak mampu lagi melakukan tugasnya lagi baik untuk tempur maupun tugas-tugas lain, termasuk didalamnya adalah golongan neurosis berat. - Berbagai gejala badaniah a.l. Konversi, misalnya lumpuh atau buta - Pasien tampak sangat depresif, apatis, merasa berdosa dan tidak dapat mengambil keputusan. - Prajurit tidak dapat lagi bertugas secara efektif pada semua kemampuan. - Gambaran ini menyerupai anxietas dan depresi yang berat, kadang-kadang bahkan menyerupai histeris. 3. Bentuk berat - Keletihan pertempuran yang berat yang meliputi 3-5% dari semua kasus - Pada latih tempur bentuk berat prajurit telah terganggu testing realitanya (psikotik).. - Prajurit tidak dapat berfungsi sama sekali karena kehilangan kontak dengan realitas. - Gejala-gejala yang timbul menyerupai skizofrenia, psikosis manik-depresif dan psikosis paranoid. Cara penatalaksanaan 1. Prinsip kedekatan (The principle of proximity) Penderita harus ditangani sedekat mungkin dengan tempat dimana ia mengalami gangguan emosionalnya. 2. Prinsip kedinian Penderita harus segera ditangani begitu ia mengalami gangguan kejiwaan (crisis intervention). 3. Prinsip harapan (The principle of expectancy) Penderita harus berharap dan diharapkan oleh komando untuk kembali bertugas di kesatuannya segera setelah mendapatkan pengobatan. Didasarkan atas prinsip tersebut diatas telah diletakkan praktek penanganan Letih Tempur sbb: Tangani penderita Letih Tempur sedini mungkin dan sedekat mungkin dengan tempat tugasnya dimedan pertempuran Rehabilitasi fisik Berikan kesempatan untuk berbicara (ventilasi). Ciptakan lingkungan bukan rumah sakit. Kembalikan ketugas secepat mungkin
5. Kesehatan jiwa/mental-militer, pengertian dan ruang lingkupnya
Kesehatan jiwa militer (psikiatri Militer) adalah suatu bidang dalam ilmu Kedokteran Jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa dalam lingkup kehidupan militer dan keluarganya. Ruang lingkup kesehatan jiwa militer adalah : - Kesehatan jiwa didaerah bukan tempur (garis belakang, markas, rah aman) o Seleksi Kesehatan jiwa/ pemeriksaan kesehatan jiwa masal o Penyuluhan Keswa o Konsultasi kesehatan jiwa dan disposisi o Hospitalisasi o Rehabilitasi - Kesehatan jiwa di Daerah Pertempuran o Penanganan gangguan jiwa yang terjadi di Rahpur o Moril tempur o Evakuasi o Disposisi - Administrasi kesehatan jiwa militer (Confidential) TUGAS PSIKIATRI MILITER I