0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
113 tayangan19 halaman

Mini Cex Interna

Dokumen tersebut merupakan observasi pasien perempuan berusia 19 tahun dengan keluhan demam selama 3 hari. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium, didiagnosis menderita Demam Berdarah Dengue grade 2. Pasien diberikan terapi cairan infus, antipyretik, dan edukasi tentang penyakitnya. Prognosis pasien dinilai baik.

Diunggah oleh

saino
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
113 tayangan19 halaman

Mini Cex Interna

Dokumen tersebut merupakan observasi pasien perempuan berusia 19 tahun dengan keluhan demam selama 3 hari. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium, didiagnosis menderita Demam Berdarah Dengue grade 2. Pasien diberikan terapi cairan infus, antipyretik, dan edukasi tentang penyakitnya. Prognosis pasien dinilai baik.

Diunggah oleh

saino
Hak Cipta
© © All Rights Reserved
Format Tersedia
Unduh sebagai DOCX, PDF, TXT atau baca online di Scribd
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1/ 19

MINI CEX

Observasi Febris Hari Ke 3 e.c DHF

Diajukan kepada :
dr. Nani Widorini, Sp.PD

Disusun oleh :
Prakosa Jati Prasetyo G4A014111

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
RSUD AJIBARANG
PURWOKERTO
2016
LEMBAR PENGESAHAN

MINI CEX
Observasi Febris Hari Ke 3 e.c DHF

DisusunOleh :
Prakosa Jati Prasetyo G4A014111

Diajukan untuk memenuhi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik


Di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD AJIBARANG

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada Tanggal Desember 2016

Pembimbing,

dr. Nani Widorini, Sp.PD


BAB I
STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. Yusni L
Usia : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Gunung Lurah 1/2
Tanggal masuk : 28 Desember 2016
Tanggal periksa : 29 Desember 2016

B. SUBJEKTIF
1. Keluhan Utama
Demam
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Ajibarang dengan keluhan demam,
demamdirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam tinggi
dirasakan mendadak. Sifat demam terus-menerus turun jika diberikan obat
penurun panas. Keluhan ini membuat pasien sulit untuk beraktivitas. Pasien
sudah sempat berobat ke dokter umu dan diberikan obat penurun panas.
Tetapi keluhan masih belum sembuh.
Selain mengeluhkan demam, pasien mengakui keluhan bagian
persendia terasa pegal, nyeri pada otot tubuh, mudah lelah, muncul bintik-
bintik berwarna merah diawali pada bagian punggung lalu ke tangan, mual
yang diikuti dengan muntah,ruam merah pada daerah tangan yang terus
menyebar. Pasien menyangkal keluhan nyeri kepala, nyeri perut, sesak
nafas, nyeri menelan, BAB berdarah, dan gangguan BAK.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat penyakit jantung : disangkal
d. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
e. Riwayat hipertensi : disangkal
f. Riwayat diabetes melitus : disangkal
g. Riwayat asma : disangkal
h. Riwayat alergi : diakui terutama makanan laut
4. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat keluhan serupa : disangkal
b. Riwayat mondok : disangkal
c. Riwayat penyakit jantung : disangkal
d. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
e. Riwayat hipertensi : disangkal
f. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
g. Riwayat asma : disangkal
h. Riwayat alergi : disangkal
5. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang mahasiswa, yang memiliki keseharian
tinggal dikosan. Pasien mengakui disekita koas terdapat teman yang
memilikikeluhan serupa. Pasien memiliki kebiasaan untuk jajan diluar,
pasien tidakmerokok, dan jarang berolahraga

C. OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum : Sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4M6V5 (15)
c. BB : 57 kg
d. TB : 159 cm
e. IMT : 22,61 (normoweight)
f. Vital sign
- Tekanan Darah : 100/60mmHg
- Nadi : 78 kali/menit
- RR : 21 kali/menit
- Suhu : 36,4oC
f. Status Generalis
1) Kepala
- Bentuk : mesochepal, simetris (+)
- Rambut : warna hitam, tidak mudah dicabut, distribusi
merata, tidak rontok
2) Mata
- Palpebra : edema (-/-) ptosis (-/-)
- Konjungtiva : anemis (-/--)
- Sclera : ikterik (-/-)
- Pupil : reflekcahaya (+/+) normal,isokor 3 mm
3) Telinga
- otore (-/-) - nyeri tekan (-/-)
- deformitas (-/-) - discharge (-/-)
4) Hidung
- (-/-)
Nafas cuping hidung (-/- - discharge (-/-)
- deformitas (-/-) - rinorhea(-/-)
5) Mulut
- Bibir sianosis (-)
- Bibir kering (-)
- Tonsil T1-T1
- Faring hiperemis (-)
- Lidah kotor (-)
6) Leher
- Trakhea : deviasi trakhea (-/-)
- Kelenjar lymphoid : tidak membesar, nyeri (-)
- Kelenjar thyroid : tidak membesar
- JVP : nampak, 5+2 cm
7) Dada
a) Paru
- Inspeksi : Bentuk dada simetris,ketinggalan gerak (-),
Jejas (-)
Retraksi suprasternalis (-)
Retraksi intercostalis (-)
Retraksi epigastrik (-)
- Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri, ketinggalan gerak (-)
- Perkusi : sonor pada lapang paru kiri dan kanan
- Auskultasi: suara dasar vesikuler (+/+), wheezing (-/-)
Ronkibasahkasar (-/-), ronkibasahhalus (-/-)
b) Jantung
- Inspeksi : ictus cordis Nampak pada SIC V LMCS
- Palpasi : ictus cordis teraba di SIC VLMCS,kuat angkat (-)
- Perkusi: Batas jantung kanan atas : SIC II LPSD
Batas jantung kiri atas : SIC II LPSS
Batas jantung kanan bawah :SIC IV LPSD
Batas jantung kiri bawah : SIC V LMCS 1 jari
medial LMCS
- Auskultasi : S1>S2, reguler, murmur (-), gallops (-)
8) Abdomen
- Inspeksi : datar
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani,pekaksisi (-), pekak alih (-), nyeri
ketokcostovertebrae (-)
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-), undulasi (-)
Hepar : tidak teraba perbesaran
Lien : tidak teraba
9) Ekstrimitas
Superior :deformitas (-), edema (-/-), sianosis (-/-), bintik
kemerahan (+), ruam merah (+)
Inferior : deformitas (-), edema (-/-), sianosis (-/-), bintik
kemerahan (+), ruam merah (+)
2. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium darah 30 Desember 2016
Hb : 12 gr/dl Normal : 11 18 gr/dl
Leukosit : 2210 /ul L Normal : 4.800 10.800/ul
Hematokrit : 35.7% Normal : 35 % - 45 %
Eritrosit : 4,02 juta/ul Normal : 4,7 6,1 juta/ul
Trombosit : 48.000/ul H Normal: 150.000 - 450.000/ul

D. DIAGNOSIS BANDING
1. Observasi Febris Hari ke 3 e.c DHFGrade 2
2. Observasi Febris Hari ke 3 e.c Tonsilitis
3. Observasi Febris Hari ke 3 e.c Faringitis

E. DIAGNOSIS KERJA
Observasi febris hari ke 3 e.c DHF grade 2
F. PLANNING
1. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium : Darah rutin serial, elektrolit, fungsi renal
2. Terapi
a. Farmakologi
1) IVFD RL 33 tpm dalam 4 jam dilanjutkan 30 tpm
2) PO Paracetamol 4x500mg K/P (demam)
3) PO Curcuma 3x1 tab
b. Non Farmakologi
1) Kompres dengan air hangat jika demam
2) Edukasi mengenai tanda kegawatan dari penyakit DHF
3) Edukasi tentang cara dan efek samping obat
4) Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai penyebab dan
terapi dari penyakit DHF
5) Pemberian diit yang rendah serat,, tinggi protein, dan pengaturan
intake cairan
3. Monitoring
a. Keadaan umum dan kesadaran
b. Tanda vital
c. Diuresis
d. Monitoring hasil pemeriksaan trombosit
e. Monitoring tanda-tanda kegawatan pada DHF

G. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
DBD Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus
akut yang disebabkan oleh virus dengue, terutama menyerang anak-anak yang
bertendensi menimbulkan syok dan kematian. Menurut World Health
Organization (WHO), demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit
yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes yang terinfeksi salah satu dari
empat tipe virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau
nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia
dan diathesis hemoragik. Pada demam berdarah dengue terjadi perembesan
plasma yang ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit) atau
penumpukan cairan di rongga tubuh.
B. Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan
oleh nyamuk. Virus dengue ini termasuk kelompok B Arthropod Virus
(Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4. Infeksi dari salah satu serotipe 10 menimbulkan antibodi
terhadap virus yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk untuk
serotipe lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan
terhadap serotipe lain. Seorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat
terinfeksi oleh 3/4 serotipe yang berbeda selama hidupnya. Serotipe DEN-3
merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan banyak yang
menunjukkan manifestasi klinik yang berat. 1,17-20 Beberapa pasien demam
berdarah terus berkembang menjadi demam berdarah dengue (DBD) yang
berat. Biasanya demam mulai mereda pada 3-7 hari setelah onset gejala. Pada
pasien juga bisa didapatkan tanda peringatan (warning sign) yaitu sakit perut,
muntah terus-menerus, perubahan suhu (demam hipotermia), perdarahan, atau
perubahan status mental (mudah marah,bingung).1 Menurut WHO kriteria
demam berdarah dengue ialah demam yang berlangsung 2-7 hari, terdapat
manifestasi perdarahan, trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/mm3),
dan peningkatan permeabilitas pembuluh darahEtiologidanFaktorPredisposisi
C. Epidemiologi
DBD Sampai saat ini penyakit demam berdarah dengue (DBD) masih
menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di Indonesia. Penyakit
ini dapat mengakibatkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di beberapa daerah
endemis yang terjadi hampir setiap tahunnya pada musim penghujan. Sejak
tahun 1952 infeksi virus 11 dengue menimbulkan manifestasi klinis berat
yaitu demam berdarah dengue (DBD) yang ditemukan di Manila, Filipina.
Kemudian menyebar ke Thailand, Vietnam, Malaysia bahkan Indonesia.
Tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan pertama kali di Surabaya dan Jakarta
sebanyak 58 kasus, dengan kematian yang sangat tinggi, 24 orang (case
fatality rate 41,3%). Pada tahun 1993 DBD telah menyebar ke seluruh
provinsi di Indonesia.22 Demam berdarah dengue sering terjadi pada anak
usia kurang dari 15 tahun. Sekitar 50% penderita DBD berusia 10-15 tahun
yang merupakan golongan usia yang tersering menderita DBD dibandingkan
dengan bayi dan orang dewasa. Nyamuk Aedes aegypti yang aktif menggigit
pada siang hari dengan dua puncak aktivitas yaitu pada pukul 08.00 12.00
dan 15.00 17.00.
Jumlah kasus DBD di Indonesia pada tahun 2010 sebanyak 156.086
kasus dengan jumlah kematian akibat DBD sebanyak 1.358 orang, IR 65,7
per 100.000 penduduk dan CFR sebesar 0,87%. Terjadi penurunan IR DBD
jika dibandingkan dengan tahun 2009 yaitu sebesar 68,22 per 100.000
penduduk. Demikian juga dengan CFR yang mengalami sedikit penurunan,
pada tahun 2009 CFR DBD sebesar 0,89%.23 World Health Organization
(WHO) mencatat sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, Negara Indonesia
merupakan Negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara. Penyakit
DBD masih menjadi permasalahan yang serius di Provinsi Jawa Tengah, hal
ini terbukti dengan adanya 35 kabupaten/kota yang sudah pernah terjangkit
penyakit DBD. Sedangkan Insidence Rate (RI) DBD di Provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2011 sebesar 15,27/100.000 penduduk. Apabila dibandingkan
dengan tahun 2010 yang jumlahnya 59,8/100.000 penduduk pada tahun 2011
mengalami penurunan yang sangat derastis.
Angka kematian / Case Fatality Rate (CFR) DBD di Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2011 ialah 1,29%. Angka kesakitan tertinggi pada tahun
2011 berada di Kota Semarang dan terendah di Kabupaten Wonogiri sebesar
4,29/100.000 penduduk.21 Data dari Dinas Kesehatan Kota Semarang pada
tahun 2010 jumlah kasus DBD sebanyak 5.556 dengan jumlah kematian
sebesar 47 orang, IR 368,7/100.00, dan CFR 0,8%. Pada tahun 2011 jumlah
kasus DBD 1.303 dengan jumlah kematian 10 orang, IR 73,87/100.000, dan
CFR 0,77%. Pada tahun 2012 terdapat 1.250 kasus dengan jumlah kematian
22 orang, IR 70,9/100.000, dan CFR 1,76%.21 Morbiditas dan mortalitas
infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor antara lain imunitas
penjamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi virus dengue, keganasan
(virulensi) virus dengue dan kondisi geografis setempat.

D. Patogenesis dan patofisiologis


DBD terjadi pada sebagian kecil dari penderita DB. Meskipun DBD
dapat terjadi pada pasien yang baru terserang DB untuk pertama kalinya,
sebagian besar kasus DBD terjadi pada pasien dengan infeksi sekunder.
Hubungan antara kejadian DBD/DSS dengan infeksi DB sekunder melibatkan
sistem imun pada patogenesisnya. Baik imunitas alamiah seperti sistem
komplemen dan sel NK, maupun imunitas adaptif termasuk humoral dan
imunitas dimediasi sel terlibat dalam proses ini. Kenaikan aktivasi imun,
khususnya pada infeksi sekunder, menyebabkan respon sitokin yang
berlebihan sehingga merubah permeabilitas pembuluh darah. Selain itu,
produk dari virus seperti NS1 juga berperan dalam mengatur aktivasi
komplemen dan permeabilitas pembuluh darah.
Tanda penting dari DBD adalah meningkatnya permeabilitas vaskular
sehingga terjadi kebocoran plasma, volume intravaskular berkurang, dan syok
di kasus yang parah. Kebocoran plasma bersifat unik karena plasma yang
bocor selektif, yaitu di pleura dan rongga abdomen serta periodenya pendek
(24-48 jam). Pemulihan cepat dari syok tanpa sequele dan tidak adanya
inflamasi pada pleura dan peritoneum mengindikasikan mekanisme yang
terjadi adalah perubahan fungsi integritas vaskular, bukan kerusakan
struktural dari endotel. Berbagai sitokin yang memiliki efek meningkatkan
permeabilitas terlibat dalam patogenesis DBD. Akan tetapi, hubungan penting
antara sitokin dengan DBD masih belum diketahui.
Studi menunjukkan bahwa pola respon sitokin mungkin berhubungan
dengan pola pengenalan sel T spesifik dengue. Reaksi silang sel T secara
fungsional tampak aktivitas sitolitiknya berkurang tetapi mengekspresikan
peningkatan produksi sitokin seperti TNF-, IFN-, dan kemokin. TNF-
telah terlibat pada beberapa manifestasi berat termasuk perdarahan di
percobaan hewan. Peningkatan permeabilitas vaskular juga dapat dimediasi
oleh aktivasi sistem komplemen. Kenaikan level fragmen komplemen terlihat
pada DBD. Beberapa fragmen komplemen seperti C3a dan C5a diketahui
memiliki efek untuk meningkatkan permeabilitas. Studi terbaru menyatakan
bahwa antigen NS1 dari virus dengue dapat mengatur aktivasi komplemen
sehingga diduga berperan pada patogenesis DBD.Lebih banyaknya jumlah
virus pada pasien DBD dibanding pasien DB telah terbukti di berbagai
penelitian. Level protein virus, NS1, juga lebih tinggi pada pasien DBD.
Derajat banyaknya virus berkorelasi dengan ukuran keparahan penyakit
seperti jumlah efusi pleura dan trombositopenia, mengindikasikan bahwa
jumlah virus merupakan kunci penentu keparahan penyakit.
Infeksi virus dengue mengakibatkan munculnya respon imun baik
humoral maupun selular, antara lain anti netralisasi, antihemaglutinin, anti
komplemen. Antibodi IgG dan IgM akan mulai terbentuk pada infeksi primer
dan akan meningkat (booster effect) pada infeksi sekunder. Antibodi tersebut
dapat ditemukan dalam darah pada demam hari ke-5, meningkat pada minggu
pertama-ketiga, dan 15 menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer
antibodi IgG meningkat pada demam hari ke-14 sedangkan pada infeksi
sekunder antibodi IgG meningkat pada hari ke-2. Hal ini berhubungan dengan
cara diagnosis melalui antibodi yang dimiliki oleh host. Infeksi sekunder
apabila terdapat dengue blot dengan hasil Ig G+ dan Ig M- dan Ig G+ dan Ig
M+
E. Faktor Risiko
Faktor risiko individu yang menentukan beratnya penyakit adalah
infeksi sekunder, usia, etnisitas dan penyakit kronis (asma bronkial, anemia
sel sabit dan diabetes mellitus). Pada anak-anak muda mungkin kurang
mampu untuk mengkompensasi kebocoran kapiler daripada orang dewasa dan
akibatnya berisiko lebih besar mengalami syok dengue.
Pada wanita lebih berisiko mendapatkan manifestasi berat setelah
terinfeksi virus dengue (DBD/SSD) karena secara teori diyakini wanita lebih
cenderung dapat meningkatkan permeabilitas kapiler dibanding dengan laki-
laki.26 Selain itu, orang kulit putih infeksi virus dengue lebih berat dibanding
dengan orang kulit hitam (negro) karena virus lebih banyak berkembang-biak
pada sel mononuklear orang kulit putih. Infeksi virus dengue lebih sering
terjadi pada orang yang memiliki status gizi yang baik dibanding dengan
orang malnutrisi.
Pada orang yang memiliki indeks massa tubuh tinggi, kapiler mereka
secara intrinsik lebih mungkin bocor sehingga bisa menjadi lebih buruk
dalam infeksi dengue. Respon dari imun dapat mempengaruhi jumlah
trombosit dan kadar hematokrit di dalam tubuh misalnya dapat menyebabkan
fungsi agregasi trombosit menurun.Selain itu imunitas yang ada dalam
masyarakat memegang peranan penting di daerah epidemis karena lebih
banyak kasus terdiri dari anak-anak, remaja dan orang dewasa dibanding
anak-anak usia rendah yang kemungkinan diakibatkan oleh system imun yang
baik yang dimiliki.
F. MANIFESTASI KLINIS
Tabel. Klasifikasi DHF
Manifestasi klinik untuk demam berdarah dengue (DBD) yaitu:
- Demam tinggi, timbul mendadak, kontinua, kadang bifasik.
- Berlangsung antara 2-7 hari.
- Muka kemerahan (facial flushing) , anoreksi, mialgia dan artralgia.
- Nyeri epigastrik, muntah, nyeri abdomen difus.
- Kadang disertai sakit tenggorok.
- Faring dan konjungtiva yang kemerahan.
- Dapat disertai kejang demam
Tersangka infeksi dengue apabila terdapat demam, perdarahan mukosa,
trombositopeni dan penumpukan cairan di rongga tubuh karena terjadi
peningkatan permeabilitas pembuluh darah kapiler. Pada waktu transisi yaitu
dari fase demam menjadi tidak demam, pasien yang tidak diikuti dengan
peningkatan pemeabilitas kapiler tidak akan berlanjut menjadi fase kritis.
Ketika terjadi penurunan demam tinggi, pasien dengan peningkatan
permeabilitas mungkin menunjukan tanda bahaya yaitu yang terbanyak
adalah kebocoran plasma. Pada fase kritis terjadi penurunan suhu menjadi
37.5-38C atau kurang pada hari ke 3-8 dari penyakit.
Progresivitas leukopenia yang diikuti oleh penurunan jumlah platelet
mendahului kebocoran plasma. Peningkatan hematokrit merupakan tanda
awal terjadinya perubahan pada tekanan darah dan denyut nadi. Terapi cairan
digunakan untuk mengatasi plasma leakage. Efusi pleura dan asites secara
klinis dapat dideteksi setelah terapi cairan intravena. Fase terakhir adalah fase
penyembuhan. Setelah pasien bertahan selama 24-48 jam fase kritis,
reabsorbsi kompartemen ekstravaskuler bertahap terjadi selama 48-72 jam.
Fase ini ditandai dengan keadaan umum membaik, nafsu makan kembali
normal, gejala gastrointestinal membaik dan status hemodinamik stabil.

G. DIAGNOSA
WHO membuat kriteria diagnose DBD ditegakkan jika memenuhi 2
kriteria klinis ditambah dengan 2 kriteria laboratorium dibawah ini:
Tabel. Kriteria Klinik dan Laboratoris DBD

Tabel. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Virus Demam Berdarah Dengue


H. Pemeriksaan laboratorium
Menegakkan diagnosis infeksi dengue dengan menggunakan pemeriksaan
laboratorium sangat berperan penting pada perawatan pasien, surveilans
epidemiologi, pemahaman pathogenesis infeksi dengue dan riset formulasi
vaksi. Diagnosis definitif infeksi virus dengue hanya dapat dilakukan di
laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus atau RNA dalam
serum atau jaringan tubuh (PCR), dan deteksi spesifik dalam serum pasien.
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin
untuk menapis dan membantu menegakkan diagnosis pasien demam berdarah
dengue.
Menurut Kriteria WHO (2011) pemeriksaan laboratorium demam
berdarah dengue adalah sebagai berikut:

Jumlah sel darah putih bisa normal atau didominasi oleh neutrofil pada
fase awal demam. Kemudian, jumlah sel darah putih dan neutrofil akan
turun, hingga mencapai titik terendah di akhir fase demam. Perubahan
pada jumlah total sel darah putih (P enggunaaanjarumsuntik yang
tidaksteril
Jumlah platelet normal selama fase awal demam. Penurunan ringan dapat
terjadi selanjutnya. Penurunan jumlah platele secara tiba-tiba hingga di
bawah 100.000 terjadi di akhir fase demam sebelum onset syok ataupun
demam surut. Jumlah platelet berkorelasi dengan keparahan DBD. Selain
itu, terdapat kerusakan pada fungsi platelet. Perubahan ini terjadi secara
singkat dan kembali normal selama fase pemulihan
Hematokrit normal pada fase awal demam. Peningkatan kecil dapat
terjadi karena demam tinggi, anoreksi, dan muntah. Peningkatan
hematokrit secara tiba-tiba terlihat setelah jumlah platelet berkurang.
Hemokonsentrasi atau naiknya hematokrit sebesar 20% dari batas
normal, seperti hematokrit 35% 42% merupakan bukti obyektif adanya
kebocoran plasma.
Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan penemuan tetap dari
DBD. Berkurangnya jumlah platelet di bawah 100.000 sel/mm3 biasanya
terjadi pada hari ketiga-sepuluh. Peningkatan hematokrit terjadi pada
semua kasus DBD, khususnya kasus syok. Hemokonsentrasi degan
peningkatan hematokrit sebesar 20% atau lebih merupakan bukti obyektif
adanya kebocoran plasma. Harus dicatat bahwa level hematokrit
mungkin dipengaruhi oleh penggantian volume yang terlalu dini atau
perdarahan.
Penemuan lain adalah hipoproteinemia/ albuminemia (sebagai
kosekuensi kebocoran plasma), hiponatremia, dan kenaikan ringan AST
serum (<=200 U/L) dengan rasio AST:ALT>2
Albuminuria ringan sesaat juga dapat terlihat
Berak darah
Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan koagulasi dan faktor
fibrinolitik menunjukkan berkurangnya fibrinogen, protrombin, faktor
VIII, faktor XII, dan antitrombin. Pengurangan antiplasmin (penghambat
plasmin) juga terdeteksi pada beberapa kasus. Pada kasus berat dengan
disfungsi hepar, kofaktor protrombin tergantung vitamin K berkurang,
seperti faktor V,VII,IX, dan X.
Waktu tromboplastin sebagian dan waktu protrombin memanjang pada
sepertiga sampai setengah kasus DBD. Waktu trombin juga memanjang
di kasus yang berat.
Hiponatremia terjadi beberapa kali pada DBD dan lebih parah pada syok.
Hipokalsemia (dikoreksi dengan hipoalbuminemia) terjadi pada seluruh
kasus DBD, levelnya lebih rendah pada derajat 3 dan 4
Asidosis metabolik juga sering ditemukan di kasus dengan syok
berkepanjangan. Kadar nitrogen urea dalam darah meningkat pada syok
berkepanjangan
BAB III
KESIMPULAN

1. DBD adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus dengue,
terutama menyerang anak-anak yang bertendensi menimbulkan syok dan
kematian
2. Etiologi Demam berdarah dengue oleh virus dengue yang ditularkan oleh
nyamuk. Virus dengue ini termasuk kelompok B Arthropod Virus
(Arbovirus) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili
Flaviviride, dan mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3,
dan DEN-4.Kriteria Diagnosis Hepatitis B meliputi
3. Terapicairan sangat dibutuhkan pada kasus DHF sehingga diperlukan
penanganan yang cepat dan tepat

Anda mungkin juga menyukai