Makalah Filsafat Ilmu

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Logika berasal dari kata Yunani kuno (logos) yang berarti hasil pertimbangan
akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah
salah satu cabang filsafat. Sebagai ilmu, logika disebut dengan ilmu logika (ilmu
pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan
teratur. Logika tidak mempelajari cara berpikir dari semua ragamnya, tetapi pemikiran
dalam bentuk yang paling sehat dan praktis. Logika menyelidiki, menyaring dan
menilai pemikiran dengan cara serius dan terpelajar serta bertujuan mendapatkan
kebenaran, terlepas dari segala kepentingan dan keinginan perorangan. Logika
merumuskan serta menerapkan hukum-hukum dan patokan-patokan yang harus ditaati
agar manusia dapat berpikir benar, efisien dan teratur.
Tujuan pemikiran manusia adalah mencapai pengetahuan yang benar. Ukuran
benar dalam menguji suatu jalan pikiran adalah sesuai atau tidak dengan realita atau
fakta. Agar suatu pemikiran dan penalaran dapat menghasilkan kesimpulan yang benar
maka pemikiran tersebut harus berpangkal dari kenyataan atau titik pangkalnya harus
benar. Alasan-alasan yang diajukan harus tepat dan kuat. Serta jalan pikiran harus logis
dan lurus (sah).
Mengingat peristiwa sejarah mengutamakan kebenaran dari fakta-fakta yang
ada, maka data sumber primer atau sekunder memerlukan interpetasi yang
membutuhkan penarikan kesimpulan yang tepat dan benar berlaku universal (umum),
maka penulis terdorong membahas peranan induksi dan deduksi dalam logika menalar.
Manusia dalam kehidupan sehari-hari dan disegala aktivitasnya tidak pernah
lepas dari proses berfikir di mana di dalamnya ada proses berfikir secara logis. Dalam
berfikir/bernalar manusia selalu mengeksplisitkan apa yang mereka pikirkan dalam
bentuk pernyataan-pernyataan atau bahasa yang juga dapat disebut dengan Logika.
Ilmu Logika ini mempelajari mengenai kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat,
dan teratur. Berpikir secara logis adalah berpikir secara rasional atau masuk akal yang

1
dinyatakan dalam pernyataan-pernyataan tertentu dan diwujudkan kedalam suatu
tindakan.
Hal yang sangat penting juga adalah belajar membuat deduksi yang berani
dengan salah satu cara untuk melahirkannya adalah silogisme. Hal ini diperlukan
karena mengajarkan kita untuk dapat melihat konsekuensi dari sesuatu pendirian atau
pernyataan yang apabila ditelaah lebih lanjut, kebenaran pendirian atau pernyataan itu
tadi.
Mungkin hal itu bisa terjadi karena tidak mau menghargai kebenaran dari
sesuatu tradisi atau tidak dapat menilai kegunaannya yang besar dari sesuatu yang
berasal dari masa lampau, ada juga sebagian orang yang mengatakan atau menganggap
percuma mempelajari seluk beluk silogisme. Tetapi mungkin juga anggapan itu
didasarkan pada kenyataan bahwa biasanya dalam proses penulisan atau pemikiran
hanya sedikit orang yang dapat mengungkapkan pikirannya dalam bentuk silogisme.
Seiring dalam perkembangan zaman, manusia sering mengabaikan logika
dalam berfikir dan membuat aturan. Kebanyakan orang-orang tersebut menganggap
remeh tentang logika dan berfikir seenaknya saja, mereka mengiginkan suatu hal yang
mudah dan praktis. Sehingga yang terjadi adalah kejanggalan-kejanggalan dalam
komunitas masyarakat banyak.

B. Rumusan masalah
Dengan demikian penulis makalah mengangkat rumusan masalah dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa itu Ilmu penalaran dan Ilmu Logika?
2. Bagaimana menguji suatu jalan pikiran?
3. Apa yang dimaksud dengan deduksi dan Induksi dalam proses penalaran?
4. Bagaimana bentuk-bentuk dan penerapan Silogisme dalam pengambilan
kesimpulan secara tidak langsung?
5. Bagaimana pedoman kerja dalam logika ilmu menalar?

2
C. Tujuan penulisan
Dengan demikian penulis memiliki tujuan dalam penulisan makalah ini sebagai
berikut:
1. Mendeskripsikan itu Ilmu penalaran dan Ilmu Logika
2. Menjelaskan cara menguji suatu jalan pikiran.
3. Menjelaskan maksud deduksi dan Induksi dalam proses penalaran
4. Mendeskripsikan bentuk-bentuk dan penerapan Silogisme dalam
pengambilan kesimpulan secara tidak langsung
5. Menganalisis pedoman kerja dalam logika ilmu menalar

D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis, tulisan ini diharapkan menjadi salah satu bentuk pengalaman dalam
menyusun sebuah tulisan ilmiah. Selain itu penulis pun berharap dengan adanya
tulisan ini dapat dijadikan bahan pertimbangan, pemikiran dan perbandingan
dalam penelitian sejarah lainnya yang berkaitan dengan kajian tentang Filsafat
ilmu
2. Bagi Pembaca, diharapkan tulisan ini dapat memberikan wawasan baru terkait
dasar-dasar dalam ilmu filsafat salah satunya logika dan penalaran.

3
BAB II
LOGIKA ILMU MENALAR

A. Logika
Logika muncul bersama dengan filsafat. Itu tidak berarti logika berdiri sendiri
sebagai satu disiplin di samping filsafat melainkan bahwa dalam filsafat Barat sudah
nyata pemikiran yang logis. Orang pertama yang melakukan pemikiran sistematis
tentang logika adalah filsuf besar Yunani Aristoteles (384-322 M). menarik, karena
Aristoteles sendiri tidak menggunakan istilah logika. Apa yang sekarang kita kenal
sebagai logika, oleh Aristoteles dinamakan Analitika - penyelidikan terhadap
argumentasi-argumentasi yang bertitik-tolak dari putusan-putusan yang benar- dan
Dialektika - penyelidikan terhadap argumentasi-argumentasi yang bertitik-tolak dari
putusan-putusan yang masih diragukan.
Immanuel Kant (Abad XVIII) mengatakan logika tidak mengalami
perkembangan. Akan tetapi pada pertengahan abad XIX logika mengalami
perkembangan karena ada usaha dari beberapa tokoh yang mencoba menerapkan
matematika ke dalam logika. Gejala itu kini dikenal sebagai saat munculnya logika
modern. Sejak saat itu logika dibedakan menjadi logika tradisional/klasik dan logika
modern yang lazim dikenal sebagai logika matematika/simbolik. Logika modern
dirintis oleh orang-orang Inggris, antara lain A. de Morgan (1806 1871), George
Boole (1815-1864), dan mencapai puncaknya dengan karya besar A. N. Whitehead dan
Bertrand Russel Principia Mathematica.
Menurut Louis O. Kattsoff, logika membicarakan teknik-teknik untuk
memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat bahan tertentu dan kadang-kadang logika
didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang penarikan kesimpulan. Logika
tradisional/klasik adalah sistem ciptaan Aristoteles yang berfungsi untuk menganalisa
bahasa. Sedangkan logika modern berusaha menerapkan prinsip-prinsip matematik
terhadap logika tradisional dengan menggunakan lambang-lambang non-bahasa.
Dengan demikian keduanya berkaitan erat satu dengan yang lain. Oleh karena itu

4
memahami kedua macam logika dengan baik merupakan bantuan yang sangat besar
dalam berpikir yang teratur, tepat, dan teliti.
Logika sebagai cabang filsafat, petama kalai di kembangkan di Yunani dimana
untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran dalam kajian filsafat dan logika juga
untuk membuktikan apa yang ditanya oleh seseoarang terhadap pandangan
pemikirannya logika tidak bisa dihindarkan dalam proses hidup mencari kebenaran.
Logika sebagai lmu pengetahuan, pada dasarnya Logika merupakan sebuah ilmu
pengetahuan di mana obyek materialnya adalah berpikir (khususnya penalaran/proses
penalaran) dan obyek formal logika adalah berpikir/penalaran yang ditinjau dari segi
ketepatannya.
Dari perbedaan perspektif dan keterbatasan diatas lalu timbulah bagaimana cara
kita melakukan penyusunan pengetahuan yang benar. Masalah inilah yang dalam
kajian filsafat disebut epistemologi dan landasan epistemology ilmu disebut metode
ilmiah. setiap jenis pengetahuan mempunyai ciri-ciri yang spesifik mengenai apa
(ontology), bagaimana (epistemology) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut
disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan; jadi ontology ilmu berkaitan dengan
epistemology ilmu dan epistemology ilmu berkaitan dengan aksiologi ilmu.
Dasar-dasar logika, konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu
menyatakan bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk
logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis
argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan
(premis). Macam-macam logika, Dalam filsafat logika terdapat didalamnya banyak
sekali materi yang disajikan. Yang salah satunya adalah tentang logika, dan logika
sendiri terdapat juga macam-macamnya yaitu :
1. Logika Alamiah
Logika Alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat
dan lurus dengan demikian pula bahwa logika alamiah ini sifatnya masih murni.
2. Logika Ilmiah

5
Logika alamiah, logika ilmiah ini menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-
azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Sasaran dari logika ilmiah ini
adalah untuk memperhalus dan mempertajam pikiran dan akal budi.

1. Ilmu Penalaran Atau Logika


a. Berpikir atau menalar
Dengan kata lain ditunjuk sasaran atau bidang logika, yaitu pikiran atau
akal budi manusia. Dengan berpikir dimaksudkan kegiatan akal untuk
mengolah pengetahuan yang telah kita terima melalui panca indra, dan
ditunjukkan untuk mencapai suatu kebenaran. Dengan kata-kata yang lebih
sederhana dapat dikatan dapat berpikir adalah berbicara dengan dirinya sendiri
didalam batin (Plato, Aristoteles); mempertimbangkan, merenungkan,
menganalisis, membuktikan suatu, menunjukkan alasan-alasan, menarik
kesimpulan, meneliti sesuatu jalan pikiran, mencari berbagai hal yang
berhubungan satu sama lain, mengapa atau untuk apa sesuatu terjadi, serta
membahas suatu realitas. Menurut Jujun S. Suriasumantri. Berpikir merupakan
kegiatan akal untuk memperoleh pengetahuan yang benar. Berpikir ilmiah
adalah kegiatan akal yang menggabungkan induksi dan deduksi. Dengan
demikian berfikir suatu pemikiran penalaran untuk mengetahui apa yang
dipikirkan dalam konsep pemikirannnya untuk mencari sesuatu berpikir logika
yang dapat dipahami secara baik dan benar.

b. Berpikir Dengan Tepat


Dengan ini ditunjukkan segi khusus yang diperhatikan dalam logika,
yaitu tepatnya pemikiran kita. Suatu jalan pikiran yang tepat dan jitu, yang
sesuai dengan patokan-patokan seperti yang dikemukakan dalam logika,
disebut logis. Jalan pikiran yang tidak menghindahkan patokan-patokan
logika itu tentu berantakan dan sesat- dan pikiran yang tersesat akan timbul
tindakan yang sesat pula. Menurut Poespropojo W, (1999:61) dalam berpikir
logika digunakan untuk berpikir baik, yakni berpikir benar, logis dan dialektis,

6
juga dibutuhkan kondisi-kondisi tertentu. Dengan demikian berfikir dilihat dari
cara manusia untuk berpikir apa yang dipikirkan dengan cara bagaimana dan
bahasa yang digunakan untuk mengembangkan jalan pikirannya.

2. Ilmu
Ilmu, dirumuskan secara sederhana, adalah suatu kumpulan pengetahuan
mengenai sesuatu bidang tertentu, yang merupakan suatu kesatuan yang tersusun
secara sistematis, serta memberikan penjelasan yang dipertanggungjawabkan
dengan menunjukkan sebab-sebabnya. Menurut Poespoprodjo W dan Gilarso EK.T
(1999:14) logika adalah cabang ilmu, tetapi juga kondisi dan tuntutan fundamental
mutlak eksistensi ilmu, yang secara sistematis menyelidiki merumuskan, dan
menerangkan asas-asas yang harus ditaati agar orang dapat berpikir dengan tepat,
lurus dan teratur. Menurut Wiriaatmadja dalam buku ajar, (2015:14-15) ilmu
dalam kajian sejarah memiliki beberapa karakteristik onotologinya dimana sejarah
mempelajari masa lampau, maka sejarah adalah kajian masa lampau, sedangakan
karakteristik epistomologi sejarah tergantung dari bukti-bukti sejarah, dengan kata
lain bukti-bukti sejarah sebagai pelaporan dan penulisannya atau historiografinya.
Dari gambaran tersebut tergambar bahwa karakteristik kedua jenis tersbut memiliki
kaitan antara ilmu dan filsafat yang saling berhubungan dan saling menjelaskan,
mendukung dan menguatkan. Ilmu memberikan jawaban terhadap persoalan
kehidupan manusia tentang apa yang ingin diketahuinya.
3. Kecakapan
Logika sebagai ilmu merumuskan aturan-aturan untuk pemikiran yang
tepat. Aturan-aturan tersebut untuk dapat menerapkannya, seperti misalnya dalam
membuktikan sesuatu atau menganalisis suatu persoalan, maksud pelajaran logika
sangat praktis. Penting dalam studi ini adalah: kecapakan menerapkan aturan-
aturan pemikiran yang tepat terhadap persoalan-persoalan konkret yang yang kita
hadapi setiap hari, serta pembentukan sikap ilmiah, kritis dan objektif.
4. Pembagian Materi Logika

7
Untuk menentukan aturan-aturan pemikiran yang tepat, logika menganalisis
unsur-unsur pemikiran manusia. Apa unsur-unsur pemikiran itu? contoh.
Aku tak dapat membeli mobil itu karena mahal
Dalam kalimat ini terkandung unsur-unsur pokok pemikiran yaitu sekaligus
menjadi bagian materi-materi logika:
1. Aku menangkap apa arti aku, mobil, dan sebagainya pekerjaan pikiran yang
pertama ialah mengerti kenyataan (misalnya aku menangkap apa itu yang disebut
mobil) serta membentuk pengertian-pengertian atas dasar pengetahuan keindraan.
2. Aku melihat suatu hubungan antara harga mobil tersebut (jumlah uang yang harus
kubayar untuk membelinya) dengan keadaan keuanganku, yang hubungannya aku
sebut mahal.
3. Atas dasar itu kutarik kesimpulan bahwa mobil (yang mungkin sangat dibutuhkan)
tidak dapat kubeli.
Pekerjaan akal ini disebut penyimpulan. Jalan pikiran semacam ini tidak perlu
diucapkan dengan kata-kata. Cukup dipikirakn dalam batin. (Berpikir=bicara dengan
dirinya sendiri didalam batin). Tetapi dalam berpikir itu, kita mesti mempergunakan
kata-kata tertentu, walau tidak di ucapakan (maka disebut pengertian-pengertian atau
konsep-konsep). Dan bila apa yang dipikirkan itu hendak diberitahukan pada orang lain
(komunikasi) isi pikiran itu harus dikatakan atau dilahirkan dalam dalam kata-kata
(bahasa), term (istilah), atau tanda-tanda lain.
Dalam studi ini dipentingkan pekerjaan akal yang ketiga, yakni penyimpulan.
Kita akan belajar menganalisis suatu jalan pikiran, bagaimana dan atas dasar orang
sampai pada suatu kesimpulan. Lagipula, bagaimana menyusun sendiri suatu
pemikiran atau atau pembuktian yang logis. Tetapi untuk itu pekerjaan-pekerjaan
akala yang lain perlu kita pelajari juga.
5. Pemikiran
Logika mempelajari hukum-hukum, patokan-patokan dan rumus-rumus
berpikir. Banyak jalan pemikiran kita dipengaruhi oleh keyakinan, pola berpikir
kelompok, kecenderungan pribadi, pergaulan dan segesti. Pemikiran yang diungkapkan
dengan argumen yang secara selintas kelihatan benar untuk memutarbalikkan

8
kenyataan dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi maupun golongan. Karena
pikiran adalah hasil dari berpikir akan menimbang suatu hal.
Pengetahunan manusia bermula dari pengalaman-pengalaman konkret,
pengalaman sensitive-rasional: fakta, objek-objek, kejadian kejadian atau peristiwa-
peristiwa yang dilihat atau yang dialami. Mengerti sungguh-sungguh berarti. Mengerti
bagaimana dan mengapa sesuatu itu demikian.
Contoh :
Dalam surat kabar dimuat sebuah foto yang mengerikan, yaitu suatu
pandangan alam dengan kepohon-pohon yang tumbang, awan yang
tebal hitam, dan pada latar belakang, tampak puncak sebuah gunug api
dengan asapnya yang kelabu.

Hubungan
Hubungan antara dua hal dapat dinyatakan dengan berbagai cara:
1. Kalimat berita atau putusan
Hubungan antara dua hal diucapkan secara positif: ini adalah demikian atau
ini tidak demikian. Misalnya: pohon-pohon tumbang; gunung api tidak
meletus.
2. Hubungan sebab akibat
Ini demikian untuk .. Misalnya pohon-pohon tumbang karena tanah longsor.
3. Hubungan maksud-tujuan (final)
Ini demikian untuk .. Misal: pohon-pohon ditebang untuk membuat jalan.
4. Hubungan bersyarat (kondisional)
Kalau ini begini, maka itu begitu.. Misalnya: kalau orang membangun jalan
di sana, maka pohon-pohon perlu ditebang.
Implisit-Eksplisit
Hubugan tersebut tidak selalu dinyatakan dengan terang-terangan atau eksplisit
(tersurat); seringkali secara implisit (tersirat) saja.
Misalnya kalau dikatakan pohon-pohon tumbang karena letusan gunung api
sebenarnya ada suatu jalan pikiran yang didalamnya, terdapat langkah-langkah tertentu

9
yang mengaitkan pohon-pohon tumbang dengan letusan gunung api- tetapi tidak
diuraikan dengan jelas, lengkap, dan terurai.

B. Menguji Suatu Penalaran atau Suatu Jalan Pikiran

Tujuan pemikiran manusia adalah mencapai pengetahuan yang benar dan


sedapat mungkin pasti (Poespoprodjo dan Gilarso, 1999, hlm. 18). Tapi pada
kenyataannya hasil pemikiran (kesimpulan) maupun alasan-alasan yang diajukan
belum tentu selalu benar. Benar dalam hal ini adalah sesuai dengan kenyataan, yaitu
apa yang dipikirakn sesuai dengan realita. Sedangkan salah adalah tidak sesuai
kenyataan atau realita sebenranya. Dengan demikian, ukuran untuk menetukan apakah
suatu pemikiran atau ucapan itu benar atau tidak benar, cocok atau tidak dengan realita
atau fakta; suatu hal atau peristiwa dibahas dengan semestinya atau tidak. Misalnya
Indonesia pada tanggal 17 Agustus. Karena berdasarkan beberapa sumber sejarah
bangsa Indonesia pada kenyataanya memproklamasikan kemerdekaan pada pada
tanggal tersebut. Sehingga peristiwa tersebut dikenal dengan peristiwa Proklamasi
Kemerdekaan.

Untuk menguji suatu pemikiran, paling sedikit ada empat pertanyaan yang
mesti diajukan:

1. Apa yang hendak ditegaskan, atau apa pokok pernyataan (statement) yang
diajukan? Ini selanjutnya kita sebut kesimpulan.

2. Bagaimana hal itu: atas dasar apa orang sampai pada kesimpulan atau
pertanyaan itu? Apa titik pangkalnya? Apa alasan-alasan (dengan istilah
teknis disebut premis-premisnya).

3. Bagaimana jalan pemikiran yang mengaitkan alasan-alasan yang diajukan


dan kesmimpulan-kesimpulan yang ditarik? Bagaimana langkah-
langkahnya? Apakah kesmimpulan itu sah (memang dapat ditarik alasan-
alasan itu?)

10
4. Apakah kesimpulan atau penjelasan itu benar? Apakah pasti? Atau hanya
mungkin benar? Sangat mungkin tidak benar? (Poespoprodjo dan Gilarso,
1999, hlm. 18).

Untuk menyusun suatu jalan pemikiran agar dimengerti maka dibuat langkah-
langkah dan hubungannya dalam bentuk. Skema sebagai alat pembantu untuk menguji
atau menganalisis suatu pemikiran, maka berguna sekali menyusun jalan pikirannya
(langkah-langkahnya dan hubungan-hubungannya), sehingga tampak jelas mana
yangmerupakan kesimpulan, mana yang alasan, serta bagaimana orang tertentu
menarik kesimpulan tertentu dari alasan-alasan (Poespoprodjo dan Gilarso, 1999, hlm.
19).

Contoh:

Pada saat peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 oleh Soekarno


dan Hatta. Berita tersebut langsung tersebar melalui berbagai media seperti
halnya radio. Seorang penyiar radio menyampaikan berita tersebut: 17
Agustus 1945 bangsa Indonesia dengan resmi terbebas dari penjajahan.
Bangsa Indonesia yang mendengar berita tersebut, seraya berkata, merdeka!.
Dirumuskan secara singkat: Indonesia terbebas dari penjajahan. Berarti
Indonesia Merdeka.

Pokok pernyataan/kesimpulan:

Indonesia = merdeka

Alasan/premis:

Indonesia = terbebas dari penjajahan

Hubungan:

Karena Indonesia bebas dari penjajahan pada 17 Agustus 1945, maka bangsa
Indonesia dikatakan merdeka. Titik pangkal (yang secara implisit menjadi
landasan untuk menarik kesimpulan, Indonesia = merdeka): bangsa yang

11
terbebas dari penjajahan, berarti bangsa tersebut bangsa yang merdeka
(terbebas dari penjajahan = merdeka, maka bila terbebas dari penjajahan sudah
merdeka).

Alasan sebenarnya mengapa Indonesia dikatakan (=) merdeka (=


kesimpulan) ialah: hubungan antara bebas dari penjajahan dan merdeka. Hubungan
tersebut tidak diutarakan secara terang-terangan atau implisit (tersirat) merupakan
landasan atau dasar mengapa Indonesia dikatakan merdeka. Jika kebenaran kesimpulan
disangsikan, maka yang dipersoalkan bukan apakah benar Indonesia merdeka,
melainkan apakah merdeka itu sudah pasti terbebas dari penjajahan.

Agar suatu pemikiran dan penalaran dapat menelorkan kesimpulan yang benar,
ada tiga syarat pokok yang harus dipenuhi (Poespoprodjo dan Gilarso, 1999, hlm. 20-
21):

1. Pemikiran harus berpangkal dari kenyataan atau titik pangkalnya harus benar.

Suatu pemikiran, meskipun jalan pikirannya logis, bila tidak berpangkal dari
kenyataan atau dalil yang benar, tentu tidak menghasilkan kesimpulan yang benar.
Kalau titik pangkal suatu pemikiran tidak pasti, maka kesimpulan yang ditarik juga
tidak akan pasti, bahkan mungkin salah.

2. Alasan-alasan yang diajukan harus tepat dan kuat

Kerap kali terjadi seorang mengajukan pertanyaan atau pendapat, tetapi sama sekali
tidak dibuktikan atau didukung oleh alasan-alasan. Sering juga orang merasa pasti
dan yakin dalam menarik kesimpulan, padahal ia tidak memiliki cukup alasan, atau
alasan yang dikemukakan itu tidak kena, tidak kuat, tidak membuktikan apa-apa.

3. Jalan pikiran harus logis atau lurus (sah)

Jika titik pangkal memang benar dan tepat, tetapi jalan piker (urutanan lamgkah-
langkahnya) tidak tepat, maka kesimpulan juga tidak tepat dan benar. Jalan pikiran
itu mengenai pertalian atau hubungan antara titik pangkal/alasan/premis-premis

12
dan kesimpulan yang ditarik darinya. Jika hubungan tersebut tepat dan logis, maka
kesimpulan disebut sah (valid).

C. Induksi Dan Deduksi

Berkaitan dengan pembahasan induksi dan deduktif merupakan suatu bentuk


pemberian kesimpulan adapun hal tersebut dipertegas bahwa tergolong pada
penyimpulan tidak langsung terdapat dua bentuk utama penalaran tidak langsung yaitu
induksi dan deduksi (Poespoprodjo dan Gilarso, 2006: 145).

1. Pengertian Induksi Dan Deduksi


a. Secara Etimologis
Arti asal kata induksi menurut kamus bahasa besar bahasa indonesia
dapat diartikan yaitu penentuan kaidah umum berdasarkan kaidah
khusus,sedangkan arti asal kata deduksi menurut kamus besar bahasa
indonesia merupakan suatu penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum;
penyimpulan dari yang umum ke yang khusus.(KBBI, 1991: 623).
b. Menurut Pendapat Para Ahli
Pengertian tentang induksi dikemukakan oleh beberapa ahli salah
satunya bahwa Induksi adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari satu
atau sejumlah fenomena individual untuk menuju suatu kesimpualan
(Karomani, 2009: 107). Berkait dengan hal diatas induksi merupakan suatu
upaya dalam memberikan kesimpulan yang bertolak dari suatu fenomena
dalam kehidupan manusia, adapun mewujudkannya dengan menguraikan hal-
hal yang khusus berupa suatu yang konkrit disimpulkan pada pengetahuan
yang bersipat umum dalam arti berlaku menyeluruh. Hal ini (Poespoprodjo
dan Gilarso, 2006: 22) dipertegas Proses pemikiran yang di dalamnya akal
kita dari pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa atau hal-hal yang kongkret
dan khusus menyimpulkan pengetahuan yang umum disebut induksi.
Adapun yang dimaksud dengan deduktif menurut Suriasumantri (2001:
49), Penalaran deduktif adalah kegiatan berpikir yang sebaliknya dari

13
penalaran induktif. Deduktif adalah cara berpikir di mana dari pernyataan
yang bersifat umum ditarik suatu kesimpulan yang bersifat khusus.
Contoh :
Semua manusia akan mati.
Si Polan adalah manusia.
Jadi Si Polan akan mati.
2. Peranan Induksi Dan Deduksi pada Logika Ilmu Menalar
a. Induksi pada Logika Ilmu menalar.
Mengingat pembahasan kedudukan induksi berkait dalam pembahasan
logika ilmu menalar,maka penulis akan membahas hal di atas sebagai suatu
kemampuan jalan berpikir dipertegas oleh Poespoprodjo dan Gilarso (2006:
13) menjelaskan logika adalah ilmu kecakapan bernalar dan berpikir dengan
tepat,sedangkan logika dan dalam (KBBI, 1990: 530) adalah pengetahuan
tentang berpikir atau jalan pikran yang masuk akal. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa kemampuan (berpikir dengan tepat dan jalan pikiran masuk akal ini)
sebagai suatu logika ilmu menalar akan berkait dengan induksi dan deduksi
sebagai bentuk pernyataan yang berisisikan kesimpulan tentang jalan pikiran
sebagai suatu logika ilmu menalar yang berusaha benar dan tepat tersebut.
Maka kedudukan induksi berkait dengan logika ilmu menalar terletak
pada induksi tersebut sebagai salah satu jalan pikiran berupa penarikan
kesimpulan yang umum (berlaku untuk semua/banyak) atas dasar
pengetahuan tentang hal-hal yang khusus (beberapa/sedikit) agar jalan pikiran
itu yang benar dan tepat dipertegas oleh (Poespoprodjo dan Gilarso (2006:24)
Berkaitan dengan induksi dipandang sebagai suatu penarikan kesimpulan dari
jalan pikiran untuk mencapai yang benar dan tepat maka terdapat syarat-syarat
yang harus dipenuhi ini suatu yang berat dalam arti tidak mudah. Salah satu
yang menjadi pertimabangannya dipertegas (Poespoprodjo dan Gilarso
(2006:24) bahwa bahaya yang melekat pada jalan pikiran induksi ialah terlalu
cepat menarik suatu kesimpulan umum (tanpa memperhatikan apakah cukup

14
memiliki dasar itu) atau menganggap sudah pasti sesuatu yang sama sekali
belum pasti.
Berkait dengan induksi sebagai penarikan kesimpulan umum maka
Karomani mengemukakan bahwa proses penalaran induktif banyak sekali
jenisnya, yaitu dapat berupa generalisasi, analogi induktif, dan hubungan
sebab-akibat
1. Generalisasi
Mengingat menarik suatu kesimpulan umum merupakan suaru
generalisasi dipertegas menurut Mundiri (2005: 145) Generalisasi yaitu
suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individu
menuju kesimpulan umum yang mengikat seluruh fenomena sejenis
dengan fenomena individual yang diselidiki. Maka hal tersebut
mengakibatkan membuat generalisasi yang tergesa-gesa dalam arti
sesuatu yang terkesan berlaku universal (untuk semua) padahal belum
tentu.
Contoh:
Tamara Bleszynski adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
Nia Ramadhani adalah bintang iklan, dan ia berparas cantik.
Tamara Bleszynski dan Nia Ramadhani adalah bintang iklan.
Jadi, semua bintang iklan berparas cantik.
Contoh :
Tembaga bila dipanaskan akan memuai.
Besi bila dipanaskan akan memuai.
Platina bila dipanaskan akan memuai.
Tembaga, besi, dan platina adalah jenis logam.
Jadi, semua jenis logam akan memuai.
Adapun kaitannya generalisasi sebagai penalaran induktif dengan
kajian sejarah menurut Daliman,(2012:94) secara teoritik generalisasi
sejarah merupakan suatu pernyataan atau terminologi yang ditarik secara
induktif dari sejumlah kasus,peristiwa atau kejadian. Hal ini merupakan

15
konsekuensi berpikir logis dari perkembangan alami (natural) dengan
metode inkuiri ilmu sejarah,maka dikenal naturalistik inquiri.
Contoh :
Pertempuran Surabaya berhasil mengalahkan sekutu
Pertempuran serangan umum mengusir Belanda
Jadi,semua pertempuran dilakukan oleh TNI
2. Analogi
Menurut Poespoprodjo dan Gilarso (1999: 242) Pikiran itu berangkat
dari suatu kejadian khusus ke sesuatu kejadian khusus lainnya yang
semacam dan menyimpulkan bahwa yang benar pada yang satu juga akan
benar pada yang lain. Maksudnya analogi adalah suatu proses penalaran
yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain,
kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan
berlaku pula untuk hal yang lain hal ini dipertegas menurut Analogi pada
dasarnya membandingkan dua hal, dan mengambil kesamaan dari dua hal
tersebut (Karomani,2009: 112).
Contoh:
Sheila berwajah putih karena memakai bedak padat.
Keysia juga ikut memakai bedak padat agar berwajah putih.
Dari contoh di atas Keysia menggunakan penalaran analogi induktif
karena, ia menarik simpulan jika memakai bedak padat maka wajahnya
akan putih seperti Sheila.
Adapun analogi berkaitan dengan kreativitas intelektual dalam dalam
eksplanasi sejarah berpotensi menimbulkan kekeliruan,maka dipertegas
oleh (Syamsuddin,2007:220) Analogi, meskipun suatu alat untuk
menjelaskan peristiwa sejarah, kedudukannya hanya alat bantu
(auxiliary) dalam pembuktian. Contoh :
G30/S/PKI alat razim Orde Baru.
Orde baru juga memakai G/30/S/PKI.

16
Hal diatas Analogi tersebut dapat terlihat salah satunya pada
peristiwa doktrin politik pada masa razim orde baru diantaranya
tercantum dalam penulisan buku teks sejarah ( peristiwa G30/S/PKI)
3. Hubungan Sebab Akibat
Induksi yang mengaitkan berpikir sebab akibat yang saling memiliki
hubungan sehingga menjadi suatu penarikan kesimpulan. Penalaran jenis
ini dimulai dari suatu peristiwa sehingga sampai pada suatu kesimpulan
bahwa peristiwa itu adalah suatu keadaan atau peristiwa tersebut akibat
suatu keadaaan (Poespoprodjo dan Gilarso, 1999: 245).
Contoh:
Kemarau tahun ini cukup panjang. Sebelumnya, pohon-pohon di
hutan yang berfungsi sebagai penyerap air banyak yang ditebang. Selain
itu, irigasi di desa Sidomulyo tidak lancar. Ditambah lagi dengan harga
pupuk yang semakin mahal serta kurangnya pengetahuan para petani
dalam menggarap lahan tanahnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan
jika panen di desa ini selalu gagal.
Selain hal diatas jenis induksi hubungan sebab akibat dapat juga
hubungan sebab akibat merupakan pemikiran yang berawal dari suatu
akibat yang diketahui ke sebab yang mungkin menghasilkan akibat
tersebut. Hubungan akibat sebab ini merupakan pembalikan dari
hubungan sebab akibat.
Contoh:
Ayah akan pergi ke rumah pak Tono. Ia pergi dengan mengendarai
motor. Di tengah perjalanan motor yang dikendarai Ayah mogok. Lalu
Ayah mencari penyebab motornya mogok, dan ternyata bensin motor
Ayah habis.
Hubungan sebab akibat (klausitas) berkaitan juga dengan
sejarah,dipertegas oleh Syamsuddin (2007:215) bahwa Hukum sebab
akibat (law of causation) menunjukkan bahwa setiap fenomena
merupakan akibat dari sebab sebelumnya. Kajian sejarah adalah kajian

17
tentang sebab-sebab dari suatu peristiwa terjadi sehingga hampir
merupakan aksioma atau kebenaran umum.
Contoh :
Rengasdengklok awal proklamasi kemerdekaan.soekarno hatta di
haruskan merumuskan proklamasi. Situasi ini di dorong oleh peristiwa
kekalahan jepang atas sekutu di pertempuran Pearl Habour.
Hal diatas menunjukan suatu fakta sejarah muncul dari sebab akibat
peristiwa sejarah,salah saru fakta document teks proklamasi kemerdekaan
indonesia muncul dari sebab akibat beberapa peristiwa intern
(rengasdengklok) dan ekstern (kekalahan jepang oleh sekutu perang pearl
habour di Hawai pada pada hari Minggu pagi, 7 Desember 1941)

3. Deduksi pada Logika Menalar


Deduksi bagian dari logika menalar yang memiliki kesamaan yakitu penarikan
kesimpulan yang bercirikan jalan pikirannya dari yang umum ke khusus seperti
yang dipertegas bahwa deduksi adalah suatu cara berpikir dari pernyataan yang
bersifat umum ditarik kesimpulan (Danil Parera, 1991: 132). Deduksi adalah suatu
cara berpikir dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulan yang bersifat
khusus cara berpikir deduksi terbagi atas silogisme kategorik, silogisme hipotetik,
silogisme alternatif, dan entimem.
Contoh jalan pikiran deduksi
Gambar ini adalah sebuah jajaran genjang,jadi sisi-sisinya yang berhadapan
itu sama. Hal ini menunjukan suatu kesimpulan yang pasti tidak ada keraguan
karena semua dalil-dali tentang garis lurus,dan garis sejajar.
- Deduksi Tertutup
Deduksi tertutup bahwa diketahui aturan-aturannya, maka dengan jalan
pikiran yang logis dapat ditarik kesimpulan-kesimpulan yang sungguh-
sungguh pasti; tidak akan ada seseorang dari luar yang dapat
menggoyangkan jalan pikiran atau kepastian kesimpulan. (Poespoprodjo dan
Gilarso,2006:25-27)

18
Contohnya
Proklmasi kemerdekaan indonesia terjadi pada tgl 17 agustus 1945 pada pukul
10.00 WIB di jalan pegangsaan timur no 56
- Deduksi Terbuka
Deduksi terbuka adalah suatu kesimpulan yang pasti apabila kita tahu
dengan positif dan tanpa ragu-ragu,bahwa kesimpulan yang ditarik itu
benar,dan bahwa kesimpulan atau ucapan yang mengatakan sebaliknya itu
salah.Bila suatu kesimpulan tidak pasti,kita hanya dapat mengatakan
:mungkin tingkat kepastian yang dicapai antara lain tergantung dari cara
bagaimana hal itu di buktikan,bagaimana sifat hubungan atau pertalian antara
premis titik pagkal,kesimpulan,serta kekuatan alasanp-alasan (Poespoprodjo
dan Gilarso,2006:28)
Contoh :
Peristiwa pengibaran bendera merah putih pada buku teks pelajaran sekolah
dilakukan oleh Latief Hendraningrat dan Suhud Sastro Kusumo.
Fakta lain menyebutkan adanya peranan Trimukti ikut mengibarkan bendera
merah putih.
Maka hal diatas menunjukan bahwa fakta Latief Hendraningrat dan Suhud
Sastro Kusumo (pengibara bendera merah putih di buku teks pelajaran
sekolah) sesuatu yang kita ketaui dengan positif,sedangkan akan muncul
keraguan pada tokoh Trimukti (ikut mengibarkan bendera merah putih).

D. Syllogisme
Silogisme adalah cara penarikan kesimpulan secara tidak langsung
menggunakan kerangka berpikir deduksi. Deduksi adalah mengambil suatu
kesimpulan yang hakikatnya sudah tercakup di dalam suatu preposisi atau lebih. Secara
sederhananya adalah pengambilan sebuah kesimpulan logis dari bentuk umum
(generalisasi) ke bentuk khusus. Manakala penalaran deduktif diambil struktur intinya
dan dirumuskan secara singkat, maka dijumpailah bentuk logis pikiran yang disebut
silogisme.

19
Silogisme adalah proses logis yang terdiri dari tiga bagian. Dua bagian pertama
merupakan premis-premis atau pangkal tolak penalaran (deduktif) silogistik.
Sedangkan bagian ketiga merupakan perumusan hubungan yang terdapat antara kedua
bagian pertama melalui pertolongan term penengah (M). Bagian ketiga ini juga disebut
dengan kesimpulan yang berupa pengetahuan baru (konsekuens). Proses menarik suatu
kesimpulan dari premis-premis tersebut disebut penyimpulan.
Suatu premis adalah suatu pernyataan yang dirumuskan sedemikian rupa
sehingga pernyataan tadi menegaskan atau menolak bahwa sesuatu itu benar atau tidak
benar. Suatu premis dapat mengatakan suatu fakta, suatu generalisasi, atau sekedar
suatu asumsi atau suatu yang spesifik.
Atas dasar premis-premis tersebut kita menarik deduksi. Seringkali tidak
dengan seketika dapat dikatakan apakah suatu P (predikat) harus atau dapat diakui atau
dipungkiri oleh suatu S (subjek). Maka sebelum pikiran dapat memutuskan S=P,
diperlukan pertimbangan-pertimbangan dan analisis, yaitu pikiran maju langkah demi
langkah dengan membandingkan term S dan P dengan suatu term lain yang dapat
menghubungkan S dan P tersebut. Term lain itu disebut term penengah, disingkat M.
Peranan M adalah menunjukan alasan mengapa S dan P dipersatukan atau dipisahkan
dalam kesimpulan (Poespoprodjo, 1999 hlm. 150-151).
Dengan demikian maka ketetapan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga
hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan
pengambilan kesimpulan. Dan ketika salah satu dari ketiga unsur tersebut
persyaratannya tidak di penuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah.
Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif, Argumentasi matematik
seperti: a sama dengan b dan bila b sama dengan c maka a sama dengan c hal ini
merupakan penalaran deduktif, Kesimpulan yang berupa pengetahuan baru bahwa a
sama dengan c pada hakekatnya bukan merupakan pengetahuan baru dalam arti yang
sebenarnya, melainkan sekedar konsekwensi dari dua pengetahuan yang sudah kita
ketahui sebelumnya, yakni bahwa a sama dengan b dan b sama dengan c.
Dari penjelasan di atas dapat dijabarkan bahwa silogisme terdiri dari tiga bagian
sebagai berikut:

20
1. Bagian pertama adalah keputusan pertama, yang biasanya disebut premis mayor.
Premis mempuyai arti kalimat yang di jadikan dasar penarikan kesimpulan, ada juga
yang mengatakan premis adalah kata-kata atau tulisan sebagai pendahulu untuk
menarik suatu kesimpulan atau dapat juga diartikan sebagai pangkal pikiran. Mayor
artinya besar. Primis mayor artinya pangkal pikir yang mengandung term mayor
dari silogisme itu, dimana nantinya akan muncul menjadi predikat dalam konklusi
(kesimpulan)
2. Bagian kedua adalah keputusan kedua, yang umumnya di sebut dengan premis
minor. Premis minor artinya pangkal pikiran yang mengandung term minor (Kecil)
dari silogisme itu, dimana nantinya akan muncul menjadi subjek dalam konklusi.
3. Bagian ketiga adalah keputusan ketiga yang disebut konklusi atau kesimpulan,
adalah merupakan keputusan baru (dari dua keputusan sebelumnya) yang
mengatakan bahwa apa yang benar dalam mayor, juga benar dalam term minor.
Bila dirumuskan secara matematis sebagai berikut:
a. Keputusan 1: (M=P)
Semua manusia bernapas dengan paru-paru (Premis Mayor)
b. Keputusan 2: (S=M)
Mahasiswa adalah manusia (Premis Minor)
c. Keputusan 3: (S=P)
Mahasiswa bernapas dengan paru-paru (Kesimpulan)

Terdapat dua bentuk silogisme pada pokoknya, antara lain sebagai berikut:

a) Silogisme Kategoris
Adalah silogisme yang semua preposisinya merupakan proposisi kategorik,
Demi lahirnya konklusi maka pangkal umum tempat kita berpijak harus
merupakan proposisi universal, sedangkan pangkalan khusus tidak berarti bahwa
proposisinya harus partikuler atau sinjuler, tetapi bisa juga proposisi universal
tetapi ia diletakkan di bawah aturan pangkalan umumnya. Pangkalan khusus bisa
menyatakan permasalahan yang berbeda dari pangkalan umumnya, tapi bisa juga
merupakan kenyataan yang lebih khusus dari permasalahan umumnya dengan

21
demikian satu pangalan umum dan satu pangkalan khusus dapat di hubungkan
dengan berbagai cara tetapi hubungan itu harus di perhatikan kualitas dan
kuantitasnya agar kita dapat mengambil konklusi valid.
Sekarang kita praktekkan bagaimana dua permasalahan dapat menghasilkan
kesimpulan yang absah.
Semua Manusia tidak lepas dari kesalahan
Semua cendekiawan adalah manusia
Cendekiawan tidak lepas dari kesalahan.
Pangkalan umum disini adalah proposisi pertama sebagai pernyataan
universal yang di tandai dengan kuantifier semua untuk menegaskan sifat yang
berlaku bagi manusia secara menyeluruh. Pangkalah khususnya adalah proposisi
kedua miskipun ia juga merupakan pernyataan universal ia berada di bawah aturan
pernyataan pertama sehingga dapat kita simpulkan: semua cendikiawan tidak lepas
dari kesalahan.
Bila pangkalan khususnya berupa proposisi singules (tunggal) prosedur
penyimpulannya juga sama sehingga dari pernyataan:
Semua tanaman membutuhkan air (Premis Mayor)
MP
Padi adalah tanaman (Primis Minor)
SM
Padi membutuhkan air (Konklusi)
SP
Keterangan:
S = Subyek; P = Predikat; M = Middle term.

Terdapat beberapa bentuk silogisme kategoris menurut Dr. W. Poespoprodjo


antara lain:
Bentuk I: M -------------- P
S --------------- M
S P
Term Penengah (M) merupakan subjek di dalam premis mayor dan menjadi
predikat di dalam premis minor. Aturan yang harus dipatuhi: premis minor harus
berupa penegasan (afirmatif), sedangkan premis mayor bersifat umum.

22
Bentuk II: P --------------- M
S --------------- M
S P
Term penengah (M) menjadi predikat di dalam premis mayor dan premis minor.
Aturan yang harus dipatuhi: salah sebuah premis harus negatif, dan premis mayor
bersifat umum.
Bentuk III: M ------------- P
M ------------- S
S -------------- P
Term penengah (M) menjadi subjek di premis mator dan premis minor. Aturan
yang harus dipatuhi: premis minor harus berupa penegasan (alternatif) dan
kesimpulannya bersifat partikular.
Kemudian terdapat hukum-hukum yang harus diperhatikan dalam silogisme
kategoris, antara lain:
1) Term S, P, dan M dalam satu pemikiran harus tetap sama artinya. Dalam
silogisme, S dan P dipersatukan atas dasar pembanding masing-masing dengan M;
kalau M itu dalam mayor dan minor tidak tepat sama artinya (=kata analogis atau
ekuivokal) maka tak dapat ditarik kesimpulan. Contoh:
Yang bersinar di langit itu adalah Bulan
Nah, bulan itu 30 hari
Jadi, 30 hari bersinar di langit
2) Kalau S dan atau P dalam premis partikular, maka dalam kesimpulan tidak boleh
universal. Sebabnya ialah kita tidak boleh menarik kesimpulan mengenai semua
jika premis hanya memberi keterangan tentang beberapa. Contoh:
Semua lingkaran itu bulat
Nah, semua lingkaran itu gambar.
Jadi semua gambar itu bulat.
3) Term M harus sekurang-kurangnya satukali universal. Contoh:
Anjing itu binatang P=M
Kucing itu binatang S=M
Jadi Kucing itu Anjing S=P

23
4) Silogisme tidak boleh mengandung lebih atau kurang dari tiga term. Kurang dari
tiga term berarti tidak ada silogisme.
5) Term-antara (M) tidak boleh masuk (terdapat dalam) kesimpulan.
6) Kesimpulan harus sama dengan premis yang paling lemah.

b) Silogisme Hipotetik
Adalah argument yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik sedangkan
premis minornya adalah proposisi katagorik yang menetapkan atau mengingkari
terem antecindent atau terem konsecwen premis mayornya. Sebenarnya silogisme
hipotetik tidak memiliki premis mayor maupun primis minor karena kita ketahui
premis mayor itu mengandung term predikat pada konklusi, sedangkan primis
minor itu mengandung term subyek pada konklusi.
Pada silogisme hipotetik term konklusi adalah term yang kesemuanya
dikandung oleh premis mayornya, mungkin bagian anteseden dan mungkin pula
bagian konsekuensinya tergantung oleh bagian yang diakui atau dipungkiri oleh
premis minornya. Kita menggunakan istilah itu secara analog, karena premis
pertama mengandung permasalahan yang lebih umum, maka kita sebut primis
mayor, bukan karena ia mengandung term mayor. Kita menggunakan premis
minor, bukan karena ia mengandung term minor, tetapi lantaran memuat
pernyataan yang lebih khusus. Macam tipe silogisme hipotetik:
1) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian antecedent,
seperti:
Jika hujan, saya naik becak
Sekarang Hujan.
Jadi saya naik becak.
2) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengakui bagian konsekuensinya,
seperti:
Bila hujan, bumi akan basah
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun
3) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari antecendent, seperti:

24

Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka
kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintah tidak dilaksanakan dengan paksa,
Jadi kegelisahan tidak akan timbul
4) Silogisme hipotetik yang premis minornya mengingkari bagian
konsekuensinya, seperti:
Bila mahasiswa turun kejalanan, pihak penguasa akan gelisah
Pihak penguasa tidak gelisah
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan
5) Silogisme disjungtif: adalah silogisme dimana premis mayor maupun
minornya, baik salah satu maupun keduanya, merupakan keputusan disjungtif
atau ada juga yang mengatakan bahwa silogisme disjungtif adalah silogisme
yang primis mayornya berbentuk proposisi disjungtif. Contoh:
Kamu atau saya yang pergi
Kamu tidak pergi
Maka sayalah yang pergi
Silogisme disjungtif mempunyai dua buah corak diantaranya:
Akuilah satu bagian disjungtif pada premis minor, dan tolaklah lainnya
pada kesimpulan. misalnya:
Planet kita ini diam atau berputar.
Karena berputar, jadi bukanlah diam.
Corak ini disebut modus ponendo tolles.
Tolaklah satu bagian disjungsi pada premis minor, dan akuilah yang
lainnya pada kesimpulan. Misalnya:
Planet bumi kita ini diam atau berputar
Planet bumi kita ini tidak diam
Jadi, planet bumi kita ini berputar. (Corak ini disebut modus
tolledo ponens).
N.B. Silogisme disjungtif bisa diplangkan ke silogisme kondisional.
Misalnya:
Apabila kamu tidak pergi, sayalah yang pergi
Kamu tidak pergi
Maka sayalah yang pergi.
Silogisme disjungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe
yaitu:

25
Primis minornya mengingkari salah satu alternative, konklusinya adalah
mengakui alternative yang lain, seperti:
Ia berada diluar atau di dalam
Ternyata tidak berada di luar
Jadi ia berada di dalam.
Atau,
Ia berada di luar atau di dalam
Ternyata tidak berada di dalam
Jadi ia berada di luar.
Premis minor mengakui salah satu alternative, kesimpulannya adalah
mengingkari alternative yang lain, seperti:
Budi di masjid atau di sekolah
Ia berada di masjid
Jadi ia tidak berada di sekolah.
Atau,
Budi di masjid atau di sekolah
Ia berada di sekolah
Jadi ia tidak berada di masjid.
6) Silogisme Konjungtif adalah silogisme yang premis mayornya berbentuk
suatu proporsi konjungtif. Silogisme konjungtif hanya mempunyai sebuah
corak, yakni: akuilah satu bagian di premis minor, dan tolaklah yang lain di
kesimpulan. Misalnya:
Tidak ada orang yang membaca dan tidur dalam waktu yang
bersamaan
Sartono tidur
Maka ia tidak membaca
Nb. Silogisme konjungtif dapat di kembalikan ke bentuk silogisme
kondisional, Misalnya;

Andaikata Sartono tidur, ia tidak membaca.


Sartono tidur
Maka ia tidak membaca.
7) Dilema, menurut Mundari dalam bukunya yang berjudul logika ia
mengartikan Dilema adalah argumerntasi, bentuknya merupakan campuran
antara silogisme hipotetik dan silogisme disjungtif. Hal ini terjadi karena
premis mayornya terdiri dari dua proposisi hipotetik dan premis minornya satu
proposisi disjungtif. Konklusinya, berupa proposisi disjungtif, tetapi bisa

26
proposisi kategorika. Dalam dilema, terkandung konsekuensi yang kedua
kemungkinannya sama berat. Adapun konklusi yang diambil selalu tidak
menyenangkan. Dalam debat, dilemma dipergunakan sebagai alat pemojok,
sehingga alternatif apapun yang dipilih, lawan bicara selalu dalam situasi tidak
menyenangkan.
Suatu contoh kasik tentang dilema adalah ucapan seorang ibu yang
membujuk anaknya agar tidak terjun dalam dunia politik, sebagai berikut;
Jika engkau berbuat adil manusia akan membencimu. Jika
engkau berbuat tidak adil Tuhan akan membencimu. Sedangkan
engkau harus bersikap adil atau tidak adil. Berbuat adil ataupun
tidak engkau akan dibenci.
Apabila para mahasiswa suka belajar, maka motivasi
menggiatkan belajar tidak berguna. Sedangkan bila mahasiswa
malas belajar motivasi itu tidak membawa hasil. Karena itu
motivasi menggiatkan belajar itu tidak bermanfaat atau tidak
membawa hasil.
Pada kedua contoh tersebut, konklusi berupa proposisi disjungtif.
Contoh pertama adalah dilema bentuk baku, kedua bentuk non baku. Sekarang
kita ambil contoh dilema yang konklusinya merupakan keputusan kategorika.

Jika Budi kalah dalam perkara ini, ia harus membayarku


berdasarkan keputusan pengadilan. Bila ia menang ia juga harus
membayarku berdasarkan perjanjian. Ia mungkin kalah dan
mungkin pula menang. Karena itu ia harus tetap harus
membayar kepadaku.
Atau,
Setiap orang yang saleh membutuhkan rahmat supaya tekun
dalam kebaikan. Setiap pendusta membutuhkan rahmat supaya
dapat ditobatkan. Dan setiap manusia itu saleh atau pendusta.
Maka setiap manusia membutuhkan rahmat.
Dilema dalam arti lebih luas adalah situasi (bukan argumentasi) dimana
kita harus memilih dua alternative yang kedua duanya mempuyai
konsekwensi yang tidak diingini, sehingga sulit menentukan pilihan.

Aturan aturan dilema dan Cara Mengatasi Dilema:

27
Aturan aturan dilema:
Disjungsi harus utuh. Masing masing bagian harus betul betul
selesai, sehingga tidak ada kemungkinan lain. Apabila terdapat
kemungkinan lain, hal akan merupakan jalan keluar. Tutuplah jalan
keluar tersebut. Waspadalah untuk tidak tergelincir kedalam sofisme,
yakni pemikiran yang nampaknya betul, tetapi sesungguhnya salah.
Consequent haruslah sah disimpulkan dari masing masing bagian.
Kesimpulan yang ditarik dari masing masing bagian, haruslah
merupakan satu satunya kesimpulan yang mungkin diambil. Jika tidak,
maka lawan kita akan sanggup mengambil kesimpulan yang berlawanan
dengan kesimpulan kita.
Cara Mengatasi Dilema
Dengan meneliti kausalitas premis mayor. Sering terjadi dalam dilema
terdapat hubungan kausalitas tidak benar yang dinyatakan dalam premis
mayornya. Dalam contoh diatas dikemukakan bahwa motivasi
peningkatan belajar tidak berguna atau tidak membawa hasil. konklusi
tidak benar, karena di tarik dari premis mayor yang mempuyai
hubungan kausalitas tidak benar. Tidak semua mahasiswa yang tidak
suka belajar mempuyai sebab yang sama. Dari sekian mahasiswa yang
tidak suka belajar, bisa disebabkan kurang kesadaran, sehingga
motiovasi sangat berguna bagi mereka. Untuk mengatasi dilemma
model ini kita tinggal menyatakan bahwa premis tidak mempuyai dasar
kebenaran yang kuat.
Dengan meneliti alternative yang di kemukakan. Mengapa, karena
mungkin sekali alternative pada permasalahan yang diketegahkan tidak
sekedar dinyatakan, tetapi lebih dari itu. Pada masa lalu seorang
pemimpin sering berkata: Pilihlah Sukarno atau biarlah Negara ini
hancur. Benarkan hanya Sukarno yang bisa menyelamatkan Negara ini?
Apakah tidak ada orang lain nyang bisa menggantinya? Tentu saja ada,
sehingga alternatifnya lebih dari dua.

28
Dengan contra dilema. Bila dilema yang kita hadapi tidak mengandung
kemungkinan, maka dapat kita atasi dengan mengemukakan dilemma
tandingan. Banyak sekali dilema yang di hadapi orang kepada kita
merupakan alat pemojok yang sebenarnya tidak mempuyai kekuatan,
maka dilema itu dapat dinyatakan dalam bentuk lain yang mempuyai
konklusi berlainan dengan penampilan semula. Sebagai contoh adalah
pendapat orang yang menyatakan bahwa hidup ini adalah penderitaan,
hendak memaksakan keyakinan itu dengan mengajukan dilemma kepad
kita sebagai berikut:
Bila kita bekerja maka kita didak bisa menyenangkan diri kita. Bila
kita tidak bekerja, kita tidak dapat uang. Jadi bekerja atau tidak
bekerja, kita dalam keadaan tidak menyenangkan

Dilema itu dapat kita jawab dengan kontra dilema sebagai berikut:
Bila kita bekerja, kita mendapat uang. Bila kita tidak bekerja kita
dapat meyenangkan diri kita. Jadi bekerja atau tidak, selalu
menyenangkan kita.
Dengan memilih alternative yang paling ringan. Bila dilema
yang kita hadapi tidak mungkin kita atasi dengan teknik di atas, maka
jalan terakhir adalah memilih alternatif yang paling ringan. Pada
dasarnya tidak ada dilema yang menampilkan alternatif yang benar-
benar sama beratnya. Dalam dilema serupa di bawah ini kita hanya dapat
memilih alternative yang paling ringan. Contoh:

pabila tuan masih tercatat sebagai pegawai negeri, maka tuan


tidak bisa menduduki jabatan tertinggi pada PT Buana Jayaini.
Untuk menduduki jabatan tinggi pada PT ini maka anda harus
rela melepaskan status tuan sebagai pegawai negeri. Sementara
itu anda berat melepas pekerjaan sebagai pegawai negeri,
sedangkan bila tidak menjabat pimpinan pendapatan anda di PT
itu tetap sedikit.

29
E. Pedoman Kerja

Menurut Louis O. Kattsoff, logika membicarakan teknik-teknik untuk


memperoleh kesimpulan dari suatu perangkat bahan tertentu dan kadang-kadang logika
didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan tentang penarikan kesimpulan. Logika pula
mengajar seseorang untuk mampu berpikir sendiri dan bersikap logis serta kritis. Sikap
kritis tidaklah berarti suka membatah, mengkritik, menentang, dan menantang,
melainkan harus berfikir dulu, mengidentifikasi masalah yang diperkarakan,
menyelidiki dulu dan tidak begitu saja menerima suatu pendapat atau penjelasan-
penjelasan yang seakan-akan sudah pasti benar atau terburu-buru mengambil
keputusan yang berlaku umum.

Dalam rangka membantu untuk membentuk dan mengembangkan sikap kritis


maka seseorang harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan, disetiap kali berhadapan
dengan suatu persoalan, uraian, pendapat, kuliah, bacaan, surat kabar, pidato, diskusi,
soal dan lain-lain yang sudah dirinci dalam pertanyaan sebagai berikut:

Sepuluh Pertanyaaan Sikap Kritis menurut Poespoprodjo dan Gilarso (1999: 30)

Dalam kasus ini penulis mengambil contoh artikel di dalam surat kabar Kompas edisi
cetak tahun 1985 yang berjudul Borobudur sebagai Tujuh warisan keajaiban dunia.

1. Apa setepatnya yang dikemukakan: apa pernyataan atau pokok masalah yang
hendak dikemukakan?
Contoh:
Menanyakan apa yang akan dikemukakan, misalnya penulis artikel
mengemukakan pembahasan tentang Candi Borobudur. Apa yang ingin
dikemukakan dari artikel tersebut? Candi borobudur secara historis, arsitektur,
atau lainnya?
2. Apa dasar-dasar atau alasan-alasannya? Apakah cukup alasan-alasan?
Contoh:
Apa alasan mengemukan Candi borobudur sebagai 7 warisan dunia itu sudah
kuat?
3. Bagaimana jalan pikirannya, bagaimana langkah-langkahnya serta kaitan
antara langkah yang satu dengan langkah berikutnya?
Contoh:

30
Bagaimana langkah-langkah penjelasan yang dikemukakan oleh penulis
artikel untuk menjelaskan borobudur sebagai warisan keajaiban dunia?
4. Apakah pernyataan itu benar ? Apakah tepat ? pasti ? hampir pasti ? sangat
mungkin ? sangat mungkin tidak benar ?
Contoh:
Apakah pernyataan tentang sejarah candi borobudur itu benar?tentang
arsitektur? Letak geografis, dan sebagainya itu benar?
5. Apa arti istilah-istilah yang dipergunakan ? apa maksud dibelakang kata-kata
yang dipakai itu?
Contoh:
Benar tidak istilah-istilah yang digunakan penulis artikel dalam menjelaskan
atau memeperkuat argumen terkait artikel tentang candi borobudur tersebut?
6. Tentang berapa subjek pernyataan itu dikatakan ? apakah tidak meloncat dari
satu-dua atau beberapa ke suatu kesimpulan umum ?
Contoh:
Apakah penulis artikel fokus terhadap kajian candi borobudur sebagai warisan
keajaiban dunia atau menjelaskan juga terkait benda dan tempat lain sehingga
penjelasannya menjadi loncat-loncat dan bias? Pada akhirnya penulis menarik
kesimpulan dari kesamaan kajian misal sejarahnya, atau arsitekturnya, dsb.

7. Prinsip mana yang terkandung didalamnya, tetapi tidak dengan jelas dan
terang-terangan dirumuskan ?
Contoh:
Teori, atau dasar pemikiran apa yang digunakan oleh penulis artikel untuk
menjelaskan borobudur sebagai 7 warisan keajaiban dunia.
8. Atas dasar informasi yang manakah pernyataan itu dikemukakan?
Contoh:
Bersumber dari mana penjelasan-penjelasan yang diungkapkan oleh penulis
artikel?valid atau tidak?
9. Apa konsekuensi-konsekuensinya ? jika pernyataan yang bersangkutan
dipikirkan lebih lanjut, apa akibat-akibatnya dan hal apalagi yang dapat
disimpulkan darinya ?
Contoh:
Apakah ada pengaruh atau dampak terhadap hal lain apabila artikel terkait
borobudur sebagai 7 warisan keajaiban dunia ini diulas kembali?
10. Jika kita tidak setuju dengan hal yang dikemukakan itu, apa alasan-alasan atau
pertimbangan-pertimbangan untuk melawannnya ?
Contoh:

31
Apakah dengan dijadikannya candi Borobudur sebagai salah satu warisan dari
keajaiban dunia tidak akan merusak kelestarian dan keaslian bangunan
tersebut? Contohnya marak pencurian stupa, arca, dsb.

Sepuluh pedoman kerja dalam logika sebagai ilmu (ilmu pengetahuan) menurut
Poespoprodjo dan Gilarso (1999: 30-31).

1. Pikirkan sendiri. Jangan membeo, jangan pernah begitu saja menerima apa yang
dikatakan (khusunya di surat kabar).
Kita harus menganalisis apa yang dikemukakan jangan mudah menyimpulkan,
tetapi harus dipikirkan dahulu mengenai sesuatu yang dihadapkan..
2. Pikirlah dulu sebelum bertidak, sekurang-kurangnya beberapa saat.
3. Pikirkan secara objektif.
Pandangan kita hendaknya lebih luas daripada hanya kepentingan atau perasaan
sendiri. Waspadalah terhadap prasangka-pransangka sendiri, (menganggap
benar apa yang disukai/diinginkan atau diharapkan dan menolak apa yang tidak
disukai atau tak enak didengar).
4. Pikirlah dua kali
Jangan tergesa-gesa mengambil kesimpulan atau mengemukakan pendapat
seaakan-akan merupakan kebenaran mutlak.
5. Pikirlah untuk jangka panjang. Lihat jauh kedepan.
6. Bersikap terbuka
Mungkin suatu pendapat perlu direvisi atau ditinggalkan sama sekali atas dasar
informasi baru.
7. Bersikap kritis.
Selidiki dulu apa yang dikemukakan oleh orang lain. Lakukan penyelidikan,
juga terhadap pendapat sendiri.
8. Bersikap optimis
Carilah segi-segi positif dalam segala hal serta dalam cara berpikir dan
berdiskusi, bersikap simpatik terhadap orang lain.
9. Bersikap jujur.
Orang dapat belajar banyak dari kesalahannya sendiri, asal disadari dan diakui.

32
10. Bekerja dan berpikirlah secara teratur dan berencana.
11. Bersikap dialektis.
Perkuat pikiran seseorang yang sudah benar dan kembangkan.

Dari sepuluh pernyataan diatas maka dapat dikaitan dengan sejarah bahwa
logika mempunyai karakteristik ontologi, epistomologi, Menurut Wiriaatmadja dalam
buku ajar, (2015:14-15) ilmu dalam kajian sejarah memiliki beberapa karakteristik
onotologinya dimana sejarah mempelajari masa lampau, maka sejarah adalah kajian
masa lampau, sedangakan karakteristik epistomologi sejarah tergantung dari bukti-
bukti sejarah, dengan kata lain bukti-bukti sejarah sebagai pelaporan dan penulisannya
atau historiografinya. Dari gambaran tersebut tergambar bahwa karakteristik kedua
jenis tersbut memiliki kaitan antara ilmu dan filsafat yang saling berhubungan dan
saling menjelaskan, mendukung dan menguatkan. Ilmu memberikan jawaban terhadap
persoalan kehidupan manusia tentang apa yang ingin diketahuinya.

33
BAB III
PENUTUP

Dari Pembahasan diatas bahwa Ilmu Logika merupakan ilmu yang mengatur
cara berpikir (analisa) manusia, maka keperluan kita kepada Ilmu Logika adalah untuk
menga-tur dan mengarahkan kita kepada suatu cara berpikir yang benar untuk
mendapatkan ilmu. Untuk itu, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu
pengetahuan bisa disebut ilmu, dan itu tercantum dalam apa yang dinamakan metode
ilmiah. Metode ilmiah masuk dalam epistemologi yang membahas mengenai
bagaimana kita mendapat pengetahuan. Logika juga memiliki cabang filsafat yang juga
disebut cabang filsafat yang praktis, dimana logika juga dapat dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Logika yang dilakukan untuk melihat suatu bentuk sejarah
digunakan untuk melakukan pembuktian tetapi tidak seperti matematika yang dapat
dilihat dengan angka.
Dalam menganalisis yang dilakukan dalam bentuk sejarah untuk di angkat dan
diskonstuk sebagai bentuk penulisan akan menggunakan langkah logika dimana logika
ilmiah untuk awal melakukan dalam membahas bukti-bukti sejarah yang akan
dilakukan, dimana bukti sejarah juga memiliki beberapa persepsi karena orang
memandang satu bentuk bukti beragam persepsi logika, karna logika dapat menjadikan
sebuah ilmu untuk menafsirkan bukti-bukti sejarah dalam menjelasakan dimana. Selain
itu logika mepunyai beberapa kegunaan diantaranya yaitu membantu manusia berpikir
lurus, efisien, tepat, dan teratur untuk mendapatkan kebenaran dan menghindari
kekeliruan, Dan untuk keperluan penalaran yang betul tidak saja dapat menangani
perbincangan-perbincangan yang rumit dalam suatu bidang ilmu dan juga mempunyai
penerapan.
Menguji suatu penalaran atau suatu jalan pikiran, kesesuaian realitas dan fakta
adalah tolak ukur dalam mencari kebenaran. Kebenaran berupa fakta yang sesuai
dengan realita atau pun sumber sejarah dalam sejarah adalah kesahihan (valid) yang
menjadi bukti kuat. Karena tujuan pemikiran manusia adalah mencari pengetahuan
yang benar dan sedapat mungkin pasti. Untuk mengujinya paling sedikit ada empat

34
pertanyaan yang mesti diajukan. Agar mudah dimengerti, untuk menguji dan
menganalisis suatu pemikiran maka berguna sekali menyususn jalan pikirannya baik
langkah-langkah dan hubungannya dalam bentuk sebuah skema. Agar suatu pemikiran
dan penalaran dapat menelorkan kesimpulan yang benar, ada tiga syarat pokok yang
harus dipenuhi, yaitu pemikiran harus berpangkal dari kenyataan atau titik pangkalnya
harus benar, alasan-alasan yang diajukan harus tepat dan kuat, dan jalan pikiran harus
logis atau lurus (sah).
Induksi dan deduksi pada logika menalar mempunyai peranan yang besar dalam
menarik suatu kesimpulan dalam mengkaji dan menganalisis suatu peristiwa sejarah
agar menjadi suatu narasi yang berkesinambungan yang tepat dan benar. Hal tersebut
dapat berupa kesimpulan yang induksi (hal-hal yang khusus ke umum) dan deduksi
(hal-hal yang umum ke khusus), selain itu deduksi terdapat pembagian yaitu deduksi
terbuka dan tertutup. Hal kaitan induksi dan deduksi dalam penarikan kesimpulan di
arahkan dan diharapkan menuju pada suatu kesimpulan yang tepat dan menjadi dasar
kesimpulan yang berlaku universal (umum) dan tepat dalam arti mengurangi keraguan.
Hal tersebut dapat berupa kesimpulan generalisasi, analogi, dan sebab akibat. Salah
satu bentuk penarikan kesimpulan tidak langsung melalui pemikiran deduktif adalah
silogisme. Silogisme menjabarkan kesimpulan-kesimpulan secara tidak langsung
dalam 3 bagian yaitu terdiri dari premis mayor, premis minor dan kesimpulan.

35
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, A. (2004). Ilmu Filsafat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


Karomani. (2009). Logika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Mondiri, H. (1994). Logika. Jakarta: PT Raja Gravindo Persada.
Parera, J.D. (1991). Kajian Linguistik Umum Historis Komperatif dan Tipologi
Struktural. Jakarta: Erlangga Edisi Kedua.
Poespropojo. W. (1999). Logika Scientifika Pengantar Dialektika dan Ilmu,
Bandung: Pustaka Grafika.
Poespropojo, W dan Gilarso EK. T. (1999). Logika Ilmu Menalar Dasar-Dasar
Berfikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis. Bandung: Pustaka Grafika.
Sjamsuddin, H. (2007). Metodelogi Sejarah.Yogyakarta: ombak
Suparlan, S. (2005). Sejarah Pemikiran Filsafat Modern. Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Suriasumantri, J. S. (2001). Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta : Pustaka
Sinar Harapan.
Wiriaatmadja, R. (2015). Buku Ajar Filsafat Ilmu Relevansiya Dengan Pendidikan IPS.
Bandung : Rizqi Press.

36

Anda mungkin juga menyukai