Pre-Planning Terapi Bermain Dramatik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

PRE PLANNING

PROGRAM TERAPI BERMAINPERMAINAN DRAMATIK


PADA KELOMPOK ANAK USIA PRA SEKOLAH (4-6 TAHUN)
DENGAN MASALAH PSIKOSOSIAL :
HOSPITALISASI DI RUANG ANAK RS.DR.M.DJAMIL PADANG

Oleh
Kelompok O17
Ayu Budiarti Yulvika Sari
Alya Syafkoriana Mefri Zanti
Dhoni Satria Wira Syukriani
Fela Violina Septy Mutia Hasrati
Fenny Frisiska Nelfiza

Pembimbing Akademik
Ns. Deswita, M. Kep, Sp. Kep.An

Pembimbing Klinik
Ns. Florida Hayati S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang berjudul
Terapi Bermain Permainan Dramatik pada Kelompok Anak Usia Pra Sekolah dengan
Masalah Psikososial : Hospitalisasi di Ruangan Anak RSUP DR. M. Djamil Padang yang
berisikan tentang preplaining terapi bermain yang akan diberikan oleh kelompok kepada anak
usia prasekolah di rumah sakit.
Makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang
bagaimana cara melakukan terapi bermain, salah satunya terapi bermain yaitu permainan
dramatik. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

Padang, Oktober 2017

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan psikososial pada anak sangat berperan penting untuk kehidupan sang
anak kedepannya. Perkembangan psikososial anak berhubungan dengan kemampuan
mandiri anak, seperti makan sendiri, berpisah dengan ibu/pengasuh, kemampuan
bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Perkembangan psikososial anak
dipengaruhi oleh stimulasi dari orang tua, stress yang dialami anak, kelompok sebaya,
motivasi belajar, dan lain-lain. Stimulasi harus diberikan orang tua kepada anaknya secara
teratur sehingga dapat meningkatkan kemampuan anak dalam bersosialisasi dan
kemandirian. Stimulasi pun harus disertai rasa kasih sayang sehingga perkembangan anak
pun akan menjadi baik.
Menurut Erikson, bahwa perkembangan anak ditinjau dari aspek psikososial selalu
dipengaruhi oleh lingkungan social dan untuk mencapai kematangan kepribadian anak
perkembangan psikososial anak dapat meliputi beberapa tahapan antara lain : tahap percaya
dan tidak percaya (umur 0-1 tahun), tahap kemandirian, rasa malu dan ragu (umur 1-3
tahun), tahap inisiatif, rasa bersalah (umur 4-6 tahun / pra sekolah), tahap rajin dan rendah
diri (umur 6-12 tahun/ sekolah), tahap identitas dan kebingungan peran (pada masa
adolescence), tahap keintiman dan pemisahan (dewasa muda), tahap generasi dan
penghentian (dewasa pertengahan), tahap integritas dan keputusasaan (dewasa lanjut).
Gangguan psikososial pada anak dapat menyebabkan gangguan perasaan (seperti
depresi, cemas), ganguan fungsi tubuh (seperti gangguan psikosomatik), gangguan perilaku
(seperti pasif, agresif), atau gangguan penampilan. Problem psikososial tersebut dapat
ditimbulkan oleh stress fisik atau emosi cacat bawaan, luka fisik, pengasuhan yang tidak
sesuai, konflik pernikahan, penyiksaan anak, dan kesibukan orang tua yang berlebihan.
Orang tua harus dapat memberikan semangat untuk mempersiapkan anak-anaknya agar
dapat mengantisipasi kejadian-kejadian yang dapat menimbulkan traumatis. Anak pun
harus dibiasakan untuk dapat mengungkapkan perasaannya secara langsung, seperti cemas,
takut, atau marah. Oleh karena itu, perasaan yang ada di anak dapat mulai dikontrol.
Diantara intervensi keperawatan anak terapi bermain sangat efektif karena dapat
mengetahui perkembangan fisik, mental, intelektual, dan social anak sebagai wadah
pembinaan hubungan interpersonal antara klien, keluarga dan perawat. Salah satu manfaat
bermain bagi anak adalah dapat meningkatkan sosialisasi anak, dimana proses sosialisasi
dapat terjadi melalui permainan.
Bermain merupakan suatu aktivitas di mana anak dapat melakukan atau
mempraktikkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif,
mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa. Terapi bermain dramatic
adalah salah satu contoh terapi yang dapat dilakukan pada anak dengan masalah
psikososial. Bermain dramatic dapat dilakukan anak dengan mencoba melakukan berpura-
pura dalam berperilaku seperti anak memperankan sebagai orang dewasa, seorang ibu dan
guru dalam kehidupan sehari-hari. Sifat dari permainan ini adalah dituntut aktif dalam
memerankan sesuatu. Permainan dramatic ini dapat dilakukan apabila anak sudah mampu
berkomunikasi dan mengenal kehidupan social (Hidayat, A.Aziz Alimul:2005).
Ruangan anak kronii dan akut di RSUP Dr. M. Djamil Padang mempunyai kapasitas
pasien anak sebanyak + 54 pasien. Berdasarkan hasil pengamatan yang kami lakukan, pada
bulan oktober sebagian besar anak yang dirawat ini adalah anak usia pra sekolah (4-6
tahun) sebanyak 20 orang, sementara usia toodler dan sekolah hanya sebagian kecil yakni
sebanyak 7 orang dan 6 orang usia sekolah, yang mana pada pasien ini mengalami masalah
hospitalisasi yang salah satunya adalah takut akan petugas kesehatan khususnya perawat.
Melalui permainan dramatic, anak dapat mengembangkan keterampilan emosinya, rasa
percaya diri pada orang, kemandirian dan keberanian untuk berinisiatif, karena saat
bermain anak sering berpura-pura menjadi orang lain, binatang atau karakter orang lain,
belajar melihat dari sisi orang lain (empati). Disamping itu dengan bermain anak juga dapat
belajar mengambil keputusan, berlatih peran social sehingga anak menyadari kelebihannya.
Pengalaman bermain yang menyenangkan ini diharapkan akan memberikan pengalaman
yang menyenangkan sehingga anak-anak bisa mengatasi masalah psikologis yang sedang
dihadapinya.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memberikan stimulasi dalam kemampuan keterampilan, kognitif, afektif,
ekspresi terhadap perasaan dan meningkatkan kemampuan anak dalam bersosialisasi.
Selain itu, mahasiswa mampu melakukan role play permainan dramatic pada anak
dengan masalah psikososial.

2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti kegiatan klien mampu :
1. Meningkatkan kemampuan anak dalam berkomunikasi
2. Membantu anak mengenal kehidupan social
3. Meningkatkan kemampuan anak dalam hal fantasi, imajinasi melalui permainan
drama
4. Meningkatkan kemampuan kognitif, social dan emosi anak
5. Mengurangi stress karena penyakit dan hospitalisasi
6. Memenuhi kebutuhan aktivitas bermain
7. Mengurangi kecemasan anak terhadap tindakan perwatan di rumah sakit
8. Memperat hubungan terapeutik antara perawat dan tenaga kesehatan lainnya
dengan anak dan keluarga

C. Keuntungan
Anak diharapkan mampu dalam mengembangkan kemampuan :
a. Motorik halus : dengan dramatic play (bermain drama) bisa meningkatkan ketelitian,
mengungkapkan ekspresi bebas yang menyenangkan dalam mengungkapkan perasaan.
b. Kognitif : membantu anak membangun konsep dan pengetahuan, mengembangkan
kemampuan berpikir abstrak, mendorong anak untuk berpikir kreatif,
c. Bahasa : membantu anak meningkatkan kemampuan berkomunikasi, memotivasi anak
untuk belajar bahasa.
d. Sosial : dengan bermain peran seperti bermain dokter-dokteran, dapat membantu anak
mengembangkan kemampuan mengorganisasi dan menyelesaikan masalah,
meningkatkan kompetensi social anak, membantu anak mengekspresikan dan
mengurangi rasa takut, membantu anak menguasai konflik dan trauma, membantu anak
mengenali diri mereka sendiri.

D. Alasan Pemilihan Bermain peran (dokter-dokteran) untuk terapi bermain bagi anak
dengan masalah Psikososial
v Bermain peran (dramatic play) sesuai untuk perkembangan psikososial untuk anak
dengan usia pra sekolah.
v Anak bisa mengekspresikan perasaan dan emosinya melalui bermain peran
v Mengembangan fantasi dan imajinasi anak dalam memainkan peran tertentu
v Meningkatkan kreatifitas anak
v Meningkatkan kemampuan anak dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang
lain
v Menarik dan tidak membosankan
v Mudah dilakukan
v Sarana mudah didapat
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Bermain
Bermain merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktikkan
keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, mempersiapkan
diri untuk berperan dan berperilaku dewasa. Sebagai suatu aktivitas yang memberikan
stimulasi dalam kemampuan keterampilan, kognitif, dan afektif maka sepatutnya
diperlukan suatu bimbingan, mengingat bermain bagi anak merupakan suatu kebutuhan
bagi dirinya sebagaimana kebutuhan lainnya seperti kebutuhan makan, kebutuhan rasa
aman, kebutuhan kasih sayang, dan lain- lain.

B. Fungsi Bermain
a. Membantu perkembangan sensorik dan motorik.
Fungsi bermain pada anak ini adalah dapat dilakukan dengan melakukan rangsangan
pada sensorik dan motorik melalui rangsangan ini aktiviitas anak dapat mengeksplorasi
alam sekitarnya sebagai contoh bayi dapat dilakukan dengan rangsangan taktil, audio
dan visual melalui rangsangan ini perkembangan sensorik dan motorik akan meningkat.
b. Membantu perkembangan kognitif, perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui
permainan. Hal ini dapat terlihat pada saat anak bermain, maka anak akan mencoba
melakukan berkomunikasi dengan bahasa anak, mampu memahami objek permainan
seperti dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan dan kenyataan, mampu
belajar warna, memahami bentuk ukuran dan berbagai manfaat benda yang digunakan
dalam permainan, sehingga fungsi bermain pada model demikian akan meningkatkan
perkembangan kognitif selanjutnya.
c. Meningkatkan sosialisasi anak, proses sosialisasi dapat terjadi melalui
permainan, sebagai contoh dimana pada usia bayi anak akan merasa kesenangan
terhadap kehadiran orang lain dan merasakan ada teman yang dunianya sama, pada usia
toddler anak sudah mencoba bermain dengan sesamanya dan ini sudah mulai proses
sosialisasi satu dengan yang lain, kemudian bermain peran, seperti bermain berpura-pura
menjadi seorang guru, jadi seorang anak, jadi seorang bapak, jadi seorang ibu dan lain-
lain, kemudian pada usia prasekolah sudah mulai menyadari akan keberadaan teman
sebaya sehingga harapan anak mampu melakukan sosialisasi dengan teman dan orang
lain.
d. Meningkatkan kreativitas, bermain juga dapat berfungsi dalam peningkatan kreativitas,
dimana anak mulai belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan mampu
memodifikasi objek yang digunakan dalam permainan sehingga anak akan lebih kreatif
melalui model permainan ini, seperti bermain bongkar pasang mobil-mobilan.
e. Meningkatkan kesadaran diri, bermain pada anak akan memberikan kemampuan pada
anak untuk eksplorasi tubuh dan merasakan dirinya sadar dengan orang lain yang
merupakan bagian dari individu yang saling berhubungan,anak mau bellajar mengatur
perilaku, membandingkan dengan perilaku orang lain.
f. Mempunyai nilai terapeutik, bermain dapat menjadi diri anak lebih senang dan nyaman
sehingga adanya stress dan ketegangan dapat dihindarkan, mengingat bermain dapat
menghibur diri anak terhadap dunianya.
g. Mempunyai nilai moral pada anak, bermain juga dapat memberikan nilai moral
tersendiri pada anak, hal ini dapat dijumpai anak sudah mampu belaja benar atau salah
dari budaya di rumah, disekolah dan ketika berinteraksi dengan temannya, dan juga ada
beberapa permainan yang memiliki aturan-aturan yang harus dilakukan tidak boleh
dilanggar.

C. Perkembangan Psikososial (Erikson)


Teori perkemabangan kepribadian yang paling banyak diterima adalah teori yang
dikembangkan oleh Erikson (1963). Teori ini dikenal sebagai
perkembangan psikososial dan menekankan pada kepribadian yang sehat, bertentangan
dengan pendekatan patologik. Erikson juga menggunakan konsep-konsep biologis tentang
periode kritis dan epigenesist, menjelaskan konflik atau masalah inti yang harus dikuasai
individu selama periode kritis dalam perkembanangan kepribadian.
Setiap tahap psikososial mempunyai dua komponen aspek menyenangkan dan tidak
menyenangkan dari konflik inti dan perkembangan ketahap selanjutnya bergantung pada
penyelesaian konflik ini. Setiap situasi baru menimbulkan konflik dalam bentuk baru.
Sebagai contoh, ketika anak yang mencapai rasa percaya secara memuaskan menghadapi
pengalaman baru (mis : hospitalisasi) mereka harus sekali lagi membentuk rasa percaya
kepada orang yang bertanggung jawab atas asuhan mereka dalam rangka menguasai situasi.
Pendekatan rentang kehidupan Erikson terhadap perkembangan kepribadian yang berkaitan
dengan masa kanak-kanak, yaitu :
Percaya vs tidak percaya (lahir sampai 1 tahun)
Hal pertama dan yang paling penting bagi perkembangan kepribadian yang sehat
adalah rasa percaya dasar. Pembentukan rasa percaya dasar ini mendominasi tahun
pertama kehidupan dan menggambarkan semua pengalaman kepuasan anak pada masa
ini. Rasa tidak percaya terjadi jika pengalaman yang meningkatkan terpenuhinya rasa
percaya atau jika kebutuhan dasar tidak dipenuhi secara konsisten atau adekuat.
Autonomi vs malu atau ragu-ragu (1-3 tahun)
Perkembangan autonomi selama periode toddler berpusat pada peningkatan
kemampuan anak untuk mengendalikan tubuh mereka, diri mereka dan lingkungan
mereka. Perasaan negative seperti ragu dan malumuncul ketika anak-anak diremehkan,
ketika pilihan-pilihan mereka membahayakan, atau ketika mereka dipaksa untuk
bergantung dalam beberapa hal yang sebenarnya mereka mampu melakukannya.
Inisiatif vs rasa bersalah (3 sampai 6 tahun)
Tahap inisiatif dicirikan dengan perilaku yang instrusif dan penuh semangat, berani
berupaya dan imajinasi yang kuat. Anak-anak terkadang memiliki tujuan atau
melakukan aktivitas ynag bertentangan dengan yang dimiliki orang tua atau orang lain,
dibuat merasa bahwa aktivitas atau imajinasi mereka merupakan hal yang buruk
sehingga menimbulkan rasabersalah.
Industri vs inferioritas (6 sampai 12 tahun)
Tahap industri adalah periode laten dari Freud. Setelah mencapai tahap yang lebih
penting dalam perkembangan kepribadian, anak-anak siap untuk bekerja dan
berproduksi. Mereka mau terlibat dalam tugas dan aktivitas yang dapat mereka lakukan
sampai selesai; mereka memerlukan dan menginginkan pencapaian yang nyata.
Rasa ketidakadekuatan atauinferioritas dapat terjadi jika terlalu banyak yang
diharapkan dari mereka atau jika mereka percaya bahwa mereka tidak dapat memenuhi
standar yang ditetapkan orang lain untuk mereka.
Identitas vs kebingungan peran (12 sampai 18 tahun)
Perkembangan identitas dicirikan dengan perubahan fisik yang cepat dan jelas. Rasa
percaya terhadap tubuh mereka yang sudah terbentuk sebelumnya mengalami
kegoncangan, dan anak-anak menjadi sangat terpaku dengan penampilan mereka
dimata orang lain dibandingkan dengan konsep diri mereka. Ketidakmampuan untuk
menyelesaikan konflik inti menyebabkan terjadinya kebingungan peran.

D. Konsep Permainan Dramatik atau pura-pura


Salah satu elemen vital pada proses identifikasi anak adalah permainan dramatic, yang
disebut juga permainan simbolik atau pura-pura. Permainan ini mulai pada masa bayi akhir
(11 sampai 13 bulan) dan merupakan bentuk permainan yang dominan pada anak
prasekolah. Denga memainkan kejadian hidup sehari-hari, anak belajar dan mempraktikkan
peran dan identitas yang dimainkan oleh anggota keluarga mereka dan masyarakat. Mainan
anak, replica benda-benda dimasyarakat, memberikan media untuk belajar tentang peran
dan aktivitas orang dewasa yang dapat membingungkan dan menimbulkan frustasi bagi
mereka. Permainan sederhana, imitative, dramatic pada toddler, seperti menggunakan
telepon, mengendarai mobil-mobilan, atau menimang boneka, berkembang menjadi drama
yang semakin kompleks dan bersambung yang dibuat anak prasekolah, yang meluas dari
hal-hal umum di rumah tangga sampai aspek yang lebih luas tentang dunia dan masyarakat,
seperti memainkan peran polisi, pramuniaga, guru atau perawat.
BAB III
SAP TERAPI BERMAIN

Topik : Bermain Dramatik (bermain dokter-dokteran)


Tanggal / Jam : Hari / Tanggal : Jumat / 20 Oktober 2017
Jam / Durasi : Pkl. 10.00 sd selesai
Tempat Bermain : Ruang Kronis Lantai 3
Peserta : Klien (anak) yang kooperatif (4 6 orang) usia 4-6 tahun dan klien
yang sesuai dengan kriteria
Targe :
Aktivitas bermain ini ditujukan bagi anak usia prasekolah yang
mengalami masalah psikososial dampak hospitalisasi, dengan criteria
sebagai berikut :
1. Anak usia prasekolah (usia 4-6 tahun) sebanyak 5 orang
2. Anak-anak yang mengalami masalah psikososial karena dampak dari
hospitalisasi
3. Tidak dalam kondisi sakit berat atau bedrest
4. Tidak menderita penyakit infeksi (menular)
5. Tidak bertentangan dengan pengobatan
Media : Boneka, stetoskop, spuit plastic, kapas,kertas

Pengorganisasian : Pembimbing Akademik : Ns.Deswita, M. Kep, Sp. Kep.An


Pembimbing Klinik : Ns. Florida Hayati, S.Kep
Leader : Fenny Frisiska
Co Leader : Dhoni Satria
Fasilitator : Yulvika Sari
Mefri Zanti
Ayu Budiarti
Fela Violina
Wira syukriani
Alya Syafkoriana
Nelfiza
Observer : Mutia Hasrati

Pembagian Tugas :
a. Leader
1) Membuka acara
2) Memperkenalkan anggota terapis
3) Memperkenalkan pembimbing
4) Memperkenalkan anak
5) Memberikan kesempatan anggota untuk saling mengenal.
6) Menjelaskan tujuan, kontrak waktu dan tata tertib selama TAK
7) Memberikan respon yang sesuai dengan perilaku anggota.
8) Menyimpulkan keseluruhan aktivitas anggota.
b. Co Leader
1) Mencontohkan cara bermain mewarnai gambar
2) Menyampaikan informasi dari fasilitator kepada leader.
3) Membantu leader dalam melaksanakan tugasnya.
c. Observer
1) Mampu mengobservasi jalannya terapi bermain.
2) Mengamati dan mencatat jumlah anggota yang hadir.
3) Melaporkan tentang kesimpulan hasil terapi pada masing-masing anak.
4) Membuat kesimpulan, evaluasi, dan mendiskusikan tentang kondisi anak
kepada orang tua, untuk ditindak lanjuti oleh orang tua
d. Fasilitator
1) Memotivasi peserta agar berperan aktif
2) Membuat absensi kegiatan
Setting tempat

Keterangan

: meja + kertas : Leader : Fasilitator


: anak : : Observer : pembimbing akademik

: Orang tua : Co leader : pembimbing klinik


Susunan Kegiatan
No. Tahap Kegiatan Kegiatan Terapi Kegiatan Peserta

1. Pembukaan Co- leader mengatur peserta Peserta duduk pada tempat yang
(10 menit) untuk duduk sesuai dengan telah disediakan
tempatnya
Leader mengucapkan salam Menjawab salam
Leader memperkenalkan Mendengarkan dan
Mahasiswa memperhatikan
Leader memperkenalkan Mendengarkan dan
pembimbing memperhatikan
Leader memberi waktu kepada Mendengarkan Dan
anak anak untuk memperhatikan
memperkenalkan diri dan Memperkenalkan diri
mengulang menyebut nama
temannya.
Leader menjelaskan kontrak Mendengarkan Dan
waktu memperhatikan
Leader menjelaskan maksud, Mendengarkan Dan
tujuan kegiatan dan prosedur memperhatikan
terapi aktivitas kelompok
Leader menjelaskan tata tertib Mendengarkan Dan
selama kegiatan memperhatikan
Co-leader membantu leader Mendengarkan Dan
untuk mengarahkan peserta memperhatikan
selama proses berjalan
Leader memberi kesempatan Mendengarkan Dan
bertanya pada peserta bila ada memperhatikan
yang tidak jelas Mengajukan pertanyaan
2. Pelaksanaan Kegiatan Inti
(20 menit) Menyusun dan menertibkan Anak-anak tertib dan
barisan anak-anak, orang tua didampingi atau disaksikan oleh
hadir untuk menyaksikan orang tua
anak Anak-anak mendengarkan dan
Membagikan peran yang menerima pembagian peran
akan dimainkan oleh anak masing-masing
Membagikan peralatan untuk Anak-anak menerima peralatan
bermain peran yang dibutuhkan
Memandu anak-anak untuk Mendengarkan dan mulai
mulai bermain peran bermain peran
Meminta 2-3 orang anak Anak punya inisiatif untuk
untuk menceritakan menceritakan pengalamannya
pengalamannya dalam
bermain peran

3. Penutup Leader mengevaluasi respon Mengemukakan pendapat


(5 menit) motorik dan verbal peserta
(5 keluarga
dan m terhadap
e
kegiatan
n menyimpulkan
Leader
Berpartisipasi
i
kegiatan bersama peserta
t menutup kegiatan
Leader Mendengarkan dan menjawab
t
dan member salam salam
)
Kriteria Evaluasi

1 Evaluasi struktur
Peserta 5 orang
Peserta duduk ditempat yang telah disediakan atau ditempat yang diinginkan oleh anak
2. Evaluasi proses
Klien tidak meninggalkan tempat selama kegiatan berlangsung
Klien aktif dan dapat mengikuti rangkaian kegiatan dengan tertib
Klien dapat mengikuti terapi sesuai dengan aturan permainan
3. Evaluasi hasil
75% Imajinasi dan kreatifitas anak meningkat
75% Anak merasa senang dan terhibur
75% Anak anak dapat saling berinteraksi dan mengenal satu sama lain
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan psikososial pada anak sangat berperan penting untuk kehidupan sang
anak kedepannya. Perkembangan psikososial anak berhubungan dengan kemampuan
mandiri anak, seperti makan sendiri, berpisah dengan ibu/pengasuh, kemampuan
bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya. Perkembangan psikososial anak
dipengaruhi oleh stimulasi dari orang tua, stress yang dialami anak, kelompok sebaya,
motivasi belajar, dan lain-lain.
Perkembangan psikososial anak dipengaruhi oleh lingkungan social dan untuk
mencapai kematangan kepribadian anak perkembangan psikososial melalui beberapa
tahapan antara lain : tahap percaya dan tidak percaya (umur 0-1 tahun), tahap
kemandirian, rasa malu dan ragu (umur 1-3 tahun), tahap inisiatif, rasa bersalah (umur 4-6
tahun / pra sekolah), tahap rajin dan rendah diri (umur 6-12 tahun/ sekolah), tahap
identitas dan kebingungan peran (pada masa adolescence), tahap keintiman dan
pemisahan (dewasa muda), tahap generasi dan penghentian (dewasa pertengahan), tahap
integritas dan keputusasaan (dewasa lanjut).
Adanya gangguan dalam perkembangan psikososial anak dapat berdampak pada
perkembangan kepribadiannnya saat beranjak dewasa. Oleh karena itu untuk mengatasi
masalah psikososial anak ,salah satunya dapat dilakukan dengan terapi bermain peran
(dramatic play). Permainan ini dapat meningkatkan kemampuan anak dalam bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar dan merangsang daya imajinasi anak.

B. Saran
Setelah kegiatan terapi aktivitas bermain ini, diharapkan anak dapat mencapai tujuan
yang telah ditetapkan yaitu meningkatkan kemampuan klien dalam bersosialisasi dan
mengungkapkan perasaan melalui terapi bermain serta anak dapat beradaptasi dengan
lingkungan dan orang-orang tempat ia dirawat.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah. 2011. Gangguan Perkembangan Psikososial Anak. Diakses tanggal 6 Mei 2012.
www.aish-idea.blogspot.com.
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Salemba Medika :
Jakarta.
Mutiah, Diana. 2010. Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Kencana : Jakarta.
Peran Bermain Dalam Perkembangan Anak. Diakses tanggal 6 Mei 2012.
www.ocw.usu.ac.id.
Wong, L.Donna,dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Vol.1. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai