Budaya Batak Angkola Siregar
Budaya Batak Angkola Siregar
Budaya Batak Angkola Siregar
Peran marga dalam kehidupan budaya Batak sangat penting dan berpengaruh.
Selain daripada identitas, marga juga merupakan bentuk terjemahan dan penerapan dari dalian na tolu
sebagai landasan budaya Batak.
Istilah marga dapat didefinisikan sebagai kelompok orang yang berasal dari
keturunan seorang nenek moyang yang sama dan garis keturunan diperhitungkan melalui pihak
laki-laki atau ayah (patrilineal).
Pada umumnya orang Batak mengelompokkan diri mereka ke dalam beberapa marga (klan) dan tiap-
tiap marga selalu menempatkan diri mereka sebagai keturunan dari seorang tokoh nenek-moyang yang
berlainan asal. Tokoh leluhur suatu marga biasanya bersifat legendaris,
dan senantiasa mereka tempatkan di awal silsilah keturunan (tarombo) mereka.
Tarombo ialah catatan tentang silsilah keturunan.Dengan adanya tarombo ini, setiap marga dapat
mengetahui asal-usul dan jumlah keturunan mereka sampai
sekarang.Tarombo menjadi sumber sejarah asal-usul orang Batak di masa lalu.
Dengan tarombo, seseorang mengetahui, apakah ia harus memanggil satu sama lain
dengan kahanggi (saudara semarga), namboru atau bouk (saudara perempuan Ayah),udak (paman,
saudara laki-laki Ayah),
iboto atau ito (saudara perempuan), ompung, tulang, nantulang, borutulang, amangboru, amangtua,
amanguda, nanguda, inangtua atau nattobang, pariban,
dan seterusnya.
Marga dan tarombo adalah warisan budaya Batak yang memiliki nilai-nilai luhur.
Menurut sejarahnya, leluhur asli suku bangsa Batak ialah Si Raja Batak yang bermukim di daerah
Pusuk Buhit di kampung Sianjur Mula-Mula, di pinggiran Danau Toba, lebih kurang 8 km arah barat Kota
Pangururan, ibukota Kabupaten Samosir.
Si Raja Batak diperkirakan hidup sekitar tahun 1200 (awal abad ke-13).
Si Raja Batak memiliki tiga orang anak, yaitu Guru Tateabulan, Raja Isombaon, dan Toga Laut. Dari
ketiga orang inilah dipercaya terbentuknya marga-marga Batak.
Dari istrinya yang bernama Si Boru Baso Burning, Guru Tatea Bulan memperoleh 5 orang putra Si
Raja Biak-Biak, Tuan Sariburaja, Limbong Mulana, Sagala Raja, Malau Raja dan 4 orang putri, yaitu:
Si Boru Pareme,
Si Boru Anting Sabungan, Si Boru Biding Laut, Si Boru Nan Tinjo.
Si Boru Pareme yang kawin dengan Tuan Sariburaja melahirkan seorang putra yang diberi nama Si
Raja Lontung.
Si Raja Lontung yang merupakan putra pertama dari Tuan Sariburaja mempunyai 7 orang putraTuan
Situmorang (keturunannya bermarga Situmorang), Sinaga Raja (keturunannya bermarga Sinaga),
Pandiangan (keturunannya bermarga Pandiangan),
Toga Nainggolan (keturunannya bermarga Nainggolan),Simatupang (keturunannya bermarga
Simatupang), Aritonang (keturunannya bermarga Aritonang), Siregar(seluruh keturunannya bermarga
Siregar)
dan 2 orang putri, yaitu: Si Boru Anakpandan yang kawin dengan Toga Sihombing, Si Boru Panggabean
yang kawin dengan Toga Simamora.
Karena semua putra dan putri dari Si Raja Lontung berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki
dengan nama Lontung Si Sia Marina (Si Sia Marina = Sembilan Satu Ibu), Pasia Boruna Sihombing
Simamora.
Siregar merupakan anak bungsu dari 9 bersaudara ini.
Menurut hikayat, Si Raja Lontung bermukim di Desa Banuaraja yang terletak di daerah perbukitan
sebelah atas Desa Sabulan, di pinggiran Danau Toba, berseberangan dengan Pangururan di Pulau
Samosir. Pada suatu masa, terjadi banjir besar yang melanda Desa Banuaraja dan Sabulan.
Anak-anak keturunan Si Raja Lontung terpaksa mengungsi. Sinaga dan Pandiangan ke Urat-Samosir,
Nainggolan ke Nainggolan-Samosir, Simatupang dan Aritonang ke Pulau Sibandang, dan Siregar ke
Aeknalas-Sigaol. Sedangkan, Situmorang hanya sampai di Sabulan.
Suatu ketika Aritonang memanggil adiknya Siregar dari Aeknalas-Sigaol ke Desa Aritonang di Muara,
yang akhirnya kemudian menetap dan beranak-pinak di situ. Selanjutnya dari Desa Aritonang-lah marga
Siregar menyebar ke sekitar Muara.
Konon kabarnya, kemarau panjang pernah melanda Muara yang menyebabkan gagal panen sehingga
beberapa keturunan marga Siregar merantau ke arah Siborongborong-Humbang dan langsung
membangun kampung di sana yang diberi nama Lobu Siregar.
Untuk mencari penghidupan yang lebih baik, dari sini ada sebagian dari mereka yang menjelajah ke
arah Pangaribuan dan sebagian lagi menuju Desa Sibatangkayu. Setelah bermukim beberapa lama, dari
sini mereka berangkat lagi ke Bungabondar, Sipirok hingga ke Angkola-Tapanuli Selatan.
Mendengar saudara-saudaranya berhasil di perantauan, keturunan marga Siregar yang masih tinggal di
Muara, akhirnya berpindah ke Tarutung-Silindung dan mendirikan kampung yang diberi nama Desa
Simarlala Pansurnapitu. Dari desa itu, mereka berpindah lagi menuju Pantis-Pahae dan beranak-pinak di
sini.
Keturunan marga Siregar yang dari Pantis ini menjelajah dan mendirikan kampung di Onanhasang, di
sekitar Pahae. Dari Onanhasang, keturunannya merantau lagi dan mendirikan kampung di
Simangumban dan Bulupayung.
Dengan demikian, penelusuran asal-muasal Toga Siregar berawal dari perjalanan panjang perantauan
marga Siregar; mulai dari Banuaraja-Sabulan di Pangururan, Kabupaten Samosir, menyebar ke
daerah Muara, Humbang Hasundutan (Dolok Sanggul), Pangururan, Bungabondar, Sipirok, Pahae,
Simangumban, dan Bulupayung. Meskipun, ada yang berpindah-pindah,
tetapi di tiap-tiap perkampungan yang dibuat selalu ada keturunannya yang tinggal di sana,
berkembang-biak dan beranak-pinak serta memiliki tanah, desa atau huta. Itulah sebabnya mengapa
orang-orang bermarga Siregar selalu mengatakan dirinya berasal dari huta-huta tersebut.
Toga Siregar memiliki 4 orang anak (yang kemudian akan menjadi marga-marga), yaitu: Silo,
Dongoran, Silali, dan Siagian.
Dalian Na Tolu
Dalian na tolu (makna harfiah: tungku yang tiga) mencerminkan sistem kekerabatan dalam
melaksanakan aktivitas sosial-budaya.
1. Kahanggi, yaitu keluarga laki-laki dari garis keturunan orang tua laki-laki
2. Anak boru, yaitu keluarga laki-laki dari suami adik/kakak perempuan yang sudah kawin
3. Mora, yaitu keluarga laki-laki dari saudara istri
Ketiga unsur ini memegang peran penting dalam lingkungan kekeluargaan masyarakat Batak Angkola-
Mandailing.
Tutur sapa menjadi lancar kalau ketiga unsur ini jelas keberadaannya. Ketiga unsur ini saling
memerlukan dan berfungsi sesuai dengan kedudukannya
Dalam sistem kekerabatan dalian na tolu,interaksi sosial antara mora dan anak boruberlandaskan hak
dan kewajiban masing-masing
terhadap satu sama lain. Dalam hal ini, pihak anak boru mengemban fungsi sebagaisitamba na urang
siorus na lobi
(si penambah yang kurang si pengurang yang lebih). Karena kewajibannya yang demikian itu, anak
boru dikenal pula sebagai
na manorjak tu pudi juljul tu jolo (yang menerjang ke belakang, menonjol ke depan), yang maksudnya
pihak anak boru ini sudah semestinya membela
kepentingan dan kemuliaan pihak mora, atau dengan kata lain pihak anak boru harussangap
marmora (menghormati dan memuliakan pihak mora).
Di samping itu, anak boru juga diibaratkan sebagai si tastas nambur (penghalau embun pagi pada
semak belukar), yang artinya pihak anak boru
berkewajiban sebagai perintis jalan (barisan terdepan) untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang
dihadapi pihak mora.
Pihak anak boru berkewajiban manjuljulkon morana (mengangkat harkat dan martabat pihak mora).
Sebaliknya, pihak mora berkewajiban untuk elek maranak boru (menyayangi dan mengasihi pihak anak
boru) agar pihak anak boru senantiasa
manjuljulkon morana.
Kahanggi (saudara semarga) sangat penting artinya bagi setiap individu karena berbagai persoalan
hidup seperti
perkawinan, kematian dan mencari nafkah, terlebih dahulu dimusyawarahkan dengankahanggi.
Untuk hal ini, para orangtua senantiasa mem beri nasihat untuk manta-manat markahanggi (bersikap
hati-hati terhadap kahanggi) agar tidak timbul perselisihan di antara sesama mereka yang semarga.
Pada suatu upacara adat, tiga status kekeluargaan ini dapat dijelaskan dalam hubungannya
dengan suhut (tuan rumah) penyelenggara acara adat, yakni:
1. Kahanggi : saudara laki-laki dari suhut beserta seluruh keturunannya menurut garis laki-laki,
inklusif para istri mereka
2. Anak boru : saudara perempuan dari suhut, inklusif para suami mereka, beserta seluruh
keturunannya menurut garis laki-laki
3. Mora : saudara laki-laki dari ibu, atau mertua dari suhut, serta seluruh keturunannya menurut
garis laki-laki, inklusif istri-istri mereka
Apabila jaringannya diperluas-selain daripada tiga kelompok kekerabatan inti tersebut-maka dikenal
juga kelompok kekerabatan tambahan, yakni mora ni mora dan pisang raut.
Mora ni mora adalah kelompok mora dari mora dan pisang raut adalah anak boru ni anak boru (anak
boru dari anak boru).
Menurut filosofi orang Batak Angkola-Mandailing, seluruh tali-temali jaringannya dipersatukan oleh satu
tali pegangan yang mengikat dari sudut puncaknya.
Tali pegangan itulah olong yang menyatukan setiap kelompok kekerabatan dan anggota masyarakat
dalam satu sistem sosial dalian na tolu yang secara simbolik dianalogikan
sebagaimana layaknya sebuah jala seperti ditunjukkan pada gambar berikut:
Olong (kasih sayang) adalah nilai budaya tertinggi dan paling abstrak yang merupakan landasan bagi
hubungan fungsional di antara ketiga kelompok
kekerabatan tersebut, yang lahir karena pertalian darah dan hubungan perkawinan sebagai inti
kehidupan ketiga kelompok kekerabatan itu sehingga
masing-masing terintegrasi ke dalam kelompok kekerabatan mora,kahanggi dan anak boru yang terikat
hubungan fungsional tersebut senantiasa menempatkan diri mereka sebagai orang-orang
yang sahancit sahasonangan dan sasiluluton sasiriaon (sakit dan senang dirasakan bersama). Sebagai
konsekuensinya, orang Batak menjadi
sahata saoloan satumtum sapartahian (seia sekata menyatu dalam mufakat untuk sepakat) dan mate
mangolu sapartahian (hidup dan mati dalam mufakat untuk sepakat).
Sejalan dengan terciptanya suatu sistem sosial yang ideal berupa jaringan besar, maka orang Batak
secara filosofis-simbolik
memolakan dirinya seperti sebuah jala berbentuk segitiga sama sisi. Setiap sudutnya merupakan posisi
penting dalam mengatur hak dan kewajiban setiap kelompok kekerabatan.
Oleh karena itu pada sudut puncaknya ditempatkan kelompok kekerabatan mora,dan pada dua sudut
lainnya ditempatkan pula kelompok kekerabatan kahanggi dan anak boru.
Posisi ketiganya bisa saja beralih sewaktu-waktu akibat terjadinya praktek perkawinan, dan hubungan
perkawinan pulalah yang menciptakan sisi-sisi yang terentang menautkan ketiganya
sehingga terbentuk pola dasar kehidupan sosial-budaya berupa segi-tiga besar. Di dalamnya secara
fungsional terintegrasi sejumlah besar segitiga-segitiga kelompok kekerabatan yang kecil-kecil
mengikuti
pola dasar yang menjadi acuannya. Sebagai suatu totalitas, segitiga besar itu bersama segitiga-segitiga
kecil yang menjadi isinya menjelma menjadi sistem dalian na tolu.
Upacara Adat Perkawinan
Acara adat dalam etnis Batak AngkolaMandailing terdiri atas siluluton (duka cita) dansiriaon (suka
cita).
Upacara perkawinan adalah horja (pesta) adat suka cita.
Pada garis besarnya, perkawinan menurut masyarakat Angkola-Mandailing dapat dilakukan dengan dua
cara, yakni:
1. Juru bicara yang punya hajat pesta (suhut) pangatak pengetong (penyusun acara/protokoler)
2. Suhut (yang punya hajat pesta)
3. Anak boru suhut (menantu yang punya hajat)
4. Pisang raut (ipar dari anak boru)
5. Paralok-alok (peserta musyawarah yang turut hadir)
6. Hatobangan (raja adat di kampung tersebut/Noblemen-of-Village)
7. Raja torbing balok (raja adat dari kampung sebelah)
8. Raja panusunan bulung (raja diraja adat/ pimpinan sidang)
Upacara perkawinan akan dibuka dengan nasihat perkawinan seperti berikut:
Para pembicara akan bersahut-sahutan seperti ditunjukkan pada transkrip di bawah ini:
1. Juru bicara suhut: Ucapan terimakasih dan permohonan mengadakan sidang pesta
adatDiharoro ni anak ni rajasongoni anak ni namoranadung martoru abaranamarnayang ni
lakka
2. Suhut: Permohonan agar diadakan pestaTakkas ma hami olat ni niat, anak ni raja dohot
namora palaluonsian harani dison hami pasahatonsongoni dohot manyorahon
3. Anak boru : Mengiring mora(pihak mertua)Manatap ma tu torutu siamun tu
siambirangpangodoan ni ami anak boruulang lang-lang pagusayang
4. Pisang raut: Ikut menyerahkanOn ma pangidoan ni pisang rautari on ma ari ulang lusutmuda
lewat on horbo lusutsarsar ma nadung luhut
5. Hatobangan boru/pisang raut : Memberikan jawaban atas permintaansuhutAnak melpas ma tu
namambalosisangape namangalusimanjawab saro sonnarihata ni suhut habolonan nakkinan i
6. Raja kampung : Menjawab permintaanMuda pola tabo ima na bornok, sombu rohapuas dilala
7. Raja kampung sebelah : Menjawab permintaan mudaAu raja i tobing balok sian naritti, hujagit
hutarimo andungmunu onmuda saro di naritti jolo hudokkon
8. Raja panusunan bulung: Memutuskan sidangDalan dalan tu Sidimpuan boluson
parsabolasMadung dapot hasimpulan tolu noli ta dokkonHoras horas horas
Upacara Adat Mangupa
Di zaman dulu, ritual mangupa erat kaitannya dengan religi kuno sipelebegu
yang dianut oleh nenek moyang orang Batak pada masa itu.
Sejak agama Islam masuk dan dianut oleh umumnya etnis Angkola-Mandailing, pelaksanaan acara
tradisi mangupa
mengacu kepada ajaran agama Islam di samping ajaran adat. Kata-kata nasihat dalam
acara mangupa pun disampaikan sesuai dengan norma-norma agama Islam.
Upacara adat mangupa atau mangupa tondi dohot badan dilaksanakan untuk memulihkan dan atau
menguatkan semangat (spirit) serta badan.
Bahan untuk mangupa dinamakan pangupa yang berupa hidangan yang porsinya bervariasi
sesuai dengan jumlah hadirin/undangan.
Pangupa yang terkecil terdiri atas telur ayam kampung, garam dan nasi, yang dilaksanakan ala
kadarnya
oleh halak sabagas (orang satu rumah).
Pangupa yang sedang adalah pangupa manuk (pangupa ayam).
Pangupa yang besar adalah pangupa hambeng (pangupa kambing), dan
yang terbesar adalah pangupa horbo (pangupa kerbau).
Secara simbolik, bahan yang terkandung dalam pangupa seperti telur bulat yang terdiri atas kuning
telur dan putih telur;
mencerminkan kebulatan (keutuhan) tondi dan badan.
Upacara mangupa dilaksanakan supaya Horas tondi madingin, pir tondi matogu yang bermakna
Selamatlah tondi dalam keadaan dingin/sejuk/nyaman, keraslah tondi semakin teguh bersatu dengan
badan
sehingga mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan yang dijalani.
Kecuali pangupa kecil yang hanya dilaksanakan oleh orang dalam satu rumah, upacara mangupa juga
melibatkan
dalihan na tolu (tungku yang tiga penyangganya).
Di samping dalihan na tolu, upacara mangupa yang sedang dan besar juga melibatkan unsur lain,
yakni hatobangon
(orang yang dituakan) dari jiran tetangga sekampung dan raja panusunan bulung(pengayom suatu
dalihan na tolu tertentu)
yang bertindak sebagai pemimpin upacara/penyimpul.
Upacara mangupa yang terbesar melibatkan pula raja-raja na bona bulu (raja-raja dari kampung asal
marga-marga),
raja-raja torbing balok (raja-raja kampung sekitar), dan raja-raja desa na walu
(raja-raja dari desa-desa pada delapan penjuru angin).
Bahasa Batak Angkola-Mandailing
Bahasa Batak Angkola adalah salah satu bahasa yang ada di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara.
1. Hata somal
2. Hata andung
3. Hata teas dohot jampolak
4. Hata sibaso
5. Hata parkapur
o Hata somal ialah bahasa pengantar yang dipakai untuk berkomunikasi dalam pergaulan dan
percakapan sehari-hari.
o Hata andung dikategorikan sebagai bahasa sastra karena dipandang oleh masyarakat memiliki
nilai-nilai keindahan.
Pemakaian hata andung sangat luas dalam upacara adat perkawinan atau kematian seperti
pada tradisi mangandung (meratap), makkobar, marjamita,
dan mangupa-upa
(upacara untuk memanggil tondi guna membangkitkan semangat hidup seseorang).
o Hata teas dohot jampolak ialah ragam bahasa yang dipakai dalam pertengkaran atau mencaci-
maki seseorang.
o Hata sibaso ialah ragam bahasa yang secara khusus digunakan sibaso dandatu (dukun).
Sibaso dan datu merupakan dua tokoh yang ditautkan dengan sistem kepercayaansipelebegu (pemujaan
roh-roh).
Di masa lalu, sistem kepercayaan animisme ini dianut oleh kebanyakan orang Batak sebelum masuknya
agama Islam.
Sibaso dibutuhkan oleh raja dan penduduk huta untuk melakukan hubungan komunikasi dengan alam
gaib
atau roh leluhur karena sibaso merupakan medium yang melalui suatu upacara ritual tertentu dapat
dirasuki oleh roh leluhur
untuk memberi petunjuk guna mengatasi berbagai macam bala bencana (malapetaka) seperti kemarau
panjang dan penyakit menular yang mewabah.
Upacara pemanggilan roh-yang sangat dikutuk oleh para ulama Islam-disebut pasusur
begu atau marsibaso.
Menurut tradisi sipelebegu, upacara tersebut dilakukan untuk meminta pertolongan roh leluhur buat
mengatasi suatu keadaan yang sulit seperti
musim kemarau panjang yang merusak tanaman padi penduduk.
Sampai saat ini, datu masih memiliki kedudukan dan peran penting dalam masyarakat. Datu dikenal dan
dibutuhkan sebagai tradisional curer
(penyembuh tradisional) atau sebagai medicine man (dukun untuk mengobati).
Di setiap huta biasanya terdapat beberapa orang datu.
Ada datu yang dapat menyembuhkan beberapa penyakit, ada pula datu yang menjurus kepada
spesialisasi penyembuhan penyakit-penyakit tertentu
Datu rasa khusus untuk menyembuhkan orang yang terkena rasa (racun).Datu iponkhusus
menyembuhkan orang yang sedang mengalami sakit gigi.
Dan datu natarsilpuk khusus untuk mengobati orang yang mengalami sakit karena terkilir atau patah
tulang.
Di masa lalu, kedudukan dan peran datu lebih luas daripada yang diuraikan di sini karena
seorang datu antara lain dapat menentukan waktu-waktu yang tepat dan baik untuk turun ke sawah,
menuai padi, pelaksanaan upacara adat perkawinan maupun untuk memasuki rumah baru.
Di samping itu, kemampuannya dalam meramal diperlukan untuk melihat kapan datangnya suatu
bencana atau sebaliknya keberuntungan, dan ilmu gaibnya yang luar biasa itu dibutuhkan
untuk menangkal atau menyembuhkan penyakit akibat guna-guna. Seorang datu selalu diserahi
tanggungjawab untuk memimpin berbagai upacara adat dan ritual karena ia dipandang sebagai
gudang ilmu . Datu sebagai pendamping raja mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk
memberikan berbagai macam traditional wisdom (kearifan tradisional) yang sangat dibutuhkan guna
kesempurnaan hidup komunitas huta.
Hata parkapur ialah ragam bahasa yang dipergunakan orang zaman dahulu kala pada saat
mereka berada di hutan untuk mencari kapur barus.
Misalnya kosakata mata. Dalam hata somal, indra penglihatan ini disebut mata, dalamhata
andung adalah simanyolong, dan dalam hata teas dohot jampolak adalah loncot. Contoh lain , kata daun
sirih dalam hata somal adalah burangir,
dalam hata andung adalah simanggurak, dan dalam hata sibaso atau datu adalahsitungguk. Selain
daripada itu, kata harimau dalam hata somal adalah babiat,
sedangkan dalam hata parkapur adalah ompung i, raja i, na gogo i.
Turi-turian
Turi turian adalah bahasa Batak, yang berarti cerita rakyat yang disampaikan secara lisan.
Sama seperti seni tradisi lainnya, turi-turian adalah anonim (tidak diketahui siapa yang pertama sekali
menciptakannya), tetapi hidup di tengah-tengah dinamika kehidupan masyarakat.
Turi-turian disampaikan orangtua kepada anak cucunya sebagai cerita lisan supaya mereka
mendapatkan pandangan hidup yang dapat menjadi landasan etos dan etika dalam melakukan kegiatan
sehari hari.
Dan agar generasi muda dapat mengambil hikmah dari ilmu (poda) yang diturunkan nenek-moyang
orang Batak Angkola-Mandailing.
Dari wilayah Angkola ada :
Si Bisuk Na Oto
Asal-usul Tor Simago-mago
Ursa dohot kerek
Landut dohot joling-joling
Si Jabar dohot Si Samir
Dari wilayah Padang Bolak ada beberapa cerita seperti :
Si Pogos
Si Kancil na pistar
Si Bisuk na Oto
Sada Ina-ina na pistar
Si Jabukkuk dohot Si Japitung
Dari wilayah Mandailing ada cerita :
Agar patuh pada OrangtuaCerita Si Jabir dohot Si Samir, adalah bekas anak raja yang ayahnya
telah menjadi budak, tetapi mereka masih tetap sangat hormat pada orang tuanya. Akhirnya,
setelah dewasa mereka kembali menjadi raja atas karunia Allah.
Jangan bangga dengan harta karena itu hanyalah titipan AllahSi Pogosmenceritakan orang
miskin yang kaya mendadak sehingga lupa diri, dan pada akhirnya miskin kembali.
Agar Remaja Jangan Berbuat Tak SenonohCerita Asal-usul ni Gorar ni Huta Batu Na
Dua (Sidimpuan) yang mengisahkan hubungan seksual dua orang kakak beradik yang kurang
iman.Mereka dikutuk menjadi dua batu besardempet, Batu na dua
Agar Jangan Membuang Anak karena bisa jadi dia lebih suci daripada AndaIni terdapat dalam
cerita Si Biaok
Agar Jangan Meremehkan OrangCerita ini terdapat dalam Raja na Martua dohot Mora
Agar Berhati hati dalam hidupCerita Si Bisuk Na Oto yang menipu seorang haji, dan cerita Sada
Ina-ina na Pistar yang menyelamatkan suaminya dari penipuan
Sosok menampilkan sumber daya marga Siregar yang unggul dan berprestasi.
Sosok di sini ada yang merupakan tokoh terkenal yang terhormat dan disegani baik lokal, nasional,
maupun internasional. Ada juga yang barangkali bukan siapa-siapa menurut persepsi awam, tetapi
justru ternyata adalah motivator ulung dengan perbuatan yang dikerjakannya dengan sungguh-
sungguh dan luar biasa.
Siapa pun turunan Toga Siregar yang mampu menjadi inspirasi bagi kita semua akan dipaparkan di
halaman Sosok ini.
Kehebatan mereka adalah potret perjuangan (sojuangan) dan keberanian (sibarani) dalam menghadapi
tantangan hidup. Semangat (tondi) dan darah Siregar yang mengalir dalam diri mereka telah menjadi
bukti bahwa marga Siregar tak pernah berhenti melahirkan generasi berkualitas.
Kisah sukses mereka diharapkan tidak sekadar hanya memberikan rasa bangga belaka kepada sesama
kita.
Namun, sepatutnya memotivasi dan menginspirasi pembaca untuk selalu memberikan yang terbaik dari
diri sendiri dan bermanfaat bagi orang lain dan kehidupan.
Sosok disusun menurut urutan abjad.
budaya
HorasSomba marhula hula, Manat mardongan tubu, Elek marboru..
Berikut adalah silsilah marga-marga batak yang berasal dari Si Raja Batak yang disadur dari buku
Kamus Budaya Batak Toba karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta,
1987. Silsilah Raja Batak ini dicoba diterjemahkan dalam bentuk postingan biasa, semoga tidak
membingungkan bagi pembaca yang kebetulan ingin mencari asal mula marganya SI RAJA BATAK dan
keturunannya.
Putra :
a. SI RAJA BIAK-BIAK, pergi ke daerah Aceh.
b. TUAN SARIBURAJA.
c. LIMBONG MULANA.
d. SAGALA RAJA.
e. MALAU RAJA.
Putri :
1. SI BORU PAREME, kawin dengan TUAN SARIBURAJA.
2. SI BORU ANTING SABUNGAN, kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA, putra RAJA ISOMBAON.
3. SI BORU BIDING LAUT, juga kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA.
4. SI BORU NAN TINJO, tidak kawin (banci).
SARIBURAJA dan Marga-marga Keturunannya SARIBURAJA adalah nama putra kedua dari GURU TATEA
BULAN. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama SI BORU PAREME dilahirkan marporhas
(anak kembar berlainan jenis).
Mula-mula SARIBURAJA kawin dengan NAI MARGIRING LAUT, yang melahirkan putra bernama RAJA
IBORBORON (BORBOR). Tetapi kemudian SI BORU PAREME menggoda abangnya SARIBURAJA, sehingga
antara mereka terjadi perkawinan incest.
Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu LIMBONG MULANA,
SAGALA RAJA, dan MALAU RAJA, maka ketiga bersaudara tersebut sepakat untuk membunuh
SARIBURAJA. Akibatnya SARIBURAJA menyelamatkan diri dan pergi mengembara ke hutan Sabulan
meninggalkan SI BORU PAREME yang sedang dalam keadaan hamil.
Ketika SI BORU PAREME hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara,
Tetapi di hutan tersebut SARIBURAJA kebetulan bertemu kembali dengan SI BORU PAREME.
SARIBURAJA datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi
istrinya di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan SI BORU
PAREME di dalam hutan. SI BORU PAREME kemudian melahirkan seorang putra yang diberi nama SI
RAJA LONTUNG.
Dari istrinya sang harimau, SARIBURAJA memperoleh seorang putra yang diberi nama SI RAJA BABIAT.
Di kemudian hari SI RAJA BABIAT mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka
bermarga BAYOANGIN, karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya.
SARIBURAJA kemudian berkelana ke daeerah Angkola dan seterusnya ke Barus. SI RAJA LONTUNG,
Putra pertama dari TUAN SARIBURAJA. Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu :
Putra :
a. TUAN SITUMORANG, keturunannya bermarga SITUMORANG.
b. SINAGA RAJA, keturunannya bermarga SINAGA.
c. PANDIANGAN, keturunannya bermarga PANDIANGAN.
d. TOGA NAINGGOLAN, keturunannya bermarga NAINGGOLAN.
e. SIMATUPANG, keturunannya bermarga SIMATUPANG.
f. ARITONANG, keturunannya bermarga ARITONANG.
g. SIREGAR, keturunannya bermarga SIREGAR.
Putri :
a. SI BORU ANAKPANDAN, kawin dengan TOGA SIHOMBING.
b. SI BORU PANGGABEAN, kawin dengan TOGA SIMAMORA.
Karena semua putra dan putri dari SI RAJA LONTUNG berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki
dengan nama LONTUNG SI SIA MARINA, PASIA BORUNA SIHOMBING SIMAMORA. SI SIA
MARINA = SEMBILAN SATU IBU.
Dari keturunan SITUMORANG, lahir marga-marga cabang LUMBAN PANDE, LUMBAN NAHOR,
SUHUTNIHUTA, SIRINGORINGO,
SITOHANG, RUMAPEA, PADANG, SOLIN.
Dari keturunan SINAGA, lahir marga-marga cabang SIMANJORANG, SIMANDALAHI, BARUTU. Dari
keturunan PANDIANGAN, lahir
marga-marga cabang SAMOSIR, GULTOM, PAKPAHAN, SIDARI, SITINJAK, HARIANJA.
Dari keturunan NAINGGOLAN, lahir marga-marga cabang RUMAHOMBAR, PARHUSIP, BATUBARA,
LUMBAN TUNGKUP, LUMBAN SIANTAR, HUTABALIAN, LUMBAN RAJA, PUSUK, BUATON, NAHULAE.
Dari keturunan SIREGAR, lahir marga-marga cabang SILO, DONGARAN, SILALI, SIAGIAN,
RITONGA, SORMIN.
LAU RAJA dan Marga-marga Keturunannya LAU RAJA adalah putra kelima dari GURU TATEA BULAN.
Keturunannya bermarga MALAU. Dia mempunyai 4 orang putra, yaitu :
a. PASE RAJA, keturunannya bermarga PASE.
b. AMBARITA, keturunannya bermarga AMBARITA.
c. GURNING, keturunannya bermarga GURNING.
d. LAMBE RAJA, keturunannya bermarga LAMBE. Salah seorang keturunan LAU RAJA diberi nama MANIK
RAJA, yang kemudian menjadi asal-usul lahirnya marga MANIK.
TUAN SORIMANGARAJA dan Marga-marga KeturunannyaTUAN SORIMANGARAJA adalah putra pertama
dari RAJA ISOMBAON. Dari ketiga putra RAJA ISOMBAON, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk
Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu :
a. SI BORU ANTING MALELA (NAI RASAON), putri dari GURU TATEA BULAN.
b. SI BORU BIDING LAUT (NAI AMBATON), juga putri dari GURU TATEA BULAN.
c. SI BORU SANGGUL HAOMASAN (NAI SUANON).
SI BORU ANTING MALELA melahirkan putra yang bernama TUAN SORBA DJULU (OMPU RAJA NABOLON),
gelar NAI AMBATON.
SI BORU BIDING LAUT melahirkan putra yang bernama TUAN SORBA DIJAE (RAJA MANGARERAK), gelar
NAI RASAON.
SI BORU SANGGUL HAOMASAN melahirkan putra yang bernama TUAN SORBADIBANUA, gelar NAI
SUANON.
NAI AMBATON (TUAN SORBA DJULU / OMPU RAJA NABOLON) Nama (gelar) putra sulung TUAN
SORIMANGARAJA lahir dari istri pertamanya yang bernama NAI AMBATON. Nama sebenarnya adalah
OMPU RAJA NABOLON, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga NAI AMBATON menurut nama
ibu leluhurnya.NAI AMBATON mempunyai 4 orang putra, yaitu :
a. SIMBOLON TUA, keturunannya bermarga SIMBOLON.
b. TAMBA TUA, keturunannya bermarga TAMBA.
c. SARAGI TUA, keturunannya bermarga SARAGI.
d. MUNTE TUA, keturunannya bermarga MUNTE (MUNTE, NAI MUNTE, atau DALIMUNTE). Dari keempat
marga pokok tersebut, lahir marga-marga cabang sebagai berikut (menurut buku Tarombo Marga Ni
Suku Batak karangan W. Hutagalung) :
a. Dari SIMBOLON : TINAMBUNAN, TUMANGGOR, MAHARAJA, TURUTAN, NAHAMPUN, PINAYUNGAN.
Juga marga-marga BERAMPU dan PASI.
b. Dari TAMBA : SIALLAGAN, TOMOK, SIDABUTAR, SIJABAT, GUSAR, SIADARI, SIDABOLAK,
RUMAHORBO, NAPITU.
c. Dari SARAGI : SIMALANGO, SAING, SIMARMATA, NADEAK, SIDABUNGKE.
d. Dari MUNTE : SITANGGANG, MANIHURUK, SIDAURUK, TURNIP, SITIO, SIGALINGGING.
Keterangan lain mengatakan bahwa NAI AMBATON mempunyai 2 orang putra, yaitu SIMBOLON TUA dan
SIGALINGGING.
SIMBOLON TUA mempunyai 5 orang putra, yaitu SIMBOLON, TAMBA, SARAGI, MUNTE, dan NAHAMPUN.
Walaupun keturunan NAI AMBATON sudah terdiri dari berpuluih-puluh marga dan sampai sekarang
sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu
peraturan yang melarang perkawinan antar sesama marga keturunan NAI AMBATON.
Catatan mengenai OMPU BADA, menurut buku Tarombo Marga Ni Suku Batak karangan W.
Hutagalung, OMPU BADA tersebut adalah keturunan NAI AMBATON pada sundut kesepuluh.Menurut
keterangan dari salah seorang keturunan OMPU BADA (MPU BADA) bermarga GAJAH, asal-usul dan
silsilah mereka adalah sebagai berikut :
a. MPU BADA ialah asal-usul dari marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, dan
BARASA.
b. Keenam marga tersebut dinamai SIENEMKODIN (Enem = enam, Kodin = periuk) dan nama tanah
asal keturunan MPU BADA pun dinamai SIENEMKODIN.
c. MPU BADA bukan keturunan NAI AMBATON, juga bukan keturunan SI RAJA BATAK dari Pusuk Buhit.
d. Lama sebelum SI RAJA BATAK bermukim di Pusuk Buhit, OMPU BADA telah ada di tanah Dairi.
Keturunan MPU BADA merupakan ahli-ahli yang trampil (pawang) untuk mengambil serta
mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad.
e. Keturunan MPU BADA menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-
saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah Dairi dan Tapanuli bagian barat.
NAI RASAON (RAJA MANGARERAK) : nama (gelar) putra kedua dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari
istri kedua TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI RASAON. Nama sebenarnya ialah RAJA
MANGARERAK, tetapi hingga sekarang semua keturunan RAJA MANGARERAK lebih sering dinamai orang
NAI RASAON. RAJA MANGARERAK mempunyai 2 orang putra, yaitu RAJA MARDOPANG dan RAJA
MANGATUR.
Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut
pada mulanya terjadi antara satu keluarga
dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang
marganya berbeda. Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada
keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia. Walaupun
berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak
yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga). Konsekuensinya
adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai
putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat
daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai
berikut: Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang; Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan,
artinya: Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput; Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji.
Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara
lain adalah:
a. MARBUN dengan SIHOTANG.
b. PANJAITAN dengan MANULLANG.
c. TAMPUBOLON dengan SITOMPUL.
d. SITORUS dengan HUTAJULU HUTAHAEAN ARUAN.
e. NAHAMPUN dengan SITUMORANG.
CATATAN TAMBAHAN:
1. Selain PANE, marga-marga cabang lainnya dari SITORUS adalah BOLTOK dan DORI.
2. Marga-marga PANJAITAN, SILITONGA, SIANIPAR, SIAGIAN, dan PARDOSI tergabung dalan suatu
punguan (perkumpulan) yang bernama TUAN DIBANGARNA.
Menurut yang saya ketahui, dahulu antar seluruh marga TUAN DIBANGARNA ini tidak boleh saling
kawin. Tetapi entah kapan ada perjanjian khusus antara marga SIAGIAN dan PANJAITAN, bahwa sejak
saat itu antar mereka (kedua marga itu) boleh saling kawin.
3. Marga SIMORANGKIR adalah salah satu marga cabang dari PANGGABEAN. Marga-marga cabang
lainnya adalah LUMBAN RATUS dan LUMBAN SIAGIAN.
4. Marga PANJAITAN selain mempunyai ikatan janji (padan) dengan marga SIMANULLANG, juga dengan
marga-marga SINAMBELA dan SIBUEA.
5. Marga SIMANJUNTAK terbagi 2, yaitu HORBOJOLO dan HORBOPUDI. Hubungan antara kedua marga
cabang ini tidaklah harmonis alias bermusuhan selama bertahun-tahun, bahkan sampai sekarang.
(mereka yang masih bermusuhan sering dikecam oleh batak lainnya dan dianggap batak bodoh)
6. TAMPUBOLON mempunyai putra-putra yang bernama BARIMBING, SILAEN, dan si kembar LUMBAN
ATAS & SIBULELE. Nama-nama dari mereka tersebut menjadi nama-nama marga cabang dari
TAMPUBOLON (sebagaimana biasanya cara pemberian nama marga cabang pada marga-marga lainnya).
7. Pada umumnya, jika seorang mengatakan bahwa dia bermarga SIAGIAN, maka itu adalah SIAGIAN
yang termasuk TUAN DIBANGARNA, jadi bukan SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari SIREGAR
ataupun LUMBAN SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari PANGGABEAN. Selanjutnya biasanya
marga SIAGIAN dari TUAN DIBANGARNA akan bertarombo kembali menanyakan asalnya dan nomor
keturunan. Kebetulan saya marga SIAGIAN dari PARPAGALOTE.
8. Marga SIREGAR, selain terdapat di suku Batak Toba, juga terdapat di suku Batak Angkola
(Mandailing). Yang di Batak Toba biasa disebut Siregar Utara, sedangkan yang di Batak Angkola
(Mandailing) biasa disebut Siregar Selatan.
10. Di suku Batak Pakpak (Dairi) terdapat beberapa padanan marga yaitu:
a. BUNUREA disebut juga BANUREA.
b. TUMANGGOR disebut juga TUMANGGER.
c. BARUTU disebut juga BERUTU.
d. HUTADIRI disebut juga KUDADIRI.
e. MATANIARI disebut juga MATAHARI.
f. SIHOTANG disebut juga SIKETANG.
11. Marga SEMBIRING MELIALA juga terdapat di suku Batak Karo. SEMBIRING adalah marga induknya,
sedangkan MELIALA adalah salah satu marga cabangnya.
12. Marga DEPARI juga terdapat di suku Batak Karo. Marga tersebut juga merupakan salah satu marga
cabang dari SEMBIRING.
aek air
alak orang
amanta ayah
ambaen guna
ambeng kambing
anduhur menjulur
anggi adik
ari hari
arirang hutan
asa supaya
B
babiat harimau
bagas rumah
balati belati
bargot aren
baso sopan
bege dengar
bisuk bijak
bolak luas
bosi besi
bulu bambu
busaen kerudung
D
dalian na tolu three pillars ; tungku yang tiga ;
dangka dahan
dangol sedih
datu dukun
debata Tuhan
di di
diparorot diasuh
do kata penegas
dongan teman
dosik suitan
E
eda ipar perempuan
ende bue-bue nyanyian seorang ibu sambil menimang anaknya agar tertidur
gombis bernas
gondang gendang
gora usir
gulo gula
H
habang terbang
hadengganan kebaikan
hadomuan bermasyarakat
hajahatan kejahatan
halili elang
hancit sakit
hanganguas kehausan
haroan kedatangan
horas selamat
huta kampung
I
i itu
inang ibu
inanta ibu
incat atas
indora dada
ipon gigi
itik bebek
J
jagar-jagar hiasan, gadis/pemuda
jitu-jitu hebat/perkasa
jolo depan
jongjong berdiri
juljul menonjol
K
kahanggi saudara semarga;pihak pertama dalam sistem masyarakat dalian na tolu
kupiah peci
L
lagut kumpul
lampis lapis
langit langit
ligi lihat
lima lima
lobi lebih
lombu sapi
lomok lembut
M
ma lah
madingin sejuk
magulang terguling
makkobar berbicara dalam tutur sapa yang sangat khusus dan unik,
malo-malo pandai-pandai
mamboto mengetahui
mandalani menjalani
mandok mengatakan
mangajari mengajari
mangambe mengayun
mangandung meratap
mangolu hidup
mangompang membentang
mangubar mengejar
manjarar merayap
manorjak menerjang
manuk ayam
manuturi menasihati
maradongkon mengadakan
margulu berlumpur
markancit menderita/susah
martorop kayu
mate mati
matipul patah
matobang tua
milasna panasnya
mosa-hosa terengah-engah
muda apabila
mulak pulang
muse lagi
N
na yang
na mora-mora bangsawan
ni yang
nian nian
O
olong kasih sayang
ombun embun
onom enam
opat empat
orbo kerbau
orus kurang
P
pahompu cucu
pamun pamitan
pande pandai
panompa tukang
parlekluk berbalik
parlupa pelupa
parompa sadun jenis ulos yang tebal, tidak luntur, penuh dengan manik-manik,
pe juga
pengpeng tangkas
pinakna anak-beranak
pisangraut undangan
podang pedang
pohom-pohom alim/pintar
pora kering
posobulung pemuda
poso-poso pemuda
pudi belakang
R
rade diterima
rap sama
rasa racun
S
saama-saina seayah-seibu
saba sawah
sabagas serumah
sada satu
sahala berkarisma
sai semoga
sambe menjelang
sambilan sembilan
sampagul menyatu
saraor celana
sasadari seharian
saudon seperiuk
sere emas
siamun kanan
sian dari
sidumadangari matahari
silua oleh-oleh
simangido tangan
simanyolong mata
sioban pembawa
sioloi penurut
sirang cerai
so agar
soma biasa
sonang senang
songon seperti
sude semua
suhi sudut
T
tae datar, biasa, lapang
tamba tambah
tanaon kemiri
tangi dengar
tangkang aktif/agresif
tano tanah
tare tadah
teas kematian
tenju tinju
tigor lurus
tikkos lurus/jujur/mantap/tetap
togu erat
tolu tiga
tonga tengah
torkis sehat
toru bawah
tu ke
U
ualu delapan
udon belanga
ulang jangan
urang kurang
urgit genit