Pembatalan Perkawinan
Pembatalan Perkawinan
Pembatalan Perkawinan
A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan babak baru dalam kehidupan seseorang. Orang yang telah
memiliki ikatan perkawinan berarti telah memiliki suatu ikatan erat yang menyatukan antara
seorang laki-laki dengan seorang perempuan, dalam ikatan perkawinan suami dan istri diikat
dengan komitmen untuk saling memenuhi berbagai hak dan kewajiban yang telah ditetapkan.
Pasal 1 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 mendefinisikan perkawinan ialah ikatan lahir batin
antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
Sedangkan pengertian perkawinan dalam Kompilasi Hukum Islam ialah akad yang sangat
kuat atau mithaqan ghalizan untuk menaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya
merupakan ibadah.
Nikah atau kawin menurut arti asli ialah hubungan seksual, tetapi menurut arti majazi
(methaporik) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang menjadikan halal hubungan
seksual sebagai suami-isteri antara seorang pria dengan wanita.1 Dengan jalan perkawinan
yang sah pergaulan laki-laki dan perempuan terjadi secara terhormat sesuai kedudukan
menetapkan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing
agamanya dan kepercayaannya itu. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka perkawinan benar-benar diakui sah apabila telah
1
Mohd Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam. Bumi Aksara, Jakarta, 1999, hlm. 1
2
Ahmad Azhar Basyir, Hukum Perkawinan Islam. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 1990, Hal. 1
melaksanakan perkawinan berdasarkan hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya, sesuai dengan perumusan pada Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar
1945. Berdasarkan Pasal 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945, yang dimaksud dengan
perundangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak
Pada pelaksanaan perkawinan, calon mempelai harus memenuhi rukun dan syarat
perkawinan. Rukun perkawinan adalah hakekat dari perkawinan itu sendiri, jadi tanpa adanya
salah satu rukun, perkawinan tidak mungkin dilaksanakan, sedangkan yang dimaksud dengan
syarat perkawinan adalah sesuatu yang harus ada dalam perkawinan tetapi tidak termasuk
hakekat perkawinan. Kalau salah satu syarat-syarat perkawinan itu tidak dipenuhi maka
berlaku.
Pernyataan seperti tersebut diatas juga dijelaskan kembali pada bagian penjelasan
Pasal 2 Undang-Undang Perkawinan yaitu dengan perumusan Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada
perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan
UndangUndang Dasar 1945. Dari penjelasan itu dapat diambil kesimpulan bahwa sah atau
tidaknya perkawinan itu tergantung daripada ketentuan agama dan kepercayaan dari masing-
masing individu atau orang yang akan melaksanakan perkawinan tersebut. Syarat perkawinan
3
CST Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989. Hlm 227
merupakan suatu hal yang sangat penting, sebab suatu perkawinan yang dilakukan dengan
tersebut dapat diancam dengan pembatalan atau dapat dibatalkan. Syarat-syarat perkawinan
3. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam
keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin dimaksud ayat (2)
pasal ini cukup diperoleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua
4. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan tidak
mampu untuk menyatakan kehendaknya, maka izin diperoleh dari wali, orang
yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis
keturunan lurus keatas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat
menyatakan kehendaknya.
5. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut dalam ayat
(2), (3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak
orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat
memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat
6. Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku sepanjang
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas)
tahun.
(2). Dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) pasal ini dapat meminta
dispensasi kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang
orang tua tersebut dalam Pasal 6 ayat (3) dan (4) Undang-undang ini,
berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut ayat (2) pasal
ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).
menyebutkan bahwa: Perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak memenuhi
perkawinan yang dilangsungkan dengan tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan
oleh UU Perkawinan sebagaimana tersebut dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 12 mengenai
melakukan poligami tanpa izin, perkara No. 28/Pdt.G/2006/PA.SMN Sleman dan perkara No.
1723/Pdt.G/2009/PA.DPK Depok karena memiliki hubungan darah atau nasab yang dekat,
dan kasus pembatalan nikah yang sempat menghebohkan dunia hiburan tanah air yaitu kasus
perkawinan, selain karena kematian dan perceraian. Dalam hubungan ini, putusnya
perkawinan karena perceraian dan pembatalan perkawinan baru sah secara hukum negara
Asmirandah dan Jonas Rivanno menikah dengan cara hukum Islam pada 17 Oktober
2013, dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Beji, Depok. Namun beberapa bulan
Rivanno yang tidak benar-benar memeluk islam secara serius. Pengakuan muallafnya hanya
merasa yakin bahwa Jonas Rivanno telah menjadi seorang mualaf, hal ini dibuktikan dengan
kesediaannya mengikrarkan dua kalimat syahadat. Namun ternyata, Jonas Rivanno tidak
menunjukkan bahwa pembatalan pernikahan cukup banyak terjadi meski terlihat jarang
karena tidak terlalu tampak seperti perceraian. Meski keduanya memutuskan ikatan
perkawinan, tentu ada perbedaan antara pembatalan perkawinan dan perceraian dari berbagai
segi seperti akibat hukum, dampaknya terhadap anak, dan harta benda. Berdasarkan latar
apa dampak hukum dari pembatalan perkawinan khususnya pada harta benda dan
orang ketiga?
Jonas Rivanno?
PEMBAHASAN
A. Pembatalan Perkawinan
Batalnya perkawinan menjadikan ikatan perkawinan yang telah ada menjadi putus. Ini
berarti bahwa perkawinan tersebut dianggap tidak ada bahkan tidak pernah ada, dan suami
istri yang perkawinannya dibatalkan dianggap tidak pernah kawin sebagai suami istri.4 Secara
lengkap pembatalan perkawinan adalah Tindakan Pengadilan yang berupa keputusan yang
menyatakan perkawinan yang dilakukan itu dinyatakan tidak sah (no legal force or declared
void). Sesuatu yang dinyatakan no legal force maka keadaan itu dianggap tidak pernah ada
(never existed) oleh karena itu si laki-laki dan si perempuan yang di batalkan perkawinannya
c. Oleh karena itu, antara laki-laki dan perempuan yang dibatalkan, perkawinannya
1974, namun dalam Pasal 22 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa
perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan.
vernietigbaar (dapat dibatalkan), artinya bahwa perkawinan itu hanya dapat dinyatakan
batal sesudah keputusan hakim atas dasar-dasar yang diajukan penuntut yang ditunjuk oleh
4
Martiman Prodjohamidjojo, Hukum Perkawinan Indonesia (Jakarta: Indonesia Legal Centre Publising, 2002), Hlm 25
5
M. Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Indonesia,CV Zahir Tranding Co,Medan , 1978. hal. 142
undang-undang. Jadi, perkawinan tidak dapat dinyatakan nietigbaar atau batal demi hukum
karena kalau demikian halnya, maka tak menjamin kepastian hukum. perkawinan dinyatakan
Istilah batal nya perkawinan dapat menimbulkan salah paham, karena terdapat
berbagai ragam tentang pengertian batal (nietig) tersebut. Batal berarti nietig zonder
kracht (tidak ada kekuatan) zonder waarde(tidak ada nilai). Dapat dibatalkan berarti nietig
Agama bagi Muslim dan Pengadilan Negeri bagi Non-Muslim) di dalam daerah hukum di
mana perkawinan telah dilangsungkan atau di tempat tinggal pasangan (suami-istri). Atau
bisa juga di tempat tinggal salah satu dari pasangan baru tersebut.
1. Pribadi atau Kuasa Hukum anda mendatangi Pengadilan Agama bagi yang beragama
Islam dan Pengadilan Negeri bagi Non Muslim (UU No.7/1989 pasal 73)
2. Mengajukan permohonan secara tertulis atau lisan kepada Ketua Pengadilan (HIR
pasal 118 ayat (1)/Rbg pasal 142 ayat (1)), sekaligus membayar uang muka biaya
3. Sebagai Pemohon, dan suami (atau beserta istri barunya) sebagai Termohon harus
atau dapat juga mewakilkan kepada kuasa hukum yang ditunjuk (UU No.7/1989 pasal
82 ayat (2), PP No. 9/1975 pasal 26,27 dan 28 Jo HIR pasal 121,124 dan 125)
4. Pemohon dan Termohon secara pribadi atau melalui kuasanya wajib membuktikan
6
Martiman P, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Center Publishing, 2002), hlm. 25
7
Pembatalan Perkawinan, http://www.lbh-apik.or.id/penyelesaian-69-seri-27-pembatalan-perkawinan.html
(online), diakses 25 November 2016
Sidang Pengadilan berdasarkan alat bukti berupa surat-surat, saksi-saksi, pengakuan
salah satu pihak, persangkaan hakim atau sumpah salah satu pihak (HIR pasal
164/Rbg pasal 268). Selanjutnya hakim memeriksa dan memutus perkara tersebut.
putusan Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama yang belum mempunyai kekuatan
hukum tetap.
(misalnya karena suami/istri memalsukan identitasnya atau karena perkawinan terjadi karena
adanya ancaman atau paksaan), pengajuan itu dibatasi hanya dalam waktu enam bulan setelah
perkawinan terjadi. Jika sampai lebih dari enam bulan anda masih hidup bersama sebagai
suami istri, maka hak anda untuk mengajukan permohonan pembatalan perkawinan dianggap
Sementara itu, tidak ada pembatasan waktu untuk pembatalan perkawinan yang telah
dilahirkan dari perkawinan tersebut. Artinya, anak-anak dari perkawinan yang dibatalkan,
tetap merupakan anak yang sah.. Dan berhak atas pemeliharaan dan pembiayaan serta waris
Di dalam BW, yang hanya berlaku bagi golongan penduduk Cina, tentang kebatalan
perkawinan diatur dalam pasal 85-99a. Menurut pasal 85 BW, kebatalan suatu perkawinan
perkawinan Pasal 22 menyebutkan: Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak
Pelaksanaan Pasal 37 dan 38 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menegaskan lagi apa
perkawinan hanya dapat diputuskan oleh pengadilan. Pembatalan perkawinan itu diajukan
oleh pihak yang berhak mengajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi
tempat berlangsungnya perkawinan atau ditempat tinggal kedua istri, suami atau istri.
Batalnya perkawinan dimulai setelah adanya putusan dari Pengadilan. Pasal 28 ayat 1
dimulai setelah keputusan Pengadilan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku
a. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri;
8
H. Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2003, Hlm. 80
d. Pejabat yang ditunjuk tersebut ayat (2) Pasal 16 Undang-Undang ini dan setiap
orang yang mempunyai kepentingan hukum secara langsung terhadap perkawinan tersebut,
adalah pejabat yang berwenang untuk melakukan pencegahan perkawinan karena tidak
dipenuhinya ketentuan-ketentuan dalam Pasal 17 ayat (1), Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal
dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau
yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi, dapat dimintakan pembatalannya
oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri, jaksa dan suami
atau istri. Kemudian Pasal 26 ayat (2) menentukan bahwa hak untuk membatalkan oleh suami
atau istri berdasarkan alasan dalam ayat (1) tersebut gugur apabila mereka telah hidup
bersama sebagai suami istri dan dapat memperlihatkan akte perkawinan yang dibuat pegawai
pencatat perkawinan yang tidak berwenang dan perkawinan harus di perbaharui supaya sah.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 26 tersebut, maka hak untuk membatalkan perkawinan
oleh para keluaga dalam garis lurus ke atas dari suami atau istri dan hak dari jaksa tetap tidak
dapat gugur. Hak tersebut gugur hanya bagi suami atau istri saja, sedangkan hak
Pasal 27 menentukan bahwa seorang suami atau istri dapat mengajukan permohonan
pembatalan apabila:
b. Pada waktu berlangsungnya perkawinan terjadi salah sangka mengenai diri suami
atau istri. Namun hak untuk mengajukan permohonan pembatalan menjadi gugur
apabila ancaman telah berhenti, atau yang bersalah sangka itu telah menyadari
keadaannya dan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan setelah itu mereka masih tetap
hidup sebagai suami istri dan tidak mempergunakan haknya untuk mengajukan
permohonan pembatalan.
yang diberikan kepada seorang suami atau isteri terbatas hanya selama 6 bulan saja, Pasal 27
ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa: Apabila ancaman telah
berhenti, atau yang bersalah sangka itu menyadari keadaannya, dan dalam jangka waktu 6
(enam) bulan setelah itu masih tetap hidup sebagai suami isteri, dan tidak mempergunakan
mengaturnya di dalam Bab IV Pasal 22 sampai dengan Pasal 28, yang diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah (PP Nomor 9 tahun 1975) dalam Bab VI Pasal 37 dan Pasal 38.
Mengenai tata cara pembatalan perkawinan Pasal 38 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun
1975 menyebutkan:
berlangsungnya perkawinan, atau di tempat tinggal kedua suami istri, suami atau istri.
(2) Tata cara pengajuan permohonan pembatalan perkawinan sesuai dengan tata cara
perkawinan dan putusan Pengadilan, dilakukan sesuai dengan tata cara tersebut dalam
tersebut di atas maka jelaslah bahwa bagaimana caranya melakukan pembatalan perkawinan
ialah sama dengan cara mengajukan gugatan perceraian yang diatur secara terperinci dalam
pembatalan perkawinan, oleh karena pada dasarnya hukum adat itu tidak berpegang pada
persyaratan perkawinan yang memerlukan adanya persetujuan kedua calon mempelai, batas
umur, larangan poligami, cerai kawin berulang, dan juga waktu tunggu untuk melangsungkan
perkawinan. Yang hanya dikenal adalah karena pengaruh agama yang dianut, yaitu larangan
Selain itu telah membudaya bagi kalangan masyarakat hukum adat apabila ada
perkawinan maka pantang untuk dibatalkan, karena dianggap mencoreng nama baik
gadis dan bujang sudah teradi kemudian dibatalkan, berarti kedudukan si gadis bukanlah
gadis lagi, namun ia sudah berstatus janda. Nilai kedudukan janda jauh lebih rendah daripada
seorang gadis, yang berimbas pada sulitnya seorang janda mendapatkan pasangan yang baik.
dan sebagainya, jika perkawinan dianggap tidak baik, bertentangan dengan adat atau agama,
bukan diajukan pembatalan tetapi perceraian, seperti juga di daerah seperti Minahasa yang
dikenal membolehkan hidup bersama tanpa kawin sah (baku piara), lembaga pembatalan
perkawinan tidak begitu besar pengaruhnya. Namun, di kalangan orang Cina yang sejak
9
Ibid, Hlm. 83
dahulu diberlakukannya BW, dan dalam agama Buddha Indonesia lembagha ini memang
Hukum Islam menganut asas perkawinan poligami terbatas tidak mengenal lembaga
pembatalan perkawinan. Kalau di antara suami istri atau keluarga ternyata tidak dapat rukun
dalam hiduo berumah tangga maka bukan dijatuhkan pembatalan melainkan menjatuhkan
talak. Jika ada kebencian itri kepada suami, maka ia akan menuntut perceraian, sebaliknya
jika suami yang membenci istri, ia akan menjatuhkan talak. Bukan menempuh jalan
pembatalan perkawinan.
Dalam agama Buddha Indonesia, yang kebanyakan dianut oleh orang-orang keturunan
Cina, pembatalan Perkawinan karena lembaga tersebut diatur dalam pasal 22-26 HPAB.
Dalam pasal 22 dikatakan bahwa perkawinan dapat dibatalkan apabila pihak-pihak yang
Nomor 1 tahun 1974. Hal ini wajar karena siapa yang mengawinkan (memberkati) itulah
Pembatalan nikah dan perceraian adalah salah satu alasan putusnya perkawinan.
perceraian adalah hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan. Pasal 28 ayat
10
Ibid, hlm. 86
(1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) menyatakan
hukum tetap. Lalu Pasal 39 UU Perkawinan menegaskan perceraian hanya dapat dilakukan di
depan sidang pengadilan setelah berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua pihak.
Sementara perbedaan keduanya, salah satunya adalah soal siapa pihak yang berhak
menjadi pemohon. Dalam perceraian, permohonan dilakukan oleh salah satu pihak, suami
atau istri. Sedangkan pembatalan, selain dapat dilakukan oleh suami atau istri, juga bisa
Perbedaan lain adalah mengenai akibat hukum. Pada perceraian, sangat mungkin
terjadi sengketa mengenai gono-gini karena memang pernikahan sebelumnya tetap diakui.
Sementara pada pembatalan nikah, pernikahan dianggap tidak pernah ada sejak awal.
Sehingga sulit bagi salah satu pihak menuntut harta gono-gini. Dilihat dari alasannya,
karena sudah mempunyai empat orang istri, sekalipun salah satu diantaranya itu
c. seseorang menikahi bekas istrinya yang pernah dijatuhi tiga kali talak olehnya,
kecuali bila bekas istri tersebut pernah menikah dengan pria lain yang kemudian
bercerai lagi ba'da al dukhul dari pria tersebut dan telah habis masa iddahnya.
11
Pasal 70 Kompilasi Hukum Islam
d. perkawinan dilakukan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah
semenda dan sesusuan sampai derajat tertentu yang menghalangi perkawinan menurut
3. berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu atau ayah
tiri
e. istri adalah saudara kandung atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri
atau istri-istrinya.
b. perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria
c. perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dari suami lain;
e. perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak
berhak;
2. Alasan Perceraian
12
Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam
Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan:13
a. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain
b. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa
izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.
c. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih
d. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan
e. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat
f. antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
rumah tangga.
Melihat pada uraian mengenai alasan pembatalan perkawinan dan perceraian di atas, ada
perbedaan mendasar, yaitu bahwa paksaan menikah dapat menjadi alasan untuk dilakukannya
pembatalan perkawinan.
segala akibat hukumnya dihitung sejak putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, tidak
13
Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam
Jika sebuah keluarga mengalami masalahpercekcokan terus-menerus, selingkuh,
KDRT, dan lain-lainapakah bisa dilakukan pembatalan pernikahan? Jawabnya: tidak bisa.
Solusi pemutusan perkawinan jika timbul masalah setelah perkawinan adalah dengan
mengajukan permohonan perceraian, baik cerai gugat (oleh istri) maupun cerai talak (oleh
suami). Pembatalan perkawinan hanya dilakukan untuk masalah yang timbul sebelum atau
pada saat perkawinan dilangsungkan, yakni diketahui ada syarat perkawinan yang tak
sebelum perkawinan maka solusinya dengan apa yang disebut Pencegahan Perkawinan ke
Pengadilan Agama. Nanti pengadilan yang akan memutuskan. Perkawinan tak bisa diteruskan
sebelum ada putusan pengadilan. Alasan pencegahan perkawinan meliputi: perkawinan tidak
memenuhi syarat; salah satu calon mempelai di bawah pengampuangila, pemboros luar
biasa, dan lain-lainsehingga berpotensi mengakibatkan kesengsaraan bagi salah satu pihak;
mereka berdua dan anak-anaknya ( Pasal 28 ayat 2 UU No. 1/1974 dan Pasal 93 KUH
Perdata ). Tetapi menurut Pasal 28 ayat (2) tersebut, meskipun suami atau istri bertindak
dengan baik, pembatalan tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta bersama, bila
pembatalan perkawinan didasarkan atas adanya perkawinan lain yang lebih dahulu.
2. Pihak ketiga yang beritikad baik mendapatkan perlindungan dan tidak akan dirugikan
terhadap hak-haknya yang ada ( Pasal 28 ayat (2) UU No. 1 / 1974 dan Pasal 96 KUH
Perdata )
3. Dalam Pasal 96 KUH Perdata ditentukan akibat hukum dari pembatalan perkawinan yang
tidak diatur dalam Undang-Undang Perkawinan sebagai berikut : bila salah satu pihak saja
yang beritikad baik, maka perkawinan itu hanya mempunyai akibat-akibat yang sah yang
menguntungkan pihak yang beritikad baik dan anak-anaknya. Sedangkan pihak lain yang
tidak beritikad baik dapat dikenakan pembayaran ganti rugi dan bunga.
Asmirandah dan Jonas Riavnno menikah dengan cara hukum Islam pada 17 Oktober
2013, dan tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Beji, Depok. Namun beberapa bulan
Rivanno yang tidak benar-benar memeluk islam secara serius. Pengakuan muallafnya
Asmirandah merasa yakin bahwa Jonas Rivanno telah menjadi seorang mualaf, hal ini
yakni Vanno tidak serius menjadi seorang mualaf, juga tidak sungguh-sungguh meyakini
tidak terjerat hukum di Indonesia yang menjelaskan bahwa perkawinan antar agama,
Perkawinan No. 1 tahun 1974. Bahkan jauh sebelumnya pada tanggal 1 Juni 1980, MUI
telah mengeluarkan fatwa, bahwa seseorang wanita Islam tidak diperbolehkan (haram)
untuk dinikahkan dengan seorang pria bukan Islam. Selanjutnya untuk melegalkan
selain harus memenuhi syarat-syarat dan rukun perkawinan. Perlu diperhatikan juga
ketentuan-ketentuan yang ada dalam hukum perkawinan islam. apabila dikemudian hari
bisa dibatalkan. Batalnya perkawinan menjadikan ikatan perkawinan yang telah ada
menjadi putus. Ini berarti bahwa perkawinan tersebut dianggap tidak ada bahkan tidak
pernah ada, dan suami istri yang perkawinannya dibatalkan dianggap tidak pernah kawin
perkawinannya karena adanya cacat kehendak tentang agama Jonas Rivanno sebagai
suaminya yang seorang mualaf, namun setelah perkawinan kembali ke agama semula
(non muslim).
perkawinan tersebut. Artinya kasus tersebut di atas memberikan bukti adanya fakta dalam
tersebut alasan pembatalan perkawinan yang digunakan karena Jonas Rifano suaminya
telah murtad dari agama Islam. Alasan suami murtad dalam hal ini dapat digunakan
dengan alasan cacat kehendak, atau cacat sepakat dilihat dari sudut pandang perkawinan
merupakan suatu perjanjian, atau dapat digunakan untuk mengajukan gugat cerai.
14
Rivano tak Halangi Asmirandah batalkan Pernikahan, Lihat.
http://hot.detik.com/read/2013/11/28/073027/2425866/230/3/rivano-tak-halangiasmirandah-batalkan-pernikahan-luna-maya-
punya-pacar-baru, diakses pada tanggal 25 Nov 2016
Kaitannya dengan pembatalan perkawinan biasanya Pengadilan Agama mengabulkan
1974. Secara sistematis ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974
sebetulnya merupakan konsep dasar untuk menentukan sahnya perkawinan dan dimuat
perkawinan tersebut secara sistematis harus dipenuhi persyaratan yang ditentukan dalam
Penafsiran sistematis tentang sahnya perkawinan tidaklah cukup difahami secara partial
atas dasar Pasal 2 ayat (1) Undangundang No. 1 Tahun 1974 saja tetapi harus
(Pasal 6 sampai dengan pasal 11 Undang-undang No. 1 Tahun 1974) dan syarat
dilaksanakan terhadap perkawinan yang kurang syarat dan rukunnya sebagaimana yang
telah ditetapkan oleh syariat Islam. Selain itu pembatalan perkawinan didasarkan Pasal
26 dan Pasal 27 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan dan Pasal 70 dan
Pasal 71 Kompilasi Hukum Islam. Pasal 27 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
orangnya tetapi juga menyangkut keadaan orangnya sehingga hal tersebut dapat dijadikan
keluarganya merasa tertipu. Mengenai penipuan dapat dijelaskan, adanya tipu muslihat
dan bertujuan menimbulkan kehendak. Untuk dikualifisir sebagai penipuan, maka
sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 1328 KUHPerdata tidaklah cukup apabila
usaha yang dilakukan hanya bohong belaka melainkan harus ada lebih dari satu
pihak yang tertipu memang memberikan pernyataan yang didasarkan pada kehendaknya
akan tetapi kehendaknya muncul karena adanya daya tipu (rangkaian kebohongan) yang
dengan alasan merasa tertipu, dan dianggap perkawinan tersebut tidak sah karena syarat
sah perkawinan mereka gugur setelah Jonas Rivanno kembali ke agamanya semula.
KESIMPULAN
1. Menurut isi Pasal 22 tersebut maka perkawinan yang dilangsungkan dengan tidak
1974, namun dalam Pasal 22 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 menyebutkan bahwa
perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk
melangsungkan perkawinan.
Agama bagi Muslim dan Pengadilan Negeri bagi Non-Muslim) di dalam daerah
(suami-istri). Atau bisa juga di tempat tinggal salah satu dari pasangan baru tersebut.
4. Pembatalan nikah dan perceraian adalah salah satu alasan putusnya perkawinan.
dan perceraian adalah hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan. Pasal 28
ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan)
perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah berusaha dan
yang berhak menjadi pemohon. Dalam perceraian, permohonan dilakukan oleh salah
satu pihak, suami atau istri. Sedangkan pembatalan, selain dapat dilakukan oleh suami
atau istri, juga bisa diajukan oleh pihak lain seperti orang tua pasangan.
6. Perbedaan lain adalah mengenai akibat hukum. Pada perceraian, sangat mungkin
diakui. Sementara pada pembatalan nikah, pernikahan dianggap tidak pernah ada
sejak awal. Sehingga sulit bagi salah satu pihak menuntut harta gono-gini.
7. alasan pembatalan perkawinan dan perceraian di atas, ada perbedaan mendasar, yaitu
perkawinan.
dengan alasan merasa tertipu, dan dianggap perkawinan tersebut tidak sah karena
syarat sah perkawinan mereka gugur setelah Jonas Rivanno kembali ke agamanya
semula.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Undang-Undang
Internet
http://www.lbh-apik.or.id/penyelesaian-69-seri-27-pembatalan-perkawinan.html (online),
diakses 25 November 2016
http://www.tempo.co/read/news/2013/11/27/219532768/Batalkan-PernikahanApa-Status-
Asmirandah, diakses pada tanggal 30 Nov 2013.