Tumor Payudara

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 70

REFERAT

GAMBARAN UMUM TUMOR PAYUDARA DI RSUP NTB PERIODE AGUSTUS


2011 - NOVEMBER 2012

Oleh:

Baiq Karina Aisya Chaswin

H1A006006

Pembimbing:

dr. I Gede Ardita, Sp.B. FINACS

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN

KLINIK MADYA BAGIAN/SMF BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM /RSUP NTB

2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Neoplasma secara harfiah berarti pertumbuhan baru. Neoplasma merupakan massa


abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan dan tidak terkoordinasikan dengan
pertumbuhan jaringan normal serta terus demikian walaupun rangsangan yang memicu
perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar tentang asal neoplasma adalah hilangnya
responsivitas terhadap faktor pengendali pertumbuhan yang normal.1

Dalam penggunaan istilah kedokteran yang umum, neoplasma sering disebut


sebagai tumor. Dalam onkologi, neoplasma dibagi menjadi jinak (benigna) dan ganas
(maligna/kanker). Terdapat perbedaan karakteristik tumor jinak dan ganas. Secara umum,
tumor jinak merupakan tumor yang jarang mengancam jiwa, umumnya tumor jinak dapat
diangkat seluruhnya dan jarang tumbuh kembali, serta tidak menginvasi dan menyebar ke
jaringan sekitarnya ataupun bagian tubuh lainnya. Sementara itu, tumor ganas umumnya
lebih berat daripada tumor jinak dan dapat mengancam jiwa, tumor ganas dapat diangkat
tetapi dapat tumbuh kembali, serta sel tumor dapat menginvasi jaringan sekitarnya dan
dapat menyebar ke bagian tubuh lainnya.1

Pada tumor jinak, sel berdiferensiasi baik dengan struktur yang mungkin khas
jaringan asal; pertumbuhan biasanya progresif dan lambat, mungkin berhenti tumbuh atau
menciut, gambaran mitotik jarang dan normal; invasi lokal biasanya kohesif dan ekspansil,
massa berbatas tegas yang tidak menginvasi atau menginfiltrasi jaringan normal di
sekitarnya; serta tidak terjadi metastasis. Sementara itu, pada tumor ganas, sebagian sel
tidak menunjukkan diferensiasi disertai anaplasia dengan struktur yang sering tidak khas;
laju pertumbuhan tidak terduga dan mungkin cepat atau lambat, gambaran mitotik mungkin
banyak dan abnormal; bersifat invasif lokal, menginfiltrasi jaringan normal di sekitarnya,
kadang-kadang mugkin tampak kohesif dan ekspansil tetapi dengan invasi mikroskopik;
serta sering ditemukan metastasis.1
Kelainan payudara perempuan jauh lebih sering dibandingkan dengan kelainan
payudara laki-laki. Mayoritas dari lesi yang terjadi pada payudara adalah jinak. Hampir
40% dari pasien yang mengunjungi poliklinik dengan keluhan pada payudara mempunyai
lesi jinak. Sementara itu, perhatian lebih sering diberikan pada lesi ganas karena kanker
payudara merupakan lesi ganas yang paling sering terjadi pada wanita di negara barat
walaupun sebenarnya insidens lesi jinak payudara adalah lebih tinggi dibandingkan dengan
lesi ganas. Kelainan jinak payudara merupakan kelompok lesi yang bersifat heterogen,
terdiri dari abnormalitas perkembangan, lesi inflamasi, proliferasi sel epitel dan stroma.

Kanker payudara, atau disebut sebagai karsinoma mammae merupakan kanker solid
yang mempunyai insiden tertinggi no.1 di negara barat/maju. Di Indonesia, Kanker
payudara merupakan kanker dengan insidens tertinggi No.2 setelah kanker rahim dan
diperkirakan dalam waktu singkat akan merupakan kanker dengan insiden tertinggi pada
wanita. Angka kejadian kanker payudara di Amerika Serikat adalah 27/100.000 dan
diperkirakan lebih dari 200.000 kasus baru per tahun. Di Indonesia, karena tidak
tersedianya registrasi berbasis populasi, angka kejadian kanker payudara dibuat
berdasarkan registrasi berbasis patologi dengan insiden relatif 11,5% (artinya 11-12 kasus
baru per 100.000 penduduk berisiko).2

Di Indonesia, skrining terhadap kanker payudara masih bersifat individual, dan


sporadik sehingga program deteksi dini masih belum efisien dan efektif. Sebagai akibatnya,
pasien dengan kanker payudara stadium lanjut masih cukup tinggi, yaitu lebih dari 50%
(data didapatkan dari berbagai senter pendidikan konsultan bedah onkologi di Indonesia).2

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah karakteristik pasien tumor payudara yang dirawat di bangsal rawat inap
bedah RSUP NTB selama periode Agustus 2011 sampai November 2012 ?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui karakteristik pasien tumor payudara yang dirawat di bangsal rawat
inap bedah RSUP NTB selama periode Agustus 2011 sampai November 2012 ?
1.4 Manfaat
Penelitian ini dapat digunakan sebagai data sekunder dalam melakukan penelitian-
penelitian selanjutnya. Selain itu dapat digunakan sebagai sumber pembelajaran
mengenai tumor payudara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Payudara
2.1.1 Anatomi payudara
Mamma dextra dan mamma sinistra berisi glandula mammaria, dan terdapat
dalam fascia superfisialis dinding thorax ventral. Pada bagian mamma yang paling
menonjol terdapat sebuah papilla, dikelilingi oleh daerah kulit yang lebih gelap yang
disebut areola. Mamma berisi sampai 20 glandula mammaria yang masing-masing
memiliki saluran dalam bentuk duktus lactiferus. Ductus lactiferus bermuara pada
papilla mammae. Alas mamma wanita berbentuk lebih kurang seperti lingkaran yang
dalam arah kraniokaudal terbentang antara costa II sampai VI dan dalam arah
melintang dari tepi lateral sternum sampai linea medioclavicularis.3
Sebagian kecil glandula mammaria meluas ke arah kraniolateral sepanjang
tepi kaudal musculus pectoralis major ke axilla untuk membentuk ekor aksilar. Dua
pertiga bagian mamma bertumpu pada fascia yang menutupi musculus pectoralis
major, sisanya bertumpu pada fascia yang menutupi musculus serratus anterior. Antara
glandula mammaria dan fascia profunda terdapat jaringan ikat longgar dengan sedikit
lemak, dikenal sebagai ruang retromamer, yang memungkinkan mamma bergerak
sedikit terhadap dasarnya. Glandula mammaria ditambatkan dengan kokoh kepada
dermis kulit di atasnya melalui septa fibrosa (pita) yang disebut ligamentum
suspensorium Cooper. Ligamentum ini terutama terbentuk baik sekali pada bagian
kranial glandula mammaria dan membantu menunjang jaringan glandula mammaria. 3
Gambar 1. Potongan Sagital Payudara Wanita

Gambar 2. Kuadran Payudara

(Sumber : Moore et al. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates)


Vaskularisasi arterial mamma berasal dari rami intercostales anteriores dari arteria
thoracica interna yakni salah satu cabang arteria subclavia, arteria thoracica lateralis
dan arteria thoracoacromialis yakni cabang arteria axillaris, dan arteria intercostalis
posterior (cabang pars thoracica aortae dalam spatia intercostalia II, III, dan IV). 3
Penyaluran darah vena dari thorax (terutama) terjadi ke vena axillaris dan vena
thoracica interna.

Gambar 3. Vaskularisasi Payudara

(Sumber : Moore et al. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates)

Penyaluran limfe dari mamma sangat penting karena perannya pada metastasis
(penyebaran) sel kanker. Limfe disalurkan ke plexus lymphaticus subareolaris dan dari
sini:
a. Bagian terbesar (kira-kira 75%) disalurkan ke nodi lymphoidei axillares, terutama
ke kelompok pektoral tetapi ada juga limfe yang disalurkan ke kelompok apikal,
subskapular, lateral, dan sentral.
b. Bagian terbesar dari sisanya disalurkan ke nodi lymphoidei infraclaviculares,
supraclaviculares, dan parasternales (sepanjang arteri thoracica interna).
c. Sedikit limfe disalurkan melalui pembuluh limfe yang menampung limfe dari
mamma sebelahnya dan pembuluh limfe dinding abdomen veneral.

Gambar 4. Aliran Limfe Payudara

(Sumber : Moore et al. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta: Hipokrates)

Saraf mamma berasal dari ramus cutaneus ventralis dan ramus cutaneus lateralis
dari nervi thoracica IV, VI. Saraf-saraf ini membawa serabut sensoris ke kulit mamma
dan serabut simpatis ke otot polos dalam dermis papilla mammae dan areola mammae
serta dalam pembuluh darah.3

2.2 Fisiologi Payudara


Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi oleh hormone,
perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, masa fertilitas,
masa klimacterium, sampai masa menopause. Sejak pubertas, pengaruh estrogen dan
progesterone yang diproduksi ovarium dan hormone hipofisis menyebabkan duktus
laktiferus berkembang. Perubahan kedua adalah perubahan yang sesuai dengan siklus
menstruasi, sekitar hari ke delapan menstruasi, payudara menjadi lebih besar dan pada
beberapa hari sebelum menstruasi terjadi pembesaran maksimal bahkan dapat timbul
benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang menstruasi ini
payudara menjadi tegang dan nyeri sehingga pada pemeriksaan fisik terutama palpasi, tidak
dilakukan. Pada waktu ini pemeriksaan foto mammogram tidak berguna karena kontras
kelenjar terlalu besar, tetapi setelah menstruasi pemeriksaan ini dapat dilakukan. Perubahan
ketiga terjadi sewaktu hamil dan menyusui, pada waktu kehamilan payudara mnjadi besar
karena epitel duktus lobus dan duktus alveolus berproliferasi dan tumbuh duktus baru.
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu proses laktasi, air susu diproduksi
oleh sel alveolus dan mengisi asinus yang kemudian dikeluarkan melalui duktus ke puting
susu.4

Gambar 5. Stadium fisiologis pada payudara (makroskopis dan mikroskopis). A. Masa


pubertas. B. Masa kehamilan. C. Masa laktasi. D. Masa senesens
2.3 Tumor Jinak Payudara
2.3.2 Faktor resiko :
- Wanita muda
- Ketidakseimbangan hormonal
- Umur ketika menarche
- Umur ketika menopause
- Terapi hormonal

2.3.3 Gejala klinis :


- Teraba benjolan payudara
- Konsistensi lunak
- Mobile / mudah di gerakkan
- Nodular
- Batas tegas
- Difus
- Nyeri pada payudara
- Nyeri tekan
- Nipple discharge
- Tidak ada perubahan pada kulit
- Simetris penebalan
- Umumnya di kuadran luar atas 21,22

2.3.4. Pemeriksaan Penunjang


Gambaran USG :
Nodul jinak biasanya didefinisikan dengan baik dengan margin halus atau
macrolobulated dengan tidak lebih dari 3 sampai 4 lobulasi ringan. Nodul ini biasanya bulat
atau oval dalam bentuk "lebih luas dari yang tinggi" menunjukkan orientasi yang sejajar
dengan dinding dada. Tekstur Echo sering homogen dengan isoechoic ,hyperechoic sampai
hypoechoic ringan.24
Gambaran CT scan :
- massa batas tegas
- bentuk bulat atau oval
- popcornlike calcifications
- tidak ada gambaran tumor payudara ganas23

2.3.5 Jenis Tumor Jinak Payudara


2.3.5.1 Fibroadenoma Mammae (FAM)
Fibroadenoma adalah tumor jinak payudara dengan konsistensi padat yang terdiri
dari stroma dan epitel. Fibroadenoma merupakan tumor jinak yang paling sering ditemukan
pada wanita berusia < 30 tahun dengan puncak insiden pada usia 21-25 tahun.5,6,7

FAM diklasifikasikan menjadi 2 subtipe :


Giant fibroadenoma, merupakan FAM yang berukuran besar, biasanya >5 cm
Juvenile fibroadenoma, merupakan occasional fibroadenoma yang berukuran besar,
yang terjadi di usia remaja dan dewasa muda dan secara histologis memiliki lebih
banyak sel dari FAM. 7,8,9
Faktor Resiko
FAM banyak terjadi pada wanita muda (akibat peningkatan aktivitas estrogen) di
usia 30an. Pertumbuhannya bisa cepat sekali selama kehamilan dan laktasi atau menjelang
menopause. Setelah menopause, FAM ini tidak lagi ditemukan. 7,8,9
Gambaran Klinis

Merupakan masa soliter, mudah digerakkan karena tidak terikat ke jaringan


sekitarnya, dengan diameter 1-10 cm
Teraba kenyal padat, warna seragam coklat putih pada irisan, dengan bercak
kuning-pink yang mencerminkan daerah kelenjar
Dapat teraba sebagai benjolan bulat atau berbenjol-benjol, dengan simpai licin,
biasa terdapat di kuadran lateral superior
Biasanya tidak nyeri, tetapi kadang dirasa nyeri bila ditekan
Terkadang tumbuh multiple (15-20%) 7,8,9
Mikroskopis :
Fibroadenoma terdiri dari proliferasi epitel dan mesenkimal. Stroma berproliferasi
sekitar kelenjar tubular (pertumbuhan pericanalicular) atau compress cleft-like ducts
(pertumbuhan intracanalicular). Seringkali kedua jenis pertumbuhan terlihat dalam lesi
yang sama.7,8,9

Gambar 6. Fibroadenoma
(A) Potongan permukaan fibroadenoma berlobus, padat, dan berwarna abu-abu-
putih, dengan karakteristik bulging appearance. (B): histologi lesi terdiri dari
stroma fibrosis padat compressed cleft-like ducts.
(Sumber : http://theoncologist.alphamedpress.org)

Diagnosa
Mamografi
USG
Spesimen diperiksa untuk menyingkirkan adanya keganasan, diambil dengan cara
biopsi 7,8,9

Terapi
FAM harus diekstirpasi karena tumor jinak ini akan terus membesar.4 Namun
beberapa sumber mengatakan, lesi persisten dapat dieksisi setelah 3 tahun karena lesi dapat
hilang secara spontan dalam 1-3 tahun dan dapat diberikan terapi konservatif. Tidak semua
pasien dapat diberikan terapi konservatif, usia pasien, riwayat keganasan dalam keluarga,
serta perubahan proliferatif hasil biopsi pasien perlu dipertimbangkan.7,8,9

Bagan 1. Penatalaksanaan Fibroadenoma pada Wanita Berusia < 35 Tahun

Bagan 2. Penatalaksanaan Fibroadenoma pada Wanita Berusia > 35 Tahun

(Sumber : http://theoncologist.alphamedpress.org)
2.3.5.3 Papiloma Intraduktus

Papiloma intraduktus merupakan lesi jinak yang berasal dari duktus laktiferus dan
75% tumbuh di bawah areola mammae.4 Papiloma intraduktus sering ditemukan pada
wanita berusia 30-50 tahun. Insiden papilloma intraduktus yaitu 2-3%.10

Diagnosis

Pemeriksaan fisik

Hampir 90% papilloma intraduktus adalah dari tipe soliter. Papilloma intraduktus
soliter sering timbul pada duktus laktiferus dan hampir 70% dari pasien datang dengan
nipple discharge yang serous dan bercampur darah. Ada juga pasien yang datang dengan
keluhan massa pada area subareola walaupun massa ini lebih sering ditemukan pada
pemeriksaan fisik. Massa yang teraba sebenarnya adalah duktus yang berdilatasi.

Pada pasien dengan adanya discharge patologis dari papilla mammae tetapi tak
ditemukan adanya massa ketika dipalpasi, letak papilloma intraduktus sebaiknya
dikonfirmasi dengan letak orifisium pada duktus yang terserang pada permukaan papilla
mammae dan pemberian tekanan dengan jari di sekitar areola mammae. Sekret serous atau
bercampur darah yang keluar dari papilla mammae tidak dapat membedakan papilloma
intraduktus dengan karsinoma. Ketika tumor dinyatakan dengan palpasi yang lembut
sebaiknya dikarakteristikkan dengan jumlah tumor, ukuran, konsistensi, permukaan, dan
tepinya.10

Mammografi

Mammografi sederhana sebaiknya dilakukan pada pasien yang mengeluhkan


keluarnya cairan serous atau bercampur darah dari papilla mammae sebelum dilakukan
duktografi, terutama jika wanita tersebut berusia 35 tahun atau lebih. Papilloma intraduktus
tidak dapat dideteksi dengan mammografi konvensional. Jika pada mammografi ditemukan
adanya mikrokalsifikasi, diperlukan pemeriksaan selanjutnya yaitu biopsi terutama jika
mikrokalsifikasi tersebut bersifat polimorfik, berkelompok, atau terdistribusi secara linear.
Duktografi

Duktografi merupakan teknik yang aman dan sederhana untuk melihat sistem duktus pada
pasien dengan keluhan adanya cairan yang keluar melalui papilla mammae. Papilloma
intraduktus digambarkan dengan adanya filling defects dan duktus yang mengalami
dilatasi.

Ultrasonografi

Ultrasonografi dengan resolusi tinggi dan 3 dimensi sangat membantu dalam melihat
gangguan intraduktal dan menjadi pemeriksaan penunjang.

Sitologi discharge dari papilla mammae

Sekret dari papilla mammae diperiksa dengan pengecatan Papanicolaou atau May-Giemsa.
Apusan sitologi dapat menunjukkan apakah masih dalam batas normal, atipik, atau
keganasan serta bentuk papillar. Papilloma intraduktal ditandai dengan adanya kumpulan
sel duktus yang berhubungan kuat. Sel dan inti sel berbentuk uniform dan tidak mengalami
mitosis. Eritosit tampak lebih banyak pada pasien dengan papilloma intraduktus.

Duktoskopi mammae

Merupakan teknik endoskopi terbaru yang telah dipakai sejak 15 tahun yang lalu.

Gambaran histologis:

Secara histologi, tumor ini terdiri dari papilla fibrovaskular yang dilapisi oleh
epitel kuboid hiperplastik dan lapisan mioepitel di bawahnya. Papilla mungkin
memperlihatkan percabangan yang kompleks dan mengisi seluruh lumen duktus. Tumor
bersifat jinak dan tidak menginvasi dinding duktus tempat tumor tersebut berasal.
Penatalaksanaan

Bagan 3. Penatalaksanaan Pasien dengan Papilloma Intraduktus


(Sumber : http://www.ncbi.nlm.nih.gov)

Umumnya, pasien diterapi secara konservatif dan nipple discharge dapat


menghilang secara spontan dalam waktu beberapa minggu. Apabila hal ini tidak
berlaku, eksisi lokal duktus yang terkait bisa dilakukan. Eksisi duktus terminal
merupakan prosedur bedah pilihan sebagai penatalaksanan nipple discharge. Pada
prosedur ini, digunakan anestesi lokal dengan atau tanpa sedasi. Tujuannnya adalah
untuk eksisi dari duktus yang terkait dengan nipple discharge dengan pengangkatan
jaringan sekitar seminimal mungkin. Apabila lesi benigna ini dicurigai mengalami
perubahan ke arah maligna, terapi yang diberikan adalah eksisi luas disertai
radiasi.10

2.3.5.4 FIBROKISTIK CHANGE/FIBROKISTIK DISEASE

Perubahan fibrokistik (Fibrocystic changes/FCCs) merupakan kelainan jinak


payudara yang sering ditemukan. Perubahan fibrokistik meliputi perubahan yang terjadi
pada kelenjar (lobulus dan duktus) serta jaringan stroma. Sering dialami oleh wanita
premenopause yang berusia antara 20-50 tahun.8

Gambaran Klinis

Fibrokistik merupakan massa di payudara yang bersifat asimptomatik dan sering


ditemukan secara kebetulan. Pada kelainan ini terdapat benjolan fibrokistik biasanya
multipel, keras, adanya kista, fibrosis, benjolan dengan konsistensi lunak, terdapat
penebalan, dan kadang terasa nyeri. Kista dapat membesar dan terasa sangat nyeri selama
periode menstruasi karena hubungannya dengan perubahan hormonal tiap bulannya. Wanita
dengan kelainan fibrokistik mengalami nyeri payudara siklik berkaitan dengan adanya
perubahan hormon estrogen dan progesteron. Biasanya payudara teraba lebih keras dan
benjolan pada payudara membesar sesaat sebelum menstruasi. Gejala tersebut menghilang
seminggu setelah menstruasi selesai. Benjolan biasanya menghilang setelah wanita
memasuki fase menopause. Pembengkakan payudara biasanya berkurang setelah
menstruasi berhenti.

Terdapat fuktuasi ukuran, massa multipel atau bilateral yang mungkin tampak atau
pun tidak di payudara dan keluar cairan serous dari puting susu. Pasien memiliki riwayat
adanya pembengkakan payudara yang bersifat sementara ataupun nyeri di sekitar payudara.
Diagnosis

Kelainan fibrokistik dapat diketahui dari pemeriksaan fisik, mammogram, atau


biopsi. Biopsi dilakukan terutama untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis kanker.
Perubahan fibrokistik biasanya ditemukan pada kedua payudara baik di kuadran atas
maupun bawah.

Evaluasi pada wanita dengan penyakit fibrokistik harus dilakukan dengan seksama
untuk membedakannya dengan keganasan. Apabila melalui pemeriksaan fisik didapatkan
benjolan difus (tidak memiliki batas jelas), terutama berada di bagian atas-luar payudara
tanpa ada benjolan yang dominan, maka diperlukan pemeriksaan mammogram dan
pemeriksaan ulangan setelah periode menstruasi berikutnya. Apabila keluar cairan dari
puting, baik bening, cair, atau kehijauan, sebaiknya diperiksakan tes hemoccult untuk
pemeriksaan sel keganasan. Apabila cairan yang keluar dari puting bukanlah darah dan
berasal dari beberapa kelenjar, maka kemungkinan benjolan tersebut jinak.

Pemeriksaan Penunjang

Mammografi dan ultrasonografi dapat digunakan untuk mengevaluasi massa pada


pasien dengan fibrokistik. Ultrasonografi dapat digunakan pada wanita yang berusia < 30
tahun. Karena massa bersifat fibrokistik, kadang-kadang sulit untuk dibedakan dengan
karsinoma, sehingga sebaiknya dilakukan biopsi pada lesi yang dicurigai. Sitologi dari fine
needle aspiration (FNA) mungkin berguna, tetapi jika massa yang dicurigai tersebut
bersifat non-maligna pada pemeriksaan sitologinya dan tidak kembali normal dalam
beberapa bulan, maka sebaiknya dilakukan eksisi. Adakalanya biopsi dengan jarum atupun
FNA telah mencukupi.11

Penatalaksanaan

Penyakit ini sering mengganggu ketentraman penderita karena kecemasan akan


keluhan nyerinya. Yang penting harus dipastikan bahwa kelainan tersebut bukanlah tumor
ganas. Bila ada keraguan, terutama bila pada massa tersebut teraba bagian yang
konsistensinya berbeda, perlu dilakukan biopsi. Nyeri yang hebat dan berulang atau
penderita yang khawatir dapat menjadi indikasi eksisi untuk meyakinkan penderita.4

Resiko kanker payudara meningkat pada wanita dengan kondisi fibrokistik dengan
komponen epitel yang atipik atau proliferatif. Sebaiknya para wanita tetap melakukan
monitoring dengan baik melalui pemeriksaan fisik dan pencitraan.11

2.3.5.5 TB Payudara

Tuberkulosis payudara adalah penyakit langka dengan kejadian mulai dari 0,1% di
negara maju dan sampai 0,3-5% di daerah endemik. Tuberkulosis payudara jarang terjadi
karena payudara bukan tempat yang cocok untuk kelangsungan hidup basil tuberkel.
Perempuan dalam kelompok usia yang lebih muda lebih sering terkena. Kebanyakan kasus
adalah perempuan berusia 20 sampai 40 tahun dalam kehidupan seksual yang aktif, karena
pada periode ini lebih banyak perubahan fisiologis dan lebih rentan terhadap trauma dan
infeksi. Pada wanita hamil dan menyusui, saluran-saluran payudara saluran melebar dan
vascular sehingga cenderung terjadi trauma yang menyebabkan pasien lebih rentan
terhadap tuberkulosis.18

TBC Payudara dapat primer atau sekunder. Infeksi sekunder dapat terjadi sebagai
akibat dari penyebaran hematogen, penyebaran retrograde dari kelenjar getah bening ketiak
atau penyebaran langsung dari paru-paru, pleura, mediastinum dan lesi artikular.
Manifestasi klinis yang paling umum dari TB payudara adalah benjolan, abses, discharge
sinus tunggal atau multiple. Lokasi yang paling umum adalah kuadran upper outer dari
payudara. Massa dapat berfluktuasi dan biasanya ditutupi dengan jaringan indurasi dan
terfiksir pada kulit. Retraksi puting dan kulit juga dapat terjadi. Tidak jarang disertai
fistulisasi dan nyeri.18

Berdasarkan manifestasi klinis dan radiologis, TB payudara diklasifikasikan sebagai


nodular, luas, dan variasi abses. Bentuk yang paling umum adalah bentuk nodular.
Pemeriksaan gold standard untuk diagnosis TB payudara untuk menemukan M.tuberculosis
adalah pengecatan Ziehl-Neelsen atau kultur. Fine-needle aspiration cytology (FNAC)
tidak dapat menentukan agen etiologi dari lesi payudara, namun ditemukannya kedua sel
epitheloid granuloma dan nekrosis sudah cukup untuk diagnosis payudara TB.18

Ada berbagai macam terapi, termasuk kemoterapi antituberkulosis dan mastektomi


untuk TB payudara. Terapi saat ini disarankan adalah biopsi insisi atau eksisi
dikombinasikan dengan OAT. 18

Gambar 7. TB payudara

(Sumber : www.sciencedirect.com)

Gambar 8. Lymphoplasmocytic infiltrates, epitheloid cells dan Langhans type giant


cells

(Sumber : Eur J Gen Med 2010;7(2):216-219 )


2.3.5.6 Lipoma

Lipoma payudara adalah tumor jinak, biasanya soliter terdiri dari sel-sel lemak
matur. Hal ini kadang-kadang sulit untuk membedakan lipoma dari kondisi lain secara
klinis, sehingga menyebabkan tantangan diagnostik dan terapi.

Secara klinis, lipoma menyajikan sebagai massa berbatas tegas, halus atau lobulated
yang lembut dan biasanya nontender. FNAB dari lesi memperlihatkan sel-sel lemak dengan
atau tanpa sel epitel normal. Biasanya baik mamografi dan USG scanning memberikan
hasil negatif, kecuali tumor besar.

Jika diagnosis klinis lipoma dikonfirmasi baik oleh FNAB atau inti biopsi, dan
mammogram, menunjukkan tidak ada yang mencurigakan ultrasonogram untuk keganasan
di lokasi, pasien biasanya diikuti melalui palpasi setelah 6 bulan. Namun, jika diagnosis
tidak tertentu atau lesi tumbuh pesat, tumor harus pembedahan.25

2.3.5.7 Galaktokel

Galaktokel adalah dilatasi kistik suatu duktus laktiferus yang tersumbat oleh air
susu dan terbentuk selama masa laktasi atau sehabis masa menyusui. Penyebab terjadinya
galaktokel adalah air susu yang mengental sehingga menyumbat lumen saluran karena air
susu jarang dikeluarkan, adanya penekanan saluran air susu dari luar, ibu berhenti
menyusui, dan pengunaan alat kontrasepsi oral atau galaktorea. Kista menimbulkan
benjolan yang nyeri dan mungkin pecah sehingga memicu reaksi peradangan lokal serta
dapat menyebabkan terbentuknya fokus indurasi persisten. Biasanya galaktokel tampak
rata, benjolan dapat digerakkan, walaupun dapat juga keras dan susah digerakkan. Apabila
diagnosis masih diragukan dapat dilakukan skrining sonografi. Penatalaksanaan galaktokel
sama seperti beberapa kista, yaitu dengan dilakukannya drainase cairan kista tetapi jika
galaktokel terinfeksi, maka diperlukan tindakan dengan pembedahan.26
2.3.5.8 TUMOR PHYLOIDES
Definisi

Tumor phyloides atau dikenal dengan kistosarkoma phyloides adalah tumor


fibroepitelial yang ditandai dengan hiperselular stroma dikombinasikan dengan komponen
epitel. Tumor filodes umum terjadi pada dekade 5 atau 6. Sebagian besar tumor phyloides
bersifat jinak, tetapi sekitar 30% bersifat invasif lokal dan 15% menimbulkan metastasis
jauh.11 Pertumbuhannya cepat dan dapat ditemukan dalam ukuran yang besar.

Tumor phyloides merupakan tumor seperti fibroadenoma dengan pertumbuhan


stroma yang cepat. Tumor ini dapat berukuran besar dan jika dilakukan eksisi yang tidak
adekuat akan menyebabkan kekambuhan. Lesi ini dapat bersifat jinak ataupun ganas. Jika
jinak, tumor phyloides dapat dieksisi lokal pada bagian tepi jaringan payudara. Karena
tumor ini dapat menjadi besar, mastektomi sederhana kadang-kadang diperlukan.11 Tumor
ini dapat terjadi pada semua usia, tetapi kebanyakan pada usia sekitar 45 tahun.4

Gambaran Klinis

Tumor phyloides adalah tipe yang jarang dari tumor payudara, yang hampir sama
dengan fibroadenoma yaitu terdiri dari dua jaringan, jaringan stroma dan glandular.
Berbentuk bulat lonjong dengan permukaan berbenjol-benjol, berbatas tegas dengan ukuran
yang lebih besar dari fibroadenoma. Benjolan ini jarang bilateral (terdapat pada kedua
payudara), dan biasanya muncul sebagai benjolan yang terisolasi dan sulit dibedakan
dengan FAM. Ukuran bervariasi, meskipun tumor filodes biasanya lebih besar dari FAM,
mungkin karena pertumbuhannya yang cepat.

a. Tumor bisa mencapai penampang 10-15 cm dan tumbuh lebih cepat dalam waktu yang
singkat dibanding FAM. Berkapsul dengan konsistensi padat kenyal. Kulit di atasnya
dapat tertekan oleh tumor sehingga terjadi nekrosis dan ulserasi
b. Pada irisan:
Warna abu-abu keputihan
Permukaan licin karena mengandung jaringan ikat miksomatik
Kadang-kadang tampak tonjolan-tonjolan papilomatik

Gambar 9. Makroskopis Tumor Phyloides


(Sumber : www.webpathology.com)

Gambaran histologis:
Secara histologis, stroma tumor ini sangat selular dan padat serta memperlihatkan aktivitas
mitotik yang tinggi.11)

Gambar 10. Histologi Tumor Phyloides


(Sumber : www.webpathology.com)

Penanganan
Tumor phyloides jinak diterapi dengan cara melakukan pengangkatan tumor disertai
2 cm (atau sekitar 1 inchi) jaringan payudara sekitar yang normal. Sedangkan tumor
phyloides yang ganas dengan batas infiltratif mungkin membutuhkan mastektomi
(pengambilan jaringan payudara). Mastektomi sebaiknya dihindari apabila memungkinkan.
Apabila pemeriksaan patologi memberikan hasil tumor phyloides ganas, maka re-eksisi
komplit dari seluruh area harus dilakukan agar tidak ada sel keganasan yang tersisa.

Dapat dikatakan, penanggulangan terhadap tumor ini adalah eksisi luas. Jika tumor
sudah besar, biasanya perlu dilakukan mastektomi simpleks. Bila tumor ternyata ganas,
harus dilakukan mastektomi radikal walaupun mungkin bermetastasis secara hematogen
seperti sarkoma.4

2.4 KANKER PAYUDARA


2.4.1 Definisi
Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar,
dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara.12

2.4.2 PATOFISIOLOGI
Faktor resiko utama yang berhubungan dengan perkembangan kanker payudara
adalah faktor hormonal dan genetik (riwayat keluarga). Kanker payudara juga bisa terjadi
secara sporadis, berkaitan dengan paparan hormonal, kasus herediter, dan riwayat mutasi
germ sel pada keluarga. Dari faktor genetik, berkaitan dengan mutasi gen BRCA 1 pada
kromosom nomor 17q21 dan BRCA 2 pada kromosom nomor 13q12. Adanya mutasi pada
gen BRCA1 akan menyebabkan penurunan atau terhentinya produksi dari protein BRCA1.
Mutasi BRCA1 sangat erat kaitannya dengan kejadian kanker payudara herediter dan
sindrom kanker ovarium. Pada suatu penelitian di Negeri Belanda, mutasi gen BRCA1
terdapat pada 10.000 dari setiap 4 juta wanita Belanda yang berumur 25-55 tahun. Namun
hingga saat ini, penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti. Penyebab kanker
payudara termasuk multifaktorial, yaitu banyak faktor yang terkait satu dengan yang lain.
Beberapa faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar dalam terjadinya kanker
payudara adalah riwayat keluarga, hormonal, dan faktor lain yang bersifat eksogen.

2.4.3 FAKTOR RESIKO KANKER PAYUDARA


Beberapa faktor risiko yang memegang peranan penting di dalam proses kejadian
kanker payudara berhasil diidentifikasi melalui penelitian epidemiologi.
a. Usia.
Kanker payudara jarang dijumpai pada wanita berusia < 25 tahun. Insidensi meningkat
seiring meningkatnya usia, tujuh puluh tujuh persen kasus terjadi pada usia > 50 tahun.
rata-rata usia terdiagnosis kanker payudara adalah 64 tahun.
b. Usia saat menarche.
Wanita dengan usia saat menarche kurang dari 11 tahun memiliki resiko terkena kanker
payudara sebesar 20% dibandingkan dengan wanita yang menarche saat usia 14 tahun
keatas. Menopause yang lebih lama juga meningkatkan resiko namun besarnya resiko
belum berhasil teridentifikasi
c. Usia saat pertama kali melahirkan
wanita yang hamil dan melahirkan pada usia < 20 tahun memiliki resiko terkena kanker
payudara dua kali lebih tinggi dibandingkan nullipara atau wanita yang hamil pertama
kali di usia lebih dari 35 tahun.
d. Faktor keturunan
Resiko kanker payudara meningkat pada wanita yang memiliki ibu, saudara perempuan,
atau anak perempuan dengan riwayat mengidap kanker.
e. Riwayat biopsi payudara sebelumnya, hal ini terjadi pada wanita dengan riwayat biopsi
sebelumnya dengan hasil hiperplasia atipikal.12
2.4.4 Gejala Klinis
Karsinoma payudara biasanya mempunyai gambaran klinis sebagai berikut :
a. Terdapat benjolan keras yang lebih melekat atau terfiksir.
b. Tarikan pada kulit di atas tumor.
c. Ulserasi atau koreng.
d. Peaud orange.
e. Discharge dari puting susu.
f. Asimetri payudara
g. Retraksi puting susu.
h. Elevasi dari puting susu.
i. Pembesaran kelenjar getah bening ketiak.
j. Satelit tumor di kulit.
k. Eksim pada puting susu.
l. Edema.4

2.4.5 Jalur Penyebaran


a. Invasi lokal
Kanker mammae sebagian besar timbul dari epitel duktus kelenjar. Tumor pada
mulanya menjalar dalam duktus, lalu menginvasi dinding duktus dan ke sekitarnya, ke
anterior mengenai kulit, posterior ke otot pektoralis hingga ke dinding toraks.
b. Metastasis kelenjar limfe regional
Metastasis tersering karsinoma mammae adalah ke kelenjar limfe aksilar. Data di
China menunjukkan: mendekati 60% pasien kanker mammae pada konsultasi awal
menderita metastasis kelenjar limfe aksilar. Semakin lanjut stadiumnya, diferensiasi sel
kanker makin buruk, angka metastasis makin tinggi. Kelenjar limfe mammaria interna juga
merupakan jalur metastasis yang penting. Metastasis di kelenjar limfe aksilar maupun
kelenjar limfe mammaria interna dapat lebih lanjut bermetastasis ke kelenjar limfe
supraklavikular.
c. Metastasis hematogen
Sel kanker dapat melalui saluran limfatik akhirnya masuk ke pembuluh darah, juga
dapat langsung menginvasi masuk pembuluh darah (melalui vena kava atau sistem vena
interkostal-vertebral) hingga timbul metastasis hematogen. Hasil autopsi menunjukkan
lokasi tersering metastasis adalah paru, tulang, hati, pleura, dan adrenal.
2.4.6 Klasifikasi Histologi WHO / Japanese Breast Cancer Society
Untuk kanker payudara dipakai klasifikasi histologi berdasarkan :

WHO Histological classification of breast tumors.


Japanese Breast Cancer Society (1984) Histological classification of breast tumors.

Malignant ( Carcinoma )

1. Non invasive carcinoma


a) Non invasive ductal carcinoma
b) Lobular carcinoma in situ
2. Invasive carcinoma

a) Invasive ductal carcinoma


a1. Papillobular carcinoma

a2. Solid-tubular carcinoma

a3. Scirrhous carcinoma

b) Special types

b1. Mucinous carcinoma

b2. Medullary carcinoma

b3. Invasive lobular carcinoma

b4. Adenoid cystic carcinoma

b5. Squamous ceel carcinoma

b6. Spindel cell carcinoma

b7. Apocrine carcinoma

b8. Carcinoma with cartilaginous and or osseous metaplasia


b9. Tubular carcinoma

b10. Secretory carcinoma

b11. Others

c). Pagets disease.

Tipe Histopatologi

Pathology Evolution of Preinvasive Breast Cancer : The Atypical Ductal Hyperplasia

Pathology of In Situ Breast Cancer

Lobular Carcinoma In Situ

Pleomorphic LCIS

Ductal carcinoma In Situ(DCIS) grades/Van Nuys Prognostic Score

Pagets disease (of the nipple)

Pathology of Invasive Breast Cancer

Invasive Ductal Carcinoma

Invasive Lobular Carcinoma

Pathology of Special Forms of Breast Cancer

Tubular carcinoma

Cribriform carcinoma

Medullary carcinoma

Mucinous carcinoma
Apocrine carcinoma

Micropapillary carcinoma

Metaplastic carcinoma

Mammary carcinoma with osteoclast-like giant cell

Lipid rich carcinoma

Glycogen rich carcinoma

Secretory carcinoma

Neuroendocrine carcinoma

Adenoid cystic carcinoma

Inflammatory carcinoma

Pylloides tumor

Sarcoma

Angiosarcoma

Malignant lymphoma

Metastatic Tumors to the Breast (melanoma, adenocarcinoma, carcinoid)

Gradasi histologis dibuat berdasarkan The Nottingham Combined Histologic Grade


yang merupakan modifikasi dari Bloom-Richardson. Grading histologis dibuat berdasarkan
pembentukan tubulus, plemorfisme dari nukleus, jumlah mitosis/mitotic rate sehingga
gradasi histologis dapat dibagi atas :

GI : berdiferensiasi baik

G II : berdiferensiasi sedang
G III : berdiferensiasi buruk

Dikatakan gradasi X, apabila karena sesuatu hal gradasi histologis tidak dapat
dinilai. Kanker payudara dengan diferensiasi baik mempunyai prognosis (Manuaba, 2010).

2.4.6.1 Infiltrative Lobular Carcinoma (ILC)

Kanker payudara yang dimulai di lobulus dan menyebar ke jaringan payudara di


sekitarnya. ILC ditandai dengan penebalan daerah payudara, biasanya bagian atas puting
dan ke arah lengan. ILC juga cenderung tidak muncul pada mammogram. Jika muncul,
tampak massa dengan paku baik memancar dari tepi atau tampak asimetri dibandingkan
dengan payudara lainnya. Gambaran histologis : sel ganas yang mengikuti garis dan
menyerang jaringan di sekitarnya. 20

Gambar 11. Infiltrative Lobular Carcinoma

(Sumber: www.cancer.org)

2.4.6.2. Infiltrative Ductal Carcinoma (IDC)

IDC muncul pada duktus payudara dan menyerang jaringan payudara di sekitarnya.
Jika tidak diobati pada tahap awal, IDC dapat menyebar ke bagian lain dari tubuh melalui
aliran darah atau sistem limfatik.

IDC ditandai dengan benjolan keras dengan batas iregular. Benjolan IDC akan
terasa lebih keras, lebih kencang dari benjolan jinak pada payudara. Kulit di atas daerah
yang terkena atau retraksi putting susu. Pada mammogram, IDC biasanya terlihat seperti
massa dengan paku memancar dari tepi, kadang-kadang muncul sebagai benjolan halus
bermata atau sebagai kalsifikasi di daerah tumor. 20

Gambar 12. Infiltrative Ductal Carcinoma

(Sumber : www.cancer.org )

2.4.6.3. Squamous cell carcinoma

SCC adalah tumor yang sangat jarang, dengan kejadian yang dilaporkan sekitar
0,1% dari seluruh karsinoma duktal, lebih dari 0,5% dari semua kanker payudara invasif
dan 68% dari semua karsinoma metaplastic. Dalam SCC, semua atau sebagian besar dari
sel-sel, adalah tipe skuamosa dengan keratinisasi, dan adanya beberapa fitur kelenjar.
kanker payudara terjadi pada dua situasi klinis: (1) metaplasia skuamosa jinak pada tumor
jinak payudara tanpa adanya bukti karsinoma intraductal, dan (2 metaplasia skuamosa yang
luas dan menonjol pada karsinoma duktus infiltrasi.19

Makroskopik, SCC sering ditemukan sebagai tumor besar (> 4 cm) saat diagnosis,
ukuran tumor rata-rata adalah 7,3 cm, dengan kisaran 3,5-18 cm. Mikroskopis, SCC
seluruhnya terdiri dari sel-sel skuamosa metaplastik keratinisasi, non-keratinisasi, dan
sedikit sel spindle dan jenis akantolitik, beberapa menunjukkan kombinasi dari pola-pola
ini. SCC dapat dinilai berdasarkan pada gambran nukleus dan, pada tingkat lebih rendah,
diferensiasi sitoplasma. Sistem grading karsinoma duktal biasa (Nottingham modifikasi
dari Bloom-Richardson system) tidak berlaku untuk tumor ini. 19
Gambar 13. . Squamous cell carcinoma

Poorly squamous cell carcinoma: no keratinising type

Gambar 14. . Squamous cell carcinoma

Well differentiated squamous cell carcinoma keratinising type

(Sumber : Journal of Medical Cases 2010 Vol. 1, No. 1)

2.4.7 Stadium, Sistem TNM, dan Jalur Penyebarannya

a. Stadium
Banyak sekali cara untuk menentukan stadium, namun yang paling banyak dianut
saat ini adalah stadium kanker berdasarkan klasifikasi sistim TNM yang direkomendasikan
oleh UICC(International Union Against Cancer dari WHO atau World Health
Organization) / AJCC (American Joint Committee On Cancer yang disponsori oleh
American Cancer Society dan American College of Surgeons).
b. Klasifikasi Stadium TNM berdasarkan American Joint Committee on Cancer (AJCC,
2002)
T = ukuran primer tumor.
Ukuran T secara klinis, radiologis, dan mikroskopis adalah sama. Nilai T dalam cm, nilai
paling kecil dibulatkan ke angka 0,1 cm.
Tx : Tumor primer tidak dapat dnilai.
To : Tidak terdapat tumor primer.
Tis : Karsinoma in situ.
Tis(DCIS) : Ductal Carcinoma In Situ.
Tis(LCIS) : Lobular Carcinoma In Situ.
Tis(Pagets) : Penyakit Paget pada puting tanpa adanya tumor.
Catatan: Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan sesuai dengan ukuran
tumornya.
T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2cm atau kurang.
T1mic : Adanya mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang.
T1a : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm.
T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm.
T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm.
T2 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya lebih dari 2 cm sampai 5
cm.
T3 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar lebih dari 5 cm.
T4 : Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke dinding dada atau
kulit.
T4a : Ekstensi ke dinding dada tidak termasuk otot pektoralis.
T4b : Edema (termasuk peau dorange), ulserasi, nodul satelit pada kulit yang
terbatas pada 1 payudara.
T4c : Mencakup kedua hal di atas.
T4d : inflammatory carcinoma.
N = kelenjar getah bening regional.
Nx : KGB regional tidak bisa dinilai (telah diangkat sebelumnya).
N0 : Tidak terdapat metastasis KGB.
N1 : Metastasis ke KGB aksila ipsilateral yang mobil.
N2 : Metastasis ke KGB aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi, atau
adanya pembesaran KGB ke mamaria interna ipsilateral (klinis) tanpa
adanya metastasis ke KGB aksila.
N2a : Metastasis pada KGB aksila terfiksir atau berkonglomerasi atau melekat
ke struktur lain.
N2b : Metastasis hanya pada KGB mamaria interna ipsilateral secara klinis
dan tidak terdapat metastasis pada KGB aksila.
N3 : Metastasis pada KGB infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa
metastasis KGB aksila atau klinis terdapat metastasis pada KGB aksila;
atau metastasis pada KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
metastasis pada KGB aksila/mamaria interna.
N3a : Metastasis ke KGB infraklavikular ipsilateral.
N3b : Metastasis ke KGB mamaria interna dan KGB aksila.
N3c : Metastasis ke KGB supraklavikula.
Catatan: Terdeteksi secara klinis; terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau secara imaging
(di luar scintigrafi).
M = metastasis jauh.
Mx : Metastasis jauh belum dapat dinilai.
M0 : Tidak terdapat metastasis jauh.
M1 : Terdapat metastasis jauh.

Tabel 1. Klasifikasi stadium carcinoma mammae

Stage 0 Tis N0 M0
Stage I T1 N0 M0
Stage IIA T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
Stage IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stage IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1 M0
T3 N2 M0
Stage IIIB T4 N0 M0
T4 N1 M0
T4 N2 M0
Stage IIIC T (semua) N3 M0
Stage IV T (semua) N (semua) M1

Gambar 15. Stadium TNM


(Sumber : www.TheBestOncologist.com)
Gambar 16. Stadium TNM Kanker Payudara
(Sumber : www.TheBestOncologist.com)

2.4.8 Diagnosis kanker payudara


Diagnosis dibuat berdasarkan pada triple diagnostic procedures (clinical, imaging &
pathology/cytology or histopatology). Ketiga hal di atas dijabarkan lebih detail menjadi
pemeriksaan pemeriksaan :
a. Pemeriksaan klinis (anamnesa dan pemeriksaan fisik)
b. Pemeriksaan radiodiagnostik (imaging)
c. Pemeriksaan sitologi
d. Pemeriksaan histopatologi
e. Pemeriksaan laboratorium
1. Anamnesis :

a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya.


Benjolan padat
Kecepatan tumbuh
Rasa nyeri
Nipple discharge
Nipple retraksi dan sejak kapan
Krusta pada areola
Kelainan kulit: dimpling, peau dorange, ulserasi, venektasi
Perubahan warna kulit
Benjolan ketiak
Edema lengan
b. Keluhan ditempat lain berhubungan dengan metastasis, antara lain :
Nyeri tulang (vertebra, femur)
Rasa penuh di ulu hati
Batuk
Sesak
Sakit kepala hebat, dan lain-lain
c. Faktor-faktor risiko

Usia penderita
Usia melahirkan anak pertama
Punya anak atau tidak
Riwayat laktasi
Riwayat menstruasi
menstruasi pertama pada usia berapa
keteraturan siklus menstruasi
menopause pada usia berapa
Riwayat pemakaian obat hormonal
Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau kanker lain.
Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik
Riwayat radiasi dinding dada
2. Pemeriksaan fisik

a. Status generalis, cantumkan performance status.

b. Status lokalis :

- Payudara kanan dan kiri harus diperiksa.

- Masa tumor :

lokasi
ukuran
konsistensi
permukaan
bentuk dan batas tumor
jumlah tumor
terfiksasi atau tidak ke jaringan sekitar payudara, kulit,
m.pektoralis dan dinding dada
- perubahan kulit :

kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit


peau dorange, ulserasi
- nipple :

retraksi
erosi
krusta
discharge
- status kelenjar getah bening.
KGB aksila : Jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir
satu sama lain atau jaringan sekitar
KGB infra klavikula : Jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir
satu sama lain atau jaringan sekitar
KGB supra klavikula : Jumlah, ukuran, konsistensi, terfiksir
satu sama lain atau jaringan sekitar
- pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis :

Lokasi organ (paru, tulang, hepar, otak)

B. Pemeriksaan Radiodiagnostik / Imaging :

1. Diharuskan (recommended)

USG payudara dan Mamografi untuk tumor 3 cm.


USG ini sangat menguntungkan karena memiliki keuntungan yaitu tidak
mempergunakan sinar pengion sehingga tidak ada bahaya radiasi dan
pemeriksaan bersifat non invasif, relatif mudah dikerjakan, serta dapat dipakai
berulang-ulang. USG biasanya dapat untuk membedakan tumor padat dan kiste
pada payudara. USG ini berperan terutama untuk payudara yang padat pada
wanita muda, jenis payudara ini kadang-kadang sulit dinilai dengan
mammografi.13
Gambaran USG : iregular, heterogen, massa hypoechoic dengan batas angular
dan spiculated. Massa ini cenderung memiliki orientasi "lebih tinggi-dari-lebar"
dan menunjukkan bayangan akustik. Hanya setelah menentukan tidak adanya
temuan yang mencurigakan, nodul dapat dievaluasi sebagai tumor jinak atau
kategori 3 menurut American College of Radiology Breast Imaging Reporting
and Data System (BIRADS), yang berarti bahwa lesi kemungkinan jinak tapi
disarankan untuk follow-up lesi dalam waktu yang singkat.
Mammografi adalah foto roentgen payudara yang menggunakan peralatan
khusus yang tidak menyebabkan rasa sakit dan tidak memerlukan bahan kontras
serta dapat menemukan benjolan yang kecil sekalipun. Tanda-tanda malignitas
yang dapat dideteksi dengan mamografi adalah :
a. Adanya massa berstruktur stellate (massa dengan tepi tidak rata, radial,
seperti isi kedondong).
b. Mikrokalsifikasi, yang terdapat pada massa stellate atau hanya
mikrokalsifikasi saja. Tipe kalsifikasi dapat tersebar (cluster type)
c. Adanya retraksi papilla yang terlihat pada mammografi
d. Adanya infiltrasi pada subkutan, atau infiltrasi tumor pada kulit
e. Pembesaran limfonodi di daerah aksilla 4
Foto Toraks.
USG Abdomen (hepar) untuk menentukan metastasis di hati.

2. Optional (atas indikasi)

Bone scanning (bila sitologi + atau klinis sangat mencurigai pada lesi > 5 cm)
Bone survey (bila sitologi + atau klinis sangat mencurigai pada lesi > 5 cm)
CT scan
Gambaran CT scan tumor payudara ganas :

batas irregular
bentuknya tidak beraturan, dan batas meninggi
Gambaran difus

MRI (untuk mengevaluasi volume tumor)

C. Pemeriksaan Fine Needle Aspiration Biopsy - sitologi

Dilakukan pada lesi yang secara klinis dan radiologik curiga ganas

Dipakai untuk menentukan apakah akan segera disiapkan pembedahan dengan


sediaan beku atau akan dilakukan pemeriksaan yang lain atau akan langsung dilakukan
ekstirpasi. Hasil positif pada pemeriksaan sitologi bukan indikasi untuk bedah radikal sebab
hasil negatif palsu sering terjadi.
D. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic).

Pemeriksaan histopatologi dilakukan dengan potong beku dan/atau parafin. Bahan


pemeriksaan histopatologi diambil melalui :

Core Biopsy.
Biopsi Eksisional untuk tumor ukuran <3 cm.
Biopsi Insisional untuk tumor :
o operable ukuran >3 cm sebelum operasi definitif
o inoperable
Spesimen mastektomi disertai dengan pemeriksaan KGB
Pemeriksaan imunohistokimia : ER, PR, c-erb B-2 (HER-2 neu), cathepsin-D,
p53. (situasional).

E. Laboratorium :

Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai dengan


perkiraan metastasis (transaminase, alkali fosfatase,
calcium darah, tumor marker penanda tumor CA 15 - 3;CEA). Pemeriksaan -
enzim transaminase penting dilakukan untuk memperkirakan adanya metastasis
pada liver, sedangkan alkali fosfatase dan kalsium memprediksi adanya metastase
pada tulang. Pemeriksaan kadar kalsium darah rutin dikerjakan terutama pada
kanker payudara stadium lanjut dan merupakan keadaan kedaruratan onkologis
yang memerlukan pengobatan segera. Pemeriksaan penanda tumor seperti CA 15 - 3 dan
CEA (dalam kombinasi) lebih penting gunanya dalam menentukan
rekurensi dari kanker payudara, dan belum merupakan penanda diagnosis maupun
skrining.

2.4.9 SCREENING (PENAPISAN KANKER PAYUDARA)


Penapisan atau skrining terhadap kanker payudara merupakan prioritas
nomor dua dari program penanggulangan kanker dari WHO yaitu deteksi dini
kanker. Terhadap kanker payudara maka yang disebut sebagai diagnosis dini
adalah stadium dimana kanker payudara masih bersifat lokal dan belum
bermetastasis. Jika diketemukan dalam stadium ini maka angka kesembuhan akan
mendekati 100%. Deskripsi dari stadium dini berubah dari waktu ke waktu.
Metode yang digunakan untuk skrining yaitu,
a. Mamografi dan USG
b. MRI terutama untuk wanita dengan familial cancer antara lain dengan BRCA1 dan
BRCA2 gene mutation
c. SADARI dan pemeriksaan fisik oleh dokter bukan merupakan prosedur
deteksi dini, melainkan suatu usaha untuk mendapatkan kanker payudara pada
stadium yang lebih awal, terutama digunakan pada tempat dimana skrining
masal untuk kanker payudara belum tersedia, seperti Indonesia.
Mamografi dilakukan secara periodik dengan interval sebagai berikut sesui
dengan rekomendasi dari American Cancer Society:
a. Wanita berusia 35 - 39 tahun dilakukan 1 kali sebagai basal mamogram
b. Wanita berusia 40 - 49 tahun dilakukan setiap 2 tahun
c. Wanita berusia 50 - 60 tahun dilakukan setiap 1 tahun
d. Wanita > 60 tahun biasanya mempunyai compliance yang rendah tetapi
dianjurkan setiap 1 tahun 2
Gambar 17. SADARI
(Sumber : www.kankerpayudara.org)

SADARI (periksa payudara sendiri) merupakan usaha untuk mendapatkan


kanker payudara pada stadium yang lebih dini (down staging). Diperlukan pelatihan
yang baik dan evaluasi yang regular. SADARI direkomendasikan dilakukan setiap
bulan, 7 hari sesudah menstruasi bersih. Pemeriksaan fisik secara regular oleh dokter, juga
merupakan usaha mendapatkan kanker payudra pada stadium lebih awal.
Berikut merupakan cara melakukan SADARI :
a. Berdiri di depan cermin. Lihat kedua payudara, perhatikan apakah kedua payudara
simetris dan kalau-kalau ada sesuatu yang tidak biasa seperti perubahan dalam bentuk
payudara, urat yang menonjol, perubahan warna atau bentuk lain dari biasanya. Dan
lihat apakah terdapat perubahan pada puting, terjadi kerutan, cawak atau pengelupasan
kulit. Kemudian perlahan-lahan angkatlah kedua lengan ke atas sambil memerhatikan
apakah kedua payudara tetap simetris.
b. Tetap dalam posisi berdiri, gunakan tangan kiri untuk memeriksa payudara kanan
dengan cara merabanya, dan sebaliknya untuk payudara kiri. Angkat tangan kiri Anda.
Gunakan tiga atau empat empat jari tangan kanan untuk merasakan payudara sebelah
kiri dengan teliti dan menyeluruh. Dimulai dari ujung bagian luar, tekan dengan bagian
jari-jari yang pipih dalam gerakan melingkar kecil, bergerak perlahan-lahan di sekitar
payudara. Anda dapat memulai pada bagian ujung luar payudara dan secara perlahan-
lahan bergerak ke bagian puting, atau sebaliknya. Yakinlah untuk meraba semua bagian
payudara dan termasuk daerah sekitar payudara dan ketiak, termasuk bagian ketiak itu
sendiri.
c. Dekap tangan Anda di belakang kepala dan tekan tangan Anda ke depan. Kemudian,
tekan tangan Anda erat pada pinggul dan sedikit menunduk ke depan cermin ketika
Anda menarik punggung dan sikut ke depan. Ini akan melengkapi bagian pemeriksaan
payudara di depan cermin.
d. Rasakan adanya perubahan dengan cara berbaring. Letakkan bantal kecil di bawah bahu
kanan, lengan kanan di bawah kepala. Periksa payudara kanan dengan tangan kiri
dengan meratakan jari-jari secara mendatar untuk merasakan adanya benjolan. Periksa
pula lipatan lengan, batas luar payudara, dan ke seluruh payudara.
e. Perhatikan tanda-tanda perdarahan atau keluarnya cairan dari puting susu. Caranya
dengan memencet puting susu dan melihat apakah ada darah atau cairan yang keluar.
f. Lakukan hal serupa pada payudara sebelah kiri, yaitu dengan meletakkan tangan kiri di
bawah kepala, lalu gunakan tangan kanan untuk memeriksa payudara sebelah kiri. Bila
Anda mendapati adanya kejanggalan, segeralah periksakan diri ke dokter.

2.4.10 Penatalaksanaan

a. Modalitas Terapi

1. Operasi
Terapi untuk kanker payudara stadium awal. Jenis operasi untuk terapi :

BCS (Breast Conserving Surgery)


segmental mastectomy, lumpectomy, tylectomy, wide local excision dengan atau
tanpa diseksi aksila. Pasien dengan BCT akan menjalani radioterapi adjuvant baik
pada seluruh payudara yang terkena dengan booster pada lapang pembedahan.
Simpel mastektomi
(tidak dilakukan eksisi aksila) : adapun rasional untuk melakukan
mastektomi adalah adanya pertimbangan multifokalitas dan multisentrisitas
ataupun kalsifikasi yang difus pada mamografi. Hal ini terlihat pada
mamografi. Mastektomi juga sebaiknya dilakukan pada tumor dengan
diameter > 4 cm, dan grading histologis yang tinggi.
Radikal mastektomi
Tahun 1890 Halsted pertama kali merancang dan memopulerkan operasi radikal
kanker mammae, lingkup reseksinya mencakup kulit berjarak minimal 3 cm dari
tumor, seluruh kelenjar mammae, m.pectoralis mayor, m.pectoralis minor, dan
jaringan limfatik dan lemak subskapular, aksilar secara kontinyu enblok reseksi.
Radikal mastektomi modifikasi
Lingkup reseksi sama dengan teknik radikal, tapi mempertahankan m.pektoralis
mayor dan minor (model Auchincloss) atau mempertahankan m.pektoralis
mayor, mereseksi m.pektoralis minor (model Patey). Pola operasi ini memiliki
kelebihan antara lain memacu pemulihan fungsi pasca operasi, tapi sulit
membersihkan kelenjar limfe aksilar superior. 2

2. Radiasi
Penyinaran/radiasi adalah proses penyinaran pada daerah yang terkena kanker
dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma yang bertujuan membunuh sel kanker yang
masih tersisa di payudara setelah operasi. Pada saat ini, radiasi post mastektomi
(postmastectomy radiation) dilakukan pada wanita dengan tumor primer T3 atau T4, serta
telah mengenai 4 atau lebih limfonodi . Efek pengobatan ini tubuh menjadi lemah, nafsu
makan berkurang, warna kulit di sekitar payudara menjadi hitam, serta Hb dan leukosit
cenderung menurun sebagai akibat dari radiasi.
Radioterapi dapat dilakukan sebagai :
a. Radioterapi neoadjuvant (sebelum pembedahan)
b. Radioterapi adjuvant (sesudah pembedahan)
c. Radioterapi palliative 2
3. Kemoterapi
Kemoterapi adalah proses pemberian obat-obatan anti kanker dalam bentuk pil cair
atau kapsul atau melalui infus yang bertujuan membunuh sel kanker. Tidak hanya sel
kanker pada payudara, tapi juga di seluruh tubuh. Efek dari kemoterapi adalah pasien
mengalami mual dan muntah serta rambut rontok karena pengaruh obat-obatan yang
diberikan pada saat kemoterapi. Kemoterapi yang diberikan setelah dilakukan terapi
operatif dikenal sebagi kemoterapi ajuvan (adjuvant chemotherapy). Kemoterapi ajuvan
berfungsi membunuh atau menghambat mikrometastasis carcinoma mamma setelah operasi
primer. Pemberian kemoterapi ajuvan dengan atau tanpa pemberian terapi hormonal telah
diketahui meningkatkan angka harapan hidup pada penderita. Kemoterapi ajuvan dapat
meningkatkan harapan hidup 10 tahun penderita berkisar antara 7%-11% baik pada wanita
premenopausal dengan stadium dini dan sebesar 2%-3% pada wanita lebih dari 50 tahun.

Kemoterapi diberikan sebagai kombinasi. Kombinasi kemoterapi yang telah


menjadi standar adalah :

a. CMF (Cyclophosphamide, methotrexate and 5-fluorouracil)


b. CAF, CEF (Cyclophosphamide-Adriamycin/Epirubicin-5 Fluoro Uracil)
c. T-A (Taxanes/Pacliatel/Doxetacel Doxorubicin)
d. Gapecetabin (Xeloda-oral)
e. Beberapa kemoterapi lain, seperti Navelbine, Gemcitabine (+ cisplatinum)
digunakan sebagai kemoterapi lapis ke 3.
Pemberian kemoterapi dapat dilakukan :
a. Neoadjuvant (sebelum pembedahan)
b. Adjuvant (sesudah pembedahan)
c. Therapeutic Chemotherapy diberikan pada Metastatic Breast Cancer dengan tujuan
paliatif, tanpa menutup kemungkinan memperpanjang survival
d. Paliatif untuk usaha memperbaiki kualitas hidup
e. Sebagai metronomic chemotherapy (Cyclophosphamide) anti angiogenesis
4. Hormonal terapi
Terapi hormonal diberikan jika penyakit telah sistemik berupa metastasis
jauh, biasanya diberikan secara paliatif sebelum kemoterapi karena efek terapinya
lebih lama. Terapi hormonal paliatif dilakukan pada penderita pramenopause. Hal
ini disebabkan adanya reseptor esterogen pada sel karsinoma mammae pada
sebagian besar wanita dengan ca mammae. Reseptor tersebut dapat dimasuki oleh
hormon esterogen yang diproduksi ovarium. Akibat pengaruh esterogen tersebut,
dapat memacu proliferasi sel tumor mammae, sehingga wanita pre menopause
dengan ca mamma mempunyai prognosis yang buruk. Esterogen dapat
menstimulasi pertumbuhan sel kanker payudara, namun dapat berefek sebaliknya
jika diberikan dengan dosis tinggi.

Pemberian terapi hormonal dapat bersifat :

a. Ablative (memberikan terapi hormonal tambahan)


b. Additive (menghilangkan sumber hormone tertentu)
Beberapa obat-obatan tertentu yang dipergunakan sebagai terapi hormonal adalah :
a. Tamoxifen
b. Aromatase Inhibitor
c. GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) , dsb.2

b.Terapi
1. Kanker payudara non invasif
a. Ductal Carcinoma Insitu (DCIS)
Dengan adanya program skrining masal terhadap payudara, maka insiden
DCIS semakin meningkat yaitu mencapai 58.000 kasus akan didiagnosis pada
tahun 2006 dan akan terus meningkat. DCIS adalah suatu keadaan dimana sel -
kanker (yang berasal dari epitelium TDLU) belum menembus membrana basalis,
atau jika telah menembus mikroskopis tidak mencapai 1 mm. Terdapat subtipe
comedo, solid, cibriform, micropapillary, dan papillary. Beberapa hal yang
menjadi pertimbangan terapi DCIS adalah adanya lesi multifokal dan multisentris.
Prognostic score berdasarkan pada van nuys prognostic index (2003, silverstein)
berdasarkan ukuran tumor, margin eksisi, umur penderita, dan klasifikasi patologi.
Beberapa terapi untuk DCIS yaitu:
1) Mastectomy simple (tidak dilakukan eksisi aksila) : adapun rasional
untuk melakukan mastektomi adalah adanya pertimbangan multifokalitas dan
multisentrisitas ataupun kalsifikasi yang difus pada mamografi. Hal ini terlihat
pada mamografi. Mastektomi juga sebaiknya dilakukan pada tumor dengan
diameter > 4 cm, dan grading histologis yang tinggi.
2) Breast corserving therapy/surgery (BCT/BCS): termasuk BCT
adalah segmental mastectomy, lumpectomy, tylectomy, wide local excision dengan
atau tanpa diseksi aksila. Pasien dengan BCT akan menjalani radioterapi adjuvant
baik pada seluruh payudara yang terkena dengan booster pada lapang pembedahan.
Pada non palpable DCIS, untuk melakukan BCS/BCT diperlukan lokalisasi lesi atau
tumor dengan jarum (Kopans wirea) dan identifikasi jaringan yang diangkat
(dengan x ray) apakah sudah tepat.
Syarat untuk BCS/BCT:
a. Informed concent
b. Dapat dilakukan follow up yang teratur
c. Tumor sebaiknya di perifer (tumor letak sentral perlu pembedahan yang
khusus)
d. Besar tumor proporsional dengan besarnya payudara. Jika tidak
harus dilakukan rekonstruksi langsung untuk mencapai kosmetik yang baik.
e. Tumor tidak multifokal atau multisentris (mamografi, MRI)
f. Pasien belum pernah mendapat redioterapi di dada dan tidak
menderita penyakit kolagen.
g. Terdapat sarana dan fasilitas yang baik untuk pemeriksaan
patologi (konvensional dan pengecatan imunohistokimia), dan radioterapi
yang baik.
3) Terapi adjuvant: terapi adjuvant hanya diberikan pada pasien dengan resiko
tinggi terjadi rekurensi, antara lain usia muda (< 35 tahun), reseptor hormon
negatif, HER2 overekspresi, metastasis KGB aksila. Radioterapi diberika pada
pasien dengan BCS/BCT, kecuali dengan petimbangan khusus - diameter <1cm,
margin bedah yang cukup dan grade yang rendah. Terapi hormonal diberikan pada
pasien dengan ER dan atau PR positif, tanpa riwayat gangguan tromboembolism.
b. Lobular Carcinoma Insitu (LCIS)
Diagnosis seringkali insidental, biasanya nonpalpable, lebih sering pada wanita
premenopause. Adanya LCIS ini dianggap sebagai faktor resiko untuk terjadinya invasif
karsinoma. Penemuan dari Alpino (2004) adanya LCIS syncronous dengan invasif
karsinoma sebanyak 0 - 10% dan 0 - 50% synchronous bersama dengan DCIS maka
terapi yang dianjurkan adalah eksisi dari tumor dan follow up yang baik. Terapi adjuvant
pada LCIS adalah pemberian tamoxiven yang menurunkan resiko terjadinya invasif sampai
56%. Pemberian radioterapi masih belum jelas. Surveillance marupakan hal penting
pada LCIS antara lain pemeriksaan fisik setiap 6 bulan sampai 1 tahun dan mamografi.

2. Kanker Payudara Invasif


Karsinoma mamma invasif adalah karsinoma dari epitel mamma yang telah
infiltratif keluar dan menembus membrana basalis duktal. Adanya infiltrasi keluar
membrana basalis duktal menunjukkan bahwa karsinoma invasif mempunyai
kemampuan untuk terus melakukan infiltrasi jaringan sekitar dan bermetastasis pada
kelenjar getah bening regional maupun bermetastasis ke organ jauh. Pada umumnya
termasuk pada karsinoma invasif adalah karsinoma mama familial dengan adanya
mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2.

a. Terapi bedah stadium dini (T1,T2,N0,N1)


BCS/BCT: biasanya dilakukan dengan tumor yang relatif kecil <3 cm dengan
tanpa pembesaran KGB. BCS/BCT dapat dilakukan dengan atau tanpa diseksi KGB
aksila, tergantung pada klinis, USG ataupun dengan teknik lympatic mapping dan
sentinel lymph node byopsi jika mempunyai fasilitas.
1) Mastektomi radikal modifikasi (patey/maaden dan uchincloss):
dipertimbangkan jika tumor besar, adanya faktor resiko yang tinggi untuk
rekurensi seperti usia muda, high nuclear grade, comedo type necrosis, margin
positif, DNA aneuploidy.
2) Rekonstruksi bedah: dapat dipertimbangkan pada senter yang mampu ataupun
ahli bedah yang mempunyai kemampuan rekonstruksi pembedahan payudara
tanpa mengorbankan prinsip bedah onkologi. Rekonstruksi pada bedah onkologi
dapat dikerjakan oleh ahli bedah plastik, ahli bedah onkologi atau ahli bedah
umum yang kompeten.
3) Terapi adjuvant: radioterapi adjuvant diberikan pada BCS/BCT, baik
diberikan pada seluruh payudara ataupun hanya pada area pembedahan (on
going trial). Pemberian terapi sistemik adjuvant bersifat individual dan
dibedakan berdasarkan status KGB, umur, ukuran tumor primer, performance
status, ekspresi onkogen HER2/NE2, status dari steroid reseptor (ER/PR) dan
grade nuklear.2

b. Karsinoma payudara lanjut lokal (karsinoma mama stadium III


(IIIa, IIIb, IIIc)).
Presentasi atau insiden LABC di indonesia masih cukup tinggi dan bervariasi dari
daerah yang berbeda. Biasanya berkisar antara 40 - 80%. Yang termasuk pada LABC
adalah T3 dengan N2 dan atau N3.
1) Terapi bedah: peran modalitas bedah pada LABC adalah terbatas, terutama pada
stadium IIIa dan pada bebrapa penelitian, pemberian neoadjuvant systemic
therapy pada stadium ini pun perlu dipertimbangkan. Pembedahan yang
dianjurkan adalah mastektomi radikal modifikasi ataupun dengan mastektomi
radikal standar.
2) Terapi neoadjuvant (sistemik): adalah pemberian modalitas terapi lain
selain bedah dengan tujuan untuk mengeradikasi mikrometastasis yang
diasumsikan telah ada pada saat diagnosis karsinoma payudara ditegakkan.
Dengan demikian diharapkan terapi neoadjuvan (sistemik) secara teknis
memudahkan pembedahan dan pada beberapa laporan dapat dilakukan
pembedahan konservasi payudara (BCS/BCT). Beberapa obat yang dapat
diberikan pada terapi neoadjuvant (sistemik) adalah kemoterapi A.C
(adriamycin, cyclophosphamide), CAF (cyclophosphamide, adriamycin, 5 Fluoro
Uracil) /CEF (cyclophosphamide, epirubicin, 5 Fluoro Uracil), T-A (taxanes-
doxorubicin), sedangkan terapi hormonal hanya diberikan pada ER/PR+ dan obat
yang diberikan adalah golongan Ais (Aromatase inhibitors).

c. Karsinoma payudara inflamatoir (IBC)


Tipe karsinoma payudara di atas oleh beberapa pengarang dimasukkan
dalam tipe LABC, tetapi penelitian dan hasil terapi menunjukkan bahwa IBC
merupakan karsinoma mamma yang agresif dan mempunyai prognosis lebih
buruk. Terapi pada umumnya neoadjuvant chemotherapy, surgery or radiation
therapy, dan adjuvant chemotherapy. Komponen terapi pada bedah IBC
memberikan kontrol loko-regional yang lebih baik dibandingkan radioterapi saja.

d. Karsinoma payudara bermetastasis/stadium lanjut


Pada stadium ini terapi bedah bukan merupakan pilihan lagi. Pemberian
terapi sistemik baik kemoterapi maupun terapi hormonal menjadi pilihan utama.
Kemoterapi terapeutik merupakan pilihan utama pada viseral metastasis (life
threatening metastasis), agressive breast cancer (high grade, HER2 overexspression
ER/PR- P53 overekspression), umur muda. Sebaliknya terapi
hormonal diberikan pada karsinoma payudara yang lebih indolen, ER/PR+, bone
metastasis, low gradees. Peran bedah hanya sebagai tindakan adjuvant atau
paliatif, untuk mengambil sisa tumor, menghentikan perdarahan, dengan sarat
bahwa pembedahan tetap harus memenuhi sarat pembedahan yang onkologis. 2
Pengobatan paliatif kanker payudara stadium lanjut :

a. Intervensi pembedahan

b. Radioterapi :
External beam radiotherapy : untuk nyeri metastasis, kompresi venacava superior &
sumsum tulang belakang
Brachytherapy : Strontium-89 untuk metastasis tulang yang menyakitkan pada
karsinoma payudara.

c. Agen farmakologis:

Analgesik seperti NSAIDS, opiate dll tunggal atau dikombinasikan.


Bifosfonat: pamidronate, clodronate untuk mengurangi destruksi tulang osteoklastik
untuk meredakan nyeri tulang kanker payudara.

d. Teknik Anestesi : blok Simpatetik dan agen neurolitik seperti etil alkohol, fenol dll

e.Prosedur neurosurgikal : dekompresi neuronal.

f.Kemoterapi paliatif: tergantung pada tolerabilitas pasien.27

Terapi suportif pada penanganan kanker payudara :

1.Terapi Nutrisi

Indikasi terapi

1.pasien tidak mampu mengkomsumsi 1000 kalori per hari

2.bila terjadi penurunan berat badan > 10% BB sebelum sakit

3.kadar albumin serum >3,5 gr/dl

4.terdapat tanda tanda penurunan daya tahan tubuh

Cara pemberian :

1. Enteral melalui saluran cerna peroral, lewat selangnasogastrik, jejunostomi,


gastromi
2. Parenteral diberikan bila melalui enteral tidak bisa atau tidak mau dilakukan
gastrotomi/ jejunostomi.

Nutrisi sebaiknya melalui vena sentral karena dapat diberikan cairan dengan
osmolalitas tinggi dan dalam waktu lama (6bulan -1 tahun ).Hati- hati terhadap bahaya
infeksi dan trobosis

2. Penanganan efek samping sitostatika

a. Penekanan sum-sum tulang ( infeksi neutropenia, trombositopenia, leukopenia,


anemia )
Pemilihan dan penjadwalan obat sitostatika yang tepat
Pencegahan infeksi pada pasien neutropenia berupa dekontminasi saluran
cerna, kulit dan rambut bila akan mendapat kemoterapi agresif
Pengobatan infeksi, bila hasil kultur belum ada, diberikan pengobatan
empiris yang dapat menjangkau Gram positif dan negatif, anti jamur, bila
perlu antivirus
G-CSF saat ini dapat diberikan pada keadaan granulositopenia, terutama
yang mendapat kemoterapi agresif
b. Mual dan muntah
Meliputi fenotiazin, haloperidol, metoklopropamid, antagonis serotonin
(ondansetron, granisetron dan tropisetron), kortikosteroid,benzodiazepin, nabilon,
antihistamin dan kombinasiobat- obat antiemitik di atas. Dianjurkan kombinasi
tersebut meliputi deksametason dikuti antagonis serotonin tau difenhidramin dan
metokloppamid
c. Toksisitas jantung (kardiomiopati, perimiokarditis)
950mg/m2, daunorubisin 750mg/m2, mitomisin 160mg/mPasien dengan resiko
tinggi(EF<50%) harus menjalani ekokardiografi setiap satu atau dua siklus
pengobatan, sedangkan pada yang tidak beresiko tinggi ekokardiografi diulang
setelah dosis kumulatif 350-400mg/m2. Hal yang paling penting pada pemantauan
adalah dosis kumulatif(epirubisin 2 dan doksorubisin 550mg/m2)
d. Toksisitas ginjal (nekrosis tubular ginjal )
Kerusakan ginjal dapat dicegah dengan hidrasi adekuat, alkalinisasi urin dengan
natrium bikarbonat atau diuretik
e. Ekstravasasi obat-obat kemoterapi yang bersifat vesikan dapat dicegah dengan
memastikan jalan infus intravena lancar dan setelah kemoterapi diberikan, cairan
infus tetap diberikan
f. Sindrom lisis tumor
Untuk mnecegah hal ini, mulai 48 jam sebelum kemoterapi sampai dengan 3-5 hari
setelah diberikan hidrasi intravena 3000ml/m2, alopurinol 500mg/m2 per oral,, bila
kadar asam urat >7mg/dl diberikan alkalinisasi urin dengan natrium bikarbonat
dengan mempertahankan pH urin di atas 7

3. Sumber infeksi

a. Infeksi oleh bakteri gram negatif

- Kombinasi antibiotik beta laktam dengan aminoglikosida

- Monoterapi dengan sefzidim, sefipim, meropenem

b. Infeksi oleh bakteri gram positif. Staphylococcus epidermis sering resisten pada
berbagai macam antibiotoka, diberikan vankomisin dan teikoplanin
c. Infeksi jamur. Pemberian amfoterisin B diajurkan pada pasien neutropenia dengan
demam berkepanjangan setelah pemberian antibiotika spektrum luas untuk beberapa
hari tanpa adanya bakterimia.
d. Infeksi virus dapat terjadi pada pasien neutropenia tanpa imunosupresi, sehingga
beberapa pusat menganjurkan pemberian asiklovir sejak awal pada pasien
diperkirakan akan mengalami neutropenia berat untuk waktu yang lama.
2.4.11 REHABILITASI DAN FOLLOW UP :

A. Rehabilitasi :

- Pra operatif:
1. Persiapan pembedahan:pemeriksaan lab, ko-morbiditas, imaging
2. Evaluasi fungsi respirasi, pada usia lanjut latihan nafas
- Pasca bedah:
Hari 1-2:
1. Latihan lingkup gerak sendi sekitar/ipsilateral daerah operasi (sendi siku, bahu
secara bertahap)
2. Latihan relaksasi otot leher dan thorak
3. Aktif mobilisasi
Hari 3-5
1. Latihan gerak lengan bahu ipsilateral operasi lebih bebas
2. Latihan relaksasi
3. Bebas gerakan
4. Edukasi untuk tetap mempertahankan lingkup gerak sendi dengan berlatih secara
teratur
5.
Edukasi untuk menjaga agar lengan ipsilateral pembedahan untuk tetap sehat, tidak
dipasang infus (mencegah trombophlebitis) dan untuk mencegah terjadinya
lymphedema lengan.2

b. Follow up
Sebagian besar rekurensi (>50%) biasanya terjadi dalam 2 tahun sesudah
pembedahan, tetapi rekurensi bisa terjadi sampai dengan 20 tahun pasca bedah.
Follow up ditunjukan untuk menemukan rekuransi dini. Beberapa senter di
Indonesia menganjurkan interval kontrol sebagai berikut:
- Tahun 1 dan 2 : kontrol setiap 2 bulan.
- Tahun 3 s/d 5 : kontrol setiap 3 bulan
- Tahun > 5 : kontrol setiap 6 bulan
atau
- 6 bulan pertama : kontrol setiap 1 bulan
- 6 bulan s/d 3 tahun : kontrol setiap 3 bulan
- > 3 tahun s/d 5 tahun : kontrol setiap 6 bulan
- > 5 tahun : kontrol setiap tahun
Pemeriksaan meliputi:
- SADARI setiap bulan
- Pemeriksaan fisik oleh dokter
- Pemeriksaan imaging:
Mamografi setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama
Thorax foto setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama
USG liver setiap 6 bulan selama 3 tahun pertama
Bone scan setiap 2 tahun, kecuali jika ada indikasi2
BAB III

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang bersifat retrospektif


pada penderita tumor payudara di bagian bedah di RSUP NTB. Pengumpulan data
dilakukan secara retrospektif dengan mendata jumlah kasus tumor payudara di bangsal
rawat inap dan ruang ODC (One Day Care) di RSUP NTB selama periode Agustus 2011 -
November 2012.

Subjek penelitian adalah semua pasien yang mengalami tumor payudara di bagian
bedah yang rawat inap di bangsal Seruni, Mawar, Kenanga, Flamboyan, Cempaka,
Anggrek dan yang telah menjalani operasi di IBS RSUP NTB selama periode Agustus
2011- November 2012.

Data yang dikumpulkan meliputi gambaran umum tumor payudara dengan seluruh
kasus bedah yang dirawat di RSUP NTB pada periode Agustus 2011 - November 2012
meliputi jumlah penderita tumor jinak dan tumor ganas, karakteristik tumor, tindakan
operatif, tindakan konservatif, hasil pemeriksaan patologi anatomi. Sumber data berasal
dari register pasien di ODC dan bangsal rawat inap Seruni, Mawar, Cempaka, Flamboyan,
dan Anggrek. Data akan diolah secara statistik deskriptif. Data akan ditampilkan dalam
bentuk tabel frekuensi.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan data pasien yang dirawat di bangsal perawatan bagian bedah (bangsal
perawatan Seruni, Mawar, Flamboyan, Cempaka, Kenanga, Bougenvile, dan IBS)
ditemukan 60 kasus (2,4%) tumor payudara dari 2506 kasus bedah (umum, ortopedi,
urologi, dan syaraf). Data ini diperoleh dari buku registrasi pasien bedah periode Agustus
2011- November 2012.

IV.1 Angka Kejadian Tumor Payudara di RSUP NTB Periode 1 Agustus 2011 sampai
30 November 2012.

Jumlah seluruh pasien tumor payudara di bagian bedah di RSUP NTB Periode Agustus
2011 sampai 30 November 2012 adalah 60 pasien.

IV.2 Distribusi tumor payudara di bagian bedah RSUP NTB periode Agustus 2011-
November 2012 berdasarkan usia

Jenis Usia Jumlah Presentase


(orang)

Tumor jinak 10-19 tahun 8 25,8%

20-29 tahun 18 58%

30-39 tahun 2 7,5%

40-49 tahun 3 9,7%

Tumor ganas 30-39 tahun 10 34,5%


40-49 tahun 13 44,8%

50-59 tahun 4 13,7%

60-69 tahun 2 7%

Dari tabel tersebut menunjukkan sebanyak 18 orang (58%) penderita tumor payudara
jinak terbanyak berusia 20-29 tahun, usia 10-19 tahun menempati urutan kedua sebanyak
12 orang (25,8%), usia 30-39 tahun hanya 2 orang (7,5%) dan usia 40-49 tahun sebanyak 3
orang (9,7%). Sedangkan pada tumor payudara ganas penderita terbanyak berusia 40-49
tahun 13 orang (44,8%), 10 orang (34,5%) berusia 30-39 tahun, 4 orang berusia 50-59
tahun (13,7%) dan 2 orang berusia 60-69 tahun (7%).

Hal ini sesuai dengan penelitian Ageep di Sudan tahun 2005-2010 didapatkan
penderita tumor payudara jinak terbanyak berusia 20-29 tahun yaitu 45% sedangkan
penderita tumor payudara ganas terbanyak berusia 40-49 tahun yaitu 32% .14

IV.3 Distribusi tumor payudara di bagian bedah RSUP NTB periode Agustus 2011-
November 2012 berdasarkan jenisnya

Tabel 1. Distribusi tumor payudara di bagian bedah RSUP NTB periode Agustus 2011-
November 2012 berdasarkan jenis kelainannya

Jenis Jumlah Presentase


(orang)

Tumor jinak 31 51,67%

Tumor ganas 29 48,33%

TOTAL 60 100%
Dari tabel tersebut menunjukkan persentase kejadian tumor payudara jinak dan ganas.
Persentase tumor payudara jinak adalah 51,67% sedangkan persentase tumor payudara
ganas sebesar 48,33%.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Ugiagbe di Nigeria tahun 2009 menunjukkan
bahwa dari 2575 kasus, tumor payudara sebanyak 1864 kasus (72,4%) terdiagnosa tumor
payudara jinak dan tumor payudara ganas sebanyak 711 kasus (27,6%).15 Pada penelitian
Kumar di Nepal tahun 2008 didapatkan 92,6% kasus tumor payudara jinak dan 7,4% kasus
tumor payudara ganas.16 Penelitian Amin dkk di Saudi Arabia tahun 2007 didapatkan
21,4% pasien menderita tumor payudara ganas dan 60,1% pasien menderita tumor
payudara jinak.17

Terdapat penelitian yang dilakukan di RSUP NTB dengan penelitian yang di Nigeria
dan Nepal, pada kedua penelitian tersebut dilakukan lebih dari 5 tahun dan terdata dengan
baik. Sedangkan hasil penelitian di RSUP tidak menggambarkan yang sebenarnya sebab
catatan medik dan buku register tidak lengkap karena terbakarnya RSUP NTB pada tanggal
10 Juli 2011 yang menyebabkan catatan medik dan buku register hilang dan ikut terbakar.

IV.4 Distribusi tumor jinak payudara di bagian bedah RSUP NTB berdasarkan
patologi anatomi periode Agustus 2011-November 2012

Tabel .3 Distribusi tumor jinak payudara di bagian bedah RSUP NTB berdasarkan patologi
anatomi periode Agustus 2011-November 2012

Jenis Kelainan Jumlah Persentase

Fibroadenoma 6 85,7%

Fibrocystic change, adenosis type 1 14,2%

TOTAL 7 100%
Berdasarkan data yang diperoleh dari 31 orang yang menderita tumor jinak payudara
hanya 7 orang (22,5%) yang memiliki hasil pemeriksaan patologi anatomi. Sebanyak 6
orang (85,7%) hasil patologi anatominya adalah fibroadenoma dan sebanyak 1 orang
(14,3%) hasil patologi anatominya adalah fibrocystic change, adenosis type. Dari ke 6
orang dengan fibroadenoma terdapat 1 orang dengan fibroadenoma mammae
pericanalicular dan intracanalicular dan 1 orang dengan fibroadenoma tipe hemorrhagic
infarct.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Amin et al tahun 2001-2007 di
Saudi Arabia dengan persentase 31,7% kasus FAM diikuti oleh kasus fibrocystic change
dengan persentase 22,1%.17 Namun pada penelitian Kumar di Nepal tahun 2010 ditemukan
sebanyak 41,2% kasus fibrocystic change diikuti FAM dengan persentase sebesar 21,8%.15

IV.5 Distribusi tumor jinak payudara di bagian bedah RSUP NTB berdasarkan
pilihan terapi periode Agustus 2011-November 2012

Tabel .4 Distribusi tumor jinak payudara di bagian bedah RSUP NTB berdasarkan pilihan
terapi periode Agustus 2011-November 2012

Terapi Jumlah Persentase

Operatif 30 96,7%

Konservatif 1 3,3%

TOTAL 31 100%

Jumlah penderita tumor payudara jinak adalah 31 orang. Sebanyak 30 orang (96,7%)
mendapat terapi operatif dan 1 orang (3,3%) mendapat terapi konservatif. Sebagian besar
sumber merekomendasikan tindakan operatif untuk penatalaksanaan tumor payudara jinak.
Namun menurut beberapa sumber, tumor payudara jinak dapat diberikan terapi konservatif
apabila pasien tersebut berusia muda, berdasarkan karakteristik klinis dan tampakan tumor
serta tidak memiliki riwayat kanker payudara dalam keluarga.7,8,9

IV.6 Distribusi Ca mammae di bagian bedah RSUP NTB berdasarkan keadaan


klinisnya periode Agustus 2011-November 2012

Tabel .5 Distribusi Ca mammae di bagian bedah RSUP NTB berdasarkan jenis klinisnya
periode Agustus 2011-November 2012

Jenis Kelainan Jumlah Persentase

Ca mammae 19 65,5%

Ca mammae stadium lanjut 10 34,5%

TOTAL 29 100%

Tabel. 5 menunjukkan berdasarkan keadaan klinisnya terdapat sebanyak 19 orang


(65,5%) menderita Ca mammae dan 10 orang (34,5%) menderita Ca mammae stadium
lanjut. Ca mammae stadium lanjut merupakan Ca mammae yang secara klinis mengalami
metastase berupa efusi pleura. Penelitian yang dilakukan Amin et al sebanyak 69,1%
menderita tumor payudara ganas stadium lanjut.17 Hal ini dapat disebabkan oleh penelitian
yang dilakukan Amin et al lebih lama dan tersedianya data yang baik.

IV.7 Distribusi Ca mammae di bagian bedah RSUP NTB berdasarkan patologi


anatomi periode Agustus 2011-November 2012
Tabel .6 Distribusi Ca mammae di bagian bedah RSUP NTB berdasarkan patologi anatomi
periode Agustus 2011-November 2012

Jenis Kelainan Jumlah Persentase

Infiltrating ductal carcinoma 7 70%

Malignant phyloides tumor 1 10%

Squamous cell carcinoma 1 10%

Infiltrating lobular carcinoma 1 10%

TOTAL 10 100%

Berdasarkan data yang diperoleh dari 29 orang yang menderita Ca mammae hanya 10
orang (34,5%) yang memiliki hasil pemeriksaan patologi anatomi. Jumlah penderita Ca
mammae dengan hasil PA infiltrating ductal carcinoma adalah 7 orang (70%), 1 orang
(10%) dengan hasil PA Malignant phyloides tumor, 1 orang (10%) dengan hasil PA
Squamous cell carcinoma, dan 1 orang (10%) dengan hasil PA Infiltrating lobular
carcinoma.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Amin et al tahun 2001-2007 dengan
persentase kasus Ca mammae infiltrating ductal carcinoma sebesar 78,7%, Ca mammae
infiltrating lobular carcinoma menepati urutan kedua dengan persentase 7,7% sedangkan
persentase malignant phyloides tumor 1,4%.17

Pada 10 orang yang secara klinis menderita Ca mammae stadium lanjut, 2 orang
diantaranya memiliki hasil patologi anatomi infiltrating ductal carcinoma. Pada 19 orang
penderita Ca mammae sebanyak 8 orang memiliki hasil patologi anatomi, 5 orang dengan
infiltrating ductal carcinoma, 1 orang dengan infiltrating lobular carcinoma, 1 orang dengan
malignant phyloides tumor dan 1 orang dengan squamous cell carcinoma.

Dari 29 orang yang menderita Ca mammae hanya 10 orang yang memiliki hasil
patologi anatomi, hal ini dapat disebabkan karena pasien tidak mengambil hasil tersebut di
laboratorium, pasien tidak memberikan hasil kepada dokter, atau kemungkinan hasil
tersebut tercecer di rekam medik pasien.

IV.8 Distribusi Ca mammae di bagian bedah RSUP NTB berdasarkan pilihan terapi
periode Agustus 2011-November 2012

Terapi Jumlah

Operatif 8

Konservatif 26

TOTAL 34

Sebanyak 8 orang melakukan tindakan operatif dan 26 orang mendapatkan tindakan


konservatif. Dari 8 orang yang mendapatkan tindakan operatif, 5 orang diantaranya
dilakukan biopsi dan 3 orang lainnya dilakukan mastektomi. Dari 26 orang yang mendapat
tindakan konservatif, 21 orang mendapatkan terapi konservatif saja sedangkan 5 orang
lainnya dilakukan tindakan operatif sebelumnya berupa biopsi.
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1 Kesimpulan

1. Ditemukan 60 kasus (2,4%) tumor payudara dari 2506 kasus bedah (umum,
ortopedi, urologi, dan syaraf) di RSUP NTB periode 1 Agustus 2011-31 November
2012.
2. Jumlah tumor payudara jinak adalah 31 orang (51,67%) dan tumor payudara ganas
sebanyak 29 orang (48,33%) di RSUP NTB periode 1 Agustus 2011-31 November
2012.
3. Jumlah penderita tumor payudara jinak terbanyak berusia 20-29 tahun yaitu 18
orang (58%) sedangkan pada tumor payudara ganas penderita terbanyak berusia 40-
49 tahun 13 orang (44,8%).
4. Berdasarkan hasil PA, fibroadenoma merupakan tumor payudara jinak paling
banyak ditemukan yaitu sebesar 85,7% sedangkan pada tumor payudara ganas kasus
terbanyak adalah Ca mammae infiltrating ductal carcinoma sebesar 70%.
5. Jumlah penderita tumor payudara jinak yang melakukan tindakan operatif adalah 30
orang (96,7%) sedangkan pada tumor payudara ganas penderita sebanyak 26 orang
melakukan terapi konservatif..
6. Data yang didapatkan di atas tidak menggambarkan hal yang sebenarnya sebab
catatan medik dan buku register tahun 2011 tidak lengkap karena terbakarnya RSUP
NTB pada tanggal 10 Juli 2011 yang menyebabkan catatan medik dan buku register
hilang dan ikut terbakar.

V.2 Saran

1. Perlu dilakukan evaluasi dalam sistem pencatatan buku registrasi pasien RSUP
NTB di semua bangsal.
2. Untuk jangka panjang, penelitian ini sebaiknya terus dilanjutkan dan diperluas
cakupannya sebagai salah satu sumber informasi kejadian tumor payudara wilayah
NTB.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar, Vinay. 2007. Robbins Buku Ajar Patologi Edisi 7 Volume 1. Jakarta: EGC
2. Manuaba, Tjakra Wibawa. 2010. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid Peraboi
2010. Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia. Jakarta.
3. Moore, Keith I.N Agur Anne M.R. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta:
Hipokrates.
4. Sjamsuhidajat R, de Jong W. 2004. Payudara. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi kedua.
Jakarta : EGC
5. Norton, J.A. 2003. Essential Practice of Surgery: Basic Science and Clinical
Evidence. New York: Springer.
6. Sabiston, 1995. Payudara. Buku Ajar Bedah. EGC. Jakarta.
7. Greenberg, Ron et al. 1998. Management of Breast Fibroadenomas. Available from
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1497021/pdf/jgi_188.pdf.
8. Guray, Merih et al. 2006. Benign Breast Diseases: Classification, Diagnosis, and
Management. The Oncologist 2006;11:435449
9. Kuijper, A et al.2001. Histopathology of Fibroadenoma of the Breast. Am J Clin
Pathol 2001;115:736-742
10. Al Sarakbi, W et al. 2006. Review: Breast Papillomas: Current Management with A
Focus on A New Diagnostic and Therapeutic Modality. International Seminars in
Surgical Oncology 2006, 3:1
11. Doherty, Gerard M. 2009. Current Diagnosis & Treatment Surgery 13 Edition.
USA: Mc Graw-Hill Companies.
12. Depkes, 2010. Pedoman Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher
Rahim. Available from : http://depkes.go.id.
13. Pass HA. Disease of the Breast. In : Norton JA (Editor). Essential practice of
surgery: basic science and clinical evidence. New York : Springer, 2002. p. 655-68
14. Ageep, 2011. Histological type and grade of breast cancer tumors by parity, age at
birth, and time since birth: a register-based study in Norway. BMC Cancer
15. Ugiagbe, Ezekiel et al. 2011. Benign Breast Lesion in an African population : A 25
year Histopathological Review of 1864 cases. Nigerian Medical Journal. Vol.25
Issue 4 2011 211-216
16. Kumar, Rajendra. 2010. A Clinicopathologic Study of Breast Lumps in Bhairahwa,
Nepal. Asian Pacific Journal of Cancer Prevention, Vol 11, 2010 855-858
17. Amin, Tarek Tawfik et al. 2009. Histopathological Patterns and Risk of Female
Breast Lesions at a Secondary Level of Care in Saudi Arabia. Asian Pacific Journal
of Cancer Prevention, Vol 10, 1121-1126
18. Kapan et al. 2010. Tuberculosis of Breast. European Journal of General Medicine. Vol.
7(2):216-219
19. Znati et al. 2010. Pure Primary Squamous Cell Carcinomas of the Breast. Journal of
Medical Cases, Vol. 1, No. 1
20. College of American Pathologists. 2011. Breast Cancer.Invasive Ductal Carcinoma. Available
from : www.cancer.org
21. Vaidyanathan et al. 2002. Benign breast disease : When to treat, when to reassure,
when to refer. Cleveland Clinic Journal of Medicine. Vol 69 No.5
22. Klein, M.D. Susan. 2005. Evaluation of Palpable Breast Masses. American Family
Physician. Vol 71, No 9
23. Harish, Monica et al. 2007. Breast Lesions Incidentally Detected with CT : What
the General Radiologist Needs to Know. RadioGraphics. 27:S37S51
24. Scholl, Cathie. 2009. Sonographic Features of Benign Masses : A Case Review.
Available from : http://www.eradimaging.com/site/article.cfm?ID=644.
25. Anonim. 2012. Benign Breast Diseases: Classification, Diagnosis, and
Management. Available : http://www.health.am/cr/more/benign-breast-diseases-
classification-diagnosis/P4/#ixzz2FEWwaO7Y
26. Dr Yuranga Weerakkody and Radswiki et al. 2012. Galactocele. Available :
http://radiopaedia.org/articles/galactocele
27. Suhag, Virender. 2005. Palliative Therapy in Cancer Patients: An Overview. JK
SCIENCE. Vol. 7 No. 2
ALGORITMA TUMOR PAYUDARA

TUMOR JINAK

Fibroadenoma
Fibrokistik change OPERATIF

Papilloma intraduktal
Tumor Phyloides
Galactocele
Lipoma OPERATIF
JINAK (klinis)
TB payudara
PATOLOGI
ANATOMI RADIOTERAPI
TUMOR
Biopsi
MAMMAE
KEMOTERAPI
FNAB
CMF
TUMOR GANAS
GANAS (klinis) CAF, CEF
Infiltrating ductal
T-A
carcinoma
Gapecetabin
Infiltrating lobular
carcinoma
HORMONAL
Squamous cell
carcinoma Tamoxifen
Aromatase
Inhibitor
GnRH

PALIATIF

SUPORTIF

Anda mungkin juga menyukai