Acara 2
Acara 2
Acara 2
A. Tujuan
1. Menentukan densitas dan bobot jenis bahan pangan berbentuk cairan.
2. Menentukan bulk density dan bobot jenis biji-bijian dan tepung-tepungan.
3. Mengetahui pengaruh tingkat kematangan terhadap densitas dan bobot jenis.
B. Tinjauan Pustaka
Salah satu sifat yang penting dari suatu bahan adalah densitas (density)-
nya, didefinisikan sebagai massa persatuan volume. Densitas suatu bahan tidak
sama setiap bagiannya. Kerapatan (density) benda dapat dipengaruhi oleh
kondisi pengolahan, misalnya dehidrasi dan aglomerasi akan mempengaruhi
tingkat dan sifat pembentukan pori sehingga perancangan alat dan data
kerapatan padat harus akurat (Freedman, 2002).
Densitas merupakan ukuran kepadatan suatu material yang
didefinisikan sebagai massa persatuan unit volume. Terdapat dua jenis densitas
yaitu bulk density dan true density. Bulk density untuk benda padatan yang
besar dengan bentuk yang beraturan dapat dilakukan dengan cara mengukur
berat dan volumenya. Sedangkan untuk bentuk yang tidak beraturan bulk
density diukur menggunakan metode Archimedes (Irkhos, 2007).
Bobot jenis adalah rasio bobot suatu zat terhadap bobot zat baku yang
volumenya sama pada suhu yang sama dan dinyatakan dalam decimal. Penting
untuk membedakan antara kerapatan (density) dan bobot jenis. Kerapatan
adalah massa per satuan volume, yaitu bobot zat per satuan volume. Misalnya,
satu milliliter raksa berbobot 13,6 g, dengan demikian kerapatannya 13,6 g/ml.
Jika kerapatan dinyatakan sebagai suatu bobot dan volume, maka bobot jenis
merupakan bilangan abstrak. Bobot jenis menggambarkan hubungan antara
bobot suatu zat terhadap bobot suatu zat baku. Zat yang memiliki bobot jenis
lebih kecil 1,00 lebih ringan dari pada air, sebaliknya zat yang memiliki bobot
jenis lebih besar dari 1,00 lebih berat dari pada air (Ansel, 2004).
Bulk density adalah perbandingan bobot bahan dengan volume yang
ditempatinya, termasuk ruang kosong di antara butiran bahan. Sedangkan
densitas nyata adalah perbandingan bobot bahan dengan volume yang hanya
ditempati oleh butiran bahan, tidak termasuk ruang kosong diantaranya). Bulk
density yang besar juga diperlukan pada proses penyimpanan tepung, karena
tempat yang digunakan untuk menyimpan tepung dengan berat yang sama akan
lebih kecil Hal tersebut berarti densitas kamba yang tinggi menunjukkan bahwa
produk tersebut lebih ringkas (non voluminous) (Arfianti, 2012).
Bulk density adalah berat dari satuan volume dari bubuk dan biasanya
dinyatakan dalam g/cm, kg/m, atau g/100 ml. Bulk density biasanya
ditentukan dengan mengukur volume 100 gram bubuk dalam 250 ml lulusan
silinder setelah paparan pemadatan oleh penyadapan standar. Bulk density
bubuk akhir adalah hasil dari partikel density (tersumbat udara dan kepadatan
padatan) dan udara interstitial Bulk density dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor yang berbeda yang meliputi: Kepadatan padatan, Jumlah udara
terperangkap dalam partikel (tersumbat udara) atau kepadatan partikel, Jumlah
udara interstitial (udara antara partikel). Udara tersumbat adalah salah satu
faktor yang paling penting untuk mengendalikan bulk density
(Technology center, 2001).
Bulk density atau densitas kamba merupakan perbandingan antara berat
benda dengan volume ruang yang ditempatinya dan dinyatakan dalam satuan
g/ml. Densitas kamba dari berbagai bahan berbentuk bubuk umumnya berkisar
antara 0,03-0,80 g/ml. Untuk makanan berbentuk bubuk dengan berat partikel
yang sama menempati ruang dengan volume yang lebih sedikit, berarti densitas
kambanya lebih rendah (Kusumawati, 2012).
Pengolahan produk setengah jadi dalam bentuk tepung merupakan salah
satu cara pengawetan hasil panen, terutama untuk komoditas yang berkadar air
tinggi. Keuntungan lain dari pengolahan produk setengah jadi yaitu dapat
sebagai bahan baku yang fleksibel untuk industri pengolahan lanjutan, aman
dalam distribusi, dan menghemat ruangan serta biaya penyimpanan. Teknologi
tepung merupakan salah satu proses alternatif produk setengah jadi yang
disarankan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat komposit
atau bahan makanan campuran), luwes dan mudah dibuat aneka ragam
(diversifikasi) produk, mudah ditambahkan zat gizi (fortifikasi) dan lebih cepat
dimasak sesuai keinginan konsumen dalam kehidupan modern dan praktis
(Santosa, 2005).
Densitas padat merupakan perbandingan antara berat bahan dengan
volume ruang yang ditempati setelah tepung dipadatkan. Semakin besar selisih
antara densitas padat dengan densitas kamba, maka tepung akan semakin sulit
untuk menempati ruang karena memiliki bentuk partikel yang keras dan
berbentuk kristal. Hal tersebut terjadi karena produk akan menjadi semakin
kohesif. Semakin kohesif bahan akan menunjukkan kecenderungan bahan
untuk menggumpal (Pangastuti, 2013).
Bulk density bubuk adalah rasio massa sampel bubuk yang belum
dimanfaatkan dan volumenya termasuk kontribusi antar partikel volume
kosong. Oleh karena itu, bulk density tergantung pada kedua kepadatan partikel
bubuk dan penataan tata ruang partikel dalam bubuk. Kepadatan curah
dinyatakan dalam gram per mililiter (g/ml) meskipun unit internasional
kilogram per meter kubik (1 g/ml = 1000 kg/m3) karena pengukuran dilakukan
dengan menggunakan silinder. Hal ini juga dapat dinyatakan dalam gram per
sentimeter kubik (g/cm3). Sifat bulking dari bubuk tergantung pada persiapan,
pengolahan dan penyimpanan sampel, yaitu penanganannya (WHO, 2011).
Analisa bulk density dilakukan dengan cara memasukkan sampel
kedalam wadah (yang telah diketahui volumenya) sampai penuh kemudian
ditimbang. Bulk density diukur dengan membandingkan massa sampel tepung
ekstrudat dengan volume wadah (bulk). Bulk density dinyatakan dalam satuan
g/m3. Dengan tekstur yang semakin halus, maka akan semakin tinggi mutunya,
karena penampakan tepung yang lebih baik serta daya guna yang tinggi. Hasil
pengukuran densitas diperoleh dari pembagian massa bahan dengan volume
wadah yang ditempati bahan tersebut. Adanya perbedaan pada masing-masing
sampel, dikarenakan adanya perbedaan bentuk, ukuran bahan, sifat permukaan
dan cara pengukuran yang akan membedakan hasil analisis bulk density
(Soedarmadji, 1989).
Hidrometer merupakan alat yang banyak digunakan dalam industri
untuk mengukur densitas berbahan cair. Bergantung pada aplikasinya, nama
hidrometer akan berubah menjadi alkohometer ketika mengukur presentasi
alkohol, lactometer ketika berguna untuk mengukur jumlah lemak dari densitas
susu, dan sebagainya. Walaupun kegunaannya berbeda-beda, prinsip dasar dari
hidrometer ini adalah mengukur densitas yang berbahan cair. Biasanya alat ini
dibuat dari bahan kaca dan terdiri dari dua bagian yaitu badan dan hidrometer
steam (Perez, 2013).
Kepadatan bubuk sering ditentukan dengan menggunakan volumeter.
Sebuah sampel yang beratnya sudah diketahui ditempatkan kedalam silinder
dan mengetuknya (dipadatkan) sampai volume yang konstan sesuai dengan
densitas maksimum kemasan bahan. Diketahui bahwa ukuran partikel
memengaruhi segi. Misalnya saja partikel (<100m) cenderung lebih kohesif
dan karena itu kurang mengalir bebas, sedangkan partikel padat yang lebih
besar cenderung bebas mengalir (Innovation Centre, 2013).
Kepadatan sebagian besar serbuk ditentukan oleh kepadatan partikel,
yang ditentukan oleh pengaturan spartial partikel dalam wadah. Bubuk
memiliki bulk density longgar yaitu, kepadatan diukur setelah bubuk secara
bebas dituangkan ke dalam wadah, dan kepadatan rapat. Bulk density longgar
bubuk adalah satu yang paling penting menentukan pilihan ukuran wadah dan
kekuatan makanan dilarutkan. Kompresibilitas bubuk menentukan penampilan
isi dan wadah setelah mencapai konsumen dan dapat berfungsi sebagai indeks
kohesi (Micha, 2006).
C. Metodologi
1. Alat
a. Timbangan e. Pengaduk
b. Gelas ukur 1000 ml f. Petridish
c. Gelas Beaker 250 ml g. Hidrometer
d. Jangka Sorong h. Kuboid
2. Bahan
a. Susu UHT m. Tepung ketan
b. Susu Murni n. Tepung terigu
c. Santan o. Tepung beras
d. Apel p. Tepung tapioka
e. Tomat q. Tepung maizena
f. Jeruk r. Tepung sagu
g. Kacang tolo s. Aquadest
h. Kacang tanah
i. Kacang putih
j. Kacang hitam
k. Kacang hijau
l. Kacang merah
3. Cara Kerja
a. Menentukan densitas dan bobot jenis bahan pangan berbentuk cairan
dengan sampel susu berbagai konsentrasi.
Biji-bijian dan
Pengisian sampai penuh
Tepung-tepungan
Penimbangan
pada susu murni sebesar 1,018; susu UHT sebesar 1,020 dan santan sebesar
1,016. Dari data bobot jenis yang didapat, pada sampel susu murni didapat
bobot jenis sebesar 1,018. Sedangkan menurut Ace (2010), syarat mutu susu
segar adalah berat jenis (pada suhu 27,5C) minimal 1.0280, angka ini juga
merupakan angka menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3141-1998)
yang memuat tentang bobot jenis minimal pada susu murni. Maka data yang
didapat dari praktikum tidak dapat memenuhi standar minimal mutu SNI dari
susu segar dan tidak sesuai dengan teori yang ada. Dari data bobot jenis susu
UHT didapat data sebesar 1,020. Sedangkan menurut Miskiyah (2011), berat
jenis dari susu UHT tidak perlu untuk ditetapkan dan pernyataan ini diperkuat
dengan Standar Nasional Indonesia yang mengatur tentang parameter susu
UHT (SNI 01-3950-1998). Sehingga data dari hasil praktikum sesuai dengan
teori susu UHT yang ada. Data bobot jenis santan didapat yaitu sebesar 1,016.
Sedangkan menurut Cahyono dan Lia (2014), berat jenis dari santan yaitu
sebesar 0,914. Sehingga data dari praktikum tidak sesuai dengan teori yang ada.
Ketidaksesuaian dan perbedaan besarnya nilai densitas dan bobot jenis
suatu bahan disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Tipler (1991) densitas
suatu bahan dipengaruhi oleh temperatur. Selain suhu ada faktor-faktor yang
mempengaruhi besarnya densitas dan bobot jenis. Di antaranya ada jenis bahan
pangan, massa bahan pangan, volume bahan pangan. Jenis bahan pangan yang
berbeda memiliki komponen penyusun yang berbeda pula, sehingga densitas
dan berat jenisnya akan berbeda. Kemudian massa dan volume juga sangat
mempengaruhi densitas dan berat jenis, sesuai dengan rumusnya, =m/v.
Sehingga, berat jenis bahan yang terbesar hingga terkecil yaitu pada berat jenis
susu UHT sebesar 1,020; berat jenis susu murni sebesar 1,018; dan yang paling
kecil berat jenis santan sebesar 1,016.
Menurut Resnawati (2010), dari parameter tersebut perlu diketahuinya
standar bahan yang menunjukkan bahwa bahan pangan masih dalam keadaan
yang baik, dilihat selain dari data berat jenis. Hal ini perlu dilakukan untuk
mewujudkan keamanan pangan serta untuk mencegah terjadinya pemalsuan
bahan pangan. Kriteria pada susu yang baik setidak-tidaknya memenuhi hal-hal
sebagai berikut (i) bebas dari bakteri pathogen, (ii) bebas dari zat-zat yang
berbahaya ataupun toksin seperti insektisida, (iii) tidak tercemar oleh debu dan
kotoran, (iv) zat gizi yang tidak menyimpang dari codex air susu, dan (v)
memiliki cita rasa normal. Zat-zat gizi yang terkandung dalam susu sapi segar.
Sedangkan pada santan secara fisik dapat dideteksi bahwa santan yang baik
adalah santan denga tingkat kestabilan emulsi yang tinggi sehingga pemisahan
secara alami tidak berlangsung cepat.
Menurut Susilowati (2013), besar berat jenis pada bahan sampel
berbeda-beda, jika pada susu berat jenis dipengaruhi oleh total solid, suhu
lingkungan bahan, dan proses pengolahan bahan. Besar berat jenis tentunya
akan mempengaruhi besarnya bobot jenis susu segar yang diperoleh dengan
membandingkan berat jenis susu dengan berat jenis air. Berat Jenis air susu juga
sangat dipengaruhi oleh berat jenis dari komponen penyusun susu seperti
protein, laktosa, dan mineral. Komposisi susu seperti lemak, protein, laktosa,
dan mineral dipengaruhi oleh kandungan nutrisi yang terdapat pada pakan yang
diberikan.
Menurut Susilowati (2013), pengukuran berat jenis pada susu dapat
digunakan sebagai parameter untuk melihat apakah kualitas susu tersebut masih
dalam keadaan yang baik. Pengukuran berat jenis merupakan salah satu
alternatif untuk mengetahui adanya pemalsuan susu yang mengakibatkan
penurunan kualitas susu. Pemalsuan susu yang dicampur dengan air akan
berpengaruh terhadap besarnya berat jenis yang akan berdampak pada
peningkatan volume susu.
Alat yang digunakan untuk menentukkan bobot jenis dan densitas bahan
cair adalah hidrometer. Menurut Heinonen (2003), hidrometer merupakan salah
satu alat ukur paling sederhana dan merupakan alat ukur yang dapat dikatakan
sebagai alat yang akurat untuk menghitung besarnya berat jenis suatu bahan
cair. Hidrometer banyak digunakan di perindustrian serta laboratorium. Prinsip
kerja alat ini berdasarkan atas prinsip hukum Archimedes. Dimana titik
equilibrium dari bahan, ketika massa cairan yang terpindahkan akibat
dimasukkanya alat ukur kedalam bahan cair akan sama dengan massa
hidrometer. Permukaan cairan akan memperlihatkan besarnya nilai berat jenis
bahan dengan pembacaan skala pada alat ukur hidrometer. Pembacaan
hidrometer akan bergantung pada distribusi berat jenis hidrometer dan bentuk
dari hidrometer. Menurut Gardjito (1992), hidrometer dimasukkan dalam
larutan hingga terapung bebas. Makin dalam batang hidrometer tenggelam
dalam larutan, densitas larutan makin rendah. Skala pada batang kaca dapat
menyatakan densitas larutan, atau mungkin sudah dikalibrasi untuk memberi
langsung nilai konsentrasi bahan.
Pada praktikum kali ini untuk mengetahui bulk density sampel tersebut
digunakan kuboid besar dan kuboid kecil untuk mengukur volumenya.
Beberapa faktor yang memengaruhi bulk density yaitu kandungan air
dan ukuran partikel bahan. Semakin besar ukuran partikel maka semakin
kecil bulk density yang terbentuk. Begitu pula dengan kandungan air, semakin
besar kandungan air yang dimiliki maka semakin kecil bulk density yang
terbentuk (Khalil, 1999).
Pada sampel biji-bijian yang telah diuji urutan bulk density diukur
menggunakan kuboid kecil dari yang terkecil sampai terbesar adalah kacang
merah 0,981 g/cm3 ; kacang hijau 1,144 g/cm3 ; kacang hitam 1,387 g/cm3 ;
kacang putih 1,754 g/cm3 ; kacang tanah 1,821 g/cm3 ; dan bulk density paling
besar yaitu kacang tolo 0,650 g/cm3. Bulk density biji-bijan juga diukur
menggunakan kuboid besar, berikut urutan bulk density dari yang terkecil
sampai yang terbesar: kacang merah 0,953 g/cm3 ; kacang hijau 1,251 g/cm3 ;
kacang tanah 1,293 g/cm3 ; kacang hitam 1,167 g/cm3 ; kacang putih 1,758
g/cm3 dan bulk density paling besar adalah kacang tolo yaitu sebesar 1,918
g/cm3. Setelah diketahui densitas bahan kemudian dapat diketahui bobot jenis
bahan berikut merupakan urutan bobot jenis bahan yang diukur menggunakan
kuboid besar dari yang terkecil sampai terbesar yaitu kacang merah 0,957;
kacang hitam 1,112 ; kacang hijau 1,256 ; kacang tanah 1,298 ; kacang putih
1,765 ; dan kacang tolo 1,925. Bobot jenis yang diukur menggunakan kuboid
kecil urutan dari yang terkecil sampai terbesar yaitu : kacang merah 0,981 ;
kacang hijau 1,148 ; kacang hitam 1,392 ; kacang putih 1,761 ; kacang tanah
1,828 ; kacang tolo 2,660. Bulk density kacang yang sudah dikupas
berdasarkan tabel key technology adalah 0,0609 g/cm3 berbeda dengan hasil
praktikum hal ini dapat disebabkan karena faktor pengukuran yang berbeda.
Menurut Soedarmadji (1989) adanya perbedaan pada masing-masing
sampel, dikarenakan adanya perbedaan bentuk, ukuran bahan, sifat permukaan
dan cara pengukuran yang membedakan hasil analisa bulk density. Menurut
Technology center (2001), bulk density dapat dipengaruhi oleh banyak faktor
yang berbeda yang meliputi kepadatan padatan, jumlah udara terperangkap
dalam partikel (tersumbat udara) atau kepadatan partikel, Jumlah udara
interstitial (udara antara partikel).
Tabel 2.2.2 Bulk Density dan Bobot Jenis Tepung-tepungan
Massa Bulk
Volume Bobot
Bahan Density
Kelompok Wadah Sampel (cm3) Jenis
(gr) (gr/cm3)
Kuboit Tepung
82,4 56,75 1,45 1,452
besar ketan
7
Kuboit Tepung
36,3 17,81 2,04 2,038
kecil ketan
Kuboit Tepung
38,82 86,32 1,35 1,350
besar terigu
8
Kuboit Tepung
37,55 82,67 1,76 0,762
kecil terigu
Kuboit Tepung
86,04 64,324 1,34 0,337
besar beras
9
Kuboit Tepung
41,89 30,37 1,36 1,362
kecil beras
Kuboit Tepung
63 56,89 1,11 1,107
besar tapioka
10
Kuboit Tepung
24,7 17,81 1,39 1,387
kecil tapioka
Kuboit Tepng
108,8 113,28 0,96 0,960
besar maizena
11
Kuboit Tepung
47 57,18 0,82 0,823
kecil maizena
Kuboit Teung
101,12 127,95 0,79 0,790
besar sagu
12
Kuboit Tepung
47,55 56,55 0,84 0,840
kecil sagu
Sumber: Laporan Sementara
Menurut Pangastuti (2013), densitas padat merupakan perbandingan
antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempati setelah tepung
dipadatkan. Semakin besar selisih antara densitas padat dengan densitas kamba,
maka tepung akan semakin sulit untuk menempati ruang karena memiliki
bentuk partikel yang keras dan berbentuk kristal. Pada praktikum kali ini
pengukuran bulk density dan bobot jenis tepung-tepungan menggunakan
beberapa sampel diantaranya yaitu : tepung ketan, tepung terigu, tepung beras,
tepung tapioca, tepung maizena dan tepung sagu. Pengukuran bulk density dan
bobot jenis menggunakan kuboid besar dan kuboid kecil untuk menentukan
volume wadah.
Analisa bulk density dilakukan dengan cara memasukkan sampel
kedalam wadah (yang telah diketahui volumenya) sampai penuh kemudian
ditimbang. Bulk density diukur dengan membandingkan massa sampel tepung
ekstrudat dengan volume wadah (bulk). Bulk density dinyatakan dalam satuan
g/m3. Dengan tekstur yang semakin halus, maka akan semakin tinggi mutunya,
karena penampakan tepung yang lebih baik serta daya guna yang tinggi. Hasil
pengukuran densitas diperoleh dari pembagian massa bahan dengan volume
wadah yang ditempati bahan tersebut (Soedarmadji, 1989).
Urutan bulk density yang diukur menggunakan kuboid kecil dari yang
terkecil sampai terbesar yaitu: tapung sagu 0,840 g/cm3 ; tepung maizena 0,823
g/cm3 ; tepung beras 1,362 g/cm3 ; tepung tapioka 1,387 g/cm3 ; tepung terigu
1,762 g/cm3 dan tepung ketan paling besar yaitu 2,038 g/cm3. Urutan bulk
density tepung yang diukur menggunakan kuboid besar dari yang terkecil
hingga terbesar adalah : tepung sagu 0,790 g/cm3 ; tepung maizena 0,960 g/cm3
; tepung tapioca 1,107 g/cm3 ; tepung terigu 1,350 g/cm3 ; tepung beras 1,337
g/cm3 dan tepung ketan paling besar yaitu 1,452 g/cm3.
Setelah densitas bahan diketahui maka dapat diketahui juga bobot jenis
bahan. Urutan bobot jenis tepung menggunakan kuboid besar dari yang terkecil
sampai yang terbesar adalah tepung sagu 0,793 ; tepung maizena 0,964 ; tepung
tapioca 1,112 ; tepung besar 1,342 ; tepung terigu 1,355 dan yang terbesar
adalah tepung ketan yaitu 2,046. Kemudian urutan bobot jenis tepung
menggunakan kuboid kecil dari yang terkecil sampai yang terbesar adalah
tepung maizena 0,825 ; tepung sagu 0,843 ; tepung beras 1,367 ; tepung tapioka
1,392 ; tepung terigu 1,769 dan tepung ketan memiliki bobot jenis paling besar
yaitu 2,046. Massa jenis adalah perbandingan antara berat zat dibanding dengan
volume zat pada suhu tertentu (Respati, 2002). Perbedaan massa jenis sangat
dipengaruhi oleh berat zat dan berat volume, semakin besar nilai volume maka
nilai massa jenis akan semakin kecil dan sebaliknya serta semakin besar nilai
berat bahan maka nilai massa jenisnya juga akan semakin besar.
Sebagaimana pengertian bulk density yaitu perbandingan antara berat
bahan dengan volume ruang yang ditempatinya (Agustina, 2008), maka faktor-
faktor yang mempengaruhi bulk density tepung tersebut adalah pengukuran
berat bahan dan volume wadah. Kerapatan dari berbagai makanan berbentuk
bubuk umumnya berkisar antara 0,30-0,80 gr/cm3. Tepung yang memiliki bulk
density lebih besar akan lebih baik kualitasnya. Dalam praktikum yang telah
dilakukan didapatkan bulk density semua tepung lebih dari 0,80 gr/cm3 hal ini
dikarenakan karena perbedaan ukuran wadah. Bulk density bahan pangan
berbeda beda tergantung pada pengukuran masing- masing. Tepung ketan
Tabel 2.3 Pengaruh Tingkat Kematangan terhadap Densitas dan Bobot Jenis
Bahan Pangan
Sumber: Laporan Sementara
Dari data hasil praktikum yang telah didapat, urutan densitas terkecil
hingga terbesar buah tomat yaitu pada saat mentah sebesar 0,870 gr/ml;
setengah matang 0,912 gr/ml dan pada saat matang 1,107 gr/ml. Pada buah apel
yaitu pada saat setengah matang 0,878 gr/ml; matang 0,976 gr/ml dan pada saat
mentah 1,068 gr/ml. Pada buah jeruk yaitu pada saat setengah matang 0,874
gr/ml; matang 0,921 gr/ml dan saat mentah 0,974 gr/ml.
Urutan bobot jenis terkecil hingga terbesar dari data yang didapat pada
buah tomat yaitu pada saat mentah sebesar 0,873; setengah matang 0,915 dan
pada saat matang 1,11. Pada buah apel yaitu pada saat setengah matang 0,881;
matang 0,980 dan pada saat mentah 1,071. Pada buah jeruk yaitu pada saat
setengah matang 0,883; matang 0,924 dan saat mentah 0,977.
Buah klimaterik menurut Santoso (2005), adalah jenis buah yang akan
mengalami perubahan pola respirasi yang mendadak bersamaan bersamaan saat
pemasakan dengan disertai perubahan warna, tekstur, dan cita rasa yang
menyolok menuju ke arah buah dapat dikonsumsi, karena terjadinya
peningkatan yang besar dalam laju produksi karbondioksida (CO2) dan etilen
Menurut Santoso (2005), buah non-klimaterik adalah jenis buah yang laju
produksi karbondioksida dan etilen selama pemasakan sangat rendah.
Dengan kata lain menurut Santoso (2005), buah klimaterik mengalami
proses respirasi dan buah non klimaterik tidak mengalami periode respirasi.
Sehingga semakin sering buah tersebut melakukan respirasi, maka semakin
cepat buah tersebut matang dan menghasilkan densitas yang tinggi serta bobot
jenis yang tinggi pula. Dari praktikum yang telah dilakukan buah klimaterik
yang terdapat pada praktikum kali ini dalah buah apel dan buah tomat,
sedangkan buah non klimaterik yaitu buah jeruk. Sehingga apabila dilihat dari
penggolongan buah klimaterik dan non klimaterik, data yang didapat dari hasil
praktikum tidak sesuai dengan teori yang ada, karena berat jenis buah apel dan
tomat (klimaterik) lebih kecil daripada buah jeruk (non klimaterik).
Menurut Antarlina (2009), buah yang muda atau belum matang
umumnya memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada buah masak. Menurut
Kusumawati (2012), semakin besar kadar air bahan, akan mengakibatkan
semakin besarnya nilai bulk density bahan dan bobot jenis bahan.
Ketidaksesuaian hasil percobaan dengan teori mungkin dikarenakan oleh faktor
eksternal seperti suhu (Kusumawati et. al., 2012) dan kelembaban nisbi
lingkungan (Retnani et. al., 2010). Suhu dapat mempengaruhi tingkat
penguapan bahan, sehingga apabila suhu disekitar bahan tinggi maka laju
penguapan air dari bahan akan tinggi, hal ini tentunya akan berdampak pada
kadar air dari bahan. Selain itu, kelembaban juga dapat mempengaruhi kadar
air bahan. Kelembaban lingkungan akan mempengaruhi absorbansi uap air dari
bahan ke lingkungan, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kadar air dari
bahan. Kesalahan terjadi mungkin dikarenakan kesalahan pada saat
penyimpanan bahan, dimungkinkan kondisi lingkungan penyimpanan bahan
memiliki suhu yang relatif tinggi dan kelembabannya relatif rendah, sehingga
kadar air bahan menjadi tidak sesuai, yang pada akhirnya ketidaksesuaian ini
dapat mempengaruhi densitas dan bobot jenis bahan.
E. Kesimpulan
Dari praktikum Acara II Densitas dan Bobot Jenis yang telah
dilakukan, dapat ditarik kesimpulan:
1. Densitas adalah perbandingan bobot bahan dengan volume yang hanya
ditempati oleh butiran bahan, tidak termasuk ruang kosong diantaranya.
2. Bulk density adalah perbandingan bobot bahan dengan volume yang
ditempatinya, termasuk ruang kosong di antara butiran bahan.
3. Bobot jenis adalah rasio bobot suatu zat terhadap bobot zat baku yang
volumenya sama pada suhu yang sama dan dinyatakan dalam decimal.
4. Faktor yang mempengaruhi densitas adalah temperatur, jenis bahan pangan,
massa bahan pangan, volume bahan pangan.
5. Faktor yang mempengaruhi bulk density kepadatan padatan, jumlah udara
terperangkap dalam partikel (tersumbat udara) atau kepadatan partikel,
Jumlah udara interstitial (udara antara partikel).
6. Faktor yang mempengaruhi bobot jenis suatu zat diantaranya adalah
temperature, massa, volume, dan kekentalan atau viskositas.
7. Buah yang mentah pada umumnya memiliki bulk density dan bobot jenis
yang lebih tinggi daripada buah yang sudah matang.
DAFTAR PUSTAKA
Ace, Iis Soriah dan Wahyuningtyas. 2010. Hubungan Variasi Pakan Terhadap Mutu
Susu Segar Di Desa Pasirbuncir Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor. Jurnal
Penyuluhan Pertanian, Vol. 5, No. 1, Mei 2010.
Ansel, Howar, Shelly J Prince. 2004. Farmasetik Panduan untuk Apoteker. Buku
Kedokteran EGC.
Arifianti, Anita, Baskara Katri, Dian Rachmawati, Nur Her Riyadi. 2012.
Karakterisasi Bubur Bayi Instan Berbahan Dasar Tepung Millet (Panicum Sp)
Dan Tepung Beras Hitam (Oryza sativa L. Japonica) dengan Flavor Alami
Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum). Jurnal Teknosains Pangan
Vol. 01, No. 01.
Cahyono dan Lia Untari. 2014. Proses Pembuatan Virgin Coconut Oil (Vco) Dengan
Fermentasi Menggunakan Starter Ragi Tempe. Jurusan Teknik Kimia, Fak.
Teknik, Universitas Diponegoro.
Freedman, Young, Roger. 2002. Fisika Universitas Edisi Kesepuluh Jilid 1. PT Gelora
Aksara Pratama.
Heinonen, M and S. Sillanpaa. 2003. The efect of density gradients on hydrometers.
Measurement Science and Technology, Vol. 14, Hal: 625 - 628.
Innovation Centre. 2013. Particle & Powder Density, Hausner Index. Escubed limited.
Irkhos, Lizalidiawati. 2007. Karakterisasi Keramik Aluminium Borat Menggunakan
Metode Analisis Struktur Fasa Dan Densitas. Jurnal Gradien Vol.4 No.1
Januari 2008 : 296-299
Kusumawati, Desti Dwi, Bambang Sigit, Dimas Rahardian. 2012. Pengaruh
Perlakuan Pendahuluan Dan Suhu Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia,
Dan Sensori Tepung Biji Nangka (Artocarpus Heterophyllus). Jurnal
Teknosains Pangan Vol 1 No 1
Micha, Peleg. 2006. Physical Properties of Food Powders. Food Engineering. Vol 01,
No 01.
Miskiyati. 2011. Kajian Standar Nasional Indonesia Susu Cair Di Indonesia. Jurnal
Standardisasi, Vol. 13, No. 1, Hal: 1 - 7
Pangastuti, Hesti, dkk. 2013. Karakterisasi Sifat Fisik Dan Kimia Tepung Kacang
Merah (Phaseolus Vulgaris L.) Dengan Beberapa Perlakuan Pendahuluan.
Jurnal Teknosains Pangan Vol. 2, No. 1 Januari 2013.
Perez, Luis Manuel. 2013. Alignment of the Measurement Scale Mark during
Immersion Hydrometer Calibration Using an Image Processing System.
Journal Sensors 2013 Vol 3 No. 1: 14367-14397. ISSN 1424-8220.
Resnawati, Heti. 2010. Kualitas Susu Pada Berbagai Pengolahan Dan Penyimpanan.
Semiloka nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas-
2020.
Santosa, Sudaryono, Widowati. 2005. Jurnal Pascapanen Vol. 02, No. 02. Hal 18-27.
Soedarmadji. 1989. Analisa RVA Tepung. Bulk Density. Vol 01, No 01.
Susilowati, Dwi Rimat, Sri Utami, dan Haris Al Suratim. 2013. Nilai Berat Jenis Dan
Total Solid Susu Kambing Sapera Di Cilacap Dan Bogor. Jurnal Ilmiah
Peternakan, Vol. 1, No.3, Hal:1071-1077.
Technology Center. 2001. Bulk Density. Diary Ingredients Applications Program. Vol.
03, No. 01.
Tipler, Paul A. 1991. Fisika Untuk Sains dan Teknik. Erlangga. Jakarta.
WHO. 2011. Bulk Density And Tapped Density Of Powders. World Health
Organization. Documet Final.
LAMPIRAN
A. Perhitungan kelompok 8
1. Densitas dan Bobot Jenis Bahan Pangan Berbentuk Cair
Densitas Air
y1 x1
=
y2y1 x2x1
998,2 2720
=
992,2998,2 4020
998,2 7
=
6 20
20y = 19964 42
y = 996,1 kg/m3
= 0,9961 g/cm3
Densitas Bahan
+15,56
Densitas susu UHT = 1 +( )
1000
5 +2715,56
=1+( 1000
)
= 1 + 0,01644
= 1,01644
2. Bulk density dan bobot jenis tepung-tepungan dan kacang-kacangan
a. Volume
Volume kuboit besar
V =pxlxt
V = 7,37 x 2,78 x 3,12
V = 63, 924 cm3
y = 996,1 kg/m3
= 0,9961 g/cm3
38,82
= = 1,812 g/cm3
21,316
1,821
= 0,9961 = 1,828
Kuboid besar
Bobot Jenis =
1,293
= 0,9961 = 1,298
Kuboid besar
Bobot Jenis =
1,350
= 0,9961 = 1,355
3. Densitas dan Bobot Jenis Apel
a. Volume
Rumus = Volume setelah ditambah bahan volume sebelum ditambah
bahan
Mentah: 540 ml-500ml = 40 ml
Setengah matang: 560-500= 60 ml
Matang: 580ml-500ml = 80 ml
b. Densitas Apel
Rumus =
42,7
Mentah = = 1,0675
40
52,7
Setengah Matang = = 0,8783
60
78,1
Matang = = 0,9763
80
c. Densitas Air
y1 x1
=
y2y1 x2x1
998,2 2720
=
992,2998,2 4020
998,2 7
=
6 20
20y = 19964 42
y = 996,1 kg/m3
= 0,9961 g/cm3