Bab Ii

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 11

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kubis

2.1.1 Klasifikasi ilmiah kubis

Klasifikasi ilmiah tanaman kubis menurut Anonim (2016) adalah

Kingdom Plantae (Tumbuhan), Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan

berpembuluh), Super Divisi Spermatophyta (Menghasilkan biji), Divisi

Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas Magnoliopsida (berkeping

dua/dikotil), Sub Kelas Dilleniidae, Ordo Capparales, Famili Brassicaceae (suku

sawi-sawian), Genus Brassica, dan Spesies Brassica oleracea L.

2.1.2 Morfologi tanaman kubis

Brassica oleracea adalah jenis tanaman dwimusim (biennial), namun

dapat pula semusim maupun tahunan (perennial) tergantung kultivar dan suhu

lingkungan.Hal ini terjadi akibat beberapa varietasnya memerlukan rangsangan

suhu rendah (di atas 0C dan di bawah 7C) untuk memulai pembungaan. Mereka

memerlukan vernalisasi atau perlakuan suhu dingin. Apabila varietas demikian

tidak mengalami suhu rendah dalam selang waktu tertentu yang mencukupi

(biasanya 2-3 bulan) maka kubis akan tumbuh terus tanpa berbunga selama

bertahun-tahun.

5
6

Gambar 2.1 Tanaman kubis (sumber:


http://www.jenistanaman.com/teknik-dan-cara-
budidaya-tanaman-kubis-kol-dengan-mudah/).

Daun B. oleracea relatif tebal berwarna hijau dengan sedikit nuansa putih

karena permukaannya ditumbuhi rambut halus. Pada beberapa varietas daun

tersusun dalam bentuk roset rapat dan duduk pada batang.

Bunga tersusun majemuk. Setiap kuntum memiliki empat mahkota bunga,

khas untuk semua Brassicaceae. Warnanya kuning, meskipun terdapat mutan

yang berwarna putih. Benang sari enam, tersusun dalam dua lingkaran. Putik

tunggal agak rendah sehingga penyerbukan sendiri sangat dimungkinkan.

Buah bertipe siliqua dan dalam bahasa sehari-hari disebut polong, karena

agak mirip dengan tipe polong atau legum dari Fabaceae (suku polong-polongan).

Bentuknya langsing memanjang dengan dua ruang. Satu polong memiliki

sejumlah biji (biasanya sekitar belasan sampai dua puluhan).

Biji berukuran kecil (diameter sekitar 1 mm) berbentuk bulatan dan

terbungkus oleh cangkang berwarna hitam (ada mutan yang berwarna kuning atau

coklat) yang permukaannya tidak rata. Biji ini tahan disimpan bertahun-tahun

(Anonim, 2016).
7

2.2 Penyakit Akar Gada (Clubroot)

2.2.1 Klasifikasi ilmiah Plasmodiophora brassicae

Klasifikasi ilmiah dari P. brassicae menurut Anonim (2013) adalah

Kingdom Protozoa, Filum Plasmodiophoromycota, Kelas

Plasmodiophoromycetes, Ordo Plasmodiophorales, Famili Plasmodiophoraceae,

Genus Plasmodiophora, dan Spesies Plasmodiophora brassicae. Menurut

Woronin (1877) nama umum dari patogen akar gada adalah Plasmodiphora

brassicae Woronin.

2.2.2 Morfologi dan daur penyakit

P. brassicae termasuk jamur tingkat rendah dari kelas

Plasmodiophoromycetes. Fase aseksual kelas ini ialah Plasmodium yang

berkembang di dalam sel-sel inangnya. Bentuk sista umumnya bulat atau agak

lonjong berukuran (1,6 x 4,3) - (4,6 x 6,0) m, berduri atau berambut pendek.

Sista-sistanya terlepas antara satu dengan lainnya. Sporangium berdiameter 6,0-

6,5 m. Zoospora berdiameter 1,9-3,1 m dan mempunyai dua flagela. Untuk

lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.2 dibawah.


8

g h i

e
f

c
b l

m
d
Gambar 2.2 Morfologi spora P. brassicae.(a) Akar kubis yang terserang P.
brassicae, (b) Perkecambahan spora istirahat dengan menghasilkan zoospora,
(c)Duazoospora, (d) Infeksi sel rambut akar, penetrasi zoospora ke dalam sel,
(e) Pergerakan plasmodium dari satu sel ke sel lain, (f) Sel inang yang sudah
terdapat plasmodium, (g) Uninukleat, yang dikelilingi plasmodium (awal
pembentukan spora), (h) Bagian inti didalam plasmodium pecah dan
berpencar, (i) Tahapan dua nukleat, (k) Sporangium muda dengan empat bola
plasma telanjang yang akan menjadi spora muda, (l) Plasmodium
berlipatganda dari empat menjadi delapan nukleat sporangia, dan (m) Sel
inang dipenuhi dengan bentuk seksual spora istirahat. (Sumber:
http://slideplayer.info/slide/3044182/).

Siklus penyakit (Gambar 2.3) dimulai dengan perkecambahan satu

zoospora primer dari satu spora rehat haploid di dalam tanah. Zoospora primer ini

mempenetrasi rambut akar dan selanjutnya masuk ke dalam sel inang. Setelah

penetrasi rambut akar atau sel epidermis inang oleh zoospora primer, protoplas

yang berinti satu terbawa masuk ke dalam sel inang, kemudian terjadi pembelahan

miosis dan pembentukan plasmodium primer oleh protoplas. Setelah mencapai

ukuran tertentu, bergantung pada ukuran sel epidermis inang, plasmodium primer
9

membelah menjadi beberapa bagian yang kemudian berkembang menjadi

zoosporangia. Setiap zoosporangium mengandung 4 atau 8 zoospora sekunder

yang dapat terlepas melalui lubang atau pori-pori pada dinding sel inang (Agrios,

1997).

Zoospora sekunder dapat menginfeksi kembali rambut akar, yang

menyebabkan perkembangan aseksual patogen menjadi cepat. Setelah miosis,

terbentuk inti diploid baru, yang kemudian berkembang menjadi spora rehat

haploid dan terlepas masuk ke dalam tanah ketika akar yang sakit rusak

(Voorrips, 1995).

Zoospora
menginfeksi
Zoospora akar
tanaman
Plasmodium di
dalam sel inang
Perkecambahan
spora istirahat

Spora
istirahat

Akar kubis
yang
terinfeksi
akar gada

Sel akar pecah dan Akar gada


melepaskan spora istirahat disintegrasi

Gambar 2.3 Siklus hidup dan perkembangan penyakit akar gada.(Sumber:


http://dokumen.tips/documents/akar-gada-pada-kubis.html).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan P. brassicae antara

lain kelembaban tanah, suhu, intensitas cahaya, dan kemasaman tanah.

Kelembaban optimum selama 18-24 jam memungkinkan perkecambahan dan

penetrasi patogen ke dalam jaringan inang (Wellman dalam Stakman & Harrar,

1957), kemudian infeksi terjadi jika kelembaban tanah diatas 45% (Monteith
10

dalam Stakman & Harrar, 1957) dan kelembaban tanah 50% atau lebih tinggi

menyebabkan perkembangan penyakit bertambah cepat, sedangkan kelembaban

tanah kurang dari 45% dapat menghambat infeksi (Mattusch, 1977). Kelembaban

tanah yang tinggi juga sangat cocok untuk perkecambahan spora istirahat

kemudian menginfeksi inangnya. Keadaan tanah yang kering menyebabkan

patogen membentuk spora istirahat. Spora istirahat tersebut dapat bertahan dalam

tanah lebih dari 10 tahun. Suhu optimum untuk mengadakan infeksi dan

perkembangan gejala adalah 17,8-25C dengan suhu minimum dan maksimum

12,2C dan 27,2C (Agrios, 1997; Walker, 1957; Channan & Maude, 1971).

Perkembangan P. brassicae sangat baik pada kondisi tanah masam sedangkan

pada tanah alkalin ( pH 8) perkembangannya terhambat.

Penyebaran inokulum P. brassicae dapat terjadi melalui alat-alat

pertanian, angin atau air, pupuk kandang yang terkontaminasi karena ternaknya

memakan bagian tanaman kubis-kubisan yang terinfeksi patogen tersebut. Di

Indonesia penyakit ini dilaporkan terdapat di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa

Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, dan Irian Jaya (Anonim, 2013).

2.2.3 Gejala serangan

Gejala serangan P. brassicae tampak jelas pada keadaan cuaca panas atau

siang hari yang terik. Daun berwarna hijau-biru dan layu seperti kekurangan air,

pada malam hari atau pagi hari akan segar kembali. Pertumbuhan tanaman

menjadi terhambat hingga kerdil dan tanaman kubis tidak dapat membentuk krop

yang akhirnya mati. Kalau tanaman dicabut, akarnya tampak membengkak seperti

berumbi (Anonim, 2016).


11

Akar gada (gall)

Gambar 2.4 Gejala akar gada pada kubis


(sumber: dokumentasi pribadi).

P. brassicae menginfeksi tanaman kubis sejak awal pra pembentukan krop

(0-49 hst). Penelitian di rumah kaca gejala bengkak pada akar sudah terlihat 10

hari setelah inokulasi (Hendriyani et al., 2012).

2.2.4 Tanaman inang lain

P. brassicae juga dapat menyerang tanaman lain selain famili

Brassicaceae. Inang tersebut antara lain Lolium perenne, Agrotis alb-stolonifer,

Dactalis glomerata, dan Trifolium pretense (Cicu, 2006).

2.2.5 Cara pengendalian

Pengendalian secara bercocok tanam antara lain meliputi pola tanam,

waktu tanam, penggunaan bibit sehat, dan pengelolaan air. Pengapuran tanah pada

lahan dengan keasaman (pH) < 5,5 dengan kapur pertanian (Kaptan atau Dolomit)

di lahan yang akan ditanami kubis sebanyak 2-4 ton/ha yang dilakukan 15 hari

sebelum tanam. Perlakuan benih kubis dengan ekstrak umbi bawang selama 2 jam

atau dapat juga dengan menggunakan fungisida yang dianjurkan. Tanah

persemaian dan pupuk kandang harus bebas patogen. Penyiraman tanaman di


12

persemaian dengan air bersih. Eradikasi selektif terhadap tanaman terserang

kemudian memusnahkannya. Penggunaan mulsa daun jagung setebal 3-5 cm pada

musim kemarau (Cicu, 2006).

2.3 Bakteri Pseudomonas spp.

2.3.1 Klasifikasi ilmiah bakteri Pseudomonas spp.

Klasifikasi ilmiah bakteri Pseudomonas spp. menurut Anonim (2017)

adalah Kingdom Bacteria, Filum Proteobacteria, Kelas Gammaproteobacteria,

Ordo Pseudomonadales, Famili Pseudomonadaceae, Genus Pseudomonas, dan

SpesiesPseudomonas spp. (Migula, 1894).

2.3.2 Morfologi bakteri Pseudomonas spp.

Koloni bakteri berbentuk bulat, tepi rata serta ada beberapa jenis yang

memiliki tepi yang tidak rata, fluidal dan mengeluarkan pigmen berwarna kuning

kehijauan pada medium Kings B, sedangkan warna koloni berwarna putih hingga

kuning(Winarni, 2013). Seperti yang dilaporkan Holt et al. (1994) bahwa salah

satu ciri morfologi dari bakteri Pseudomonas spp. adalah koloni berbentuk bulat

dan berwarna putih-krem kekuningan.

Mengeluarkan pendar hijau saat


diamati dibawah sinar UV
Gambar 2.5 Bakteri Pseudomonas spp. pada
medium Kings B. (Sumber:
dokumentasi pribadi).
13

Gambar 2.6 Pseudomonas spp. pada biakan


media miring. (Sumber: jurnal Universitas
Sumatera Utara).

Bentuk sel-nya berupa batang lurus (rods) atau kadang-kadang serupa bola

(kokus), dengan ukuran 0,5-1,0 x 1,5-4,0 m. Koloni yang muncul di atas

permukaan media Kings B berwarna kuning dan permukaan koloni mengkilat

begitu juga jika dibiakkan pada media miring, warna media akan perlahan-lahan

menguning hingga hijau (Gambar 2.6). Menurut Jawetzet al. (1996) dan

Arwiyanto et al. (2007) Pseudomonas spp. termasuk ke dalam bakteri gram

negatif, motil atau bergerak aktif dengan flagel monotrika (flagel tunggal pada

kutub), tidak berspora, tidak mempunyai selubung dan oksidase positif. Tumbuh

secara obligat aerob pada suhu 4-42C. Suhu optimum untuk pertumbuhan

pseudomonas adalah antara 20-40C. Bakteri ini mudah tumbuh pada berbagai

media buatan karena kebutuhan nutrisinya sangat sederhana. Sedangkan sifat

biokimianya adalah katalase positif dan glukosa negatif (Suyono et al., 2011).

Ciri-ciri Pseudomonas spp. menurut Holt et al. (1994) antara lain: sel

berbentuk batang lurus atau batang melengkung dan reaksi gram negatif. Hasil

pewarnaan gram terhadap bakteri hasil isolasi benih padi yang dilaporkan Mustika
14

(2009) juga menunjukkan reaksi gram negatif, sehingga isolat yang terisolasi pada

penelitian tersebut dapat dikelompokkan juga sebagai Pseudomonas spp.

Penelitian yang sama juga dilaporkan Ismail & Anggraeni (2008) bahwa hasil

identifikasi secara mikroskopis terhadap P. tectona (penyebab penyakit layu pada

pohon jati) menunjukkan sifat gram negatif dan sel berbentuk batang.

Jenis-jenis Pseudomonas antara lain P. aeruginosa, P. putida, P.

fluorescens, P. syringae, P. stutzeri dan lain-lain.

2.3.3 Kemampuan antagonisme dari Pseudomonas spp.

Menurut Susilowati (2011) kemampuan kelompok Pseudomonas untuk

menekan pertumbuhan mikroba patogen tanah tergantung pada kemampuannya

untuk menghasilkan antibiotik seperti pyoluteorin, pyrrolnitrin, fenazin (Chin-A-

Woeng et al., 2003) dan 2,4-diacetylphloroglucinol (DAPG) (de Souza et al.,

2003). Senyawa alelokimia termasuk di dalamnya adalah siderofor pengkelat besi

(Alvarez et al., 1994), enzim-enzim seperti kitinase dan glukanase (Cattelan et al.,

1999; Saad, 2006) yang bersifat litik terhadap dinding sel jamur patogen dan

hidrogen sianida (Haas & Keel,2003). Pada kondisi besi terbatas, bakteri

biokontrol menghasilkan senyawa berberat molekul rendah yang disebut siderofor

untuk berkompetisi mendapatkan ion feri. Meskipun berbagai siderofor bakteri

biokontrol berbeda dalam kemampuannya untuk mengambil besi, secara umum

siderofor bakteri menghabiskan besi jamur patogen karena siderofor bakteri

mempunyai afinitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan siderofor jamur

(OSullivan & OGara, 1992; Loper & Henkels, 1999). Pada kondisi tidak
15

kekurangan besi, siderofor dapat berperan dalam induksi resistensi sistemik bagi

tanaman (Ramamoorthy et al., 2001).

Pseudomonas spp. kelompok fluoresens mempunyai kemampuan untuk

menghasilkan pigmen warna kuning sampai hijau atau kadang-kadang biru pada

media Kings B. Pigmen berwarna hijau merupakan salah satu kriteria yang

dipakai oleh para ahli mikrobiologi dalam memilih Pseudomonas yang

bermanfaat, karena pigmen tersebut biasanya dikeluarkan oleh spesies-spesies

Pseudomonas yang menghasilkan antibiotik pyoverdin, pyrrolnitrin dan

pyoluteorin. P. fluorescens mampu mengkoloni dan beradaptasi dengan baik pada

akar tanaman serta menggunakan eksudat akar untuk mensintesis metabolit yang

mampu menghambat pertumbuhan dan aktifitas patogen atau memicu ketahanan

sistemik dari tanaman terhadap patogen (Susanna, 2000).

Pseudomonas spp. dapat menekan perkembangan penyakit tanaman

dengan beberapa cara yaitu, kompetisi terhadap unsur besi (Fe) dan unsur karbon,

memproduksi antibiotik dan HCN, merangsang akumulasi fitoaleksin sehingga

tanaman lebih resisten serta mengkolonisasi akar dan menstimulasi pertumbuhan

tanaman (Susanna, 2000).

Anda mungkin juga menyukai