Referat Forensik Silvia

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

PEMERIKSAAN ANALISA SPERMA

Penyusun
Silvia marischa 161802013
Mikhail Halim 112016 142
Estmar Valentino Pardosi 112016333

Perceptor
dr.M.Faizal Zulkarnaen, Sp.KF,MH.Mkes

1
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pemeriksaan analisa sperma pada semen pria merupakan suatu analisa lengkap
yang penting untuk pasangan yang berkonsultasi masalah infertilitas. Infertilitas
yang diperkirakan 10% hingga 15% dari seluruh jumlah pasangan yang ada, bila
ditelusuri setengah dari kasus-kasusnya, penyebabnya dari pihak pria. Adanya
semen memungkinkan pemeriksaan langsung dari sel benih pria, memberikan
informasi berharga yang tidak dapat diperoleh pada wanita. Sperma analisa
meliputi pemeriksaan spermatozoa, elemen selular non sperma dan cairan seminal.
Ketiganya memberi petunjuk tentang fungsi testikular dan kondisi saluran
reproduksi pria. Penghitungan jumlah leukosit pada sperma analisa merupakan
salah satu pemeriksaan kualitas sperma yang klasik. Keberadaan lekosit pada
semen ditenggarai bisa memberikan informasi yang cukup bermakna dalam
pemeriksaan sperma analisa.
Kontroversi mengenai lekosit dan kualitas sperma mengkerucut menjadi suatu
permasalahan yang utama, yaitu definisi dari lekositospermia yang patologis dan
hubungan antara jumlah lekosit dengan stress oksidatif seminal masih belum jelas.
Definisi dari World Health Organization (WHO) adalah lebih dari 1 x 106 leukosit
/mL semen. Namun, jumlah minimum leukosit yang dapat menyebabkan
infertilitas bisa lebih tinggi atau lebih rendah.
World Health Organization (WHO) telah mempublikasikan petunjuk
laboratorium analisis sperma sejak 1980. Kemudian dilakukan perbaikan edisi
pada 1987 dan 1992. Edisi terbaru adalah edisi keempat tahun 1999. Pada edisi
terakhir ini diperkenalkan prosedur laboratorium analis sperma standar untuk
menetapkan diagnosis pria infertil, pengembangan pelayanan inseminasi buatan,
pengembangan penelitian dan kemungkinan kontrasepsi pria, kemungkinan efek
samping dari toksin maupun polutan lain, serta kedokteran forensik

2
I.2 Tujuan

1.Untuk mengetahui arti pemeriksaan analisa sperma


2.Untuk mengetahui manfaat/tujuan pemeriksaan analisa sperma
3.Untuk mengetahui cara atau metode analisa sperma
4. Untuk mengetahui pentingnya pemeriksaan sperma dalam bidang forensik khususnya
dalam kasus kekerasan seksual dan pemerkosaan

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sperma

Perkembangan sel sperma matur merupakan suatu proses yang kompleks


yang melibatkan beberapa tempat dalam traktus gentalia pria. Proses maturasi
sperma terjadi dalam skrotum terutama pada testis dan epididimis. Di dalam
testis terdapat tubulus seminiferus dimana terjadi pematangan sel sperma
(spermatogenesis). Spermatozoa kemudian dibawa ke epididimis. Spermatozoa
memasuki tahap akhir maturasi dan menjadi sperma motil di epididmis. Sperma
matur tetap berada dalam epididimis hingga terjadi ejakulasi.1

Gambar 1. Organ
reproduksi pria
(Sumber: male sexual organ accessed at
http://sexualityandu.ca)

Spermatozoa dihasilkan oleh testis dengan pengaruh testosteron, dan menjadi


matur dalam epididimis. Sekitar 60 % cairan semen dihasilkan oleh vesika

4
seminalis dan sekitar 20 % dihasilkan oleh prostat. Sisanya sekitar 15 - 20 %
dihasilkan oleh epididimis, vas deferens, glandula bulbouretralis. Selama
ejakulasi, produk ini akan bercampur menjadi suatu spesimen yang kental atau
disebut ejakulat.2

Gambar 2. Glandula assesori pada organ reproduksi pria


(Sumber: male sex organ accessed at http://iupucbio2.iupui.edu )

Cairan semen terdiri atas sekresi dari testis, epididimis, vesikula seminalis,
dan glandula prostat. Sel spematozoa terdapat kurang lebih 5% dari volume
ejakulat / semen. Cairan semen merupakan larutan kompeks protein dan enzim
yang mengandung asam fosfatase, asam sitrat, zink, fruktose, dan fibrinogen-like
coagulated protein.3
Pada saat ini dianggap bahwa abnormalitas pada pria adalah penyebab utama
terjadinya infertilitas dari 20% pasangan infertil dan merupakan faktor penting
pada 20 -40% pasangan dengan gangguan reproduksi.2
Indikasi untuk analisa cairan semen yaitu:
1. Merupakan salah satu tes awal pada pemeriksaan infertilitas
2. Kualifikasi donor untuk program inseminasi buatan
3. Untuk memberikan informasi kelengkapan dokumentasi vasektomi
4. Evalusai kualitas semen untuk peyimpanan sperma di bank sperma5. Jika
dibutuhkan untuk studi forensik pada kasus kriminal seksual seperti
perkosaan.

5
6. Studi forensik dalam penyelidikan paternitas.3,4
METODE

A. PRA ANALITIK
Persiapan pasien
Pasien harus diberi penjelasan tertulis tentang cara pengumpulan dan
pengiriman semen ke tempat pemeriksaan, terutama jika pengambilan sampel
di luar tempat pemeriksaan dan tidak menempatkan sampel semen dalam
suasana perubahan suhu drastis selama pengiriman ke laboratorium.
1. Sebaiknya sampel diambil setelah abstinensi sedikitnya 48 jam dan tidak
lebih dari 7 hari. Nama, masa abstinensi dan waktu pengambilan harus
dicatat pada formulir yang dilampirkan pada setiap semen yang akan
dianalisis
2. Catat riwayat mumps, penyakit akut dan demam yang lama, penyakit
sistemik (DM), riawat pembedahan, trauma testis, keterpaparan dengan zat
toksik atau bahan kimia, pengobatan dengan anabolik steroid, alkohol.
3. Melakukan pemeriksaan fisik terhadap penis, meatus uretra, testis, vasa
deferens dan duktus epididimis, memeriksa ada tidaknya verikokel,
memeriksa tanda-tanda seks sekunder dan colok dubur. 2,5

Persiapan sampel
Untuk evaluasi awal harus dilakukan pemeriksaan dua sediaan. Waktu antara
kedua pemeriksaan tersebut bergantung pada keadaan setempat tetapi tidak
boleh kurang dari 7 hari atau lebih dari 3 bulan. Jika hasil kedua pemeriksaan
tersebut banyak berbeda, maka perlu dilakukan pemeriksaan sediaan
tambahan karena variasi yang besar dalam produksi sperma dapat terjadi pada
seseorang.
1. Sediaan sebaiknya dipeoleh dengan cara masturbasi dan ditampung dalam
botol kaca atau plastik yang bermulut lebar

6
Gambar 3. Botol sampel untuk semen

2. Masturbasi dilakukan dalam sebuah kamar yang tenang di laboratorium


dekat ruang pemeriksaan. Jika tidak maka sediaan harus diantar dalam
waktu 1 jam setelah dikeluarkan dan jika motilitas sperma sangat rendah
(kurang dari 25% bergerak maju lurus), sediaan kedua harus diperiksa
sesegera mungkin.
3. Kondom biasa tidak dianjurkan dipakai untuk menampung semen karena
dapat mengganggu viabilitas sperma. Jika karena suatu hal masturbasi
sulit dilakukan, maka dapat digunakan kondom plastik khusus untuk
menampung semen. Koitus interuptus jangan dilakukan untuk
mendapatkan sediaan karena ada kemungkinan bagian pertama ejakulat
yang mengandung paling banyak sperma akan tercecer. Selain itu juga
akan terjadi kontaminasi selular dan bakteri pada sediaan, dapat pula
terjadi pengaruh kurang baik terhadap motilitas sperma akibat pH cairan
vagina yang asam.
4. Sediaan yang volumenya sedikit sebaiknya tidak diperiksa, terutama jika
bagian pertama ejakulat tercecer.
5. Sediaan harus dilindungi terhadap suhu ekstrim selama pengangkutan ke
laboratorium. Suhu sebaiknya berkisar antara 20-40 C
6. Botol harus diberi label dengan nama penderita, tanggal pengumpulan,
lamanya abstinensi dan cara perolehan sediaan 2,4,5

7
Gambar 4. Pengumpulan sampel sperma
(Sumber: sample colection of sperm accessed at
http://kinderwunsch.aim- hamburg.de)

B. ANALITIK
TES MAKROSKOPIK
Alat dan bahan
1. Pipet 5 ml
2. pH strip
3. Gelas ukur2

ANALITIK
Cara kerja
1. Warna : Amati dan catat warna yang terlihat
Nilai rujukan : Putih keabu-abuan atau putih
2. Volume : Ukur dengan gelas ukur, catat volume sperma dalam ml
Nilai rujukan : 1,5 5 ml

8
Gambar 5. Pengamatan warna dan volume semen
(Sumber : sperm sample accessed at http://lipstickkalley.com )

3. Bau : Spesimen segar memberikan bau yang khas


Nilai rujukan : Khas
4. pH : Celup pH meter strip ke dalam cairan sperma bandingkan
warna yang terdapat pada strip dengan warna pH standar
Nilai rujukan : 7,2 - 8

9
Gambar 6. Pengukuran pH semen dengan pH strip

5. Viskositas : Aspirasi sampel ke dalam pipet 5 ml dan kemudian biarkan


menetes karena gaya gravitasi dan ukur panjang benang tetesan tersebut
(cm)
Nilai rujukan : < 2 cm

Gambar 7. Penentuan viskositas sperma

6. Liquifaksi : Liquifaksi sperma normal pada suhu ruangan terjadi dalam


30 menit. Catat waktu sperma menjadi cair.
Nilai rujukan : Terjadi dalam 10 20 menit dan lengkap dalam 30 menit.
Konsistensi berubah menjadi encer dan bening.2

10
Gambar 8. Liquifaksi sperma

Nilai rujukan tes makroskopik


1. Warna : putih keabu-abuan atau putih
2. Volume : 1,5 - 5 ml/ejakulat
3. Bau : Khas
4. pH : 7,2 8
5. Viskositas : < 2 cm
6. Liquifaksi : Terjadi dalam 10 20 menit dan lengkap dalam 30
menit. Konsistensi berubah menjadi encer dan bening.2,5

TES MIKROSKOPIK
Tes mikroskopik meliputi motilitas, hitung jumlah spema / ml, hitung jumlah
sperma total, aglutinasi dan hitung leukosit. Tes dilakukan setelah liquifaksi
lengkap dalam 1,5 2 jam. Suhu optimal 37 C
1. Motilitas
Motilitas adalah presentasi sperma yang bergerak dalam sampel,
dilakukan minimal dua kali penilaian motilitas (replikat).
Alat dan bahan
a. Kaca objek
b. Kaca penutup
c. Mikroskop

11
Cara kerja :
a. Campur sampel semen hingga homogen
b. Ambil sedikit sampel segera setelah homogen dan teteskan 10 l
semen ke atas gelas objek
c. Tutup dengan gelas penutup 22 x 22 mm (tinggi chamber 20 m)
d. Hindarkan gelembung udara
e. Periksa sediaan setelah tidak ada lagi aliran (60 detik)
f. Baca sediaan dengan perbesaran 200 x atau 400 x

Gambar 9. Cara kerja penilaian motilitas sperma

g. Hitung setidaknya 200 spermatozoa per replikat


h. Bila hasil antara replikat sesuai lanjutkan kalkulasi hasil. Bila tidak
buat sampel baru.
i. Laporkan hasil rata-rata persentase tiap tingkatan motilitas
Hitung rata-rata sperma yang motil dan yang tidak motil paling sedikit
lima lapangan pandang.6,7

12
Gambar 10. Penilaian motilitas spermatozoa

Untuk memudahkan penilaian motalitas sperma dapat digunakan alat


bantu (a) eyepiece reticle dan (b) pemilihan lapangan pandang yang
sistematis kurang lebih 5 cm dari tepi kaca penutup

Gambar 11. Metode untuk memudahkan penilaian motilitas sperma.6

Kategori pergerakan sperma yaitu:


a. Motilitas Progresif (PR) : Spermatozoa bergerak aktif, baik linear
ataupun dalam lingkaran besar tanpa melihat kecepatannya.
b. Motilitas Non progresif (NP) : semua pola gerakan lain tanpa
progresi, seperti berenang dalam lingkaran kecil atau hanya terlihat
gerakan ekor.
c. Immotil (IM) : tidak ada pergerakan.6

Nilai rujukan
PR + NP > 40%
PR > 32%
Tabel 1. Perbedaan maksimal persentase rata-rata yang dapat diterima.6

13
Contoh penilaian motilitas sperma :
Hasil perhitungan motilitas 200 spermatozoa secara replikat (sampel
yang sama) yaitu : PR 37% dan 28%; NP 3% dan 6%; IM 60% dan 66%.
Kategori yang paling banyak adalah immotil dengan rata-rata 63%. Dari
tabel 1 diatas terlihat bahwa untuk rata-rata 63%, perbedaan yang dapat
diterima adalah sampai 10% (66% - 60% = 6%). Karena perbedaannya
kurang dari 10% maka hasil dapat diterima dan nilai rata-rata dilaporkan
PR 32%, NP 4%, IM 63%.6.7

2. Hitung jumlah sperma


Alat dan bahan
a. Hemositometer atau kamar hitung
b. Pipet lekosit
c. Diluent: Natrium bikarbonat 5g
Formalin 1 ml
Aqua steril sampai 100 ml

a b

Gambar 12. Alat untuk pemeriksaan hitung sperma


14
Cara kerja:
a. Spesimen diisap ke dalam pipet leukosit sampai tanda 0,5 dan larutan
pengencer sampai tanda 11. Dikocok bolak balik dengan
menggunakan tangan. Pengenceran ini adalah 1 : 20. Apabila
menggunakan pipet sahli, campur 0,95 ml pengencer dengan 50 ml
cairan semen
b. Sampel diisi ke dalam kamar hitung Improved Neubauer dan dibuat
dua replikat.

Gambar 13. Pengisian kamar hitung Improved Neubauer

15
c. Dibiarkan selama 4 menit pada suhu ruang dan lembab
d. Masing-masing replikat dihitung sekurang-kurangnya 200 sperma per
replikat.

Gambar 14. Pemeriksaan hitung sperma dengan mikroskop

e. Waktu menghitung pastikan yang dihitung adalah spermatozoa yang


lengkap yaitu yang mempunyai kepala dan ekor.
f. Bila hasil antara replikat sesuai lanjutkan kalkulasi hasil. Bila tidak
buat sampel baru.
g. Perhitungan:
Jumlah sperma /nl = (N/n) x (1/100) x faktor pengenceran
N: Jumlah spermatozoa
n: Jumlah grid.2,6

Gambar 15. Hitung jumlah sperma dengan hemositometer Improved Neubauer

16
Nilai rujukan
Jumlah sperma : > 20 juta/ml. 2,6
Tabel 2. Perbedaan jumlah spermatozoa yang dapat diterima.6

Contoh hitung jumlah sperma


Pengenceran 1:20
Pada replikat pertama ditemukan 210 spermatozoa pada tiga grid dan
pada replikat kedua ditemukan 200 spermatozoa pada tiga grid. Jumlah
total (210 + 200) = 410 dalam enam grid dengan perbedaan (210-200) =
10. Berdasarkan tabel 2 jumlah 410 dapat diterima dengan perbedaan 10.
Konsentrasi sperma pada sampel spema yaitu
Jumlah sperma /nl = (N/n) x (1/100) x faktor pengenceran
= (410/6) x (1/100) x 20
= 13,6 spermatozoa /nl
= 13,6 x 106 spermatozoa /ml
3. Jumlah sperma total :
Jumlah sperma total yaitu jumlah sperma hasil perhitungan dikalikan
volume sperma
Nilai rujukan
Jumlah total sperma : > 40 juta/ejakulat.2

17
4. Morfologi
a. Fiksasi dan pewarnaan cairan semen memudahkan untuk melihat
morfologi normal dan abnormal sperma
b. Morfologi sperma dievaluasi dengan cara membandingkan jumlah
spermatozoa yang morfologinya normal dan abnormal (ukuran dan
bentuk)
c. Sperma yang abnormal adalah yang tidak lengkap atau yang
mempunyai struktur abnormal
d. Ada 2 metode pewarnaan yang bisa dipakai yaitu Giemsa dan Wright

Alat dan bahan


a. Mikroskop
b. Kaca objek
c. Kaca penutup
d. Pipet pasteur
e. Kaca geser
f. Zat warna Giemsa atau Wright

Cara Kerja
a. 1 tetes sperma diteteskan di atas kaca objek
b. Dibuat sediaan apus kemudian diwarnai dengan zat warna Giemsa
atau Wright dan dibuat dua replikat, lalu diperiksa dibawah
mikroskop (pembesaran 100x)
c. Dilihat pada 200 spermatozoa per replikat dan tentukan morfologi
dalam persen. 6,7

Gambar 16. Pembuatan sediaan apus sperma.6

18
Spermatozoa terdiri dari kepala, leher, middle piece (midpiece), principal
piece dan end piece.

Kepala : mulus dan berbentuk oval

Akrosom : 40-70% daerah kepala, tidak mempunyai vakuola besar, dan


vakuola kecil tidak lebih dari dua, menempati tidak lebih dari 20%
daerah kepala sperma.

Midpiece : ramping, reguler, panjang sama dengan kepala sperma, axis


midpiece sejajar dengan kepala sperma. Residu sitoplasma abnormal bila
melebihi 1/3 ukuran kepala sperma.

Principal piece : ukuran uniform dam lebih tipis dari midpiece. Panjang
45 m ( 10x ukuran kepala sperma)

End piece : sulit terlihat dengan mikroskop cahaya. 6,7

Gambar 17. Struktur sel sperma matur

Penilaian morfologi sperma normal dapat dilakukan dengan mempelajari


berbagai variasi bentuk spermatozoa. Spermatozoa pada semen dapat
ditemukan dengan berbagai malformasi. Spermatogenesis yang tidak
sempurna dan keadaan patologis pada epididimis umumnya berhubungan
dengan peningkatan persentase spermatozoa yang abnormal.6
19
Gambar 18. Skema morfologi sperma abnormal.6

Contoh penilaian morfologi sperma

20
Gambar 19. Contoh penilaian morfologi sel sperma.6

Nilai rujukan

Morfologi normal : > 4% normal (WHO 2010)6

Contoh penilaian persentase morfologi normal sperma


Dari penilaian 200 spermatozoa per replikat diperoleh hasil 10% dan
14%. Rata-rata adalah 12% dengan perbedaan (14% - 10%) = 4%.
Berdasarkan tabel 1 perbedaan 4% dapat diterima untuk rata-rata 12%.
Maka morfologi spermatozoa normal dilaporkan 12%.6,

21
5. Aglutinasi
Aglutinasi dilihat dibawah mikroskop dan dicatat persentase rata-rata
spermatozoa yang berlengketan

Gambar 20. Tingkat aglutinasi pada sperma.6

22
6. Hitung Leukosit
Hitung leukosit dilakukan bersamaan dengan perhitungan jumlah sperma

Gambar 21. Leukosit (monosit dan PMN) pada sediaan sperma.6

Nilai Rujukan2,6
Konsentrasi spema : > 20 juta / ml
Jumlah sperma total : > 40 juta / ejakulat
Motilitas : PR + NP > 40 % , PR > 32% (rata-rata)
Morfologi normal : > 4 % normal
Aglutinasi :-
Lekosit : < 1 x 106/ml
Eritrosit :-

TES KHUSUS
1. Pengujian terhadap antibodi pelapis spermatozoa
Antibosi pelapis spermatozoa merupakan tanda khas dan patognomonik
untuk inferilitas yang disebabkan oleh faktor imunologi. Pengujian ini
dilakukan pada sediaan semen segar dan menggunakan cara reaksi
antiglobulin campuran yaitu uji MAR (Mixed antiglobulin reaction) atau
cara butir imun (immunobead)

23
a. Uji MAR (Mixed antiglobulin reaction)
Dilakukan dengan mencampur semen segar dengan butir
lateks atau sel eritrosit biri-biri yang dilapisi dengan IgG, kemudian
pada campuran ini dibubuhkan antiserum IgG manusia yang
monospesifik. Bila terbentuk gumpalan menunjukkan adanya
antibodi IgG pada spermatozoa. Infertilitas didiagnosis bila 40% atau
lebih spermatozoa motil mempunyai partikel yang melekat
b. Uji butir imun
Butir imun merupakan bola poliakrilamida dengan
imunoglobulin manusia yang terikat secara kovalen. Adanya IgG dan
IgA dapat diteliti sekaligus dengan uji ini. Spermatozoa dicuci
terlebih dahulu agar bebas dari cairan semen dengan cara
sentrifugasi dan kemudian diresuspensi dalam larutan dapar.
Proporsi spermatozoa dengan antibodi permukaan kemudian
ditentukan dan kelas antibodinya diidentifikasikan dengan 2 jenis
butir imun. Uji dianggap positif jika 10% atau lebih spermatozoa
motil dilekati butir
2. Biakan semen
Biakan semen dilakukan bila semen menunjukkan tanda infeksi
kelenjar asesori atau semen mengandung lekosit lebih dari 1 juta/ml
3. Analisis Biokimia
Petanda biokimia untuk fungsi kelenjar asesori yaitu asam sitrat,
gammaglutamil transpeptidase, untuk kelenjar prostat : asam fosfatase,
untuk epididimis : L-Karnitin bebas dan alfaglukosidasi, untuk vesika
seminalis : fruktosa. Kadar fruktosa yang rendah dapat terjadi pada
anomali kongenital atau obstruksi yang melibatkan vesika seminalis, vas
deferens atau duktus ejakulatorius.
4. Uji oosit bebas zona hamster
Dengan menggunakan medium BWW (Biggers, Whitten & Witingham),
spermatozoa dalam hitungan 100 ml yang sudah dieram dengan biakan
induk BWW, dibubuhi 30 oosit bebas zona hamster, kemudian diperiksa

24
dibawah mikroskop. Tes oosit kemudian dilakukan untuk menentukan
berapa persen mengandung spermatozoa dalam sitoplasma dan
perhitungan rata-rata jumlah spermatozoa dalam tiap oosit.
5. Uji migrasi spermatozoa
Pengumpulan spermatozoa motil dari semen
6. Sel kelamin belum matang
Adanya sel kelamin yang belum matang dalam semen biasanya
merupakan tanda adanya gangguan spermatogenesis. Pengenalan ini
dipermudah dengan penggunaan pulasan Bryan-Leishman.1,2,

C. PASCA ANALITIK
1. Motilitas sperma < 40% (PR+NP) berhubungan dengan peningkatan
resiko infertilitas
2. Oligospermia : Jumlah sperma < 20 juta berkaitan dengan peningkatan
resiko infertilitas akibat kelainan pada testis, obstruksi pada duktus
ejakulatorius, riwayat terapi radiasi pada testis, atau akibat pemakaian
obat-obatan (seperti Azathiopirin atau simetidin)
3. Azoosperma : bisa akibat adanya obstruksi (produksi sperma normal)
seperti pada infeksi berat, trauma iatrogenik atau pembedahan inguinal,
anomali kongenital vas deferens. Tanpa obstruksi (spermatogenesis tidak
terjadi atau menurun) akibat gangguan intrinsik pada testis atau
endokrinopati
4. Adanya aglutinasi menunjukkan adanya penyebab imunologik pada
infertilitas.
5. Morfologi spermatozoa dinyatakan sebagai morfologi normal, immatur,
atau abnormal. Apabila sperma normal < 4% atau immatur berkaitan
dengan adanya peningkatan resiko infertil
Kelainan morfologi yang sering adalah:
a. Kelainan kepala : ukuran besar atau kecil, lonjong, kepala tidak
berbentuk, bentuk kerucut, kepala ganda, bentuk vakuola
b. Kelainan leher / midpiece : bengkok atau tipis

25
c. Kelainan ekor : Ukuran pendek, ganda, bentuk gulungan, kusut atau
ekor panjang
6. Jumlah lekosit yang tinggi menunjukkan adanya infeksi.2
Jika sperma memperlihatkan adanya pola konsisten aglutinasi pada
pemeriksaan mikroskopik, hal ini dapat menandakan suatu penyebab
imunologik, seperti adanya antibodi antisperma.1

Hasil analisa semen dapat mengindikasikan adanya abnormalitas anatomi


saluran genital pria. Azoosperma atau oligosperma pada analisa semen dapat
menandakan adanya obstruksi pada vas deferens atau duktus ejakulatoris

26
Hasil tes tersebut dapat menjadi dasar untuk evaluasi urogenital yang lebih
komprehensif pada pasien. 1

Tabel 2. Istilah yang dipakai dalam pelaporan analisa semen. 2,6

Jumlah Motilitas Morfologi


Istilah spermatozoa (%) (%)
(juta/ml)
1. Normospermia 20 40 4
2. Oligospermia < 20 40 4
3. Ekstrim oligospermia <5 40 4
4. Stenospermia 20 < 40 4
5. Teratozoospermia 20 40 <4
6. Oligoastenospermia 20 < 40 4
7. Oligoastenoteratozoospermia < 20 < 40 <4
8. Oligoteratozoospermia < 20 40 <4
9. Astenoteratozoospermia > 20 < 40 <4
10. Polizoospermia 250 40 4
11. Azoospermia Bila spermatozoa tidak ada dalam semen
12. Nekrozoospermia Bila semua sperma tidak ada yang hidup
13. Aspermia Bila tidak ada cairan semen yang keluar
saat ejakulasi

27
ALGORITMA ANALISIS SEMEN 2,6

CAIRAN SEMEN

MAKROSKOPI MIKROSKOPI TES KHUSUS

28
Warna: Putih kelabu J 20
Normo TES FRUKTOSA
normal jernih sperma Mot 40
spermia
<< kecoklatan Morf 4
eritrosit +
J < 20 Kualitatif Kuantitatif
Liquefeksi: mencair dalam Oligo
20-60 menit Normal Mot 40
Morf 4 spermia
Merah Merah -
Viskositas : tetesan-tetesan
J<5 Ekstrim
kecil N membentuk
Mot 40 Oligo Fruktosa + Fruktosa -
benang >2cm abN
Morf 4 spermia

Vol : 2 4 N J 20 Sterno
< 2 ml : hipospermia Mot < 40 spermia
13 mol < 13 mol
>6 ml : hiperspermia Morf 4
tidak ada semen : aspermia
J 20 Terato
Mot 40 spermia Normal < dari Normal
Bau : Khas seperti bunga
Morf < 4
akasia N
Busuk infeksi Oligo
J < 20
sterno
Mot < 40
Morf 4 spermia
pH : 7,2 7,8 N
>7,8 infeksi Oligo
<7,2 disgenesis J < 20
Sterno
Mot < 40
Morf < 4 Terato
spermia
J < 20
Mot 40 Oligoterato
Morf < 4 spermia

J 120 Astenozoo
Mot < 40 spermia
Morf < 4

J 250 Polizoo
Mot 40 spermi
Morf 4

29
Pemeriksaan Sperma dalam Pemeriksaan Korban Kekerasan Seksual atau
Pemerkosaan

Sperma dapat ditemukan dalam liang vagina, masih dapat bergerak dalam waktu 4 5 jam post-
coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 24-36 jam post coital dan
bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari
Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan :
1. Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam labia minor
atau vagina yang diambil dari forniks posterior
2. Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul melalui penentuan
adanya cairan mani pada pakaian, seprai, kertas tissue, dsb.

Teknik Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan cairan mani dan
sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan mengambil lendir vagina menggunakan pipet pasteur
atau diambil dengan ose batang gelas, atau swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila
mungkin dengan spekulum. Pada anak-anak atau bila selaput darah masih utuh, pengambilan
bahan sebaiknya dibatasi dari vestibulum saja.
1. Pemeriksaan untuk menentukan adanya sperma
Metode: tanpa pewarnaan
Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna untuk
memperkirakan saat terjadinya persetubuhan

Cara pemeriksaan :
Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian ditutup. Periksa
dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Perhatikan pergerakkan spermatozoa

Hasil :
Umumnya disepakati dalam 2 3 jam setelah persetubuhan masih dapat
ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang waktu
ini sampai 3 4 jam. Berdasarkan beberapa penelitian, dapat disimpulkan bahwa
spermatozoa masih dapat ditemukan 3 hari, kadang kadang sampai 6 hari pasca
persetubuhan. Pada orang mati, spermatozoa masih dapat ditemukan hingga 2 minggu
pasca persetubuhan, bahkan mungkin lebih lama lagi.
Metode dengan pewarnaan
Cara pemeriksaan :
Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api.
Pulas dengan HE, biru metilen atau hijau malakit. Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk
kepentingan forensik adalah pulasan dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian berikut :
- Buat sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, keringkan diudara
- Fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api
- Warnai dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit
- Cuci dengan air, warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1 %dalam air, tunggu selama 1 menit
- Cuci lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah mikroskop.
Hasil :
Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak terdiferensiasi, sel epitel
berwarna merah muda merata dan leukosit tidak terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah
dan lehernya merah muda, ekornya berwarna hijau.

Bila tidak ditemukan sperma, belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat karena kemungkinan
azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal ini terjadi, maka perlu dilakukan penentuan cairan
mani dalam cairan vagina.
Bahan pemeriksaan
Pakaian yang mengandung bercak diambil sedikit pada bagian tengahnya. Kemudian diwarnai
dengan pewarnaan BAEECHI selama 2 menit. Kemudian cuci dengan HCL 1% dehidrasi dengan
alkohol 70%, 85% dan alkohol absolut lalu bersihkan dengan xylol dan keringkan dengan kertas
saring.
Dengan jarum, pakaian yang mengandung bercak diambil benangnya 1-2 helai, kemudian diurai
menjadi serabut-serabut pada gelas objek, serabut tersebut ditetesi canada, ditutupi dengan gelas
penutup dan dilihat di bawah mikroskop pembesaran 500 kali.
Hasil positif bila kepala sperma berwarna merah, bagian ekor biru muda, kepala sperma tampak
menempel pada serabut-serabut benang.

Pemeriksaan untuk menentukan adanya asam fosfatase


Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah bercak tersebut adalah
bercak mani atau bukan, sehingga harus selalu dilakukan pada setiap sampel yang diduga cairan
mani sebelum dilakukan pemeriksaan lain. Reaksi fosfatase asam dilakukan bila pada
pemeriksaan tidak ditemukan sel spermatozoa. Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu dapat
terjadi pada feses, air teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-tumbuhan.
Dasar reaksi (prinsip) :
Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar prostat. Enzim
fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa naftil fosfat. Alfa naftol yang telah dibebaskan akan
bereaksi dengan brentamin menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan
pemeriksaan yang digunakan adalah cairan vaginal.
Reagen :
Larutan A
(1) Brentamin Fast Blue B 1 g
(2) Natrium asetat trihidrat 20 g
(3) Asam asetat glasial 10 ml
(4) Askuades 100 ml
Reagen (2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga dengan
pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.

Larutan B
Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.

Sebanyak 89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam


botol yang berwarna gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat bertahan
berminggu-minggu dan adanya endapan tidak akan mengganggu reaksi.
Cara pemeriksaan :
Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih dahulu dibasahi
dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan disemprotkan /
diteteskan dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul warna
ungu, karena intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur.

Hasil :
Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna serentak dengan
intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim tersebut memberikan intensitas warna
secara berangsur-angsur. Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani. Bila
30 65 detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu reaksi > 65 detik,
belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan mani karena pernah ditemukan waktu
reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif. Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina
memberikan waktu reaksi rata-rata 90 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan jamur,
dapat mempercepat waktu reaksi.
Pemeriksaan untuk menentukan adanya kristal kholin
Bahan pemeriksaan : cairan vaginal
Metode :
Florence
Cairan vaginal ditetesi larutan yodium
Kristal yang berbentuk terlihat di bawah mikroskop
Bila pada cairan vagina terdapat kristal-kristal kholin yang periodida tampak berbentuk
jarum-jarum yang berwarna coklat.
Berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan spermatozoa.
Dasar reaksi : Menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagen :
Larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) :
Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca objek,
biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet
dibawah kaca penutup.
Hasil :
Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan berbentuk jarum dengan ujung
tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal. Kristal mungkin pula
berbentuk ovoid.

Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian


a. Secara visual
Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya. Bercak yang sudah
agak tua berwarna kekuningan. Pada bahan sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu
lebih gelap daripada sekitarnya. Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan
permukaan mengkilat dan translusen kemudian mengering. Dalam waktu kira-kira 1 bulan akan
berwarna kuning sampai coklat. Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna atau
bertepi kelabu yang berangsur-angsurmenguning sampai coklat dalam waktu 1 bulan.
Dibawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan flouresensi putih. Bercak pada sutera
buatan atau nilon mungkin tidak berflouresensi. Flouresensi terlihat jelas pada bercak mani pada
bahan yang terbuat dari serabut katun. Bahan makanan, urin, sekret vagina, dan serbuk deterjen
yang tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.
b. Secara taktil (perabaan)
Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap, bila tidak teraba kaku,
masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang teraba kasar.
c. Skrining awal (dengan Reagen fosfatase asam)
Cara pemeriksaan :
Sehelai kertas saring yang telah dibasahi akuades ditempelkan pada bercak yang dicurigai selama
5 10 menit. Keringkan lalu semprotkan / teteskan dengan reagen. Bila terlihat bercak ungu,
kertas saring diletakkan kembali pada pakaian sesuai dengan letaknya semula untuk mengetahui
letak bercak pada kain.9
BAB III
KESIMPULAN

Pemeriksaan Analisa sperma merupakan salah satu cara termudah untuk mengetahui
tingkat kesuburan/fertilitas dan infertilitas seseorang pria. Tingkat kesuburan ini memberi
kesan akan kemampuan seorang pria untuk memperoleh keturunan.Seorang pria dengan
tingkat kesuburan yang rendah atau steril sulit baginya untuk memperoleh keturunan.Oleh
karena hal tersebut di atas,maka seyogyanyalah seorang pria memeriksakan dirinya untuk
mengetahui tingkat kesuburannya.Seseorang yang akan memeriksakan sspermanya,
sebaiknya terlebih dahulu melakukan pantangan (abstisensi) untuk tidak mengeluarkan
sperma sedikit dikitnya selama 3 hari (3 x 24 jam) dengan alasan menurut
penyelidikan,jangka waktu sebesar itu sudah cukup untuk suatu spermiogenesis dan untuk
sampel yang baik.Segera setelaah diterima petugas laboratorium,hendak nya sperma
secepat nya diperiksa.Sperma harus diletakkan di dalam suhu kamar.Sampel sperma tidak
boleh didinginkan di bawah suhu 20 atau di panaaskan di atas 40,oleh karena kedua
hal tersebut dapat mempengaruhi motilitas dan viabilitas spermatozoa.Pada pemeriksaan
Analisa sperma terdapat tiga hal yang dinilai yakni secara makroskopiss dan mikroskopis
serta beberapa pemeriksaan khusus.Secara makroskopis yang dinilai yakni warna, volume,
bau,PH, viskositas,serta likuifikasi. Sedangkan secara mikrokopis yang dinilai meliputi
motilitas, hitung jumlah sperma, jumlah sperma total, morfologi, aglutinasi, hitung
leukosit.Sedangkan untuk pemeriksaan khusus disesuaikan dengan keinginan dari
pemeriksa dan kasus yang di hadapi semisal untuk kasus imunologi dapat diperiksa
antibody pelapis spermatozoa berupa uji MAR (Mixed Antiglobulin Reaction) dan uji
butir imun sedang untuk kasus infeksi dapat dilakukan pemeriksaan biakan semen Analisa
biokimia sperma.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Kiely, Terrence F, Forensic Evidence Science and the Criminal Law, Science, Forensic
Science and Evidence, 2002

2. Eckert, William G. Introduction to Forensic. 2nd edition.New York : Elseviere :


America. 2002.3
3. Abraham, Rahman AS, Bambang, Salim HB, et al. Ilmu Kedokteran Forensik,
Pemeriksaan Laboratorium Sederhana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Semarang, Cetakan II:2012
4. Budiyanto A, Widiatmo W, Sudiono S, Winardi T, Munim A Sidhi, Hertian S, et al.
Ilmu Kedokteran Forensik. 1st ed. Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 1997. p. 47: 68-69: 92-100: 105-06: 111: 113: 125-
26: 136-37: 144-46: 16796
5. Sheperd R. Simpsons Forensic Medicine. 12th ed. New York: Oxford University
Press, Inc.; 2003. p. 58
6. Spalding, Robert P. Identification and Characterization Blood and Bloodstain. In:
James SH, Nordby JJ, Editors. Forensic Science An Introduction to Scientific and
Investigative Techniques. Boca Raton: CRC Press LLC; 2000. p. 181-98
7. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak Hukum.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro; 2008. p. 172-76
8. Bowers, Michael C, Recovery and Analysis of Bite bite mark evidence. An
investigators Handbook, First Edition, San Diego, USA. Recognition. 2006.
9. Ilmu kedokteran forensik. Bagian kedokteran forensik fakultas kedokteran Universitas
Indonesia. 1997.

36

Anda mungkin juga menyukai