Laporan Kemajuan Belajar Mandiri Tahap II

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN KEMAJUAN BELAJAR MANDIRI TAHAP II

PLPG TAHUN 2017

Oleh:
Nama peserta : SULIKAH
NUPTK : 7335744646300053
Nomor Peserta : 17051302120001
Bidang Studi Sertifikasi : Guru Kelas RA
Asal Sekolah : RA AL-HIDAYAH
Kabupaten/Kota/Provinsi : KAB. KEDIRI/JAWA TIMUR

SERTIFIKASI Guru Kelas RA


UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
2017
LAPORAN KEMAJUAN BELAJAR MANDIRI TAHAP II

A. Ringkasan Materi
1. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini
a. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Kajian tentang pendidikan anak usia dini (PAUD) sebenarnya bukanlah hal
baru. Namun demikian, dinamika pemikiran tentang PAUD dengan berbagai
dimensi dan implikasinya dalam dunia pendidikan cukup menarik dan mengalami
perkembangan dan kemajuan yang sangat pesat. Perkembangan pemikiran tersebut
tidak terlepas dari perkembangan pemikiran tentang hakekat anak sebagai bagian
dari unsur pendidikan yang sangat penting. Pemahaman tentang konsep anak ini
sangat mempengaruhi kebijakan, perlakuan, pengembangan potensinya, dan
sebagainya.
Berbicara hakekat anak sama halnya dengan berbicara tentang hakekat manusia.
Manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling tinggi derajatnya, paling unik,
penuh dinamika dalam perkembangannnya dan memiliki kemampuan untuk
mengembangkan dirinya secara maksimal apabila mendapatkan layanan yang
sesuai. Manusia, semenjak berusia dini, telah dibekali dengan berbagai potensi
yang perlu dikembangkan agar kelak dapat menjalankan fungsi dan perannya
sebagai manusia secara efektif dan produktif dalam menjalani kehidupan seharihari. Eksistensi anak
memiliki peranan penting dalam merancang masa depan suatu
bangsa. Para ahli pendidikan telah berusaha mencari jawaban yang akurat tentang
anak. Pertanyaan-pertanyaan yang sering diajukan tentang anak di antaranya
adalah; Siapakah anak itu ? Apakah mereka dibekali dengan kemampuan ketika
dilahirkan atau tidak ? Apakah mereka dapat belajar sendiri ataukah perlu
dibelajarkan ? Apa saja dimensi perkembangan yang mereka miliki ? Apakah
mereka memiliki karakteristik dan kebutuhan khusus ? Apakah lingkungan
memberikan pengaruh yang besar kepada perkembangan mereka atau tidak ?
Apakah mereka dibekali dengan potensi kecerdasan tunggal ataukah kecerdasan
yang majemuk ? Apakah mereka dibekali dengan potensi baik atau membawa
potensi yang kurang baik ?
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada hakekatnya adalah pendidikan yang
diselenggarakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan anak secara menyeluruh atau menekankan pada pengembangan
seluruh aspek kepribadian anak. Pendidikan Anak Usia Dini memberi kesempatan
untuk mengembangkan kepribadian anak. Oleh karena itu, lembaga pendidikan
anak usia dini perlu menyediakan berbagai kegiatan yang dapat mengembangkan
berbagai aspek perkembangan yang meliputi kognitif, bahasa, sosial, emosi, fisik
dan motorik. Dengan kegiatan yang bervariatif dan sesuai dengan prinsi-prinsip
perkembangan, maka semua potensi anak akan berkembang dengan baik dan
seimbang.
Pendidikan anak usia dini memiliki peranan sangat penting untuk
mengembangkan kepribadian anak dan mempersiapkan mereka memasuki jenjang
pendidikan selanjutnya. Meskipun demikian, PAUD sebenarnya lebih berorientasi
pada optimalisasi fungsi perkembangan anak melalui kegiatan permainan. Bihler
dan Snowman dalam Diah Harianti (1996) mengorientasikan anak usia dini pada
anak usia 2,5 tahun sampai dengan usia 6 tahun. Sementara di Indonesia, anak usia
dini ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun. Lebih lanjut
pasal 1 ayat 14 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan: Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut".
Sedangkan pada pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia Dini dinyatakan bahwa
(1) Pendidikan Anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar,
(2) Pendidkan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidkan formal,
non formal, dan/atau informal, (3) Pendidikan anak usia dini jalur pendidikan
formal berbentuk TK, RA, atau bentuk lain yang sederajat, (4) Pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan non formal: KB, TPA, atau bentuk lain yang sederajat,
(5) Pendidikan usia dini jalur pendidikan informal berupa pendidikan keluarga atau
pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan, dan (6) Ketentuan mengenai
pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3),
dan ayat (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Berbeda dengan pernyataan di atas, Bredekamp dan Copple (1997)
mengemukakan bahwa pendidikan anak usia dini mencakup berbagai program
yang melayani anak dari lahir sampai dengan usia delapan tahun yang dirancang
untuk meningkatkan perkembangan intelektual, sosial, emosi, bahasa, dan fisik
anak. Dalam konteks saat ini, berbagai program dibuat untuk pendidikan anak usia
dini dengan berbagai bentuk kelembagaannya. Dalam kaitannya dengan anak usia
dini, banyak pemikiran para pakar yang dapat dijadikan kajian.
Johann Heinrich Pestalozzi (1746-1827), seorang ahli pendidikan Swiss,
berpendapat bahwa anak pada dasarnya memiliki pembawaan yang baik.
Pertumbuhan dan perkembangan yang terjadi pada anak berlangsung secara
bertahap dan berkesinambungan. Masing-masing tahap pertumbuhan dan
perkembangan seorang individu haruslah tercapai dengan sukses sebelum berlanjut
pada tahap berikutnya. Masing-masing tahap perkembangan perlu dikembangkan
secara baik, optimal, dan sistematis. Permasalahan yang muncul dalam suatu tahap
perkembangan akan menjadi hambatan bagi individu tersebut dalam
menyelesaikan tugas perkembangannya. Hal ini akan memberikan pengaruh yang
cukup besar pada tahap berikutnya. Pandangan Pestalozzi tentang anak dapat
disimpulkan bahwa anak harus aktif dalam menolong atau mendidik dirinya
sendiri. Selain itu perkembangan anak berlangsung secara teratur, maju setahap
demi setahap, implikasi atau pengaruhnya adalah bahwa pembelajaranpun harus
maju teratur selangkah demi selangkah.
Maria Montessori (1870-1952), seorang dokter dari Italia, juga menekankan
pada pentingnya kondisi lingkungan yang bebas dan penuh kasih agar potensi yang
dimiliki anak dapat berkembang secara optimal. Montessori memandang
perkembangan anak usia prasekolah/ TK sebagai suatu proses yang
berkesinambungan. Ia memahami bahwa pendidikan merupakan aktivitas diri yang
mengarah pada pembentukan disiplin pribadi, kemandirian dan pengarahan diri.
Menurut Montessori, persepsi anak tentang dunia merupakan dasar dari ilmu
pengetahuan. Untuk itu, ia merancang sejumlah materi yang memungkinkan indera
seorang anak dikembangkan. Dengan menggunakan materi untuk mengoreksi diri,
anak menjadi sadar terhadap berbagai macam rangsangan yang kemudian disusun
dalam pikirannya. Montessori mengembangkan alat-alat belajar yang
memungkinkan anak untuk mengeksplorasi lingkungan. Pendidikan Montessori
juga mencakup pendidikan jasmani, berkebun danbelajar tentang alam.
Froebel yang bernama lengkap Friendrich Wilheim August Froebel, lahir di
Jerman padatahun 1782 dan wafat pada tahun 1852. Pandangannya tentang anak
banyak dipengaruhi oleh Pestalozzi serta para filsuf Yunani. Froebel memandang
anak sebagai individu yang pada kodratnya bersifat baik. Sifat yang buruk timbul
karena kurangnya pendidikan atau pengertian yang dimiliki oleh anak tersebut.
Setiap tahap perkembangan yang dialami oleh anakharus dipandang sebagai suatu
kesatuan yang utuh. Anak memiliki potensi, dan potensi itu akan hilang jika tidak
dibina dan dikembangkan. Tahun-tahun pertama dalam kehidupan seorang anak
amatlah berharga serta akan menentukan kehidupannya di masa yang akan datang.
Oleh karena itu, masa anak merupakan masa emas (The Golden Age) bagi
penyelenggaraan pendidikan. Masa anak merupakan fase/tahap yang sangat
fundamental bagi perkembangan individu, karena pada fase inilah terjadinya
peluang yang cukup besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi
seseorang. Froebel memiliki keyakinan tentang pentingnya belajar melalui
bermain.
Jean Jacques Rousseau yang hidup antara tahun 1712 sampai dengan tahun
1778, dilahirkan di Geneva, Swiss, tetapi sebagian besar waktunya dihabiskan di
Perancis. Rousseau menyarankan konsep kembali ke alamdan pendekatan yang
bersifat alamiah dalam pendidikan anak. Bagi Rousseau, pendekatan alamiah
berarti anak akan berkembang secara optimal, tanpa hambatan. Menurutnya pula
bahwa pendidikan yang bersifat alamiah menghasilkan dan memacu
berkembangnyakualitas semacam kebahagiaan, spontanitas dan rasaingin
tahu.Rousseau memiliki keyakinan bahwa seorang ibu dapat menjamin pendidikan
anaknyasecara alamiah.Ia berprinsip bahwa dalam mendidik anak, orang tua perlu
member kebebasan pada anak agar mereka dapat berkembang secara alamiah.
Pandangan konstruktivis dimotori oleh dua orang ahli psikilogi yaitu Jean Piaget
danLev Vigotsky. Pada dasarnya paham konstruktivis ini mempunyai asumsi
bahwa anak adalah pembangun pengetahuan yang aktif. Anak
mengkonstruksi/membangun pengetahuannya berdasarkan pengalamannya.
Pengetahuan tersebut diperoleh anak dengan cara membangunnya sendiri secara
aktif melalui interaksi yang dilakukannya dengan lingkungan. Menurut paham ini
anak bukanlah individu yang bersifat pasif, yang hanya menerima pengetahuannya
dari orang lain. Anak adalah makhluk belajar yang aktif yang
dapatmengkreasi/mencipta dan membangun pengetahuannya sendiri.
Para ahli konstruktif meyakini bahwa pembelajaran terjadi saat anak memahami
dunia disekeliling kita mereka. Pembelajaran menjadi proses interaktif yang
melibatkan teman sebayaanak, orang dewasa dan lingkungan. Anak membangun
pemahaman mereka sendiri terhadap dunia. Mereka memahami apa yang terjadi di
sekeliling mereka dengan mensintesa pengalaman-pengalaman baru dengan apa
yang telah mereka pahami sebelumnya. Piaget dan Vigotsky sama-sama
menekankan pada pentingnya aktivitas bermain sebagai sarana untuk pendidikan
anak, terutama yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas berpikir. Lebih
jauh mereka berpendapat bahwa aktivitas bermain juga dapat menjadi akar bagi
perkembangan perilaku moral.
Senada dengan pendapat di atas, Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014
Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, pasal 1 ayat 13, menyatakan
bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antar anak didik, antara anak didik
dan pendidik dengan melibatkan orangtua serta sumber belajar pada suasana
belajar dan bermain di satuan atau program PAUD. Kemudian secara operasional,
disebutkan dalam pasal 13, ayat 1 bahwa pelaksanaan pembelajaran dilakukan
melalui bermain secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, kontekstual dan
berpusat pada anak untuk berpartisipasi aktif serta memberikan keleluasaan bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis anak.
Pandangann lain menurut Ki Hajar Dewantara. Nama aslinya adalah Suwardi
Suryaningrat lahir pada tanggal 2 Mei 1899. Dia memandang anak sebagai kodrat
alam yang memiliki pembawaan masing-masing serta kemerdekaan untuk berbuat
serta mengatur dirinya sendiri. Meskipun demikian, kemerdekaan itu juga sangat
relatif karena dibatasi oleh hak-hak yang patut dimiliki oleh orang lain. Anak
memiliki hak untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya, sehingga anak patut
diberi kesempatan untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri atau
dipaksa. Pamong hanya boleh memberikan bantuan apabila anak menghadapi
hambatan yang cukup berat dan tidak dapat diselesaikan. Hal tersebut merupakan
cerminan dari semboyan tut wuri handayani. Ki Hadjar juga berpandangan
bahwa pengajaran harus memberi pengetahuan yang berfaedah lahir dan batin,
serta dapat memerdekakan diri. Kemerdekaan itu hendaknya diterapkan pada cara
berpikir anak yaitu agar anak tidak selalu diperintahkan atau dicekoki dengan buah
pikiran orang lain, tetapi mereka harus dibiasakan untuk mencari dan menemukan
sendiri berbagai nilai pengetahuan dan keterampilan dengan menggunakan pikiran
dan kemampuannya sendiri. Dengan pemahaman seperti di atas, Dewantara
memandang bahwa sifat pendidikan hanya menuntun tumbuh-kembangnya
kekuatan-kekuatan kodrati yang dimiliki anak. Pendidikan sama sekali tidak
mengubah dasar pembawaan anak, kecuali memberikan tuntunan agar kodrat bawaan anak itu
bertumbuhkembang ke arah yang lebih baik.
Ada berbagai kajian tentang hakikat anak usia dini, khususnya anak TK di
antaranya dikemukakan oleh Bredecam dan Copple, Brener, serta Kellough (dalam
Masitoh dkk., 2005: 1.12 1.13) sebagai berikut.
1) Anak bersifat unik.
2) Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan.
3) Anak bersifat aktif dan enerjik.
4) Anak itu egosentris.
5) Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
6) Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang.
7) Anak umumnya kaya dengan fantasi.
8) Anak masih mudah frustrasi.
9) Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak.
10) Anak memiliki daya perhatian yang pendek.
11) Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial.
12) Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.
b. Urgensi Pendidikan Anak Usia Dini
Secara umum kepedulian para ahli dan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pendidikan anak usia dini didasarkan pada tiga alasan utama. Ketiga alasan tersebut
menurut Solehuddin (1997) adalah:
1) Dilihat dari kedudukan usia dini bagi perkembangan anak selanjutnya, banyak
ahli yang mengatakan bahwa usia dini atau usia balita merupakan tahap yang
sangat dasar/fundamental bagi perkembangan individu anak. Santrock dan
Yussen (1992) menganggap usia dini merupakan masa yang penuh dengan
kejadian-kejadian penting dan unik yang meletakkan dasar bagi seseorang di
masa dewasa. Sementara itu, Fernie (1988) meyakini bahwa pengalaman belajar awal tidak
akan pernahbisa diganti oleh pengalaman belajar awal tidak akan pernah bisa diganti oleh
pengalamanpengalaman berikutnya, kecuali dimodifikasi.
2) Dipandang dari hakikat belajar dan perkembangan, belajar dan perkembangan
merupakan suatu proses yang berkesinambungan. Pengalaman belajar dan
perkembangan awal merupakan dasar bagi proses belajar dan perkembangan
selanjutnya. Temuan Ornstein (Bateman, 1990) tentang fungsi belahan otak
menunjukkan bahwa anak yang pada masa usia dininya mendapat rangsangan
yang cukup dalam mengembangkan kedua belah otaknya akan memperoleh
kesiapan yang menyeluruh untuk belajar dengan sukses/berhasil pada saat
memasuki SD.
3) Selain itu, Marcon (1993) menjelaskan bahwa kegagalan anak dalam belajar
pada awalakan menjadi tanda (prediktor) penting bagi kegagalan belajar pada
kelas-kelasberikutnya. Begitu pula, kekeliruan belajar awal bisa menjadi
pengahambat bagi prosesbelajar selanjutnya.
4) Alasan yang ketiga ini terkait dengan tuntutan-tuntutan yang sifatnya non
edukatif yaitu tuntutan yang tidak terkait dengan hakekat penyelenggaraan
pendidikan anak usia dinisebagaimana mestinya. Misalnya orangtua
memasukkan anak-anak mereka ke lembaga pendidikan anak usia dini karena
orang tua sibuk daripada anak-anak di rumah ditinggalkan tanpa kegiatan lebih
baik dititipkan di lembaga pendidikan anak usia dini,dan lain-lain.
c. Prinsip-Prinsip Perkembangan AUD
Prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini berbeda dengan prinsip-prinsip
perkembangan fase kanak-kanak akhir dan seterusnya. Adapun prinsip-prinsip
perkembangan anak usia dini menurut Bredekamp dan Coople (Siti Aisyah dkk.,
2007 : 1.17 1.23) adalah sebagai berikut.
1) Perkembangan aspek fisik, sosial, emosional, dan kgnitif anak saling berkaitan
dan saling mempengaruhi satu sama lain.
2) Perkembangan fisik/motorik, emosi, sosial, bahasa, dan kognitif anak terjadi
dalam suatu urutan tertentu yang relatif dapat diramalkan.
3) Perkembangan berlangsung dalam rentang yang bervariasi antar anak dan
antar bidang pengembangan dari masing-masing fungsi.
4) Pengalaman awal anak memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap
perkembangan anak.
5) Perkembangan anak berlangsung ke arah yang makin kompleks, khusus,
terorganisasi dan terinternalisasi.
6) Perkembangan dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi oleh konteks
social budaya yang majemuk.
7) Anak adalah pembelajar aktif, yang berusaha membangun pemahamannya
tentang tentang lingkungan sekitar dari pengalaman fisik, sosial, dan
pengetahuan yang diperolehnya.
8) Perkembangan dan belajar merupakan interaksi kematangan biologis dan
lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
9) Bermain merupakan sarana penting bagi perkembangan social, emosional, dan
kognitif anak serta menggambarkan perkembangan anak.
10) Perkembangan akan mengalami percepatan bila anak berkesempatan untuk
mempraktikkan berbagai keterampilan yang diperoleh dan mengalami
tantangan setingkat lebih tinggi dari hal-hal yang telah dikuasainya.
11) Anak memiliki modalitas beragam (ada tipe visual, auditif, kinestetik, atau
gabungan dari tipe-tipe itu) untuk mengetahui sesuatu sehingga dapat belajar
hal yang berbeda pula dalam memperlihatkan hal-hal yang diketahuinya.
12) Kondisi terbaik anak untuk berkembang dan belajar adalam dalam komunitas
yang menghargainya, memenuhi kebutuhan fisiknya, dan aman secara fisik
dan fisiologis.
2. Konsep Dasar Perkembangan Anak Usia Dini
Anak merupakan makhluk individu yang sejak lahir telah membawa berbagai potensi
(fisik, Psikososial, bahasa, inteligensi). Seluruh potensi yang dimiliki anak tersebut yang baru
akan berkembang apabila mendapat pengaruh dari lingkungan di mana anak tersebut berada.
Ditinjau dari sudut religi anak merupakan mahluk Allah yang perlu ditumbuh kembangkan atau
dididik (QS an-Nur: 59, QS al_Hajj : 5, QS Luqman : 13-19, dll) sehingga mampu menjalankan
fungsinya sebagai makhluk allh yang memiliki keimanan, ketaqwaan pada-Nya dalam
melakukan berbagai kegiatan sebagai Khalifah di muka bumi..
Banyak pendidik anak usia dini bertanya mengapa mereka perlu belajar tentang
pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini sejak dari bayi sampai usia delapan tahun.
Tahap-tahap perkembangan ini sangat penting untuk diketahui supaya dapat memenuhi
kebutuhan setiap anak. Tidak semua anak berkelakuan atau berkembang sesuai dengan usia
kronologis mereka. Sesungguhnya banyak anak yang masuk program anak usia dini pada usia
tiga atau empat tahun menunjukkan perilaku yang biasa terlihat pada anak yang lebih muda.
Anak- anak kita merupakan sumber aset bangsa, di tangan mereka kelak
roda negara kita dijalankan. Oleh karena itu sebagai generasi penerus bangsa,
mereka memerlukan pembinaan dan pengembangan yang optimal yang harus
dilakukan sejak usia dini. Sumber daya ma nusia yang berkualitas tidaklah
datang begitu saja, semua membutuhkan persiapan yang matang. Sehingga tidak
salah ungkapan bahwa sumber daya manusia yang berkualitas harus
dipersiapkan sejak usia dini. Adanya sumber daya manusia yang berkualitas
dapat menj adi aset bangsa yang menguntungkan.
Persiapan yang harus dilakukan dalam rangka mengembangkan sumber daya
manusia ini di awali dengan pemahaman tentang proses tumbuh dan berkembangnya
seorang manusia, mengetahui faktor - faktor yang mempengaruhi proses tumb uh
kembang tadi, dan bagaimana cara mengembangkan aspek - aspek itu agar seluruh
potensinya dapat berkembang secara optimal.
Seperti telah diketahui masa tumbuh kembang anak pada usia 0 5 tahun
merupakan Masa Keemasan (Golden Age), masa dimana pertumbuhan dan
perkembangan yang terjadi pada rentang usia tersebut akan menjadi fondasi bagi
anak akan menentukan akan menjadi apa kelak di kemudian hari.
Namun perlu diingat bahwa setiap anak itu adalah unik. Anak akan tumbuh,
berkembang mengikuti pola yang sudah dapat diperkirakan namun dengan cara
belajar dan kecepatan yang berbeda bila dibandingkan dengan anak yang seusianya.
Oleh karena itu orangtua atau guru harus dapat dengan jeli melihat kesiapan anak
untuk distimulasi agar memperoleh keterampilan baru dan dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal.
a. Pengertian Pertumbuhan Perkembang anak usia dini
Pada dasarnya ada dua proses perkembangan yang saling bertentangan yang
terjadi secara serempak selama kehidupan, yaitu pertumbuhan atau evolusi dan
kemunduran atau involusi. Dalam tahun-tahun pertama pertumbuhan berperan,
sekalipun perubahan-perubahan yang bersifat kemunduran terjadi semenjak
kehidupan janin. Pada bagian kehidupan selanjutnya, kemunduran yang berperan
sekalipun pertumbuhan tidak berhenti rambut tumbuh terus dan sel-sel terus menerus
berganti.
1) Definisi Pertumbuhan,
Pertumbuhan (growth) sering dicampur baurkan dengan perkembangan
(development). Walaupun kedua istilah tersebut nampaknya mempunyai gejala yang
sama yaitu perubahan tetapi pada kenyataannya berbeda. Pertumbuhan (growth)
digambarkan sebagai perubahan yang menyangkut segi kuantitatif, perubahan besar,
jumlah, ukuran organ, sebagai contoh adalah peningkatan dalam ukuran struktur fisik,
disini terjadi perubahan menjadi besar, sehingga ukuran berubah; tidak hanya
menyangkut segi fisik yang nampak saja tetapi juga jorgan-jorgan didalam dirinya.
Keadaan perubahan ini biasanya dapat diamati melalui penimbangan, pengukuran
berat badan, lingkaran kepala anak.
Pertumbuhan berkaitan de ngan masalah perubahan dalam besar, jumlah,
ukuran organ atau individu dan hal ini dapat diukur melalui ukuran berat,
ukuran panjang, besar lingkaran kepala. Semua hal ini memerlukan proses
pemantauan yang tepat.
Adapun cirri-ciri pertumbuhan adalah sebagai berikut :
a). Merupakan perubahan yang dapat diukur secara kuantitatif
b). Mengikuti perjalanan waktu
c). Dalam keadaan normal, setiap anak memiliki pertumbuhan tertentu.
Manusia tidak pernah statis, semenjak pembuahan hingga ajal selalu terjadi
perubahan, baik dalam kemampuan fisik maupun kemampuan psikologis. Piaget
menjelaskan bahwa struktur itu "tidak pernah statis dan sudah ada semenjak
awal." Dengan perkataan lain, organisme yang matang selalu mengalami
pembuahan yang progresif sebagai tanggapan terhadap kondisi yang bersifat
peng-alaman dan perubahan-perubahan itu mengakibatkan jaringan interaksi
yang majemuk.
Berbagai perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang
menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana ia hidup. Untuk mencapai tujuan ini, maka
realisasi diri atau yang biasanya disebut "aktualisasi diri" sangat penting. Namun tujuan
perkembangan tidak.pernah statis. Tujuan dapat dianggap sebagai suatu dorongan untuk
melakukan sesuatu yang tepat untuk dilakukan, untuk menjadi manusia seperti yang
diinginkan baik secara fisik maupun psikologis.
Bagaimana manusia mengungkapkan dorongan ini bergantung pada kemampuanbawaan dan
latihan yang diperoleh tidak hanya selama masa anak-anak
tetapi juga saat usianya meningkat dan sampai pada saat ia menjumpai tekanan-tekanan
yang lebih besar untuk menyesuaikan diri dengan harapan-harapan masyarakat. Realisasi
diri memainkan peranan penting dalam kesehatan jiwa. Oleh karena itu, orang yang
berhasil menyesuaikan diri dengan baik secara pribadi dan sosial harus mempunyai
kesempatan untuk mengungkapkan minat dan, pada saat yang sama, harus
menyesuaikan dengan standar-standar yang diterima. Kurangnya kesempatan ini akan
menimbulkan kekecewaan dan sikap-sikap negatif terhadap orang
lain, dan terhadap kehidupan pada umumnya.
Penelitian tentang perubahan dalam perkembangan selama masa anak-anak telah
dilakukan secara luas dan mendalam. Satu rangsangan yang penting terhadap
perubahan-perubahan perkembangan telah menjadi bahan perdebatan antara pengaruh
bawaan dan lingkungan yang telah berlangsung puluhan tahun. Seberapa penting proses
kematangan yang berdasarkan pada faktor-faktor genetik memainkan peranan dalam
menghasilkan perubahan-perubahan perkembangan bila dibandingkan dengan tekanantekanan dan
pengalaman-pengalaman lingkungan yang telah menjadi pusat perhatian,
dan banyak riset sudah dilakukan untuk mencoba mencari penyelesaian yang
memuaskan terhadap perdebatan ini.
Walaupun selalu terjadi perubahan-perubahan yang sifatnya fisik atau psikologis,
banyak orang tidak sepenuhnya menyadarinya kecuali apabila perubahan-perubahan itu
terjadi secara mendadak atau jelas mempengaruhi pola kehidupan mereka. Perubahan-perubahan
pada usia lanjut misalnya, biasanya terjadi jauh lebih lambat dari pada perubahan-perubahan pada
anak-anak atau remaja. Meskipun demikian, perubahan-perubahan itu tetap memerlukan
penyesuaian-penyesuaian kembali dari pihak individu.
Akan tetapi, bila individu-individu itu secara relatif dapat memperlambat penyesuaian-penyesuaian
tersebut, mereka sendiri atau orang lain mungkin tidak menyadari perubahan-perubahan itu.
Pada sisi lain, jika perubahan-perubahan itu cepat, maka individu maupun orangorang lain
akan menyadari sepenuhnya. Kebanyakan orang cenderung beranggapan
bahwa masa lalu adalah lebih baik ketimbang masa kini. Sekalipun kebanyakan anak-anak
mengejar saat mereka menjadi "remaja belasan tahun" namun setelah tiba saatnya
seringkali mereka rnerindukan kembali masa anak-anak yang penuh dengan keriangan.
Sama halnya dengan orang yang mendambakan pensiun, apabila saat hak pensiun tiba
maka mereka berharap untuk kembali ke tahun-tahun sebelumnya dimana kebiasan dan
wibawa mereka di akui oleh kelompok sosial.
2) Definisi Perkembangan
Perkembangan (development ) adalah bertambahnya kemampuan (skill)
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur
dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Peristiwa
perkembangan ini biasanya berkaitan dengan masalah psikologis seperti
kemampuan gerak kasar dan halus, intele ktual, sosial dan emosional.
Gambar di atas merupakan ilustrasi bagaimana proses berkembang itu
terjadi, diawali dari bayi baru lahir dengan kondisi kemampuan untuk telentang
saja dengan bertambahnya usia serta matangnya otot -otot tubuhnya ia mulai
dapat tengkurap sendiri kemudian ia akan dapat duduk sendiri dan mulai berdiri
setelah cukup kuat ia akan mulai berjalan dan akhirnya berlari. Untuk
memudahkan orangtua atau guru memantau perkembangan seorang anak maka
dapat dilihat melalui grafik gambar perk embangan anak seperti di bawah ini.
Fakta-fakta yang penting tentang perkembangan
a). Dasar permulaan adalah kritis
b). Peran kemantangan dan belajar sangat penting
c). Perkembangan mengikuti pola yang tertentu dan dapat diramalkan
d). Semua individu berbeda
e). Perkembangan dibantu rangsangan
Perkembangan merupakan serangkaian perubahan progresif yang terjadi
sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman. Seperti yang dikatakan
oleh Van den Daele "perkembangan adalah perubahan secara kualitatif
Perkembangan bukan sekedar penambahan berat badan dan tinggi badan seseorang
atau peningkatan kemampuan seseorang, melainkan suatu proses.
Perkembangan (development), merupakan bertambahnya kemampuan (skill)
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang aturan dan
dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan, berkaitan dengan aspek
kemampuan gerak, intelektual, sosial dan emosional.
Maka perlu diingat bahwa usia bukanlah suatu penyebab dari perubahan
tingkah laku, melainkan suatu indeks, dimana suatu proses psikologi tertentu dapat
terjadi. Proses- proses psikologi ini meliputi proses kematangan, proses fisiologis
dan pengalaman memang berubah seiring dengan pertambahan usia, namun hanya
semata- mata karena memerlukan waktu untuk munculnya. Dengan kata lain,
perkembangan bukan karena bertambah usianya, melainkan berkenaan dengan
variabel- variabel yang membatasi sifat perubahan tinggi. Walaupun
perkembangan itu berkesinambungan, seperti yang dikatakan Bower, bahwa
perkembangan itu merupakan proses siklik dengan berkembangnya kemampuankemampuan dan
kemudian menghilang, dan yang akan muncul kembali pada usia
berikutnya.
Perkembangan bukan berkesinambungan dalam arti senantiasa meningkat, tetapi
merupakan serangkaian gelombang dengan seluruh bagian perkembangan yang terjadi
lagi secara berulang. Misalnya, bayi yang baru lahir dapat berjalan kalau dituntun,
kernudian kebisaan ini menghilang dan hanya akan muncul Iagi pada usia delapan atau
sepuluh bulan. Selanjutnya dikatakan bahwa pelbagai penjelasan mengenai "proses
pengulangan dalam perkembangan ini kelihatannya berbeda-beda tergantung pada
pengulangan tertentu mana yang akan dijelaskan. Namun dari semua penjelasan itu ada
kesamaannya yakni bahwa kesemuanya mempertahankan anggapan bahwa
pertumbuhan psikologis meskipun kelihatan terbalik tumbuhnya merupakan proses yang
berkesinambungan dan bersifat tambahan".Apabila terjadi regresi pada tingkat usia
muda, biasanya ada sebabnya, seperti regresi ke arah perilaku yang aneh yang terjadi
bersamaan dengan pertumbuhan yang cepat pada tingkatan usia pubertas.
Di dalam sistem yang kompleks ini terdapat hierarki dalam perkembangan serta
kaidah-kaidah perkembangan yang akan mengarahkan perkembangan individu.
Perkembangan dimulai dari fungsi-fungsi dalam kehidupan biologis, menyusul fungsi-fungsi
untuk kehidupan psikis, kemudian fungsi -fungsi kehidupan rohaniah.Demikian juga
dalam batas-batas masing-masing lingkungan kehidupan itu. Anak dalam
perkembangannya sebagai makhluk yang berefleks sensomotoris menuju ke rnanusia
yang berpikir dan bertindak sendiri.
Perkembangan terjadi pada tempo-tempo yang berlainan untuk berbagai
macam bagian tubuh. Fase-fase perkembangan mental dan fisik yang berbedabeda
terjadi menurut temponya sendiri-sendiri dan mencapai kematangannya pada waktu
yang berbeda-beda. Sebagai contoh adalah pada bayi yang bar u dilahirkan fungsi-fungsi yang
esensial telah ada. Dalam fase -fase berikutnya perkembangan fungsifungsi itu tidak sejajar.
Tiap -tiap kali ada fungsi yang pada suatu saat memainkan
peranan kecil, dengan sekonyong-konyong muncul ke depan dan untuk beberapa lama
menjadi dominan. Hal tersebut sering kali terjadi pada waktu anak belajar berjalan,
tidak terdapat kemajuan dalam kemampuannya berbicara, karena usahanya untuk
menguasai teknik berjalan menuntut seluruh encrgi anak itu.
Demikian pula kemampuan mental berkembang menurut tempo yang
berbeda dan mencapai kematangannya pada umur yang berbeda pula. Imajinasi kreatif
berkembang dengan cepat pada masa kanak -kanak dan mencapai puncaknya pada
masa remaja. Berpikir sebaliknya berlangsung menurut tempo yang agak lambat.
Fungsi-fungsi yang lebih tinggi berkembang kemudian dan memcrlukan waktu lebih
lama dalam perkembangannya serta berdeferensiasi sangat lambat daripada fungsi fungsi yang lebih
rendah.
Perkembangan bersifat kontinu. Oleh karena perkembangan berlangsung
terus-menerus, maka apa yang terjadi pada suatu tahap akan mempengaruhi tahap-tahap berikutnya.
Umpamanya kekurangan gizi pada masa kanak-kanak akan merugikan
bagi perkembangan jasmaniah maupun rohaniah. Ketegangan emosional yang
disebabkan oleh keadaan lingkungan rumah tangga yang kurang sehat akan membekas
dalam perkembangan pribadi anak.
Sifat-sifat bersangkut-paut salt, sama lainnya dalam perkembangan. Anak yang
perkembangan intelektualnya di atas rata -rata pada umumnya memiliki sifat-sifat
lain yang juga di atas rata -rata. Anak yang mempunyai intelegensi yang tinggi pada
umumnya lebih cepat matang secara seksual, demikian pula anak yang rendah
intelegensinya lambat pula mencapai kematangan seksual.
Perkembangan mengikuti suatu pola tertentu. Perkembangan tidak terjadi begitu
saja, tetapi terjadi secara teratur mengikuti pola tertentu. Setiap anak berkembang
menurut polanya sendiri yang unik atau khas bagi dirinya, akan tetapi pola yang unik
itu hanya merupakan variasi dari dasar yang umum. Pola tingkah laku individu yang satu
berbeda dengan pola tingkah laku ind ividu yang lain. Lingkungan tempat anak
dibesarkan membatasi perkembangan kepribadiannya, memupuk perkembangan
pola tingkah laku tertentu, di pihak lain, merintangi pola yang lain, sesuai dengan
tuntutan masyarakat. Di samping adanya kesamaan sifat dan ciri-ciri yang terdapat pada
anggota masyarakat itu, terdapat pula perbedaan-perbedaan pada individu-individu
dalam masyarakat tersebut.
Pada umumnya setiap anak melalui setiap taraf perkembangan yang penting
dengan wajar. Waktu yang diperlukan untuk melengk api karakteristik
perkembangan pada setiap tahap adalah berbeda bagi setiap individu, akan tetapi
pada umumnya perkembangan mencapai kesempurnaannya pada usia 21 tahun.
Kepribadian anak berkembang melalui suatu proses yang kontinu dari reorganisasi
dan integrasi pola tingkah laku baru ke dalam seluruh sistem kepribadiannya. Anak
yang hari ini hanya mengenal dunia keluarganya, esok akan menghadapi dunia
yang berisikan guru - guru dan teman sekelasnya, kemudian akan berkecimpung
dalam dunia masyarakat yang komp leks.
Anak tersebut bergerak melalui pergaulan-pergaulan yang beraneka ragam,
belajar memberikan respons terhadap lingkungannya, mempelajari cara baru dalam
bertingkah laku dan cara baru dalam memberikan respons. Ia akan mengubah
persepsinya terhadap dunia, memperbaiki sikap dan perasaannya terhadap manusia
dan benda dalam lingkungannya, dan akhirnya menginte grasikan segala sesuatu itu ke
dalam konsepsinya mengenal dirinya dan lingkungannya.
2) Konsep Dasar Seni
Pengertian seni bagi anak usia dini pada dasarnya adalah permainan yang memberikan kesenangan
batin (rohani) , baik bagi yang berkarya seni maupun bagi yang menikmatinya. Para pendidik harus
memperhatikan kegiatan bermain yang dilakukan anak anak, karena permainan merupakan kegiatan
jasmani dan rohani yang dapat membentuk sebagian besar perkembangan kepribadian anak, misalnya
sikap mental, emosional, kreativitas, estetika, sosial dan fisik.

Pertama kali anak melakukan kegiatan seni senantiasa diawali dengan kegiatan meniru orang dewasa.
Dalam melakukan kegiatan kesenian, tidak selalu anak dilatar belakangi dengan semangat
berkesenian, melainkan lebih didorong oleh bagian dari permainan. Dengan demikian, pada umumnya
anak yang normal pada usia-usia tertentu suka sekali menggambar. Kepuasan bagi anak berbeda
maknanya dengan kepuasan bagi orang dewasa. Anak-anak mampu mengungkapkan emosinya tanpa
batas ke dalam bentuk yang indah terutama terdapat pada anak-anak yang menjalani perkembangan
normal hingga batas usia tertentu.
Karya Seni Rupa Bagi Anak-Anak adalah:
1. Seni sebagai media bermain
a. Bermain majinasi
b. Permainan ide
c. Permainan fisik
2. Seni sebagai Media Berkomunikasi
Tidak setiap anak mempunyai perkembangan bicara dan mengutarakan pendapatnya secara lisan, oleh
karenanya gambar dapat digunakan sebagai alat untuk mengutarakan pendapat.
3. Seni sebagai Ungkapan Rasa
Jika diamati cara kerja anak ketika menggambar, terdapat 2 gerakan, pertama mengambar dengan
spontan, kedua anak menggambar dengan tenang.
4. Seni untuk Mengutarakan Ide, Gagasan, dan Angan-angan
Keterbatasan kata-kata membuat perasaan anak semakin sesak karena keinginannya mengutarakan
pendapat tidak diketahui orang lain. Symbol yang muncul dari pikran anak ini ternyata mempunyai
arti yang sangat kompleks mulai keinginan sesuatu, gagasan serta angan-angaan yang meluap atas
benda pujaannya.
3) Pembelajaran Nilai Agama
Menurut Alquran, pertumbuhan dan perkembangan manusia memiliki pola umum
yang dapat diterapkan pada manusia, meskipun terdapat perbedaan individual. Pola yang
terjadi adalah bahwa setiap individu tumbuh dari keadaan yang lemah menuju keadaan
yang kuat dan kemudian kembali melemah. Dengan kata lain, pertumbuhan dan
perkembangan, sesuai dengan hukum alam, ada kenaikan dan penurunan. Ketika
seseorang secara berangsur- angsur mencapai puncak perkembangannya, baik fisik
maupun kognitif, dia mulai menurun berangsur- angsur. Alquran menyatakan sebagai
berikut:
Artinya : Allah, Dialah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia
menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan
(kamu) sesudah kuat itu lemah (kembali) dan beruban. Dia menciptakan apa yang
dikehendakiNya dan Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (QS Al-Rum [30]:
54)
Artinya : Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu, dan di antara kamu ada
yang dikembalikan pada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui
segala sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana. (QS Al-Nahl [16]: 70)
Dengan demikian, terlihat bahwa pola yang disebutkan dalam ayat ini dapat
diterapkan pada semua manusia. Semua manusia diciptakan dalam keadaan lemah. Hal
ini mengacu pada tahap pertama penciptaan manusia di dalam rahim sampai persalinan.
Manusia sangat lemah dalam tahap awal ini, baik secara fisik maupun mental. Lemahnya
manusia pada awal kehidupan ini juga mencakup pada lemahnya keadaan mental
seseorang, sebagaimana dinyatakan berikut ini:
Artinya : Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati,
agar kamu bersyukur. (QS Al-Nahl [16]: 78)
Dalam ayat- ayat lainnya dinyatakan dengan jelas pola keadaan lemah merupakan
karakter pertama dari seluruh awal kehidupan manusia, dan kemudian menguat dalam
perkembangan selanjutnya. Misalnya:
Artinya : Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya: ibunya mengandungnya dengan keadaan susah payah, dan melahirkannya
dengan susah payah (pula), mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh
bulan. Sehingga apabila dia telah dewasa (usia dengan kekuatan penuh) dan umurnya
sampai empat puluh tahun ia akan berdoa: "Ya Tuhanku. Tunjukilah untuk mensyukuri
nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku... (QS AlAhqaf
[46]:15).
Deduksi analogik yang dapat dibuat dari ayat ini adalah masing- masing kehidupan
manusia dimulai dengan keadaan lemah, berangsur- angsur mencapai puncak kekuatan,
dan kemudian berangsur- angsur menurun, seperti yang terkandung pada ayat
sebelumnya. Penurunan merupakan dimensi kedua dari keadaan lemah yang menandai
kehidupan mansuia pada akhir kehidupannya. Hal ini juga dinyatakan dalam ayat ini dan
ayat- ayat lain sebelumnya. Pola ini terlihat berlaku umum pada semua nanusia seharihari.
Prinsip ini, harus dicatat, tidak menghilangkan fakta perbedaan individual. Artinya,
walaupun pola ini terjadi pada setiap manusia, selalu ada sejumlah perbedaan antar
individu dalam hal variabel dan proses perkembangan spesifik. Sebagai gambaran, dapat
dilihat dua orang kembar identik yang lahir pada saat bersamaan. Prinsip ini dapat
diterapkan pada keduanya dalam pengertian mereka lahir tidak berdaya, lemah, manusia
yang masih kecil, dan kemudian keduanya berangsur- angsur tumbuh dan memperoleh
kekuatan. Namun, yang satu dapat saja memiliki kulit yang lebih gelap daripada yang
lainnya. Atau, yang satu mungkin lebih gemuk, sementara yang lain lebih kurus. Hal ini
merupakan bentuk perbedaan individual. Namun, hal ini tidak dapat menghilangkan fakta
adanya prinsip pola perkembangan yang bersifat umum, walaupun tetap terdapat fakta
perbedaan individual.
4) Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini
Anak lahir membawa potensi dan berwujud fisik maupun non fisik;
berupa qalb, akal, emosi, dan beragam kecerdasan. Dalam perjalanan waktu,
setiap potensi yang dibawa oleh anak-anak akan mengalami dua
kemungkinan, yaitu tumbuh dan berkembang atau sebaliknya. Di antara
tahapan perkembangan, pada umumnya, para ahli menyatakan bahwa masa
kanak-kanak merupakan masa terpenting dalam rentang kehidupan
manusia, masa yang sangat signifikan bagi tahap-tahap pertumbuhan dan
perkembangan selanjutnya.
Masa usia dini merupakan masa yang sangat fundamental bagi
perkembangan seorang anak, dimana pada masa ini proses perkembangan berjalan
dengan pesat. Montessori dalam Hainstock (1999: 10-11), mengatakan bahwa
masa ini merupakan periode sensitif (sensitive periods), karena selama masa
inilah anak secara khusus mudah menerima stimulus-stimulus dari lingkungannya.
Pada masa ini anak siap melakukan berbagai kegiatan dalam rangka
memahami dan menguasai lingkungannya. Selanjutnya Montessori menyatakan
bahwa usia keemasan di mana anak mulai peka untuk menerima berbagai stimulasi
dan berbagai upaya pendidikan dari lingkungannya baik disengaja maupun tidak
disengaja. Pada masa peka inilah terjadi pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis
sehingga anak siap merespon dan mewujudkan semua tugas-tugas
perkembangan yang diharapkan muncul pada pola perilakunya sehari-hari
(Hainstock, 1999).
Proses perkembangan pada masa usia dini, berjalan dengan pesat.
Pemahaman perkembangan pada seorang anak pada dasarnya merupakan upaya
melihat dan memahami perubahan - perubahan yang telah, sedang, dan terus
terjadi. Setiap anak manusia akan berkembang dari sejak bayi, kanak-kanak, remaja,
hingga dewasa dengan kondisi yang berbeda satu sama lainnya. Hal ini
menunjukkan bahwa tanpa terasa perlahan tapi pasti perubahan itu terus terjadi,
ke arah yang lebih besar , lebih tinggi, lebih tahu, lebih pintar , dan lebih segala
sesuatunya dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Perubahan-perubahan
seperti itulah yang dinamakan perkembangan.
Perkembangan merupakan suatu proses yang progresif, yang terus maju
dan tidak mundur , tidak kembali pada perkembangan semula, berkesinambungan,
tidak statis, sejak lahir hingga ia mati. Perkembangan adalah hasil dari interaksi
antara perubahan, pematangan, dan pengalaman (observasi yang intensif atas
ketiga anaknya sendiri meyakinkan dirinya bahwa anak adalah organisme aktif yang
mencari stimulasi dan menyusun pengalaman mereka sendiri tanpa instruksi atau
pemrograman langsung dari lingkungan). Perkembangn berarti adanya perubahan
dalam berbagai aspek (kognitif, sosial, fisik, dan emosi).
Para ahli teori perkembangan sependapat bahwa masa usia dini merupakan
the golden age (masa emas) yang hanya datang sekali dan tidak dapat diulang.
Dengan semakin banyaknya dukungan hasil penelitian yang membuktikan bahwa
perkembangan yang terjadi di masa awal cenderung permanen dan mempengaruhi
sikap dari perilaku anak sepanjang hidupnya, maka semakin memperkuat
argumentasi mengapa pendidikan dini menjadi sangat penting. Oleh karena itu,
upaya menyiapkan sumber daya manusia unggul harus dimulai sejak masa
tersebut, bahkan sejak pralahir , karena pembentukan organ tubuh termasuk
otak terjadi sejak 10-12 minggu setelah peristiwa pembuahan.
Pada masa perkembangan kita mengenal apa yang dikatakan oleh Havighurst
sebagai tugas-tugas perkembangan (development task). Ia mendefiniskan
development task sebagai berikut: A developmental task is a task which arises at
or about a certain period in the life of the indi vidual, successful achievement of
which leads to happiness and to success with later tasks, while failure leads to
unhappiness in the individual, disapproval by society , and difficulty with later tasks
(Slee & Shut, 2003: 56).
Senada dengan Havighurst, Bruce mengatakan: Child development is an
essensial subject of study for everyone who works with young children (Bruce &
Meggitt, 2005: 24). Dengan demikian, pemahaman perkembangan pada seorang
anak pada dasarnya merupakan upaya melihat dan memahami perubahanperubahan yang
telah, sedang, dan terus terjadi.
Setiap anak manusia akan berkembang dari sejak bayi, kanak- kanak, remaja,
hingga dewasa dengan kondisi yang berbeda satu sama lainnya. Sebagaimana
diungkapkan oleh Baraja: Perkembangan merupakan suatu proses yang progressif,
yang terus maju dan tidak mundur , tidak kembali pada perkembangan semula,
berkesinambungan, tidak statis, sejak lahir hingga ia mati (Baraja, 2008: 6).
Hal ini bermakna bahwa tanpa terasa perlahan tapi pasti perubahan itu terus
terjadi, ke arah yang lebih besar , lebih tinggi, lebih tahu, lebih pintar , dan lebih
segala sesuatunya dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Perubahanperubahan seperti
itulah yang dinamakan perkembangan.
Perhatian terhadap tumbuh kembang anak, bermula sejak akhir abad ke 17
ketika seorang filsuf Inggris terkenal John Lock (1632-1704) mengemukakan
teorinya yang sangat terkenal dengan istilah tabularasa , bahwa pengalaman dan
pendidikan bagi anak merupakan faktor yang paling menentukan dalam
perkembangan anak.
Sementara pandangan lain yang dikemukakan oleh JJ Rousseau (1712-1778),
seorang filsuf Perancis pada abad ke 18, bahwa anak ketika dilahirkan sudah
membawa segi-segi moral. Rousseau mengemukakan istilah Noble Savage untuk
menerangkan segi moral ini, yakni hal- hal mengenai baik atau buruk, benar
atau salah, yang diperoleh dari kelahiran seseorang. Rousseau meyakini bahwa
anak akan mengembangkan potensinya bila berada dalam lingkungan yang cocok,
sebaliknya perkembangannya akan berjalan lambat jika lingkungannya tidak sesuai.
Bloom, dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa perkembangan
intelektual anak terjadi sangat pesat pada tahun-tahun awal kehidupan anak.
Sekitar 50% variabilitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak
berusia empat tahun. Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia delapan
tahun, dan 20% sisanya pada pertengahan atau akhir dasawarsa kedua. Ini berarti
bahwa perkembangan yang terjadi pada usia 0-4 tahun sama besarnya dengan
perkembangan yang terjadi pada usia empat tahun hingga 15-20 tahun.
Dalam kaitan ini, Bloom mengatakan bahwa empat tahun pertama
merupakan kurun waktu yang sangat peka terhadap kaya miskinnya lingkungan
akan stimulasi. Dalam kurun waktu tersebut, perbedaan kecerdasan pada anak
yang lingkungannya kaya akan stimulasi dengan anak yang berada di lingkungan
yang miskin stimulasi mencapai sekitar 10 unit IQ.
Selanjutnya perbedaan sekitar enam unit IQ terjadi pada usia 4-8 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka tidaklah berlebihan apabila para ahli
menyebut periode perkembangan pada masa kanak- kanak sebagai masa emas
yang hanya terjadi satu kali dalam kehidupan manusia dan tidak bisa ditunda
waktunya. Maka upaya pendidikan dini sebagai bentuk stimulasi psikososial menjadi
hal yang sangat penting. Jamaris (2006: 19), mengungkapkan bahwa perkembangan
merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif, artinya perkembangan terdahulu
akan menjadi dasar bagi perkembangan berikutnya. Oleh karena itu apabila
terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan
selanjutnya cenderung akan mendapat hambatan. Sedangkan dalam istiah
Santrock (1997: 11), perkembangan adalah seumur hidup.
Perkembangan sebagai sesuatu yang pasti terjadi pada setiap manusia
(khususnya) perkembangan sebelumnya menjadi dasar untuk perkembangan
berikutnya. Pada Buku Pedoman Deteksi dini Tumbuh Kembang Balita (1992: 2),
dikatakan bahwa perkembangan yang dialami anak merupakan rangkaian
perubahan yang teratur dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan
berikutnya yang berlaku secara umum.
Hurlock juga menyebut perkembangan berarti serangkaian perubahan
progressif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengalaman
(Hurlock, 2000: 3). Piaget dalam Paul Henry Mussen dkk. (1994: 18), menyatakan
bahwa perkembangan adalah hasil dari interaksi antara perubahan pematangan
dan pengalaman (observasi yang intensif atas ketiga anaknya sendiri
meyakinkan dirinya bahwa anak adalah organisme aktif yang mencari stimulasi
dan menyusun pengalaman mereka sendiri tanpa instruksi atau pemrograman
langsung dari lingkungan).
Piaget meyakini bahwa penciptaan pengetahuan oleh anak terjadi lewat
interaksi mereka dengan lingkungannya. A nak-anak tidak bersikap pasif dalam
menerima hal baru (pengetahuan), mereka secara aktif mengorganisasikan apa
yang mereka pelajari lewat pengalamannya ke dalam susunan mental/jiw a. Dalam
hal ini maka muncul konsepnya tentang proses pemikiran anak-anak yang meliputi:
assimila-tion, accommodation (penyesuaian), dan equilibrium (keseimbangan).
Dengan demikian, maka perkembangan adalah suatu keharusan bagi setiap orang,
untuk penyesuaian dirinya terhadap lingkungan dimana ia hidup. Untuk mencapai
keadaan itu, maka setiap orang semestinya memiliki dorongan-dorongan untuk
merealisasikan dirinya, baik secara fisik maupun psikologis, dan apa yang dapat
dilakukan oleh setiap orang (mulai anak, remaja, dewasa, hingga tua) tentunya akan
sangat tergan- tung pada kemampuan-kemampuan dari bawaannya dan
pendidikan serta latihan yang pernah ia dapatkan.
Dalam kaitan dengan perkembangan secara utuh pada setiap anak,
diungkapkan oleh Bruce bahwa proses perkembangan anak adalah mer- upakan
sesuatu yang utuh, yang antarbagian saling berhubungan dan mempengaruhi,
atau yang disebut dengan istilah PILESS; Physical deve- lopment, Intellectual
development, Language development, Emotional development, Social development,
dan Spritual development (Bruce & Meggitt, 2005: 25). Areas of Development Child
development may be di- veded into four areas, social emosional, physical, cognitiv e,
and langua- ge. Black dkk. dalam Sujud (1998: 9), menyatakan bahwa perkembangan
anak usia dini meliputi aspek fisik dan motorik, aspek psikososial, aspek kognitif, dan
aspek bahasa.
Demikian Fauzia Aswin juga membagi empat area perkembangan:
Perkembangan fisik/motorik, perkembangan sosio-emosional, per- kembangan
kognitif, dan perkembangan bahasa (Fauzia, 1996: 28).
KARAKTERISTIK ANAK USIA 0 6 TAHUN
USIA FISIK SOSIAL EMOSIONAL KOGNITIF
USI
FISIK SOSIAL EMOSIONAL KOGNITIF
A
USI Mengenda Tidak berdaya secara Merupak
A 0- likan otot Asosial umum an tahap hilang
1 mata Makan dibantu orang masih suka dari pandangan,
TH Mengguna lain tegang hilang dari
kan Memperhatikan dan Ada fikiran (object
seluruh tersenyum pada senyuman di performance)
pancainder wajah yang wajahTidak Rasa
anya dikenalnya nyaman ingin tahu yang
Mengangk Senang diayun Senang di sangat terhadap
at kepala Mengenali ibunya peluk- peluk segala sesuatu
ketika Mengenali orang Terbangun yang dapat
ditengkura yang dikenalnya dan kelekatan dilihatnya.
pkan orang asing emosional Menangis
Mengenda Tersenyum dengan yang khas dengan Membentu
likan tujuan ibunya k
gerakan Mengharapkan diberi Memprote sepatah kalimat
kepala dan makan, dimandikan s Mengelu
lengan dan diberi pakaian jika arkan suara suara
Telentang Senang bermain ciluk dipisahkan untuk mencari
dan ba dari ibu perhatian
tengkurap Merespon jika Rasa Tertarik
sendiri dipanggil namanya marah pada gambar
Menggeng Melambaikan tangan Rasa cinta gambar berwarna,
gam Mengerti kata Takut pada musik dan
Mengenda tidak! orang asing nyanyian
likan leher Memberi & Muncul Dapat
dan tangan menerima rasa mengucapkan
Duduk Sesuatu ingin tahu satu
Merangka Mengekspl kata, seperti
k orasi mama
Berdiri lingkungan dandada
Berjalan
USI Berjalan Bermain soliter Sangat Mulai
A2 dgn baik Bergantung pada selfcentered berkatakata
TH Naik turun petunjuk orang Mulai Membuat
tangga dewasa mengerti kalimat
sendiri Bermain dgn tentang sederhana terdiri
Mandiri boneka identitas diri dari 2 kata
untuk Bisa menunjuk dan Memiliki
toileting dirinya jika dipanggil kepemilikan kosa kata 272
Bisa Namanya Posesif kata
menggunakan Belum matang secara Sering Memaham
sendok & garpu sosial berlaku negatif i
Membalik Bisa melaksanakan Sering pengarahan
halaman buku perintah sederhana Frustrasi sederhana
Menendan Belum Bisa
g bola memilki meng identifikasi
Berusaha kemampuan untuk gambar sederhana
untuk memilih Senang
memakai Menyenan lihat lihat
baju gi bukubuku
sendiri pelukan, belaian Rentang
Membang Tidak perhatian masih
un gampang berubah rendah
menara dari 6 Mulai Memaink
balok Mandiri an puzzle
Lebih sederhana
responsif terhadap
humor dan
gangguan
daripada thdp
disiplin dan
penjelasan
Usia Sudah bisa Bermain paralel Senang Menyebu
3 th berlari dgn baik Menikmati untuk tkan
Melangka kebersamaan dgn ditenangkan kalimat
h dgn orang lain Bersikap pendek
berirama Menunggu giliran santai Memiliki
Bisa Mengenali jenis Menangga kosa kata 896
berdiri kelaminnya pi kata
satu Kaki Menikmati perubahan Perkemba
Mengenda permainan lebih tenang ngan
rai berkelompok yang Merasa Komunikasisanga
sepeda roda 3 tidak memerlukan lebih t
Menirukan keterampilan khusus aman pesat
gerakan tapi sebentar Rasa Menyamp
Menyilang Merespon terhadap kepemilikan aikan
Sudah arahan yang sifatnya lebih tinggi cerita
mampu verbal Mulai sederhana
makan sendiri senang Hasil
Mengguna menjelajah pemikiran
kan Menikmati disampai
kaos kaki dan Music kan melalui kata-
sepatu kata
Melepas Ingin
& memahami
mengancingkan lingkungan
baju Menjawab
Membang Pertanyaan
un Berimajin
menara dari 10 asi
balok Bisa
Menuang menyanyikan
air dari beberapa lagu
Teko anakanak
Usia Bisa Bermain kooperatif Yakin Sudah
4th engklek Menikmati ditemani terhadap diri bisa membuat
Menggam anak lain Bertingka kalimat secara
bar Senang berlaku h lengkap terdiri
orang sosial laku agak dari 4 kata
Mulai Bisa bermain games keluar batas Memiliki
menggunting dgn sederhana Seringkal kosa kata 1540
gunting Talkative i kata
Terampil negatif
Dapat Kadangka Terusterus
membasuh dang an
& mengeringkan menentang bertanya
wajah Suka Belajar
Bisa mengetest untuk
menggunakan diri sendiri menggeneralisasi
pakaian sendiri Ingin Sangat
kecuali diberi imajinatif
menalikan Kebebasan Bermain
pita drama
Melempar menggam
bola bar
Keinginan obyek yang bisa
bergerak tinggi dikenali
Usia Bisa Bermain kooperatif Percaya Memiliki
5th melompat tingkat tinggi diri kosa kata
dan meloncat Punya teman akrab Stabil 2,072
Berpakaia Sangat terorganisir Bisa kata
n Menikmati menyesuaikan diri Bercerita
sendiri permainan dgn dongeng
Memiliki meja yang baik yang
keseimbangan yg menggunakan aturan Senang panjang
baik giliran mengasosiasi Menjalan
Gerakan Masuk sekolah kan dengan kan
otot- otot Merasa bangga dengan ibu arahan
lebih lancar apa yang di milikinya Kapabel dgn baik
Mengenda Bersemangat untuk Punya kritik Membac
rai mengambil suatu diri a
mobil- mobil an tanggungjawab Menikma namanya
& ti sendiri
skuter tanggungjawab Bisa
Menuliska Menyukai menghitu
n dan bisa ng
huruf- huruf mengikuti hingga
sederhana aturan main 10
Penggunaa Menanya
n kan arti
tangan yang dari kata kata
dominan lebih Mengena
terlihat l warna
Bisa Mulai
menalikan mengeta
sepatu hui
Kemampu perbedaa
an n antara
motorik halus fakta dan
anak kebohon
perempua gan
n Tertarik
berkembang 1 akan lingkungan
tahun lebih cepat sekeliling
dari anak laki laki
Usia Berjalan Bermain bersama dgn Menjadi Memiliki
6 th mundur 1 putus kosa kata
dengan jinjit atau atau 2 anak selama 20 asa jika gagal lebih dari
tumit menit & tidak mau 3.000 kata
Lompat Bermain 2 atau 3 minta bantuan Biasanya
tali permainan meja (halma, orang lain menikmati
sebanyak 3 10 ular tangga dll) Ingin tugastugas yg
lompatan Bermain permainan mengerjakan berkaitan
berturutturut dgn sesuatu sendiri dgn angka
Berlari ke aturan yg sederhana Mulai Belajar
depan Bekerja dalam membandingkan lebih banyak
sambil kelompok prestasinya dgn mengenai sebab
menendang kecil sedikitnya selama orang lain akibat
bola yang 20 menit Sangat &menikmati
menggelinding Membual/membesarb menginginkan bereksperimen
Berjalan esarkan cerita, senang apa yang Mulai
diatas humor dimiliki orang menggam
titian dgn jinjit Dapat melihat lain bar
atau perbedaan Menangga dengan
tumit antara sekolah dan rumah pi detil
Melempar Mungkin akan dgn senang Menikmat
bola dgn menggunakan kalimat: hati apa yg i
sikap yang benar Bu guru bilangnya terjadi pekerjaan dengan
Melipat . disekelilingnya warna dan
kertas Dapat bermain & pola
secara diagonal & sendiri memperhatikan Menjawab
merapihkan dengan mainannya detil-detil pertanyaan dari
Mengguna Mungkin menirukan kecil, mahluk suatu cerita
kan karakter di TV hidup, & Bercerita
pinsil & Membentuk fenomena alam dgn alur
penghapus persahabatan dgn 1 atau dari awal
Menggam 2 teman sebaya hingga
bar orang akhir
dgn lengkap Mengeja
Menirukan suatu kata
bentuk Menulis
persegi panjang, huruf dan
segitiga, belah angka
ketupat secara
Menyusun mandiri
menara
12 balok
Menggunti
ng
Bentuk

5) Faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan


Salisu Shehu (1999) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan antara lain faktor hereditas dan faktor lingkungan. Dalam perspektif Islam,
ada faktor yang penting untuk diingat, yaitu faktor ketentuan Allah yang juga memengaruhi
proses perkembangan dan pertumbuhan. Dengan demikian, dalam Islam, faktor- faktor yang
memengaruhi perkembangan meliputi faktor hereditas, faktor lingkungan dan faktor
ketentuan Allah. Selain itu, manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, juga dianugerahkan
kebebasan berkehendak yang terbatas jika dibandingkan dengan kekuasaan Allah.
Dalam diskusi sebelumnya, banyak disebutkan bahwa Allah adalah Maha Pencipta
segala sesuatu dan mengatur segala sesuatu. Dengan demikian, Dia memiliki kontrol penuh
atas segalanya dengan kekuatan dan pengaruhNya. Dalam berbagai ayat Alquran, Dia
menyebutkan fakta mendasar yang menunjukkan bahwa segala sesuatu yang terjadi adalah
atas pesetujuan dan kehendakNya. Dengan kata lain, Dia adalah penyebab utama dan
mutlak dari segala yang terjadi. Dalam Alquran:
Artinya : Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali jika dikehendaki
oleh Allah Tuhan Semesta Alam. (QS Al-Takwir [81]: 29)
Jadi, segala pergantian siang dan malam, musim panas dan musim dingin, musim
hujan dan musim kemarau, kehidupan dan kematian, tumbuhnya benih, tiupan angin, dan
segalanya disebabkan olehNya dan terjadi karena izin dan kehendak-Nya.
Namun dalam mengatur hal ini, Allah menciptakan hukum sebab dan akibat yang
bersifat fana. Dia mengatur dan mengarahkan alam semesta berdasarkan hukum sebab dan
akibat. Misalnya, hujan dibuat sebagai salah satu alat penyebaran benih, hubungan seksual
antara laki- laki dan perempuan dibuat untuk menjadi penyebab kehamilan, kelaparan
dibuat untuk menjadi penyebab makan (makan sendiri menyebabkan kepuasan, sementara
makan makanan yang buruk menyebabkan penyakit).
Jadi, dalam eksistensi fenomenal ini, berbagai hal terjadi sebagai penyebab yang
lainnya. Namun, seperti yang dinyatakan Alquran, segala rangkaian kejadian sebab dan
akibat ini merupakan bagian dari ketentuan Allah. Berkaitan dengan ini, derajat, rerata,
besaran dan tingkat sesuatu penyebab yang mendatangkan akibat tertentu adalah sesuatu
yang sepenuhnya bergantung pada kehendak Allah. Dalam hal ini, efektivitas sesuatu
penyebab memicu hasil atau dampak tertentu ditentukan oleh kehendak Allah. Dengan
catatan yang sama, besaran hasil yang terjadi karena penyebab tertentu ditentukan oleh
kehendak Allah. Hal ini dinyatakan oleh Rahman sebagai berikut:
Artinya : Allah merupakan Maha Pencipta alam semesta, kenyataan mutlak dan penyebab
segala penyebab... Segalanya di alam semesta mengikuti hukum Sang Pencipta (hukumNya)
seperti yang Dia katakan di dalam Alquran: "Sucikanlah nama Tuhanmu yang Maha
Tinggi; yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan- Nya) dan yang menentukan
kadar ntasing- masing dan memberi petunjuk. (QS Al-A'laa [87]: 1-3)
Faktor- faktor yang memengaruhi perkembangan. Dalam analisis ini dapat dilihat
bahwa Islam mengakui pentingnya dua faktor yang secara fundamental memengaruhi
perkembangan, yakni faktor herediter dan lingkungan.
Al-quran menjelaskan pengaruh herediter dan kekuatan lingkungan pada keseluruhan
perkembangan individu, akan tetapi perlu ditekankan bahwa pengaruh herediter dan
lingkungan pada perkembangan seseorang merupakan hal yang ditentukan oleh kehendak
Allah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan dapat diilustrasikan sebagai
berikut:
Intenal /hereditas :
Faktor bawaan yang normal
dan patologik
Prose selama kehamilan
(nutrisi, penyakit, obat,
polusi, dll)
Eksternal/ lingkungan:
Asupan gizi penyakit yang diderita
Kualitas
Pengasuhan
Dan kondisi lingkungan
Contoh Faktor internal/ hereditas:
- Genetik: ras, suku bangsa, warna kulit, jenis rambut dll
- Proses selama kehamilan: nutrisi yang didapat dari ibu, penyakit yang
diderita, obat - obatan yang dimakan, lingkungan dll
Contoh Faktor eksternal/ ling kungan :
- Nutrisi yang diberikan, penyakit yang diderita, kebersihan lingkungan sekitar,
aktivitas fisik yang dilakukan.
- Gizi yang didapat, penyakit yang diderita, kualitas keluarga/pengasuh, teman,
dan sekolah
Psikologi Islami tidak melihat manusia hanya sebagai subjek dari faktor herediter dan
kekuatan alam (dalam hal ini terjadi secara kebetulan). Islam melihat manusia, seperti juga
yang lainnya, merupakan sesuatu yang diatur, dijaga, diarahkan dan dikontrol oleh
kekuatan dan kehendak Allah yang tidak terbatas. Herediter dan kekuatan alam yang
memengaruhi manusia merupakan hal kedua. Oleh karena itu, herediter dan kekuatan
akan merupakan medium di mana Allah menunjukkan kehendaknya pada pertumbuhan
dan perkembangan manusia secara keseluruhan.
Al-quran dan Sunnah yang membenarkan pengaruh herediter dan lingkungan pada
perkembangan manusia diberikan di bawah ini. Setelah itu, beberapa bukti tertulis yang
menghapus keraguan adanya kontrol ilahiah pada kehidupan dan perkembangan manusia
juga diberikan di bawah ini.
6) Pengaruh Hereditas dalam Perkembangan
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas bin Malik sebagai berikut: Ibunya (ibu Anas)
Ummi Sulaym (salah satu sahabat perempuan pada zaman Nabi) bertanya tentang
perempuan yang menyaksikan mimpi basah dalam tidurnya seperti laki- laki. Dia menjawab,
"Jika perempuan menyaksikan itu, ia harus mandi wajib (janabah)." Kemudian Ummi Salmah
(isteri Nabi yang hadir) bertanya malu- malu, "Apakah itu terjadi?" Nabi menjawab, "Tentu
saja! Bagaimana ini mendatangkan keserupaan (jika tidak terjadi)? Sperma laki- laki
merupakan tetesan yang putih dan tebal sementara sel telur perempuan merupakan cairan
kuning yang tipis. Manapun di antara keduanya yang mengungguli yang lainnya, hasilnya
akan memengaruhi." (HR Muslim)
Muslim meriwayatkan dari Thauban, bahwa seorang Yahudi datang dan bertanya kepada
Nabi berbagai pertanyaan (sebagai usaha untuk menantang kebenaran
kenabiannya).Pertanyaannya adalah tentang penentuan jenis kelamin, bagaimana
terjadinya? Nabi menjawab sebagai berikut:
"Sperma pria adalah putih dan sel telur perempuan kekuning- kuningan. Jika mereka
bertemu (terjadi pembuahan) dan sperma pria mengungguli sel telur perempuan, hasilnya
akan menjadi jenis kelamin laki- laki dengan seizin Allah, dan jika sel telur perempuan
mengungguli sel sperma pria hasilnya akan menjadi perempuan dengan seizin Allah". (HR
Muslim)
Setelah Nabi menjawab demikian, orang Yahudi itu mengatakan, dan dia adalah benar
seorang Nabi. Ibnu al-Qayyim menjelaskan hadis ini lebih jauh:
"Pada saat konsepsi (pembuahan) dua hal terjadi. Maka ini adalah dominansi dan
keunggulan. Dua hal itu dapat terjadi berurutan, dan dapat juga terjadi berbeda. Dalam hal
ini, jika sperma laki- laki dominan dan mengungguli ovum perempuan, hasilnya akan menjadi
laki- laki dan menyerupai ayahnya. Tapi jika yang terjadi sebaliknya, hasilnya akan menjadi
perempuan dan menyerupai ibunya. Namun, jika yang satu dominan tetapi yang lainnya
mengunggulinya, hasilnya akan menyerupai yang mendominasinya dan jenis kelaminnya
akan menjadi sama dengan yang mengunggulinya, baik laki- laki maupun perempuan."
Walaupun demikian Ibn al-Qayyim, memperingatkan bahwa penentuan kelamin ini (dan
segala sesuatu yang terjadi dengannya) tidak dapat dipahami sebagai hal yang semata-mata
ditentukan oleh alam. Karena tersebut merupakan urusan yang sepenuhnya tergantung
pada kendak Allah. Itu sebabnya mengapa Rasulullah mengatakan dalam Hadis lain
menyatakan bahwa malaikat meniup roh ke dalam fetus dan bertanya kepada Allah: Wahai
Tuhanku! Apakah jenis kelaminya laki- laki atau perempuan?... Kemudian Allah
menentukannya sesuai kehendaknya malaikat mencatatnya.
Diriwayatkan bahwa Li'an salah satu sahabat Nabi Hilal ibn Umayyah menuduh istrinya
melakukan perzinahan dengan Shuraikh ibn As-Sahma. Nabi Muhammad Saw. mengatakan
hal sebagai berikut:
"Biarkan ia melahirkan, jika anak yang lahir menyerupainya (lakilaki itu), maka anak itu
milik laki-laki yang dituduhkan, tapi jika anak ini menyerupai (ayah)nya maka is adalah anak
suaminya yang syah." (HR Muslim)
Bukti tekstual menghapuskan keraguan bahwa faktor herediter memiliki pengaruh.
Namun, keputusan atas segalanya tergantung pada Allah. Dengan demikian, herediter dapat
memengaruhi perkembangan intelektual seseorang dalam batasan tertentu.
7) Pengaruh Lingkungan dalam Perkembangan
Bukti yang terkenal berkaitan dengan hal ini adalah hadis di mana Rasulullah Saw.
mengatakan bagaimana orang tua memengaruhi agama, moral, dan psikologi umum dari
sosialisasi dan perkembangan anak- anak mereka. Hadis ini merupakan bukti tekstual yang
paling terkenal dari pengaruh lingkungan terhadap seseorang. Hadis ini berbunyi:
"Tiap bayi lahir dalam keadaan fitrah (suci membawa disposisi Islam). Orang tuanyalah yang
membuat ia Yahudi (jika mereka Yahudi), Nasrani (jika mereka Nasrani), atau Majusi (jika
mereka Majusi). Seperti binatang yang lahir sempurna, adakah engkau melihat mereka
terluka pada saat lahir?" (HR Bukhari)
Dalam hadis lain, Nabi Muhammad Saw. menunjukkan bagaimana teman dapat
memengaruhi seluruh perilaku, karakter dan perbuatan seseorang. Dengan memberikan
perumpamaan, Nabi Muhammad Saw. bersabda:
"Persamaan teman yang baik dan teman yang buruk seperti pedagang minyak kesturi dan
peniup api tukang besi. Si pedagang minyak kesturi mungkin akan memberinya padamu,
atau engkau membeli kepadanya, atau setidaknya engkau dapat memperoleh bau yang
harum darinya, tapi si peniup api tukang besi mungkin akan membuat pakaianmu terbakar,
atau kamu akan mendapatkan bau yang tidak sedap daripadanya." (HR Bukhari)
Dalam bentuk metaforik, Nabi Muhammad Saw. mengingat kita bagaimana
persahabatan yang baik dapat memengaruhi karakter seseorang menjadi baik dan
bagaimana teman yang jahat dapat membuat orang melakukan hal yang buruk. Dengan
demikian, lingkungan dapat memengaruhi keseluruhan perkembangan psikologi seseorang,
termasuk tentunya perkembangan kognitif.
8) Pengaruh Ketentuan Allah dalam Perkembangan
Terdapat bukti yang substansial yang memperlihatkan bahwa herediter dan
lingkungan semata- mata tidak dengan sendirinya menentukan pola perkembangan individu,
tetapi ada hal yang paling utama dalam persoalan tersebut, yaitu kehendak Allah. Contoh
yang paling mencolok adalah riwayat Nabi Isa a.s. Ibn Maryam. Allah membuat nya dapat
berbicara dalam buaiannya. Sebagaimana kita ketahui, perkembangan bahasa merupakan
bagian integral dari perkembangan kognitif. Dalam situasi normal, anak mulai berbicara pada
usia dua tahun sepatah dua patah kata, dan sejalan dengan itu mereka mulai mengembangkan
perbendaharaan bahasa. Kenyataan bahwa Nabi Isa a.s. dapat berbicara pada masa
masih di buaian menunjukkan kekuatan Allah. Hal ini bukan faktor hereditas, juga bukan
produk stimulasi intelektual dari lingkungan. Hal tersebut lebih merupakan manifestasi dari
kebijaksanaan, kekuatan dan kemampuan Tuhan yang tidak terbatas untuk melakukan
segala sesuatu. Al-quran menceritakan kejadian ini dalam beberapa ayat. Pertama Al-quran
menceritakan bagaimana Maryam diberitahu bahwa anaknya akan berbicara sejak dalam
buaian.
Artinya : dan dia berkata kepada manusia dalam buaian dan ketika sudah dewasa dia
adalah salah seorang di antara orang- orang yang saleh. (QS Ali Imran [3]: 46)
Selain itu, untuk menceritakan kisahnya lebih lengkap Alquran menyebutkan:
Artinya : Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya.
Kaumnya berkata: "Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat
mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali- kali bukanlah orang yang jahat
dan ibumu sekalikali bukanlah orang yang pezina." Maka Maryam menunjuk kepada
anaknya. Mereka berkata: "Bagaimana kami berbicara dengan anak kecil yang masih di
dalam ayunan?" Berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Allah, Dia memberiku Al
Kitab (Injil) dan Dia menjadikanku seorang Nabi, dan Dia menjadikanku seorang yang
diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat
dan (menunaikan) zakat selama aku hidup; dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak
menjadikanku seorang yang sombong lagi celaka. Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan
kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku
dibangkitkan hidup kembali." Itulah Isa putra Maryam, yang mengatakan perkataan yang
benar, yang mereka berbantah- bantahan tentang kebenarannya. Tidaklah layak bagi Allah
mempunyai anak. Maha Suci Dia. Apabila Dia telah menetapkan sesuatu, maka Dia hanya
berkata kepadaNya; "Jadilah", maka jadilah. (QS Maryam [19]: 27-35)
Dalam hadis yang diriwayatkan para ahli hadis, termasuk Bukhari, Nabi Muhammad
Saw. mengatakan bahwa kejadian ajaib ini tidak hanya terjadi pada kasus Nabi Isa a.s. saja.
Dia mengatakan bahwa hal ini dapat terjadi pada orang lain, yang dapat berbicara dalam
buaian.
Dia mengatakan, "Tiga orang telah berbicara dalam buaian merek. Pertama, dia
menyatakan Nabi Isa a.s., dan kemudian menyebutkan yang lainnya. Salah satu di antaranya
adalah bayi yang baru lahir yang berbicara pada seorang suci (Juraiju) yang secara palsu
dituduh oleh seorang perempuan pelacur bahwa dia yang menghasilkan bayi tersebut. Anak
tersebut berkata bahwa ayahnya adalah penggembala sapi di daerah pegunungan yang
dekat dengan tempat ibadah Juraiju. Anak lain yang berbicara dalam buaian adalah anak
yang berbicara sebagai tanggapan doa ibunya ketika ia berdoa pada Tuhan untuk
menjadikan anaknya seperti seorang laki- laki yang berpakaian rapi, kaya dan sombong, dan
tidak menjadi seseorang perempuan yang kumuh yang difitnah sebagai pencuri dan
diperlakukan, dengan buruk sebagai hasil tuduhan palsu tersebut.
Keduanya berjalan. melewatinya ketika ia sedang menyusui anak. Dalam kasus
pertama, anak memutar kepalanya melihat laki- laki itu dan berkata, "Wahai, Tuhanku
Jangan jadikan aku sepertinya." Pada kasus kedua juga, ia memutar kepalanya dan melihat
perempuan tersebut dan berkata, "Wahai, Tuhanku Jadikanlah aku seperti dirinya."
Apa yang diajarkan oleh ayat dan hadis ini adalah meskipun hereditas dan lingkungan
merupakan faktor yang tak dapat diragukan sebagai faktor yang memengaruhi
perkembangan manusia, ada faktor ketiga yang lebih signifikan dan dominan. Faktor ini
adalah kehendak dan kekuatan Allah yang tidak terbatas. Faktor inilah yang memantau da
menjaga besarnya kekuatan alam dan pengasuhan (nature-nurture forces) yang
memengaruhi kehidupan dan perkembangan manusia. Hal ini dapat diterapkan pada semua
aspek perkembangan. Contohnya, perkembangan kognitif bukan semata- mata produk
warisan genetik, ataupun semata- mata produk lingkungan. Sebab pada prinsipnya, ia
merupakan produk kehendak dan kekuatan Allah. Sehubungan dengan hal ini, hereditas dan
kekuatan lingkungan merupakan media di mana Allah menunjukkan kecenderungan pola
dari perkembangan individu. Dengan demikian kedua faktor ini memiliki batasan dalam
memengaruhi kecenderungan psikologi seseorang secara keseluruhan. Batasan tersebut
telah ditentukan oleh Allah.
Dalam kajian psikologi, faktor ini merupakan hal yang penting untuk diperhatikan
karena banyak hal yang terjadi dalam kehidupan manusia yang tidak dapat digolongkan ke
dalam faktor herediter atau lingkungan (seperti contoh di atas). Dengan demikian, hal
tersebut tidak dapat diterangkan dalam keranda penyelidikan material atau empirik.
Psikolog tidak memperluas horizon dari pendekatan mereka dengan meneliti faktor
kehendak dan kekuasaan Allah di atas segalanya, termasuk perkembangan psikologi
manusia, penelitian psikologi akan tetap tidak lengkap dan pengetahuan tentang diri kita
juga masih tetap tidak utuh.
Peran kehendak Allah dalam menentukan perkembangan individual seperti yang
dinyatakan dalam pendekatan Islam akan membantu memahami proses perkembangan
yang lebih baik dari pendekatan psikologi Barat dalam berbagai cara. Perlu disadari, bahwa
tidak semua konstruk dan kecenderungan psikologi dapat secara ketat dipengaruhi oleh
semata- mata pengaruh herediter dan lingkungan. Karena bagaimanapun individu kadangkadang
menunjukkan kecenderungan tertentu yang secara jelas menyimpang dari
penjelasan pengaruh herediter dan lingkungan. Kasus kemampuan bicara Nabi Isa a.s. dan
lain- lain dalam buaian merupakan kesaksian terhadap hal ini. Dalam hal ini, jika tidak
diatribusikan kepada kehendak Allah, hanya kebohongan yang merupakan penjelasan fakta
ini.
3. Konsep Dasar Pekembangan
Perkembangan merupakan suatu proses yang bersifat kumulatif. Artinya perkembangan
terdahulu akan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Dengan demikian apabila terjadi
hambatan pada perkembangan terdahulu maka perkembangan selanjutnya akan mndapat
hambatan. Konsep dasar perkembangan yang harus dipehatikan pada anak usia dini adalah,
pekembangan konqnitif, perkembangan fisik, perkembangan sosial, perkembangan bahasa,
perkembangan emosional.
Perkembangan kognitif, bertujuan untuk belajar dan memecahkan masalah, berpikir
logis. Perkembangan kognitif, yaitu daerah pemahaman yang merupakan suatu tempat
penerimaan informasi yang diperoleh dari stimulasi-stimulasi tertentu. Stimulasi yang
diberikan dengan baik sesuai dengan usia perkembangannya, akan menjadikan kematangan
dalam perkembangan dan siap untuk melanjutkan proses perkembangan tanpa adanya
hambatan dan rintangan. Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana pikiran anak
berkembang dan berfungsi sehingga dapat berpikir. Pada periode anak, kemampuan kognitif
anak berkembang dengan pesat mendominasi perkembangan mental anak yang ditandai
dengan kemahirannya memperoleh informasi, menyusun, dan menggunakannya.
Perkembangan kognitif akan terus berubah sejalan dengan pertumbuhan dan
p e r k e m b a n g a n anak, dan pada umumnya berkembang secara bertahap dari lahir
sampai kira-kira usia 20-22 tahun walau dalam kecepatan yang berbeda. Adanya
perbedaan indi vidual dalam kemampuan kognitif ini ditentukan oleh unsur biologi (seperti
unsur genetik dan kematangan) dan pengalaman dengan lingkungan antara lain melalui
pendidikan, pelatihan, dan belajar insidentil secara umum (Munandar : 45-46).
Piaget membagi perkembangan kognitif ke dalam empat fase sensorimotor, yaitu: fase
praoperasional, fase oprasional, fase oprasional kongkrit dan fase oprasional formal (Piaget, 1972
: 49 -91).
a. Perkembangan Kognitif
Kognisi adalah proses dan produk yang terjadi dalam otak sehingga menghasilkan
pengetahuan. Kognisi mencakup berbagai aktivitas mental seperti memperhatikan,
mengingat, melambangkan, mengelompokkan, merencanakan, menalar, memecahkan
masalah, menghasilkan dan membayangkan. Perkembangan kognitif anak melibatkan
ketrampilan belajar pada anak yang terjadi melalui proses elaborasi di dalam otak (mind), dan
kegiatan mental internal yang kompleks. Dengan demikian keterampilan belajar bukan hanya
diperoleh karena perubahan perilaku atau sekedar karena proses kematangan.
Guru penting untuk memahami perkembangan kognitif anak. Dengan pemahaman
yang baik, diharapkan guru dapat memberikan stimulasi yang sesuai dengan karakteristik anak
dan memiliki harapan yang realistis terhadap anak didiknya. Perkembangan kognitif terkait
dengan peningkatan kemampuan daya pikir atau nalar peserta didik seiring dengan
perkembangan motorik anak. Gagasan pada anak dapat ditumbuhkembangkan dengan
memberikan kesempatan belajar dengan berbagai gaya. Anak belajar dengan bermacam cara,
diantaranya belajar memelui bermain (learning by gaming), belajar dengan melakukan
kegiatan (learning by doing), belajar melalui stimulasi panca indra, dan belajar dengan
segenap kecerdasan majemuknya.
Ada beberapa teori yang memberikan kontribsi besar dalam menjelaskan
perkembangan kognitif pada anak, diantaranya adalah teori konstruktivist, sosiokultural dan
kecerdasan jamak (multiple intelligences). Teori perkembangan kognitif menyatakan bahwa
pertumbuhan mental individu adalah bagian terpenting dalam perkembangan anak. Menurut
teori ini, hampir semua aspek kehidupan individu misalnya yang berkaitan dengan sosialisasi,
emosi, dan lainnya secara langsung dipengaruhi oleh proses berpikir dan berbahasa. Contoh;
anak dapat memiliki teman bermain karena anak memiliki pengetahuan cara berteman dan
cara bersikap terhadap teman.
Dalam pandangan konstruktivis, bahwa anak membangun pemahamannya melalui
interaksi dengan lingkungan sepanjang waktu. Dalam setiap tahapan, anak sebagai individu
terlibat dalam proses menerima, mengorganisasi, dan menginterpretasi informasi baru.
Seiring dengan pertumbungan dan perkembangannya, anak akan dapat mengembangkan
keterampilan kognitifnya, dan membangun pemahamannya tentang konsep maupun proses
seperti memasangkan benda (matching), mengelompokkan (grouping), melihat hubungan
antar benda (seeing common relationship), seriasi, urutan, hubungan sebab akibat, dan
penalaran logis.
Salah satu ahli perkembangan kognitif yang terkemuka adalah Jean Piaget (1896-1980)
yang mengintegrasikan elemen-elemen psikologi, biologi, filosofi, dan logika dalam
memberikan penjelasan menyeluruh tentang bagaimana pengetahuan bisa diperoleh
individu. Tahap-tahap perkembangan daya pikir yang dikemukakan oleh Jean Piaget meliputi
tahap:
1) Tahap sensorimotor (lahir-18 bulan).
Pada tahap ini anak belajar melalui indra dan gerakan serta berinteraksi dengan
lingkungan fisik. Melalui bergerak, meraba, memukul, menggigit dan memanipulasi
obyek-obyek secara fisik anak belajar mengenal sifat ruang, waktu, lokasi, ketetapan, dan
sebab akibat. Perilakunya masih pra verbal. Anak memahami obyek disekitarnya melalui
sensori dan aktivitas motor serta gerakkannya. Reflek yang paling menonjol adalah reflek
menghisap; bayi-bayi secara otomatis menghisap saat bibir bayi disentuh.
Fase sensori motor dimulai dengan gerakan-gerakan reflek yang dimiliki anak
sejak ia dilahirkan. Fase ini berakhir pada usia 2 tahun. Pada masa ini, anak mulai
membangun pemahaman tentang lingkungannya melalui kegiatan sensorimotor, seperti
menggenggam, menghisap, melihat, melempar, dan secara perlahan ia mulai menyadari
bahwa suatu benda tidak menyatu dengan lingkungannya atau dapat dipisahkan dari
lingkungan di mana benda itu berada. Selanjutnya ia mulai belajar bahwa benda-benda
itu memiliki sifat-sifat khusus. Keadaan ini mengandung arti bahwa anak telah mulai
membangun pemahamannya terhadap aspek aspek yang berkaitan dengan hubungan
kuasalitas, bentuk dan ukuran, sebagai hasil pemahamannya terhadap aktivitas
sensorimotor yang dilakukannya.
Pada akhir usia 2 tahun anak sudah menguasai pola pola sensorimotor yang
bersifat kompleks bagaimana cara mendapatklan benda yang diinginkannya (menarik,
menggenggam atau meminta), menggunakan suatu benda dengan tujuan yang berbeda.
Dengan benda yang ada di tangannya, ia melakukan satu benda dengan tujuan yang
berbeda. Dengan benda yang ada di tangngannya, ia melakukan apa yang diinginkanya.
Kemampuan ini merupakan awal kemampuan berpikir secara simbolik, yaitu kemampuan
untuk memikirkan suatu objek tanpa kehadiran objek tersebut secara empiirik.
Sub tahapan perkembangan kognitif usia 0 18 bulan adalah sebagai berikut:
Sub Tahapan Usia Keterangan
Refleksrefleks
0 1 bulan Bayi melakukan gerakan sederhana dan refleksrefleks spontan, contoh: refleks hisap
Reaksi-reaksi
sirkular
primer
1 4 bulan Bayi melakukan realsi yang berulang-ulang dengan
bagian tubuh mereka. Contoh: mengepak-ngepakan
tangan, memegang-megang rambut, dan
sebagainya. Pada tahap ini bayi belum paham sebab
akibat.
Reaksi-reaksi
sirkular
sekunder
4 8 bulan Bayi melakukan reaksi berulang yang melibatkan
objek lain di luar dirinya. Contoh: menggoyanggoyangkan mainannya yang berbunyi. Pada
tahap
ini bayi belum mengerti sebab akibat.
Koordinasi
reaksi-reaksi
sirkular
sekunder
8 12 bulan Bayi melakukan berbagai macam gerakan yang
telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Contoh
menggoyangkan mainan, membanting, dan
menggigit mainannya.
Reaksi-reaksi
sirkular tertier
12 18
bulan
Bayi mencoba berbagai cara baru, yang belum
pernah dicoba sebelumnya, untuk memecahkan
masalah. Contoh: menarik kursi untuk mengambil
sesuatu yang tinggi, mengetuk-ngetuk meja yang
agak tinggi dengan mainannya, agar benda di atas
meja jatuh.
2) Tahap praoperasional (18 bulan 6/7 tahun).
Pada tahap ini pemikiran anak masih didominasi oleh hal-hal yang berkaitan
dengan aktivitas fisik dan persepsinya sendiri, sekalipun tidak selalu apa yang ada dalam
pikirannya ditampilkan lewat tingkah laku nyata seperti pada periode sebelumnya.
Menurut Siti Rahayu Haditono (1982), stadium pra operasional dimulai dengan
penguasaan bahasa yang sistematis, permainan simbolik, imitasi, serta bayangan dalam
mental. Semua proses ini menunjukkan bahwa anak sudah mampu untuk melakukan
tingkah laku simbolik.
Usia 18 24 bulan ditandai dengan internalized thought. Pada tahap ini anak
mulanya memecahkan masalah dengan memikirkannya terlebih dahulu melalui kesan
mental (mental image). Mereka dapat belajar meniru perilaku orang lain.
Karakteristik berpikir pra operasional anak pra sekolah adalah sebagai berikut:
Karakteristik Contoh
Berpikir berdasarkan
persepsi (perceptionbased thinking)
Seorang anak yang melihat dua buah mangkuk yang
masing-masing berisi 10 buah jeruk dengan ditata
secara berbeda, yang satu ditumpuk dan satu lagi
berserakan. Anak tersebut akan mengira yang
berserakan lebih banyak dibandingkan yang
bertumpuk.
Berpikir unidimensi
(unidimention
thinking)
Seorang anak yang diminta untuk mencari sebuah batu
besar berbentuk persegi, berusaha untuk
menemukannya. Kemudian anak tersebut datang
membawa batu persegi tetapi terlalu kecil. Kemudian
diminta kembali untuk mencari batu yang besar, maka
anak tersebut kembali mencari dan membawa sebuah
batu besar, tetapi bentuknya bundar.
Irreversibilitas
(irreversibility)
Seorang anak membongkar mainan yang baru saja
dibelikan ayahnya, kemudian dimarahi dan diminta
untuk dipasang kembali. Namun anak tersebut tidak
tahu cara mengembalikannya dan menempatkan
potongan-potongan itu seperti semula.
Penalaran transduktif
(transductive
reasoning)
Seorang anak mendorong adiknya dan mengambil
boneka yang sedang dimainkan adiknya. Anak tersebut
kemudian mencium boneka tersebut dan kemudian
bersin-bersin. Tak lama kemudian ibunya datang dan
marah lalu mengambil boneka tersebut dan
diberikannya kepada adiknya. Anak tersebut
menyangka kalau dia mendapatkan hukuman karena
telah bersin.
Egosentrisme Seorang anak yang memakai sepatu baru bertemu
dengan teman sebayanya yang memakai sepatu yang
sama model dan warnanya. Kemudian anak tersebut
marah dan meminta sepatu temannya tersebut. Anak
tersebut berpendapat bahwa sepatu yang dikenakan
temannya adalah miliknya juga, meskipun dia tahu
kalau sepatunya sedang dipakai.
Out-come perkembangan kognitif dan belajar anak usia 6 tahun antara lain:
a) Mengenali warna-warna (minimal 6 warna)
b) Mengenal bentuk-bentuk geometri (minimal 6 bentuk)
c) Memahami dimensi dan hubungan (seperti atas bawah, dalam luar, depan
belakang) dan waktu yang berbeda (pagi, sore, siang, malam)
d) Memahami perbedaan ukuran (besar kecil, pendek tinggi, tipis tebal, lebar
sempit)
e) Memahami konsep sains sederhana (contoh: apa yang terjadi jika warna
dicampur)
f) Memahami perbedaan rasa (manis, asam, pahit, pedas, asin)
g) Memahami perbedaan bau/aroma (harum, wangi, apek, busuk)
h) Dapat mengekspresikan pikiran dan ide
i) Dapat membedakan antara laki-laki dan perempuan
j) Dapat bernyanyi
k) Senang bertanya
l) Memahami angka dan bisa menghitung angka (minimal sampai 10)
m) Dapat menggambar sederhana
n) Dapat menulis kata-kata sederhana
o) Dapat membuat kalimat sederhana
p) Dapat bermain pura-pura
q) Memahami fungsi uang
3) Tahap operasional kongkret (8 12 tahun).
Pada tahapan ini yang dapat dipikirkan oleh anak masih terbatas pada bendabenda kongkret yang
dapat dilihat dan diraba, benda-benda yang tidak jelas, yang tidak
tampak dalam kenyataan masih sulit dipikirkan oleh anak. Kesulitan matematika karena
upaya untuk mengajarkan anak yang masih dalam tahapan operasi kongkret dengan
materi yang abstrak.
4) Tahap Operasional formal (Diatas 12 tahun).
Dalam tahap ini anak mampu mempertimbangkan semua kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan mampu menalar atas dasar hipotesis dan dalil. Dampaknya
anak dapat meninjau masalah dari berbagai faktor saat memecahkan masalah. Pemikiran
anak menjadi lebih kongkrit dan fleksibel dan mereka mampu menggabungkan informasi
dari sejumlah sumber yang berbeda.
b. Perkembangan Sosial Emosional
Perkembangan sosio-emosional, bertujuan untuk mengetahui diri sendiri dan
berhubungan dengan orang lain yaitu teman sebaya dan orang dewasa, bertanggung
jawab terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan berperilaku sesuai dengan perilaku
prososial. Perkembangan sosial, sebagaimana dikatakan Muhibbin (1999:35),
merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi
dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock mengatakan bahwa
perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial. Untuk menjadi indi vidu yang mampu bermasyarakat
diperlukan tiga proses sosialisasi. Ketiga proses tersebut nampak terpisah, tetapi
sebenarnya saling berhubungan: 1) belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang
dapat diterima masyarakat; 2) belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat;
3) mengembangkan sikap/atau tingkah laku sosial terhadap individu lain dan akti vitas
sosial yang ada di masyarakat (Hurlock: 250).
Perkembangan sosial seorang anak dalam tahapan operasional forma Piaget,
dikatakan oleh Essa (2003: 303), bahwa selama masa kanak-kanak pertengahan, ini
anak-anak jadi lebih mampu mengambil sudut pandang orang lain, egosentrisme di
awal masa kanak-kanak digantikan oleh kemampuan untuk melihat berbagai hal dari
segi perspektif orang lain. Karena itu kematangan (emosi) dalam hubungan sosial
dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap normanorma
kelompok, moral, tradisi, dan meleburkan diri menjadi suatu kasatuan dan
saling berkomunikasi dan bekerjasama. Esensi dari sikap sosial seorang anak terhadap
orang lain adalah seberapa baik mereka dapat bergaul dengan orang lain. Dan itu
sangat tergantung pada pengalaman belajar selama tahun-tahun awal kehidupan
yang merupakan masa pembentukannya.
Pada usia 6 tahun anak telah memiliki proporsi tubuh yang akan mewarnai proporsi
tubuhnya di masa dewasa. Secara normal pertambahan tinggi badan selama masa kanak
kanak hanya sebanyak 2,5 inchi setahun dan berat badan secara normal hanya bertambah
2,5 3,5 kilogram setahun (Papalia dan Olds, 1985 : 416).
1) Fase Pebentukan Dasar Kepercayaan vs Tidak Percaya (0- 12 18 Bulan )
Dalam fase ini anak mengalami krisis pertama dalam kehidupannya. Krisis ini
menyangkut krisis kepercayaan terhadap lingkungan. Perawatan yang diberikan pada
bayi merupakan prasyarat untuk timbulnya percaya dalam diri bayi tewrhadap
lingkungannya..
Untuk membangun dasar kepercayaan tersebut maka ppemenuhan kebutuhan
bayi perlu dilakukan secara teratur. Misalnya : kebutuhab terhadap makanan,
kebersihan (mandi, ganti, dan sebagainya. Di samping itu diperlukan juga cara cara
penanganan dalam merawat bayi. Perawatan ini haruslah menimbulkan rasa aman dan
rasa terlindungi pada bayi. Hal tersebut merupakan faktor penentu untuk timbulnya
rasa percaya dalam diri bayi. Apabila bayi tidak memperoleh perawatan yang demikian
maka yang tumbuh dalam diri bayi adalah rasa tidak percaya atau curiga.
2) Fase Autonomi vs Malu dan ragu ragu (18 bulan 3 bulan -3 tahun )
Bermodalkan rasa percaya dan sejalan dengan perkembangan baik fisik, kognitif
dan bahasa, anak mulai mengeksplorasi lingkungannya. Ia bergerak kesana kemari.
Pada masa ini anak merasakankebebasannya. Seirung dengan hal itu berkembang pula
krisis tahap ke dua dalam diri anak. Rasa malu ini merupakan awal dari kepekaan anak
terhadap sesuatu yang salah dan yang benar. Oleh sebab itu peran orang tua sangat
penting dalam mengarahkan perkembangan psikososial anak berkembang dengan baik.
Kontrol yang terlalu ketat menyebabkan autonomi anak tidak berkembang.
Sebaliknya kontrol yang terlalu longgar menyebabkan autonomi anak kurang peka
terhadap mana yang salah dan mana yang benar.
3) Fase inisiatif vs Merasa Bersalah ( 3- 6 tahun)
Pada tahap ini krisis yang terjadi dalam diri anak adalah antara inisiatif dan
melaksanakan inisiatif tersebut, dan rasa bersalah untuk melakukan apa yang ingin
dilakukan oleh anak. Oleh sebab itu anak perlu belajar mengendalikan perasaan ini.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan jalan menanamkan rasa tanggung
jawab dalam diri anak. Di samping itu anak masih perlu merasakan kebebasannya.
Apabila perkembangan rasa besalah melebihi perkembangan inisiatif anak maka anak
akan menjadi anak yang tidak dapat mengespresikan keperibadiannya karena takut
diangap salah. Anak akan diliputi rasa ragu-ragu.
cooking
Bertitik tolak dari pendapat para ahli tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa
perkembangan psikososial merupakan suatu bentuk perkembangan yang bersifat
kumulatif. Hal ini berarti bahwa perkembangan psikososial pada tahap awal akan
mempengaruhi perkembangan psikososial pada tahap selanjutnya. Oleh sebab itu
apabila terjadi hambatan dalam perkembangan dalam perkebangan psikososial pada
tahap awal maka keadaan ini akan mempengaruhi perkembangan psikososial pada
tahap selanjutnya.
3). Pembelajaran nilai agama kemdikbud
4). Perkembangan Moral
Agama merupakan pondasi awal untuk menanamkan rasa keimanan pada diri
anak. Dalam agama terdapat dua unsur yang sangat penting yaitu keyakinan dan tata
cara yang keduanya tidak dapat dipisahkan. Sikap beragama memiliki arti yang sangat
luas dan bermuara ke arah hal-hal yang mulia sebagai perwujudan manusia sebagai
makhluk ciptaan-Nya. Sikap beragama merupakan kemampuan untuk memberi makna
ibadah terhadap setiap perilaku anak dan kegiatan melalui langkah-langkah dan
pemikiran yang bersifat fitrah menuju manusia yang seutuhnya. Pendidikan agama
mempunyai suatu landasan pokok, yaitu penanaman iman pada diri anak sebagai bekal
kehidupannya di masa mendatang.
Pada usia 0-2 tahun, merupakan masa ketergantungan terhadap orang tua, anak
kecil memperoleh tingkah lakunya hampir seluruhnya melalui pola peniruan. Konsepsi
anak kecil tentang Allah sebagian besar ditentukan oleh konsep dan sikap orang tua
terhadap Allah. Anak yang berumur 2-3 tahun dapat mengerti bahwa Al-Quran
datangnya dari Allah, Muhammad adalah Rasulullah, dan Allah mencintai dan
memelihara manusia. Pada usia 4-6 tahun, anak dapat belajar mencintai Allah
sebagaimana ia belajar mencintai orang-orang dalam rumahnya. Pada usia 6-8 tahun,
kemampuan anak untuk mengenal Allah bertambah ketika dunia lingkungannya
bertambah luas dan pengalamannya bertambah banyak.
Pengembangan nilai agama pada anak usia dini dapat dilakukan melalui
pemodelan (modelling), di mana anak belajar melalui imitasi. Bermain peran (role
playing), yaitu menciptakan suatu situasi di mana individu diminta untuk melakukan
sesuatu peran tertentu (yang biasanya bukan peran dirinya) di suatu tempat yang tidak
lazim peran tersebut terjadi. Simulasi (simulation) adalah kegiatan yang dilaukan untuk
menggambarkan suatu situasi atau perilaku yang sebenarnya. Balikan penampilan
(feedback) adalah informasi yang menggambarkan seberapa jauh hasil yang diperoleh
dari role playing, bentuknya dapat berupa reward, reinforcement, kritik, dan dorongan.
Moral berasal dari bahasa latin mores yang artinya tata cara, kebiasaan, dan
adat. Menurut Hurlock, moralitas adalah kebiasaan yang terbentuk dari standar sosial
yang juga dipengaruhi dari luar individu. Moralitas berkaitan dengan sistem
kepercayaan, penghargaan, dan ketetapan yang terjadi di bawah sadar tentang tindakan
yang benar dan yang salah, dan untuk memastikan individu tersebut akan berusaha
berbuat sesuai dengan harapan masyarakat. Sedangkan menurut Immanuel Kant, moral
adalah kesesuaian sikap dan perbuatan kita dengan norma atau hukum batiniah kita,
yakni apa yang kita pandang sebagai kewajiban kita. Dapat disimpulkan bahwa
moralitas adalah sistem kepercayaan, penghargaan, danketetapan tentang perbuatan
benar dan salah yang terbentuk dari kebiasaan-kebiasaan dari standar sosial yang
dipengaruhi dari luar individu atau sesuai dengan harapan masyarakat atau kelompok
sosial tertentu.
Perkembangan moral berkaitan dengan aturan dan konvensi tentang apa yang
seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.
Perkembangan moral memiliki dimensi intrapersonal yang mengatur aktivitas
seseorang ketika dia tidak terlibat dalam interaksi sosial dan dimensi interpersonal yang
mengatur interaksi sosial dalam penyelesaian konflik. Pada usia 4-6 tahun anak mulai
menyadari dan mengartikan bahwa sesuatu tingkahlaku ada yang baik dan ada yang
tidak baik.
Menurut Piaget dalam pengamatan dan wawancara pada anak usia 4-12 tahun
menyimpulkan bahwa anak melewati dua tahap yang berbeda dalam cara berpikir
tentang moralitas, yaitu:
1) Tahap moralitas Heteronom yang terjadi pada usia 4-7 tahun. Tahap ini merupakan
tahap pertama dari perkembangan moral. Pada tahap ini, anak berpikir bahwa
keadilan dan peraturan adalah properti dunia yang tidak bisa diubah dan dikontrol
oleh orang. Anak berpikir bahwa peraturan dibuat oleh orang dewasa dan terdapat
pembatasan-pembatasan dalam bertingkah laku. Pada tahap ini, anak menilai
kebenaran atau kebaikan tingkah laku berdasarkan konsekuensinya, bukan niat dari
orang yang melakukan. Anak juga percaya bahwa aturan tidak bisa diubah dan
diturunkan oleh sebuah otoritas yang berkuasa. Anak berpikir bahwa mereka tidak
berhak membuat peraturan sendiri, melainkan dibuatkan aturan oleh orang dewasa.
Orang dewasa perlu memberikan kesempatan pada anak untuk membuat peraturan,
agar anak menyadari bahwa peraturan berasal dari kesepakatan dan dapat diubah.
2) Tahap Moralitas Otonomi yang terjadi pada usia 7-10 tahun. Pada fase ini, anak
berada dalam masa transisi dan menunjukkan sebagian ciri-ciri dari tahap pertama
perkembangan moral (Moralitas Heteronom) dan sebagian ciri dari tahap kedua yaitu
Moralitas Otonom. Anak mulai sadar bahwa peraturan dan hukum dibuat oleh
manusia, dan ketika menilai sebuah peraturan, anak akan mempertimbangkan niat
dan konsekuensinya. Moralitas akan muncul dengan adanya kerjasama atau
hubungan timbal balik antara anak dengan lingkungan dimana akan berada. Pada
masa ini, anak masih percaya bahwa ketika mereka melakukan pelanggaran, maka
otomatis akan mendapatkan hukumannya (Moralitas Heteronom). Hal ini sering
membuat anak merasa khawatir dan takut berbuat salah. Namun ketika anak mulai
berpikir secara otonom, anak mulai menyadari bahwa hukuman terjadi apabila ada
bukti dalam melakukan pelanggaran. Piaget yakin bahwa semakin berkembang cara
berpikir anak, akan semakin memahami tentang persoalan-persoalan sosial dan
bentuk kerjasama yang ada di dalam lingkungan masyarakat.
Selain Piaget, Kohlberg juga menekankan bahwa cara berpikir anak tentang moral
berkembang dalam sebuah tahapan. Kohlberg menggambarkan 3 (tiga) tingkatan
penalaran tentang moral, dan setiap tingkatan memiliki 2 (dua) tahapan, yaitu:
3) Moralitas prakonvensional
Pada tingkatan ini, baik dan buruk diinterpretasikan melalui reward (imbalan) dan
punishment (hukuman) eksternal. Pada tingkatan ini terdapat dua tahapan, yaitu
tahap pertama moralitas heteronom dan tahap kedua individualisme, tujuan
instrumental, dan pertukaran. Pada tahap pertama anak berorientasi pada kepatuhan
dan hukuman, anak berpikir bahwa mereka harus patuh dan takut pada hukuman.
Moralitas dari suatu tindakan dinilai atas dasar akibat fisiknya. Misalnya dicubit
ketika anak bersalah, dan sebagainya. Pada tahap kedua anak berpikir bahwa
mementingkan diri sendiri adalah hal yagn benar dan hal ini juga berlaku untuk orang
lain. Karena itu, anak berpikir apapun yang mereka lakukan harus mendapatkan
imbalan atau pertukaran yang setara. Jika dia berbuat baik, maka orang juga harus
berbuat baik terhadap dirinya, anak menyesuaikan terhadap sosial untuk
memperoleh penghargaan. Contoh; berbuat benar dan dipuji benar sekali.
4) Moralitas konvensional
Pada tingkatan ini individu memberlakukan standar tertentu, tetapi standar ini
ditetapkan oleh orang lain, misalnya oleh orang tua atau pemerintah. Moralitas atas
dasar persesuaian dengan peraturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain dan
untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka. Pada tingkatan ini memiliki
dua tahapan, yaitu tahap pertama ekspektasi interpersonal, dan tahap kedua moralitas
sistem sosial. Pada tahap pertama anak menghargai kepercayaan, perhatian, dan
kesetiaan terhadap orang lain sebaga dasar penilaian moral. Seseorang
menyesuaikan dengan peraturan untuk mendapatkan persetujuan orang lain dan
untuk mempertahankan hubungan baik dengan mereka. Contoh; mengembalikan
krayon ke tempat semula sesudah digunakan (nilai moral=tanggungjawab). Pada
tahap kedua, penilaian moral didasari oleh pemahaman tentang keteraturan di
masyarakat, hukum, keadilan, dan kewajiban. Seseorang yakin bahwa bila kelompok
sosial menerima peraturan yang sesuai bagi seluruh anggota kelompok, maka
mereka harus berbuat sesuai dengan peraturan itu agar terhindar dari kamanan dan
ketidaksetujuan sosial. Contoh; bersama-sama membersihkan kelas, semua anggota
kelompok wajib membawa alat kebersihan (nilai moral=gotong royong).
5) Moralitas pascakonvensional
Pada tingkatan ini seseorang menyadari adanya jalur moral alternatif, dapat
memberikan pilihan, dan memutuskan bersama tentang peraturan, dan moralitas
didasari pada prinsip-prinsip yang diterima sendiri. Ini mengarah pada moralitas
sesungguhnya, tidak perlu disuruh karena merupakan kesadaran dari diri orang
tersebut. Tingkatan ini memiliki dua tahap, pertama hak individu, dan tahap kedua
prinsip universal. Pada tahap pertama, individu menalar bahwa nilai, hak, dan prinsip
lebih utama. Seseorang menyadari perlunya keluwesan dan adanya modifikasi dan
perubahan standar moral apabila itu dapat menguntungkan kelompok secara
keseluruhan. Contoh; pada awal tahun ajaran, orang tua diperkenankan menunggu
anaknya selama kurang lebih satu minggu, setelah itu anak harus berani ditinggal.
Pada tahap kedua seseorang menyesuaikan dengan standar sosial dan cita-cita
internal terutama untuk menghindari rasa tidak puas dengan diri sendiri dan bukan
menghindari kecaman sosial. Contoh; anak secara sadar merapikan kamar sendiri
segera setelah ia bangun tidur dengan harapan agar kamarnya terlihat selalu dalam
keadaan rapih.
Nilai-nilai moral yang dapat dikembangkan pada anak usia dini antara lain; (1)
kerjasama, (2) bergiliran, (3) disiplin diri, (4) kejujuran, (5) tanggungjawab, (6)
bersikap sopan dan berbahasa yang santun. Untuk mengembangkan moral tersebut,
dapat dilakukan dengan beberapa strategi melalui berbagai kegiatan belajar yang
menyenangkan dan bervariasi. Beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan perilaku moral pada anak usia dini yaitu:
(a) Memberi anak kesempatan untuk sharing tentang perasaan dalam lingkungan
yang nyaman dan aman.
(b) Mengajarkan hal-hal yang realistik dapat dimengerti oleh anak.
(c) Memberi kesempatan anak untuk berlatih belajar kooperatif dan berbagi
tanggungjawab.
(d) Mengundang teman yang berbeda budaya, mengembangkan rasa nasionalisme.
(e) Mengembangkan aturan kelas bersama.
(f) Memberi kesempatan pada anak untuk mengemukakan pendapat,
bereksperimen dalam belajar.
(g) Memberi contoh sikap/perilaku yang baik; keingintahuan, toleransi, dan lainlain.
4. Tugas Perkembangan
Tugas-tugas perkembangan pada setiap periode perkembangan merupakan tugas tugas yang harus
dipenuhi oleh individu dalam suatu periode perkembangan tertentu.
Biasanya tugas-tugas tersebut merupakan kecakapan-kecakapan dan pola-pola tingkah laku
tertentu yang merupakan harapan dari suatu masyarakat dalam kebudayaan tertentu. Tugas-
tugas perkembangan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai kebudayaan (yang kadangkadang berubah).
Kegagalan dalam memenuhi tugas-tugas perkembangan akan
mengakibatkan timbulnya perasaan tidak bahagia dan mempersulit pelaksanaan tugastugas
perkembangan periode selanjutnya.
Sedangkan kegagalan akan membawa ketidakbahagiaan individu dan kesulitan
dalam menghadapi tugas-tugas selanjutnya. Dalam kenyataan kehidupan individu, dapat
kita ketahui tugas- tugas ini. Sebagai pendidik harus mengetahui tugas- tugas perkembangan ini,
agar dapat membimnbing anak didik menyelesaikan tugas-tugas perkembangan itu sehingga
mencapai suatu keutuhan kemampuan yang mantap dan kepribadian yang matang.
Pengertian tugas perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola tertentu.
Setiap fase merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya yang merupakan pola
prasyarat bagi perkembangan selanjutnya. Umpamanya setiap anak harus belajar berdiri
dahulu sebelum ia dapat berjalan. Demikian pula setiap anak menguasai membuat lingkaran
lebih dahulu sebelum membuat segi empat. Setiap anak berkembang menurut polanya sendiri
yang unik itu hanya merupalkan variasi dasar yang umum. Di sepanjang kehidupan individu,
tugas-tugas pekembangan masing-masing diselesaikan secara individu sesuai dengan dituasi
dan kondisi masing-masing. Adapun tugas-tugas perkembangan mengikuti fase-fase sebagai
berikut.
a. Perkembangan Mengikuti Pola Tertentu
Artinya perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola tertentu. Setiap tahap
merupakan hasi. perkembangan dari tahap sebelumnya yang merupakan pola prasyarat bagi
perkembangan selanjutnya. Umpamanya setiap anak harus belajar berdiri dahulu
sebelum is dapat berjalan. Demikian pula setiap anak menguasai membuat lingkaran
lebih dahulu sebelum membuat segi empat. Setiap anak berkembang menurut polanya
sendiri yang unik itu hanya merupakan variasi dasar yang umum.
1) Perkembangan berlangsung dari respons yang umum menuju kepada respons yang
khusus.
Dalam semua fase perkembangan, balk motorik maupun mental, respons anak
pada mulanya adalah bersifat umum dan kemudian baru bersifat khusus. Bayi
melihat benda-benda yang besar lebih dahulu sebelum is dapat melihat benda-benda
yang kecil. Bayi memperdengarkan suara ocehan terlebih dahulu sebelum is dapat
mengucapkan kata-kata
2) Perkembangan bersifat kontinu
Perkembangan berlangsung terus sejak mulai masa kottsepsi sampai si anak mencapai
kematangan. Perkembangan fisik dan mental berlangsung terus perlahan-lahan
sampal sifat-sifat tersebut mencapai pertumbuhannya yang maksimum pada masa
adolesen. Perkembangan berlangsung terusmenerus, maka apa yang terjadi pada
suatu tahap akan mempengaruhi tahap berikutnya.
3) Perbedaan individual dalam tempo perkembangan adalah tetap.
Banyak bukti-bukti yang menunjukkan bahwa tempo perkembangan adalah tetap.
Ana) yang perkembangannya cepat pada mulanya akan cepat juga seterusnya.
Demikian pula anak yang sejak mula lambat per kembangannya akan tetap
lambat puts pericembangannya.
4) Masing-masing bagian tubuh mempunyai tempo (kecepatan) perkembangan yang
berbeda-beda
Tidak semua bagian tubuh tumbuh dalam tempo yang sama dan demikian pula
dengan pertumbuhan mental. Pertumbuhan bagian tubuh tertentu mungkin cepat
sekali, sedangkan bagian tubuh yang lain per tumbuhannya lambat dan adakalanya
terhenti oleb gangguan -gangguan lain. Fase-fase perkembangan mental dan fisik
yang berbeda-beda terjadi menurut temponya sendiri-sendiri dan mencapai
kematangannya pada waktu yang berbeda-beda.
5) Ada Hubungan antara sifat - sifat perkembangan
Anak yang perkembangan intelektualnya di at as rata - rata pada umumnya
memiliki sifat-sifat lain yang juga di atas rata -rata. Anak yang perkembangan
mentalnya di bawah rata - rata tidak akan dapat di kompensasikan dengan
perkembangan bakat khusus ataupun bentuk tubuh yang superior.
6) Perkembangan dapat d iramalkan
Tempo perkembangan setiap anak adalah relatif tetap/ konstan, maka dapat
diramalkan bila (kapan) anak kira-kira akan mencapai kematangarinya. Dengan
mengetahui perkembangan mental anak, maka dapatlah direncanakan
pendidikan yang sesuai untuk anak tersebut.
7) Setiap fase perkembangan mempunyai karakteristik Pada setiap usia tertentu,
beberapa sifat perkembangan dengan cepat dan nyata dari sifat -sifat yang
Iainnya. Contoh : seringkali terjadi bahwa pada waktu anak belajar berjalan,
tidak terdapat kemajuan dalam kemampuannya berbicara. Naneaknya
usahanya untuk menguasai teknik berjalan menuntut seltiruh energi anak itu.
8) Tingkah laku sesuai dengan usia
Pada setiap usia perkembangan terdapat bentuk tingkah laku yang tidak
diinginkan yang umum dijumpai pada usia tersebut dan yang akan lenyap bila
anak mencapai tahap perkembangan selanjutnya.
9) Waktu yang diperlukan untuk rnelengkapi karakteristik perkembangan pada setiap
tahap adalah berbeda Anak melalui setiap tahap perkembangan
bagi setiap individu.
b. Bahaya Potensi Dalam Tugas Perkembangan
Psikologi perkembangan menjelaskan beberapa tugas-tugas perkembangan pada setiap
priode perkembangan manusia, karena tugas-tugas perkembangan memegang peranan
penting untuk menentukan arah perkembangan yang normal, jika ada yang menghalangi
perkembangan dapat dianggap sebagai bahaya potensial. Ada tiga macam bahaya potensial
yang berhubungan dengan tugas-tugas dalam perkembangan antara lain :
1) Bahaya potensial, dikarenakan harapan-harapan yang kurang tepat, baik dari
individu sendiri maupun lingkungan social, akan terjadinya perilaku yang tidak
mungkin dalam perkembangan pada saat itu karena keterbatasan kemampuan fisik
maupun psikologis.
2) Bahaya potensial, dikarenakan ada perkembangan yang melangkahi tahap tertentu
dalam perkembangan sebagai akibat kegagalan menguasai tugas-tugas tertentu.
Maka krisis yang dialami individu ketika melewati satu tingkatan ke tingkatan yang
lain.
3) Bahaya potensial, karena ada yang muncul dari tugas -tugas itu sendiri. Sekalipun
individu berhasil menguasai tugas pada suatu tahap secara baik, namun keharusan
menguasai sekelompok tugas-tugas baru yang tepat untuk tahap berikutnya
pasti akan membawa ketegangan dan tekanan kondisi-kondisi yang dapat
mengarah pada suatu krisis.
Tugas-tugas Perkembangan Masa Bayi
1) Belajar memakan makanan padat.
2) Belajar berjalan Belajar berbicara
3) Belajar mengendalikan pembuangan kotoran tubuh
4) Mempelajari perbedaan seks dan tata caranya
5) Mempersiapkan diri untuk membaca
6) Belajar membedakan benar dan salah
Tugas-tugas Perkembangan Masa Kanak-kanak
1) Penyempurnaan pemahaman menganai konsep-konsep sosial, konsep-konsep
benar dan salah dan seterusnya.
2) Belajar membuat hubungan emosional yang maikn matang di lingkungan sosial
baik di rumah maupun di luar rumah.
Tugas-tugas Perkembangan Akhir Masa Kanak-kanak
1) Mempelajari keterampilan fisik yang diperlu-kan untuk permainan-permainan yang
umum
2) Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhluk yang sedang
tumbuh
3) Belajar menyesuaikan diri dengan teman-teman seusianya
4) Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat
5) Mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar untuk membaca, menulis, dan
berhi-tung
6) Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan seharihari
7) Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tata dan tingkatan nilai
8) Mengembangkan sikap terhadap kelompok-kelompok sosial dan lembaga-lembaga
9) Mencapai kebebasan pribadi in terhadap mereka.
10) Makin mengembangkan keterampilan motorik, baik yang menggunakan otot halus
(misal Menulis, menggambar, ketrampilan-ketrampilan khusus) dan otot besar (olah
raga, permainan-permainan).
11) Makin mengembangkan konsep-konsep tentang lingkungan sekelilmgnya.
12) Mengembangkan tingkah laku moral serta menerima nilai lingkungan.
13) Belajar bekerja sama dengan teman sebaya.
14) Belajar memainkan peran sesuai dengan jenis kelamin.
15) Belajar mengendalikan reaksi-reaksi emosional sesuai dengan harapan lingkungan sosial.

5. Perkembangan social emosional kemenag


Perkembangan Sosial Emosional
Perkembangan sosio-emosional, bertujuan untuk mengetahui diri sendiri dan
berhubungan dengan orang lain yaitu teman sebaya dan orang dewasa, bertanggung
jawab terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan berperilaku sesuai dengan perilaku
prososial. Perkembangan sosial, sebagaimana dikatakan Muhibbin (1999:35),
merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni pribadi
dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya. Adapun Hurlock mengatakan bahwa
perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai
dengan tuntutan sosial. Untuk menjadi indi vidu yang mampu bermasyarakat
diperlukan tiga proses sosialisasi. Ketiga proses tersebut nampak terpisah, tetapi
sebenarnya saling berhubungan: 1) belajar untuk bertingkah laku dengan cara yang
dapat diterima masyarakat; 2) belajar memainkan peran sosial yang ada di masyarakat;
3) mengembangkan sikap/atau tingkah laku sosial terhadap individu lain dan akti vitas
sosial yang ada di masyarakat (Hurlock: 250).
Perkembangan sosial seorang anak dalam tahapan operasional forma Piaget,
dikatakan oleh Essa (2003: 303), bahwa selama masa kanak-kanak pertengahan, ini
anak-anak jadi lebih mampu mengambil sudut pandang orang lain, egosentrisme di
awal masa kanak-kanak digantikan oleh kemampuan untuk melihat berbagai hal dari
segi perspektif orang lain. Karena itu kematangan (emosi) dalam hubungan sosial
dapat juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap normanorma
kelompok, moral, tradisi, dan meleburkan diri menjadi suatu kasatuan dan
saling berkomunikasi dan bekerjasama. Esensi dari sikap sosial seorang anak terhadap
orang lain adalah seberapa baik mereka dapat bergaul dengan orang lain. Dan itu
sangat tergantung pada pengalaman belajar selama tahun-tahun awal kehidupan
yang merupakan masa pembentukannya.
Pada usia 6 tahun anak telah memiliki proporsi tubuh yang akan mewarnai proporsi
tubuhnya di masa dewasa. Secara normal pertambahan tinggi badan selama masa kanak
kanak hanya sebanyak 2,5 inchi setahun dan berat badan secara normal hanya bertambah
2,5 3,5 kilogram setahun (Papalia dan Olds, 1985 : 416).
1) Fase Pebentukan Dasar Kepercayaan vs Tidak Percaya (0- 12 18 Bulan )
Dalam fase ini anak mengalami krisis pertama dalam kehidupannya. Krisis ini
menyangkut krisis kepercayaan terhadap lingkungan. Perawatan yang diberikan pada
bayi merupakan prasyarat untuk timbulnya percaya dalam diri bayi tewrhadap
lingkungannya..
Untuk membangun dasar kepercayaan tersebut maka ppemenuhan kebutuhan
bayi perlu dilakukan secara teratur. Misalnya : kebutuhab terhadap makanan,
kebersihan (mandi, ganti, dan sebagainya. Di samping itu diperlukan juga cara cara
penanganan dalam merawat bayi. Perawatan ini haruslah menimbulkan rasa aman dan
rasa terlindungi pada bayi. Hal tersebut merupakan faktor penentu untuk timbulnya
rasa percaya dalam diri bayi. Apabila bayi tidak memperoleh perawatan yang demikian
maka yang tumbuh dalam diri bayi adalah rasa tidak percaya atau curiga.
2) Fase Autonomi vs Malu dan ragu ragu (18 bulan 3 bulan -3 tahun )
Bermodalkan rasa percaya dan sejalan dengan perkembangan baik fisik, kognitif
dan bahasa, anak mulai mengeksplorasi lingkungannya. Ia bergerak kesana kemari.
Pada masa ini anak merasakankebebasannya. Seirung dengan hal itu berkembang pula
krisis tahap ke dua dalam diri anak. Rasa malu ini merupakan awal dari kepekaan anak
terhadap sesuatu yang salah dan yang benar. Oleh sebab itu peran orang tua sangat
penting dalam mengarahkan perkembangan psikososial anak berkembang dengan baik.
Kontrol yang terlalu ketat menyebabkan autonomi anak tidak berkembang.
Sebaliknya kontrol yang terlalu longgar menyebabkan autonomi anak kurang peka
terhadap mana yang salah dan mana yang benar.
3) Fase inisiatif vs Merasa Bersalah ( 3- 6 tahun)
Pada tahap ini krisis yang terjadi dalam diri anak adalah antara inisiatif dan
melaksanakan inisiatif tersebut, dan rasa bersalah untuk melakukan apa yang ingin
dilakukan oleh anak. Oleh sebab itu anak perlu belajar mengendalikan perasaan ini.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan jalan menanamkan rasa tanggung
jawab dalam diri anak. Di samping itu anak masih perlu merasakan kebebasannya.
Apabila perkembangan rasa besalah melebihi perkembangan inisiatif anak maka anak
akan menjadi anak yang tidak dapat mengespresikan keperibadiannya karena takut
diangap salah. Anak akan diliputi rasa ragu-ragu.
cooking
Bertitik tolak dari pendapat para ahli tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa
perkembangan psikososial merupakan suatu bentuk perkembangan yang bersifat
kumulatif. Hal ini berarti bahwa perkembangan psikososial pada tahap awal akan
mempengaruhi perkembangan psikososial pada tahap selanjutnya. Oleh sebab itu
apabila terjadi hambatan dalam perkembangan dalam perkebangan psikososial pada
tahap awal maka keadaan ini akan mempengaruhi perkembangan psikososial pada
tahap selanjutnya.
Fase Perkembangan
Sosial
Mengetahui peraturan
Tunduk dengan peraturan
Mengetahui Hak dan
kepentingan
Sudah dapat bermain dengan
teman
Perkembangan sosialisasi pada anak ditandai dengan kemampuan anak untuk
beradaptasi dengan lingkungan, menjalin pertemanan yang melibatkan emosi, pikiran,
dan perilakunya. Perkembangan sosialisasi anak adalah proses dimana anak
mengembangkan keterampilan interpersonalnya, belajar menjalin persahabatan,
meningkatkan pemahamannya tentang orang di luar dirinya, dan juga belajar penalaran
moral dan perilaku. Perkembangan sosial emosional melibatkan pemahaman yang
mendalam tentang diri sendiri dan orang lain. Feeney (et.al) menyatakan bahwa
perkembangan sosial emosional mencakup; kompetensi sosial (kemampuan dalam
menjalin hubungan dalam kelompok sosial), kemampuan sosial (perilaku yang
digunakan dalam situasi sosial), kognisi sosial (pemahaman terhadap pemahaman,
tujuan, dan perilaku diri sendiri dan orang lain), perilaku sosial (kesediaan untuk
berbagi, membantu, bekerjasama, merasa nyaman dan aman, dan mendukung orang
lain), serta penguasaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas (perkembangan
dalam menentukan standar baik dan buruk, kemampuan untuk mempertimbangkan
kebutuhan dan keselamatan orang lain).
Sosialisasi adalah suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang
untuk menyesuaikan diri dengan keinginan yang berasal dari dalam diri. Sosialisasi
merupakan proses dimana anak belajar untuk berperilaku sesuai dengan harapan
budaya dimana anak dibesarkan. Sebagaimana Manning menyatakan socialization is
the process by which children learn to be have in acceptable manner, as defined by
culture of which the family is apart. Sementara itu Drever mengemukakan pengertian
sosialisasi sebagai suatu proses dimana individu beradaptasi dengan lingkungan sosial
dan menjadi dikenali, dan bekerjasama dengan anggota kelompok tersebut.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan anak dalam bersosialisasi,
yaitu: (1) lingkungan keluarga, (2) lingkungan sekolah, (3) lingkungan kelompok
masyarakat, (4) faktor dari dalam diri anak.
Proses sosialisasi membutuhkan 3 (tiga) keterampilan khusus, yiatu: (1) proses
imitasi, (2) proses identifikasi, dan (3) proses internalisasi. Proses imitasi adalah proses
dimana anak belajar meniru perilaku yang dapat ditterima secara sosial. Anak melhat
secara langsung perilaku orang lain yang dijadikan contoh/model. Proses identifikasi
adalah terjadinya pengaruh sosial pada anak, dimana anak ingin menjadi seperti orang
lain yang dicontoh. Proses internalisasi adalah proses penanaman serta penyerapan
nilai-nilai. Dalam proses ini diperlukan pemahaman anak untuk membedakan nilai-nilai
sosial yang baik dan buruk. Proses sosialisai juga diawali dengan adanya proses
pengamatan terhadap perilaku orang lain. Bandura mengemukakan tahapan atau fase
yang dilalui individu dalam mengamati perilaku tertentu, yaitu; (1) memperhatikan
(attention), (2) menyimpan (retention), (3) mereproduksi (reproduction), dan (4)
motivasi (motivation).
Menurut Erikson, masa kanak-kanak merupakan gambaran awal individu sebagai
seorang manusia, dimana prola sikap dan perilaku yang diperoleh anak, akan menjadi
peletak dasar bagi perkembangan anak selanjutnya. Pada anak usia 4-5 tahun sangat
senang meniru pembicaraan maupun tindakan orang lain. Menurutnya, tahapan
perkembangan psikososial pada anak pra sekolah adalah tahapan inisiatif atau prakarsa
versus rasa bersalah. Pada tahap ini anak terlihat aktif dan mulai bermain serta menjalin
komunikasi dengan anak-anak lain. Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar dan
menunjukkan perhatian terhadap perbedaan jenis kelamin.
Ciri-ciri perkembangan sosial menurut Steinberg (1995), Hughes (1995) dan Piaget
(1996) adalah: (1) memilih teman yang sejenis, (2) cenderung lebih percaya pada teman
sebaya, (3) agresivitas lebih meningkat, (4) senang bergabung dalam kelompok, (5)
memahami keberadaan bersama kelompok, (6) berpartisipasi dengan pekerjaan orang
dewasa, (7) belajar membina persahabatan dengan orang lain, dan (8) menunjukkan
rasa setia kawan.
Dalam kaitannya dengan perkembangan emosi pada anak usia dini, terdapat 3
(tiga) pola dasar emosi yang timbul pada anak, yaitu takut, marah, dan cinta (fear,
anger, and love). Emosi dapat berubah bukan hanya disebabkan karena adanya
perubahan perasaan, tetapi juga karena kondisi lingkungan yang dialami anak. Rasa
takut dapat timbul karena adanya kejadian yang mendadak atau tidak terduga, dimana
anak perlu menyesuaikan diri dengan situasi tersebut. Rasa marah biasa muncul pada
anak-anak untuk menarik perhatian orang lain. Rasa senang merupakan bentuk emosi
yang menunjukkan kegembiraan atau keriangan yang dapat disertai dengan ekspresi
tawa, senyum sebagai tanda relaksasi tubuh.
Perkembangan emosi pada anak usia dini memiliki karakteristik sebagai beirkut:
a) Emosi anak berlangsung singkat
b) Emosi anak bersifat intense
c) Emosi anak bersifat temporer
d) Emosi anak muncul cukup sering
e) Respon emosi anak bermacam-macam
f) Emosi anak dapat dideteksi dengan melihat gejala perilakunya
g) Kekuatan emosi anak dapat berubah
h) Ekspresi emosi anak dapat berubah
Menurut Piaget, anak berada pada tahap perkembangan kognitif pra-operasional
(2-7 tahun) ditendai dengan egosentrisme yang kuat, gagasan imajinatif, bertindak
berdasarkan pemikiran intuitif atau tidak berdasarkan pemikiran yang rasional.
Menurut Kroh, bahwa emosi anak usia 4-5 tahun berada pada masa kegoncangan atau
biasa disebut sebagai trotz period. Pada masa ini muncul gejala kenakalan yang umum
terjadi pada anak, seperti menentang pada orang tua, menggunakan kata-kata kasar,
dengan sengaja melanggar hal yang dilarang dan sebagainya.
Borden menjelaskan, bahwa pada usia 5-6 tahun, karakteristik perkembangan
emosi anak antara lain:
a) Memiliki keinginan untuk menyenangkan hati teman
b) Sudah lebih mampu mengikuti aturan
c) Sudah lebih mandiri di satu sisi, namun juga menunjukkan ketergantungan
di sisi lain
d) Sudah lebih mampu membaca situasi
e) Mulai mampu menahan tangis dan kekecewaan
f) Mulai sabar menunggu giliran
g) Menunjukkan kasih sayang terhadap saudara maupun teman
h) Menaruh minat pada kegiatan orang dewasa
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi anak antar lain:
a) Kematangan
b) Belajar: pembiasaan dan contoh
c) Inteligensi
d) Jenis kelamin
e) Status ekonomi
f) Kondisi fisik
g) Posisi anak dalam keluarga
Untuk mengembangkan kemampuan sosial dan emosi pada anak, maka pendidik
memiliki peran yang sangat penting. Di antara peran pendidik tersebut adalah:
a) Memberikan berbagai stimulasi pada anak
Pendidik perlu memberikan stimulasi edukatif pada anak agar
kemampuan sosial emosi anak berkembang sesuai tahapan usianya. Kegiatan
belajar melalui permainan dapat dioptimalkan dengan cara menstimulasi
anak misalnya; mengajak anak terlibat dalam permainan kelompok kecil,
melatih anak bermain bergiliran, mengajak anak menceritakan
pengalamannya di depan kelas, melatih kesadaran anak untuk berbagi dalam
kegiatan kemanusiaan jika terjadi bencana, dan sebagainya.
b) Menciptakan lingkungan yang kondusif
Pendidik perlu mengelola kelas yang memungkinkan anak
mengembangkan kemampuan sosial emosinya terutama kesadaran anak
untuk bertanggungjawab terhadap benda dan tidakan yang dilakukannya.
Lingkungan ini berupa fisik dan psikis. Lingkungan fisik menekankan pada
ruang kelas sebagai tempat anak berlatih kecakapan sosial emosinya.
Sedangkan lingkungan psikis lebih ditekankan pada suasana lingkungan
penuh cinta kasih sehingga merasa nyaman dan aman di kelas.
c) Memberikan contoh
Pendidik adalah contoh konkrit bagi anak. Segala tindakan dan tutur kata
pendidik anak diikuti oleh anak. Oleh karena itu pendidik seyogyanya dapat
menjaga perilaku sesuai dengan norma sosial dan nilai agama, seperti
menghargai pendapat anak, bersedia menyimak keluh kesah anak,
membangun sikap positif anak, berempati terhadap masalah yang dihadapi
anak, dan sebagainya.
d) Memberikan pujian atas usaha yang dilakukan anak
Pendidik sebaiknya tidak sungkan memberikan pujian terhadap
kecakapan sosial yang sudah dilakukan oleh anak secara proporsional. Pujian
dapat diberikan secara lisan maupun non lisan. Misalnya dengan kata-kata
yang menyenangkan, atau dengan senyuman, pelukan, dan pemberian tandatanda terentu yang
bermakna untuk anak.
Dalam proses pembelajaran, berbagai program dapat dikembangkan oleh
pendidik agar dapat meningkatkan sosialisasi dan emosi anak. Di antara program
yang dapat dikembangkan adalah:
(1) Memberikan pilihan pada anak
(2) Memberikan kesempatan pada anak untuk mengekspresikan
kreativitasnya
(3) Memberikan kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi lingkungan
(4) Mendorong anak untuk bekerja secara mandiri
(5) Menghargai ide/gagasan anak
(6) Membimbing anak untuk melakukan pemecahan masalah
c. Perkembangan Bahasa
Perkembangan bahasa, bertujuan agar anak mampu mendengar secara aktif
dan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa, memahami bahwa segala sesuatu
dapat diwakilkan dengan tulisan dan dapat dibaca, mengetahui abjad, menulis angka dan
huruf. Perkembangan Bahasa dikatakan Szanto sebagaimana kemampuan yang lain, tidak
bisa terlepas dari kehidupan manusia. Hampir tidak mungkin untuk menghentikan anak
agar tidak belajar bahasa. Bahasa merupakan alat yang digunakan anak untuk
berkomunikasi dan berpikir pada masa awal pertumbuhannya (Szanto, 2000: 81).
Perkembangan bahasa dalam diri anak sudah dimulai sejak sebelum lahir .
Jauh sebelum kata-kata digunakan, bayi dan anak-anak berkomunikasi melalui ekspresi
muka, gerakan tubuh, dan tangisan. Apabila anak berhasil berkomunikasi, yang
ditampilkan melalui berbagai ragam isyarat wajah, gerak dan perilaku dengan
orangtuanya atau pengasuhnya, maka saat itu anak-anak mulai mengenal kekuatan
bahasa sebagai penyebab terjadinya sesuatu.
Setiap anak akan melalui tingkat yang sama, yaitu: cooing, babbling, dan selanjutnya
satu-dua kata yang mengungkapkan kegembiraannya meskipun variasinya bermacammacam.
Seorang bayi mungkin pada usia 10 bulan bisa mengucapkan satu-dua kata,
mungkin bayi yang lain pada saat usia 18 bulan baru bisa mengucapkannya, tetapi
semua itu masih termasuk tingkat perkembangan yang normal. Anak-anak memahami
bahasa reseptif sebelum mereka bisa menggunakannya sebagai bahasa ekspresif.
Bahasa reseptif merupakan pendahulu bagi bahasa ekspresif. Bayi dan anak-anak
belajar bahasa melalui pendengaran dan pengucapan. Proses ini akan semakin
berkembang.
B. Materi yang Sulit Dipahami
Setelah membaca dan merangkum materi guru kelas RA, ada beberapa materi yang sulit
dipahami yaitu :
1. Memahami konsep dasar perkembagan yaitu :
- Perkembangan kognitif
- Perkembangan social emosional
- Perkembangan bahasa
- Perkembangan fisik motorik
- Perkembangan moral
C. Materi yang tidak Ada dalam Sumber Beajar
1. Pada sumber belajar konsep dasar ini masih memerlukan pendapat/pandangan dari kalangan
Negara kita masih belum banyak hanya Ki Hajar Dewantara saja, yang ada pendapat dari Negara
luar contohnya: Bredekamp, Coplee, Heinrich Pestalozzi dll
D. Materi yang tidak Esensial tetapi dijelaskan dalam modul ini
Semua materi yang ada di dalam modul menurut saya esensial untuk diketahui dan dipahami oleh
seorang guru karena ada keterkaitan dengan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan baik secara
langsung maupun tidak langsung.
E. Jawaban Latihan Soal Uraian
1. Paham kontruksitivisme di motori oleh Jean Piaget dan Lev Vigotsky. Paham ini memiliki asumsi
bahwa anak adalah pembangun pengetahuan yang aktif. Apa maksud dari konsep tersebut?
- Pengetahuan anak diperoleh dengan cara membangunnya sendiri secara aktif melaui interaksi yang
dilakukan dengan lingkungan , menurut paham ini anak bukanlah individu yang pasif, yang hanya
menerima pengetahuannya dari orang lain . Anak adalah makhluk belajar yang aktif yang dapat
mengekpresikan/mencipta dan membangun pengetahuannya sendiri. Piaeget dan Lev Vigotsky sama-
sama menekankan pada pentingnya aktivitas bermain sebagai sarana untuk pendidikananak terutama
yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas berfikir , lebih jauh mereka berpendapat bahwa
aktivitas bermain juga dapat menjadi akar bagi perkembangan perilaku moral.
2. Di Indonesia terdapat tokoh pendidikan yang terkenal yaitu Ki Hajar Dewantara . Bagaimana
pandangan beliau tentang anak?
- Dia memandang anak sebagai kodrat alam yang memiliki pembawaan masing-masing serta
kemerdekaan untuk berbuat serta mengatur dirinya sendiri. Meskipun demikian kemerdekaan itu juga
sangat relative karena dibatasi oleh hak-hak yang patut dimiliki oleh orang lain. Anak memiliki hak
untuk menentukan apa yang baik bagi dirinya , sehingga anak patut diberi kesempatan untuk berjalan
sendiri dan tidak terus menerus dicampuri atau dipaksa. Pamong hanya boleh memberikan bantuan
apabila anak menghadapi hambatan yang cukup berat dan tidak dapat diselesaikan, hal tersebut
merupakan cerminan dari semboyan tut wuri handayani bahwa pengajaran harus member
pengetahuan yang berfaedah lahir dan batin serta dapat memerdekakan diri, bahwa sifat pendidikan
hanya menuntun tumbuh kembangnya kekuatan-kekuatan kodrati yang dimiliki anak , pendidikan sam
sekal;I tidak mengubah dasar pembawaan anak, kecuali memberikan tuntunan agar kodrat-kodrat
bawaan anak itu bertumbuh kembang kearah yang lebih baik.
3. Mengapa pendidikan seni penting bagi anak?
- Dalam melakukan kegiatan kesenian, tidak selalu anak dilatar belakangi dengan semangat
berkesenian, melainkan lebih didorong oleh bagian dari permainan. Dengan demikian, pada umumnya
anak yang normal pada usia-usia tertentu suka sekali menggambar. Kepuasan bagi anak berbeda
maknanya dengan kepuasan bagi orang dewasa. Anak-anak mampu mengungkapkan emosinya tanpa
batas ke dalam bentuk yang indah terutama terdapat pada anak-anak yang menjalani perkembangan
normal hingga batas usia tertentu.
4. Sebutkan ragam kegiatan seni yang ditujukan bagi anak usia dini? Jelaskan!
- Karya Seni Rupa Bagi Anak-Anak adalah:
1. Seni sebagai media bermain
a. Bermain majinasi
b. Permainan ide
c. Permainan fisik
2. Seni sebagai Media Berkomunikasi
Tidak setiap anak mempunyai perkembangan bicara dan mengutarakan pendapatnya secara lisan, oleh
karenanya gambar dapat digunakan sebagai alat untuk mengutarakan pendapat.
3. Seni sebagai Ungkapan Rasa
Jika diamati cara kerja anak ketika menggambar, terdapat 2 gerakan, pertama mengambar dengan
spontan, kedua anak menggambar dengan tenang.
4. Seni untuk Mengutarakan Ide, Gagasan, dan Angan-angan
Keterbatasan kata-kata membuat perasaan anak semakin sesak karena keinginannya mengutarakan
pendapat tidak diketahui orang lain. Symbol yang muncul dari pikran anak ini ternyata mempunyai
arti yang sangat kompleks mulai keinginan sesuatu, gagasan serta angan-angaan yang meluap atas
benda pujaannya.
5. Dalam kajian tentang perkembangan nilai moral dan agama, Piaget menyimpulkan bahwa anak
melewati dua tahap yang berbeda, yaitu tahap moralitas heteronom dan moralitas otonom, Bagaimana
perbedaan dari dua tahapan tersebut ?
- Tahap moralitas heteronom terjadi pada usia 4-7 tahun, tahap pertama dari perkembangan moral
bahwa anak menilai kebenaran atau kebaikan tingkah laku berdasarkan konsekuensinya buak niat dari
orang yang melakukan, anak juga percaya bahwa aturan tidak bisa dan diturunkan ol;eh sebuah otoritas
yang berkuasa , anak berfikir bahwa mereka tidak berhak peraturan sendiri melainkan dibuat aturan
oleh orang dewasa
- Tahap moralitas otonom terjadi pada usia 7-10 tahun fase ini anak berada dalam masa transisi dan
menunjunkkan sebagoia cirri-ciri dari tahap pertama perkembangan moral dan sebagian cirri dari tahap
kedua yaitu moralitas otonom anak mulai sadar bahwa peraturan dan hokum dibuat oleh manusia, dan
ketika menilai sebuah peraturan anak akan mempertimbangkan niat dan konsekuensinya, moralitas
akan muncul dengan adanya kerja sama atau hubungan timbal balik antara anak dengan lingkunagan
dimana akan berada.
6. Sebutkan dan jelaskan metode yang dapat digunakan untuk nilai moral dan agama pada anak usia
dini ?
-Menggunakan metode bercerita akan dapat mudah dipahami pada anak usia dini
7. Proses sosialisasi membutuhkan tiga ketrampilan khusus, yaitu proses imitasi, identifikasi, dan
internalisasi, berikan penjelasan masing-masing proses tersebut?
- Proses imitasi adalah proses dimana anak belajar meniru perilaku yang dapat diterima secara social
anak melihat secara langsung perilaku orang yang dijadikan contoh/model
- Proses identifikasi adalah terjadinya pengaruh social pada anak, dimana anak ingin menjadi seperti
orang lain yang dicontoh .
- Proses internalisasi adalh proses penanaman serta penyerapan nilai-nilai, dalam proses ini diperlukan
pemahaman anak untuk membedakan nilai-nilai social yang baik dan buruk

Anda mungkin juga menyukai