Refrat Interna
Refrat Interna
Refrat Interna
PENDAHULUAN
perubahan gaya hidup, bertambahnya umur harapan hidup, maka di Indonesia mengalami
pergeseran pola penyakit dari penyakit menular menjadi penyakit tidak menular, hal ini di kenal
Diabetes mellitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik menahun yang
ditandai dengan adanya hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja
insulin, atau keduanya. Pada penyandang DM dapat terjadi komplikasi pada semua tingkat sel
dan semua tingkatan anatomik, komplikasi metabolik akut maupun komplikasi vaskuler jangka
dunia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, hal ini berkaitan dengan jumlah populasi yang
meningkat, life expectancy bertambah, urbanisasi yang merubah pola hidup tradisional ke pola
hidup modern, prevalensi obesitas meningkat dan kegiatan fisik kurang. Diabetes mellitus perlu
diamati karena sifat penyakit yang kronik progresif, jumlah penderita semakin meningkat dan
(stroke, penyakit jantung koroner, peripheral vascular disease). Komplikasi lain dari DM dapat
berupa kerentanan berlebih terhadap infeksi akibat mudahnya terjadi infeksi saluran kemih,
tuberkulosis paru, dan infeksi kaki, yang kemudian dapat berkembang menjadi ulkus/gangren
diabetik.
1
Kaki diabetik adalah segala bentuk kelainan yang terjadi pada kaki yang disebabkan oleh
diabetes mellitus. Faktor utama yang mempengaruhi terbentuknya kaki diabetik merupakan
kombinasi neuropati otonom dan neuropati somatik, insufisiensi vaskuler, serta infeksi.
Penderita kaki diabetik yang masuk rumah sakit umumnya disebabkan oleh trauma kecil yang
Masalah pada kaki diabetik misalnya ulserasi, infeksi dan gangren, merupakan penyebab
umum perawatan di rumah sakit bagi para penderita diabetes. Perawatan rutin ulkus, pengobatan
infeksi, amputasi dan perawatan di rumah sakit membutuhkan biaya yang sangat besar tiap tahun
dan menjadi beban yang sangat besar dalam sistem pemeliharaan kesehatan. Ulkus diabetes
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati, trauma, deformitas kaki, tekanan tinggi pada
telapak kaki dan penyakit vaskuler perifer. Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus diabetikum yang
menyeluruh dan sistematik dapat membantu memberikan arahan perawatan yang adekuat. Dasar
dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu debridement, offloading dan kontrol infeksi.
Ulkus kaki pada pasien diabetes harus mendapatkan perawatan karena ada beberapa alasan,
misalnya unfuk mengurangi resiko infeksi dan amputasi, memperbaiki fungsi dan kualitas hidup,
dan mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan. Tujuan utama perawatan ulkus diabetes sesegera
Dari beberapa penelitian, menunjukkan bahwa perkembangan ulkus diabetes dapat dicegah.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa anggota tubuh, terutama mata, ginjal,
saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah
merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu
jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu
kumpulan problematika anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana
didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.1,3
Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau
morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain
menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-
10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor
risiko yang berubah secara epidemiologi diperkirakan adalah : bertambahnya usia, lebih
banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani
dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan faktor genetik yang
3
b) Etiologi
Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada
insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik yang biasanya memegang peranan penting
Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik
imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Manifestasi klinis diabetes melitus terjadi
Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin serta kerja
insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
GLUT 4 glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada
pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan
reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada
membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor
kerja insulin. Pada akhirnya timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin
yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80%
pasin diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan resisten
insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan
4
diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam
c) Manifestasi Klinis
kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan
karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka
meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena
glukosa hilang bersama urin, maka pasien akan mengalami keseimbangan kalori negatif
dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan
timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.1,11,12
Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif
dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang
terjadi beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul
ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Terapi
insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka
terhadap insulin.,11,12
Pasien diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun,
melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut
mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak
5
mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun
hanya relatif. Sejumlah insulin tetap sisekresi dan masih cukup untuk menghambat
ketoasidosis.1
d) Diagnosis
Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah.
Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM.
Diagnosis dapat ditegakkan jika didapatkan gejala klasik ditambah dengan hasil
pemeriksaan dibawah ini :
Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa
poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal,
mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vagina pada wanita. Jika keluhan
khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan
diagnosa DM. Hasil pemeriksaam kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan
untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM, hasil pemeriksaan
glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan
6
diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka
abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu 200
mg/dl pada hari yang lain atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar
e) Klasifikasi 3,23
Klasifikasi berdasarkan American Diabetes Association (ADA) pada tahun 2015:
Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenille-onset dan tipe dependen
insulin; namun kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Diabetes tipe 1 ini
7
dapat dibagi dalam 2 subtipe : (a) autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan
kerusakan sel-sel beta; dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak
diketahui sumbernya.
Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe
nondependen insulin.
3. Diabetes gestasional
mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia
tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat gestasional terdahulu.
Infeksi
8
f) Komplikasi2,3,17
9
Kelainan metabolik pada defisinesi insulin absolut atau relatif yang tidak diterapi secara
adekuat, dalam beberapa tahun akan menyebabkan perubahan yang luas dan bersifat ireversibel
di dalam tubuh. Hiperglikemia merupakan bagian penting dalam hal ini. Glukosa direduksi
menjadi sorbitol di dalam sel yang mengandung enzim aldosareduktase. Alkohol heksahidrat ini
tidak dapat melewati membran sel, dan salah satu akibatnya adalah konsentrasinya di dalam sel
akan meningkat dan sel membengkak. Akibat penumpukan sorbitol di lensa mata, terjadi
penarikan air yang selanjutnya merusak kejernihan lensa (perkabutan lensa atau katarak).
Penumpukan sorbitol di sel schwann dan neuron akan mengurangi konduksi saraf
(polineuropati), terutama memengaruhi sistem saraf otonom, refleks, dan fungsi sensorik. Untuk
Sel yang tidak dapat mengambil glukosa dalam jumlah yang cukup akan menyusut
karena hiperosmolaritas ekstrasel. Fungsi limfosit yang telah menyusut akan terganggu. Karena
itu, pasien diabetes rentan terhadap infeksi, misalnya infeksi kulit dan ginjal. Infeksi ini
seperti fibrinogen, haptoglobin, makroglobulin-2 serta faktor pembekuan V-VIII. Dengan cara
ini, kecenderungan pembekuan dan viskositas darah mungkin meningkat sehingga risiko
trombosis meningkat. Dengan mengikat glukosa ke gugus protein yang bebas amino dan
seterusnya, akan terjadi reaksi Amadori yang bersifat ireversibel, yakni glikolisasi lanjut produk
akhir (AGE) yang sepenuhnya belum dapat dipahami. Hal ini juga terjadi dalam jumlah yang
meningkat pada orang tua. Jaringan protein dapat dibentuk melalui pembentukan pentosin. AGE
10
berikatan dengan reseptornya masing-masing di membran sel sehingga dapat meningkatkan
pengendapan kolagen di membran basalis pembuluh darah. Pembentukan jaringan ikat sebagian
dirangsang melalui transforming growth factor (TGF-). Selain itu, serabut kolagen dapat
diubah melalui glikosilasi. Kedua perubahan ini menyebabkan penebalan membran basalis
Perubahan terjadi pada retina, juga sebagai akibat dari mikroangiopati, yang pada akhirnya dapat
hipertensi, dan gagal ginjal. Karena konsentrasi asam amino yang tinggi di dalam plasma, akan
terjadi hiperfiltrasi pada sisa glomerulus yang masih utuh, yang kemudian juga akan mengalami
kerusakan.
merusak ginjal serta menyebabkan infark miokard, infark serebri, dan penyakit pembuluh darah
perifer.
Akhirnya, glukosa dapat bereaksi dengan hemoglobin (HbA) untuk membentuk HbA1C, yang
berlangsung lama. HbA1c memiliki afinitas oksigen yang lebih tinggi daripada HbA, dan karena
itu agak sukar melepaskan oksigen di perifer. Defisiensi insulin yang menetap selanjutnya
pengatur hemoglobin alosterik akan menurunkan afinitas oksigen. Kekurangan BPG yang
11
Ibu yang mengalami diabetes secara statistik memiliki peluang yang lebih besar untuk
melahirkan bayi dengan berat badan yang lebih dari normal. Hal ini mungkin terjadi akibat
pelepasan somatotropin.
Komplikasi Akut
A. Reaksi Hipoglikemia
glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing. Jika
keadaan ini tidak segera diobati, penderita dapat menjadi koma. Karena koma
12
pada penderita disebabkan oleh kekurangan glukosa di dalam darah,maka koma
urin yang akan semakin memperberat derajat kehilangan air. Hilangnya air yang
secara total. Keluhan pasien HHNK adalah rasa lemah, gangguan penglihatan atau
kaki kejang. Dapat pula terjadi keluhan mual dan muntah.Pada beberapa pasien
Ketoasidosis Diabetik terdapat defisiensi insulin absolut atau relative. Gejala yang
timbul dapat terjadi secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat. Kadar
gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat
menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber
yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton dan asam lemak bebas yang
13
darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum
adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut
karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita
tercium seperti bau aseton. Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai
g) Komplikasi Kronis
Penyakit pembuluh darah kecil merupakan tanda utama diabetes mellitus dan
Satu dari antara tiga orang dengan diabetes mengalami penyakit mata dan 5%
(perdarahan dan eksudat padat), pembuluh darah tertutup (iskemia retina dan
Katarak pada pasien diabetes mellitus terjadinya lebih dini dibanding pada
populasi normal. Katarak terjadi 10 15 tahun lebih cepat pada penderita diabetes.
b. Nefropati diabetik
Keadaan ini terjadi 15 25 tahun setelah diagnosis pada 35 45% pasien dengan
diabetes tipe 1 dan kurang dari 20% pasien dengan diabetes tipe 2.
menahun seperti lemas, mual, pucat, sampai keluhan sesak napas akibat
14
penimbunan cairan. Nefropati diabetik melibatkan dua pola patologik yang
berbeda yang dapat berada bersama sama atau tidak : difus dan noduler. Difus
yang lebih sering, terdiri atas pelebaran membrana basalis glomerulus bersama
Kimmelstiel-Wilson.
c. Neuropati diabetik
Neuropati diabetik dapat mempengaruhi setiap bagian sistem saraf, kecuali otak.
gejala meliputi mati rasa, kesemutan, hiperestesi berat, dan nyeri. Mononeuropati,
meskipun lebih jarang disbanding polineuropati juga dapat terjadi. Khas, terdapat
wrist drop, foot drop, atau paralisis nervus kranialis ke-3, ke-4, atau ke-6.
timbul sepanjang distribusi satu atau lebih nervus spinalis, biasanya pada dinding
dada dan perut. Neuropati autonomik dapat muncul dengan berbagai cara. Saluran
Masalah khusus pada pasien diabetik adalah berkembangnya ulkus pada kaki dan
tungkai bawah. Ulkus terutama terjadi karena distribusi tekanan abnormal sekunder
karena neuropati diabetik. Penyakit vaskular dengan penurunan suplai darah berperan
dalam pembentukan lesi ini, dan infeksi umum terjadi, sering oleh banyak organisme.
15
2.2 ULKUS DIABETIKUM
a) Definisi3,21
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir disertai
kematian jaringan yang luas dan invasif kuman saprofit. Ulkus diabetikum adalah salah
satu komplikasi kronik DM berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai
gangren panas karena walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa
hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya
terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan
1) Pain (nyeri).
2) Paleness (kepucatan)
5) Paralysis (lumpuh).
b) Epidemiologi7,10,18
Kaki diabetik merupakan salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti.
Hasil pengelolaan kaki diabetik sering mengecewakan, baik bagi dokter pengelola
kecacatan dan kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetik masih merupakan
masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal, karena selain kurangnya minat
16
diabetik juga masih sangat menyolok. Sebagai tambahan, masalah biaya pengobatan yang
besar yang tidak terjangkau oleh masyarakat pada umumnya juga menambah peliknya
Prevalensi penderita ulkus kaki diabetik di Indonesia sekitar 15%, angka amputasi
30%, angka mortalitas 32% dan ulkus kaki diabetic merupakan sebab perawatan rumah
sakit yang terbanyak sebesar 80% untuk DM. menurut penelitian yang dilakukan di
Spanyol oleh Calle dkk, dihasilkan bahwa kelompok yang tidak melakukan perawatan
kaki diabetes mempunyai 13 kali risiko terjadi ulkus diabetika dibandingkan kelompok
yang melakukan perawatan kaki diabetic secara teratur. Hal ini didukung teori yang
mengatakan bahwa perawatan kaki diabetis yang teratur akan mencegah atau mengurangi
terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Sedangkan di Amerika Serikat sebesar 15-20%
risiko amputasi 15-46 kali lebih tinggi dibandingkan dengan penderita non DM.10,14
c) Etiologi8,11,15
Ada banyak faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kaki diabetik. Secara
Faktor predisposisi
Faktor yang mempengaruhi daya tahan jaringan terhadap trauma seperti kelainan
neuropati sensorik, limited joint mobility, dan komplikasi DM yang lain (seperti mata
kabur).
17
Faktor presipitasi
Trauma.
Derajat luka.
Perawatan luka.
d) Patofisiologi 3,8,17
yang menyebabkan kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah. Neuropati,
baik neuropati sensorik maupun motorik dan autonomik akan mengakibatkan berbagai
perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian menyebabkan terjadinya perubahan
distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya
ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah merebak menjadi
infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan lebih lanjut menambah
18
Gambar 3 : Alur patofisiologi dari ulkus diabetikum3,8,17
Vaskulopati
lapisan dalam arteri sehingga aliran lamelar berubah menjadi turbulen yang berakibat
pada mudahnya terbentuk trombus. Pada stadium lanjut seluruh lumen arteri akan
tersumbat dan manakala aliran kolateral tidak cukup, akan terjadi iskemia dan bahkan
penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer yang terutama sering terjadi
pada tungkai bawah. Pada penderita muda, pembuluh darah yang paling awal
mengalami angiopati adalah arteri tibialis. Kelainan arteri akibat diabetes juga sering
19
mengenai bagian distal dari arteri femoralis profunda, arteri poplitea, arteri tibialis
dan arteri digitalis pedis. Akibatnya perfusi jaringan distal dari tungkai menjadi
kurang baik dan timbul ulkus yang kemudian dapat berkembang menjadi
nekrosis/gangren yang sangat sulit diatasi dan tidak jarang memerlukan amputasi.
antigenik dari protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan
20
o Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stres oksidatif. Keadaan
sulfat.
kronik hingga menimbulkan gejala klinik yang menurut Fontaine dibagi menjadi
stadium sebagai berikut: I. rasa kram/kebal, II. claudicatio intermitten, III. resting
21
Neuropati
patogenesis kaki diabetik. Neuropati diabetik pada fase awal menyerang saraf halus
terutama di ujung-ujung kaki. Hal ini disebut sebagai fenomena dying back, di mana
ada teori yang menyatakan bahwa semakin panjang saraf maka semakin rentan untuk
pada serabut saraf (keadaan ini bersama dengan proses jalur sorbitol dan mekanisme
lain akan mengakibatkan neuropati) juga akan menurunkan aliran darah ke perifer
sehingga aliran tidak cukup dan menyebabkan iskemia dan bahkan gangren.
fruktosa) akibat kekurangan insulin. Pada jaringan saraf, terjadi penimbunan sorbitol
Perubahan biokimia dalam jaringan saraf akan mengganggu kegiatan metabolik sel-
sel Schwann dan menyebabkan hilangnya akson. Kecepatan konduksi motorik akan
berkurang pada tahap dini perjalanan neuropati. Selanjutnya timbul nyeri, parestesia,
berkurangnya sensasi getar dan proprioseptik, dan gangguan motorik yang disertai
hilangnya refleks-refleks tendon dalam, kelemahan otot, dan atrofi. Neuropati dapat
atau sistem saraf otonom. Terserangnya sistem saraf otonom dapat disertai diare
postural, dan impotensi. Pasien dengan neuropati otonom diabetik dapat menderita
22
infark miokardial akut tanpa nyeri. Pasien ini juga dapat kehilangan respons
I. Neuropati motoric
menimbulkan titik tumpu baru pada telapak kaki serta berakibat pada mudahnya
terbentuk kalus yang tebal (claw foot). Seiring dengan berlanjutnya trauma, di
bagian dalam kalus tersebut mudah terjadi infeksi yang kemudian berubah jadi
(1) Adanya riwayat trauma ringan disertai kaki panas, merah dan bengkak.
kewaspadaan proteksi kaki terhadap rangsangan dari luar. Nilai ambang proteksi
dari kaki ditentukan oleh normal tidaknya fungsi saraf sensoris kaki. Pada
23
reaksi pertahanan dan menghindarkan diri dari rangsangan yang menyakitkan
dengan cara mengubah posisi kaki untuk mencegah terjadinya kerusakan yang
lebih besar. Sebagian impuls akan diteruskan ke otak dan di sini sinyal diolah
menyadari adanya trauma kecil namun sering. Pasien tidak merasakan adanya
tekanan yang besar pada telapak kaki. Semuanya baru diketahui setelah timbul
infeksi, nekrosis, atau ulkus yang sudah tahap lanjut dan dapat membahayakan
keselamatan pasien.
DM, seperti:
(1) Tekanan rendah tetapi terus menerus dan berkelanjutan (luka pada tumit
(3) Tekanan sedang berulang kali (pada tempat deformitas pada kaki).
Pada kaki diabetik gangguan saraf otonom yang berperan terutama adalah
perubahan aliran darah, produksi keringat berkurang atau tidak ada, hilangnya
pada tungkai yang menyebabkan kulit penderita mengalami dehidrasi, kering, dan
24
pecah-pecah sehingga memudahkan infeksi lalu selanjutnya timbul selulitis,
daya tahan jaringan lunak dari kaki akan menurun dengan akibat mudah terjadi
ulkus.
Fokus infeksi
Infeksi dimulai dari kulit kaki dan dengan cepat menyebar melalui jalur
pada kaki maupun pada tungkai hingga terjadi selulitis. Kaki diabetik klasik biasanya
timbul di atas kaput metatarsal pada sisi plantar pedis. Sebelumnya, di atas lokasi
tersebut terdapat kalus yang tebal dan kemudian menyebar lebih dalam dan dapat
penyebab infeksi pada penderita diabetes biasanya multibakterial yaitu gram negatif,
Infeksi sering berlangsung agresif dan cepat meluas serta mudah terbentuk
gangren yang selanjutnya merupakan ancaman hilangnya kaki. Di samping itu, 50%
Jika kadar gula darah tidak terkontrol maka infeksi akan jadi lebih serius. Hal ini
disebabkan karena pada infeksi akan disekresi hormon kontra insulin (seperti
meningkatnya kadar gula darah. Peningkatan kadar gula darah juga menyebabkan
25
gagalnya fungsi neutrofil dan gangguan sistem imunologi. Sebagaimana diketahui,
dalam melaksanakan fagositosis sel PMN membutuhkan energi dari glukosa eksogen
untuk mempertahankan aktivitasnya. Dengan bantuan insulin yang melekat erat pada
sel PMN, glukosa ekstrasel dapat dipakai sebagai sumber energi. Sumber energi ini
e) Klasifikasi12,23
2) Klasifikasi Liverpool
Vaskular
Tukak sederhana, tanpa
Neuropati
komplikasi
Neuroiskemik
Tukak dengan komplikasi.
3) Klasifikasi Wagner
Wagner 0: Tidak ada lesi tetapi berisiko tinggi menjadi kaki diabetik
Wagner 1: Ulkus superfisial tanpa infeksi. Disebut juga ulkus neuropati karena lebih
badan yaitu di daerah ibu jari kaki anplantar. Sering terlihat adanya callus.
26
Wagner 2: Ulkus dalam disertai selulitis tanpa abses atau tanpa kelainan tulang.
Wagner 3: Ulkus dalam dengan kelainan kulit dan abses luas yang dalam disertai
Wagner 4: Gangren terbatas yaitu pada ibu jari kaki dan tumit. Penyebab utamanya
adalah iskemik, oleh karena itu disebut juga ulkus iskemik yang terbatas
Wagner 5: Gangren seluruh kaki. Biasanya terjadi karena sumbatan arteri besar tetapi
27
Gambar 4 : Stadium kaki diabetikum dalam skala Wagner
4) Klasifikasi Texas
Stadium Tingkat
0 1 2 3
A Tanpa tukak atau Luka superfisial, Luka sampai Luka sampai
pasca tukak, kulit tidak sampai tendon atau kapsul tulang/sendi
intak/utuh tendon atau kapsul sendi
sendi
----------------------------Dengan Infeksi----------------------------
B
---------------------------Dengan Iskemia---------------------------
C
28
5) Klasifikasi PEDIS (International Working Group of Diabetic Foot, 2003)
f) Diagnosis3,19
fisis, serta pemeriksaan penunjang lainnya. Pada anamnesis, perlu ditanyakan perjalanan
1. Hypesthesia 3. Paraesthesia
2. Hyperesthesia 4. Dysesthesia
29
5. Radicular pain 6. Anhydrosis
Gejala yang biasa dirasakan oleh pasien antara lain, nyeri iskemik pada saat
istirahat, ulkus yang tidak sembuh. Rasa kram arau kelelahan pada otot-otot besar
pada salah satu atau kedua ekstremitas bawah yang timbul pada saat berjalan dalam
bertambah pada saat beraktivitas dan membaik dengan istirahat selama beberapa
menit. Onset dari klaudikasio dapat terjadi lebih dini apabila pasien sering berjalan
cepat atau menaiki tangga. Rasa tidak nyaman, kram atau kelemahan pada betis atau
kaki sering terjadi pada penderita kaki diabetis, karena cenderung terjadi oklusi
Anamnesa yang dilakukan merupakan tahap awal dari pengumpulan data yang
yang sangat penting adalah mengetahui apakah pasien mempunyai riwayat DM sejak
kesemutan, rasa panas di telapak kaki, keram, badan sakit semua terutama malam
hari. Gejala neuropati menyebabakan hilang atau berkurangnya rasa nyeri dikaki,
sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak merasakan nyeri
Selain itu perlu di ketahui apakah terdapat gangguan pembuluh darah dengan
menanyakan nyeri tungkai sesudah berjalan pada jarak tertentu akibat aliran darah
30
ketungkai yang berkurang (klaudikasio intermiten), ujung jari terasa dingin, nyeri
diwaktu malam, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan serta jika
Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Pada inspeksi akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat
berkurangnya produksi keringat. Hal ini disebabkan karena denervasi struktur kulit.
Tampak pula hilangnya rambut kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus pada daerah
yang mengalami penekanan seperti pada tumit, plantar aspek kaput metatarsal.
Adanya deformitas berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah yang mengalami
penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena trauma yang berulang-
ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Bentuk ulkus perlu digambarkan seperti;
tepi, bau, dasar, ada atau tidak pus, eksudat, edema, kalus, kedalaman ulkus.
2) Palpasi
Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang sehat.
Oklusi arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi pada arteri
yang terlibat. Kalus disekeliling ulkus akan terasa sebagai daerah yang tebal dan
keras. Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta
tindakan yang akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada
daerah sekitar ulkus sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus. Eksplorasi
dilakukan untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan bawah kulit, otot, tendo serta
31
3) Pemeriksaan Sensorik
tebentuknya ulkus. Sehingga apabila pada inspeksi belum tampak adanya ulkus
namun sudah ada neuropati sensorik maka proses pembentukan ulkus dapat dicegah.
mendiagnosis pasien yang memiliki risiko terkena ulkus karena telah mengalami
gangguan neuropati sensoris perifer. Hasil tes dikatakan tidak normal apabila pasien
pemeriksaan monofilamen adalah di sisi plantar (area metatarsal, tumit dan dan di
4) Pemeriksaan Vaskuler
Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa dengan
brachial index (ABI), dan absolute toe systolic pressure. ABI didapat dengan cara
membagi tekanan sistolik betis denga tekanan sistolik lengan. Apabila didapat angka
yang abnormal perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perlu dilakukan untuk
Pemeriksaan ABI24,25
Ankle Brachial Index adalah tes skrining vascular non invasive untuk
daerah brakial dimana dapat diperkirakan tekanan darah sistolik sentralnya. ABI
32
diukur dengan menggunakan alat yaitu continuous wave doppler, sebuah
brachial dan ankle. ABI mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi dalam
mendiagnosis lower extremity arterial disease. Apabila ABI bernilai kurang dari 0.9
adalah tes indirek untuk mengetahui lokasi anatomic sebuah oklusi atau stenosis.
Lokasi pasti dari oklusi atau stenosis tidak dapat diketahui hanya dari ABI saja. Cara
Pastikan area kaki tidak ada sumbatan atau hambatan dari pakaian ataupun posisi.
Doppler probe letakkan di dorsalis pedis dan anterior tibial pulse (dengan
Tekan cuff perlahan untuk menurunkan tekanan sampai terdengar bunyi pulse
Turunkan tekanan perlahan hingga terdengar bunyi pulse lagi, point ini disebut
Hitung ABI dengan membagi hasil sistolik ankle dengan hasil sistolik brachial.
33
Gambar 5 : Cara menghitung ABI25
5) Pemeriksaan Radiologis
34
6) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka lekosit yang meningkat bila sudah
terjadi infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam PP harus diperiksa untuk mengetahui kadar
gula dalam lemak. Albumin diperiksa untuk mengetahui status nutrisi pasien.
g) Diagnosis Banding
1. Ulkus Tropikum
Ulkus tropikum adalah ulkus yang cepat berkembang dan nyeri, biasanya pada
tungkai bawah. Pada ulkus tropikum terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
terjadinya ulkus. Antara lain adanya trauma, hygiene yang kurang, gizi kurang dan
infeksi oleh Bacillus fusiformis. Pada trauma sekecil apapun sangat memudahkan
masuknya kuman apalagi dengan status gizi yang kurang sehingga luka akibat trauma
Biasanya dimulai dengan luka kecil, kemudian terbentuk papula yang dengan
cepat meluas menjadi vesikel. Vesikel kemudian pecah dan terbentuklah ulkus kecil.
Setelah ulkus diinfeksi oleh kuman, ulkus meluas ke samping dan ke dalam dan
2. Ulkus Varikosum
Ulkus varikosum adalah ulkus yang disebabkan karena gangguan aliran darah
vena pada tungkai bawah. Gangguan pada aliran vena dapat disebabkan karena
kelainan pada pembuluh darah seperti pada kelainan vena dan bendungan pada
pembuluh vena pada proksimal tungkai bawah. Daerah predileksi yaitu daerah antara
maleolus dan betis, tetapi cenderung timbul di sekitar maleolus medialis. Dapat juga
meluas sampai tungkai atas. Sering terjadi varises pada tungkai bawah. Ulkus yang
35
telah berlangsung bertahun-tahun dapat terjadi perubahan pinggir ulkus tumbuh
insufisiensi vena menahun adalah edema. Penderita sering mengeluh bengkak pada
kaki yang semakin meningkat saat berdiri dan diam, dan akan berkurang bila
dilakukan elevasi tungkai. Ulkus biasanya memilki tepi yang tidak teratur, ukurannya
bervariasai, dan dapat menjadi luas. Di dasar ulkus terlihat jaringan granulasi atau
bahan fibrosa. Dapat juga terlihat eksudat yang banyak. Kulit sekitarnya tampak
h) Penatalaksanaan14,19,20,21,22
1. Pencegahan Primer
ulkus, bertujuan untuk mencegah timbulnya perlukaan pada kulit. Pencegahan primer
ini juga merupakan suatu upaya edukasi kepada para penyandang DM baik yang
belum terkena kaki diabetik, maupun penderita kaki diabetik untuk mencegah
5) Kombinasi/complicated
36
a) Kombinasi insensitivitas, iskemia, dan/atau deformitas
disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai
dengan tingkat besarnya risiko tersebut. Dengan memberikan alas kaki yang baik,
berbagai hal terkait terjadinya ulkus karena faktor mekanik akan dapat dicegah.
Penanganan luka pada ulkus diabetikum dapat melalui beberapa cara yaitu:
menghilangkan atau mengurangi tekanan beban (offloading), menjaga luka agar selalu
a) Debridemen
Tindakan debridemen merupakan salah satu terapi penting pada kasus ulkus
dan jaringan nekrotik pada luka. Luka tidak akan sembuh apabila masih didapatkan
jaringan nekrotik, debris, calus, fistula atau rongga yang memungkinkan kuman
garam fisiologis atau pembersih lain dan dilakukan dressing (kompres). Tujuan
37
Ada beberapa pilihan dalam tindakan debridemen, yaitu
menggunakan irigasi luka cairan fisiolofis, ultrasonic laser, dan sebagainya, dalam
dilakukan dengan pemberian enzim eksogen secara topikal pada permukaan lesi.
terjadi secara alami apabila seseorang terkena luka. Proses ini melibatkan makrofag
dan enzim proteolitik endogen yang secara alami akan melisiskan jaringan nekrotik.
lingkungan yang optimal bagi fagosit tubuh dan bertindak sebagai agent yang
b) Perawatan Luka
matrik non selular yg sehat. Luka akan menjadi cepat sembuh apabila eksudat
dapat dikontrol, menjaga agar luka dalam keadaan lembab, luka tidak lengket
suasana dalam keadaan lembab sehingga dapat meminimalisasi trauma dan risiko
38
dressing yang akan digunakan, yaitu tipe ulkus, ada atau tidaknya eksudat, ada
tidaknya infeksi, kondisi kulit sekitar dan biaya. Ada beberapa jenis dressing yang
c) Pengendalian Infeksi
berat pemberian antibitoika diberikan selama 2 minggu atau lebih. Pada beberapa
penelitian menyebutkan bahwa bakteri yang dominan pada infeksi ulkus diabetik
pseudomonas. Pada ulkus diabetika ringan atau sedang antibiotika yang diberikan
di fokuskan pada patogen gram positif. Pada ulkus terinfeksi yang berat kuman
gram negatif berbentuk batang, dan bakteri anaerob) antibiotika harus bersifat
d) Skin Graft
39
Suatu tindakan penutupan luka dimana kulit dipindahkan dari lokasi donor dan
ditransfer ke lokasi resipien. Terdapat dua macam skin graft yaitu full thickness dan
split thickness. Skin graft merupakan salah satu cara rekonstruksi dari defek kulit,
yang diakibatkan oleh berbagai hal. Tujuan skin graft digunakan pada rekonstruksi
terjadi akibat eksisi tumor kulit, menutup daerah kulit yang terkelupas dan menutup
luka dimana kulit sekitarnya tidak cukup menutupinya. Selain itu skin graft juga
digunakan untuk menutup ulkus kulit yang kronik dan sulit sembuh. Terdapat 3 fase
dari skin graft yaitu: imbibition, inosculation, dan revascularization. Pada fase
imbibition terjadi proses absorpsi nutrient ke dalam graft yang nantinya akan
menjadi sumber nutrisi pada graft selam 24-48 jam pertama. Fase kedua yaitu
inosculation yang merupakan proses dimana pembuluh darah donor dan resipien
saling berhubungan. Selama kedua fase ini, graft saling menempel ke jaringan
resipien dengan adanya deposisi fibrosa pada permukaannya. Pada fase ketiga yaitu
revascularization terjadi diferensiasi dari pembuluh darah pada arteriola dan venula.
e) Tindakan Amputasi
mengalami ulkus berulang. Komplikasi berat dari infeksi kaki pada pasien DM
adalah fasciitis nekrotika dan gas gangren. Pada keadaan demikian diperlukan
40
menghilangkan kondisi patologis yang mengganggu fungsi, penyebab kecacatan atau
Tingkat 0 :
Penanganan meliputi edukasi kepada pasien tentang alas kaki khusus dan
pelengkap alas kaki yang dianjurkan. Sepatu atau sandal yang dibuat secara
khusus dapat mengurangi tekanan yang terjadi. Bila pada kaki terdapat tulang
yang menonjol atau adanya deformitas, biasanya tidak dapat hanya diatasi dengan
Tingkat I :
Tingkat II :
perawatan lokal luka dan teknik pengurangan beban yang lebih berarti.
Tingkat III :
sebagian, imobilisasi yang lebih ketat, dan pemberian antibiotik parenteral yang
41
Tingkat IV :
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut. Untuk kaki yang
insensitif, alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk melindungi kaki yang insensitif
tersebut. Jika sudah ada deformitas, perlu perhatian khusus mengenai alas kaki yang
dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki. Untuk kasus dengan
vaskularisasi kaki. Untuk ulkus yang complicated, akan dibahas lebih lanjut pada upaya
pencegahan sekunder.
2. Pencegahan Sekunder
Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang
maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus dikelola bersama.
pada plantar pedis. Daerah-daerah yang mendapat tekanan lebih besar tersebut
akan rentan terhadap timbulnya luka. Berbagai cara untuk mencapai keadaan
weight-bearing dapat dilakukan antara lain dengan removable cast walker, total
Berbagai cara surgikal juga dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada
luka, seperti dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses dan prosedur koreksi
42
bedah (misalnya operasi untuk hammer toe, metatarsal head resection, Achilles
Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang
harus dikerjakan dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat
Debridement yang baik dan adekuat akan sangat membantu mengurangi jaringan
pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau iodine encer,
senyawa perak sebagai bagian dari dressing, dll. Demikian pula berbagai cara
Selama proses inflamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan
beranjak pada proses selanjutnya, yaitu proses granulasi dan epitelisasi. Untuk
menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka, dapat pula dipakai kasa yang
dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini umum dipakai di berbagai tempat
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala untuk setiap
dengan hasil biakan kuman dan resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian
43
tahun 2004, umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran
Gram positif dan Gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan
berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan
antibiotik spektrum luas, mencakup kuman Gram positif dan negatif (misalnya
Vascular control
Berbagai langkah diagnostik dan terapi dapat dikerjakan sesuai keadaan dan
melalui berbagai cara sederhana seperti warna dan suhu kulit, perabaan arteri
dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, arteri poplitea, dan arteri femoralis, serta
pengukuran tekanan darah. Di samping itu, saat ini juga tersedia berbagai
index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, dan pemeriksaan echo Doppler serta
arteriografi.
pengelolaan untuk kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskular, yaitu
berupa:
Stop merokok
44
Memperbaiki faktor risiko terkait aterosklerosis (hiperglikemia, hipertensi,
dislipidemia)
b) Terapi Farmakologis
seperti aspirin dan lain sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan
bermanfaat pula untuk pembuluh darah kaki penyandang DM; tetapi sampai
saat ini belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan pemakaian
obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada penyakit pembuluh darah
c) Revaskularisasi
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk
kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai faktor lain yang turut
berperan.
45
Selain itu, terapi hiperbarik dilaporkan juga bermanfaat untuk
diabetik.
Metabolic control
nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi yang baik akan membantu
kesembuhan luka. Berbagai hal lain juga harus diperhatikan dan diperbaiki,
seperti kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan serta
fungsi ginjal.
Educational control
46
i) Prognosis
Ada tiga faktor yang berperan pada penyembuhan luka dan infeksi pada kaki
diabetik. Faktor pertama adalah angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan
kaki kurang baik hingga mekanisme radang menjadi tidak efektif. Faktor kedua adalah
lingkungan gula darah yang subur untuk perkembangan bakteri patogen; dan faktor
ketiga ialah karena adanya pintas arteriovenosa di subkutis yang terbuka hingga aliran
Selain ketiga faktor di atas, masih banyak faktor lain yang ikut berpengaruh
sosioekonomi, dan gizi juga punya andil cukup besar. Pendidikan dan sosioekonomi yang
rendah terkait dengan pengetahuan yang kurang mengenai diabetes mellitus dan
diabetes mellitus yang dideritanya. Status gizi yang rendah memiliki keterkaitan dengan
Pemeriksaan kaki (1-2 kali/tahun di dokter, dan setiap hari oleh pasien sendiri)
47
Tes saring untuk nefropati diabetik (urinalisis setiap tahun)
Imunisasi influenza/pneumococcus
48
BAB III
PENUTUP
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir disertai
kematian jaringan yang luas dan invasif kuman saprofit. Ulkus diabetikum adalah salah
satu komplikasi kronik DM berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai
adanya kematian jaringan setempat. Pada pasien dengan ulkus diabetikum akibat
mikroangiopatik disebut juga gangren panas karena walaupun nekrosis, daerah akral itu
tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan, dan biasanya teraba pulsasi arteri di
bagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada telapak kaki. Proses makroangiopati
pembuluh darah yang akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu : Pain (nyeri), Paleness
Paralysis (lumpuh).
neuropati dan focus infeksi yang terjadi pada kaki. Banyak literature yang digunakan
untuk menilai derajat kerusakan yang telah timbul pada ulkus diabetikum, salah satu
kriteria yang sering digunakan ialah kriteria wagner yang membedakan ulkus hingga
Diagnosis pasti dari ulkus dapat ditegakkan dengan cara anamnesis, pemeriksaan
fisis, dan pemeriksaan penunjang yang bertujuan untuk menilai derajat kerusakan dan
tindakan yang diperlukan untuk memperbaiki kondisi dari kaki dengan ulkus diabetikum.
Pencegahan yang pasti yang dapat dilakukan ialah selalu mengontrol kadar gula dalam
49
darah secara teratur, memeriksakan kondisi kaki secara bertahap, dan melakukan
50
DAFTAR PUSTAKA
2015.
2. Darmono. Pola Hidup Sehat Penderita Diabetes Mellitus. Dalam : Darmono, dkk,editors.
Naskah Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam
rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Semarang,2007. p.15-30
3. Waspadji S. Kaki Diabetes. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al (eds). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI, 2007: h. 1911-4.
4. Soetjahjo A. Peranan Neuropati Diabetik. Dalam: Majalah Kedokteran Andalas Vol. 22 No.
Mellitus tipe 2. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah Lengkap Diabetes mellitus Ditinjau
dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ
6. Suyono S. Masalah Diabetes di Indonesia. Dalam : Noer, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam,
7. Kruse I, Edelman S. Evaluation dan Treatment of Diabetic Foot Ulcer. Clinical Diabetes
8. Frykberg RG. Diabetic Foot Ulcer : Pathogenesis and Management. Am Fam Physician, Vol
51
9. Schteingart DE. Pankreas: Metabolisme Glukosa dan Diabetes Mellitus. Dalam: Price SA &
10. Rowe, W.L. Diabetic ulcers [online].2011, April 01[citied on 2011, April 24]. Available
from : http://emedicine.medscape.com/.
11. Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, et al. Harrisons Manual of Medicine 17th Edition. New
14. R. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 1997. Tindakan Bedah : Organ dan Sistem Organ dalam
Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Jakarta. Penerbit EGC. Hal. 646-8
15. Arif Mansjoer, Kuspuji Triyanti, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setiowulan.
2001. Metabolik Endokrin dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta.
16. Amalia Savitri. 2005. Diabetes Melitus dalam At a glance Medicine Patrick Davey. Jakarta.
17. Guyton Arthur C, Hall John E., 2011. Endokrinologi dan Reproduksi dalam dr. Irawati
Setiawan Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton dan Hall Edisi 12. Jakarta. Penerbit EGC.
Hal. 1235
Mellitus tipe 2. Dalam : Darmono, dkk, editors. Naskah Lengkap Diabetes mellitus Ditinjau
52
dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ
20. Darmono. Pola Hidup Sehat Penderita Diabetes Mellitus. Dalam : Darmono, dkk,editors.
Naskah Lengkap Diabetes Mellitus Ditinjau dari Berbagai Aspek Penyakit dalam dalam
rangka Purna Tugas Prof Dr.dr.RJ Djokomoeljanto. Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Semarang,2007. p.15-30
21. Stillman, RM. Diabetic Ulcers. Cited Mei 2014. Available at : URL http
://www.emedicine.com
22. California Podiatric Medical Association Diabetic Wound Care. Mei 2014. Availabel at :
23. ADA. Clinical Practice Recommendations : Report of the Expert Commite on the Diagnosis
24. Monteiro R. Marto R .Neves MF. Risk Factors Related to Low Ankle-Brachial Index
http://journals.lww.com/jwocnonline/Fulltext/2012/03001/Ankle_Brachial_Index__Quick_R
eference_Guide_for.6.aspx
26. Silbernagl S, Lang F. Teks dan atlas berwarna patofisiologi. Penerbit buku kedokteran EGC.
Jakarta. 2007.
53