Kredit Pajak Luar Negeri

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

PAJAK INTERNASIONAL

(Kredit Pajak Luar Negeri)

A. Tujuan Perpajakan Internasional


Perpajakan internasional mempunyai tujuan yang ingin dicapai yaitu
memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di masing-masing
negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang menghambat
perdagangan dan investasi tersebut. Salah satu upaya untuk meminimalkan beban
tersebut adalah dengan melakukan penghindaraan pajak berganda internasional, hal
ini dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu:
a) Unilateral (sepihak)
Cara ini dilakukan dengan memasukkan ketentuan-ketentuan untuk
menghindarkan pajak berganda dalam undang-undang suatu negara dengan suatu
prosedur yang jelas. Biasanya yang dimasukkan dalam undang-undang suatu
negara adalah prinsip-prinsip yang sudah menjadi kelaziman internasional,
seperti ketentuan tentang pembebesan pajak para wakil diplomatik, wakil-wakil
organisasi internasional. Pembebesan pajak ini biasanya disyaratkan adanya asas
resiprositas atau timbal balik yang artinya bahwa negara yang bersangkutan baru
akan memberikan pembebasan apabila sebaliknya negara lainnya juga
memberikan pembebesan atas dasar syarat yang sama.
Penggunaan cara ini merupakan wujud kedaulatan suatu negara untuk
mengatur sendiri masalah pemungutan pajak dalam suatu undang-undang. Hal ini
yang tentunya mempunyai maksud untuk melindungi wajib pajak dalam
negerinya sendiri yang melakukan usaha atau mempunyai kekayaan di wilayah
negara lain, megikuti kebiasaan internasional, menarik modal asing, dan lain
sebagainya.
b) Bilateral atau Multilateral
Cara bilateral atau multilateral dilakukan melalui suaru perundingan antar-
negara yang berkepentingan untuk menghindarkan terjadinya pajak berganda.
Perjanjain yang dilakukan secara bilateral oleh dua negara, sedangkan
multilateral dilakukan oleh lebih dari dua negera, yang lebih dikenal dengan
sebutan traktat atau tax treaty. Proses terjadinya perjanjian secara bilateral
maupun multilateral tentu akan membutuhkan waktu yang cukup lama karena

1 Pajak Internasional (Kredit Pajak Luar Negeri)


masing-masing negara mempunyai prinsip pemajakannya masing-masing sesuai
dengan kedaulatan negaranya sendiri. Penghindaran pajak cara bilateral
umumnya yang paling banyak dilakukan oleh suatu negara. Indonesia misalnya
telah melakukan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan negara-
negara lain yang sampai saat ini telah mencapai 49 negara. Sedangkan perjanjian
penghindaran pajak yang dilakukan dengan cara multilateral jarang sekali terjadi
yang umumnya disebabkan sulitnya melakukan pembicaraan secara intensif
dengan beberapa negara sekaligus

B. Pajak Internasional di Indonesia


Hukum internasional dalam arti luas yaitu termasuk pengertian hukum bangsa-
bangsa, sebaliknya arti yang sempit mengatur hubungan antara negara-negara.
Hukum internasional modern sebagai suatu sistem hukum yang mengatur hubungan
antara negara-negara, lahir dengan kelahiran masyarakat internasional yang
didasarkan atas negara-negara nasional.
Negara indonesia merupakan subjek hukum internasional, karena ia telah
mengikuti dan menandatangani Konvensi Wina.
Konvensi internasional memiliki kekuatan hukum yang mengikat antar negara
yang ikut menandatangani tersebut, hal ini karena:
a. Hukum internasional merupakan bagian dari hukum yang lebih tinggi dari pada
hukum nasional, karena menyangkut kepentingan lebih banyak masyarakat
internasional
b. Hukum internasional merupakan kehendak negara itu sendiri pada hukum
internasional, dan juga merupakan kehendak bersama
c. Kenyataan sosial bahwa mengikatnya hukum itu mutlak untuk dapat
terpenuhinya kebutuhan bangsa untuk hidup bermasyarakat
Oleh karena itu, jika Negara Indonesia mengadakan tax treaty (perjanjian
pernghindaran pajak berganda) bukanlah semata-mata keinginan dari negara kita,
namun juga karena asas timbal balik dan keinginan yang sama dari negara yang
mengadakan perjanjian tersebut
Indonesia sebagai bagian dari dunia internasional tidak bisa menghindari
pelaksanaan tax treaty, manakala masyarakat Indonesia telah berhubungan dan
memperoleh penghasilan di negara lain tersebut. Atau indonesia juga tidak dapat
menerapkan perpajakan terhadap kedutaan karena terikat dengan konvensi

2 Pajak Internasional (Kredit Pajak Luar Negeri)


internasional, meskipun belum mengadakan tax treaty asalkan ada asas timbal balik.
Oleh karena itu hukum internasional, baik diatur secara khusus atau tidak, jika telah
disepakati dalam dunia internasional mau tidak mau, indonesia harus tunduk dan
patuh akan hal tersebut, tidak terkecuali dalam hal perpajakan.

C. Ketentuan Tentang Sumber Penghasilan (KTSP)


Undang-Undang Pajak Penghasilan mengelompokkan penghasilan menjadi
empat jenis, yaitu:
1) Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti
gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan,
pengacara, dsb
2) Penghasilan dari usaha dan kegiatan
3) Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti
bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang
tidak dipergunakan untuk usaha, dan
4) penghasilan lain-lain seperti pembebasan utang dan hadiah.
Pengertian penghasilan yang diperoleh subjek pajak dalam negeri
sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat (1) UU PPh adalah world wide
income, artinya penghasilan dari seluruh dunia. Sedangkan penghasilan yang
diterima oleh subjek pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang
berasal dari Indonesia saja.
Yurisdiksi pemajakan erat kaitannya dengan penentuan sumber
penghasilan. Hal ini penting untuk menentukan negara mana yang berhak
mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari negara lain. Lazimnya
negara sumber penghasilan lebih berhak terhadap suatu penghasilan yang
diperoleh oleh suatu perusahaan/perorangan. Hal ini bisa kita lihat dari Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B)/tax treaty yang mengatur mengenai
keutamaan hak pemajakan secara eksplisit di pasal-pasalnya.
Dalam praktiknya, selain menentukan apakah negara sumber berhak
memajaki penghasilan tersebut, asas sumber juga mengatur mengenai
pengkreditan pajak yang telah dipotong di luar negeri apakah bisa dikreditkan
terhadap pajak penghasilan yang terutang menurut undang-undang domestik. Hal
ini bertujuan untuk meminimalisasi pengenaan pajak berganda.

3 Pajak Internasional (Kredit Pajak Luar Negeri)


Di Indonesia sendiri ketentuan penentuan sumber penghasilan untuk
memperhitungkan kredit pajak luar negeri ini diatur dalam Pasal 24 UU PPh:
1. Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar
negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri boleh
dikreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan undang-undang ini
dalam tahun pajak yang sama
2. Besarnya kredit pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar
pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri tetapi tidak
boleh melebihi penghitungan pajak yang terutang berdasarkan undang-
undang ini
3. Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, penentuan
sumber penghasilan adalah sebagai berikut:
a. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya adalah negara tempat badan
yang menerbitkan saham atau sekuritas tersebut bertempat kedudukan
b. Penghasilan berupa bunga, royalti, dan sewa sehubungan dengan
penggunaan harga gerak adalah negara tempat pihak yang membayar atau
dibebani bunga, royalti, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau
berada
c. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak
adalah negara tempat harta tak gerak tersebut terletak
d. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan adalah negara tempat pihak yang membayar atau dibebani
imbalan tersebut bertempat kedudukan atau berada
e. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah negara tempat bentuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
4. Penentuan sumber penghasilan selain penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) menggunakan prinsip yang sama dengan prinsip yang
dimaksud pada ayat tersebut
5. Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata
kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang
menurut undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada
tahun pengurangan atau pengembalian itu dilakukan
6. Ketentuan mengenai pelaksanaan pengkreditan pajak atas penghasilan dari
luar negeri ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan

4 Pajak Internasional (Kredit Pajak Luar Negeri)


D. Kredit Pajak Luar Negeri
Kredit pajak adalah memperhitungkan pajak penghasilan yang telah dibayar
atau dipungut di muka dengan jumlah pajak yang terutang pada akhir tahun pajak.
Sebagaimana telah diketahui, bahwa wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak pada
saat penghasilan diperoleh atau diterima dan bersifat tidak final (dapat sebagai kredit
pajak).
Sedangkan segala bentuk penghasilan yang sudah dikenakan pajak yang
bersifat final, tidak boleh diperlakukan sebagai kredit pajak. Demikian pula untuk
pajak penghasilan yang dipungut atau dibayar di luar negeri oleh wajib pajak dalam
negeri. Pajak penghasilan yang telah dipungut di luar negeri dapat dikurangkan
dengan pajak penghasilan yang terhutang di Indonesia, bila telah ada perjanjian
kerjasama timbal balik (tax treaty) di bidang perpajakan antara Indonesia dengan
Negara lain. Bila belum ada perjanjian pajak, maka wajib pajak tidak dapat
melakukan kredit pajak. Perhitungan besarnya pajak yang dapat dikreditkan terhadap
pajak terutang atas seluruh penghasilan yang telah dipungut di luar negeri diatur
dalam pasal 24.
Untuk menghindari pajak berganda inetrnasional dapat ditempuh melalui dua
cara, yaitu secara unilateral dan secara bilateral. Secara unilateral dilakukan dengan
cara suatu negara mengadopsi metode penghindaran pajak berganda dalam undang-
undang domestiknya, sedangkan secara bilateral dilakukan dengan cara membuat
persetujuan penghindaran pajak berganda/ P3B (Taxt Treaty) dengan negara lain.
Pada bagian ini, dibahas mengenai ketentuan kredit pajak luar negeri dalam Undang-
Undang PPh sebagai suatu mekanisme untuk menghindari pajak berganda.
a. Penghindaran Pajak Berganda Secara Unilateral
Undang-undang PPh mengatur bahwa penghasilan yang diterima atau
diperoleh wajib pajak dalam negeri dikenakan pajak menggunakan prinsip World
Wide In Come, yaitu akan dikenai pajak penghasilan di Indonesia, baik atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun luar Indonesia.
Konsekuensi dari ketentuan ini akan menimbulkan dampak pajak berganda
Internasional apabila wajib pajak dalam negeri Indonesia menerima penghasilan
dari luar negeri, sedangkan di luar negeri wajib pajak tersebut juga telah
dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan pajak di negara tempat penghasilan
tersebut diperoleh.

5 Pajak Internasional (Kredit Pajak Luar Negeri)


Untuk mengatasi dampak pajak berganda tersebut, negara-negara di dunia
membuat metode penghindaran pajak berganda internasional. Metode
penghindaran pajak berganda ini dituangkan dalam aturan domestik negara
tersebut. Adapun metode penghindaran pajak berganda yang sering digunakan di
kebanyakan negara adalah metode pembebasan (exemption method) dan metode
kredit (credit method).
1. Metode Pembebasan (Exemption Method)
Metode pembebasan (exemption method) atau pengecualian (exclusion),
berupaya untuk sepenuhnya mengeliminasi pajak berganda internasional.
Dalam metode pembebasan atau pengecualian, suatu negara melepaskan hak
pemajakan atas suatu penghasilan karena sudah di pajaki oleh negara lain.
Dengan kata lain,suatu negara mengakui hak pemajakan secara ekslusif di
negara lainnya.
Metode pembebasan dapat dilakukan menggunakan pendekatan tiga
pendekatan, yaitu pembebasakn subjek (subject exemption), pembebasan
objek (object exemption), dan pembebasan pajak (tax exemption).
a. Pembebasan Subjek (Subject Exemption)
Pembebasan subjek umumnya diberlakukan terhadap anggota
perwakilan diplomatik, konsulat, dan organisasi internasional. Sesuai
dengan kelaziman internasional para duta besar, anggota perwakilan
diplomatik, konsulat hanya akan dipajaki di negara domisili. Pembebasan
ini biasanya dengan mempertimbangkan azas timbal balik (reprositas).
b. Pembebasan Objek (Object Exemption/income exemption)
Pembebasan objek juga dikenal dengan istilah Full
Exemption/Exemption without Progression. Dalam metode ini,
penghasilan luar negeri dikeluarkan dari basis pemajakan atas wajib pajak
dalam negeri di suatu negara.
c. Metode Pembebasan Pajak (Tax Exemption)
Metode pembebasan pajak atau dikenal dengan istilah Exemption
with Progression. Dalam metode ini, pada prinsipnya penghasilan luar
negeri tetap dibebaskan dari pengenaan pajak domestik, namun untuk
keperluan perhitungan pajak dan penempatan tarif pajak pengaruh
penghasilan luar negeri terhadap pengenaan pajak atas penghasilan global
dipertahankan.

6 Pajak Internasional (Kredit Pajak Luar Negeri)


2. Metode Kredit Pajak (Credit Method)
Dalam metode kredit pajak terdapat tiga metode yaitu:
a. Metode Kredit Pajak Penuh (Full Tax Credit Method)
Metode kredit pajak penuh mengurangkan pajak yang terutang atau
dibayar di luar negeri sepenuhnya terhadap pajak dalam negeri yang
dikenakan terhadap penghasilan tersebut.
b. Metode Kredit Pajak Biasa (Ordinary/Normal Credit)
Metode kredit pajak biasa memberikan keringanan pajak berganda
internasional berupa pengurangan pajak luar negeri atas pajak domestik
yang di alokasikan pada penghasilan luar negeri dengan batasan jumlah
yang terendah antara pajak domestik yang di alokasikan kepada
penghasilan luar negeri dan pajak sebenarnya dibayar diluar negeri.
c. Metode Kredit Pajak Fiktif (Sparing Tax Credit)
Dalam metode kredit pajak fiktif, walaupun tidak ada pajak yang di
bayar di luar negeri namun wajib pajak dapat mengkreditkan pajak
sebesar pajak yang dikenakan seandainya tidak ada fasilitas.

b. Kredit Pajak Luar Negeri Menurut UU PPh


Indonesia menganut ordinary credit method. Berdasarkan pasal 24 ayat(1)
undang undang PPh, pajak yang dibayar atau terutang di luar negri atas
penghasilan dari luar negri yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negri
boleh di kreditkan terhadap pajak yang terutang berdasarkan undang-undang pph
dalam tahun pajak yang sama. Namun, jumlah pajak dikreditkan tidak boleh
melebihi perhitungan pajak yang terutang berdasarkan undang-undang pph.
Pengkreditan pajak yang dibayar atau terutang diluar negeri terhadap pajak
terutang di Indonesia dikenal sebagai kredit pajak pph pasal 24.
Pengkreditan pajak-pajak penghasilan dari luar negri dilakukan dalam tahun
pajak di gabungkannya penghasilan dari luar negri tersebut dengan penghasilan
di Indonesia. Namun perlu di ingat bahwa pajak atas penghasilan yang dibayar
atau terutang diluar negri yang dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang di
Indonesia hanyalah pajak yang langsung dikenakan atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh wajib pajak.
Salah satu hal yang juga perlu di perhatikan dalam perhitungan kredit pajak
luar negri adalah masalah penentuan sumber penghasilan. Karena bisa jadi sudut

7 Pajak Internasional (Kredit Pajak Luar Negeri)


pandang masing-masing Negara berbeda beda dalam melihat sumber
penghasilan.
Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber
penghasilan menurut UU PPh ditentukan sebagai berikut :
a. Penghasilan dari saham dan sekuritas lainnya serta keuntungan dari
pengalihan saham dan sekuritas lainnya adalah Negara tempat badan yang
menerbitkan saham atau sekuritas tersebut didirikan atau bertempat
kedudukan.
b. Penghasilan berupa bunga, royalty, dan sewa sehubungan dengan penggunaan
harta gerak adalah Negara tempat pihak yang membayar atau di bebani
bunga, royalty, atau sewa tersebut bertempat kedudukan atau berada.
c. Penghasilan berupa sewa sehubungan dengan penggunaan harta tak gerak
adalah Negara tempat harta tersebut terletak
d. Penghasilan berupa imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
adalah Negara tempat pihak yang membayar atau dibebani imbalan tersebut
bertempat kedudukan atau berada.
e. Penghasilan bentuk usaha tetap adalah Negara tempat untuk usaha tetap
tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan.
f. Penghasilan dari pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan atau
tanda turutserta dalam pembiayaan atau permodalan dalam perusahaan
pertambangan adalah Negara tempat lokasi penambangan berada.
g. Keuntungan karena pengalihan harta tetap adalah Negara tempat harta tetap.
h. Keuntungan karena pengalihan harta yang menjadi bagian dari suatu bentuk
usaha tetapadalah Negara tempat bentuk usaha tetap berada.
Mengingat undang-undang PPh menganut pengertian penghasilan yang
luas, maka penentuan sumber dari penghasilan selain yang tersebut di atas
dipergunakan prinsip yang sama dengan prinsip diatas.
Pengkreditan pajak penghasilan yang dibayar di luar negri dilakukan
bersamaan dengan penggabungan penghasilan dari luar negri tersebut.
Penggabungan penghasilan yang berasal dari luar negri dilakukan sebagi berikut
a. Untuk penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya
penghasilan tersebut.
b. Untuk penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak
diterimanyapenghasilan tersebut.

8 Pajak Internasional (Kredit Pajak Luar Negeri)


c. Untuk penghasilan berupa deviden wajib pajak dalam negeri atas penyertaan
modal pada badan usaha diluar nergri dengan besarnya penyertaan modal
wajib pajak dalam negri tersebut paling rendah 50% dari jumlah saham yang
disetor (memenuhi criteria pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun
pajak pada saat perolehan deviden tersebut ditetapkan sesuai dengan
keputusan Mentri keuangan.
Berdasarkan UU PPh, besarnya kredit pajak luar negeri adalah sebesar
pajak penghasilan yang dibayar atu terutang di luar negeri, tetapi tidak boleh
melebihi perhitungan pajak yang terutang berdasarkan undang-undang PPh.
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlakuan pemajakan yang sama
antar penghasilan yang diterima ataudiperoleh dari luar negeri dan penghasilan
yang diterima atau di peroleh di Indonesia. Jumlah kredit pajak tersebut paling
tinggi sama dengan jumlah pajak yang di bayar atau terutang di luar negeri, tetapi
tidak boleh melebihi jumlah tertentu. Jumlah tertentu tersebut di hitung menurut
perbandingan antara penghasilan dari luar negeri terhadap penghasilan kena pajak
diaklikan dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak, paling tinggi
sama dengan pajak yang terutang atas penghasilan kena pajak dalam hal
penghasilan kena pajak lebih kecil dari penghasilan luar negeri.
Kredit pajak luar negeri menurut undang-undang PPh menggungakan
pendekatan percountry basic. Dalam hal wajib pajak memperoleh penghasilan
yang dikenakan pajak yang bersifat final dan atau penghasilan yang dikenakan
pajak tersendiri maka atas penghasilan tersebut buka merupakan factor
penambahan penghasilan pada saat menghitung penghasilan kena pajak.
Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh
wajib pajak di luar negeri tidak dapat di gabungkan atau di kompensasikan dalam
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Indonesia. Dasar pertimbangannya
adalah bahwa kerugian di luar negeri lazimnya akan di kompensasikan dengan
penghasilan dari luar negeri padatahun berikutnya dalam menghitung pajak
penghasilan di luar negeri. Sehingga apabila kerugian tersebut di gabung dengan
penghasilan di Indonesia maka akan terjadi kompensasi kerugian dua kali.
Dalam hal jumlah pajak penghasilan yang dibayar atau terutang di luar
negeri melebihi jumlah kredit pajak yang diperkenankan, maka kelebihan
tersebut:

9 Pajak Internasional (Kredit Pajak Luar Negeri)


a. Tidak dapat di perhitungkan dengan pajak penghasilan yang terutang tahun
berikutnya,
b. Tidak boleh di bebankan sebagai biaya atau pengurang penghasilan dan
c. Tidak dapat diminta restitusi.
Untuk melaksanakan pengkreditan pajak luar negeri, wajib pajak wajib untuk
menyampaikan permohonan kepada direktur jendral pajak dengan dilampiri ;
1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri
2. Foto kopi surat pemberitauan pajak yang disampaikan di luar negeri dan
3. Dokumen pembayaran pajak di luar negeri
Penyampaian permohoana kredit pajak luar negeri dilakukan bersamaan
dengan penyampaian surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan. Apabila
pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata kemudian
dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang merut UU PPh harus
ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun pengurangan atau pengembalian itu
dilakukan.
Dengan demikian, maka apabila terjadi pengurangan atau pengembalian
pajak atas penghasilan yang dibayar di luar negeri, sehingga besarnya pajak yang
dapat dikreditkan di Indonesia menjadi lebih kecil dari besarnya perhitungan
semula, maka selisihnya ditambahkan pada pajak penghasilan yang terutang
menurut UU PPh.

10 Pajak Internasional (Kredit Pajak Luar Negeri)


Contoh perhitungan kredit PPh Luar Negeri dan Batas Maksimum Kredit
Pajak Luar Negeri.
Contoh 1 :
PT X berkedudukan di Jakarta memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2010 adalah
sbb :
- Penghasilan neto dari dalam negeri sebesar Rp 8.000.000.000,00.
- Di Singapura memperoleh penghasilan (laba neto) Rp 2.000.000.000,00, dimana PPh
yang dibayar di Singapura sebesar Rp 800.000.000,00
- Di Vietnam memperoleh penghasilan (laba neto) sebesar Rp 6.000.000.000,00,
dimana PPh yang dibyar sebesar
Rp 1.500.000.000,00
- Di Malaysia menderita kerugian (rugi neto) sebesar Rp 5.000.000.000,00.

Perhitungan Kredit PPh Luar Negeri-nya adalah sbb :


Penghasilan neto dalam negeri Rp 8.000.000.000,00
Penghasilan neto dari Singapura Rp 2.000.000.000,00
Penghasilan neto dari Vietnam Rp 6.000.000.000,00
________________
Jumlah Penghasilan Neto Rp 16.000.000.000,00
________________
Rugi neto yang berasal dari Malaysia tidak boleh digabung (tidak diakui).
Perhitungan PPh Terutang :
10% x Rp 50.000.000,00 Rp 5.000.000,00
15% x Rp 50.000.000,00 Rp 7.500.000,00
30% x Rp 15.900.000.000,00 Rp 4.770.000.000,00
_______________
Rp 4.782.500.000,00

Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri :


- Singapura = (2 Milyar / 16 Milyar) x Rp 4.782.500.000,00 = Rp 597.812.500,00
PPh yang dapat dikreditkan hanya Rp 597.812.500,00 meskipun secara nyata membayar
PPh di Singapura sebesar Rp 800.000.000,00. Sisanya tidak boleh dikompensasi ke tahun
berikutnya, direstitusi, maupun dibebankan sebagai biaya.

11 Pajak Internasional (Kredit Pajak Luar Negeri)


- Vietnam = (6 Milyar / 16 Milyar) x Rp 4.782.500.000,00 =Rp 1.793.437.500,00.
PPh yang dapat dikreditkan sebesar Rp 1.500.000.000,00 (sebesar yang nyata-nyata
dibayar/terutang di Vietnam).

Contoh 2 :
PT Y berkedudukan di Surabaya memperoleh penghasilan neto dalam tahun 20010 sbb :
- Penghasilan neto (rugi) di dalam negeri Rp (600.000.000,00)
- Penghasilan neto dari usaha di Philipina Rp 3.000.000.000,00
_______________
- Jumlah Rp 2.400.000.000,00
- PPh yang terutang di Philipina sebesar Rp . 1.200.000.000,00
Perhitungan Kredit Pajak Luar Negeri :
Jumlah Penghasilan Neto (Penghasilan Kena Pajak)Rp 2.400.000.000,00
PPh Terutang :

10% x Rp 50.000.000,00 = Rp 5.000.000,00


15% x Rp 50.000.000,00 = Rp 7.500.000,00
30% x Rp 2.300.000.000,00 = Rp 690.000.000,00
____________
Rp 702.500.000,00

Batas Maksimum Kredit Pajak Luar Negeri :


Karena jumlah Penghasilan Kena Pajaknya lebih kecil dari pada Penghasilan Neto
dari Luar Negeri (di Dalam Negeri mengalami kerugian), maka maksimum Kredit Pajak
Luar Negeri adalah sama dengan jumlah PPh yang terutang, yaitu Rp 702.500.000,00.
PPh yang telah dibayar di Philipina adalah sebesar Rp 1.200.000.000,00, sehingga
terdapat sisa sebesar Rp 497.500.000,00, yang tidak dapat dikompensasi ke tahun
berikutnya, direstitusi, maupun diakui sebagai biaya.

12 Pajak Internasional (Kredit Pajak Luar Negeri)


DAFTAR PUSTAKA

Anang Mury Kurniawan, Pajak internasional : Beserta Contoh Aplikasinya (Edisi


Kedua), Bogor : Penerbit Ghalia Indonesia, 2015
Internet :
1. https://muhammadsyaroni.blogspot.co.id/2011/04/kredit-pajak.html
2. https://nasikhudinisme.com/tag/penentuan-sumber-penghasilan
3. https://efinawawi-anastasia.blogspot.co.id/2016/04/akuntansi-internasional-tugas-
2.html
4. https://www.nusahati.com/2009/09/sekilas-tentang-perpajak-internasional

13 Pajak Internasional (Kredit Pajak Luar Negeri)

Anda mungkin juga menyukai