Makalah Ketuhanan Yang Maha Esa
Makalah Ketuhanan Yang Maha Esa
Makalah Ketuhanan Yang Maha Esa
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya dan tidak lupa pula sholawat serta salam kami panjatkan kepada Nabi Besar kita
Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kegelapan menuju zaman yang
terang benderang seperti saat ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pendidikan
Agama Islam serta teman-teman yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Ketuhanan Yang Maha Esa”
kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam makalah ini, sehingga kami
senantiasa terbuka untuk menerima saran dan kritik pembaca demi penyempurnaan makalah
berikutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
Implementasi dari sebuah keimanan seseorang adalah ia mampu berakhlak terpuji. Allah
sangat menyukai hambanya yang mempunyai akhlak terpuji. Akhlak terpuji dalam islam
disebut sebagai akhlak mahmudah. Sebagai umat islam kita mempunyai suri tauladan
yang perlu untuk dicontoh atau diikuti yaitu nabi Muhammad SAW. Ia adalah sebaik-
baik manusia yang berakhlak sempurna. Ketika Aisyah ditanya bagaimana akhlak rosul,
maka ia menjawab bahwa akhlak rosul adalah Al-quran. Artinya rosul merupakan
manusia yang menggambarkan akhlak seperti yang tertera di dalam Al-quran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ketuhanan Yang Maha Esa?
2. Apa yang dimaksud dengan iman dan takwa kepada Allah s.w.t dan bagaimana
korelasi antara keduanya?
3. Bagaimanakah urgensi tauhid dan bahaya syirik?
4. Bagaimana contoh amalan syirik disekitar kita yang perlu dihindari?
C. Tujuan Penulisan
1. Penulisan makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama
Islam tentang Ketuhanan Yang Maha Esa (Tauhidullah)
2. Untuk mengetahui lebih dalam lagi mengenai konsep Ketuhanan Yang Maha Esa
Menurut Islam
3. Memahami dan mengimplementasikan konsep beriman dan bertakwa kepada Allah
s.w.t dalam kehidupan
4. Mengetahui pentingnya tauhid dan bahaya syirik.
D. Manfaat Penulisan
a. Bagi pengajar bisa dijadikan sebagai acuan dalam mengajar agar para peserta
didiknya dapat berprestasi lebih baik dimasa yang akan datang.
b. Bagi penulis bisa dijadikan sebagai bahan kajian belajar dalam rangka meningkatkan
prestasi diri dan meningkatkan pengeahuan dan pemahaman di bidang agama sehingga
diharapkan mampu menjadi manusia yang lebih baik.
﴾٤﴿ ٌ﴾ َولَ ْم َي ُكن لههُ ُكفُ ًوا أَ َحد٣﴿ ْ﴾ لَ ْم َي ِلدْ َولَ ْم يُولَد٢﴿ ُ ص َمد ﴾ ه١﴿ ٌَّللاُ أَ َحد
َّللاُ ال ه قُ ْل ه َُو ه
Artinya :“Katakanlah: Dialah Allah yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung
kepadan-Nya segala sesuatu.Dia tidak beranak dan juga tidak diperanakkan.Dan tidak ada
sesuatupun yang setara dengan-Nya” (QS. Al Ikhlas (112) : 1-4).
Ibnu Taimiyah memberikan definisi bahwa Tuhan merupakan suatu Dzat yang dipuja dengan
penuh kecintaan hati, tunduk kepada-Nya, merendahkan diri di hadapan-Nya, takut, dan
mengharapkan-Nya, kepada-Nya tempat berpasrah ketika berada dalam kesulitan, berdoa,
dan bertawakal kepada-Nya untuk kemaslahatan diri, meminta perlindungan, dan
menimbulkan ketenangan di saat mengingat-Nya dan terpaut cinta kepada-Nya.
Atas dasar definisi ini, Tuhan bisa berbentuk apa saja, yang dipentingkan manusia. yang
pasti, manusia tidak mungkin Atheis, tidak mungkin tidak ber-Tuhan. Setiap manusia pasti
ada sesuatu yang dipertuhankannya.Dengan begitu, orang-orang komunis pada hakikatnya
ber-Tuhan juga.Adapun tuhan mereka ialah ideologi atau angan-angan (utopia) mereka
sendiri.
Dalam ajaran Islam diajarkan kalimat “La Ilaaha Illa Allah”.Susunan kalimat tersebut dimulai
dengan peniadaan, yaitu “tidak ada Tuhan”, kemudian baru diikuti dengan penegasan
“melainkan Allah”. Hal itu berarti bahwa seorang muslim harus membersihkan diri dari
segala macam Tuhan terlebih dahulu, sehingga yang ada dalam hatinya hanya ada satu
Tuhan, yaitu Allah SWT.
DR. M. Yusuf Musa mengatakan dalam ajaran Islam, Allah adalah pencipta segala sesuatu,
tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa kehendak-Nya, serta tidak ada sesuatu yang kekal tanpa
pemeliharaan-Nya. Allah mengetahui segala sesuatu yang paling kecil dan paling halus sekali
pun.Ia yang menciptakan alam ini, dari tidak ada kepada ada, tanpa perantara dari siapa pun.
Ia memiliki berbagai sifat yang indah dan mulia (asmaul husna).
Adanya alam semesta ini merupakan bukti bahwa Allah SWT. Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tuhan yang menciptakan alam semesta dan yang mengaturnya. Tidak ada Tuhan selain Allah
SWT yang wajib disembah.
Umat islam meyakini adanya Allah SWT dan mengetahui sifat-sifatnya, agar menjadi
mukmin sejati. Dengan modal iman inilah kita akan menjalankan perintah-Nya dan
meninggalkan larangan-Nya.
Iman menurut bahasa artinya percaya atau yakin terhadap sesuatu. Iman menurut istilah
adalah pengakuan di dalam hati, diucapkan dengan lisan dan dikerjakan dengan anggota
badan. Hal ini sesuai Hadist Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
(الطبران )رواه باالركان عمل و ن باللسا قول و بالقلب معرفة االيمان
Artinya : “Iman adalah pengakuan dengan hati, pengucapan dengan lisan, dan
pengamalan dengan anggota badan.”(HR Thabrani)
Dari penjelasan Hadits di atas dapat disimpulkan bahwa iman kepada Allah SWT
membutuhkan tiga unsur anggota badan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lainnya,
yaitu hati, lisan dan anggota badan. Oleh karena itu, apabila ada seseorang yang mengaku
beriman kepada Allah SWT hanya dalam hati, lisan, hati dan lisan atau anggota badan
saja, maka orang tersebut belum bisa dikatakan orang yang beriman.
Iman kepada Allah merupakan suatu keyakinan yang sangat mendasar. Tanpa adanya
iman kepada Allah SWT, seorang tidak akan beriman kepada yang lain, seperti beriman
kepada malaikat, kitab-kitab, rasul-rasul Allah dan hari kiamat.
ُ ْال َك ِب
ير ُّ ْالعَ ِل
ي ه َُو َهللا َوأ َ َّن ِ َْالب
اط ُل ه َُو د ُونِ ِه ِمن ََمايَدْعُون َوأ َ َّن ْال َح ُّق ه َُو َهللا بِأ َ َّن َذَلِك
“(Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan)
Dialah Allah yang disifati dengan sifat yang sempurna dan mulia, tersucikan dari
segala kekurangan dan cacat. Ini merupakan perwujudan tauhid yang tiga, yatu tauhid
rububiyah, tauhid uluhiyah, dan tauhdi asma’ wa shifat. Keimanan kepada Allah
mengandung tiga macam tauhid ini, karena makna iman kepada Allah adalah keyakinan
yang pasti tentang keesaan Allah Ta’ala dalam rububiyah, uluhiyah, dan seluruh nama
dan sifat-Nya. (Al Irysaad ilaa shahiihil I’tiqaad, Syaikh Sholeh al Fauzan).
c. Cakupan beriman pada Allah s.w.t
Keberadaan Allah adalah sesuatu yang sudah sangat jelas. Hal ini dapat ditunjukkan
dengan dalil akal, hissi (inderawi), fitrah, dan dalil syariat.
Dalil akal menunjukkan adanya Allah, karena seluruh makhluk yang ada di alam ini,
baik yang sudah ada maupun yang akan datang, sudah tentu ada penciptanya. Tidak
mungkin makhluk itu mengadakan dirinya sendiri atau ada begitu saja dengan sendirinya
tanpa ada yang menciptakan.
Adapun petunjuk fitrah juga menyatakan keberadaan Allah. Seluruh makhluk telah
diciptakan untuk beriman kepada penciptanya tanpa harus diajari sebelumnya. Tidak ada
makhluk yang berpaling dari fitrah ini kecuali hatinya termasuki oleh sesuatu yang dapat
memalingkannya dari fitrah itu. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah (Islam, ed), lalu orang tuanyalah yang
menjadikannya Yahudi, Nasrani, dan Majusi” (HR. Bukhari dan Muslim).
Indera yang kita miliki juga bisa menunjukkan tentang keberadaan Allah. Kita semua
bisa menyaksikan dikabulkannya permohonan orang-orang yang berdoa dan ditolongnya
orang-orang yang kesusahan. Ini menunjukkan secara qath’i (pasti) akan adanya Allah.
Demikian pula ayat-ayat (tanda-tanda) para nabi yang dinamakan mukjizat yang
disaksikan oleh manusia atau yang mereka dengar merupakan bukti yang nyata akan
adanya Dzat yang mengutus mereka, yaitu Allah Ta’ala. Sebab, kemukjizatan-
Maksudnya adalah beriman bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb yang tidak
mempunyai sekutu. Rabb adalah Dzat ayang berwenang mencipta, memiliki, dan
memerintah. Tiada yang dapat mencipta selian Allah, tiada yang memiliki kecuali Allah,
serta tiada yang berhak memerintahkan kecuali Allah. Allah Ta’ala berfirman,
طلُبُهُ َحثِيثًاْ َار يَ ض فِي ِست َّ ِة أَي ٍَّام ث ُ َّم ا ْست ََوى َعلَى ْالعَ ْر ِش يُ ْغشِى الَّ ْي َل النَّ َه َ ت َواْأل َ ْر َّ إِ َّن َربَّ ُك ُم هللاُ الَّذِي َخلَقَ ال
ِ س َم َاوا
َاركَ هللاُ َربُّ ْالعَالَ ِمين َ َت بِأ َ ْم ِر ِه أَالَلَهُ ْالخ َْل ُق َواْأل َ ْم ُر تَب
ٍ س َّخ َرا َ س َو ْالقَ َم َر َوالنُّ ُج
َ وم ُم َ ش ْم َّ َوال
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam
enam masa, lalu Dia bersemayam di atas ‘Arsy . Dia menutupkan malam kepada siang
yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan
dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al
A’rof: 54).
Tidak ada satupun dari makhluk yang mengingkari rububiyah
Allah Ta’ala kecuali karena sombong. Namun sebenarnya ia tidak meyakini apa yang
diucapkannya. Sebagaimana terdapat pada diri Fir’aun yang mengatakan kepada
kaumnya,
فَقَا َل أَنَا َربُّ ُك ُم اْأل َ ْعلَى
“Dan berkata Fir’aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu
selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku
bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya
aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta”.” (QS. Al Qashash:
38)
Namun sebenarnya yang dia katakan itu bukan berasal dari keyakinan.
Allah Ta’ala berfirman,
َْف َكانَ َعا ِق َبةُ ْال ُم ْف ِسدِين ُ ظ ْل ًما َو
ُ علُ ًّوا فَان
َ ظ ْر َكي ُ َُو َج َحد ُوا ِب َها َوا ْستَ ْيقَ َنتْ َهآ أَنف
ُ س ُه ْم
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan
mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat
dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. Az Zukhruf:87). (Syarh Ushuulil
Iman, Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin)
Dengan demikian beriman dengan rubiyah saja tidak cukup. Buktinya kaum musyrikin
tetap diperangi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan mereka
mengakui tentang rububiyah Allah.
Iman Kepada Uluhiyah
Kita wajib beriman terhadap tauhid uluhiyah atau tauhid ibadah. Disebut tauhid uluhiyah
karena penisbatannya kepada Allah dan disebut tauhid ibadah karena penisbatannya
kepada makhluk. Adapun yang dimaksud tauhid uluhiyah adalah pengesaan Allah dalam
ibadah karena hanya Allah satu-satunya yang berhak diibadahi. Allah Ta’ala berfirman,
ِ َذَلِكَ ِبأ َ َّن هللاَ ه َُو ْال َح ُّق َوأ َ َّن َمايَدْعُونَ ِمن دُونِ ِه ْالب
اط ُل
” Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dialah yang hak dan sesungguhnya yang
mereka seru selain Alloh, itulah yang batil” (QS. Luqman: 30).
Banyak manusia yang kufur dan ingkar dalam hal tauhid ini. Karena itulah Allah
mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka, sebagaimana Allah
jelaskan,
وحي إِلَ ْي ِه أَنَّهُ آل إِلَهَ إِآل أ ُ س ْلنَا ِمن قَ ْبلِكَ ِمن َّر
ِ ُسو ٍل إِالَّن َ ُون ََ َو َمآأَ ْر
ِ نَا فَا ْعبُد
” Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah
olehmu sekalian akan Aku“.” (QS. Al Anbiya’: 25) (Al Qoulul Mufiid bi Syarhi Kitaabit
Tauhiid, Syaikh Muhammad bin Sholih al ’Utsaimin)
Termasuk pokok keimanan kepada Allah adalah iman terhadap tauhid asma’ wa shifat.
Maksudnya adalah pengesaan Allah ‘Azza wa Jalla dengan asma’ dan shifat yang
menjadi milik-Nya. Tauhid ini mencakup dua hal yaitu penetapan dan penafian. Artinya
kita harus menetapkan seluruh asma’ dan shifat bagi Allah sebagaimana yang Dia
tetapkan bagi diri-Nya dalam kitab-Nya dan sunnah nabi-Nya, dan tidak menjadikan
” Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan-Nya, dan Dialah Yang Maha Mendengar
lagi Maha Melihat.”(QS. Asy Syuuro: 11) . (Al Qoulul Mufiid bi Syarhi Kitaabit
Tauhiid, Syaikh Muhammad bin Sholih al ’Utsaimin).
a. Iman kepada Allah, para malaikat, kitab – kitab dan para nabi. Dengan kata
lain, instrument ketaqwaan yang pertama ini dapat dikatakan dengan
memelihara fitrah iman.
b. Mengeluarkan harta yang dikasihnya kepada kerabat, anak yatim, orang –
orang miskin, orang – orang yang terputus di perjalanan, orang – orang yang
meminta – minta dana, orang – orang yang tidak memiliki kemampuan untuk
memenuhi kewajiban memerdekakan hamba sahaya. Indikator taqwa yang
kedua ini, dapat disingkat dengan mencintai sesama umat manusia yang
diwujudkan melalui kesanggupan mengorbankan harta
c. Mendirikan solat dan menunaikan zakat, atau dengan kata lain, memelihara
ibadah formal
d. Menepati janji, yang dalam pengertian lain adalah memelihara kehormatan
diri.
e. Sabar disaat kepayahan, kesusahan dan diwaktu perang, atau dengan kata lain
memiliki semangat perjuangan.
Keimanan dan ketakwaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Orang yang
bertakwa adalah orang yang beriman yaitu yang berpandangan dan bersikap hidup
dengan ajaran Allah menurut Sunnah Rasul yakni orang yang melaksanakan shalat,
sebagai upaya pembinaan iman dan menafkahkan rizkinya untuk mendukung
tegaknya ajaran Allah.
Iman yang benar kepada Allah dan Rasulnya akan memberikan daya rangsang atau
Adapun tauhid praktis yang disebut juga tauhid ibadah, berhubungan dengan amal
ibadah manusia. Tauhid praktis merupakan terapan dari tauhid teoritis. Kalimat Laa
ilaaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) lebih menekankan pengartian tauhid
praktis (tauhid ibadah). Tauhid ibadah adalah ketaatan hanya kepada Allah. Dengan
kata lain, tidak ada yang disembah selain Allah, atau yang berhak disembah hanyalah
Allah semata dan menjadikan-Nya tempat tumpuan hati dan tujuan segala gerak dan
langkah.
Selama ini pemahaman tentang tauhid hanyalah dalam pengartian beriman kepada
Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Mempercayai saja keesaan Zat, Sifat, dan Perbuatan
Tuhan, tanpa mengucapkan dengan lisan serta tanpa mengamalkan dengan perbuatan,
tidak dapat dikatakan seorang yang sudah bertauhid secara sampurna. Dalam
pandangan Islam, yang dimaksud dengan tauhid yang sempurna adalah tauhid yang
tercermin dalam ibadah dan dalam perbuatan praktis kehidupan manusia sehari-hari.
Dengan kata lain, harus ada kesatuan dan keharmonisan tauhid teoritis dan tauhid
praktis dalam diri dan dalam kehidupan sehari-hari secara murni dan konsekuen
Dalam menegakkan tauhid, seseorang harus menyatukan iman dan amal, konsep dan
pelaksanaan, fikiran dan perbuatan, serta teks dan konteks. Dengan demikian
bertauhid adalah mengesakan Tuhan dalam pengartian yakin dan percaya kepada
Allah melalui fikiran, membenarkan dalam hati, mengucapkan dengan lisan, dan
mengamalkan dengan perbuatan. Oleh karena itu seseorang baru dinyatakan beriman
dan bertakwa, apabila sudah mengucapkan kalimat tauhid dalam syahadat asyhadu
allaa ilaaha illa Alah, (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah), kemudian
diikuti dengan mengamalkan semua perintah Allah dan meninggalkan segala
larangan-Nya.
Tauhid, yaitu seorang hamba meyakini bahwa Allah Ta’ala adalah Esa, tidak ada
“… mereka adalah orang-orang yang tidak minta diruqyah, tidak minta dikay
(pengobatan dengan menggunakan api) dan tidak mengundi nasib dengan burung
dan sejenisnya dan mereka bertawakkal hanya kepada Allah.” (H.R. At Tirmidzi)
Adapun masuknya orang yang tidak berbuat syirik ke dalam surga maka itu
merupakan hal yang pasti. Akan tetapi jika dia bukan pelaku dosa besar yang
terus menerus dilakukan sampai meninggal dunia maka dia akan langsung masuk
surga. Sedangkan jika dia pelaku dosa besar hingga akhir hayatnya dan belum
bertaubat maka yang demikian di bawah kehendak Allah . Jika Allah
mengampuni, maka akan masuk surga secara langsung tanpa diadzab. Dan jika
tidak diampuni, maka akan diadzab terlebih dahulu kemudian dikeluarkan dari
neraka dan dimasukkan ke dalam surga. (Fathul Majid hal. 84).
BAHAYA SYIRIK?
Syirik merupakan lawan dari tauhid. Oleh karena itu di saat tauhid mempunyai
banyak keutamaan maka syirik pun sangat berbahaya dan mempunyai banyak
mudharat. Di antaranya adalah :
2. Mendatangi para dukun, tukang sihir, peramal (paranormal) dan sebagainya, serta
membenarkan ucapan mereka. Ini termasuk perbuatan kufur (mendustakan) agama yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berdasarkan sabda beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya: “Barangsiapa yang mendatangi dukun atau tukang
ramal kemudian membenarkan ucapannya, maka sungguh dia telah kafir terhadap agama
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam”
Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyatakan kekafiran para dukun, peramal dan tukang sihir
tersebut dalam firman-Nya yang artinya:
“Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman (dan
mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir
(mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka
mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat di negeri
Babil, yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorang pun
sebelum mengatakan, “Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), maka janganlah kamu kafir.”
Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu mereka dapat
menceraikan antara seorang (suami) dengan istrinya. Dan mereka itu (ahli sihir) tidak memberi
mudharat dengan sihirnya kepada seorang pun, kecuali dengan izin Allâh. Dan mereka
mempelajari sesuatu yang memberi mudharat kepada diri mereka sendiri dan tidak memberi
manfaat. Padahal sesungguhnya mereka telah meyakini bahwa barangsiapa yang menukarnya
(kitab Allâh) dengan sihir itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah
perbuatan mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui” [al-
Baqarah/2:102]
Hal ini dikarenakan para dukun, peramal, dan tukang sihir tersebut mengaku-ngaku mengetahui
urusan gaib, padahal ini merupakan kekhususan bagi Allâh Subhanahu wa Ta’ala.
“Katakanlah: “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib,
kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bilamana mereka akan dibangkitkan”. [an-
Naml/27:65]
Selain itu, mereka selalu bekerjasama dengan para jin dan setan dalam menjalankan praktek sihir
dan perdukunan. Padahal para jin dan setan tersebut tidak mau membantu mereka dalam praktek
tersebut sampai mereka melakukan perbuatan syirik dan kafir kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala,
misalnya mempersembahkan hewan kurban untuk para jin dan setan tersebut, menghinakan al-
Qur’ân dengan berbagai macam cara, atau cara-cara lainnya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala
berfirman:
“Dan bahwasannya ada beberapa orang dari (kalangan) manusia meminta perlindungan kepada
beberapa laki-laki dari (kalangan) jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan
kesalahan”. [al-Jin/72:6]
3. Berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang melarang hal ini dalam sabda beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Janganlah kalian berlebihan dan melampaui batas dalam
memujiku seperti orang-orang Nashrani berlebihan dan melampaui batas dalam memuji (Nabi
Isa) bin Maryam, karena sesungguhnya aku adalah hamba (Allâh), maka katakanlah: hamba
Allâh dan rasul-Nya”.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang hamba yang tidak mungkin ikut memiliki
sebagian dari sifat-sifat khusus yang dimiliki Allâh Azza wa Jalla, seperti mengetahui ilmu gaib,
memberikan manfaat atau mudharat bagi manusia, mengatur alam semesta, dan lain-lain. Allâh
Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak
kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan seandainya aku mengetahui yang gaib,
tentulah aku akan melakukan kebaikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa
kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi
orang-orang yang beriman”. [al-A’râf/7:188]
Di antara Bentuk Pengagungan Yang Berlebihan Dan Melampaui Batas Kepada Rasulullâh
Shallallahu Alaihi Wa Sallam adalah sebagai berikut:
• Meyakini bahwa beliau mengetahui perkara yang gaib dan bahwa dunia diciptakan karena beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
• Memohon pengampunan dosa dan masuk surga kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
karena semua perkara ini adalah khusus milik Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan tidak ada seorang
makhluk pun yang ikut serta memilikinya.
• Melakukan safar (perjalanan jauh) dengan tujuan menziarahi kuburan beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam, karena beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang melarang perbuatan ini dalam
sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Tidak boleh melakukan perjalanan (dengan tujuan
ibadah) kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsha”.
Semua hadits yang menyebutkan keutamaan melakukan perjalanan untuk mengunjungi kuburan
beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hadits yang lemah dan tidak benar penisbatannya
kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana yang ditegaskan oleh sejumlah imam
ahli hadits.
Adapun melakukan perjalanan untuk melakukan shalat di Masjid Nabawi maka ini adalah perkara
yang dianjurkan dalam Islam berdasarkan hadits yang shahih.
Berlebihan dan melampaui batas dalam mengagungkan kuburan orang-orang shaleh yang
terwujudkan dalam berbagai bentuk, di antaranya:
• Memasukkan kuburan ke dalam masjid dan meyakini adanya keberkahan dengan masuknya
kuburan tersebut.
Ini bertentangan dengan petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasûlullâh Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Allâh melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani, (kerena) mereka
menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid (tempat ibadah)”
Dalam hadits lain, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian selalu menjadikan kuburan para nabi dan orang-
orang shaleh (di antara) mereka sebagai masjid (tempat ibadah), maka janganlah kalian (wahai
kaum Muslimin) menjadikan kuburan sebagai masjid, sesungguhnya aku melarang kalian dari
perrbuatan tersebut”
Perbuatan-perbuatan ini dilarang karena merupakan sarana yang membawa kepada perbuatan
syirik (menyekutukan Allâh Subhanahu wa Ta’ala dengan orang-orang shaleh tersebut).
4. Termasuk perbuatan yang merusak tauhid dan akidah seorang Muslim adalah menggantungkan
jimat -baik berupa benang, manik-manik atau benda lainnya- pada leher, tangan, atau tempat-
tempat lainnya, dengan meyakini jimat tersebut sebagai penangkal bahaya dan pengundang
kebaikan.
Perbuatan ini dilarang keras oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau
yang artinya: “Barangsiapa yang menggantungkan jimat, sungguh dia telah berbuat syirik”.
5. Demikian juga perbuatan tathayyur, yaitu menjadikan sesuatu sebagai sebab kesialan atau
keberhasilan suatu urusan, padahal Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak menjadikannya sebagai
sebab yang berpengaruh.
Perbuatan ini juga dilarang keras oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda
beliau yang artinya: “(Melakukan) ath-thiyarah adalah kesyirikan”.
6. Demikian juga perbuatan bersumpah dengan nama selain Allâh Azza wa Jalla. Rasulullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: “Barangsiapa bersumpah dengan (nama)
selain Allâh, sungguh dia telah berbuat syirik”.
B. Saran
Makalah Pendidikan Agama Islam ini dibuat untuk memenuhui salah satu tugas mata
kuliah PAI, dan itulah tadi isi dari semua materi yang penulis ambil dari buku berbagai
sumber. semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk penulis dan para pembaca.
Penulis mengakui bahwa dalam makalah ini masih banyak sekali kata-kata yang salah dan
tidak benar, untuk itu penulis berharap kritik dan saran sangat penulis harapkan, karna
akan menjadi suatu pacuan untuk penulis sendiri. Dan penulis ucapkan Terima Kasih
kepada berbagai pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
https://fitachoiyanti14.blogspot.co.id/2016/03/makalah-keimanan-dan-ketaqwaan-matkul.html
https://abufawaz.wordpress.com/2008/12/26/keutamaan-tauhid-dan-bahaya-syirik/
https://almanhaj.or.id/2841-waspada-syirik-di-sekitar-kita.html
http://hikmahtauhid825.blogspot.co.id/2013/05/pentingnya-tauhid.html
http://didingalsadany.blogspot.co.id/2016/05/makalah-ketuhanan-yang-maha-esa.html
http://jefrihariyanto.blogspot.co.id/2014/10/makalah-agama-ketuhanan-yang-maha-esa.html