Dakwah Nabi Muhammad SAW Di Madinah
Dakwah Nabi Muhammad SAW Di Madinah
Dakwah Nabi Muhammad SAW Di Madinah
Islam diturunkan di negeri Arab ketika umat manusia mempunyai kebutuhan yang
mendesak terhadap adanya agama baru.sebelum Nabi Muhammad SAW. Diutus, umat
manusia hidup dalam kegelapan. Sebagai contoh, di negeri Arab orang-orang
menciptakan berhala dan patung untuk disembah.
Isalm mulai disiarkan sekitar tahun 612 sebelum masehi. Penyebran islam perode awal
berlangsung sangat pesat. Dalam waktu tidak kurang dari 30 tahun, Islam telah
menyebar ke seluruh Semenanjung Arab, Suriah, Irakl, Persia, dan Mesir.
Fakta sejarah menunjukkan bahwa Islam sebagai ajaran disebarkan dengan cara damai
melalui jalan dakwah.
• Sebelum datangnya Islam Madinah terdiri atas dua suku bangsa, yaitu bangsa
Arab dan Yahudi. Semula, Madinah di tempati oleh suku Amaliqah atau Baidah. Namun,
kemudian suku itu punah.
• Bangsa Yahudi yang tinggal di Madinah terdiri atas tiga suku, yaitu Bani
Quraizah, Bani Nadir, dan Bani Qainuqa. Adapun suku Arab yang tinggal di Madinah
terdiri atas suku Arab setempat dan suku Arab pendatang. Suku Arab pendatang masuk
ke madinah dari daerah Yaman karena pecahnya bendungan Ma’arib. Kemudian suku
ini dikenal dengan suku Aus atau suku Khazraj. Mereka inilah yang kelak menjadi kaum
Ansar.
• Sebelum kedatangan suku Aus, kaum Yahudi merupakan yang paling kuat di
Madinah. Jumlah mereka hampir separuh jumlah penduduk madinah.
• Hal itu menyebabkan munculnya permusuhan dan kebencian antara kaum Arab
dan kaum Yahudi. Kaum Yahudi menggunakan siasat memecah belah dengan cara
menyebarkan permusuhan dan kebencian antara suku Aus dan suku Khazraj. Siasat ini
berhasil dengan baik. Sehingga suku Khazraj bersekutu dengan Bani Qainuba dan suku
Aus dengan Bani Quraiza dan Babi Nadir. Puncak permusuhan terjadi nya perang Bu’as
pada tahun 618 SM.
• Seusai perang, suku Aus dan Khazraj menyadari kekeliruan mereka. Mereka
berdamai dan sepakat untuk mengangkat Abdullah bin Muhammad sebagai pemimpin
mereka. Akan tetapi rencana mereka tidak terlaksana karena beberapa orang Mekah
pergi ke Madinah untuk beribadah haji pada 621 SM. Nabi Muhammad
memperkenalkan Islam kepada mereka . Mereka pun menyatakan masuk Isalam dan
mereka berjanji untuk mengajak penduduk madinah untuk masuk islam.
b. Hijrah ke madinah
• Hijrah merupakan kepindahan Nabi Muhammad dari Mekah ke Madinah.
Meninggalnya Abu Talib dan Khadijah membuat kaum kafir quraisy semakin berani
menentang Nabi Muhammad. Keadaan di Mekah semakin memburuk. Pada tahun 621
SM, 10 orang suku Khazraj dan Aus menemui Nabi Muhammad SAW. Di aqabah. Mereka
menyatak diri masuk Islam. Peristiwa ini disebut Bai’atul Aqabah yang pertama.
• Pada musim haji yang berikutnya 75 orang dari Madinah mengajak Nabi untuk
hijrah ke Madinah. Pada waktu itu terjadi Bai’atu Aqabah yang kedua, yang berisi:
• Setelah peristiwa Bai’atu Aqabah yang kedua, kaum muslimin melakukan hijrah
ke Madinah dalam beberapa rombongan secara berangsur-angsur. Adapun Nabi
Muhammad SAW. Berangkat terakhir bersama Abu Bakar as-Sidiq karena menunggu
perintah Allah SWT.
• Peristiwa hijrah menjadi babak baru dalam perjuangan umat Islam. Setelah
mendapat tantangan yang hebat daribkaum kafir quraisy di Mekah, kaum muslimin
mendpat semangat baru dengan dukunagan dari penduduk Madinah.
Jmembangun masjid
Jmenyusun undang-undang
1. Membangun masjid
Pada masa Nabi Muhammad masjid digunakn sebagai tempat ibadah dan
penyelenggaraan pemerintahan. Masjid yang pertama dibangun Nabi di Madinah adalah
masjid Nabawi.
Masjid Nabawi dibangun pada bulan rabiulawal 1 hijriah(september 622 SM). Masjid
Nabawi berfungsi sebagai pusat peribadahan, pusat perencanaan kegiatan masyarakat,
pusat latihan, dan pendidikan.
• Hal itu dilakukan Nabi agar kaum Muhajirin mendapat perlindungan yang kuat di
madinah.
Diantara tantangan itu banyak terjadi perang antara kaum muslimin dan kaum kafir,
diantara peperang itu adalah:
Perang Badar
Perang Uhud
Perang Khandaq
Strategi dakwah rasullah dimadinah
Pokok-pokok pikiran yang dijadikan strategi dakwah Rasulullah Saw periode Madinah
adalah:
1. Berdakwah dimulai dari diri sendiri, maksudnya sebelum mengajak orang lain
meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya, maka terlebih dahulu orang
yang berdakwah itu harus meyakini kebenaran Islam dan mengamalkan ajarannya.
2. Cara melaksanakan dakwah sesuai dengan petunjuk Allah Swt dalam surah An-Nahl,
16: 125.
3. Berdakwah itu hukumnya wajib bagi Rasulullah Saw dan umatnya. Dalil wajibnya: Al-
Qur’an surah Ali Imran, 3: 104, dan Hadis Rasulullah Saw:
“Sampaikanlah, apa yang berasal dariku (tentang Islam), walaupun hanya satu ayat.”
(H.R. Bukhari)
4. Berdakwah dilandasi dengan niat ikhlas Allah Swt semata, bukan dengan niat untuk
memperoleh popularitas dan keuntungan yang bersifat materi.
Masyarakat Islam atau masyarakat Madani adalah masyarakat yang menerapkan ajaran
Islam pada seluruh aspek kehidupan, sehingga terwujud kehidupan bermasyarakat
yang tayyibatun wa rabbun gafur, yakni masyarakat yang baik, aman, tenteram, damai,
adil, dan makmur di bawah naungan rida Allah Swt dan ampunan-Nya.
Adapun beberapa strategi dakwah Rasulullah Saw pada periode Madinah dalam
mewujudkan masyarakat Islam seperti tersebut adalah:
a. Membangun masjid
Masjid yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah Saw di Madinah ialah Masjid Quba,
yang berjarak -+ 5 km, sebelah Barat Daya Madinah. Dan masjid kedua yang dibangun
oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya yaitu Masjid Nabawi di Madinah.
Mengenai fungsi atau peranan masjid pada masa Rasulullah Saw adalah sebagai berikut:
• Masjid sebagai sarana pembinaan umat Islam di bidang akidah, ibadah, dan akhlak.
• Masjid merupakan sarana ibadah, khususnya shalat lima waktu, shalat jum’at, shalat
Tarawih, shalat Idul Fitri, dan Idul Adha. (lihat Q.S. Al-Jinn, 73: 18)
• Masjid merupakan tempat belajar dan mengajar tentang agama Islam yang bersumber
kepada Al-Qur’an dan Hadist.
Rasulullah Saw bermusyawarah dengan Abu Bakar r.a. dan Umar bin Khatab tentang
mempersaudarakan antara Muhajirin dan Anshar, sehingga terwujud persatuan yang
tangguh. Hasil musyawarah memutuskan agar setiap orang Muhajirin mencari dan
mengangkat seorang kalangan Anshar menjadi saudaranya senasab (seketurunan),
dengan niat ikhlas karena Allah Swt. demikian juge sebaliknya orang Anshar.
Pada waktu Rasulullah Saw menetap di Madinah penduduknya terdiri dari tiga
golongan, yaitu umat Islam, umat Yahudi (Bani Qainuqa, Bani Nazir, dan Bani Quraizah),
dan orang-orang Arab yang belum masuk Islam.
Rasulullah Saw membuat perjanjian dengan penduduk Madinah non-Islam dan tertuang
dalam Piagam Madinah, isi Piagam Madinah itu antara lain:
1. Setiap golongan dari ketiga golongan penduduk Madinah memiliki hak pribadi,
keagamaan, dan politik. Sehubungan dengan itu setiap golongan penduduk Madinah
berhak menjatuhkan hukuman kepada orang yang membuat kerusakan dan member
keamanan kepada orang yang mematuhi peraturan.
3. Seluruh penduduk Madinah yang terdiri dari kaum Muslimin, kaum Yahudi dan
orang-orang Arab yang belum masuk Islam sesama mereka hendaknya saling
membantu dalam bidang moril dan materil. Apabila Madinah diserang musuh, maka
seluruh penduduk Madinah harus bantu-membantu dalam mempertahankan kota
Madinah.
4. Rasulullah Saw adalah pemimpin seluruh penduduk Madinah. Segala perkara dan
perselisihan besar yang terjadi di Madinah harus diajukan kepada Rasulullah Saw untuk
diadili sebagaimana mestinya.
d. Meletakkan dasar-dasar politik, ekonomi, dan sosial yang Islami demi terwujudnya
masyarakat Madani
Sebagai kepala Negara, Rasulullah Saw telah meletakkan dasar bagi politik Islam, yakni
Musyawarah.
Dalam bidang ekonomi Rasulullah Saw telah meletakkan dasar bahwa sistem ekonomi
Islam itu harus dapat menjamin terwujudnya keadilan.
Dalam bidang sosial kemasyarakatan, Rasulullah Saw telah meletakkan dasar antara
lain adanya persamaan derajat di antara semua individu, semua golongan, san semua
bangsa.
Di sini kami tidak akan menyebutkan seluruh naskah perjanjian yang sangat panjang
itu, tetapi kami kutipkan saja beberapa bagian dari naskah perjanjian sebagaimana
tertera dalam naskah perjanjian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Isi Piagam
perjanjian itu ialah:
Kaum Muslimin, baik yang berasal dari Quraisy, dari Madinah maupun dari Kabilah lain
yang bergabung dengan berjuang bersama-sama, semuanya itu adalah satu ummat.
Semua kaum Mukminin dari kabilah mana saja, harus membayar diyat (denda) orang
yang terbunuh di antara mereka dan menebus tawanan mereka sendiri dengan cara
yang baik dan adil antara sesama kaum Mukminin.
Kaum Mukminin tidak boleh membiarkan siapa saja di antara mereka yang tidak
mampu membayar hutang atau denda, tetapi mereka harus menolongnya untuk
membayar hutang atau denda tersebut.
Kaum Mukminin yang bertakwa akan bertindak terhadap orang dari keluarganya
sendiri yang berbuat kezhaliman, kejahatan, permusuhan atau perusakan. Terhadap
perbuatan semacam itu semua kaum Mukminin akan mengambil tindakkan bersama,
sekalipun yang berbuat kejahatan itu anak salah seorang dari mereka sendiri.
Seorang Mukmin tidak boleh membunuh orang Mukmin lainnya lantaran ia membunuh
seorang kafir. Seorang Mukmin tidak boleh membantu orang kafir untuk melawan
Mukmin lainnya.
Jaminan Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah satu : Dia melindungi orang-orang yang
lemah atas orang-orang yang kuat. Orang Mukmin saling tolong-menolong sesama
mereka dalam menghadapi gangguan orang lain.
Setiap Mukmin yang telah mengakui berlakunya perjanjian sebagaimana termaktub di
dalam naskah, jika ia benar-benar beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Hari
Akhir niscaya ia tidak akan memberikan pertolongan atau perlindungan kepada orang
yang berbuat kejahatan. Apabila ia menolong dan melindungi orang-orang berbuat
kejahatan maka ia terkena laknat dan murka Allah Subhanahu wa Ta’ala. Pada Hari
Kiamat.
Orang-orang Yahudi dari Bani Auf dipandang sebagai bagian dari kaum Mukminin.
Orang-orang Yahudi tetap pada agama mereka, dan kaum Muslimin pun tetap pada
agamanya sendiri, kecuali orang yang berbuat kedhaliman dan kejahatan maka
sesungguhnya dia telah membinasakan diri dan keluarganya sendiri.
Orang-orang Yahudi harus memikul biayanya sendiri dan kaum Muslimin pun harus
memikul biaya sendiri dalam melaksanakan kewajiban memberikan pertolongan secara
timbal balik dalam melawan pihak lain yang memerangi salah satu pihak yang terikat
dalam perjanjian itu.
Jika di antara orang-orang yang terikat perjanjian ini terjadi pertentangan atau
perselisihan yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan maka perkaranya
dikembalikan kepadaAllah Subhanahu wa Ta’ala, dan Muhammad Rasulullah.
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala-lah yang akan melindungi pihak yang berbuat
kebajikan dan taqwa.
Beberapa Ibrah.
1.-Perjanjian tersebut dalam istilah modern lebih tepat disebut sebagai “dustur“. Jika
perjanjian ini dianggap sebagai pengumuman suatu dustur maka ia telah memuat
semua masalah yang dibahas oleh dustur modern manapun yang meletakkan garis
besar haluan negara baik menyangkut masalah dalam ataupun luar negeri.
Dustur yang dibuat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdasarkan wahyu Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan ditulis oleh para sahabatnya kemudian dijadikan sebagai
undang-undang dasar yang disepakati oleh kaum Muslimin dan tetangganya (Yahudi),
merupakan bukti nyata bahwa masyarakat Islam sejak awal pertumbuhannya- tegak
berdasarkan asas perundang-undangan yang sempurna. Juga menjadi bukti bahwa
Negara Islam sejak awal berdirinya telah ditopang oleh perangkat perundang-undangan
dan manajemen yang diperlukan setiap negara manapun.
Perangkat ini merupakan asas yang diperlukan bagi pelaksanakan Hukum-hukum
syariat Islam dalam kehidupan masyarakat. Sebab hukum-hukum Syariat tersebut
secara umum didasarkan pada pemikiran kesatuan ummat Islam dan masalah-masalah
struktural lainnya yang berkaitan dengannya. Negara tempat pelaksanaan Hukum dan
Syariat Islam tidak akan terwujudkan manakala sistem perundang-undangan yang
dibuat oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tersebut tidak ada.
Dari sini tertolaklah tuduhan orang-orang yang mengatakan bahwa Islam hanya
mengatur hubungan manusia dengan Rab-nya saja, tidak mengatur urusan negara dan
sistem perundang-undangan. Tuduhan ini sengaja dilontarkan oleh para musuh Islam
dan antek-antek kolonial untuk membatasi gerak langkah Islam agar tidak lagi berperan
aktif dalam masyarakat. Guna mencapai sasaran ini, bagi mereka tidak ada cara lain,
kecuali menjadikan Islam sebagai ritual peribadatan semata tanpa negara dan
perundang-undangan. Bahkan kalupun dipahami sebagai Agama dan Negara maka
harus dirusak dan diputar balikan sedemikian rupa sehingga tidak lain untuk itu.
Tetapi tipu daya ini tidak lama kemudian terpatahkan dan terbongkar kedoknya,
sehingga semua kebusukkan yang terkandung di dalamnya telah diketahui oleh semua
orang.
3.- Perjanjian tersebut menunjukkan kepada beberapa hukum yang sangat penting
dalam syariat Islam, diantaranya :
Pertama,
Pasal pertama menunjukkan bahwa Islam adalah satu-satunya faktor yang dapat
menghimpun kesatuan kaum Muslimin dan menjadikan mereka satu Ummat. Semua
perbedaan akan sirna di dalam kerangka kesatuan yang integral ini. Hal ini tampak jelas
dala pernyataan Rasululah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Kaum Muslimin baik yang
berasal dari Quraisy dari Madinah maupun dari kabilah lain yang bergabung dan
berjuang bersama-sama, semuanya itu adalah satu ummat.“
Ini merupakan asas pertama yang harus diwujudkan untuk menegakkan masyarakat
Islam yang kokoh dan sehat.
Kedua,
Pasal kedua dan Ketiga menunjukkan bahwa di antara ciri khas yang terpeting dari
masyarakat Islam ialah, tumbuhnya nilai solodaritas serta jiwa senasib dan
sepenanggungan kepada yang lainnya baik dalam urusan dunia maupun akherat.
Bahkan semua hukum syariat Islam didasarkan pada asas tanggung jawab ini seraya
menjelaskan cara-cara pelaksanaan prinsip solidaritas dan takaful (jiwa senasib
sepenanggungan) sesama kaum Muslimin.
Ketiga,
Pasal keenam menunjukkan betapa dalamnya asas persamaan sesama kaum Muslimin.
Ia bukan hanya slogan yang diucapkan, tetapi merupakan salah satu rukun syariat yang
terpenting bagi masyarakat Islam yang harus diterapkan secara detail dan sempurna.
Contoh pelaksanaan persamaan sesama kaum Muslimin ini dapat kita baca dari
pernyataan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai berikut: “Jaminan Allah
Subhanahu wa Ta’ala adalah satu: Dia melindungi orang-orang yang lemah (atas orang-
orang yang kuat).“
Ini berarti bahwa jaminan seornag Muslim, siapa pun orangnya, harus dihormati dan
tidak boleh diremehkan. Siapa saja di antara kaum Msulimin yang memberikan jaminan
kepada seseorang maka tidak boleh bagi orang lain baik rakyat biasa ataupun penguasa
untuk menodai kehormatan jaminan ini. Demikian pula halnya wanita Muslimah, tidak
berbeda dari kaum laki-laki. Suaka atau jaminannya pun harus dihormati oleh semua
orang. Hal ini telah menjadi kesepatakan semua ulama dan para Imam Madzhab.
Bukhari, Muslim dan lainnya meriwayatkan bahwa Ummu Hani‘ binti Abu Thalib pergi
menemui Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, pada hari Fathu Makkah kemudian
berkata: “Wahai Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, adikku menuntut untuk
membunuh seseorang lelaki yang ada dalam perlindunganku, yaitu Ibnu Hubairah.“
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab :“Kami telah melindungi orang yang
engkau lindungi, wahai Ummu Hani.“
Dari sini dapatlah Anda ketahui betapa tinggi derajat wanita dalam perlindungan Islam.
Ia berhak mendapatkan semua hak asasi dan jaminan sosial sebagaimana kaum lelaki
mendapatkannya.
Tetapi Anda harus mengetahui perbedaan di antara persamaan kemanusiaan yang
ditegakkan oleh syariat Islam dan bentuk-bentuk persamaan yang diteriakkan oleh para
pengagum peradaban dan budaya modern. Persamaan yang ditegakkan oleh Islam
adalah persamaan yang didasarkan kepada fitrah manusia, yang memberikan dan
menjamin kebahagiaan kepada semua orang, baik lelaki maupun wanita, baik secara
individual ataupun sosial. Sedangkan persamaan yang diserukan oleh para pengagum
peradaban modern adalah persamaan yang didorong oleh nafsu kebinatangan yang
ingin menjadikan wanita sebagai sarana hiburan dan pemuas nafsu kaum lelaki, tanpa
mu memandang kepada hal lain.
Keempat,
Pasal kesebelas menunjukkan bahwa Hakim yang adil bagi kaum Muslimin dalam segala
perselisihan dan urusan mereka, hanyalah syariat Islam dan hukum Allah Subhanahu
wa Ta’ala yaitu apa yang terkandung di dalam kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Jika mereka mencari penyelesaian bagi
problematika mereka kepada selain sumber ini maka mereka berdosa dan terancam
kesengsaraan di dunia dan siksa Allah di akherat.
Itulah keempat hukum yang terkandung di dalam perjanjian tersebut yang menjadi
dasar tegaknya negara Islam di Madinah dan minhaj bagi kaum Muslimin dalam
kehidupan mereka sebagai masyarakat yang baru. Bila diperhatikan dan direnungkan,
nyatalah bahwa Perjanjian itu pun mengandung beberapa hukum lain yang sangat
penting bagi kaum Muslimin.