Lapkas TB Milier
Lapkas TB Milier
Lapkas TB Milier
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Data TB anak di Indonesia menunjukkan proporsi kasus TB Anak di antara semua kasus
TB pada tahun 2010 adalah 9,4%, kemudian menjadi 8,5% pada tahun 2011 dan 8,2% pada
tahun 2012. Apabila dilihat data per provinsi, menunjukkan variasi proporsi dari 1,8% sampai
15,9%. Hal ini menunjukan kualitas diagnosis TB anak masih sangat bervariasi pada level
provinsi. Kasus TB Anak dikelompokkan dalam kelompok umur 0-4 tahun dan 5-14 tahun,
dengan jumlah kasus pada kelompok umur 5-14 tahun yang lebih tinggi dari kelompok umur 0-4
tahun. Kasus BTA positif pada TB anak tahun 2010 adalah 5,4% dari semua kasus TB anak,
sedangkan tahun 2011 naik menjadi 6,3% dan tahun 2012 menjadi 6%.
Tujuan disusunnya lapkas ini adalah karena kasus tb milier merupakan kasus penting
untuk diketahui sebagai salah satu bekal untuk menjadi seorang dokter umum yang kompeten.
Pada kasus ini diperlukan tatalaksana secara dini agar dapat mencegah penyebaran yang lebih
luas yang juga dapat berujung kepada kematian. Peran seorang dokter umum ialah sebagai ujung
tombak dari pelayanan primer kesehatan sehingga penting dalam upaya deteksi dini kasus-kasus
tb milier. Namun, pada anak dengan tb milier seringkali didapatkan gejala klinis yang kurang
spesifik sehingga perlu pedoman atau kriteria seperti scor tb untuk menegakkan diagnosis tb
milier pada anak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua pada manusia, bahkan sampai
saat ini masih merupakan penyakit dengan insiden tertinggi dan menjadi penyebab utama
kematian manusia. Sekitar 9 juta orang di seluruh dunia pada tahun 2002 menderita TB, dan 2
juta di antaranya meninggal karena penyakit tersebut. TB diketahui dapat mengenai hampir
setiap organ dalam tubuh, dan itu harus menjadi perhatian dari setiap praktisi medis.
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang dominan terdapat di paru, meskipun hampir semua
organ dan sistem dapat diserang oleh basil tuberkulosis melalui penyebaran secara hematogen.
TB yang terisolasi pada saluran aerodigestif atas jarang dijumpai dan biasanya dikaitkan dengan
penyakit paru primer. Dengan kemajuan pengobatan tuberkulosis, infeksi mikobakteri pada
nasofaring dan tonsil sudah jarang dijumpai. Gejala yang paling umum dijumpai adalah
limfadenopati servikal sehingga seringkali didiagnosis banding dengan keganasan kepala dan
leher. Diagnosis dapat ditegakkan melalui pemeriksaan histopatologi jaringan. Dilaporkan suatu
kasus jarang yaitu TB nasofaring dan tonsil disertai limfadenopati servikal dan TB milier secara
bersamaan, yang awalnya didiagnosis banding sebagai suatu keganasan kepala-leher. Kasus ini
diterapi dengan obat anti tuberkulosis dengan hasil yang baik.
Tuberkulosis Milier merupakan hasil dari Acute generalized hematogenic spread dengan
jumlah kuman yang besar. Istilah milier berasal dari dari gambaran lesi diseminata yang
menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet seed).2
2.2 EPIDEMIOLOGI
Diperkirakan terdapat 1,7 miliar orang terinfeksi kuman M.tuberkulosis dan setiap tahun
di temukan sekitar 8 juta kasus baru dengan jumlah kematian berkisar 2-3 juta penderita per
tahun.
Tuberkulosis paru (TBP) meliputi 83,8% dari seluruh kasus tuberkulosis sedangkan
16,2% sisanya adalah tuberkulosis ekstra (TBE). Tb milier juga merupakan TB diseminata,
meskipun hampir selalu mengenai paru, namun dimasukkan dalam kelompok TBE oleh karena
banyaknya organ yang terkena. Insiden TB milier meliputi 9,5% dari seluruh kasus TBE dan
merupakan urutan nomor 4 setelah TB kelenjar limfa (27,5%), TB Pleura (23,4%), dan TB
saluran urogenital (12,8%).3
2.3 ETIOLOGI
2.4 Patogenesis
Paru merupakan port d’entree lebih dari 98% kasus infeksi TB. Kuman TB dalam percik
renik (droplet nuclei) yang ukurannya sangat kecil (<5 μm), akan terhirup dan dapat mencapai
alveolus.. Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme
imunologis nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada
sebagian kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang sebagian
besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat dihancurkan akan
terus berkembang biak di dalam makrofag, dan akhirnya menyebabkan lisis makrofag.
Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus primer Ghon.
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe
regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran
ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe
(limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe
yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus (perihiler), sedangkan jika fokus primer
terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan antara fokus
primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary complex).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi
pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya
gejala penyakit. Masa inkubasi TB bervariasi selama 2−12 minggu, biasanya berlangsung selama
4−8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman berkembang biak hingga mencapai jumlah
103–104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas selular.
Pada saat terbentuknya kompleks primer, TB primer dinyatakan telah terjadi. Setelah terjadi
kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat diketahui dengan
adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif. Selama masa
inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang
berfungsi baik, pada saat sistem imun selular berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Akan
tetapi, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas selular telah
terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas
selular spesifik (cellular mediated immunity, CMI).
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya akan mengalami
resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi nekrosis perkijuan
dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi
penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat
tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini, tetapi tidak menimbulkan
gejala sakit TB.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi akibat fokus di paru atau di kelenjar
limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau
pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan
keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal infeksi,
akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi di segmen
distal paru melalui mekanisme ventil (ball-valve mechanism). Obstruksi total dapat
menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat
merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau
membentuk fistula. Massa keju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga
menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai lesi segmental
kolaps-konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat terjadi penyebaran
limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe
regional membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Dapat
juga terjadi penyebaran hematogen langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB
disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar
secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB
kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh, bersarang di organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, paling sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu,
dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. Pada umumnya,
kuman di sarang tersebut tetap hidup, tetapi tidak aktif (tenang), demikian pula dengan proses
patologiknya. Sarang di apeks paru disebut dengan fokus Simon, yang di kemudian hari dapat
mengalami reaktivasi dan terjadi TB apeks paru saat dewasa.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut
(acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan
beredar di dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya
manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. Tuberkulosis diseminata
ini timbul dalam waktu 2−6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada
jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam
mengatasi infeksi TB, misalnya pada anak bawah lima tahun (balita) terutama di bawah dua
tahun.
Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk
penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan di dinding vaskuler pecah dan menyebar ke
seluruh tubuh, sehingga sejumlah besar kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah dan
akan menyebabkan terjadinya TB milier.5
Gejala Tb milier sama dengan gejala pada penyakit tuberkulosis, dimana gejala
tuberkulosis dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai den organ
yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga
cukup sulit meneggakkan diagnosa secara klinis.
Gejala sistemik/umum:
Gejala khusus:
a. Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian
bronkus(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar akan menimbulkan suara “mengi” suara nafas melemah yang disertai sesak.
b. Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.
c. Pada anak-anak dapat mengenai otak(lapisan pembungkus otak) dan disebut sebgai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, penuran kesdaran dan
kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, Tb dapat terdeteksi kalau diketahui
adanya kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontek dengan
penderita TB paru dewasa memberikan uji hasil tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan- 5
bulan tahun yang tinggal serumah dengan penderita TB paru dewasa dengan BTA positif,
dilaporkan 30% terinfeksi berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.6
2.7 Diagnosis
Karena berbagai alasan diatas, diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan
radiologis, yang keduanya sering kali tidak spesifik. Kadang – kadang, TB anak ditemukan
karena ditemukannya TB dewasa disekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan
gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberculin, pemeriksan laboratorium.
Dan foto rontgen dada. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji
tuberculin positif, dan foto paru yang mengarah pada TB ( sugestif Tb ) merupakan bukti kuat
yang menyatakan anak telah sakit TB.7
Anak umunya dievaluasi untuk kemungkinan menderita TB karena muncul gejala dan
tanda penyakit TB atau sebagai temuan dari penelusuran terhadap kontak TB. Diagnosis TB pada
anak sulit ditegakkan karena baku emas untuk diagnosis TB yaitu konfirmasi bakteriologi sering
memberikan hasil yang negatif (-). Hal ini berkaitan dengan sifatnya yang paucibaciller dan sulit
mendapatkan sediaan untuk pemeriksaan bakteriologi. Bentuk TB yang terjadi pada anak adalah
TB paru (TB paru primer), sedangan TB reaktifasi/adult type umumnya terjadi pada anak yang
lebih besar atau remaja.
2.7.1 Anamnesis
Riwayat kontak dengan penderita TB. Kontak erat adalah penderita TB yang tinggal
erumah atau sering kontak dengan sputum BTA (+). Penderita dengan sputum BTA (-) tetapi
kultur (+) juga dapat menularkan ke anak.
a. Batuk persisten
Baruk terus-menerus tanpa episode sembuh lebih dari 21 hari dan tidak sembuh
dengan pengobatan lini pertama. Hemoptisi jarang ditemukan kecuali pada adult type
TB.
b. Panas lama
Panas badan lebih dari 35C selama 14 hari, tetapi bukan karena infeksi saluran
respiratori, malaria, bakerimia, dan sepsis.
c. Berat badan menurun atau gagal tumbuh
Penting untuk meliha data pada kurva pertumbuhan kecurigaan terhadap TB bila
didapatkan kurva BB tetap atau menurun melewati garis persentil selama 3-6 bulan ke
belakang.
d. Keringat malam
Keringat malam yang berlebihan sehingga harus mengganti baju.
e. Gejala lain
Anoreksia, lesu, batuk berdarah (jarang), mengorok, suara serak yang menetap
ditemukan pada TB laring. Nyeri dada unilateral dengan atau tanpa sesak, sedangkan
gangguan kesadaran merupakan gejala meningitis.8
1. Parameter uji tuberculin dan kontak erat dengan pasien Tb menular mempunyai nilai
tertinggi yaitu 3.
2. Uji tuberculin bukan merupakan uji penentu utama untuk mengekkan diagnosis TB
pad anak dengan menggunakan sisitem skroring.
3. Pasien dengan jumlah skor >6 harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat
OAT.
Setelah dinyatakan sebagai pasaien TB anak dan diberikan pengobatan OAT ( obat anti
tuberculosis) harus dilakukan pemantauan hasil pengobatan secara cermat terhadap respon klinis
pasien. Apabila respon klinis terhadap pengobatan baik, maka OAT dapat dilanjutkan sedangkan
apabila didapatkan respon klinis tidak baik maka sebaiknya pasien segera dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan rujukan untuk dilaksanakan pemeriksaan lebih lanjut.5
Penegakkan diagnosis
2. Anak dengan skor 6 yang diperoleh dari kontak dengan pasien BTA positif dan hasil uji
tuberculin positif, tetapi TANPA gejala klinis, maka dilakukan observasi atau diberi INH
profilaksis tergantungdari umur anak tersebut, foto toraks bukan merupakan alat
diagnostic uatma pada TB anak.5
3. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dengan gejala klinis yang meragukan maka
pasien tersebut dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.
4. Anak dengan skor 5 yang terdiri dari kontak BTA positif dan 2 gejala klinis lain, pada
fasilitas yang tidak tersedia uji tuberculin, maka dapat didiagnosis, diterapi dan dipantau
sebagai TB anak. Pemantauan dilakukan selama 2 bulan terapi awal, apabila terdapat
perbaikan klinis, maka terapi OAT dilanjutkan sampai selesai.5
5. Semua bayi dengan reaksi cepat (<2 minggu) saat imunisasi BCG dicurigai telah
terinfeksi TB dan harus dievaluasi dengan sistem skoring dasar yang TB anak.
6. Jika dijumpai skrofuloderma paisen dapat langsung didiagnosis TB
7. Untuk daerah dengan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang terbatas maka evaluasi
dengan sistem scoring tetap dilakukan, dan dapat didiagnosis TB dengan syarat skor >6
dari total skor 13.
8. Pada anak yang pada evaluasi bulan ke-2 tidak menunjukkan perbaikan klinis sebaiknya
diperiksa lebih lanjut adanya kemungkinan factor pnyebab lain misalnya kesalahan
diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB MDR maupun maslah dengan
kepatuhan berobat dari pasien. Yang dimaksud dengan perbaikan klinis adlah perbaikan
gejala awal yang ditemukan pada anak tersebut pada sat diagnosis.5
Jika dtemukan salah satu keadaan dibawah ini, pasien dirujuk ke fasilitas pelyanan kesehatan
rujukan.
1. Foto thoraks menunjukan gambaran efusi pleusa atau milier atau kavitis.
2. Gibbus, koksitis
3. Tanda bahaya :
4. Kejang, kaku kuduk
5. Penurunan kesadaran
6. Kegawatan lain misalnya sesak napas.5
Tempat kelainan TB paru yang leih sering dicurigai adalah dibagian apeks (puncak) paru.
Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas maka didapatkan perkusi yang redup dan auskutasi
suara napas bronkial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah, kasar dan
nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesikuler
melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau
timpani dan auskultasi memberikan suara amorfik.
Pada tuberkulosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan
retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit akan menciut dan menarik isi mediastinum
dan paru lainnya. Paru yang sehat menjadi leih hiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni
lebih dari setengah jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan
selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya kor
pulmonal dan gagal jantung kanan.
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit agak
terlihat tertinggal dalam pernafasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan
suara nafas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatok dan penyakit paru dicurigai
dengan didapatkannya kelanina radiologis dada pada peemeriksaan rutin atau uji tuberkulin yang
positif.9
2. Test Tuberkulin
Test Tuberkulin dilakukan dengan teknik Mantoux dengan menyuntikan 0,1 cc tuberkulin
‘protein purified derivate’ (PPD) yang mengandung 5 TU secara intra dermal pada permukaan
volar atau dorsal lengan dan hasil test di baca 48-72 jam kemudian dengan mengukur diameter
indurasi kemerahan dalam milimeter.
Test Tuberkulin dikatakan positif apabila :
Hasil positif Populasi
Indurasi >5 mm Anak dengan kontak dekat dengan orang yang diketahui
atau dicurigai menderita tuberculosis
Anak yang dicurigai menderita sakit tuberculosis
1. Hasil foto toraks menunjukkan tuberkulosis aktif tau
riwayat tuberculosis aktif
2. Bukti klinis sakit tuberculosis
Anak yang mendapatkan terapi imunosupresan atau
3. Mikrobiologi
Umumnya identifikasi M. Tuberkulosis dapat dilakukan dengan menggunakan
mikroskopik biasa, mikroskopik fluoreresen atau biakan. Pemeriksaan secara mikroskopik
dilakukan dengan metoda hapusan langsung atau memakai metoda konsentrasi dengan sterilisasi
memakai desinfektan clorax atau autoklaf.
Pemeriksaan mikros kopik dilakukan terhadap sputum atau sekret tubuh, jaringan yang
terinfeksi yang di dapat secara langsung atau melalui induksi. Sebaiknya di ambil sputum pagi
(early morning) dan di periksa sedikitnya 3 hari berturut-turut.(3,18) Diagnosa BTA positif secara
mikroskopik apabila ditemukan paling sedikit 2 kali positif dari 3 pemeriksaan yang berbeda.(8)
Pemeriksaan kultur BTA biasanya memerlukan waktu 4-8 minggu. Bila setelah 8 minggu
tidak tumbuh koloni maka kultur dinyatakan negatif.
Oleh karena pemeriksaan di atas efektifitasnya di nilai masih rendah dan sering memerlukan
waktu lama, pada saat ini telah dikembangkan metoda-metoda diagnosis baru, seperti tes-tes
serologi untuk mendeteksi anti gen / anti bodi kuman tuberkulosis (imunodifusa, anti bodi
fluoresensi, aglutinasi partikel lateks dan ELISA) atau dengan langsung mendeteksi DNA kuman
tuberkulosis melalui amplifikasi DNA dengan pemeriksaan ‘Polymerase Chain Reaction’
(PCR).3
2.10 Penatalaksanaan
Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB anak adalah :
Obat TB diberikan dalam panduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi.
Pemberian gizi yang adekuat. Mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara
simultan. Tatalaksana medikamentosa TB anak terdiri dari terapi(pengobatan) dan
profilaksis(pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis
TB diberikan pada anak yang kontak TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa
sakit TB (profilaksis sekunder).
Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu reatif lama
(6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan
sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian panduan obat ini ditujukan untuk mencegah terjadinya
resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstraseluler. Sedangkan pemberian
obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya kekambuhan.7
Berbeda dengan orang dewasa, OAT pada anak diberikan setiap hari, bukan 2 atau 3 kali
dalam seminggu. Hal ini bertujuan mengurangi ketidak teraturan meminum obat yang lebih
sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari. Saat ini paduan obat yang baku untuk sebagian
besar kasus TB anak adalah paduan rifampisin, INH dan pirazinamid. Pada fase intensif
diberikan rifampisin, INH dan pirazinamid, sedangkan fase lanjutan hanya diberikan rifampisin
dan INH.7
Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis
TB, TB tulang dan lain-lain pada fase intensif diberikan minimal 4 macam obat (ripampisin,
INH, pirazinamid, ethambutol atau streptomisin). Sedangkan fase lanjutan diberikan rifampisin
dan INH selama 10 bulan. Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB,
perikaarditis TB, meningitis TB diberikan kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg
BB/hari, dibagi dalam 3 dosis, lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis
penuh dilanjutkan tapering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid ini
untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadinya perlekatan jaringan.7
Untuk beberapa kasus TB anak, selain OAT perlu juga diberikan steroid berupa
prednisone dengan dosis 1 mg/kg BB/hari dalam dosis terbagi 3. Untuk efusi pleura TB dan
peritonitis TB tipe asites, prednisone diberikan selama 2 minggu dosis penuh, dilanjutkan dengan
2 minggu penurunan dosis bertahap (tapering off). Untuk meningitis TB, prednisone diberikan
selama 4 minggu dosis penuh dan 4 minggu tappering off.7
Ditempat dengan sarana kesehatan yang lebih memadai, untuk meningkatkan kepatuhan
pasien dalam menjalani pengobatan yang relative lama dengan jumlah obat yang banyak, dalam
program penanggulangan TB anak telah dibuat obat TB dalam bentuk kombinasi dosis tetap
(fixed dose combination=FDC). FDC ini dibuat dengan komposisi rifampisisn, INH dan
pirazinamid, masing-masing 75mg/50mg/150mg untuk 2 bulan pertama, sedangkan untuk fase 4
bulan berikutnya terdiri dari rifampisin dan INH masing-masing 75mg dan 50mg. dosis yang
dianjurkan bisa dilihat ditabel.7
Pemberian OAT dapat mengakibatkan terjadinya ikterus. Bila terjadi ikterus, pasien harus
dirujuk ke sarana kesehatan yang lebih lengkap, sementara itu OAT dihentikan dulu.7
Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon pengobatan pasien harus dievaluasi. Respons
pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan
meningkat, demam menghilang ddan batuk berkurang. Apabila respons pengobatan baik maka
pengobatan TB tetap dilanjutkan sampai 6 bulan. Sedangkan apabila respons pengobatan kurang
atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus di rujuk ke sarana yang
lebih lengkap. Sistem skor hanya digunakan untuk diagnosis, bukan untuk menilai hasil
pengobatan.7
Setelah pemberian obat selama 6 bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan
evaluasi baik klinis maupun penunjang lain seperti foto rontgen dada. Meskipun gambaran
radiologis tidak menunjukan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klinis
yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan.7
2.11 Pencegahan
Pemberian BCG meninggilan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberlulosis
yang purulen. Imunitas timbul 6-8 minggu setelah pemberian BCG. Imunitas yang terjadi
tidaklah lengkap sehingga masih mungkin terjadi superinfeksi meskipun biasanya tidak progresif
dan menimbulkan komplikasi yang berat. Pemberian BCG dapat mengurangi morbiditas sampai
74%. BCG biasanya diberikan pada anak dengan uji tuberculin negative dan biasanya uju
tuberkulin diulangi 6 minggu setelah BCG dan kalau masih negative dianjurkan mengulang
BCG. Tetapi sekarang dianjurkan pemberian BCG secara langsung tanpa didahului uji tuberculin
karena cara ini dapat menghemat ongkos dan mencakup lebih banyak anak.4
2.12 Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi ats komplikasi dini dan komplikasi lanjut.7
Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, poncet’s arthropat
Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas SOPT ( Sindrom Obstruksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis,
karsinoma paru.9
2.13 Prongnosis
Dipengaruhi oleh banyak faKtor seperti umur anak, berapa lama telah mendapat infeksi,
luasnya lesi, keadaan gizi keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat
dan adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang berulang dan lain-lain.9
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Nurafifah
Umur : 8 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan :-
Alamat : Matang Seulimeng
Suku : Aceh
Tanggal Masuk : 22 Mei 2017
3.2 Anamnesa
Keluhan utama : Demam
Telaah : Pasien datang dengan keluhan demam hilang timbul, turun
dengan obat penurun panas lalu demam lagi, pasien juga
mengeluhkan perut kembung (+), batuk-batuk (+)
berdahak, pasien tidak mengeluhkan mual (-) muntah(-),
mencret (-) dan sesak nafas (-). Berat badan menurun os
alami sudah seminggu yang lalu (+), nafsu makan juga
sudah os rasakan menurun sudah seminggu yang lalu (+),
kemudian ada riwayat kontak dengan penderita TB dimana
adik ibu os menderita TB paru dan masih dalan tahap
pengobatan
Umur
ASI/PASI Buah / Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
0–2 ASI - - -
2–4 ASI - - -
4–6 ASI + PASI - - -
6–8 ASI + PASI - - -
8 – 10 - - - -
10 -12 - - - -
Kesimpulan riwayat makanan : sejak lahir pasien mendapat ASI dan eksklusif dan sampai
sekarang masih mendapat ASI eksklusif
STATUS PRESENT
Sensorium : Compos mentis
Tekanan Darah : -
Temperatur : 38,2 oC
Pernafasan : 29 x/menit
Nadi : 120 x/menit
KEPALA LEHER
Inspeksi : Inspeksi
Rambut : tidak ada kelainan Struma : tidak ada kelainan
Wajah : tidak ada kelainan Kelenjar Limfe : tidak ada kelainan
Alis mata : tidak ada kelainan Posisi trakea : midline
Bulu mata : tidak ada kelainan
Mata : anemis (-/-), ikterik (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-)
Bibir : sianosis ( - )
Lidah : tidak ada kelainan
THORAK
Inspeksi
- Bentuk : Simetris
- Otot bantu nafas : tidak ada
- Venektasi : tidak ada
- Bendungan Vena : tidak ada
- Ketinggalan bernafas : tidak ada
Palpasi
Paru :
- Nyeri tekan : tidak ada
- Fremitus taktil : kanan = kiri
Jantung :
- Ictus cordis : terlihat dan teraba
- Lokalisasi Iktus : ICS V 2cm lateral dari linea midclavicula
Perkusi
Paru : sonor pada ke dua lapangan paru
- Batas Relatif : ICS IV linea midclaviclaris dextra
- Batas Absolut : ICS VI linea midclaviclaris dextra
Jantung :
- Batas jantung atas : ICS II linea parasternalis sinistra
- Batas jantung kiri : ICS VI 1 jari ke lateral dari linea midclavicula sinistra
- Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
Auskultasi
- suara pernafasan : vesikuler meningkat ( +/+)
- suara tambahan : ronki basah (+/+) wheezing (-/-)
- ekspirasi memanjang ( - )
ABDOMEN GENITALIA
Inspeksi : Anus : Ada
Simetris (+) Distensi (-)
Palpasi :
Distensi(-), Nyeri tekan (-)
- Hepar : tidak teraba
- Lien : tidak teraba
- Ginjal : tidak teraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Peristaltik Usus (+) Normal
EKSTREMITAS
Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah
- Bengkak : Tidak ada Bengkak : Tidak ada
- Merah : Tidak ada Merah : Tidak ada
- Ikterik : Tidak ada Ikterik : Tidak ada
- clubbing finger :Tidak ada Clubbing finger : Tidak ada
- tremor : tidak ada Tremor : Tidak ada
- eritema palmaris : tidak ada
-
3.7 PENATALAKSANAAN :
a) Rl 10 gtt/mikro
b) inj novalgin 150mg/8 jam
c) inj ranitidin 50mg/8jam
d) salbutamol syr 3x1 cth
e) Isoniazid 75 mg
f) Pirazinamid 75 mg
g) Etambutol 75 mg
h) Rifampisin 75 mg
Tanggal S O A P
23 Mei Batuk berdahak sensorium : Os febris IVFD. RL 30gtt/i
2017 (+) Compos Mentis - Inj. Cefotaxime
Sesak (+) HR : 110x/menit 250mg/8 jam
Demam (+) RR : 44x/menit - Inj. Noralges 100/8
Lemas (+) T : 38,4oC jam
Nafsu maan - Inj. Ampicillin 350
menurun(+) mg/8 jam
Mual (-) -inj. Dexametason
Muntah (-) 1mg/8jam
- Paracetamol syr 3 x
1cth
- salbutamol syr 3 x ½
cth
BAB IV
KESIMPULAN
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB dengan gejala klinis berat dan
merupakan 3-7% dari seluruh kasus TB, dengan angka kematian yang tinggi (dapat mencapai
25% pada bayi). TB terjadi karena ada penyebaran secara hematogen dan diseminata, bisa
keseluruh organ, tetapi gambaran milier hanya dapat dilihat secara kasat mata pada foto thoraks.
Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu:
Gejala tanda awal TB milier sama dengan TB lainnya, dapat disertai dengan sesak nafas,
ronki dan mengi. Dalam keaadan lanjut bisa juga terjadi hipoksia, pneumothoraks,dan atau
pneumomediastinum, sampai gangguan fungsi organ, serta syok. Lesi milier dapat terlihat
pada foto thoraks dalam waktu 2-3 minggu setelah penyebaran kuman secara hematogen.
Gambarannya sangat khas, yaitu berupa tuberkel halus (mili) yang tersebar merata diseluruh
lapangan paru, dengan bentuk khas dan ukuran yang hampir seragam (1-3mm).
Diagnosis ditegakkan dengan melalui riwayat kontak dengan pasien TB BTA positif,
gejala klinis dan radiologis yang khas, selain itu perlu dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal
walaupun belum ditemukan kejang dan penurunan kesadaran. Dengan pengobatan yang tepat,
perbaikan TB milier biasanya berjalan lambat. Keberhasilan respon terapi antara lain ada;ah
menghilang demam 2-3 minggu pengobatan, peningkatan nafsu makan, perbaikan kualitas hidup
sehari-hari, peningkatan BB. Gambaran milier pada foto thoraks berangsur-angsur dan
menghilang dalam 5-10 minggu, tetapi mungkin juga belum ada perbaikan sampai beberapa
bulan. Pasien yang sudah dipulangkan di RS dapat melanjutkan di fansyajes primer.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hartono edi, dkk.2002. Tuberkulosis Milier dengan tipe hepatitis. Bagian ilmu anak
fakultas kedokteran Universitas Gadjah Mada;Yogyakarta
4. Marcdante. J Karen, Kliegman. M Robert, dkk. 2014. Nelson Ilmu Kesehatan Anak
Esensial, Ed VI – Elsevier (Singapore) Pte Ltd. Hal : 552-553