Pra Proposal Pantai Solop

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 56

KESESUAIAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN

WISATA PESISIR (STUDI PANTAI SOLOP PULAU


CAWAN, INDRAGIRI HILIR)

PRA PROPOSAL TESIS


OLEH
HARYONO KARIM
NIM. 1410246187

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT hingga penulis telah mampu menyusun
rancangan penelitian ini yang merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan Magister Ilmu Lingkungan pada Program Pascasarjana Universitas
Riau.
Penulis menyadari bahwa rancangan ini belum sempurna. Untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif untuk
penyempurnaan rancangan ini sehingga dapat menjadi pedoman penelitian
selanjutnya.

Pekanbaru, Juni 2017

HARYONO KARIM
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBARAN JUDUL .................................................................................. i


KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ vii

I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ....................................................................... 3
1.3. Tujuan Penelitian......................................................................... 4
1.4. Manfaat Penelitian....................................................................... 4
1.5. Kerangka Pemikiran .................................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 7


2.1. Sumberdaya Wilayah Pesisir ....................................................... 7
2.1.1. Bentang alam pantai ........................................................ 7
2.1.2. Perairan pantai ................................................................. 9
2.1.3. Mangrove......................................................................... 10
2.2. Pemanfaatan Sumberdaya Wilayah Pesisir untuk Wisata ........... 11
2.3. Pengaruh Pengembangan Pariwisata ........................................... 12
2.3.1. Aspek ekologi .................................................................. 13
2.3.2. Aspek sosial ..................................................................... 13
2.3.3. Aspek ekonomi ................................................................ 14
2.4. Pariwisata Berkelanjutan ............................................................. 15
2.4.1. Kesesuaian wisata dan daya dukung kawasan ................ 16
2.4.2. Daya dukung sosial ......................................................... 17
2.4.2. Dampak ekonomi ............................................................ 18
2.5. Pariwisata Berbasis Masyarakat .................................................. 19
2.6. Analisis SOAR ............................................................................ 21
2.7.1. Tahapan analisis SOAR................................................... 22
2.7.2. Diagram analisis SOAR .................................................. 23
2.7. Penelitian Terdahulu ................................................................... 24
iv

III. METODE PENELITIAN................................................................... 27


3.1. Waktu dan Tempat ...................................................................... 27
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................ 27
3.3. Metode ......................................................................................... 27
3.4. Jenis dan Sumber Data ................................................................ 27
3.5. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 28
3.5.1. Pengukuran karakteristik objek wisata ............................ 28
3.5.2. Wawancara/kuisioner ...................................................... 31
3.6. Populasi dan Sampel ................................................................... 32
3.7. Analisis Data ............................................................................... 34
3.7.1. Analisis kesesuaian wisata .............................................. 34
3.7.2. Analisis daya dukung kawasan........................................ 35
3.7.3. Analisis daya dukung sosial ............................................ 36
3.7.4. Analisis dampak ekonomi ............................................... 37
3.7.5. Analisis SOAR ................................................................ 38

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 40


LAMPIRAN .................................................................................................. 45
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jenis dan sumber data penelitian ........................................................ 28

2. Jumlah sebaran responden penelitian ................................................. 33

3. Matrik kesesuaian wisata kategori wisata mangrove ......................... 34

4. Matrik kesesuaian wisata kategori wisata rekreasi/berenang ............. 35

5. Ketentuan wisata pesisir berdasarkan potensi ekologis ..................... 36

6. Penilaian kepuasan wisatawan terhadap objek wisata Pantai Solop .. 36

7. Penilaian persepsi masyarakat terhadap objek wisata Pantai Solop... 36


DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kesesuaian dan Strategi


Pengelolaan Wisata Pesisir (Studi Pantai Solop Pulau Cawan,
Indragiri Hilir) .................................................................................... 6
2. Kerangka Kerja Analisis SOAR ......................................................... 22
3. Matrik Analisis SOAR ....................................................................... 23
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Peta Lokasi Penelitian ........................................................................ 46


2. Teknik Transek Mangrove dan Cara Pengukurannya ........................ 47
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya wilayah pesisir memiliki potensi yang cukup besar untuk

menunjang kesejahteraan masyarakat. Sumberdaya wilayah pesisir yang terlihat

berupa bentang alam pantai, perairan pantai dan hutan mangrove. Pemanfaatan

yang selama ini dilakukan adalah mengeksploitasi fisik dan secara langsung

seperti penebangan mangrove, pembangunan tambak, permukiman dan aktivitas

perikanan tangkap. Pemanfaatan ini dapat menimbulkan dampak baik bersifat

positif (menguntungkan) maupun negatif (merugikan).

Wilayah pesisir dengan potensinya merupakan kawasan yang memiliki

keindahan alam sehingga dapat dimanfaatkan untuk pariwisata yang

menguntungkan secara ekonomi. Namun, pengembangan ini dapat merugikan

secara ekologi karena adanya limbah dari aktivitas wisata ataupun kerusakan

ekosistem pesisir karena perlakuan tertentu sehingga mempengaruhi menurunnya

kualitas perairan. Dalam hal ini, pemanfaatan wilayah pesisir sebagai objek wisata

berpengaruh terhadap kualitas sumberdaya perikanan.

Untuk daerah yang terdiri dari pulau-pulau, pesisir pantai menawarkan

keindahan tersendiri untuk dinikmati sehingga dijadikan objek wisata. Di Pulau

Cawan Kabupaten Indragiri Hilir terdapat Pantai Solop yang telah berkembang

menjadi destinasi wisata. Kawasan pantai ini sangat dikenal masyarakat Riau

karena memiliki daya tarik tersendiri dan saat ini mulai berbenah untuk

meningkatkan kunjungan wisata.


2

Tahun 2016, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir mulai membuka akses

aktivitas wisata di wilayah ini dan sedang gencar-gercarnya melakukan

serangkaian pembangunan fasilitas wisata serta melakukan promosi untuk

meningkatkan kunjungan wisata di wilayah ini. Berbagai fasilitas wisata yang

telah dibangun pemerintah maupun swasta untuk melengkapi fasilitas wisata

Pantai Solop diantaranya jalan jerambah beton, jalan jerambah kayu, air bersih

(sumur bor), dermaga, gazebo, home stay, jaringan komunikasi (telkomsel),

pembangkit listrik tenaga surya, jalan setapak, jalur lintasan mangrove (track),

menara pantai dan menara mangrove.

Ketersediaan transportasi air melalui sungai dari Kota Tembilahan yang

rutin setiap harinya merupakan faktor aksesibilitas yang memadai untuk

menunjang berkembangnya wisata di Pantai Solop. Tercatat selama tahun 2016,

sekitar 19.600 wisatawan lokal telah berkunjung dan berwisata di Pantai Solop.

Kegiatan wisata di Pantai Solop sudah semestinya dapat memberikan kontribusi

dalam peningkatan pendapatan masyarakat maupun pemerintah daerah.

Masyarakat yang mengembangkan usaha kuliner dan jasa wisata akan

memperoleh peningkatan pendapatan usaha.

Akan tetapi, belum adanya kriteria jumlah kunjungan pada objek wisata

Pantai Solop dapat mempengaruhi kapasitas daya dukung lingkungan kawasan ini.

Selama ini promosi yang dilakukan adalah untuk menarik minat wisata sebanyak-

banyaknya tetapi belum memperhatikan daya dukung kawasan yang sebenarnya

menjadi acuan suatu kawasan wisata agar keberadaannya dapat tetap terus terjaga

dan dapat bersifat berkelanjutan.


3

Kesesuaian wisata untuk kegiatan rekreasi, berenang dan wisata mangrove

mesti diperhatikan agar jumlah kunjungan wisatawan dapat berimbang dengan

potensi ekologis kawasan yang berarti kegiatan wisata tidak berpengaruh buruh

terhadap kondisi ekologis kawasan wisata. Dalam konsep pariwisata

berkelanjutan, pengembangan pariwisata harus mampu memperhatikan aspek

lingkungan yang dimaksudkan agar terjaganya keberlanjutan pembangunan

pariwisata yang telah mencakup antisipasi terhadap tuntutan kebutuhan bagi

generasi yang akan datang. Untuk itu dibutuhkan strategi pengelolaan

pengembangan kawasan objek wisata Pantai Solop kedepannya yang

dikembangkan dengan suatu konsep yang berwawasan lingkungan sehingga

memberikan jaminan kehidupan layak bagi masyarakat di sekitarnya, baik

sekarang maupun untuk yang akan datang.

Untuk itu, penelitian kesesuaian dan strategi pengelolaan wisata pesisir

Pantai Solop ini sangat perlu dilakukan untuk menunjang pengelolaan kawasan

wisata yang sesuai dengan konsep pembangunan pariwisata berkelanjutan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan kondisi yang telah diuraikan tersebut maka

permasalahan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana kesesuaian ekologis, daya dukung sosial dan ekonomi kawasan

wisata dalam menunjang perkembangan wisata pesisir Pantai Solop Pulau

Cawan Kabupaten Indragiri Hilir?

2. Strategi pengelolaan seperti apa yang dapat dilakukan untuk pengelolaan

wisata pesisir Pantai Solop Pulau Cawan Kabupaten Indragiri Hilir?


4

1.3. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah yang telah diungkapkan tersebut maka tujuan

penelitian ini sebagai berikut:

1. Menganalisis kesesuaian ekologis, daya dukung sosial dan ekonomi

kawasan wisata dalam menunjang perkembangan wisata pesisir Pantai

Solop Pulau Cawan Kabupaten Indragiri Hilir.

2. Merumuskan strategi pengelolaan wisata pesisir Pantai Solop Pulau Cawan

Kabupaten Indragiri Hilir.

1.4. Manfaat Penelitian

Informasi tentang kesesuaian ekologis, daya dukung sosial dan ekonomi

kawasan wisata pesisir dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan

pertimbangan dalam pengelolaan objek wisata pesisir di Kabupaten Indragiri Hilir

dalam upaya mewujudkan pariwisata berkelanjutan. Manfaat ini dapat diuraikan

sebagai berikut:

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan tentang pengelolaan wisata pesisir dan mampu mendukung

penelitian-penelitian berikutnya.

2. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagi Pemerintah

Kabupaten Indragiri Hilir dan Provinsi Riau dalam meningkatkan peran

terhadap pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

masyarakat umum untuk berperan aktif dalam pengelolaan pariwisata

berkelanjutan guna meningkatan ekonomi masyarakat.


5

1.5. Kerangka Pemikiran Penelitian

Potensi sumberdaya wilayah pesisir Pantai Solop Pulau Cawan di

Kabupaten Indragiri Hilir berupa bentang alam pantai, perairan pantai dan hutan

mangrove diarahkan untuk pengembangan destinasi wisata. Aktivitas wisata yang

dikembangkan berupa rekreasi/berenang dan wisata mangrove. Pengembangan

wisata dengan memanfaatkan potensi yang ada ini mesti memiliki kesesuaian

secara ekologis, sosial dan ekonomi sehingga mampu mewujudkan pembangunan

pariwisata berkelanjutan.

Kesesuaian ekologis dapat diukur dari indeks kesesuaian wisata dan daya

dukung kawasan untuk masing-masing aktivitas wisata. Daya dukung sosial

pengembangan kawasan wisata dapat diukur dari persepsi masyarakat dan

kepuasan wisatawan yang mengunjungi objek wisata. Aspek ekonomi dapat

diukur dari dampaknya berupa multiflier effect terhadap perekonomian

masyarakat di kawasan objek wisata. Keseluruhan elemen dalam kesesuaian

wisata tersebut menjadi pertimbangan penting dalam menyusun suatu strategi

pengelolaan kawasan wisata Pantai Solop menuju pembangunan pariwisata

berkelanjutan yang mampu mempertahankan kelestarian fungsi dan manfaat

sumberdaya wilayah pesisir. Dari uraian tersebut maka kerangka pemikiran

penelitian ini disajikan pada Gambar 1.


6

SUMBERDAYA ALAM PESISIR

Fungsi dan
Manfaat
Pantai Solop
(Indragiri Hilir)

Perairan Pantai Bentang Alam Pantai Mangrove

Kelestarian Wisata

Wisata Rekreasi/Berenang Wisata Mangrove

Kesesuaian Ekologi Daya Dukung Sosial Dampak Ekonomi

Indeks Kesesuaian Wisata Persepsi Masyarakat


Multiplier Effect
Daya Dukung Kawasan Kepuasan Wisata

Analisis SOAR

Pariwisata Strategi Pengelolaan


Berkelanjutan Wisata Pesisir

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kesesuaian dan Strategi Pengelolaan


Wisata Pesisir (Studi Pantai Solop Pulau Cawan, Indragiri Hilir)
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sumberdaya Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir merupakan ekosistem yang bersifat dinamis dan

mempunyai kekayaan habitat yang beragam, di darat dan di laut, serta saling

berinteraksi diantara habitat tersebut. Wilayah pesisir merupakan ekosistem yang

paling mudah terkena dampak kegiatan manusia, umumnya kegiatan

pembangunan di wilayah pesisir (Dahuri et al., 2008).

Sumberdaya wilayah pesisir memiliki arti penting dalam aspek ekonomi

dan ekologi. Dalam pembangunan wilayah pesisir, aspek ekonomi yang paling

tampak adalah produktivitas sumberdaya wilayah pesisir sehingga pembangunan

wilayah pesisir diarahkan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi. Dalam aspek

ekologi, perubahan ekosistem wilayah pesisir akan menimbulkan dampak buruk

terhadap manusia sehingga kelestarian lingkungan juga mesti diperhatikan dalam

kerangka pembangunan wilayah pesisir (Sumitro dalam Masydzulhak, 2007).

Beberapa potensi sumberdaya wilayah pesisir, diantaranya bentang alam pantai,

perairan pantai dan hutan mangrove.

2.1.1. Bentang alam pantai

Bentang alam merupakan suatu wilayah permukaan bumi yang memiliki

sifat fisik yang khas sebagai suatu individualitas tertentu dan dapat dibedakan

dengan suatu wilayah lain di sekitarnya. Bentang alam ini terbentuk secara

alamiah berdasarkan proses-proses alam yang mempengaruhinya (Huntington

dalam Hilmanto, 2010).


8

Pantai adalah perbatasan daratan dengan laut atau bagian yang terpengaruh

air laut dengan daerah pasang tertinggi dan surut terendah (Poerwadarmina dalam

Senoaji, 2009). Handayawati et al. (2010) menyebutkan bahwa daratan sekitar

pantai adalah daerah yang mendukung keberadaan pantai berupa topografi tanah

dengan karakteristik vegetasi dan kemiringan pantai yang khas. Cahyadinata

(2009) menyatakan bahwa vegetasi yang tumbuh dapat mempengaruhi keindahan

pantai dan kemiringan pantai mempengaruhi banyaknya hamparan pasir yang

terbentuk sehingga menjadikan kawasan pantai sebagai potensi alam yang layak

untuk dapat dinikmati bagi kepuasan manusia.

Topografi dan kekhasan dari bentang alam pantai serta kondisi

strategisnya mempengaruhi pemanfaatan daerah ini untuk berbagai kepentingan

pembangunan. Permukiman penduduk, industri dan kepentingan lainnya terdapat

di wilayah pantai (pesisir). Pemanfaatan ini berdasarkan karakteristik dari bentang

alam pantai tersebut. Pada pembangunan pariwisata di wilayah pesisir, pantai

dengan karakteristik yang khas dijadikan objek wisata yang mampu meningkatkan

pertumbuhan ekonomi wilayah. Bentang alam pantai dapat dijadikan tempat untuk

melakukan kegiatan rekreasi. Menurut Fandeli (2000), pantai merupakan salah

satu objek wisata yang memiliki potensi daya tarik bagi wisatawan karena wujud

dan suasana yang variatif dari suatu objek tersebut. Senoaji (2009) menyatakan

bahwa untuk tujuan wisata pantai, objek tersebut berpotensi dimanfaatkan mulai

dari kegiatan pasif (berupa menikmati pemandangan) hingga aktif (seperti jogging

dan sebagainya). Berbagai pemanfaatan ini dapat menimbulkan pengaruh

perubahan bentuk dari bentang alam pantai tersebut.


9

2.1.2. Perairan pantai

Perairan pantai merupakan daerah dengan potensi perikanan yang cukup

potensial dimanfaatkan masyarakat nelayan pesisir terutama nelayan kecil yang

jangkauan kegiatan penangkapan ikan dipengaruhi oleh jenis dan alat tangkap

serta armada yang rendah. Pemanfaatan ini merupakan pemanfaatan yang secara

umum dilakukan masyarakat pesisir di hampir seluruh wilayah perairan pesisir

Indonesia (Sugandi, 2011). Wahyudin (2011) menyebutkan bahwa karakteristik

yang khas perairan pantai membentuk cukup signifikan terhadap karakteristik

wilayah (sumberdaya alam), sumberdaya manusia dan kelembagaan sosial

masyarakat sehingga berpengaruh terhadap pengelolaannya.

Dewasa ini, perairan pantai dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata.

Untuk kegiatan pariwisata yang dikembangkan di wilayah pesisir dengan

memanfaatkan bentang alam daratan pantai sebagai objek wisata terkadang tidak

terlepas dari pemanfaatan wilayah perairan pantai untuk kegiatan wisata seperti

berenang, berperahu dan olah raga air. Hal ini tergantung dari potensi perairan

yang sesuai atau tidak untuk kegiatan wisata yang dikembangkan tersebut

berdasarkan parameter yang membentuknya (Muflih et al., 2015).

Selanjutnya Muflih et al. (2015) mengungkapkan bahwa perairan pantai

yang dimanfaatkan untuk kegiatan wisata disesuaikan dengan potensi sumberdaya

alam dan peruntukkannya yang memerlukan kriteria tertentu dalam

pemanfaatanya sebagai indeks kesesuaian wisata, diantaranya tipe pantai,

kedalaman perairan, material dasar perairan, kecepatan arus, kecerahan, biota

berbahaya dan sebagainya.


10

2.1.3. Mangrove

Kathiresan dan Bingham (2001) menyebutkan bahwa mangrove

merupakan tumbuhan berkayu yang tumbuh di kawasan antara darat dan laut di

daerah tropis dan sub-tropis. Tumbuhan ini berasosiasi dengan mikroba, jamur,

tumbuhan dan hewan yang dinamakan komunitas hutan mangrove atau dikenal

dengan nama lain sebagai mangal. Mangal dan asosiasi abiotiknya dinamakan

ekosistem mangrove.

Ekosistem mangrove tidak hanya berfungsi secara ekologi namun juga

berfungsi secara ekonomi dan sosial (Haikal, 2008). Mangrove memiliki nilai

ekologis yang signifikan terhadap ekosistem wilayah pesisir. Hutan mangrove

mendukung beragam kepentingan, perikanan lokal dan menyediakan habitat

pembibitan kritis dan produktivitas laut dalam mendukung perikanan komersial

yang lebih luas. Hutan ini juga menyediakan jasa ekosistem yang berharga

termasuk stabilisasi tanah pesisir dan perlindungan dari badai (Walters et al.,

2008). Mangrove merupakan kawasan yang memiliki sumber nutrien yang besar

sehingga berfungsi sebagai habitat asuhan bagi sumberdaya perikanan komersial

seperti kepiting, udang dan ikan serta memberikan dukungan besar terhadap

populasi ikan (Nagelkerken et al., 2008).

Selama ini, pemanfaatan mangrove yang sangat tampak adalah

pemanfaatan dari kayu mangrove itu sendiri untuk berbagai kepentingan manusia

seperti arang bakau, kayu cerocok dan kayu bakar. Tingkat pemanfaatan ini telah

membuat kerusakan ekosistestem mangrove (Miswadi, 2015).


11

Dalam satu dasawarsa (1987-1997) kerusakan mangrove di Propinsi Riau

mencapai 43.935 hektar (18.7%). Secara umum kerusakan mangrove ini

disebabkan penebangan yang berlebihan untuk pemenuhan kebutuhan panglong

arang, kebutuhan bahan bangunan, konversi lahan untuk perluasan pemukiman,

industri, pelabuhan maupun lahan budidaya (Prianto et al., 2006).

Di samping fungsi dan manfaat yang besar tersebut sehingga membuat

tingkat eksploitasi yang tinggi untuk memperoleh manfaat ekonomi, hutan

mangrove memiliki potensi jasa lingkungan yang besar pula. Dengan potensi ini

telah mendorong upaya perencanaan pembangunan wilayah mempertimbangkan

aspek kelestarian lingkungan sehingga aspek ekonomi dan ekologi dapat

diselaraskan serta kerusakan mangrove dapat diminimalisir. Konsep ini adalah

bagian dari konsep pembangunan berkelanjutan (Dahuri et al., 2008).

2.2. Pemanfaatan Sumberdaya Wilayah Pesisir untuk Wisata

Pariwisata adalah suatu kegiatan perjalanan yang dilakukan orang untuk

sementara waktu dengan maksud menikmati kegiatan pertamsyaan (rekreasi) atau

untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam (Irma dan Susilowati, 2004).

Menurut Wahab (2003), pariwisata dapat terbentuk apabila ada pelaku wisata

(demand) yang memang mempunyai motivasi untuk melakukan perjalanan wisata,

ketersediaan infrastruktur pendukung, keberadaan obyek wisata dan atraksi wisata

yang didukung dengan sistem promosi dan pemasaran yang baik serta pelayanan

terhadap para pelaku wisata (supply). Marpaung (2000) menyatakan bahwa

potensi wisata adalah semua objek (alam, budaya, buatan) yang memerlukan

banyak penanganan agar dapat memberikan nilai daya tarik bagi wisatawan.
12

Sumberdaya wilayah pesisir dengan segala potensi alamnya sangat

potensial untuk tujuan wisata. Potensi jasa lingkungan yang cukup besar telah

mendorong pembangunan wilayah pesisir untuk pemanfaatan yang selaras dengan

menjaga keseimbangan pemanfaatan (ekonomi) dan kelestarian lingkungan

(ekologi). Pengembangan kawasan wisata ini telah mengarah pada pengembangan

yang terencana secara menyeluruh sehingga dapat diperoleh manfaat yang optimal

bagi masyarakat dengan menjaga kualitas lingkungan dan kunjungan wisatawan

(Silva et al. 2007).

2.3. Pengaruh Pengembangan Pariwisata

Pariwisata berpengaruh terhadap aspek ekologis sehingga saat ini

pariwisata mulai mengarah pada pelestarian lingkungan yang sering disebut

dengan ekowisata sehingga perlu digali dan dikembangkan guna menjadikan

wisatawan sadar dan peduli terhadap lingkungan. Pengembangannya di suatu

daerah memiliki banyak pengaruh, baik dalam aspek ekologi, sosial dan ekonomi

(Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2002).

Dalam pengelolaan wilayah pesisir untuk tujuan wisata harus mampu

dikendalikan secara baik dan selaras. Berkembangnya objek wisata tersebut

sangat dipengaruhi oleh kemudahan akses dan secara ekonomi terjangkau.

Pertumbuhan wisata, antara pengunjung dan infrastruktur, tidak selalu

berhubungan positif terhadap industri wisata, bahkan melebihi ambang batas daya

dukung lingkungannya yang berakibat terhadap kerusakan sosial dan ekonomi.

Pengembangan pariwisata yang tidak terkendali dapat berdampak terhadap

kerusakan sumberdaya dan lingkungan (Jurado et al. 2012).


13

2.3.1. Aspek ekologi

Hubungan lingkungan dan pengembangan pariwisata diharapkan mampu

bersimbiosis mutualisme. Artinya keduanya mampu memberikan dukungan

positif antar keduanya baik lingkungan maupun pariwisata. Hal ini akan terkait

dengan pengelolaan pariwisata tersebut. Pengelolaan tanpa memperhatikan aspek

lingkungan maka akan menimbulkan dampak buruk terhadap aspek ekologi

(Sunaryo, 2013).

Meskipun secara langsung objek wisata yang ditawarkan adalah aspek

ekologi, namun dampak perkembangan wisata dapat mempengaruhi aspek ekologi

seperti pengelolaan sampah, daya dukung yang tidak sesuai maupun kesesuaian

wisata yang rendah (Irma et al., 2015).

2.3.2. Aspek sosial

Wilayah pesisir dan laut yang dapat dikembangkan menjadi kawasan

wisata berupa pemandangan pantai yang indah dan keaslian lingkungan.

Pengembangan pantai sebagai tempat wisata merupakan jasa lingkungan dari

alokasi sumberdaya yang cenderung akan memberikan manfaat pada kepuasan

batin seseorang dikarenakan mengandung nilai estetika tertentu (Ali, 2004).

Untuk masyarakat tempatan, nilai-nilai sosial masyarakat di suatu destinasi

wisata dapat berkembang baik karena dapat menjadi kegiatan atau atraksi

pariwisata. Namun demikian, perkembangan teknologi dan informasi yang tidak

diperhatikan dapat mempengaruhi eksistensi nilai-nilai sosial di masyarakat

tersebut (Gunawan et al., 2016). Pada aspek ini, persepsi dan penerimaan

masyarakat terhadap wisata menjadi penting untuk diperhatikan.


14

2.3.3. Aspek ekonomi

Industri pariwisata merupakan industri yang bertujuan untuk memperoleh

profit (keuntungan secara ekonomi) terutama bagi pelaku usaha pariwisata.

Meskipun demikian perlu memperhatikan keseimbangan terhadap aspek lainnya

agar terjadi keberlanjutan ekonomi. Berkembangnya industri pariwisata di suatu

wilayah dapat memberikan dampak terhadap ekonomi bagi masyarakat tempatan.

Setidaknya dampak ekonomi yang utama (Pitana, 2009) diantaranya:

(1) Pendapatan dari usaha pariwisata

Pengeluaran dari wisatawan secara langsung ataupun tidak langsung

merupakan sumber pendapatan dari beberapa perusahaan, organisasi, atau

masyarakat perorangan yang melakukan usaha di sektor pariwisata.

Jumlah wisatawan yang banyak merupakan pasar bagi produk lokal.

(2) Penyerapan tenaga kerja

Banyak orang menggantungkan hidupnya dari sektor pariwisata.

Pariwisata merupakan sektor yang tidak bisa berdiri sendiri tetapi

memerlukan dukungan dari sektor lain sehingga tidak dapat dipungkiri

merupakan lapangan kerja yang menyerap banyak tenaga kerja.

(3) Terjadinya multiplier effect

Efek ganda (mulitiplier effect) merupakan efek ekonomi yang ditimbulkan

dari kegiatan ekonomi pariwisata terhadap kegiatan ekonomi secara

keseluruhan di suatu wilayah tertentu. Banyak jenis usaha yang

diuntungkan oleh perkembangan suatu wisata di suatu daerah sehingga

kegiatan pariwisata mampu memacu pertumbuhan ekonomi wilayah.


15

2.4. Pariwisata Berkelanjutan

Pariwisata berkelanjutan (Sustainable Tourism) berawal dari pandangan

pariwisata berwawasan lingkungan dengan pola interaksi antara aktivitas

kepariwisataan dan lingkungan sekitar yang ada di suatu destinasi wisata akan

dapat menimbulkan berbagai kemungkinan dampak. Faktor kepariwisataan akan

memberikan dampak positif maupun negatif terhadap lingkungan dan begitu pula

sebaliknya. Faktor kepariwisataan akan memperoleh dampak positif maupun

negatif dari kondisi lingkungan yang ada (Sunaryo, 2013).

Selanjutnya Sunaryo (2013) menyatakan bahwa dampak yang diharapkan

dari hubungan pariwisata dan lingkungan adalah integrasi simbiosis mutualisme

(saling menguntungkan) dengan perkembangan pariwisata berdampak positif

terhadap lingkungan dan sebaliknya, kondisi lingkungan berdampak positif

terhadap pariwisata. Namun dispolasi (konflik) dapat terjadi apabila timbul

dampak negatif diantara kedua faktor tersebut baik salah satu maupun keduanya.

Konflik buruk terjadi apabila pariwisata memberikan dampak negatif terhadap

lingkungan dan lingkungan memberikan dampak negatif pula terhadap pariwisata.

Berdasarkan pandangan tersebut, maka wawasan pembangunan pariwisata

berkelanjutan pada prinsipnya menurut Sunaryo (2013) merekomendasikan 4

(empat) parameter untuk menakar kinerja kepariwisataan, yaitu: (1) mampu

berkelanjutan secara lingkungan, (2) dapat diterima oleh lingkungan sosial dan

budaya setempat, (3) layak dan menguntungkan secara ekonomi, dan (4)

memanfaatkan teknologi yang layak untuk diterapkan di wilayah lingkungan

tersebut.
16

2.4.1. Kesesuaian wisata dan daya dukung kawasan

Pengembangan suatu kawasan sebagai destinasi wisata mesti diperhatikan

secara ekologis sehingga tercipta kenyamanan bagi wisatawan dan berdampak

positif terhadap kondisi lingkungan sebagai objek wisata. Kesesuaian wisata dan

daya dukung kawasan sebagai objek wisata terkait dengan tingginya aktivitas

wisata yang dilakukan. Keberlanjutan pariwisata akan terbangun apabila

kesesuaian wisata dan daya dukung kawasan diperhatikan menjadi bagian penting

pengelolaan pariwisata (Muflih et al., 2015).

Pengembangan kegiatan wisata pantai memiliki batasan pengunjung, tidak

bersifat mass tourism, mudah rusak, dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas

(Ketjulan, 2011). Pengelolaan pariwisata di wilayah pesisir dikembangkan untuk

menjaga kualitas lingkungan dan menarik wisatawan karena pengelolaan yang

tidak terkendali akan berdampak terhadap kerusakan sumberdaya dan lingkungan

(Silva et al., 2007).

Pertumbuhan wisata (pengunjung dan infrastruktur) tidak selalu

berhubungan positif terhadap industri wisata, bahkan melebihi ambang batas daya

dukung lingkungan yang berakibat terhadap kerusakan sosial dan ekonomi

(Jurado et al., 2012). Kesesuaian wisata merupakan upaya mempertimbangkan

potensi sumberdaya alam dan peruntukkannya terhadap kegiatan wisata yang akan

dikembangkan melalui pembentukan kriteria tertentu dari parameter tertentu.

Daya dukung kawasan merupakan kemampuan suatu kawasan sesuai

peruntukkannya menampung jumlah pengunjung sesuai lama waktu kunjungan

(Yulianda et al., 2010).


17

2.4.2. Daya dukung sosial

Dalam pengembangan pariwisata yang berkelanjutan, perencanaan yang

berhati-hati serta manajemen yang komperhensif menjadi isu yang kritis terutama

dalam kaitannya dengan dampak yang dapat ditimbulkan dari tersebut. Wisatawan

yang datang ke suatu daerah membawa serta budaya dan perilaku ke dalam

masyarakat lokal yang tentunya membawa pengaruh terhadap kehidupan sosial

dan ekonomi masyarakat (Hall dan Page, 2006).

Menurut Subadra (2007), untuk meminimalisir dampak yang mungkin

ditimbulkan diperlukan sebuah kerangka manajemen untuk meminimalisir

dampak yang mungkin terjadi. Salah satu kerangka manajemen yaitu

menggunakan daya dukung sosial (social carrying capacity). Kerangka

manajemen ini merupakan kerangka pengendali dampak sosial kepariwisataan

sehingga daya dukung sosial menjadi ukuran maksimal dalam pemanfaatan

sumberdaya dan aktivitas kepariwisataan dalam melibatkan wisatawan dan

masyarakat. Di samping itu, daya dukung sosial juga dapat menjadi ukuran

maksimal keterlibatan masyarakat dan wisatawan dalam sebuah aktivitas wisata di

suatu kawasan pengembangan.

Ukuran keterlibatan masyarakat dalam konteks daya dukung sosial adalah

persepsi masyarakat terhadap objek dan aktivitas wisata sehingga pada akhirnya

masyarakat ikut terlibat dalam pengembangannya baik sebagai pelaku usaha

wisata maupun sebagai pendukung berkembangnya wisata tersebut. Penerimaan

yang baik dari masyarakat terhadap berkembangya wisata menunjukkan adanya

persepsi yang baik dari masyarakat tersebut (Murdiyanto, 2011).


18

Persepsi menurut (Irianto, 2011) bila seorang individu memandang pada

satu obyek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran itu sangat

dipengaruhi oleh karakteristik dari pribadi dan perilaku persepsi individu itu.

Karakteristik pribadi yang lebih relevan yang mempengaruhi persepsi adalah

sikap, motif, kepentingan atau minat, pengalaman masa lalu, dan pengharapan

(expectation). Dalam pandangan ini, penafsiran persepsi masyarakat terhadap

perkembangan wisata yang dapat berpengaruh terhadap nilai estetika/norma sosial

di masyarakat tempatan meliputi perilaku/budaya wisatawan, produk/atraksi

wisata dan fasilitas witasa yang dikembangkan.

Untuk ukuran kepuasan wisatawan terhadap objek wisata dipengaruhi

oleh beberapa faktor. Menurut Kalebos (2016) kualitas pelayanan, kualitas produk

wisata, serta obyek dan daya tarik wisata alam secara simultan berpengaruh

terhadap kepuasan wisatawan yang berkunjung ke suatu obyek wisata.

2.4.3. Dampak ekonomi

Secara umum, dampak pariwisata terhadap perekonomian adalah dampak

terhadap penerimaan devisa, pendapatan masyarakat, peluang kerja, harga dan

tarif, distribusi manfaat dan keuntungan, pembangunan, dan pendapatan

pemerintah (Cohen dalam Ismayanti 2010). Pariwisata tidak hanya memberikan

dampak ekonomi pada tingkat makro saja, tetapi juga pada tingkat mikro atau

ekonomi lokal. Kegiatan wisata secara langsung menyentuh dan melibatkan

lingkungan serta partisipasi masyarakat lokal sehingga memberikan berbagai

dampak.
19

Dampak wisata akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat

dan yang paling sering mendapat perhatian adalah dampak ekonomi, sosial, dan

lingkungan (Pitana dan Gayatri 2005). Menurut Vanhove (2005), dampak

ekonomi merupakan salah satu dampak yang dapat ditimbulkan oleh kegiatan

wisata yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis, yaitu dampak langsung

(direct impact), dampak tidak langsung (indrect impact), dan dampak lanjutan

(induce impact). Dampak ekonomi diperoleh dari aliran pengeluaran wisatawan di

kawasan wisata. Dampak ekonomi langsung adalah nilai yang diperoleh dari

transaksi wisatawan dengan unit usaha yang terdapat di kawasan wisata seperti

penginapan, rumah makan, pemandu wisata, dan transportasi.

Menurut META (dalam Muhlisa, 2015), salah satu metode yang dapat

digunakan untuk menganalisis dampak ekonomi adalah multiplier effect analysis

yang menunjukkan seberapa besar peningkatan pengeluaran wisata berdampak

terhadap pendapatan lokal terutama bagi pelaku usaha wisata.

2.5. Pariwisata Berbasis Masyarakat

Pariwisata berbasis masyarakat (Community Based Tourism) adalah

pariwisata yang menyadari kelangsungan budaya, sosial dan lingkungan yang

bentuknya dikelola dan dimiliki oleh masyarakat untuk masyarakat. Pariwisata

berbasis masyarakat merupakan model pengembangan pariwisata yang berasumsi

bahwa pariwisata harus berangkat dari kesadaran nilai-nilai kebutuhan masyarakat

sebagai upaya membangun pariwisata yang lebih bermanfaat bagi kebutuhan,

inisiatif dan peluang masyarakat setempat (Muallisin, 2007).


20

Hadiwijoyo (2012) menyebutkan bahwa agar implementasi dari pariwisata

berbasis masyarakat dapat berjalan dengan baik, terdapat elemen-elemen yang

mesti diperhatikan, yaitu: (1) sumberdaya alam dan budaya, (2) organisasi

masyarakat, (3) manajemen, dan (4) pembelajaran (learning). Muallisin (2007)

menyatakan bahwa pariwisata berbasis masyarakat dikembangkan tidak untuk

memaksimalkan profit (ekonomi), tetapi lebih terkait dengan dampak pariwisata

bagi masyarakat setempat dan sumberdaya lingkungan.

Dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat diharapkan adanya

peran dan keterlibatan masyarakat. Untuk dapat meningkatkan keterlibatan

masyarakat ini dibutuhkan upaya pemberdayaan masyarakat agar masyarakat

dapat berperan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki sehingga pengembangan

pariwisata dapat berdampak positif bagi masyarakat. Sunaryo (2013) menyatakan

bahwa dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat terdapat dua makna yaitu: (1)

suatu proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan dari kelompok

yang powefull pada kelompok yang powerless, dan (2) suatu proses untuk

memotivasi masyarakat yang tengah tidak berdaya agar memiliki kekuatan untuk

menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya.

Dalam konteks ini terdapat dua kategori yakni kelompok yang sangat

berdaya (powerfull) dan kelompok yang tidak berdaya (powerless). Dengan

demikian, dalam pemberdayaan masyarakat selalu dilakukan upaya penguatan

(empowering) masyarakat karena umumnya masyarakat berada dalam posisi

powerless (Sunaryo, 2013).


21

Pentingnya peran masyarakat dalam pariwisata adalah bahwa keberhasilan

jangka panjang suatu industri pariwisata sangat bergantung pada tingkat

penerimaan dan dukungan masyarakat. Untuk memastikan bahwa pengembangan

pariwisata di suatu tempat dapat dikelola dengan baik dan berkelanjutan maka hal

yang mendasar yang harus diwujudkan adalah bagaimana memfasilitasi

keterlibatan yang luas dari masyarakat dalam proses pengembangan dan

memaksimalkan nilai manfaat sosial dan ekonomi dari kegiatan pariwisata untuk

masyarakat setempat (Wearing, 2001).

Dalam konteks pengembangan pariwisata berbasis masyarakat ini dapat

dikemukakan bahwa manfaat ekonomi pengembangan pariwisata diharapkan

dapat diperoleh dan dinikmati oleh masyarakat tempatan sebagai bagian dari

destinasi wisata yang dikembangkan tersebut. Selain itu, pengembangan

pariwisata tidak menjadi ancaman dan gangguan bagi keberlanjutan tatanan nilai-

nilai sosial yang berkembang di masyarakat (Muallisin, 2007).

2.6. Analisis SOAR

Konsep Analisis SOAR (Strengths, Opportunities, Aspirations, Results)

ditawarkan oleh Stavros et al. (2003) sebagai alternatif terhadap analisis SWOT.

Model SOAR mengubah analisis SWOT dalam hal faktor-faktor kekurangan

(weakness) internal dan ancaman (threats) eksternal yang dihadapinya ke dalam

faktor-faktor aspirasi (aspirations) yang dimiliki dan hasil (results) terukur yang

ingin dicapai. Dalam pandangan ini, analisis SOAR hanya memperhatikan faktor-

faktor positif dari faktor yang membentuknya baik faktor eksternal maupun

internal.
22

2.6.1. Tahapan analisis SOAR

Analisis SOAR bagi perencanaan strategis (Stavros dan Hinrichs, 2009),

dimulai dengan keputusan untuk memilih SOAR (initiate) kemudian dilanjutkan

dengan penyelidikan (inquiry) yang menggunakan pertanyaan positif guna

mempelajari nilai-nilai inti, visi, kekuatan, dan peluang potensial.

Gambar 2. Kerangka Kerja Analisis SOAR (Sumber: Stavros dan Hinrichs, 2009)

Stavros dan Hinrichs (2009) menjelaskan bahwa dalam fase ini, pandangan

dari setiap orang dihargai. Penyelidikan dilakukan guna memahami secara utuh

nilai-nilai yang dimiliki setiap orang serta hal-hal terbaik yang pernah terjadi di

masa lalu. Kemudian setiap orang dibawa masuk ke dalam fase imajinasi,

memanfaatkan waktu untuk “bermimpi” dan merancang masa depan yang

diharapkan. Dalam fase ini, nilai-nilai diperkuat, visi dan misi diciptakan, Sasaran

jangka panjang, alternatif strategis dan rekomendasi diumumkan.


23

Fase selanjutnya adalah inovasi, yaitu dimulainya perancangan sasaran

jangka pendek, rencana taktikal dan fungsional, program, sistem, dan struktur

yang terintegrasi untuk mencapai tujuan masa depan yang diharapkan. Saksono

(2012) menyatakan bahwa guna tercapainya hasil terbaik yang terukur, setiap

orang yang terlibat harus diberikan inspirasi melalui sistem pengakuan dan

penghargaan.

2.6.2. Diagram analisis SOAR

Diagram analisis SOAR merupakan diagram yang berfungsi untuk

mengidentifikasi situasi dan posisi yang dihadapi menurut faktor-faktor strategi

internal yang dimiliki dan faktor-faktor strategi eksternal yang dihadapi. Diagram

Analisis SOAR menurut Stavros et al. (2003) sebagai berikut:

Gambar 3. Matrik Analisis SOAR (Sumber: Stavros et al., 2003)

Diagram analisis tersebut menggambarkan upaya melakukan inventarisasi

terhadap faktor kekuatan dan peluang, menghimpun aspirasi dari para stakeholder

dan merumuskan hasil yang terukur dari ketiga faktor sebelumnya yang

merupakan perencanaan strategis sebagai alternatif strategi.


24

2.7. Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai kesesuaian wisata dan daya dukung kawasan wisata

pada suatu objek wisata telah dilakukan sebelumnya oleh peneliti-peneliti

terdahulu. Begitu pula dengan penggunaan Analisis SOAR sebagai metode

penelitian untuk merumuskan strategi. Beberapa penelitian tersebut, diantaranya:

1. Penelitian yang dilakukan Muflih et al. (2015) mengenai kesesuaian dan

daya dukung wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa.

Parameter yang diteliti meliputi wisata pantai (rekreasi dan berenang),

wisata mangrove dan wisata snorkeling. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa secara umum kualitas lingkungan perairan Pantai Tanjung Pasir dan

Pulau Untung Jawa masih sesuai untuk kegiatan wisata pantai, mangrove,

dan snorkeling. Daya dukung kawasan Pantai Tanjung Pasir sebanyak 162

orang/hari, Pantai Untung Jawa 74 orang/hari, wisata mangrove 69

orang/hari, dan wisata snorkeling 20 orang/hari.

2. Penelitian yang dilakukan Muhlisa (2015) mengenai dampak ekonomi dan

daya dukung kawasan dalam pengembangan wisata Pulau Tidung,

Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Parameter yang diukur adalah dampak

ekonomi yang diperoleh dari aliran uang wisatawan berupa dampak

langsung (direct effect) dihitung dari pendapatan bersih unit usaha yang

diperoleh dari pengeluaran wisatawan di kawasan wisata, dampak tidak

langsung (indirect effect) dihitung dari pendapatan tenaga kerja di tingkat

lokal dan dampak lanjutan (induced effect) dihitung dari pengeluaran

tenaga kerja di dalam kawasan wisata. Hasil penelitian menunjukkan


25

perhitungan dampak ekonomi yang diperoleh dari nilai Keynesian Income

Multiplier adalah sebesar 1,7. Nilai Ratio Income Multiplier Tipe I dan II

adalah 1,5 dan 1,6. Nilai Multiplier Effect =1 menunjukkan bahwa

keberadaan objek wisata memberikan pengaruh dampak ekonomi yang

cukup besar terhadap perekonomian masyarakat lokal.

3. Penelitian yang dilakukan Wardani et al. (2014) mengenai pengembangan

komoditas subsektor peternakan unggulan di Kabupaten Batang. Alternatif

strategi yang dihasilkan dirumuskan dari faktor kekuatan (S), peluang (O)

dan aspirasi (A). Alternatif strategi yang dihasilkan merupakan hasil (R)

yang terukur, yaitu (1) meningkatkan kualitas telur ayam ras yang aman

sehat utuh dan halal (S6,S2,O4,A4); (2) mengembangkan kapasitas usaha

peternakan ayam ras petelur (S1,S3,O1,O2,O5,A1,A3); (3) meningkatkan

kompetensi peternak ayam ras petelur (S4,S5,O4,O6,O3,A2); dan (4)

menambah sarana dan prasarana peternakan (S5,O4,O7, A4,A5).

4. Penelitian yang dilakukan Stevianus (2014) mengenai pengaruh atraksi

wisata, fasilitas dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan pengunjung di

Taman Margasatwa Ragunan Jakarta. Parameter yang diukur adalah

kepuasan pengunjung (Y) sebagai variabel dependen dan variabel

independen meliputi atraksi wisata (X1), fasilitas wisata (X2) dan kualitas

pelayanan (X3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh

secara positif dan signifikan antara variabel atraksi wisata, fasilitas wisata

dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan pengunjung di Taman

Margasatwa Ragunan Jakarta.


26

5. Penelitian yang dilakukan Latupapua (2011) mengenai persepsi

masyarakat terhadap potensi objek daya tarik wisata pantai di Kecamatan

Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara. Parameter persepsi masyarakat

yang diukur meliputi pengetahuan terhadap objek wisata, pengembangan

objek wisata, bentuk pengembangan yang diinginkan, kebutuhan

keterlibatan swasta dan keterlibatan pemerintah selama ini. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa 80% masyarakat berpengetahuan baik

terhadap objek wisata, 76% pengembangan objek wisata melibatkan

masyarakat lokal, 60% menginginkan penambahan atraksi wisata, 100%

tidak perlu melibatkan sektor swasta dan 100% berpendapat bahwa

keterlibatan pemerintah selama ini hanya berbentuk memberikan izin

usaha.
III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan selama bulan Juli hingga September 2017.

Lokasi penelitian adalah kawasan objek wisata Pantai Solop di Kabupaten

Indragiri Hilir Provinsi Riau. Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1.

3.2. Alat dan Bahan

Alat penelitian berupa alat-alat tulis, tali, meteran, kamera, kompas, GPS,

Secchi Disk, Current Drouge, Stopwatch dan buku identifikasi mangrove serta

seperangkat komputer. Bahan penelitian berupa peta lokasi penelitian dan

kuisioner wawancara yang digunakan untuk mengumpulkan data primer.

3.3. Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei dengan teknik

analisisnya menggunakan data kuantitatif. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan

untuk membentuk hasil dari parameter yang disajikan dalam bentuk tabel dan

grafik yang selanjutnya dibahas secara deskriptif (Muflih et al., 2015). Analisis

yang digunakan dalam penelitian adalah analisis deskriptif (Bungin, 2011).

3.4. Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data

primer merupakan data yang dikumpulkan melalui pengamatan dan pengukuran

langsung. Untuk data sekunder diperoleh dari berbagai literatur yang mendukung

penelitian ini. Data yang dikumpulkan pada penelitian ini sebagaimana Tabel 1.
28

Tabel 1. Jenis dan sumber data penelitian

No Jenis Data Sumber Data


A. Data Primer
1. Ketebalan mangrove (m) Penginderaan jauh
2
2. Kerapatan mangrove (100 m ) Transek
3. Jenis mangrove Transek
4. Objek biota mangrove Visual
5. Jalur lintasan mangrove (m) Pengukuran
6. Tipe pantai Visual
7. Lebar pantai (m) Pengukuran
8. Kemiringan pantai (%) Pengukuran
9. Penutupan lahan pantai Visual
10. Material dasar perairan Visual
11. Kedalaman perairan (m) Pengukuran
12. Kecepatan arus (m/det) Pengukuran
13. Kecerahan (cm) Pengukuran
14. Biota berbahaya Visual
15. Ketersediaan air tawar (m) Pengukuran jarak
16. Waktu kunjungan wisata (jam/orang) Wawancara/kuisioner
17. Kepuasan wisata Wawancara/kuisioner
18. Persepsi masyarakat Wawancara/kuisioner
19. Pengeluaran biaya wisata (Rp/orang) Wawancara/kuisioner
20. Pendapatan usaha wisata (Rp/usaha) Wawancara/kuisioner
B. Data Sekunder
1. Kebijakan pariwisata daerah Bappeda/Disbudpar Indragiri Hilir
2. Pasang surut TNI-AL
3. Kependudukan BPS/Disdukcapil Indragiri Hilir
4. Kunjungan wisatawan Pengelola wisata/Disbudpar Indragiri Hilir

3.5. Teknik Pengumpulan Data

3.5.1. Pengukuran karakteristik objek wisata

Pengukuran langsung di lapangan dilakukan untuk parameter biofisik

pantai yang meliputi: tipe pantai, lebar pantai, material dasar perairan, kemiringan

pantai, penutupan lahan dan ketersediaan air tawar. Pengukuran parameter bofisik

pantai ini sebagai berikut:


29

(1) Ketebalan mangrove

Untuk menghitung ketebalan mangrove yang ada di kawasan mangrove

Pantai Solop digunakan Citra Satelit RapidEye dan diolah menggunakan

aplikasi penginderaan jauh dengan software pengolah citra satelit ENVI

versi 4.8 dan ArcGIS versi 10.1.

(2) Kerapatan dan jenis mangrove

Untuk menentukan kerapatan dan jenis mangrove dilakukan transek plot di

sisi kanan-kiri sepanjang jalur lintasan mangrove yang ada. Transek plot

yang digunakan berukuran 10 x 10 m (Lampiran 2). Untuk menghitung

kerapatan mangrove digunakan perhitungan kerapatan mutlak mangrove

(English et al., 1997). Jenis mangrove diidentifikasi menggunakan buku

identifikasi mangrove (Noor et al, 1999).

(3) Objek biota mangrove

Pengamatan terhadap objek biota mangrove dilakukan secara visual

kemudian didokumentasikan menggunakan alat perekam visual. Objek

biota yang diamati meliputi: ikan, crustacea, molusca, reptil, dan burung.

(4) Panjang jalur lintasan mangrove

Untuk menentukan panjang jalur lintasan mangrove dilakukan pengukuran

langsung dengan menggunakan meteran pada setiap jalur lintasan

mangrove yang telah dibangun di kawasan tersebut.


30

(5) Tipe pantai

Penentuan tipe pantai dilakukan berdasarkan pengamatan visual di

lapangan, meliputi kategori pasir putih, pasir berkarang, atau pasir

berlumpur.

(6) Lebar pantai

Pengukuran lebar pantai dilakukan dengan menggunakan roll meter, yaitu

diukur jarak antara vegetasi terakhir yang ada di pantai dengan batas

pasang tertinggi.

(7) Kemiringan pantai

Kemiringan pantai diukur dengan kompas geologi dengan satuan besaran

sudut pantai dalam satuan derajad persen (%). Kriteria kemiringan pantai

mengacu pada Pethick (dalam Damayanti dan Ayuningtyas, 2008) yaitu:

datar bergelombang (< 10%), bergelombang (10-25%), terjal (25-45%)

dan curam (> 45%).

(8) Penutupan lahan pantai

Penentuan penutupan lahan pantai dilakukan berdasarkan pengamatan

visual di lapangan. Kriteria tutupan lahan meliputi kelapa, lahan terbuka,

semak belukar, savana rendah, belukar tinggi, mangrove, permukiman dan

pelabuhan.

(9) Material dasar perairan

Penentuan material dasar perairan dilakukan berdasarkan pengamatan

visual di lapangan. Kriteria material dasar perairan meliputi pasir, karang

berpasir, pasir berlumpur dan lumpur.


31

(10) Kedalaman, kecepatan arus dan kecerahan perairan

Alat ukur kedalaman perairan digunakan tali yang diberikan pemberat

secukupnya dan dilengkapi meteran. Kecepatan arus diukur dengan

menggunakan Current Drouge, Stopwatch dan Kompas. Kecerahan

perairan dikur dengan menggukan Secchi Disk.

(11) Biota berbahaya

Penentuan material dasar perairan dilakukan berdasarkan pengamatan

visual di lapangan. Untuk menguatkan temuan juga dilakukan wawancara

dengan masyarakat sekitar lokasi objek wisata.

(12) Ketersediaan air tawar

Ketersediaan air bersih berupa air tawar untuk menunjang fasilitas

pelayanan wisata dan merupakan kriteria penilaian kelayakan prioritas

wisata pantai (Handayawati et al., 2010). Pengamatan ketersediaan air

tawar dilakukan dengan cara mengukur jarak antara pusat lokasi kawasan

wisata rekreasi pantai dengan lokasi dimana sumber air tawar tersedia.

3.5.2. Wawancara/kuisioner

Wawancara adalah proses memperolah data dan informasi untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewancara dan

responden dengan alat bantu kuisioner. Teknik wawancara yang dilakukan adalah

wawancara terstruktur. Dalam teknik wawancara ini, selain kuisioner yang telah

disusun secara terstruktur, juga dapat dilakukan pengembangan pertanyaan untuk

menggali informasi secara lebih mendalam yang disesuaikan dengan pelaksanaan

wawancara di lapangan (Denzin dan Yvonna, 2009).


32

Wawancara dilakukan terhadap responden yang meliputi pengelola,

pengunjung, masyarakat sekitar, pelaku usaha wisata kawasan objek wisata Pantai

Solop serta pemerintah daerah melalui kuisioner yang telah disusun dan

dipersiapkan peneliti. Data dan informasi yang dihimpun digunakan untuk

memperoleh waktu kunjungan wisatawan, kepuasan wisata dan pengeluaran biaya

wisata wisatawan, tingkat persepsi masyarakat dan pendapatan usaha wisata dari

pelaku usaha wisata.

3.6. Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi (N) adalah pengelola wisata,

pengunjung, masyarakat sekitar, pelaku usaha wisata kawasan objek wisata Pantai

Solop serta pemerintah daerah. Sampel (n) atau responden penelitian mewakili dari

kelima komponen populasi tersebut. Penentuan responden atau penarikan sampel

(n) penelitian menggunakan formula Slovin sebagaimana dijelaskan Setiawan

(2007) sebagai berikut:

𝐍
𝐧 = ..................................................................................................... (01)
𝟏+𝐍.𝐞𝟐
Keterangan:
n = ukuran sampel
N = ukuran populasi
e = nilai kesalahan yang ditetapkan (10%)
1 = angka konstan

Untuk menggambarkan populasi dalam penelitian ini merujuk pada jumlah

penduduk Desa Pulau Cawan Tahun 2015 untuk karakteristik usia 15 tahun atau

lebih (BPS Kabupaten Indragiri Hilir, 2016) yaitu sebanyak 530 jiwa dan

perkiraan jumlah kunjungan wisatawan tahun 2016 sebanyak 19.600 orang

sehingga jumlah populasi diperkirakan sebanyak 20.130 orang.


33

Berdasarkan formula Slovin (Setiawan, 2007), maka jumlah responden

penelitian adalah sebagai berikut:

20.130
n =
1 + 20.130(0,1)2

20.130
n =
202,3

n = 99,5 dibulatkan menjadi 100 orang

Jumlah responden sebanyak 100 orang tersebut meliputi pengelola wisata,

pelaku usaha wisata, masyarakat sekitar, pengunjung dan pemerintah daerah.

Jumlah sebaran responden ditentukan secara purpossive sampling yang

merepresentasikan pengelola wisata, pelaku usaha wisata, masyarakat sekitar,

pengunjung dan pemerintah daerah, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah sebaran responden penelitian


Jumlah Responden
No. Kelompok Responden
(orang)
1. Pengelola wisata 5
2. Pemerintah daerah 5
3. Pelaku usaha wisata 15
4. Masyarakat sekitar 25
5. Pengunjung 50

JUMLAH RESPONDEN 100

Untuk responden pelaku usaha wisata meliputi usaha kuliner, jasa

transportasi, pedagang asongan dan penginapan. Responden masyarakat sekitar

meliputi tokoh agama, tokoh pendidikan, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan

tokoh perempuan. Responden pemerintah daerah meliputi Bappeda, Dinas

Kebudayaan dan Pariwisata, Pemerintah Kecamatan Mandah, dan Pemerintah

Desa Pulau Cawan. Responden pengunjung berdasarkan kategori umur ≥15 tahun.
34

3.7. Analisis Data

3.7.1. Analisis kesesuaian wisata

Analisis kesesuaian wisata menggunakan matriks kesesuaian wisata yang

disusun berdasarkan kepentingan setiap parameter untuk mendukung kegiatan

pada daerah tersebut (Muflih et al., 2015). Rumus yang digunakan untuk

kesesuaian wisata mangrove dan rekreasi/berenang merujuk pada Yulianda et al.

(2010), yaitu:

𝑁𝑖
𝐼𝐾𝑊 = ∑ ( ) 𝑥 100% .............................................................. (2)
𝑁𝑚𝑎𝑥

Keterangan:
IKW : Indeks Kesesuaian Wisata (rekreasi)
Ni : Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor)
Nmaks : Nilai maksimum dari kategori wisata

Selanjutnya dilakukan penyusunan kelas kesesuaian untuk kegiatan wisata

rekreasi/berenang. Dalam penelitian ini, kelas kesesuaian dibagi menjadi 3 (tiga)

kelas, meliputi: Sesuai (77,78 - 100%), Sesuai Bersyarat (55,56 - <77,78%) dan

Tidak Sesuai (<55,56%). Kategori parameter meliputi Sangat Layak (S1), Layak

(S2) dan Tidak Layak (S3). Parameter yang diamati sesuai dengan kategori

pemanfaatan wisata, disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3. Matrik kesesuaian wisata kategori wisata mangrove

No Parameter Bobot Kategori S1 Skor Kategori S2 Skor Kategori S3 Skor


1. Ketebalan mangrove (m) 5 > 500 3 200 - 500 2 50 - 200 1
2. Kerapatan mangrove (100 m) 3 15 - 20 3 10 - 15 2 5 - 10 1
3. Jenis mangrove 3 >5 3 3-5 2 1-2 1
4. Pasang surut (m) 1 <1 3 1-2 2 2-5 2
5. Objek biota 1 Ikan, Molusca, 3 Ikan, Molusca 2 Ikan, Molusca 1
Custacea,Reptil, Custacea,
Burung
Nilai Maksimum: 39
Sumber: Yulianda et al. (2010)
35

Tabel 4. Matrik kesesuaian wisata kategori wisata rekreasi/berenang

No Parameter Bobot Kategori S1 Skor Kategori S2 Skor Kategori S3 Skor


1. Kedalaman perairan (m) 5 ≤3 3 3-6 2 6 - 10 1
2. Tipe pantai 5 pasir putih 3 pasir putih, 2 pasir hitam, 1
berkarang berkarang, terjal
3. Lebar pantai (m) 5 >15 3 10 - 15 2 3 - 10 1

4. Material dasar perairan 3 pasir 3 karang berpasir 2 pasir berlumpur 1


5. Kecepatan arus (m/det) 3 0 – 0,17 3 0,17 – 0,34 2 0,34 – 0,51 1
6. Kemiringan pantai (%) 3 < 10 3 10 - 25 2 25 - 45 1
Kecerahan perairan (m) 1 > 10 3 5 - 10 2 3-5 1
7. Penutupan lahan pantai 1 kelapa, lahan 3 semak belukar 2 belukar tinggi 1
terbuka rendah, savana
rendah
8. Biota berbahaya 1 Tidak ada 3 Ikan sembilang, 2 Ikan sembilang, 1
ubur-ubur ikan lepu, ikan
pari
9. Ketersediaan air tawar 1 < 0,5 3 0,5 - 1 2 1-2 1
(jarak/km)
Nilai Maksimum: 84
Sumber: Yulianda et al. (2010)

3.7.2. Analisis daya dukung kawasan

Daya dukung dihitung agar diketahui jumlah maksimum pengunjung yang

secara fisik dapat ditampung di kawasan yang tersedia pada waktu tertentu tanpa

menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Rumus yang digunakan dalam

analisis ini juga mengacu pada Yulianda et al. (2010) yaitu:

𝐿𝑝 𝑊𝑡
𝐷𝐷𝐾 = 𝐾 𝑥 𝑥 ........................................................................... (3)
𝐿𝑡 𝑊𝑝

Keterangan:
DDK : Daya Dukung Kawasan (orang)
K : Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (orang)
Lp : Luas area (m2) atau panjang area (m) yang dapat dimanfaatkan
Lt : Unit area untuk kategori tertentu (m2 atau m)
Wt : Waktu yang disediakan untuk kegiatan dalam satu hari (jam)
Wp : Waktu yang dihabiskan pengunjung untuk setiap kegiatan (jam)

Potensi ekologis pengunjung per satuan area, luas dan waktu untuk

masing-masing kategori wisata disajikan pada Tabel 5.


36

Tabel 5. Ketentuan wisata pesisir berdasarkan potensi ekologis

∑ Waktu Waktu
Unit Area
Jenis Kegiatan Pengunjung Pengunjung Wisata Keterangan
(Lt)
(K) (orang) (Wt) (Wp)
1. Wisata mangrove 1 50 m 1 9 panjang track
2. Rekreasi/berenang 1 50 m 2 9 panjang pantai
Sumber: Yulianda et al. (2010)

3.7.3. Analisis daya dukung sosial

Daya dukung sosial (social carrying capacity) merupakan kerangka

ukuran dalam pemanfaatan sumberdaya dan aktivitas kepariwisataan dalam

melibatkan wisatawan dan masyarakat (Subadra, 2007). Dalam melakukan

analisis terhadap daya dukung sosial ini meliputi tingkat kepuasan wisatawan

(Kalebos, 2016) dan persepsi masyarakat lokal (Irianto, 2011) terhadap objek

wisata menurut jenjang penilaian. Penilaian tingkat kepuasan wisatawan dan

persepsi masyarakat lokal ditampilkan pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6. Penilaian kepuasan wisatawan terhadap objek wisata Pantai Solop

Jenjang Penilaian
No. Komponen
1 2 3 4
1. Kualitas pelayanan TP KP P SP
2. Kualitas produk wisata TP KP P SP
3. Objek dan daya tarik wisata TP KP P SP
Keterangan: TP (Tidak Puas) KP (Kurang Puas) P (Puas) SP (Sangat Puas)
Sumber: Stevianus (2014)

Tabel 7. Penilaian persepsi masyarakat terhadap objek wisata Pantai Solop

Jenjang Penilaian
No. Komponen
1 2 3 4
1. Pengetahuan wisata TB KB B SB
2. Atraksi wisata TB KB B SB
3. Peran pemerintah TB KB B SB
Keterangan: TB (Tidak Baik) KB (Kurang Baik) B (Baik) SB (Sangat Baik)
Sumber: Latupapua (2011)
37

Data yang dihimpun ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi sehingga

dapat diketahui tingkat kepuasan wisatawan dan persepsi masyarakat lokal

terhadap objek wisata Pantai Solop. Teknik analisis yang digunakan adalah

analisis deskriptif.

3.7.5. Analisis dampak ekonomi

Perhitungan dampak ekonomi yang diperoleh dari aliran uang wisatawan

berupa dampak langsung (direct effect), dampak tidak langsung (indirect effect)

dan dampak lanjutan (induced effect). Dampak langsung dihitung dari pendapatan

bersih unit usaha yang diperoleh dari pengeluaran wisatawan di kawasan wisata.

Dampak tidak langsung dihitung dari pendapatan tenaga kerja di tingkat lokal.

Dampak lanjutan dihitung dari pengeluaran tenaga kerja di dalam kawasan wisata

(Vanhove, 2005). Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis

dampak ekonomi adalah multiplier effect analysis yang dibagi menjadi dua aspek,

pertama, keynesian income multiplier yaitu nilai yang menunjukkan seberapa

besar peningkatan pengeluaran wisata berdampak terhadap pendapatan lokal.

Kedua adalah ratio income multiplier yaitu nilai yang menunjukkan sebesar

dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran wisatawan terhadap

pendapatan lokal. Metode ini diformulasikan seperti dibawah ini (META dalam

Muhlisa, 2015):
𝐷+𝑁+𝑈
Keynesian Income Multiplier = ......................................................... (4)
𝐸
𝐷+𝑁
Ratio Income Multiplier Tipe 1 = ............................................................ (5)
𝐷
𝐷+𝑁+𝑈
Ratio Income Multiplier Tipe 2 = ........................................................ (6)
𝐷
38

Keterangan:
E : Pengeluaran pengunjung (Rp)
D : Pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E (Rp)
N : Pendapatan lokal yang diperoleh secara tidak langsung dari E (Rp)
U : Pendapatan lokal yang diperoleh secara induced dari E (Rp)

Pengeluaran wisatawan di luar kawasan dinamakan kebocoran. Wisata

bahari khususnya yang terletak di pulau rentan terhadap kebocoran. Metode ini

menghitung nilai kebocoran yang menunjukkan sejumlah aliran uang dari

wisatawan yang keluar dari perekonomian lokal atau tidak sampai ke masyarakat

lokal.

3.7.6. Analisis SOAR

Analisis SOAR (Stavros dan Hinrichs, 2009) dilakukan untuk

merumuskan strategi pengelolaan kawasan wisata Pantai Solop. Analisis ini

disusun dari faktor strategis yang menggambarkan kekuatan (strenght), peluang

(opportunities) dan aspirasi (aspirations) sehingga memperoleh hasil (results)

yang terukur. Dalam kerangka kerja analisis SOAR didasarkan pada integritas

melakukan inventarisasi faktor kekuatan, peluang, dan aspirasi yang selanjutnya

mampu merumuskan hasil yang terukur sebagai alternatif strategi.

1. Strength (S)

Mengungkapkan hal-hal yang menjadi kekuatan dengan tujuan

memberikan penghargaan terhadap segala hal-hal positif yang dimiliki.

Kekuatan ini yang terus dikembangkan untuk pengelolaan wisata pantai di

masa depan. Faktor kekuatan (S) terkait dengan kesesuaian ekologis, daya

dukung kawasan dan persepsi masyarakat terhadap pariwisata.


39

2. Opportunities (O)

Melakukan analisis terhadap lingkungan eksternal guna mengidentifikasi

peluang terbaik yang dimiliki serta dapat. Hal ini mensyaratkan adanya

cara pandang yang positif dalam memandang lingkungan eksternal yang

berubah dengan sangat cepat. Faktor peluang (O) terkait dengan kebijakan

pemerintah daerah, kunjungan wisatawan, kepuasan wisata dan aspek

ekonomi bagi pelaku usaha wisata.

3. Aspirations (A)

Para stakeholder berbagi aspirasi dan merancang kondisi masa depan yang

diimpikan yang dapat menimbulkan rasa percaya diri terhadap pengelolaan

kawasan wisata. Hal ini sangat penting guna menciptakan visi, misi serta

nilai yang disepakati bersama, yang menjadi panduan bagi perjalanan

pengelolaan wisata pesisir menuju masa depan. Faktor aspirasi (A) terkait

dengan kapasitas pengelolaan, dukungan pemerintah, sistem pengelolaan,

fasilitas wisata, tata kelola kawasan, dan keterlibatan stakeholder dalam

pengelolaan wisata.

4. Results (R)

Menentukan ukuran dari hasil-hasil yang ingin dicapai (measurable

results) sebagai perencanaan strategis. Faktor hasil (R) yang terukur

dirumuskan dari faktor kekuatan (S), peluang (O) dan aspirasi (A) yang

melahirkan suatu perencanaan strategis sebagai alternatif strategi

pengelolaan kawasan wisata.


DAFTAR PUSTAKA

Adi, A.B., A. Mustafa dan R. Ketjulan. 2013. Kajian potensi kawasan dan
kesesuaian ekowisata terumbu karang Pulau Laras untuk pengembangan
ekowisata bahari. Jurnal Mina Laut Indonesia. 1 (1) : 49-60.
Ali, D. 2004. Pemanfaatan potensi sumberdaya pantai sebagai obyek wisata dan
tingkat kesejahteraan masyarakat sekitar lokasi wisata (studi kasus di
kawasan Wisata Pantai Kartini Jepara). Program Pascasarjana Universitas
Diponegoro. Semarang.
Badan Pusat Statistik [BPS] Kabupaten Indragiri Hilir. 2016. Kabupaten Indragiri
Hilir Dalam Angka 2016. Badan Pusat Statistik Kabupaten Indragiri Hilir.
Tembilahan.
Bungin, B. 2011. Metodologi penelitian kuantitatif. Edisi Kedua. Kencana.
Jakarta. 308 hal.
Cahyadinata, I. 2009. Kesesuaian pengembangan kawasan pesisir Pulau Enggano
untuk pariwisata dan perikanan tangkap. Jurnal Agrisep. 9 (2) : 168-182.
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 2008. Pengelolaan sumber daya
wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.
Damayanti, A dan R. Ayuningtyas. 2008. Karakteristik fisik dan pemanfaatan
pantai Karst Kabupaten Gunungkidul. Jurnal Makara Teknologi. 12 (2) :
91-98.
Denzin, N, K dan S. L. Yvonna. 2009. Handbook of qualitative research.
(Terjemahan: Dariyatno). Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
English S, Wilkinson C, Barker V. 1997. Survey manual for tropical marine
resources. Autralian Institute Marine Science.Townsville.
Fandeli, C.M. 2000. Pengusahaan pariwisata. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Gunawan, A. S., D. Hamid dan M.G.W. Endang. 2016. Analisis pengembangan
pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat (studi pada wisata religi
Gereja Puhsarang, Kediri). Jurnal Administrasi Bisnis. 32 (1) : 1-8.
Hadiwijoyo, S.S. 2012. Perencanaan pariwisata perdesaan berbasis masyarakat
(sebuah pendekatan konsep). Graha Ilmu. Yogyakarta.
Haikal, 2008. Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kecamatan Nipah panjang
Kabupaten Tanjung Jabung Timur Jambi. Tesis. Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
41

Hall, C.M. dan S.J. Page. 2006. The geography of tourism and recreation:
environment, place and space. 3rd Edition. Routledge. New York.
Handayawati, H. S., Budiono dan Soemarno. 2010. Potensi wisata alam pantai
bahari. PM PSLP PPSUB. Surabaya.
Hilmanto, R. 2010. Etnoekologi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Irianto. 2011. Dampak parwisata terhadap kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat di Gili Trawangan Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok
Utara. Jurnal Bisnis & Kewirausahaan. 7 (3) : 188-194.
Irma, A.S. dan I. Susilowati. 2004. Analisis permintaan objek wisata alam Curug
Sewu Kabupaten Kendal dengan pendekatan travel cost. Jurnal Dinamika
Pembangunan. 1 (2) : 153-165.
Irma, M.H., Y. Abdillah dan L. Hakim. 2015. Analisis pengembangan wisata
Pantai Indah Popoh sebagai daerah tujuan wisata Kabupaten Tulungagung.
Jurnal Administrasi Bisnis. 26 (2) : 1-7.
Ismayanti. 2010. Pengantar pariwisata. Grasindo. Jakarta.
Jurado, E.N., M.T. Tejada, F.A. García, J.C. González, R.C. Macías, J.D. Peña,
F.F. Gutiérrez, G.G. Fernández, M.L. Gallego, G.M. García, O.M.
Gutiérrez, F.N. Concha, F.L. de la Rúa, J.R. Sinoga dan F.S. Becerra.
2012. Carrying capacity assessment for tourist destinations: methodology
for the creation of synthetic indicators applied in a coastal area. Tourism
Management. 33 (6): 1337-1346.
Kalebos, F. 2016. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan wisatawan yang
berkunjung ke daerah wisata kepulauan. Jurnal Riset Bisnis dan
Manajemen. 4 (3) : 489-502.
Kartaharja, S., 2011. Potensi Ekowisata di Kawasan Ekosistem Hutan Mangrove
Desa Teluk Pambang Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis. Program
Studi Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Riau.
Pekanbaru.
Kathiresan K., and Bingham B.L., 2001. Biology of Mangrove and Mangrove
Ecosystem. Advances in Marine Biology, (40) : 81-251.
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. 2002. Blue Print Pariwisata.
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Jakarta.
Ketjulan, R. 2011. Daya dukung perairan Pulau Hari sebagai obyek ekowisata
bahari. Jurnal Aqua Hayati. 7 (3) : 183-188.
Kissoon, I. 2012. Mangrove restoration monitoring plan. Mangrove Action
Project (MAP). Guyana.
42

Latupapua, Y.T. 2011. Persepsi masyarakat terhadap potensi objek daya tarik
wisata pantai di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara. Jurnal
Agroforestri. 6 (2) : 92-102.
Marpaung, H. 2000. Pengetahuan pariwisata. Alfabeta. Bandung.
Masydzulhak. 2007. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir Kota Bengkulu.
Jurnal Pesisir dan Lautan. 8 (1) : 31-39.
Miswadi, 2015. Strategi Pengelolaan Pengembangan Kawasan Penyangga
Sebagai Hutan Cadangan Mangrove (Studi Kasus Ekosistem Mangrove
Sungai Liung Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis). Program Studi
Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Riau, Pekanbaru.
Muallisin, I. 2007. Model pengembangan pariwisata berbasis masyarakat di Kota
Yogyakarta. Jurnal Penelitian Bappeda Kota Yogyakarta. 2 : 15-23.
Muflih, A., A. Fahrudin dan Y. Wardiatno. 2015. Kesesuaian dan daya dukung
wisata pesisir Tanjung Pasir dan Pulau Untung Jawa. Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia. 20 (2) : 141-149.
Muhlisa, Q. 2015. Dampak ekonomi dan daya dukung kawasan dalam
pengembangan wisata Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Bogor.
Murdiyanto, E. 2011. Partisipasi masyarakat dalam pengembangan desa wisata
Karanggeneng, Purwobinangun, Pakem, Sleman. Jurnal SEVA. 7 (2) : 91-
101.
Nagelkerken I., S.J.M Blaber, S. Bouillon, P. Green, M. Haywood, L.G. Kirton,
J.-O Meynecke, J. Pawlik, H.M. Penrose, A. sasekumar, and P.J.
Somerfield, 2008. The Habitat Function of Mangrove for Terrestrial and
Marine Fauna: A. Review. Aquatic Botany. (89) : 155-185.
Noor, Y. R., M. Khazali, dan I N.N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan
Mangrove di Indonesia. PHKA/WI-IP, Bogor.
Pitana, I.G., 2009. Pengantar ilmu pariwisata. Andi. Yogyakarta.
Pitana, I.G. dan P.G. Gayatri. 2005. Sosiologi pariwisata. Andi. Yogyakarta.
Prianto, E., R. Jhonnerie, R. Firdaus, M. T. Hidayat dan Miswadi, 2006.
Keanekaragaman Hayati dan Struktur Ekologi Mangrove Dewasa di
Kawasan Pesisir Kota Dumai Provinsi Riau. Jurnal Biodiversitas, 7 (4) :
327-332.
Saksono, H. 2012. SWOT, RAID dan SOAR. Media BPP. 13 (1) : 28 – 32.
43

Senoaji, G. 2009. Daya dukung lingkungan dan kesesuaian lahan dalam


pengembangan Pulau Enggano Bengkulu. Jurnal Bumi Lestari. 9 (2) : 159-
166.
Setiawan, N. 2007. Penentuan ukuran sampel memakai rumus Slovin dan Tabel
Krejcie-Morgan: telaah konsep dan aplikasinya. Fakultas Peternakan
Universitas Padjadjaran. Bandung.
Silva, C.P., F. Alves dan R. Rocha. 2007. The management of beach carrying
capacity: the case of Northern Portugal. Journal of Coastal Research. 50 :
135-139.
Subadra, I.N. 2007. Bali tourism watch: dampak pariwisata terhadap kehidupan
masyarakat Desa Serangan. Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata Triatma Jaya.
Bali.
Sugandi, D. 2011. Pengelolaan sumberdaya pantai. Jurnal Gea. 11 (1) : 50-58.
Stavros, J., D. Cooperrider dan D.L. Kelley. 2003. Strategic Inquiry, Appreciative
Intent: Inspiration to SOAR. A new framework for strategic planning.
Journal of AI Practitioner. 5 (4) : 10-17.
Stavros, J. M dan G. Hinrichs. 2009. Thin book of SOAR: building strenghts-
based strategy. Thin Book Publishers. Bend-OR.
Stevianus. 2014. Pengaruh atraksi wisata, fasilitas dan kualitas pelayanan terhadap
kepuasan pengunjung di Taman Margasatwa Ragunan Jakarta. Jurnal
Ekonomi Bisnis. 19 (3) : 39-48.
Sunaryo, B. 2013. Kebijakan pembangunan destinasi wisata (konsep dan
aplikasinya di Indonesia). Gava Media. Yogyakarta.
Vanhove, N. 2005. The economics of tourism destinations. Heinemann, Elsevier
Butterworth.
Wahab, S. 2003. Manajemen kepariwisataan. Pradnya Paramita. Jakarta.
Wahyudin, Y. 2011. Karakteristik sumberdaya pesisir dan laut kawasan Teluk
Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Jurnal Bonorowo
Wetlands. 1 (1) : 19-32.
Wardani, A.N.T., Agustono dan W. Rahayu. 2014. Strategi pengembangan
komoditas subsektor peternakan unggulan di Kabupaten Batang (analisis
Location Quotient dan SOAR). Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret. Surakarta.
Walters, B.B., P. Ronnback, J.M. Kovacs, B. Crona, S. A. Hussain, R. Badola, J.
H. Primavera, E. Barbier and F. Dahdouh-Guebas, 2008. Ethnobiology,
Socio-economics and Management of Mangrove Forests: A Review.
Aquatic Botany. (89) : 220–236.
44

Wearing, S. 2001. Volunteer tourism: experiences that make a difference. CABI


Publishing. Wallingford.
Yulianda, F., A. Fahrudin, L. Adrianto, A.A. Hutabarat, S. Harteti, Kusharjani,
dan Ho Sang Kang. 2010. Pengelolaan pesisir dan laut secara terpadu.
Pusdiklat Kehutanan dan SECEM-Korea International Cooperation
Agency. Bogor.
LAMPIRAN
46

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian


Lampiran 2. Teknik Transek Mangrove dan Cara Pengukurannya
Pembentukan Plot (Sumber: Kartaharja, 2011)

10 m

1
5m
10 m Jalur Lintasan (Track)

5m 2m

2m

10 m

2
5m
Jalur Lintasan (Track) 10 m

2m 5m

2m

10 m

3
Keterangan:
10 m
5m
Jalur Lintasan (Track)  1, 2, 3 adalah Plot
 Luas plot 10 x 10 untuk pohon
 Luas plot 5 x 5 untuk pancang
5m 2m

2m

 Luas plot 2 x 2 untuk anakan

Pengukuran Diameter Mangrove (Sumber: English et al., 1997)


48

Transect Sheet (Sumber: Modifikasi dari Kissoon, 2012)


Transect Sheet Mangrove
Plot No. : Lokasi :
Tanggal : Lintang :
Waktu : Bujur :

Deskripsi Lokasi
Penebangan Ada Tidak Ada Baru Lama
Jenis pohon yang ditebang :
Saluran air (hidrologi) Ada Tidak Ada
Genangan air Ada Tidak Ada
Gundukan tanah Ada Tidak Ada
Jenis substrat :
Kondisi Pasang Surut
Kanopi, umumnya ditutupi oleh :
Lantai plot Akar Daun/serasah
Biota yang ditemukan
- Bivalva Jenis:
- Gastropoda Jenis:
- Crustacea Jenis:
- Ikan Jenis:
- Burung Jenis:
- Reptilia Jenis:
- Amphibia Jenis:
- Insecta Jenis:
- Jamur Jenis:
- Epifit Jenis:
- Lainnya Jenis:

Kriteria:
- Pohon 10 x 10 m GBH ≥ 20 cm
- Pancang 05 x 05 m 2 cm ≤ GBH < 20
- Anakan 02 x 02 m GBH < 2 cm; tinggi ≤ 1,5 m

No Nama Lokal GBH (cm) T (cm) Pohon Pancang Anakan


1.
2.
3.
...
n
Keterangan: GBH (lingkar batang setinggi dada); T (tinggi)
49

Lampiran 3. Kuisioner Wawancara

Anda mungkin juga menyukai