Laporan P2K

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

A. Profil Proses Pembelajaran di Kelas


Program Pemantapan Profesi Keguruan atau yang sering di singkat
menjadi P2K yang berlokasi di SMP Negeri 9 Marusu menempatkan penulis
sebagai peneliti dimana meninjau pembelajaran yang terjadi di dalam kelas.
Sesuai dengan informasi yang telah diperoleh dari guru pembimbing tentang
peserta didik, diketahui bahwa proses belajar mengajar dalam pembelajaran
matematika di SMP Negeri 9 Marusu dilatar belakangi minat belajar matematika
yang masih terbilang rendah. Sebagian besar siswa hanya bermain dengan teman-
temannya dan kegiatan itu sangat menggangu proses belajar mengajar di kelas.
Masalah yang paling menonjol adalah kurangnya motivasi siswa dan rendahnya
hasil belajar peserta didik.
Banyak siswa yang beranggapan matematika merupakan pembelajaran
yang sulit, membosankan, dan memerlukan konsentrasi berpikir yang kuat untuk
menyelesaikan persoalan matematika. Akibatnya, siswa tidak bisa belajar
matematika secara optimal. Disisi lain, matematika merupakan mata pelajaran
yang berstruktur. Pelajaran matematika yang bersifat abstrak sangat sulit
dipahami secara benar oleh siswa. Berdasarkan permasalahan tersebut proses
pembelajaran yang dilakukan belum optimal. Optimalnya proses pembelajaran
dapat dicapai dengan menyesuaikan model pembelajaran dengan materi
pelajaran yang diberikan. Dengan optimalnya proses pembelajaran yang
dilakukan oleh siswa di dalam kelas dapat mempengaruhi hasil belajar. Menurut
(Sudjana 2004:22) “hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”. Selain itu juga guru
dalam proses pembelajaran masih menggunakan metode ceramah sehingga siswa
semakin tidak mengerti dengan pembelajaran matematika.

1
1
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan upaya
untuk menggunakan model pembelajaran yang tepat agar dapat meningkatkan
hasil belajar matematika. Dan juga guru seharusnya dapat mengaitkan
pengalaman siswa dengan materi pelajaran yang akan dipelajari di kelas.
Pemahaman peserta didik dalam mengikuti mata pelajaran yang disampaikan
berbeda-beda satu sama lain sehingga penggunaan pendekatan atau metode yang
tidak memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk saling berinteraksi dapat
mengurangi kretifitas peserta didik dalam mengembangkan pemahaman mereka
tentang pelajaran yang disampaikan.
Oleh karena itu, diperlukan model pembelajaran konstruktivistik yang
dapat mempengaruhi hasil belajar serta menyajikan permasalahan matematika
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Salah satu alternative model
pembelajaran yang dapat mempengaruhi hasil belajar serta menyajikan
permasalahan matematika yang realistik adalah Model Eliciting Activities
(MEAs).
Ada beberapa alasan penting mengapa model pembelajaran ini perlu
dipakai lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga
terjadi transformasi sosial, ekonomi dan demografis yang mengharuskan sekolah
untuk lebih menyiapkan peserta didik dengan keterampilan-keterampilan baru
untuk bisa ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat.
Walaupun sudah disadari bahwa peserta didik mendapatkan banyak
keuntungan dan diskusi yang mengaktifkan mereka, tidak banyak guru yang
melakukannya. Strategi yang paling sering digunakan untuk mengaktifkan peserta
didik adalah melibatkan siswa dalam diskusi dengan seluruh kelas. Tetapi strategi
ini tidak terlalu efektif walaupun guru sudah berusaha dan mendorong peserta
didik, namun suasana kelas dikuasai oleh hanya segelintir orang.
Berdasarkan uraian tersebut, untuk mengatasi masalah di atas maka
dilakukan penelitian tindakan kelas dengan judul meningkatkan hasil belajar
matematika melalui Model Eliciting Activities (MEAs) pada peserta didik kelas
VII A SMP Negeri 9 Marusu.

2
B. Profil Hasil Belajar
Masih banyak hasil belajar peserta didik di kelas VII A yang belum
mencapai standar yang telah ditetapkan terutama hasil belajar matematika.
Kenyataan tersebut memperburuk situasi atau pembelajaran matematika.
Beberapa peserta didik yang hanya bermain-main dengan teman-temannya dan itu
hanya mengganggu kegiatan belajar mengajar. Tidak hanya itu, adapeserta didik
yang ribut di dalam kelas tanpa menghiraukan guru yang sedang menjelaskan di
depan kelas. Walaupun mereka mempelajari matematika akan tetapi kemampuan
dasar matematika yang mereka sangat kurang. Oleh karena itu, proses belajar
mengajar pelajaran matematika kelas VII A masih belum efektif dengan
kenyataan yang terjadi pada saat berlangsungnya pembelajaran.
Berdasarkan uraian tersebut, untuk mengatasi masalah di atas, maka kami
berusaha menggunakan model baru untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam
mempelajari matematika dengan menggunakan Model Eliciting Activities (MEAs)
pada siswa kelas VII A SMP Negeri 9 Marusu.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang yang telah dikemukakan, maka
masalah yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini adalah “Apakah
dengan menggunakan Model Eliciting Activities (MEAs) dapat meningkatkan
hasil belajar matematika siswa kelas VII A SMP Negeri 9 Marusu?”

D. Pemecahan Masalah
Untuk memecahkan masalah rendahnya hasil belajar peserta didik dalam
belajar, maka diadakan penelitian tindakan kelas melalui penerapan Model
Eliciting Activities (MEAs) pada siswa kelas VII A SMP Negeri 9 Marusu.

3
E. Argumentasi Logis Pilihan Tindakan
Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam mempelajar matematika
saya menggunakan model pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs).
Diantara sekian banyak model pembelajaran, model pengajaran ini adalah salah
satu alternatif yang dapat dipilih.
Dalam pembelajaran Model Eliciting Activities (MEAs) siswa bekerja
sama dalam kelompok kecil, mereka saling membantu untuk mempelajari suatu
permasalahan yang diberikan dan menyelesaikan masalah tersebut secara
bersama-sama melalui bimbingan guru. Pembelajaran MEAs merupakan
pembelajaran yang didasarkan pada situasi kehidupan nyata siswa, bekerja dalam
kelompok kecil, dan menyajikan sebuah model matematika sebagai solusi
Salah satu prinsip pembelajaran dengan pendekatan MEAs adalah

permasalahan yang disajikan dalam pembelajaran merupakan permasalahan yang

realistik sebagaimana disampaikan oleh Lest (Chamberlin dan Moon. 2008:7)

yaitu “ Making the problem a realistic one is defining characteristic of MEAs”.

Melalui penyajian permasalahan yang realistik diharapkan dapat memunculkan

ketertarikan siswa dan diharapkan siswa dapat dengan mudah memahami

permasalahan karena dekat dengan kehidupan sehari-hari siswa.

Selain menyajikan permasalahan yang realistik, pembelajaran dengan

pendekatan MEAs melibatkan aktivitas menciptakan model matematis. Model

matematis dapat diartikan sebagai sebuah penyajian suatu situasi maupun benda

dalam bentuk matematis. Dengan demikian, diharapkan pembelajaran ini dapat

melatih siswa untuk menyajikan gagasan matematika dengan menerjemahkan

masalah ke dalam bentuk matematis baik berupa gambar, simbol, maupun

persamaan matematis.

4
F. Tujuan
Mengacu pada permasalahan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
melalui Penelitian Tindakan Kelas ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar
matematika siswa kelas VII A SMP Negeri 9 Marusu dengan penggunaan Model
Eliciting Activities (MEAs)

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Belajar
1. Pengertian belajar
Belajar merupakan suatu proses yang terjadi pada setiap orang mulai
dari lahir sampai meninggal. Proses belajar terjadi karena adanya interaksi
antara seseorang dan lingkungan sekitarnya. Belajar dapat dilakukan kapan
dan dimana saja.
Menurut pandangan modern, belajar adalah proses perubahan tingkah
laku berkat interksi dengan lingkungan. Seseorang dinyatakan melakukan
kegiatan belajar setelah ia memperoleh hasil, yakni perubahan tingkah laku.
Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti
dan lain sebagainya.
Menurut Syah ( Eka febriani wulandari, 2016) belajar berarti kegiatan
yang berproses dan merupakan unsur yang sangat penting dalam pendidikan.
Artinya, behasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat
bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada di
sekolah, masyarakat, serta di lingkungan keluarganya sendiri.
Gagasan yang menyatakan bahwa belajar menyangkut perubahan
dalam suatu organisme, berarti belajar juga membutuhkan waktu dan tempat.
Belajar disimpulkan terjadi, bila tampak terjadi tanda-tanda bahwa perilaku
manusia berubah sebagai akibat terjadinya proses pembelajaran.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
proses perubahan tingkah laku yang secara keseluruhan, sebagai akibat dari
pengalaman dan latihan, dengan perubahan-perubahan yang dihasilkan
bersifat relatif tetap.

6 6
2. Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan
tingkat keberhasilan yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan proses
belajar. Hasil belajar ini dapat diukur dengan menggunakan tes hasil
belajar. Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang dapat dijadikan sebagai
indikator tentang kemampuan, kesanggupan, penguasaan seseorang
tentang pengetahuan, keterampilan dan sikap atau nilai yang dimiliki oleh
orang itu dalam suatu kegiatan belajar.
Menurut Soedijarto mengemukakan bahwa: “Hasil belajar adalah
tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program
belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang diterapkan. Hasil
belajar dalam hal ini meliputi kawasan kognitif, efektif dan kecakapan
belajar seorang pelajar”.
Menurut Arikunto dalam Ekawarna (2009: 41) yang dimaksud
dengan hasil belajar adalah suatu hasil yang diperoleh siswa setelah
mengikuti proses pengajaran yang dilakukan oleh guru, hasil belajar ini
biasanya dinyatakan dalam bentuk angka, huruf, atau kata-kata baik,
sedang, kurang, dan sebagainya.
Sudjana (2008:22) menyatakan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima
pengalaman belajarnya. Sementara Uno (2007:17) menyatakan bahwa
hasil belajar merupakan pengalaman-pengalaman belajar yang diperoleh
peserta didik dalam bentuk kemampuan-kemampuan tertentu.
Matematika sebagai bahan pelajaran di sekolah yang disajikan oleh
guru dimaksudkan agar siswa dapat menguasainya dengan baik. Dengan
penguasaan bahan pelajaran matematika mengakibatkan terjadinya
perubahan tingkah laku pada diri siswa dalam menguasai bahan pelajaran
yang telah dipelajarinya.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar
matematika adalah tingkat penguasaan terhadap ,materi matematika pada

7
ranah kognitif peserta didik melalui pengalaman belajar sebagai hasil dari
pembelajaran matematika dalam kurung waktu tertentu berdasarkan tujuan
pembelajaran.

B. Model Eliciting Activities (MEAs)


Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan MEAs

merupakan suatu alternatif pendekatan yang berusaha membuat siswa terlibat

secara aktif dalam kegiatan pembelajaran matematika di dalam kelas.

1) Pengertian pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs)

Secara epistimologi, ada tiga kata yang dapat dikaji yaitu model,

eliciting, dan activity. Jika diterjemahkan dalam bahasa Bahasa Indonesia

model dapat diartikan sebagai rumus atau langkah-langkah yang digunakan

untuk menyelesaikan suatu masalah. Eliciting artinya membangun/

membentuk. Activity artinya aktivitas. Dari tiga kata tersebut jelas bahwa

model- eliciting activity adalah kegiatan membangun/ membentuk rumus

atau langkah- langkan untuk menyelesaikan masalah matematika.

Pendekatan Model-Elicitin Activities (MEAs) didasarkan pada

kehidupan nyata siswa, maksudnya dalam pembelajaran Model-Eliciting

Activities (MEAs) permasalahan yang diberikan kepada siswa merupakan

masalah yang ada di kehidupan nyata. Dengan adanya permasalahan

tersebut siswa dapat lebih mudah memahami masalah dan menerjemahkan

masalah dengan baik.

Menurut Hamilton ( Eka febriani , 2016) Model-Eliciting Activities

(MEAs) adalah “ MEAs is problem that simulates real-world situations,

that small team 3-5 students work to solve over one or two class

8
periods. The crucial problem-solving iteration of an MEAs is to

express, test and revise models that will solve the problem”. Artinya

MEAs adalah masalah yang didasarkan pada situasi dunia nyata, dengan

tim kecil 3-5 siswa bekerja untuk memecahkan lebih dari satu atau dua

masalah. Proses pemecahan masalah yang paling penting dari MEAs

adalah untuk mengemukakan, menguji dan meninjau kembali model yang

akan memecahkan suatu masalah. Chamberlin dan Moon (Widyastuti,

2011) mengatakan bahwa setiap kegiatan MEAs terdiri atas empat bagian.

Bagian pertama adalah mempersiapkan konteks permasalahan dan

menyajikan masalah. Bagian kedua adalah bagian pertanyaan “siap-siaga”

yang bertujuan untuk memastikan bahwa siswa telah memiliki pengetahuan

dasar yang mereka perlukan untuk menyelesaikan permasalahan. Bagian

ketiga adalah bagian pengumpulan data dan bagian keempat adalah

pemecahan masalah. Salah satu karakteristik unik dari MEAs adalah bahwa

siswa menyelesaikan masalah yang diberikan kepada mereka dan

mengeneralisasi model yang mereka buat untuk situasi serupa.

Berdasarkan uraian di atas, pendekatan Model-Eliciting Activities

(MEAs) adalah pendekatan yang berpusat pada siswa dimana kegiatan yang

dilakukan dimulai dengan penyajian masalah dari kehidupan nyata yang ada

di sekitar siswa, kemudian dari permasalahan dibentuk suatu model,

selanjutnya siswa berupaya mencari penyelesaian dari model tersebut

sebagai solusi

9
2) Prinsip Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs)

Lesh dan Doerr (Eka , 2016) menyatakan enam prinsip untuk

mengembangkan Model-Eliciting Activities (MEAs), yaitu: The personal

meaningfulness principle, The model construction principle, The self-

evaluation principle, The model documentation principle, The simple

prototype principle, and The model generalisation principle. Apabila

dijabarkan ke- enam prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

1. The personal meaningfulnes principle (Prinsip

kebermaknaan)

Skenario dalam pembelajaran harus realistis dan terjadi di kehidupan

nyata. Prinsip ini untuk meningkatkan minat siswa, dengan

permasalahan yang realistis lebih memungkinkan solusi kreatif dari

siswa.

2. The model construction principle (Prinsip konstruksi model)

Penciptaan sebuah model. Prinsip ini berisi pengkonstruksian,

pemodifikasian, perluasan dan peninjauan kembali dari sebuah

model. Penciptaan model membutuhkan pemahaman masalah yang

mendalam sehingga membantu siswa membentuk pemikiran mereka.

3. The self-evaluation principle (Prinsip penilaian diri)

Siswa harus mampu mengukur kelayakan dan kegunaan solusi

tanpa bantuan guru. Prinsip ini terjadi saat kelompok-kelompok

mencari jawaban yang tepat. Biasanya siswa jarang menemukan

10
jawaban yang terbaik pada usaha pertama dan siswa akan melakukan

usaha berikutnya untuk memperoleh jawaban yang lebih tepat.

4. The model documentation principle (Prinsip dokumentasi

model)

Prinsip ini menyatakan pemikiran siswa sendiri selama bekerja dan

proses berpikir mereka harus didokumentasikan dalam solusi. Tuntutan

dokumentasi solusi melibatkan teknik penulisan.

5. The simple prototype principle (Prinsip prototipe sederhana)

Model yang dihasilkan harus dapat mudah dimengerti oleh orang lain.

Prinsip ini membantu siswa belajar bahwa solusi kreatif yang

diterapkan pada masalah matematika sangat berguna dan dapat

digunakan secara umum.

6. The model generalisation principle (Prinsip generalisasi model)

Model harus dapat digunakan pada situasi yang serupa. Prinsip ini

menyatakan bahwa model harus dapat digunakan pada situasi serupa.

Jika model yang dikembangkan dapat digeneralisasi pada situasi

serupa, maka respon siswa dikatakan sukses.

3) Tahapan Pendekatan Model Eliciting Activities (MEAs)

Chamberlin menjelaskan bahwa, “MEAs is implementedin several

steps. First, the teacher reads a simulated newspaper article that develops a

context for students. Subsequently, the students respond to readiness

questions that are based on the article. Next, the teacher reads the problem

statement with the students and makes sure each group understands what is

11
being asked and students subsequently attempt to solve the

problem.”

Model-Eliciting Activities (MEAs) dapat diterapkan dalam beberapa

langkah, yaitu:

1. Guru membaca sebuah artikel yang mengembangkan konteks siswa

2. Siswa siap dengan pertanyaan berdasarkan artikel tersebut

3. Guru membacakan pernyataan masalah bersama siswa dan

memastikan bahwa setiap kelompok mengerti apa yang sedang

ditanyakan

4. Siswa berusaha untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Model-Eliciting Activities (MEAs)di dalamnya terdapat proses

pemodelan matematis. Proses pemodelan matematis adalah proses yang

meliputi tahap-tahap yang saling berhubungan. Tahap-tahap dasar dalam

proses permodelan matematis adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi dan menyederhanakan situasi masalah dunia nyata.

Pada tahap pertama, siswa mengidentifikasi masalah yang akan

dipecahkan dalam situasi dunia nyata, dan menyatakannya dalam bentuk

yang setepat mungkin. Dengan observasi, bertanya dan diskusi, siswa

berpikir tentang informasi mana yang penting atau tidak dalam situasi

yang diberikan. Kemudian siswa menyederhanakan situasi dengan

mengabaikan informasi yang kurang penting.

12
b. Membangun model matematis.

Pada tahap kedua, siswa mendefinisikan variabel, membuat notasi,

membuat grafik, atau menuliskan persamaan. Dalam tahap ini siswa

didorong untuk membuat suatu model.

c. Mentransformasi dan memecahkan model.

Pada tahap ketiga yaitu transformasi, siswa menganalisa dan

memanipulasi model untuk menemukan solusi terhadap masalah yang

terindentifikasi. Tahapan ini biasa dilakukan oleh siswa. Model dari

tahap kedua dipecahkan, dan jawaban dipahami dalam konteks

masalah yang sebenarnya. Siswa mungkin perlu menyederhanakan

model lebih lanjut jika model tersebut tidak dapat dipecahkan.

d. Menginterpretasi model.

Pada tahap keempat yaitu interpretasi, siswa membawa solusi dari

model kembali ke situasi masalah yang spesifik. Jika model yang

sudah dikonstruk telah melewati pengujian, model tersebut dapat

dipertimbangkan sebagai model yang kuat.

4) Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Model Eliciting Activities

(MEAs)

1) Kelebihan Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs)

diantaranya:

a) Siswa belajar mengolah model matematika melalui

pemikiran yang mendalam.

b) Kegiatan ini dapat membantu siswa mengeluarkan kmasalah.

13
c) Selain itu, MEAs juga dapat membantu siswa memecahkan

masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-

hari yang terjadi di sekitar mereka.

2) Kekurangan Pendekatan Model-Eliciting Activities (MEAs)

diantaranya:

a) Kurang terbiasanya siswa dan guru dengan pendekatan ini.

b) Guru membutuhkan waktu yang lama saat pembelajaran

c) Guru membutuhkan banyak referensi untuk

menyiapakan bahan pembelajaran.

14
BAB III
PROSEDUR PELAKSANAAN

A. Jumlah Siswa, Tempat, dan Waktu pelaksanaan P2K


Penelitian ini bersifat action research (penelitian tindakan) yang
dilaksanakan selama 2 bulan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII A di
SMP Negeri 9 Marusu dengan jumlah siswa 33 orang yang terdiri dari 16 siswa
laki-laki dan 17 siswa perempuan. Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 kali
pertemuan dalam seminggu yakni hari selasa dan sabtu.

B. Langkah-Langkah Pembuatan Perangkat Pembelajaran Inovatif


Hal yang pertama dilakukan adalah melihat silabus matematika kelas VII
A semester genap yang diberikan oleh guru pembimbing, langkah kedua
menyusun RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang disesuaikan dengan
silabus, serta merumuskan alat evaluasi berupa soal-soal dalam bentuk kelompok
dan individu. Selanjutnya dapat dilihat pada bagan alur di bawah ini:

Studi Pendahuluan Menyusun RPP dan


dengan meneliti Rencana tindakan Siklus I
silabus.

Rencana Tindakan Pelaksanaan


Refleksi
Siklus 2 Tindakan dan
Pengamatan

Pelaksanaan Refleksi Simpulan


Tindakan dan
Pengamatan

1. Prosedur Pembuatan RPP


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) adalah rencana yang
menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk
mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan. RPP dibuat sesuai dengan
kurikulum yang berlaku di sekolah SMP Negeri 9 Marusu yaitu KTSP dan

15
15
Kurikulum 2013 Revisi. Kelas VII menggunakan Kurikulum 2013 Revisi.
Adapun langkah - langkah menyusun RPP tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mengisi kolom identitas sekolah
2) Mengisi kolom identitas mata pelajaran atau tema/ subtema
3) Menulis materi pokok
4) Menentukan alokasi waktu yang dibutuhkan untuk pertemuan yang telah
ditetapkan
5) Merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan KD
6) Menentukan KD dan indikator yang akan digunakan yang terdapat pada
silabus yang telah disusun
7) Mengidentifikasi materi ajar berdasarkan materi pokok / pembelajaran
yang terdapat dalam silabus. Materi ajar merupakan uraian dari materi
pokok / pembelajaran.
8) Menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan
9) Menentukan media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran
10) Mentukan sumber belajar
11) Merumuskan langkah - langkah pembelajaran yang terdiri dari kegiatan
awal, inti, dan akhir.
12) Menyusun kriteria penilaian, lembar pengamatan, contoh soal,
teknik perskoran, dan lain - lain.

2. Prosedur pembuatan Alat evaluasi


Evaluasi adalah penentuan nilai suatu program dan penentuan
pencapaian tujuan suatu program.Langkah - langkah penyusunan alat evaluasi
(tes )
1) Penentuan tujuan tes
2) Penyusunan kisi -kisi tes
3) Penulisan soal
4) Penelaahan Soal (validasi soal)
5) Perakitan soal menjadi perangkat tes
6) Uji coba soal termasuk analisisnya

16
7) Penyajian tes kepada siswa
8) Skoring ( pemeriksaan jawaban siswa )

C. Implementasi RPP dan Evaluasi di kelas


Setelah menyusun Rencana Pelakasanaan Pembelajaran (RPP), maka
proses belajar mengajar pun dapat dimulai. Kegiatan pembelajaran dilakukan
dengan mengacu pada RPP yang telah dibuat, pelaksanaan siklus pertama dan
siklus kedua mengacu pada jadwal mata pelajaran matematika kelas VII A yang
telah ditetapkan oleh sekolah yakni setiap hari Selasa pada pukul 10.40-12.50
WITA dan hari Sabtu pada pukul 07.30-08.50 WITA. Pada siklus pertama ada 4
RPP untuk 4 kali pertemuan RPP untuk pertemuan pertama dilaksanakan pada
tanggal 28 Februari 2017.
Pembelajaran diawali dengan memberikan penjelasan tentang model dan
pendekatan yang akan diterapkan, menyampaikan inti-inti materi pembelajaran
dengan metode ceramah, guru mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan
dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan jawaban
pertanyaan tersebut secara mandiri. Tahap selanjutnya adalah
mengorganisasikan siswa ke dalam beberapa kelompok-kelompok belajar yang
terdiri dari 5-6 orang, kemudian guru meminta siswa mendiskusikan pertanyaan
yang diberikan dengan teman satu kelompok masing-masing. Guru membimbing
kelompok-kelompok belajar dalam mengerjakan tugas. Setelah selesai
dikerjakan, guru memberikan pertanyaan untuk seluruh siswa dengan tujuan
untuk mengecek sampai dimana siswa dapat memahami apa yang diajarkan, pada
saat pemberian pertanyaan siswa tidak boleh saling membantu. Guru
mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari dan memberikan
penghargaan kepada kelompok yang memiliki hasil kerja terbaik. Evaluasi di
kelas dilaksanakan dalam bentuk tes tertulis, tugas individu, LKS dan uji
kompetensi. Selanjutnya dapat dilihat pada lampiran mengenai RPP dan alat
evaluasi.

17
BAB IV
HASIL PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pelaksanaan
1. Siklus I
a. Hasil analisis kuantitatif
Pada siklus I ini dilaksanakan tes hasil belajar yang berbentuk
ulangan harian setelah penyajian materi selama 4 kali pertemuan. Adapun
data skor hasil belajar siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Banyaknya siswa (fi) fi. xi xi2 fi. xi2
Skor (xi)

55 1 55 3025 3025
60 5 300 3600 18000
65 7 455 4225 29575
70 8 560 4900 39200
75 3 225 5625 16875
80 6 480 6400 38400
85 1 85 7225 7225
90 2 180 8100 16200
Jumlah 33 2340 43100 168500

a) Skor rata-rata:
∑ 𝑓𝑖.𝑥𝑖
x= ∑ 𝑓𝑖

2340
= = 70,9
33

b) Rentangskor = skormaksimum – skor minimum


= 90 - 55
= 35

18
18
c) Standardeviasi:
2
1  
= (n)(  fi.xi 2 )    fi.xi 
n i 1  i 1 
1
= (33)(168500)  (2340) 2
33

1
= 5560500  5475600
33

1 291,37
= 84900   8.82
33 33

STATISTIK SKOR HASIL BELAJAR SISWA PADA SIKLUS I


Satistik Nilaistatistik
Subjek 33
Skor Ideal 100
SkorMaksimum 90
Skor Minimum 55
RentangSkor 35
Skor Rata-rata 70,0
Standardeviasi 8,82

2. Siklus II
Pada siklus II ini juga dilaksanakan tes hasil belajar yang berbentuk
ulangan harian setelah penyajian materi selama 4 kali pertemuan. Adapun
data skor hasil belajar siklus II dapat dilihat pada tabel berikut ini:

19
Banyaknyasiswa (fi) fi. xi xi2 fi. xi2
Skor (xi)

60 1 60 3600 3600
65 1 65 4225 4225
70 5 350 4900 24500
75 11 825 5625 61875
80 1 80 6400 6400
85 5 425 7225 36125
90 5 450 8100 40500
95 2 190 9025 18050
100 2 200 10000 20000
Jumlah 33 2645 59100 215275

a) Skor rata-rata:
∑ 𝑓𝑖.𝑥𝑖
x= ∑ 𝑓𝑖

2645
= =80,15
33

b) Rentangskor = skormaksimum – skor minimum


= 100 - 60
= 40

c) Standardeviasi:
2
1  
= (n)(  fi.xi 2 )    fi.xi 
n i 1  i 1 
1
= (33)( 215275)  (2645) 2
33

1
= 7104075  6996025
33

20
1 328,70
= 108050   9,96
33 33

STATISTIK SKOR HASIL BELAJAR SISWA PADA SIKLUS II


Satistik Nilai Statistik
Subjek 33
Skor Ideal 100
SkorMaksimum 100
Skor Minimum 60
RentangSkor 40
Skor Rata-rata 80.15
Standardeviasi 9.96

HASIL PENGAMATAN SIKAP DAN AKTIVITAS SISWA

a. Siklus I

No. INDIKATOR Siklus I


I II III IV
1. Jumlah siswa yang hadir 30 32 33 33
2. Siswa yang memperhatikan pembahasan
22 29 30 32
materi pelajaran
3. Siswa yang bertanya tentang materi yang
10 9 14 6
belum dimengerti
4. Siswa yang melakukan kegiatan lain pada saat
6 3 4 5
proses belajar berlangsung
5. Siswa yang meminta bimbingan kepada guru
7 8 8 12
pada saat belajar mengerjakan latihan soal.
6. Siswa yang memberi bimbingan pada teman 3 4 6 6
7. Siswa yang aktif dalam megerjakan latihan 6 8 7 19
8. Siswa yang memberi tanggapan terhahap
4 3 6 14
jawaban temannya

21
b. Siklus II

No. INDIKATOR Siklus II


V VI VII VIII
1. Jumlah siswa yang hadir 32 32 33 33
2. Siswa yang memperhatikan pembahasan
32 32 31 33
materi pelajaran
3. Siswa yang bertanya tentang materi yang
4 2 2 4
belum dimengerti
4. Siswa yang melakukan kegiatan lain
2 - - -
padasaat proses belajar berlangsung
5. Siswa yang meminta bimbingan kepada guru 4 2 2 6
pada saat belajar mengerjakan latihan soal.
6. Siswa yang memberi bimbingan pada teman 4 7 9 18
7. Siswa yang aktif dalam megerjakan latihan 24 30 32 33
8. Siswa yang memberi tanggapan terhahap
20 24 29 26
jawaban temannya

c. Hasil analisis kualitatif


Selama penelitian berlangsung, selain terjadi peningkatan hasil
belajar fisika pada siklus I dan siklus II tercatat sejumlah perubahan yang
terjadi pada setiap siswa terhadap pelajaran fisika. Perubahan tersebut
diperoleh dari lembar observasi pada setiap siklus. Lembar observasi
tersebut untuk mengetahui perubahan sikap siswa selama proses belajar
mengajar berlangsung.
Adapun perubahan sikap siswa pada siklus II adalah sebagai
berikut:
1. Kehadiran siswa semakin meningkat dan semangat memperhatikan
pelajaran semakin terlihat, walaupun masih ada beberapa siswa yang
kadang melakukan kegiatan lain ketika guru sedang menjelaskan.
2. Sudah terlihat keseriusan siswa dalam menyelesaikan soal-soal serta
sudah terlihat kekompakan dalam kelompoknya.
3. Keaktifan siswa dalam proses belajar menjawab pertanyaan maupun
bertanya tentang materi yang dibahas. Mereka saling bersaing ingin
kelompoknya yang unggul.

22
4. Siswa sudah mampu mengerjakan soal latihan dengan meminta
bimbingan dari guru serta bertanya kepada teman sekelompoknya.
5. Siswa yang mengerjakan di papan tulis dengan benar semakin
meningkat berkat adanya kerjasama anggota kelompoknya.
6. Pada siklus II ini siswa sudah mulai berani mengangkat tangan dan
mempresentasikan hasil kerjasama mereka.

d. Hasil Analisis Refleksi


Pada siklus II peneliti sedikit mengalami kesulitan yaitu pada saat
pembentukan kelompok baru, banyak siswa yang tidak ingin kelompoknya
diubah tapi setelah diberikan sedikit arahan mereka menerima satu sama
lain. Sehingga pada pertemuan berikutnya perhatian, minat dan motivasi
belajar serta kerja sama antara sesama anggota kelompoknya dalam proses
belajar mengajar sudah mengalami peningkatan, dilihat dari siswa yang
ditunjuk dapat mewakili kelompoknya mengerjakan soal di papan tulis dan
mengerjakan soal di papan tulis dan mengerjakan soal dengan cepat dan
benar serta membimbing teman sekelompoknya.
Pada siklus II semangat dan keaktifan siswa semakin ditandai
dengan memperlihatkan kemajuan. Secara umum dapat dikatakan bahwa
seluruh kegiatan pada siklus II ini mengalami peningkatan walaupun
masih ada beberapa kegiatan yang mengalami penurunan tapi
dibandingkan dengan siklus I yang jauh lebih menurun.

B. Pembahasan Hasil Penelitian


Dalam penelitian ini diterapkan pembelajaran Model Eliciting Activities
(MEAs) yang terdiri dari dua siklus. Penelitian ini membuahkan hasil yang
signifikan yakni meningkatnya kualitas proses dan hasil belajar matematika kelas
VII A SMP Negeri 9 Marusu

23
Peningkatan yang terjadi bila dilihat dari tabelsebagai berikut:
Tabel.2,. Perbandingan hasil belajar pada setiap siklus.
Nilai Perolehan dari 33 siswa Ketuntasan
Siklus
Maks Min Mean Tuntas Tidak tuntas
1 90 55 70,09 13 20

2 100 60 80,15 26 7

Berdasarkan hasil deskriptif tabel di atas menunjukkan bahwa setelah


dilaksanakan dua kali tes siklus, siswa yang tuntas secara perorangan pada siklus I
adalah dari 13 siswa meningkat menjadi 26 siswa pada siklus II. Pada siklus I
ketidaktuntasan belajar 20 siswa dan menurun menjadi 7 siswa pada siklus ke II.

24
BAB V
PENUTUP

A. Simpulan
Setelah dilakukan penelitian Tindakan kelas untuk meningkatkan hasil
belajar matematika melalui pembelajaran dengan Model Eliciting Activities
(MEAs) pada siswa kelas VII A SMP Negeri 9 Marusu. Hal ini dapat dilihat dari:
1. Adanya peningkatan hasil belajar matematika siswa dari setiap siklus.
2. Terjadinya peningkatan persentase kehadiran siswa, perhatian, minat,
keaktifan, serta semangat belajar siswa dalam proses belajar mengajar.
3. Pembelajaran MEAs selain meningkatkan hasil belajar juga dapat
meningkatkan sifat kerjasama antara siswa, serta dapat menimbulkan rasa
percaya diri untuk menyelesaikan soal yang diberikan.

B. Saran
Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh dalam penelitian ini dan
aplikasinya dalam upaya peningkatan mutu pendidikan, maka beberapa hal yang
disarankan antara lain sebagai berikut:
1. Sebagai tindak lanjut penerapan Model Eliciting Activities (MEAs) pada saat
pembelajaran diharapkan kepada guru untuk lebih memberikan keluwesan
siswa untuk berekspresi dan berkreasi untuk dapat menemukan sendiri dan
menyimpulkan hubungan antara konsep dan rumus-rumus dalam pelajaran
matematika
2. Melihat hasil penelitian yang dipeoleh melalui penerapan Model Eliciting
Activities (MEAs) dalam pembelajaran sangatlah bagus, maka diharapkan
kepada guru matematika agar dapat menerapkan model pembelajaran ini
dalam proses pembelajaran.

25 25
DAFTAR PUSTAKA

Chamberlin, S. A., Moon, S. M. “How Does the Problem Based Learning


Approach Compare to the Model-Eliciting Activities Approach in
Mathematics?”, International Journal Of Teaching and Learning,
America: University of Wyoming, Purdue University, 2005.

Depdiknas. Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses


untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah , Jakarta, 2007.

Hamilton, Eric., Lesh, Richard. et. al. “Model-Eliciting Activities (MEAs) as


a Bridge Between Engineering Education Research and Mathematics
Education Research”, Advance in Engineering Education, Summer, 2008

Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.

Sanjaya,Wina. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta

26

Anda mungkin juga menyukai