CA Mammae Fix

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 36

Referat

Ca Mammae

Disusun Oleh :

Venia

112016360

Pembimbing :

dr. Ngatman H, Sp. B

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS

PERIODE 16 OKTOBER 2017-23 DESEMBER 2017


DAFTAR ISI

Daftar Isi....................................................................................................................................................................2

Kata Pengantar.........................................................................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................................................7

2.1 Definisi Payudara..............................................................................................................................7

2.2 Embriologi Perkembangan Payudara ...........................................................................................7

2.3 Anatomi Payudara............................................................................................................................8

2.4 Fisiologi Payudara ............................................................................................................................9

2.5 Definisi Kanker Payudara ............................................................................................................ 10

2.6 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik............................................................................................. 10

2.7 Pemeriksaan Penunjang................................................................................................................ 11

2.8 Epidemiologi .................................................................................................................................. 15

2.9 Etiologi............................................................................................................................................ 16

2.10 Patogenesis.................................................................................................................................... 19

2.11 Manifestasi Klinis ........................................................................................................................ 20

2.12 Klasifikasi Kanker Payudara ..................................................................................................... 20

2.12.1 Klasifikasi Patologi ......................................................................................................... 22

2.12.2 Klasifikasi Berdasarkan Klinis Kanker Payudara ..................................................... 24

2.13 Staging ........................................................................................................................................... 24

2.14 Grading.......................................................................................................................................... 25

2.15 Penatalaksanaan ........................................................................................................................... 28

2.15.1 Pembedahan.................................................................................................................. 28

2
2.15.2 Radioterapi .................................................................................................................... 30

2.15.3 Terapi Sistemik............................................................................................................. 31

2.16 Prognosis ....................................................................................................................................... 32

2.17 Pencegahan ................................................................................................................................... 32

BAB III KESIMPULAN................................................................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 36

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Tuhan Yang Maha Esa karena kehendak-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Ca Mammae”.

Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah. Mengingat
pengetahuan dan pengalaman penulis serta waktu yang tersedia untuk menyusun makalah ini sangat terbatas,
penulis sadar masih banyak kekurangan baik dari segi isi, susunan bahasa, maupun sistematika penulisannya.
Untuk itu kritik dan saran pembaca yang membangun sangat penulis harapkan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dr. Ngatman H, Sp.B selaku
pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Bedah di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus, yang telah memberikan
masukan yang berguna dalam penyusunan makalah ini.

Akhir kata penulis berharap kiranya maklah ini dapat menjadi masukan yang berguna dan bisa menjadi
informasi bagi tenaga medis dan profesi lain terkait dengan masalah kesehatan pada umumnya, khususnya
tentang Ca Mammae.

Kudus, 3 Oktober 2017

Venia

4
BAB I

PENDAHULUAN

Kanker payudara masih menjadi masalah kesehatan utama bagi perempuan di seluruh
dunia. Bahkan, angka kejadian penyakit ini terus mengalami peningkatan dalam 10 tahun
terakhir di berbagai belahan dunia.1

Kanker payudara atau yang di kenal pula dengan Carsinoma Mammae (Ca Mammae)
adalah sebuah tumor ganas yang tumbuh dalam jaringan payudara. Tumor ini dapat tumbuh
dalam kelenjar susu, jaringan lemak, maupun pada jaringan ikat payudara. Selama beberapa
dekade terakhir, perkembangan risiko kanker payudara telah meningkat baik di negara maju
maupun negara berkembang yaitu 1% - 2% per tahunnya. Jumlah kasus kanker payudara di
dunia menduduki peringkat kedua setelah kanker serviks. Kanker payudara menjadi salah
satu pembunuh utama wanita. Terdapat kecenderungan peningkatan kasus kanker payudara
baik di dunia maupun di Indonesia, dengan lebih dari 1.000.000 kasus yang terjadi di seluruh
dunia setiap tahunnya.1

World Health Organization (WHO) pada tahun 2010, memperkirakan sebanyak


206.966 wanita di Amerika Serikat (AS) terdiagnosa kanker payudara dan sebanyak 40.996
wanita meninggal dunia akibat kanker payudara. Di perkirakan 1 diantara 8 wanita di
Amerika Serikat (± 12,8 %) mengidap kanker payudara selama hidupnya. Satu juta lebih
kasus baru dan 370.000 kematian tiap tahunnya terjadi di seluruh dunia.1

Di Indonesia kanker payudara merupakan salah satu kanker terbanyak. Berdasarkan


Pathological Based Registration, kanker payudara menempati urutan pertama dengan
frekuensi relatif sebesar 18,6%. (Data Kanker di Indonesia Tahun 2010, menurut data
Histopatologik ; Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Indonesia
(IAPI) dan Yayasan Kanker Indonesia (YKI)). Diperkirakan angka kejadiannya di Indonesia
adalah 12/100.000 wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar 92/100.000 wanita dengan
mortalitas yang cukup tinggi yaitu 27/100.000 atau 18 % dari kematian yang dijumpai pada
wanita. Penyakit ini juga dapat diderita pada laki - laki dengan frekuensi sekitar 1 %. Dan
lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut, dimana upaya pengobatan
sulit dilakukan. Dimana masih menjadi masalah karena 68,6% pasien berobat ke dokter pada
stadium lanjut (IIIa dan IIIb), sedangkan pada stadium dini (stadium I dan II) hanya 22,4%.2

5
Penyebab kanker payudara belum diketahui secara pasti, karena dapat disebabkan oleh
multifaktor, dimana faktor-faktor tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya. Beberapa
faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh besar dalam terjadinya kanker payudara
adalah riwayat keluarga, hormonal dan faktor lain yang bersifat eksogen / faktor luar.
Menurut Price dan Wilson, terdapat beberapa faktor yang berkaitan dengan kanker payudara
yaitu, faktor usia, lokasi geografis, status perkawinan, paritas, riwayat menstruasi, riwayat
keluarga, serta riwayat terpajan radiasi. Kejadian kanker payudara banyak terjadi pada
populasi wanita menopause. Faktor usia sebagai faktor risiko kejadian kanker payudara
diperkuat dengan data bahwa 78% kanker payudara terjadi pada pasien yang berusia lebih
dari 50 tahun dan hanya 6% pada pasien yang kurang dari 40 tahun. Rata-rata usia pada saat
ditemukannya kanker adalah 64 tahun, tetapi wanita yang menopause setelah usia 55 tahun
mempunyai dua kali risiko timbulnya kanker payudara dibandingkan wanita yang
menopausenya mulai sebelum usia 45 tahun.3

6
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Payudara

Payudara merupakan organ seks sekunder yang merupakan simbol femininitas


perempuan. Adanya kelainan pada payudara akan dapat mengganggu pikiran, emosi, serta
menurunkan kepercayaan diri seorang perempuan.4

Payudara atau mammae adalah struktur kulit yang dimodifikasi, bergranular di bagian
anterior toraks. Pada perempuan payudara mengandung unsur yang dapat mensekresi susu
untuk makanan bayi. Mammae atau glandula mammaria pada wanita merupakan kelenjar
tubuloalveolar kompleks yang terdiri dari 15 sampai 25 lobus yang berjalan radikal ke arah
puting susu dan dipisahkan oleh jaringan ikat dan lemak, setiap lobus mempunyai duktus
ekskretorius (lactiferous) yang bermuara pada putting susu (aerola mammae). Tiap lobus
dibagi lagi menjadi lobulus, dengan duktus alveolaris dan alveoli menjadi sekresi dari
kelenjar.5

2.2 Embriologi Perkembangan Payudara

Payudara mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio berupa penebalan
ektodermal disepanjang garis(disebut garis susu) yang terbentang dari aksila sampai regio
inguinal.4

Pada manusia, golongan primata gajah, dan ikan duyung, dua pertiga kaudal dari garis
tersebut segera menghilang dan meninggalkan bagian dada saja, yang akan berkembang
menjadi cikal bakal payudara.4

Beberapa hari setelah kelahiran, dapat terjadu pembesaran payudara unilateral atau
bilateral diikuti dengan sekresi cairan keruh. Keadaan yang disebut mastitis neonatorum ini
disebabkan oleh berkembangnya sistem duktus dan tumbuhnya asinus* serta vaskularisasi
pada stroma yang dirangsang secara tidak langsung oleh tingginya kadar estrogen ibu dalam
sirkulasi darah bayi. Setelah lahir, terjadi penurunan kadar estrogen yang merangsang
hipofisis untuk memproduksi prolaktin. Prolaktin inilah yang menimbulkan perubahan pada
payudara.4

7
2.3 Anatomi Payudara

Kelenjar susu merupakan sekumpulan kelenjar kulit. Batas payudara yang normal
terletak antara iga 2 di superior dan iga 6 di inferior (pada usia tua atau mamma yang besar
bisa mencapai iga 7), serta antara taut sternokostal di medial dan linea aksilaris anterior di
lateral. Pada bagian lateral atasnya, jaringan kelenjar ini keluar dari bulatannya ke arah aksila;
disebut penonjolan Spence atau ekor payudara. Dua pertiga bagian atas mamma terletak
diatas otot pektoralis mayor, sedangkan sepertiga bagian bawahnya terletak di atas otot
seratus anterior, otot oblikus eksternus abdominis, dan otot rektus abdominis.4

Setiap payudara terdiri atas 12 sampai 20 lobulus kelenjar, masing-masing


mempunyai saluran bernama duktus laktiferus yang akan bermuara ke papilla mamma (nipple
areola complex,NAC). Diantara kelenjar susu dan fasia pektoralis, juga diantara kulit dan
kelenjar tersebut, terdapat jaringan lemak. Di antara lobulus, terdapat jaringan ikat yang
disebut ligamentum Cooper yang memberi kerangka untuk payudara.4

Pendarahan payudara terutama berasal dari cabang arteri perforantes anterior dari
arteri mamaria interna, arteri torakalis lateralis yang bercabang dari arteri aksilaris, dan
beberapa arteri interkostalis.4

Payudara sisi superior di persarafi oleh nervus supraklavikula yang berasal dari
cabang ke-3 dan ke-4 pleksus servikal. Payudara sisi medial dipersarafi oleh cabang kutaneus
anterior dari nervus interkostalis. Papila mamma terutama dipersarafi oleh cabang kutaneus
lateral dari nervus interkostalis 4, sedangkan cabang kutaneus lateral dari nervus interkostalis
lain mempersarafi areola dan mamma sisi lateral. Kulit daerah payudara dipersarafi oleh
cabang pleksus servikalis dan nervus interkostalis. Jaringan kelenjar payudara sendiri
dipersarafi oleh saraf simpatik. Ada beberapa saraf lagi yang perlu diingat sehubungan
dengan timbulnya penyulit berupa paralisis dan mati rasa pascabedah, yakni nervus
interkostobrakialis fan nervus kutaneus brakius medialis, yang mengurus sensibilitas daerah
aksila dan bagian medial lengan atas. Pada diseksi aksila, saraf ini sedapat mungkin
dipertahankan sehingga tidak terjadi mati rasa di daerah tersebut.4

Nervus pektoralis yang mengurus otot pektoralis mayor dan minor, nervus
torakodorsalis yang mengurus otot latisimus dorsi, dan nervus torakalis longus yang
mengurus otot seratus anterior sedapat mungkin dipertahankan pada mastektomi dengan
diseksi aksila.4

8
Terdapat enam kelompok kelenjar limfatik yang dikenali oleh ahli bedah yaitu
kelompok limfatik vena aksilaris, mamaria interna, skapular, sentral, subklavikular, dan
interpektoral (Rotter’s group). Sekitar 75% aliran limfatik payudara menyalir ke kelompok
limfatik aksila, sebagian lagi ke kelenjar parasternal (mamaria interna), terutama dari bagian
sentral dan medial, dan ke kelenjar interpektoralis. Pada aksila, terdapat rata-rata 50 (berkisar
dari 10-90 buah) kelenjar getah bening yang berada disepanjang arteri dan vena brakialis.
Saluran limf dari seluruh payudara menyalir ke kelompok anterior aksila, kelompok sentral
aksila, dan kelenjar aksila bagian dalam, yang melalui sepanjang vena aksilaris dan berlanjut
langsung ke kelenjar servikal bagian kaudal dalam di fossa suoraklavikular.4,5

Jalur limf lainnya berasal dari daerah sentral dan medial, yang selain menuju ke
kelenjar sepanjang pembuluh mamaria interna juga menuju ke aksila kontralateral, ke otot
rektus abdominis melalui ligamentum falsiparum hepatis ke hati, pleura, dan payudara
kontralateral.4,5

Untuk standarisasi luasnya diseksi aksila, kelenjar aksila dibagi menjadi tiga level.
Level Berg I terletak disebelah lateral otot pektoralis minor. Level Berg II terletak dibalik otot
pektoralis minor. Level Berg III mencakup kelenjar limfatik subklavikula di sebelah medial
otot pektoralis minor.4,5

2.4 Fisiologi Payudara

Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon. Perubahan


pertama dimulai dari masa hidup anak melalui masa pubertas, lalumasa fertilitas, sampai
klimakterium, hingga menopause. Sejak pubertas, pengaruh estrogen dan progesteron yang
diproduksi ovarium dan juga hormon hipofisis menyebabkan berkembangnya duktus dan
timbulnya asinus.4

Perubahan selanjutnya terjadi sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke-8 haid,
payudara membesar, dan pada beberapa hari sebelum haid berikutnya terjadi pembesaran
maksimal. Kadang, timbul benjolan yang nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari
menjelang haid, payudara menegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi,
sulit dilakukan. Pada waktu itu, mamografi menjadi rancu karena kontras kelenjar terlalu
besar. Begitu haid mulai, semua hal diatas berkurang.4,5

9
Perubahan terakhir terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan, payudara
membesar karena epitel duktus lobul dan duktus alveolus berproliferasi, dan tumbuh duktus
baru.4

Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu laktasi. Air susu diproduksi
oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudia dikeluarkan melalui duktus ke puting susu
yang dipicu oleh oksitosin.4

2.5 Definisi Kanker Payudara

Kanker payudara disebut juga dengan carcinoma mammae adalah sebuah tumor ganas
yang tumbuh dalam jaringan payudara. Tumor ganas ini dapat berasal dari kelenjar, saluran
kelenjar, jaringan lemak maupun jaringan ikat payudara. Kanker ini memang tidak tumbuh
dengan cepat namun berbahaya karena bersifat infiltratif, destruktif, serta dapat
bermetastase.4,6

2.6 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Gejala kanker payudara sangat dipengaruhi oleh lokasi tumpr dan ciri
pertumbuhannya. Berbagai gejala yang biasanya mendorong pasien untuk datang ke dokter
antara lain adanya benjolan di payudara yang tidak nyeri (66%); nyeri usik pada payudara
unilateral maupun bilateral; nyeri lokal disalah satu payudara, retraksi kulit atau puting;
keluarnya cairan dari puting; eksim, radang, atau ulserasi puting susu; benjolan ketiak serta
edema lengan.4

Benjolan yang berukuran kurang dari 1 cm biasanya tidak tampak maupun teraba.
Benjolan superfisial biasanya dapat terpalpasi, sementara benjolan yang lebih dalam sulit
dirasakan.4

Fiksasi tumpr pada kulit yang menimbulkan retraksi kulit (dimpling), dan retraksi
puting yang tidak dapat dijelaskan, dapat menjadi tanda awal kanker. Jika kanker payudara
menginfiltrasi otot pektoralis, retraksi kulit akan jelas terlihat ketika otot pektoralis
dikontraksikan.4

Limfangitis karsinomatosa dapat tampak sebagai inflamasi infeksius (nyeri, bengkak,


merah, demam, dan malaise). Kelainan ini disebabkan oleh obstruksi pembuluh limf kulit dan
jaringan subkutan oleh sel-sel tumor sehingga menimbulkan retraksi kulit yang disebut “peau
d’orange” (kulit jeruk). Gambaran klinis limfangitis karsinoma menggambarkan perburukan

10
dan metastasis yang cepat. Sinonim limfangitis karsinomatosa yaitu karsinoma inflamatorik
atau mastitis karsinomatosa.4

Nyeri usik pada satu atau kedua payudara, yang lumayan sering terjadi, biasanya
berkaitan dengan siklus menstruasi. Jika terdapat nyeri usik, kemungkingan keganasan lebih
kecil, walaupun masih mungkin. Nyeri lokal payudara unilateral mengindikasikan suatu
kelainan jinak maupun ganas sehingga wajib dievakuasi lebih lanjut. Tumor yang teraba
biasanya berupa kista atau tumor solid (jinak atau kerasi). Pada perempuan muda yang
berusia dibawah 30 tahun, nodul pada payudara biasanya merupakan kelainan jinak. Namun
seiring bertambahnya usia, terutama diatas 45 tahun, risiko karsinoma meningkat.4

Keluarnya cairan dari puting unilateral secara spontan biasanya hanya bersifat
sementara. Jika menetap, keluarnya cairan ini mungkin disebabkan oleh ekstasia atau
papiloma duktus payudara dan karsinoma. Keluarnya cairan puting dari kedua paydara
mengarahkan kita pada kecurigaan akan adanya kehamilan.4

Terkadang, keluarnya cairan dari puting secara spontan disebabkan oleh penggunaan
obat atau akibat tumor hipofisis.4

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendukung pemeriksaan klinis, mamografi dan ultrasonografi dapat membantu


deteksi kanker payudara. Pemeriksaan radiodiagnostik untuk staging yaitu dengan rontgen
thoraks, USG abdomen (hepar), dan bone scanning. Sedangkan pemeriksaan radiodiagnostik
yang bersifat opsional (atas indikasi) yaitu magnetic resonance imaging (MRI), CT scan,
PET scan, dan bone survey.4

a) Mamografi
Mamografi merupakan metode pilihan deteksi kanker payudara pada kasus kecurigaan
keganasan maupun kasus kanker payudara kecil yang tidak terpalpasi (lesi samar).
Indikasi mamografi antara lain kecurigaan klinis adanya kanker payudara, sebagai
tindak lanjut pasca mastektomi (deteksi tumor primer kedua dan rekurensi di payudara
kontralateral), dan pasca-breast conserving therapy (BCT) untuk mendeteksi
kambuhnya tumor primer kedua (walaupun lebih sering dengan MRI), adanya
adenokarsinoma metastatik dari tumor primer yang tidak diketahui asalnya, dan
sebagai program skrining. Mamografi perempuan berusia dibawah 35 tahun sering
sulit diinterpretasi karena padatnya jaringan kelenjar payudara. Memograf perempuan

11
pasca menopause lebih muda diinterpretasikan karena jaringan kelenjar payudaranya
sudah mengalami regresi. Oleh karena itu, mamografi digunakan sebagai metode
deteksi dalam program skrining perempuan menopause. Temuan mamograf yang
menunjukkan kelainan yang mengarah ke keganasan antara lain tumor berbentuk
spikula, distorsi, atau iregularitas, mikrokalsifikasi (karsinoma intraduktal), kadang
disertai pembesaran kelenjar limfe.4
Hasil mamografi dikonfirmasi lebih lanjut dengan FNAB, core biopsy, atau biopsi
bedah.4
b) Duktografi
Indikasi utama dilakukannya duktografi adalah adanya luah dari puting yang bersifat
hemoragik. Media kontras radioopak disuntikkan ke duktus utama lalu dilakukan
mamografi tanpa kompresi. Keganasan tampak sebagai massa ireguler atau adanya
multiple filling defect intralumen.4
c) Ultrasonografi
Ultrasonografi berguna untuk menentukan ukuran lesi dan membedakan kista dengan
tumor solid. Sedangkan, diagnosis kelainan payudaranya dapat dipastikan dengan
melakukan pemeriksaan sitologi asirasi jarum halus (FNAB), core biopsy, biopsi
terbuka, atau sentinel node biopsy.4
d) MRI
MRI dilakukan pada (1) pasien usia muda, karena gambaran mamografi yang kurang
jelas pada payudara wanita muda, (2) untuk mendeteksi adanya rekurensi pasca-BCT,
(3) mendeteksi adanya rekurensi dini keganasan payudara yang dari pemeriksaan fisik
dan penunjang lainnya kurang jelas.4
e) Imunohistokimia
Pemeriksaan imunohistokimia yang dilakukan untuk membantu terapi target, antara
lain pemeriksaan status ER (estrogen receptor), PR (progesterone receptor). C-erbB-2
(HER-2 neu), cathepsin-D, p53 (bergantung situasi), Ki67, dan Bcl2.
Seperti sel payudara normal, beberapa sel kanker payudara juga memiliki reseptor
hormon estrogen dan atau progesteron atau tidak memiliki reseptor hormon sama
sekali. Kanker payudara memiliki reseptor estroger disebut ER (+) atau memiliki
reseptor progesteron disebut PR (+), cenderung memiliki prognosis yang lebih baik
karena masih peka terhadap terapi hormonal. Dua dari tiga kanker payudara
setidaknya memiliki satu reseptor hormon ini.4

12
Satu dari lima kanker payudara memiliki sejenis protein pemicu pertumbuhan yang
disebut HER2/neu (disingkat HER2). Penderita kanker payudara HER2 (+) memiliki
gen HER2/neu diekspresikan secara berlebihan. Kanker payudara yang memiliki
status ER (-), PR (-), dan HER2/neu (-), yang disebut sebagai tripel negatif, cenderung
agresif dan prognosisnya buruk.4
f) Biopsi
Setiap ada kecurigaan pada pemeriksaan fisik dan mamogram, biopsi harus dilakukan.
Jenis biopsi dapat dilakukan yaitu biopsi jarum halus (FNAB), core biopsy (jarum
besar), dan biopsi bedah. FNAB hanya memungkinkan evaluasi sitologi, sedangkan
biopsi jarum besar dan biopsi bedah memungkinkan analisis arsitektur jaringan
payudara sehingga ahli patologi dapat menentukan apakah tumor bersifat invasif atau
tidak.4
1) FNAB
Dengan jarum halus sejumlah kecil jaringan dari tumor diaspirasi keluar lalu
diperiksa dibawah mikroskop. Jika lokasi tumor terpalpasi dengan mudah,
FNAB dapat dilakukan sambil mempalpasi tumor. Namun jika benjolan tidak
terpalpasi dengan jelas, ultrasonografi dapat digunakan untuk memandu arah
jarum. Ada juga metode yang disebut biopsi jarum stereotaktik. Berdasarkan
dua mamogram dalam posisi yang berbeda, komputer akan menentukan letak
tumor dengan tepat.4
Walaupun paling mudah dilakukan, spesimen FNAB kadang tidak dapat
menentukan grade tumor dan kadang tidak memberi diagnosis yang jelas
sehingga dibutuhkan biopsi lainnya.4
2) Core biopsy
Biopsi ini menggunakan jarum yang ukurannya cukup besar sehingga dapat
diperoleh spesimen silinder jaringan tumor yang tentu saja lebih bermakna
dibanding FNAB. Core biopsy dapat dilakukan sambil memfiksasi massa
dengan palpasi, ataupun di pandu dengan ultrasonografi, mamografi, ataupun
MRI. Core biopsy dapat membedakan tumor yang noninvasif dengan yang
invasif serta grade tumor, tetapi sekitar 10% core biopsy memberi hasil yang
inkonklusif oleh karenanya memerlukan biopsi terbuka untuk memberi
diagnosis definitifnya.4
Core biopsy dapat digunakan untuk membiopsi kelainan yang tidak dapat
dipalpasi, tetapi terlihat pada mamografi.4

13
3) Biopsi terbuka
Biopsi terbuka dilakukan bila pada mamografi terlihat adanya kelainan yang
mengarah ke tumor maligna, hasil FNAB atau core biopsy yang meragukan.
Bila hasil mamografi positif tetapi FNAB negatif (hanya terlihat sel normal),
biopsi terbuka perlu dilakukan. Bila hasil mamografi negatif (tidak terlihat
adanya kelainan) namun manifestasi klinis pasien mengarah ke kanker
payudara, biopsi terbuka wajib dilakukan.4
Biopsi eksisional adalah mengangkat seluruh massa tumor dan menyertakan
sedikit jaringan sehat disekitar massa tumor, dan biopsi insisional hanya
mengambil sebagian massa tumor untuk kemudian dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi. Pada kanker payudara inflamatoru, biopsi insisional dapat
menyertakan sedikit biopsi kulit (skin punch biopsy).4
Needle localization excisional biopsy (NLB) adalah biopsi eksisional yang
dilakukan dengan panduan jarum dan kawat yang diletakkan dalam jaringan
payudara pada lokasi lesi berdasarkan hasil mamogradi. Berdasarkan
mamografi sebagai petanya, lesi payudara beserta kawat diangkat en bloc.4
4) Sentinel node biopsy
Biopsi ini dilakukan untuk menentukan status keterlibatan kelenjar limfe aksila
dan parasternal (internal mammary chain) dengan cara pemetaan limfatik.
Prosedur ini menggunakan kombinasi pelacak radioaktif dan pewarna biru.
Apabila tidak dijumpai adanya sentinel node, diseksi kelenjar limf aksila tidak
perlu dilakukan. Sebaliknya , jika sentinel node positif sel tumor, diseksi
kelenjar limf aksila harus dilakukan, walaupun nodus yang ditemukan hanya
berupa sel tumor terisolasi dengan ukuran kurang dari 0,2 mm (dapat diartikan
N0). Indikasi prosedur ini terutama adalah yang klinis N0.4
Prosedur pemetaan limfatik sentinel ini terdiri atas 3 pelacak, yaitu (1)
pencitraan limfoskintigram preoperatif baik fase statik maupun dinamik; (2)
injeksi blue dye preoperatif 5-10 menit (intratumor, peritumor, periareolar, dan
subkutan) pada sisi tumor; (3) pemetaan dengan probe gamma detector
intraoperaktif dan nilai konkordansi masing-masing pelacak.4
Prosedur ini bermanfaat untuk (1) sraging nodus, (2) penentuan/prediksi terapi
adjuvan sistemik, dan (3) penentuan tindakan diseksi regional.4

14
2.8 Epidemiologi

Kanker merupakan salah satu jenis penyakit tidak menular yang angka kejadiannya
memiliki kecenderungan meningkat pada setiap tahunnya. Data WHO pada tahun 2010
menyebutkan bahwa kanker menempati urutan nomor dua sebagai penyebab kematian
terbanyak, berada dibawah penyakit kardiovaskular. Kanker payudara menempati urutan
pertama sebagai jenis kanker yang paling umum diderita oleh perempuan di dunia. Kanker
payudara memiliki kontribusi sebesar 30% dan merupakan jenis kanker yang paling
mendominasi di Indonesia, mengalahkan kanker leher rahim atau kanker serviks yang
berkontribusi sebesar 24%. Penderita kanker yang terus meningkat diperkirakan akan menjadi
penyebab utama peningkatan beban ekonomi karena biaya yang harus ditanggung cukup
besar.6-8

Berdasarkan Pathological Based Registration di Indonesia, kanker payudara


menempati urutan pertama dengan frekuensi relatif sebesar 18,6%. Data kanker di Indonesia
tahun 2010, menurut data histopatologik : Badan Registrasi Kanker Perhimpunan Dokter
Spesialis Patologi Indonesia (IAPI) dan Yayasan Kanker Indonesai (YKI) diperkirakan angka
kejadiannya di Indonesia adalah 12/100.000 wanita, sedangkan di Amerika adalah sekitar
1%.9

Data Riskesdas 2007 juga menyebutkan bahwa angka prevalensi nasional kanker
adalah 4,3 per 1000 penduduk dan bila angka tersebut diproyeksikan terhadap jumlah
penduduk Jawa Timur dengan populasi sekitar 38 juta jiwa, maka diperkirakan terdapat
sekitar 160.000 penderita kanker di Jawa Timur. Kanker payudara menempati urutan pertama
sebagai jenis kanker yang paling banyak diderita oleh penduduk usia produktif di Jawa Timur
dengan persentase sebesar 16,9%.6-8

Kanker payudara yang sebelumnya sering menyerang perempuan pada usia lebih dari
50 tahun, saat ini telah mulai menyerang kelompok usia yang lebih muda. Kejadian kanker
payudara di Surabaya pada tahun 2011 didominasi oleh perempuan pada rentang usia 35
hingga 44 tahun, yaitu dengan kejadian sebanyak 75 kasus.6-8

Besarnya permasalahan mengenai kanker payudara tersebut juga terlihat dari jumlah
kasus kanker payudara yang ditemukan di RSUD Dr Soetomo. Jumlah kasus kanker payudara
di RSUD Dr Soetomo terbilang cukup banyak dengan angka kejadian yang masih tinggi pada
setiap tahunnya. Jumlah kasus kanker payudara di rumah sakit pusat rujukan untuk wilayah

15
Indonesia bagian timur tersebut mengalami peningkatan pada dua tahun terakhir, yaitu
sebanyak 491 kasus pada tahun 2012 dan 574 kasus pada tahun 2013.6-8

Di Indonesia, lebih dari 80% kasus ditemukan berada pada stadium yang lanjut ,
dimana upaya pengobatan sulit dilakukan. Oleh karena itu perlu pemahaman tentang upaya
pencegahan, diagnosis dini, pengobatan kuratif maupun paliatif serta upaya rehabilitasi yang
baik, agar pelayanan pada penderita dapat dilakukan secara optimal.8

2.9 Etiologi

Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Terdapat beberapa faktor yang
diperkirakan meningkatkan risiko kanker payudara, antara lain faktor usia, genetik dan
familial, hormonal, gaya hidup, lingkungan dan adanya riwayat tumor jinak. Separuh dari
orang yang memiliki berbagai faktor-faktor diatas akan menderita kanker payudara.4

1. Usia
Faktor usia paling berperan dalam menimbulkan kanker payudara. Dengan semakin
bertambahnya usia seseorang, insiden kanker payudara akan meningkat. Satu dari
delapan keganasan payudara invasif ditemukan pada wanita berusia dibawah 45 tahun.
Dua dari tiga keganasan payudara invasif ditemukan pada wanita berusia 55 tahun.4
Pada perempuan, besarnya insiden ini akan berlipat ganda setiap 10 tahun, tetapi
kemudian akan menurun drastis setelah masa menopause.4
2. Genetik dan Familial
Selain faktor usia, faltpr adanya riwayat kanker payudara dalam keluarga juga turut
andil. Sekitar 5-10% kanker payudara terjadi akibat adanya presdiposisi genetik
terhadap kelainan ini.4
Seseorang dicurigai mempunyai faktor presdiposisi genetik herediter sebagai
penyebab kanker payudarayang dideritanya jika (1) menderita kanker payudara
sewaktu berusia kurang dari 40 tahun, dengan atau tanpa riwayat keluarga; (2)
menderita kanker payudara sebelum berusia 50 tahun, dan satu atau lebih kerabat
tingkat pertamanya menderita kanker payudara atau kanker ovarium; (3) menderita
kanker payudara bilateral; (4) menderita kanker payudara pada usia berapapun, dan
dua atau lebih kerabat tingkat pertamanya menderita kanker payudara; serta (5) laki-
laki yang menderita kanker payudara.4
Risiko seseorang yang satu anggota keluarga tingkat pertamanya (ibu, anak, kakak
atau adik kandung dan anak) menderita kanker payudara, meningkat dua kali lipat,

16
dan meningkat lima kali lipat bila ada dua anggota keluarga tingkat pertama yang
menderita kanker payudara.4
Walaupun faktor familial merupakan faktor risiko kanker payudara yang signifikan,
70-80% kanker payudara timbul secara sporadis.4
Berdasarkan hasil pemetaan gen yang dilakukan baru-baru ini, mutasi germline pada
gen BRCA1 da BRCA2 pada kromosom 17 dan 13 ditetapkan sebagai gen
presdiposisi kanker payudara dan kanker ovarium herediter. Gen BRCA1 terutama
menimbulkan kanker payudara ER (-). BRCA2 juga banyak ditemukan pada penderita
kanker payudara laki-laki.4
Gen ATM merupakan merupakan gen yang mengatur perbaikan DNA. Penderita
kanker payudara familial cenderung mengalami mutasi gen ini.4
Mutasi pada gen CHEK2 meningkatkan resiko kanker payudara hingga dua kali lipat.
Pada wanita yang mengalami mutasi gen CHEK2 dan beberapa familinya menderita
keganasan payudara, risiko wanita tersebut terkena kanker payudara jauh lebih
meningkat lagi, dan pada laki-laki bisa 10 kali lipat bilamana ada delesi pada CHEK2
dari gen regulator siklus sel ini.4
Mutasi pada gen supresor tumor p53 meningkatkan risiko terkena kanker payudara
dan juga kanker lainnya seperti leukemia, tumor otak dan sarkoma.4
3. Reproduksi dan Hormonal
Faktor reproduksi dan hormonal juga berperanan besar menimbulkan kelainan ini.
Usia menarchee yang lebih dini, yakni dibawah 12 tahun, meningkatkan risiko kanker
payudara sebanyak 3 kalui, sedangkan usia menopause yang lebih lambat, yakni diatas
55 tahun, meningkatkan risiko kanker payudara sebanyak 2 kali.4
Perempuan yang melahirkan bayi aterm lahir hidup pertama kalinya pada usia diatas
35 tahun mempunyai risiko tertinggi mengidap terkena kanker payudara. Selain itu,
penggunaan kontrasepsi hormonal eksogen juga turut meningkatkan risiko kanker
payudara; penggunaan kontrasepsi oral meningkatkan risikonya sebesar 1,24 kali;
penggunaan terapi sulih-hormon pascamenopause meningkatka risiko sebesar 1,35
kali bila digunakan lebih dari 10 tahun; dan penggunaan estrogen penguat kandungan
selama kehamilan meningkatkan risiko sebesar dua kali lipat. Sebaliknya, menyusui
bayi menurunkan risiko terkena kanker payudara terutama jika masa menyusui
dilakukan selama 27-52 minggu. Penurunan risiko ini diperkirakan karena masa
menyusui mengurangi masa menstruasi seseorang.4

17
4. Gaya Hidup
 Berat badan. Obesitas pada masa pascamenopause meningkatkan risiko kanker
payudara; sebaliknya obesitas pramenopause justru menurunkan risikonya. Hal
ini disebabkan oleh efek tiap obesitas yang berbeda terhadap kadar hormon
endogen. Walaupun menurunkan kadar hormon seks terikat-globulin dan
menurunkan pajanan terhadap estrogen, obesitas pramenopause meningkatkan
kejadian anovulasi sehingga menurunkan pajanan payudara terhadap
progesteron. Pada masa pascamenopause, penurunan risiko kanker payudara
yang disebabkan oleh obesitas pramenopause secara bertahap menghilang, dan
peningkatan bioavailabilitas estrogen yang terjadi pada masa ini akan
meningkatka risiko kanker payudara.4
 Aktivitas fisik. Olahraga selama 4 jam setiap minggu menurunkan risiko
sebesar 30%. Olahraga rutin pada masa pascamenopause juga menurunkan
risiko sebesar 30-40%. Untuk mengurangi risiko terkena kanker payudara,
American Cancer Society merekomendasikan olahraga selama 45-60 menit
setiap harinya.4
 Merokok. Merokok terbukti meningkatkan risiko kanker payudara.4
 Alkohol. Lebih dari 50 penelitian membuktikan bahwa konsumsi alkohol
secara berlebihan meningkatkan risiko kanker payudara. Alkohol
meningkatkan kadar estrogen endogen sehingga memengaruhi responsivitas
tumor terhadap hormon.4
Kumpulan analisis terakhir membuktikan bahwa risiko relatif kanker payudara
meningkat dari 7% kini menjadi 10% untuk setiap drink* tambahan per
harinya dan keduanya berbanding lurus. Walaupun tidak semua data konsisten,
konsumsi alkohol berlebih berkorelasi kuat dengan kanker payudara ER
(estrogen receptor) dan PR (progesterone receptor) positif sesuai dengan
perkiraan.4
5. Lingkungan
Wanita yang semasa kecil atau dewasa mudanya pernah menjalani terapi penyinaran
pada daerah dada, biasanya keganasan limfoma Hodgkin maupun non-Hodgkin,
mereka berisiko menderita keganasan payudara secara signifikan. Risiko keganasan
payudara terutama meningkat jika terapi penyinaran dilakukan pada usia dewasa
muda saat payudara sedang berkembang.4

18
Pajanan eksogen dari lingkungan hidup dan tempat kerja juga berisiko menginduksi
timbulnya kanker payudara. Salah satu zat kimia tersebut yaitu pestisida atau DDT
yang sering kali mencemari bahan makanan sehari-hari. Jenis pekerjaan lain yang
berisiko mendapat pajanan karsinogenik terhadap timbulnya kanker payudara antara
lain, penata kecantikan kuku yang tiap harinya menghirup uap pewarna kuku, penata
radiologi, dan tukang cat yang sering menghirup cadmium dari larutan catnya.4
6. Perubahan Payudara Tertentu
Beberapa wanita mempunyai sel-sel dari jaringan payudaranya yang terlihat abnormal
pada pemeriksaan mikroskopik. Risiko kanker akan meningkat bila memiliki tipe-tipe
sel abnormal tertentu, seperti atypical hyperplasia dan lobular carcinoma in situ
(LCIS).4

2.10 Patogenesis

Tumorigenesis kanker payudara merupakan proses multitahap, tiap tahapnya berkaitan


dengan satu mutasi tertentu atau lebih di gen regulator minor dan mayor. Terdapat dua jenis
sel utama pada payudara orang dewasa; sel mioepitel dan sel sekretorik lumen.4

Secara klinis dan histopatologis, terjadi beragam tahap morfologis dalam perjalanan
menuju keganasan. Hiperplasia duktal, ditandai oleh proliferasi sel-sel epitel polikloal yang
tersebar tidak rata yang pola kromatin dan bentuk inti-intinya saling bertumpang tindih dan
lumen duktus yang tidak teratur, sering menjadi tanda awal kecenderungan keganasan. Sel-sel
diatas relatif memiliki sedikit sitoplasma dan batas selnya tidak jelas dan secara sitologis
jinak. Perubahan dari hiperplasia ke hiperplasia atipik (klonal), yang sitoplasma selnya lebih
jelas, intinya lebih jelas dan tidak tumpang tindih, dan lumen duktus yang teratur, secara
klinis meningkatkan risiko kanker payudara.4

Setelah hiperplasia atipik, tahap berikutnya adalah timbulnya karsinoma in situ, baik
karsinoma duktal maupun lobular. Pada karsinoma in situ, terjadi proliferasi sel yang
memiliki gambaran sitologis sesuai dengan keganasan, tetapi proliferasi sel tersebut belum
menginvasi stroma dan menembus membran basal.4

Karsinoma in situ lobular biasanya menyebar ke seluruh jaringan payudara (bahkan


bilateral) dan biasanya tidak teraba dan tidak terlihat dalam pencitraan. Sebaiknya karsinoma
in situ duktal merupakan lesi duktus segmental yang dapat mengalami kalsifikasi sehingga
memberikan penampilan yang beragam.4

19
Setelah sel-sel tumor menembus membran basal dan menginvasi stroma, tumor
menjadi invasif dapat menyebar secara hematogen dan limfogen sehingga menimbulkan
metastasis.4

2.11 Manifestasi Klinis

Sebagian besar bermanifestasi sebagai massa mamae yang tidak nyeri dan sering kali
ditemukan secara tak sengaja. Lokasi massa kebanyakan di kuadran lateral atas, umumnya
lesi soliter, konsistensi agak keras, batas tidak tegas, permukaan tidak licin, mobilitas kurang
(pada stadium lanjut dapat terfiksasi ke dinding toraks). Massa cenderung membesar
bertahap, dalam beberapa bulan bertambah besar secara jelas.1
Perubahan kulit yang terjadi adalah adanya tanda lesung (kulit setempat menjadi
cekung), perubahan kulit jeruk (peau d’orange), nodul satelit kulit (secara klinis disebut tanda
satelit), invasi (tampak perubahan berwarna merah atau merah gelap), ulserasi (ulserasi dapat
membentuk bunga terbalik yang disebut tanda kembang kol), dan perubahan inflamatorik
(kulit mamae berwarna merah bengkak).9
Perubahan papila mamae adalah retraksi, distorsi papilla mamae, sekret papilar yang
umumnya sanguineus, dan adanya perubahan eksematoid. Perubahan eksematoid ini ditandai
dengan tampak areola, papilla mame tererosi, berkrusta, secret, deskuamasi, sangat mirip
eksim.9
Serta terjadinya pembesaran kelenjar limfe regional.Pembesaran kelenjar limfe aksilar
ipsilateral dapat soliter atau multiple.Pada awalnya mobile, kemudian dapat saling
berkoalesensi atau adhesi dengan jaringan sekitarnya.Seiring dengan perkembangan penyakit,
kelenjar limfe supraklavikular juga menyusul membesar. Yang perlu diperhatikan adalah ada
sebagian kecil pasien kanker mamae hanya tampil dengan limfadenopati aksilar tapi tak
teraba massa mamae. Hal ini disebut karsinoma mamae tipe tersembunyi.9

2.12 Klasifikasi Kanker Payudara

Hampir semua keganasan payudara adalah adenokarsinoma, sementara tipe lain (mis.
karsinoma sel skuamosa, tumor filoides, sarkoma, dan limfoma) membentuk kurang dari 5%
keseluruhan kasus.9

Karsinoma dibagi menjadi menjadi karsinoma in situ dan karsinoma invasif.


Karsinoma in situ adalah populasi neoplastik sel di duktus dan lobulus yang di batasi oleh
membran basal. Pada sebagian kasus, sel dapat meluas ke kulit di atasnya tanpa menembus

20
membran basal dan muncul secara klinis sebagai Paget disease. Namun, karsinoma in situ
tidak menginvasi pembuluh limfe dan pembuluh darah dan tidak bermetastasis. Karsinoma
invasif (sinonim dengan karsinoma ‘’ infiltratif’’) dapat menembus membran basal untuk
masuk ke stroma. Di sini, sel mungkin juga menginvasi pembuluh darah sehingga mencapai
kelenjar limfe regional dan tempat-tempat yang jauh. Bahkan karsinoma payudara invasif
yang paling kecil sekalipun dapat bermetastasis.9

Karsinoma in situ pada awalnya diklasifikasikan sebagai duktus atau lobulus karena
karsinoma in situ tampak mirip dengan daerah yang dikenainya, yaitu diduktus atau lobulus.
Karsinoma duktus dan lobulus invasif diberi nama berdasarkan karakteristik komponen in
situ-nya. Meskipun istilah deskriptif ini masih digunakan, semua karsinoma diperkirakan
berasal dari unit lobulus duktus terminal, dan kata ‘’duktus’’ atau ‘’lobulus’’ tidak
menunjukkan tempat atau jenis sel asal.9

2.12.1 Klasifikasi Patologik


1. Non-invasive Carsinoma
a) Ductal carsinoma in situ
Ductal carsinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada sel
kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran menjadi
tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker didalamnya. Kalsium
cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi
sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan (clustered or irregular calsification)
atau disebut kalsifikasi mikro (microcalcification) pada hasil mammogram seorang
wanita tanpa gejala kanker.9

DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa


yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS
kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor
jinak.Sekitar 20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan
mamografi.Jika diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif
dengan potensi penyebaran ke seluruh tubuh.9

DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan
lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal.Sel ini disebut solid,
papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat

21
progresif di awal perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan
bentuk tak beraturan.9

b) Lobular carcinoma in situ


Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan
sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang
memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus.
Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita
dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker invasive (lobular atau
lebih umum sebagai infiltrating ductal carcinoma) sepanjang hidupnya.9

2. Invasive Carsinoma
a) Penyakit Paget
Penyakit paget pada puting tampak sebagai erupsi ekzematosa kronik yang
berkembang menjadi ulkus basah. Penyakit Paget berkaitan erat dengan DCIS
ekstensif yang menjadi keganasan yang invasif. Biopsi jaringan puting akan
menunjukkan populasi sel DCIS yang seragam dan adanya sel Paget yaitu sel besar,
pucat, dan bervakuol pada lapisan Malphigi kulitnya. Tetapi bedah penyakit Paget
berupa lumpektomi dengan mengikuti kompleks puting-areola, mastektomi simpul
atau mastektomi radikal dimodifikasi, bergantung pada luasnya penyebaran kanker
invasif tersebut.4

3. Invasive Ductal Carsinoma


Karsinoma duktal invasif merupakan bentuk keganasan payudara yang plaing sering
ditemukan. Metastasis makro maupun mikroskopik ke kelenjar aksila terjadi pada 60%
kasus. Keganasan ini paling sering timbul pada wanita perimenopause dan
pascamenopause pada usia dekade kelima dan keenam, sebagai massa tunggal yang
padat.9
a) Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60%
kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke
KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita perimenopause atau
postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai massa soliter dan keras.
Batasnya kurang tegas dan pada potongan meilntang, tampak permukaannya
membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah dengan garis berwarna putih

22
kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan payudara. Sel-sel kanker
sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran histologi yang
bervariasi.9
b) Karsinoma Medular
Karsinoma medular kerap merupakan keganasan payudara yang dikaitkan
dengan BRCA-1 (1,9% pada kasus kanker payudara BRCA). Pada pemeriksaan
fisik, karsioma jenis ini biasanya berukuran besar dan terletak jauh didalam
payudara. Kanker ini teraba lunak dan bersifat hemoragik. Pembesaran cepat ukuran
tumor mungkin berasal dari nekrosis dan perdarahan dalam massa tumor. Sekitar
50% tumor karsinoma medular berkaitan dengan DCIS pada tepi tumornya. Hanya
10% sel karsinoma medular payudara memiliki reseptor hormon. Karsinoma
medular memiliki angka harapan hidup 5 tahun lebih baik dibanding penderita
karsinoma duktal invasif atau karsinoma lobular invasif.4
c) Karsinoma Musinosus

Karsinoma musinosus atau disebut juga sebagai karsinoma koloid, merupakan


jenis kanker payudara yang biasanya timbul pada orang lanjut usia berupa massa
yang cukup besar. Tumor ini berupa kumpulan musin ekstraselular yang didalamnya
terdapat sel-sel kanker grade rendah. Kadang terjadi fibrosis dalam massa tumor
sehingga tumor teraba sebagai massa yang agak kenyal. Sekitar 66% tumor ini
memiliki reseptor hormon. Metastasis nodus limf terjadi pada 33% kasus, dan rata-
rata harapan hidup 5 dan 10 tahunnya adalah 73% dan 59%.4

d) Karsinoma Papiler

Karsinoma papilar merupakan jenis kanker payudara yang biasanya muncul


pada wanita berusia 70 tahun dan banyak ditemui pada wanita non-kaukasia.
Karsinoma papilar biasanya kecil dan diameternya tidak lebih dari 3 cm. Metastasis
ke kelenjar aksila jarang terjadi. Angka harapan hidup 5 tahun dan 10 tahun
penderita karsinoma papilar payudara setara dengan karsinoma tubular dan
musinosus.4

e) Karsinoma Tubular
Karsinoma tubular ditemukan pada 20% wanita yang mengalami mamografi
skrining pada periode perimenopause dan awal pascamenopause. Pada 10%penderita
karsinoma tubular atau kribiformis invaif, jenis kanker payudara yang berkerabat

23
dekat dengan karsinoma tubular, ditemukan metastasis aksila yang biasanya terbatas
di kelenjar limfea paling bawah (level I), namun adanya metastasis pada level II dan
III tidak memperburuk angka harapan hidup. Metastasis jauh jarang terjadi pada
karsinoma tubular dan kribiformis.4
4. Invasive Lobular Carsinoma
Karsinoma lobular invasif yang berasal dari epithelial lobus payudara ini merupakan
10% dari seluruh keganasan payudara. Gambaran histopatologinya berupa sel kecil dan
nuklei yang bulat, nukleoli yang tidak jelas, dan sitoplasma yang sedikit. Pewarnaan
khusus mengonfirmasi adanya musin intrasitoplasma yang menggantikan nukleus
(signe-ring cell carsinoma). Gambaran klinis karsinoma lobular invasif bervariasi mulai
dari asimtomatik hingga berupa massa yang sangat besar. Biasanya massa tumor
bersifat multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang ganas dan
gambaran mamografinya sering menunjukkan lesi tumor yang lebih kecil dari yang
sebenarnya, karsinoma lobular invasif kadang sulit dideteksi.9
5. Keganasan Campuran Jaringan Epitel dan Jaringan Ikat
a) Angiosarkoma
Keganasan payudara ini berasal dari pembuluh darah dan limf. Kadang
angiosarkoma timbul 5-10 tahun setelah radioterapi pasca mastektomi keganasan
payudara sebelumnya. Tidak seperti hemangioma, angiosarkoma cenderung
mengalami nekrosis sentral. Gambaran klinis angiosarkoma berupa ruam merah
hingga ungu pada kulit yang di radiasi. Pada derajat tinggi, angiosarkoma dapat
menonjol keluar ke permukaan kulit. Metastasis ke kelenjar limfe regional jarang
terjadi sehingga diseksi aksila jarang diperlukan, namun metastasis hematogen
dapat terjadi dan paling sering menyebar ke paru. Jika tidak ada metastasis, reseksi
bedah harus mencapai margin bebas sel tumor. Kemoterapi tidak banyak memberi
manfaat. Rata-rata harapan hidup penderita angiosarkoma dengan metastasis
sekitar dua tahun.4
6. Kanker yang Jarang (adenoidcystic, squamous cell, apocrine)
2.12.2 Klasifikasi Berdasarkan Klinis Kanker Payudara
a) Steinthal I : kanker payudara besarnya sampai 2 cm dan tidak memiliki anak sebar
b) Steinthal II : kanker payudara 2 cm atau lebih dengan anak sebar dikelenjar ketiak
c) Steinthal III : kanker payudara 2 cm atau lebih dengan anak sebar dikelenjar ketiak,
infra dan supraklavikular, atau infiltrasi ke fasia pektoralis atau ke kulit atau kanker
payudara yang apert (memecah ke kulit)

24
d) Steinthal IV : kanker payudara dengan metastasis jauh misalnya ke tengkorak,
tulang-tulang punggung, paru-paru, hati dan panggul.9

2.13 Staging

AJCC (American Joint Committee on Cancer) menyusun panduan penentuan stadium dan
derajat tumor ganas payudara menurut sistem TNM.4

Klasifikasi Definsi

Tumor Primer (T) Tumor primer tidak didapatkan

Tx Tumor primer tidak dapat dinilai

T0 Karsinoma In Situ

Tis (DCIS) Duktal Karsinoma In Situ

Tis (LCIS) Lobular Karsinoma In Situ

Tis (Paget) Penyakit Paget pada puting payudara tanpa tumor

Catatan: penyakit Paget yang berhubungan dengan tumor


diklasifikasikan berdasarkan ukuran tumor.

T1 Diameter terbesar tumor < 2 cm

T1 mic Diameter terbesar mikroinvasif > 0,1 cm

T1a Diameter terbesar tumor > 0,1 tetapi < 0,5 cm

T1b Diameter terbesar tumor > 0,5 tetapi < 1cm

T1c Diameter terbesar tumor > 1 tetapi < 2 cm

T2 Diameter terbesar tumor > 2 - < 5 cm

T3 Diameter terbesar tumor > 5 cm

T4 Tumor dengan ukuran apapun disertai dengan adanya


perlekatan (ekstensi) langsung pada dinding thoraks atau
kulit

25
T4a Melekat pada dinding dada, tidak termasuk M. Pectoralis
Major

T4b Edema (termasuk peau d’orange) atau ulserasi pada kulit


payudara, atau nodul satelit di kulit payudara yang sama

T4c Gabungan antara T4a dan T4b

T4d Karsinoma inflamatorik

Kelenjar Limfe Regional

Nx KGB regional tidak dapat dinilai(mis: sudah diangkat)

N0 Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1 Metastasis pada kelenjar aksila ipsilateral, yang masih


dapat digerakkan (mobile)

pN1mi : Mikrometastasis >0,2 mm ≤2 mm

pN1a : 1-3 KGB aksila

pN1b : Mikrometastasis ke KGB mamaria interna


(berdasarkan sentinel node biopsy, karena tidak terlihat
secara klinis)

pN1c : Mikrometastasis ke 1-3 KGB aksila dan KGB


mamaria interna (berdasarkan sentinel node biopsy, karena
tidak terlihat secara klinis)

N2 Metastasis pada KGB aksila ipsilateral, tidak dapat


digerakkan (fixed) atau KGB mamaria interna yang
terdeteksi secara klinis dan tidak terdapat metastasis kGB
aksila secara klinis

N2a : KGB aksila ipsilateral yang terfiksasi satu sama lain


atau terfiksasi ke struktur lain

pN2a : 4-9 KGB aksila

26
N2b KGB mamaria interna yang hanya terdeteksi secara klinis*
dan tidak terdapat metastasis KGB aksila secara klinis

pN2b : KGB mamaria interna yang terdeteksi secara klinis


dan tidak terdapat metastasis KGB aksila

N3 Metastasis pada KGB infraklavikular ipsilateral dengan


atau tanpa keterlibatan KGB aksila atau KGB mamaria
interna yang terdeteksi secara klinis* dan terdapat
metastasis KGB aksila secara klinis; atau KGB
supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa keterlibatan
KGB aksila atau mamaria interna
N3a
KGB infraklavikular ipsilateral

pN3a : ≥ 10 KGB aksila atau infraklavikula

KGB mamaria interna ipsilateral dan KGB aksila


N3b
pN3b : KGB mamaria interna, terlihat secara klinis, dengan
KGB aksila; atau mikrometastasis ke >3 KGB aksila dan
mamaria interna (melalui sentinel node biopsy, karena tidak
terlihat secara klinis)

KGB supraklavikula ipsilateral

pN3c : KGB supraklavikula


N3c

Metastasis (M)

Mx Metastasis tidak dapat dinilai

M0 Tidak terdapat metastasis

M1 Metastasis

27
2.14 Grading

Keganasan payudara dibagi menjadi tiga grade berdasarkan derajat diferensiasinya.


Gambaran sitologi nukleus sel tumor dibandingkan dengan nucleus sel epitel payudara
normal. Grade I artinya berdiferensiasi buruk, grade II berdiferensiasi sedang, dan grade III
berdiferensiasi baik.4

Gambaran histologi (disebut juga Bloom-Richardson grade) menilai formasi tubulus,


hiperkromatik nucleus, dan derajat mitosis sel tumor dibandingkan dengan histologi normal
sel-sel payudara. Grade histologi ini juga dibagi tiga namun dengan urutan yang terbalik
dibanding grade nuklear yaitu, grade I berdiferensiasi baik, grade II berdiferensiasi sedang,
dan grade III berdiferensiasi buruk.4

2.15 Penatalaksanaan

Tatalaksana kanker payudara meliputi tindakan operasi, kemoterapi, radioterapi, terapi


hormon, targetting therapy, terapi rehabilitasi medik, serta terapi paliatif.4

2.15.1 Pembedahan
Pembedahan dapat bersifat kuratif maupun paliatif. Indikasi pembedahan yaitu tumor
stage Tis-3, N0-2, dan M0. Jenis pembedahan kuratif yang dapat dilakukan adalah
breast conserving treatment (BCT), mastektomi radikal klasik, mastektomi radikal
dimodifikasi, areola-skin-sparing mastectomy, mastektomi radikall extended,
mastektomi simpel, atau lumpektomi. Pembedahan kanker payudara kini makin lama
makin minimal dan peran terapi kombinasi/adjuvan makin meningkat.4
a) Mastektomi radikal klasik
Pembedahan radikal klasik menurut Hasteld ini meliputi pengangkatan seluruh
kelenjar payudara dengan sebagian besar kulitnya, otot pektoralis mayor dan
minor, dan seluruh kelenjar limf level I, II, dan III. Pembedahan ini merupakan
prosedur baku hingga tahun lima puluhan.4
b) Mastektomi radikal dimodifikasi
Sejak tahun enam puluhan, mastektomi radikal mulai dimodifikasi oleh Patey
dan Madden, yaitu dengan mempertahankan otot pektoralis mayor dan minor
seandainya jelas otot-otot tersebut bebas dari tumor, sehingga kelenjar limf
level I dan II yang terangkat. Mastektomi radikal dimodifikasi ini selalu diikuti
dengan diseksi aksila dan merupakan terapi bedah baku kanker payudara.

28
Namun, kini pembedahan radikal semakin lebih jarang dilakukan karena
deteksi keganasan lebih dini. Indikasi absolut dilakukannya mastektomi yaitu
pasien sedang hamil trimester pertama dan kedua, tumor difus, sudah pernah
menjalani radioterapi di dada, tidak ada fasilitas radioterapi.4
c) Mastektomi simpel
Seluruh kelejar payudara diangkat termasuk puting, namun tidak menyertakan
kelenjar limf aksila dan otot pektoralis. Mastektomi simpel atau disebut uga
mastektomi total hanya dilakukan bila dipastikan tidak ada penyebaran ke
kelenjar aksila. Pada tumor yang kecil, kini makin sering dilakukan skin
sparing mastectomy yaitu membuang seluruh kelenjar payudara dan hanya
membuang puting dan kompleks areolanya. Mastektomi simpel ini biasa
dilakukan untuk mastektomi profilaktif pada kelompok berisiko tinggi dan
pada keganasan in situ yang rekuren atau tidak dapat diterapi dengan BCT.4
d) Breast Conserving Treatment (BCT)
BCT bertujuan untuk membuang massa dan jaringan payudara yang mungkin
terkena tumor namun dengan semaksimal mungkin menjaga tampilan
kosmetik payudara. Yang merupakan indikasi absolut mastektomi merupakan
kontraindikasi BCT. BCT paling sering dilakukan pada tumor stage Tis, T1,
dan T2 yang penampangnya ≤3 cm. Kontraindikasi absolut BCT antara lain
multisentrisitas (fokus tumor terdapat pada lebih dari satu kuadran),
mikrokalsifikasi maligna luas atau di atas 3 cm, margin positif luas (extensive
intraductal component, EIC) pasca eksisi ulang, ada riwayat radiasi payudara,
dan pasien memilih mastektomi karena merasa lebih tuntas. Pada BCT, hanya
tumor dan jaringan payudara sehat di sekitarnya yang dibuang, oleh karena itu
BCT sering juga disebut lumpektomi. BCT hampir selalu dilanjutkan dengan
radioterapi, sehingga pada lumpektomi biasanya diletakkan sebuaha klip
logam sebagai penanda lokasi radioterapi. BCT juga dapat berarti mastektomi
parsial (segmental) atau kuadranektomi yang sama seperti lumpektomi namun
lebih banyak menyertakan jaringan sehat payudara. Sebelum memulai BCT,
dilakukan konsultasi dan kon-evaluasi bersama radioterapis. Buruknya
kosmetik hasil BCT dipengaruhi oleh besarnya rasio ukuran tumor bila
dibandingkan dengan payudara, volume eksisi yang luas, lokasi karsinoma
pada kuadran bawah, dan dosis terapi yang tinggi.4
e) Rekonstruksi segera

29
Rekonstruksi segera terbukti tidak mengganggu deteksi rekurensi tumor dan
tidak mempengaruhi onset kemoterapi, asalkan tidak ada kontraindikasi secara
onkologis untuk melakukan prosedur ini.4
f) Bedah paliatif
Bedah paliatif pada kanker payudara jarang dilakukan. Lesi tumor
lokoregional residif yang soliter kadang dieksisi, tetapi biasanya pada awalnya
saja tampak soliter, padahal sebenarnya sudah menyebar, sehingga
pengangkatan tumor residif sering tidak berguna. Kadang dilakukan amputasi
kelenjar mamma pada tumor yang tadinya tak mampu angkat karena
ukurannya kemudian telah diperkecil oleh radioterapi. Walaupun tujuan terapi
tersebut paliatif, kadang ada yang menghasilkan angka harapan hidup yang
lama.4
2.15.2 Radioterapi
Radioterapi kanker payudara dapat digunakan sebagai terapi adjuvan yang
kuratif pada pembedahan BCT, mastektomi simpel, mastektomi radikal dimodifikasi,
serta sebagai terapi paliatif. Radioterapi juga dapat diberikan sebagai terapi paliatif
pada pasien pascamastektomi, penyakit rekuren, dan keadaan metastasis tulang dan
otak. Radiasi harus selalu dipertimbangkan pada karsinoma mamma yang tak mampu-
angkat atau jika ada metastasis.4
Radioterapi dapat diberikan setelah BCT untuk tumor invasif in situ, stage I,
dan stage II. Sebagai terapi adjuvan, radioterapi diberikan pascamastetokmi tumor
stage I dan stage II, dan sebagai sandwich therapy (pembedahan dikombinasi dengan
penyinaran pra- dan pascabedah) pada tumor stage III.4
Radioterapi dapat diberikan dengan dua cara yaitu penyinaran dari luar dan
dari dalam. Radiasi dari luar, seperti yang lazim dilakukan. Luasnya daerah
penyinaran bergantung pada jenis prosedur bedah yang dilakukan dan ada-tidaknya
keterlibatan kelenjar getah bening. Jika prosedur bedah yang dilakukan adalah
lumpektomi, seluruh payudara disinar dan ditambah dengan ekstra penyinaran pada
daerah lesi kanker. Jika terdapat penyebaran luas kelenjar getah bening, biasanya
seluruh payudara dan kelenjar aksila dan supraklavikula diradiasi. Penyulitnya adalah
pembengkakan lengan karena limfuden akibat rusaknya kelenjar limf ketiak
supraklavikula. Jika direncanakan untuk dilakukan pascabedah, biasanya radioterapi
dilakukan sebulan kemudian setelah luka operasi menyembuh. Jika kemoterapi

30
direncanakan diberikan juga, biasanya radioterapi baru dilakukan setelah kemoterapi
selesai.4
Radiasi dari dalam atau disebut juga dengan brakiterapi, adalah menanam
bahan radioaktif di jaringan payudara sekitar lesi. Brakiterapi ini kadang juga
digunakan sebagai penambah radioterapi eksterna.4
2.15.3 Terapi Sistemik
Pada dasarnya terapi sistemik dapat berfungsi sebagai terapi kuratif-paliatif, namun
dapat juga sebagai terapi adjuvan, maupun neoadjuvanpaliatif. Pengobatan sistemik
kanker payudara meliputi terapi hormonal, kemoterapi dengan zat sitoksik, dan terapi
biologi.4
a) Terapi hormonal
Terapi hormonal terdiri dari obat-obatan anti-estrogen (ramoksifen, toremifen),
analog LHRH, inhibitor aromatase selektif (anastrazol, letrozol), agen
progestasional (megesterol asetat), agen androgen, dan prosedur ooforektomi.
Terapi hormonal standar yang berperan sebagai terapi adjuvan adalah
tamoksiven selama 5 tahun untuk pasien pramenopause dan penghambat
aromatase untuk pasien pascamenopause. Tamoksifen in hanya berguna jika
status reseptor ER dan PR tumor (+).4
b) Kemoterapi
Kemoterapi pada kanker payudara dapat terdiri atas kemoterapi adjuvan atau
paliatif. Kemoterapi adjuvan adalah kemoterapi yang diberikan
pascamastektomi untuk membunuh sel-sel tumor yang walaupun asimptomatik
mungkin tertinggal atau menyebar secara mikroskopik. Kemoterapi
neoadjuvan adalah kemoterapi yang diberikan sebelum pembedahan untuk
memperkecil besar tumor sehingga dapat diangkat dengan lumpektomi atau
mastektomi simpel. Respon kanker terhadap kemoterapi juga dapat dinilai.
Kemoterapi adjuvan paling baik dimulai dalam empat minggu pascabedah.
Regimen kemoterapi yang paling sering digunakan yaitu CMF (siklofosfamid,
metotreksat, dan 5-fluorourasil), FAC (siklosfosfamid, adriamisin, 5-
fluorourasil), AC (adriamisin dan siklofosfamid), CEF (siklofosfamid,
epirubisin, dan 5-fluorourasil). Jika terapi harus ditunda karena terjadi
leukopenia, harus dipertimbangkan penambahan G-CSF. Sebagai terapi
paliatif, terapi sistemik diberikan jika terdapat metastasis yang jelas secara
klinis atau jika pemeriksaan berulang setiap 6-8 minggu menunjukkan adanya

31
progresivitas. Regimen kemoterapi paliatif yang dapat diberikan antara lain
CMF, FAC (5-fluorourasil, adriamisin, siklofosfamid), atau FEC (5-
fluorourasil, epirubisin, siklofosfamid). Sebaiknya dilakukan jika ER dan/atau
PR tumor (-), terutama pada perempuan pramenopause, interval bebas
penyakit yang pendek terutama pada perempuan pramenopause, pertumbuhan
tumor yang cepat dan progresif, metastasis hati atau limfangitis karsinoma
paru, kegagalan terapi hormonal sebelumnya.4
c) Terapi biologi
terapi biologi berupa terapi anti ekspresi HER2/neu menggunakan pemberian
trastuzumab. Penentuan ekspresi HER2/neu pada semua kasus baru kanker
payudara kini direkomendasikan, karena status HER2/neu berguna untuk
menentukan prognosis. Kombinasi trastuzumab dengan kemoterapi dapat
menurunkan risiko relatif mortalitas sebesar 20%, namun jika dikombinasi
dengan adriamisin menjadi kardiotoksik. Trastuzumab diberikan setiap 3
minggu selama 1 tahun pada pasien dengan reseptor HER2/neu yang positif 3
bersamaan dengan kemoterapi adjuvan.4

2.16 Prognosis

Seperti keganasan pada umumnya, prognosis kanker payudara ditunjukkan oleh angka
harapan hidup atau interval bebas penyakit. Prognosis penderita keganasan payudara
diperkirakan buruk jika usianya myda, menderita kanker payudara bilateral, mengalami
mutasi genetik, dan adanya tripple negative yaitu grade tumor tinggi dan seragam, reseptor
ER dan PR negatif, dan reseptor permukaan sel HER2 juga negatif.4

2.17 Pencegahan

Karsinoma payudara dapat dicegah dengan memahami faktor risiko dan kemudian
menghindarinya. Seorang wanita yang memiliki riwayat keluarga menderita kanker payudara
atau ovarium, sebaiknya melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) sebulan sekali
sekitar hari ke-8 menstruasi baik untuk dilakukan sehak usia 18 tahun dan mamografi setiap
tahunnya sejak usia 25 tahun.4

Gejala dan tanda serta adanya faktor risiko yang mengarah ke terjadinya karsinoma
payudara, khususnya usia dibawah 35 tahun, sebaiknya dikenali sejak dini sehingga dapat
dilakukan pengobatan kuratif.4

32
Obat profilaksis yang sampai saat ini diakui sebagai profilaksis keganasan payudara
adalah tamoksifen. Sebagai antagonis estrogen, tamoksifen sebagai terapi terapi adjuvan
kanker payudara terbukti dapat menurunkan insidens kanker payudara primer kedua pada
payudara kontralateral. Walaupun terbatas pada kanker payudara yang ER (+), tamoksifen
sebagai profilaksis juga menurunkan insidens perkembangan menjadi kanker payudara yang
invasif pada LCIS, kelainan duktal atipik, dan hiperplasia lobular. Profilaksis lain yang
sedang diteliti adalah raloksifen.4

Mamografi dapat digunakan sebagai skrining kanker payudara sebagai skrining


kanker payudara,, terutama pada perempuan yang berada dalam masa pascamenopause atau
50 tahun ke atas terbukti menurunkan angka 33% angka mortalitas kanker payudara. Jika
terjadi peningkatan densitas payudara pada mamografi, risiko kanker payudara meningkat.4

Seseorang yang berisiko tinggi menderita kanker payudara karena memiliki riwayat
familial dan genetik serta mutasi gen supresor tumor (BRCA1, BRCA2, atau CHEK) dapat
dipertimbangkan untuk menjalani mastektomi bilateral dan salfingo-ooforektomi bilateral
preventif, meskipun penderita tidak menunjukkan gejala.4

33
BAB III
KESIMPULAN
Kanker payudara atau carsinoma mammae adalah sebuah tumor ganas yang tumbuh
dalam jaringan payudara. Tumor ganas ini berasal dari kelenjar, saluran kelenjar, jaringan
lemak maupun jaringan ikat payudara. Kanker ini bersifat infiltratif, destruktif, dan dapat
bermetastase.4,6

Gejala kanker payudara sangat dipengaruhi oleh lokasi tumor dan ciri
pertumbuhannya. Berbagai gejala yang biasanya mendorong pasien untuk datang ke dokter
antara lain adanya benjolan di payudara yang tidak nyeri, nyeri usik pada payudara unilateral
maupun bilateral; nyeri lokal disalah satu payudara, retraksi kulit atau puting; keluarnya
cairan dari puting; eksim, radang, atau ulserasi puting susu; benjolan ketiak serta edema
lengan.4

Untuk mendukung pemeriksaan klinis, mamografi dan ultrasonografi dapat membantu


deteksi kanker payudara. Pemeriksaan radiodiagnostik untuk staging yaitu dengan rontgen
thoraks, USG abdomen (hepar), dan bone scanning. Sedangkan pemeriksaan radiodiagnostik
yang bersifat opsional (atas indikasi) yaitu magnetic resonance imaging (MRI), CT scan,
PET scan, dan bone survey dan biopsi.4

Etiologi pasti dari kanker payudara masih belum jelas. Terdapat beberapa faktor yang
diperkirakan meningkatkan risiko kanker payudara, antara lain faktor usia, genetik dan
familial, hormonal, gaya hidup, lingkungan dan adanya riwayat tumor jinak. Separuh dari
orang yang memiliki berbagai faktor-faktor diatas akan menderita kanker payudara.4

Tumorigenesis kanker payudara merupakan proses multitahap, tiap tahapnya berkaitan


dengan satu mutasi tertentu atau lebih di gen regulator minor dan mayor. Terdapat dua jenis
sel utama pada payudara orang dewasa; sel mioepitel dan sel sekretorik lumen.4

Karsinoma dibagi menjadi menjadi karsinoma in situ dan karsinoma invasif.


Karsinoma in situ adalah populasi neoplastik sel di duktus dan lobulus yang di batasi oleh
membran basal. Pada sebagian kasus, sel dapat meluas ke kulit di atasnya tanpa menembus
membran basal dan muncul secara klinis sebagai Paget disease. Namun, karsinoma in situ
tidak menginvasi pembuluh limfe dan pembuluh darah dan tidak bermetastasis. Karsinoma
invasif (sinonim dengan karsinoma ‘’ infiltratif’’) dapat menembus membran basal untuk
masuk ke stroma. Di sini, sel mungkin juga menginvasi pembuluh darah sehingga mencapai

34
kelenjar limfe regional dan tempat-tempat yang jauh. Bahkan karsinoma payudara invasif
yang paling kecil sekalipun dapat bermetastasis.4,9

Tatalaksana kanker payudara meliputi tindakan operasi, kemoterapi, radioterapi, terapi


hormon, targetting therapy, terapi rehabilitasi medik, serta terapi paliatif.4

35
Daftar Pustaka

1. Agustina R. Peran derajat differensiasi histopatologik dan stadium klinis pada rekurensi
kanker payudara. Jurnal Kesehatan. 2015; 4 (7). hal.129.134.
2. Kementeriaan Kesehatan RI. Panduan penatalaksanaan kanker payudara. Jakarta:
Kemenkes RI; 2014. hal 1.
3. Desen W. Buku ajar onkologi klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. hal.
366-83.
4. Jong D. Samsuhidayat. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2013. hal. 471-91.
5. Nasar IM, Himawan S, Marwoto W. Buku aja patologi II. Edisi ke-1. Jakarta: Sagung
Seto; 2010.
6. Dinkes Prov Jawa Timur. Kegiatan pengendalian kanker di Jawa Timur.
http://dinkes.jatimprov.go.id/contentdetail/11/4/156/kegiatan_pengendalian_kanker_di_ja
wa_timur.html. Diakses pada tanggal 9 November 2017.
7. Depkes RI. Buku saku pencegahan kanker leher rahim dan kanker payudara.
https://docs.google.com/file/d/0Bwq8Yaw3QB1-UkNLbDdSQkxQMWM/edit?pli=1.
Diakses tanggal 10 November 2017.
8. Globocan. Breast cancer estimated incidence, mortality, and prevalence worldwide in
2012. http://globocan.iarc.fr/Pages/fact_sheets_cancer.aspx. Diakses pada tanggal 11
November 2017.
9. Rumah Sakit Kanker Dharmais. Penatalaksanaan kanker payudara terkini. Jakarta: 2012.
http://books.google.co.id/books?id. Diaskses pada 11 November 2017.

36

Anda mungkin juga menyukai