Ade Nandani 055
Ade Nandani 055
Ade Nandani 055
Oleh :
I. TUJUAN
Tujuan Umum :
Mahasiswa dapat mengetahui metode pembuatan sediaan langsung
(direct preparat) dari kultur jamur
Mahasiswa dapat mengamati dan mengetahui struktur jamur
Tujuan Khusus :
Mahasiswa dapat melakukan pembuatan sediaan langsung (direct
preparat) dari kultur jamur
Mahasiswa dapat melakukan identifikasi makroskopis morfologi
jamur pada kultur jamur media SDA
Mahasiswa dapat melakukan identifikasi mikroskopis morfologi dan
struktur jamur pada sediaan apus dari kultur jamur media SDA
II. METODE
Metode yang digunakan adalah preparat langsung dengan pewarnaan LCB
(Lactophenol Cotton Blue) dan pengamatan secara Makroskopi dan Mikroskopis.
III. PRINSIP
Jamur yang diinokulasikan pada media SDA identifikasi secara makroskopis
melalui pengamatan langsung kultur jamur pada media SDA, dan secara
mikroskopis dengan pembuatan sediaan hapus sampel jamur yang diwarnai
dengan Lactophenol Cotton Blue. Pengecatan jamur dengan menggunakan teknik
pengecatan LCB (Lactophenol Cotton Blue) menyebabkan jamur yang diamati
akan tampak berwarna hijau kebiru-biruan. Komposisi media LCB meliputi
methyl blue yang berfungsi untuk memberi warna kitin dalam dinding sel jamur,
fenol berfungsi untuk membunuh sel organisme, asam laktat berfungsi untuk
mempertahankan struktur jamur dan gliserin berfungsi untuk menjaga fisiologi sel
dan menjaga sel dari keadaan yang kering. Sediaan apus kemudian diamati di
bawah mikroskop dengan pembesara 40x.
IV. DASAR TEORI
Mikologi berasal dari bahasa Yunani mykes yang artinya jamur dan logos
yang artinya ilmu. Sehingga mikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
jamur dan pemanfaatannya. Jamur merupakan mikroorganisme eukaryotik dengan
tingkat biologisnya yang lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri. Habitat
hidupnya terutama di alam seperti air dan tanah sebagai jamur saprofit. Jamur
memerlukan lingkungan yang lembab. Jamur tumbuh dalam dua bentuk dasar,
yaitu Yeast atau ragi dan Mold. (Pohan, 2017)
Bentuk mold memproduksi koloni filamentosa multiseluler. Koloni ini
mengandung tubulus silindris yang bercabang yang disebut hifa, diameternya
bervariasi dari 2-10 µm. Hifa yang jalin-menjalin dan berakumulasi selama
pertumbuhan aktif disebut miselium. Beberapa hifa terbagi menjadi sel-sel oleh
dinding pemisah atau septa, yang secara khas terbentuk pada interval yang teratur
selama pertumbuhan hifa. Hifa yang menembus medium penyangga dan
mengabsorbsi bahan-bahan makanan adalah hifa vegetatif atau hifa substrat.
Sebaliknya, hifa aerial menyembul di atas permukaan miselium dan biasanya
membawa struktur reproduktif dari mold. (Pohan, 2017)
Yeast biasanya berbentuk bulat atau elips dan diameternya bervariasi dari
3-15 µm. Yeast merupakan mikroorganisme golongan fungi yang berbentuk
uniseluler, bersifat eukariotik, dan hidup sebagai saprofit atau parasite. Bentuk sel
yeast bermacam-macam, yaitu bulat, oval, silinder atau batang, segitiga
melengkung, berbentuk botol, bentuk apikulat atau lemon, membentuk
pseudomiselium. Yeast dapat tumbuh dalam larutan yang pekat, misalnya dalam
larutan gula, garam, dan asam yang berlebih. Yeast mempunyai sifat antimikroba
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang. Adanya sifat-sifat
tahan terhadap lingkungan (gula, garam, dan asam berlebih) menjadikan yeast
dapat bertahan atau bersaing dengan mikroorganisme lain. (Wonorejo et al., 2014)
Yeast dapat melakukan reproduksi secara seksual dan aseksual (Anna
Rakhmawati, 2013) :
1. Reproduksi aseksual
Berdasarkan hasil
pengamatan
makroskopis dari biakan
koloni jamur Candida
dimana memiliki ciri-ciri
sebagai berikut :
3. Tekstur koloni :
Glabrous/ Waxy
4. Tidak berlendir
MIKROSKOPIS
Berdasarkan pengamatan
secara mikroskopis
diidentifikasi jamur yang
terdapat pada media
1 SDA merupakan jamur
jenis Candida, dengan
2 struktur morfologi
3 sebagai berikut :
1. Blastospora
2. Sel yeast
3. Pseudohifa
2. Jamur Rot
MAKROSKOPIS
Berdasarkan hasil
pengamatan secara
makroskopis dari biakan
jamur pada roti dimana
memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Warna koloni : kuning
MIKROSKOPIS
1 Berdasarkan
pengamatan secara
mikroskopis
diidentifikasi jamur
yang terdapat pada
roti merupakan
jamur jenis
Aspergillus, dengan
struktur morfologi
sebagai berikut :
1. Conidia
2
2. Secondary
3 Sterigma
4
3. Primary
Sterigma
5
4. Vesicle
5. Conidiophore
IX. PEMBAHASAN
Praktikum pengenalan struktur jamur dilakukan pada Selasa, 13 February
2018 dan Selasa, 20 February 2018. Praktikum ini bertujuan untuk dapat
melakukan pembuatan sediaan langsung (direct preparat) dari kultur jamur,
mengidentifikasi makroskopis morfologi jamur pada kultur jamur media SDA,
dan mengidentifikasi mikroskopis morfologi dan struktur jamur pada sediaan apus
dari kultur jamur media SDA. Seperti yang sudah kita ketahui, jamur merupakan
mikroorganisme eukaryotik dengan tingkat biologisnya yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bakteri. Habitat hidupnya terutama di alam seperti air dan
tanah sebagai jamur saprofit. Jamur memerlukan lingkungan yang lembab. Jamur
tumbuh dalam dua bentuk dasar, yaitu Yeast atau ragi dan Mold (Pohan, 2017).
Identifikasi jamur dilakukan dengan pengamatan mikromorfologi dan
makromorfologi. Pengamatan makromorfologi dengan mengamati warna koloni
yaitu warna permukaan dan warna dibalik koloni, tekstur atau morfologi koloni,
dan garis radial atau konsentris pada medium agar. Pengamatan mikroskopis
diamati dibawah mikroskop dengan pewarnaan preparat basah dilihat morfologi
dari jamur (Mizana et al., 2016).
Praktikum pertama pada 13 February 2018 dilakukan preparasi bahan
seperti pembuatan media SDA, pengambilan sampel, penanaman sampel pada
media SDA, dan inkubasi.
Pembuatan media SDA yaitu disiapkan alat dan bahan yang digunakan,
dihitung kebutuhan media yang dibutuhkan, ditimbang media SDA sebanyak
16,25 g dengan pengenceran 1 liter ( 1000 ml ) aquadest, dipindahkan media yang
sudah ditimbang ke dalam erlemenyer yang sudah berisi aquadest 1 liter (1000
ml), ditutup ujung atas erlemenyer dengan kapas berlemak, dihomogenkan media
SDA menggunakan hotplate sehingga media SDA tercampur dengan merata,
dilakukan sterilisasi media dengan autoclave, setelah autoclave, sebelum media
dituangkan ke petri disk ditimbang antibiotik klorafenikol yang sudah ditumbuk
halus 0,125 g di neraca analitik, dihomogenkan klorafenikol dengan media di
erlemenyer, dituangkan media ke petri disk hingga menutupi permukaan petridisk,
ditunggu media menjadi agar dan dingin. Penambahan antibiotic kloramfenicol
bertujuan untuk menghambat pertumbuhan bateri atau kontaminasi bakteri pada
media SDA, karena yang kita cari adalah pertumbuhan jamur pada media.
Kloramfenikol merupakan antibiotik bakteriostatik berspektrum luas yang aktif
terhadap organisme-organisme aerobik dan anaerobik gram positif maupun
negatif. Sebagian besar bakteri gram positif dihambat pada konsentrasi 1-10
µg/mL, sementara kebanyakan bakteri gram negatif dihambat pada konsentrasi
0,2 - 5 µL/mL (Sidabutar & Satari, 2010).
Sampel yang digunakan untuk praktikum ini adalah sampel swab vagina
dari puskesmas, sampel roti, dan jamur pada kamar mandi. Penanaman sampel
swab vagina pada media SDA dilakukan dengan Difiksasi meja kerja BSC
menggunakan alkohol 70 % lalu diambil sampel strik 4 kuadran pada media SDA,
dan diinkubasi 37oC di dalam inkubator dan dilihat beberapa hari atau amati
setelah beberapa hari untuk melihat pertumbuhan jamurnya. Untuk sampel roti
pertama-tama diambil jamur pada sampel roti lalu diletakkan jamur di tengah
media SDA dan diinkubasi pada suhu ruang. Untuk sampel kamar mandi pertama-
tama dibawa media ke dalam kamar mandi, diletakkan media di bawah kloset
kamar mandi lalu di buka tutup petri disk, ditutup pintu kamar mandi lalu tunggu
hingga 15 menit, diambil kembali media lalu dibawa kembali ke laboratorium,
diinkubasi pada suhu ruang.
Setelah 1 minggu lebih tepatnya 20 Ferbruary 2018 didapatkan
pertumbuhan jamur pada semua sampel. Hanya pada praktikum ini hanya 2
sampel yang diidentifikasi yaitu sampel swab vagina dan roti. Pertama dilakukan
pengamatan secara makroskopis. Dimana pada sampel swab vagina hasil yang
didapatkan yaitu koloni jamur Candida yang memiliki ciri-ciri warna koloni putih,
bentuk koloni bulat besar, tekstur koloni glabrous/ waxy dan tidak berlendir. Hasil
yang didapatkan ini sesuai dengan literatul dimana morfologi koloni Candida pada
medium padat agar sabouraud dekstrosa atau glucose-yeast extract- peptone water
umumnya berbentuk bulat dengan ukuran (3,5-6) x (6-10) μm dengan permukaan
sedikit cembung, halus, licin, kadang sedikit berlipat terutama pada koloni yang
telah tua. Besar kecilnya koloni dipengaruhi oleh umur biakan. Warna koloni
Candida putih kekuningan (cream lembut) dan berbau khas (Komariah, 2012).
Kedua pada sampel roti dilakukan pengamatan secara makroskopis.
Dimana didapatkan koloni dengan ciri-ciri yaitu warna koloni kuning, morfologi/
bentuk koloni umbonate, tekstur koloni bludru (velvety) dan terdapat garis radial
kosentris furrow. Berdasarkan ciri-ciri yang didapatkan sesuai dengan jamus
Aspergillus sp. Hasil yang didapatkan ini sesuai dengan literatu menurut
literature yaitu koloni aspergillus sp terdiri atas beberapa warna seperti putih,
kuning, coklat kekuningan, coklat atau hitam, dan hijau. Warna koloni dari
Aspergillus sp ini secara keseluruhan merupakan warna dari konidianya. Produksi
pigmen pada Aspergillus sp sangat dipengaruhi oleh ada atau tidaknya trace
element (Mizana et al., 2016).
Setelah didapatkan koloni jamur pada media SDA, dilanjutkan dengan
pengamatan secara mikroskopis. Diawali dengan pembuatan sediaan langsung
dari koloni yang tumbuh. Pembuatan sediaam langsung dengan cara difiksasi kaca
objek pada api Bunsen, dipipet zat warna LCB ( Lactophenol Cotton Blue ,
diteteskan LCB diatas kaca objek sebanyak ± 1 tetes, difiksasi ose untuk
mengambil koloni, diambil satu jenis koloni jamur pada kultur plate
menggunakan ose, dicampurkan koloni jamur dengan LCB diatas kaca objek
hingga merata, ditutup campuran dengan cover glass, didiamkan / diinkubasi
preparat selama ± 10 menit pada suhu ruang, dan diamati preparat dibawah
mikroskop dengan perbesaran objektif 10x – 40x. Zat warna LCB adalah metode
yang paling banyak digunakan dalam pewarnaan dan pengamatan jamur. Jamur
yang diamati akan tampak berwarna hijau kebiruan. Komposisi dari Lactophenol
Cotton Blue yaitu kristal, cotton blue 0,075 gr berfungsi untuk memberi warna
pada sel kapang, asam laktat 20 ml yang berfungsi untuk menjernihkan latar
belakang dan mempertajam struktur kapang, gliserol 40 ml berfungsi menjaga
fisiologi sel dan menjaga sel terhadap kekeringan, kristal fenol dan air panas 70 oC
untuk membunuh jamur, serta air suling 40 ml. Tujuan inkubasi sediaan selama ±
10 menit pada suhu ruang sebelum suhu ruang bertujuan agar hifa dari jamur
dapat menyerap zat warna dengan baik (Leck, 1999).
Setelah pembuatan sediaan jamur, dilakukan pengamatan dibawah
mikroskop. Pertama pada sampel swab vagina didapatkan jamur jenis Candida sp,
dengan struktur morfologi yaitu blastospora, sel yeast, pseudohifa. Dari hasil
morfologi yang didapatkan sepertinya spesies jamur ini adalah Candida albicans.
Dimana dalam media SDA candida albicans, pseudohifa, blastospora, dan
chlamidospora pada kondisi tertentu dapat tumbuh dengan baik. Candida albicans
pada temperatur di bawah 33oC, yeast cell tumbuh dengan baik berbentuk ovoid
(±3x5 µm) dan pembentukan tunas biasanya terjadi pada daerah kutub sel.
Pertumbuhan mycelial baik dan pertukaran yeast cell menjadi hypha cell terjadi
via germ tube pada temperatur yang ditingkatkan dengan pH yang mendekati
netral. Dinding sel Candida albicans berfungsi sebagai pelindung dan juga sebagai
target dari beberapa antimikotik. Umumnya ada tiga bentuk morfologi candida
albicans yaitu
- Yeast Like cells, terlihat sebagai kumpulan sel berbentuk bulat
atauoval dengan variasi ukuran lebar 2-8 µm dan panjang 3-4 µm,
diameter 1,5-5 µm. Sel-sel tersebut dapat membentuk blastospora.
- Pseudohypha, karena blastospora tidak lepas dan terus membentuk
tunas baru.
Kedua pada sampel roti didapatkan hasil jamur jenis Aspergillus, dengan
struktur morfologi yaitu conidia, secondary sterigma, primary sterigma, vesicle,
conidiophore. Morfologi aspergillus menurut literature yaitu terdiri atas kepala
konidia, konidia, fialid, vesikel dan konidiofor. Kepala konodia adalah struktur
yang terletak di bagian terminal konidiofor, berbentuk bulat (globose) atau
semibulat (subglobose) tersusun atas vesikel, metula (jika ada), fialid dan
konidia. Vesikel adalah pembesaran konidiofor pada bagian apeksnya membentuk
suatu struktur berbentuk globose, hemisferis, elips atau clavate. konidiofor
merupakan suatu struktur tegak lurus yang muncul dari sel kaki dan pada
ujungnya menghasilkan kepala konidia. Sebagian besar dari spesies Aspergillus sp
memiliki konidiofor tidak bercabang yang masing-masing menghasilkan kepala
konidia tunggal (Mizana et al., 2016).
Faktor – factor yang mempengaruhi pertumbuhan jamur sebagai berikut :
a. Kebutuhan air
Kebanyakan jamur membutuhkan air minimal untuk
pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan khamir dan bakteri.
b. Suhu pertumbuhan
Kebanyakan jamur bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada
suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan jamur
adalah sekitar 25 - 30°C, tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu
35 - 37ºC atau lebih tinggi, misalnya Aspergillus. Beberapa jamur
bersifat psikrotropik yaitu dapat tumbuh baik pada suhu almari es
dan beberapa bahkan masih dapat tumbuh lambat pada suhu
dibawah suhu pembekuan, misalkan pada suhu - 5ºC sampai -
10ºC. Beberapa jamur juga bersifat termofilik yaitu dapat tumbuh
pada suhu tinggi.
c. Kebutuhan oksigen dan pH
Semua jamur bersifat aerobik yaitu membutuhkan oksigen
untuk pertumbuhannya. Kebanyakan jamur dapat tumbuh pada
kisaran pH yang luas yaitu pH 2 – 8,5 tetapi biasanya
pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH
rendah.
d. Subtrat / media
Pada umumnya jamur dapat menggunakan berbagai
komponen makanan dari yang sederhana sampai komplek.
Kebanyakan jamur memproduksi enzim hidrolitik misalnya
amylase, pektinase, proteinase, dan lipase. Oleh karena itu dapat
tumbuh pada makanan yang mengandung pati, protein, pectin
dan lipid.
e. Komponen penghambat
Beberapa jamur mengeluarkan komponen yang dapat
menghambat organisme lainnya. Komponen ini disebut
antibiotic. Beberapa komponen lain bersifat mikostatik yaitu
penghambat pertumbuhan jamur atau fungisidal yaitu membunuh
jamur. Pertumbuhan jamur biasanya berjalan lambat bila
dibandingkan dengan pertumbuhan bakteri dan khamir. Jika
kondisi pertumbuhan memungkinkan semua mikroorganisme
untuk tumbuh, jamur biasanya kalah dalam kompetisi dengan
khamir dan bakteri. Tetapi sekali jamur dapat mulai tumbuh,
pertumbuhan yang ditandai dengan pertumbuhan miselium dapat
berlangsung dengan cepat.
(Pohan, 2017)
X. KESIMPULAN
Pada praktikum pengenalan struktur jamur pada sampel swab vagina
didapatkan hasil secara makroskopis yaitu koloni jamur yang memiliki ciri-
ciri warna koloni putih, bentuk koloni bulat besar, tekstur koloni glabrous/
waxy dan tidak berlendir dan secara mikroskopis didapatkan jamur dengan
struktur morfologi yaitu blastospora, sel yeast, pseudohifa. Pada sampel roti
didapatkan hasil secara makroskopis yaitu koloni dengan warna koloni
kuning, morfologi/ bentuk koloni umbonate, tekstur koloni bludru (velvety)
dan terdapat garis radial kosentris furrow dan secara makroskopis didapatkan
jamur dengan struktur morfologi yaitu conidia, secondary sterigma, primary
sterigma, vesicle, conidiophore. Dari hasil kedua sampel tersebut, dapat
disimpulkan untuk sampel swab vagina didapatkan jamur Candida sp dan
untuk sampel roti didapatkan jamur Aspergillus sp.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, N., & Rahayu, T. (2015). Media Alternatif untuk Pertumbuhan Jamur
Menggunakan Sumber Karbohidrat yang Berbeda. Seminar Nasional XII
Pendidikan Biologi FKIO, 861–866.
Anna Rakhmawati. (2013). Reproduksi Jamur. Universitas Negeri Yogyakarta,
(12), 1–14.
Komariah, R. S. (2012). Kolonisasi Candida dalam Rongga Mulut. Departemen
Parasitologi FK UI, XXVIII(1), 41. Retrieved from
http://majalahfk.uki.ac.id/assets/majalahfile/artikel/2012-04-artikel-05.pdf
Leck, A. (1999). Preparation of lactophenol cotton blue slide mounts. Journal of
Community Eye Health, 12(30), 24.
Mizana, D. K., Suharti, N., & Amir, A. (2016). Artikel Penelitian Identifikasi
Pertumbuhan Jamur Aspergillus Sp pada Roti Tawar yang Dijual di Kota
Padang Berdasarkan Suhu dan Lama Penyimpanan. Jurnal Kesehatan
Andalas, 5(2), 355–360.
Nuryati, A., & Huwaina, A. D. (2015). Efektivitas Berbagai Konsentrasi Kacang
Kedelai ( Glycine max ( L .) Merill ) Sebagai Media Alternatif Terhadap
Pertumbuhan Jamur Candida albicans, 5(1), 5–8.
Pohan, dr. A. (2017). Macam-macam Spora, Macam-macam Koloni, Macam-
macam Pewarnaan, 1–32. Retrieved from www.mikologi.com
Sidabutar, S., & Satari, H. I. (2010). Pilihan terapi empiris demam tifoid pada
anak : kloramfenikol atau seftriakson? Sari Pediatri, 11(6), 434–439.
Wonorejo, R., Widiastutik, N., Alami, H., Biologi, J., Matematika, F., Alam, P., &
Sepuluh, I. T. (2014). Isolasi dan Identifikasi Yeast dari Rhizosfer, 3(1), 11–
16.
LEMPIRAN GAMBAR
Pemberian label pada media Pengambilan jamur pada Penanaman jamur pada
SDA sampel roti kadaluarsa media SDA
menggunakan pinset
Pembuatan Preparat
Preparat dan cover glass Memfiksasi objek glass pada Meneteskan pewarna LCB
yang digunakan untuk api bunsen pada preparat
pemeriksaan morfologi
Mengambil koloni jamur Mengambil koloni jamur Pembuatan hapusan pada
candida dengan aspergillus dengan preparat
menggunakan ose menggunakan ose
LEMBAR PENGESAHAN