Presentasi Kasus Undescended Testis
Presentasi Kasus Undescended Testis
Presentasi Kasus Undescended Testis
UNDESCENDED TESTIS
Oleh:
Hafiz Muhammad Ikhsan
1113103000024
Pembimbing:
dr. Yonas Immanuel Hutasoit, SpU
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah referat ini dengan
baik.
Adapun judul untuk penulisan makalah presentasi kasus kali ini mengenai “
undescended testis” . Dalam penunyusunan makalah ini , penulis telah mencurahkan pikiran
dan tenaga semaksimal mungkin. Namun penulis masih menyadari terdapat kekurangan pada
makalah ini, sehingga kritik dan saran yang membangun sangatlah berarti bagi penulis.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Yonas Immanuel H, SpU selaku
pembimbing pada makalah ini dan seluruh pihak yang membantu penyusunan ini.
Penulis
LEMBAR PERSETUJUAN
“Undescended Testis”
Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing, sebagai syarat untuk menyelesaikan kepaniteraan
klinik ilmu bedah di RSUP Fatmawati periode Maret– Mei 2018
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
ILUSTRASI KASUS
1.1. IDENTITAS PASIEN
No. RM : 01581216
Nama : An. A
Tanggal lahir : 25 Mei 2017
Umur : 10 Bulan
Agama : Islam
Alamat : Cimanggis, Depok
1.2. ANAMNESIS
Keluhan utama :
Buah zakar kiri tidak teraba sejak 10 bulan smrs
Ht 32 33-45 %
PT 13.2 11.5-14.5
Kontrol PT 13.6
INR 0.96
Fungsi Ginjal
Ureum 11 15-45 mg/dl
Kreatinin 0,94 0,6-1,1 mg/dl
URINALISA
Urobilinogen 0.2 <1
Albumin Negatif Negatif
Berat jenis 1.025 1.005 – 1.03
Bilirubin Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
pH 6.5 4.8 – 7.4
Leukosit Negatif Negatif
Hb Negatif Negatif
Glukosa urin Negatif Negatif
Warna Kuning Kuning
kejernihan Jernih Jernih
Sedimen Urin
Eritrosit 45.1
Silinder Negatif
Kristal Negatif
Bakteri 12.6
Lain-lain Negatif
RONTGEN THORAX
Laporan operasi:
1.6. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanationam : bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Undescended testikulorum (UDT) atau Kriptorkismus adalah sebagai kegagalan testis
untuk turun ke posisinya di dalam skrotum. Organ testisnya tetap ada namun tidak memasuki
kantong skrotum.
Selama masa embrionik, testis yang berada di samping mesonefron ginjal akan turun
melalui kanalis inguinalis ke dalam skrotum. Menurut Yunani kuno nama lain dari
Undescended Testis ialah Kriptorkismus berasal dari kata cryptos yang berarti tersembunyi
dan orchis yang berarti testis. Nama lain dari undescended testiskulorum adalah
kriptorkismus ,namun harus dijelaskan lebih lanjut apakah yang di maksud kriptorkismus
murni, testis ektopik, atau pseudokriptorkismus. Kriptorkismus murni adalah suatu keadaan
dimana setelah usia satu tahun, satu atau dua testis tidak berada didalam kantong skrotum,
tetapi berada di salah satu tempat sepanjang jalur penurunan testis yang normal. Sedang bila
diluar jalur normal disebut testis ektopik , dan yang terletak di jalur normal tetapi tidak
didalam skrotum dan dapat didorong masuk ke skrotum serta naik lagi bila dilepaskan disebut
pseudokritorkismus atau testis retraktil.
2.2. Epidemiologi
Sebanyak 3,4% bayi laki-laki aterm mengalami UDT, Sedangkan pada bayi premature
meningkat menjadi 30%. Menurut penelitian terbaru tahun 2016 (NCBI) sepertiga anak laki-
laki prematur memiliki UDT satu sisi dibandingkan dengan anak laki-laki yang tidak
premature yaitu 2-8%.
Laporan serupa yang lain menyebutkan dari 7500 bayi baru lahir diInggris, terdapat
5,0 % kasus UDT pada saat lahir, dan menurun menjadi 1,7%pada umur 3 bulan. 8 Setelah
umur 3 bulan, bayi-bayi yang lahir dengan berat <2000 gram, 2000 - 2499 gram, dan > 2500
gram, insiden UDT berturut-turutmenjadi 7,7%, 2,5%, and 1,41%.
2.3. Embriologi
Sebelum usia gestasional minggu ke- 7-8 dari perkembangan gonad, posisi gonad
pada kedua jenis kelamin sama. Pembentukan testis mudigah dipengaruhi oleh gen SRY.
Dengan mulainya diferensi seksual, Testis janin membentuk Müllerian inhibiting substance
(MIS) (atau anti-Müllerian hormone, AMH) yang dihasilkan oleh sel-sel Sertoli, zat tersebut
sebagai androgen, dan sel leydig menghasilkan insulin-like hormone 3 (INSL3). Hormon-
hormon ini bekerja mengontrol penurunan gonad laki-laki. Penurunan terjadi diantara dua
ligamen yaitu ligamen suspensorium pada daerah superior dan ligamen gubernakulum pada
daerah inferior. Pada saat fase inisial penurunan testis, terjadi regresi ligamen suspensorium
dan penebalan gubernakulum, sehingga testis dapat turun ke area inguinal. Sedangkan pada
wanita, yang kedua ligamennya tidak terdapat penebalan, sehingga ovarium tetap pada posisi
abdominal. Pada usia gestasi 20-25 minggu, prosessus vaginalis, sebuah divertikel pada
peritoneum, memanjang ke arah skrotum diikuti oleh gubernakulum. Pada saat usis 25-30
minggu. Testis menurun ke kanalis inguinalis diikuti dengan obliterasi processus vaginalis
proksimal. Penurunan ini akan berakhir pada usia 35 minggu. Gubernakulum akan menempel
pada skrotum setelah penurunan sempurna
Sekitar minggu ke-28 intrauterine, testis turun dari dinding posterior abdomen menuju
anulus inguinalis internus. Perubahan ini terjadi akibat pembesaran ukuran pelvis dan
pemanjangan ukuran tubuh, karena gubernakulum tumbuh tidak sesuai proporsinya,
mengakibatkan testis berubah posisi, jadi penurunannya adalah proporsi relatif terhadap
pertumbuhan dinding abdomen. Peranan gubernakulum pada awalnya adalah membentuk
jalan untuk processus vaginalis selama pembentukan kanalis inguinalis, kemudian
gubernakulum juga sebagai pengikat testis ke skrotum. Massa gubernakulum yang besar akan
mendilatasi jalan testis, kontraksi, involusi, dan traksi serta fiksasi pada skrotum akan
menempatkan testis dalam kantong skrotum. Ketika tesis telah berada di kantong skrotum
gubernakulum akan diresorbsi (Backhouse, 1966) Umumnya dipercaya bahwa gubenakulum
tidak menarik testis ke skrotum. Perjalanan testis melalui kanalis inguinalis dibantu oleh
peningkatan tekanan intra abdomen akibat dari pertumbuhan viscera abdomen.
Gbr.1 Penurunan testis. A. Saat janin usia 2 bulan. B. Pada saat pertengahan bulan ketiga.
Invaginasi peritoneum kedalam skrotum, membentuk tunika vaginalis. C. Bulan ketujuh. D.
beberapa saat sebelum lahir. E. Foto mikroskop elektron pada embrio tikus menunjukkan
gonad primitif (G), duktus mesonefros (kepala panah), dan gubernakulum (panah).
1 2 3 4
2.4. Etiologi
Segala bentuk gangguan pada proses penurunan tersebut di atas akan berpotensi
menimbulkan UDT .Beberapa penelitian terakhir mendapatkan bahwa mutasi pada gen INSL3
dan gen GREAT (G protein-coupled receptor affecting testis descent) dapat menyebabkan UDT.
INSL3 dan GREAT merupakan pasangan ligand dan reseptor yang mempengaruhi perkembangan
gubernaculum. Mutasi atau delesi pada gen-gen tertentu yang lain juga terbukti
menyebabkan UDT, antara lain gen reseptor androgen yang akan menyebabkan AIS (androgenin
sensitivity syndrome) , serta beberapa gen yang bertanggung-jawab pada diferensiasi testis
semisal: PAX5, SRY, SOX9, DAX1, dan MIS.
UDT dapat merupakan kelainan tunggal yang berdiri sendiri ataupun bersamaan dengan kelainan kromosom ,
endokrin, intersex, dan kelainan bawaan lainnya. Bila disertai kelainan bawaan lainnya seperti hipospadi
kemungkinan lebih tinggi disertai dengan kelainan kromosom ( sekitar 12- 15 % ).
2.5. Klasifikasi
UDT dikelompokkan menjadi 3 tipe :
1. UDT sesungguhnya (true undescended) : testis mengalami penurunan parsial melalui jalur
yang normal, tetapi terhenti. Dibedakan menjadi teraba (palpable) dan tidak teraba
(impalpable).
2. Testis ektopik: testis mengalami penurunan di luar jalur penurunanyang normal.
3. Testis retractile : testis dapat diraba/dibawa ke-dasar skrotum tetapi akibat refleks
kremaster yang berlebihan dapat kembali segera ke-kanalis inguinalis, bukan termasuk UDT
yang sebenarnya.
Pembagian lain membedakan true UDT menurut lokasi terhentinya testis,menjadi:
abdominal , inguinal , dan suprascrotal (gambar 2). Gliding testis atau sliding testis adalah
istilah yang dipakai pada keadaan UDT dimana testis dapat dimanipulasi hingga bagian atas
skrotum, tetapi segera kembali begitu tarikan dilepaskan.
Proses penurunan testis diregulasi oleh interaksi antara hormon dan faktor mekanik,
termasuk testosterone, dihidrotestosteron, mullerian inhibiting factors, dan gubernakulum
testis. Tekanan intraabdominal, dan nervus genitofemoral. Testis terbentuk pada usia 7-8
minggu gestasi. Pada usia 10-11 minggu, sel Leydig memproduksi testosterone, yang
menstimulasi diferensiasi duktus Wolffian (mesonefros) menjadi epididimis, vas deferens,
seminal vesicle, dan duktus ejakulatorius. Pada usia 32-36 minggu, testis memulai proses
penurunannya.gubernakulum testis menempel pada testis dan ujung lainnya menempel pada
skrotum untuk menuntunnya ke skrotum. Kelainan terhadap Gubernakulum testis, hormon
gonadotropin maternal, dll dapat menyebabkan tidak turunnya testis ke dalam skrotum.
Suhu di dalam rongga abdomen +10C derajat lebih tinggi daripada suhu di dalam
skrotum, sehinggga testis abdominal selalu mendapatkan suhu yang lebih tinggi dariipada
testis normal; hal ini mengakibatkan kerusakan sel-sel epitel germinal testis. Pada usia 2
tahun, sebanyak 1/5 bagian dari sel-sel germinal testis telah mengalami kerusakan, sedangkan
pada usia 3 tahun hanya 1/3 sel-sel germinal yang masih normal. Kerusakan ini makin lama
makin progresif dan akhirnya testis menjadi mengecil.
Karena sel-sel leydig sebagai penghasil hormone androgen tidak ikut rusak, maka
potensi seksual tidak mengalami gangguan. Akibat lain yang ditimbulkan dari letak testis
yang tidak berada di srotum dalah mudah terpuntir (torsio), mudah terkena trauma, dan lebih
mudah mengalami degenerasi maligna.
2.8. Diagnosis
2.8.1. Anamnesis
Pada anamnesis harus digali adalah tentang kelahiran bayi apakah prematur atau
cukup bulan, penggunaan obat-obatan saat ibu hamil terutama estrogen, riwayat operasi regio
inguinal. Harus dipastikan juga apakah sebelumnya testis pernah teraba di skrotum pada saat
lahir atau tahun pertama kehidupan. Perlu juga digali riwayat perkembangan mental anak.
Riwayat keluarga mengenai UDT, infertilitas, hipospadia dan kelainan genital bawaan
lainnya.
2.10. Penatalaksanaan
Tujuan terapi UDT yang utama dan dianut hingga saat ini adalah memperkecil risiko
terjadinya infertilitas dan keganasan dengan melakukan reposisi testis kedalam skrotum baik
dengan menggunakan terapi hormonal ataupun dengan cara pembedahan (orchiopexy).
Penatalaksanaan yang terlambat pada UDT akan menimbulkan efek pada testis di
kemudian hari. Dengan asumsi bahwa jika dibiarkan testis tidak dapat turun sendiri setelah
usia 1 tahun, sedangkan setelah usia 2 tahun terjadi kerusakan testis yang cukup bermakna,
maka saat yang tepat untuk melakukan terapi adalah pada usia 1 tahun. Pada prinsipnya testis
yang tidak berada di skrotum harus diturunkan ke tempatnya, baik dengan cara
medikamentosa maupun pembedahan.
UDT meningkatkan risiko infertilitas dan berhubungan dengan risiko tumor sel
germinal yang meningkat 3-10 kali. Atrofi testis terjadi pada usia 5-7 tahun, akan tetapi
perubahan morfologi dimulai pada usia 1-2 tahun. Risiko kerusakan histologi testis juga
berhubungan dengan letak abnormal testis. Pada awal pubertas, lebih dari 90% testis
kehilangan sel germinalnya pada kasus intraabdomen, sedangkan pada kasus testis inguinal
dan preskrotal, penurunan sel geminal mencapai 41% dan 20%.
Komplikasi Orchiopexy
Beberapa komplikasi yang dapat timbul akibat tindakan pembedahan Orchiopexy
antara lain :
1. Posisi testis yang tidak baik karena diseksi retroperitoneal yang tidak komplit
2. Atrofi testis karena devaskularisasi saat membuka funikulus
3. Trauma pada vas deferens
4. Pasca-operasi torsio
5. Epididimoorkhitis
6. Pembengkakan skrotum
2.11. Komplikasi UDT
Telah lama diketahui bahwa komplikasi utama yang dapat terjadi pada UDT adalah
keganasan testis dan infertilitas akibat degenerasi testis Di samping itu disebut juga terjadinya
torsi testis, dan hernia inguinalis.
A. Risiko Keganasan
Teradapat hubungan yang erat antara UDT dan keganasan testis. Insiden keganasan
testis sebesar 1-6 pada setiap 500 laki-laki UDT di Amerika. Risiko terjadinya keganasan
testis yang tidak turun pada anak dengan UDT dilaporkan berkisar 10-20 kali dibandingkan
pada anak dengan testis normal. Makin tinggi lokasi UDT makin tinggi risiko keganasannya,
testis abdominal mempunyai risiko menjadi ganas 4x lebih besar dibanding testis inguinal.
Orchiopexi sendiri tidak akan mengurangi risiko terjadinya keganasan, tetapi akan
lebih mudah melakukan deteksi dini keganasan pada penderita yang telah dilakukan
orchiopexy.
B. Infertilitas
BAB V
KESIMPULAN
UDT memiliki banyak komplikasi, sehingga harus dikenali dengan cepat dan
tepat serta penanganan segera karena misdiagnosis atau keterlambatan diagnosis akan
meningkatkan risiko terjadinya komplikasi. Oleh sebab itu diperlukan pengetahuan
untuk mampu mendiagnosis UDT secara cepat serta penanganan UDT pada pasien-
pasien yang mengalaminya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto; 2003. h.137-40.
2. Kolon TF. Cryptorchidism. 2002. Diunduh dari
http://www.emedicine.com/med/topic2707.html. ( diakses tanggal 30 Mei 2012)
3. Gaudio E, Paggiarino D, Carpino F. Structural and ultrastructural modifications of
cryptorchid human testes. J Urol. 1984;131:292–6.
4. Sadler. Embriologi Kedokteran LANGMAN. Edisi ke-7. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2000. h.280-310.
5. http://humupd.oxfordjournals.org/content/14/1/49.full.pdf diunduh tanggal 30 Mei
2012
6. Schneck FX, Bellinger MF. Abnormalities of the testes and scrotum and their surgical
management. Dalam: Walsh PC. Campbell‘s Urology Vol 1. 8th edition. Philadelphia:
WB Saunders Company. 2000
7. Elder JS. In: Kliegman RM, Behrman RE, Jenson HB, Stanton BF, eds. Nelson
Textbook of Pediatrics: Disorders and anomalies of the scrotal contents: undescended
testes. 18th ed.2007 Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier.p:2260-1