Mutu Pelayanan
Mutu Pelayanan
Mutu Pelayanan
Zeithmalh, dkk (1990: 23) menyatakan bahwa dalam menilai kualitas jasa/
pelayanan, terdapat sepuluh ukuran kualitas jasa/ pelayanan, yaitu :
1) Tangible (nyata/berwujud)
2) Reliability (keandalan)
3) Responsiveness (Cepat tanggap)
4) Competence (kompetensi)
5) Access (kemudahan)
6) Courtesy (keramahan)
7) Communication (komunikasi)
8) Credibility (kepercayaan)
9) Security (keamanan)
10) Understanding the Customer (Pemahaman pelanggan)
a. Pemasaran Jasa
Halaman 2
3. Kepuasan Pelanggan (konsumen)
Artinya, kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul
setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil)
suatu produk dan harapan-harapannya. Kepuasan seorang pembeli (konsumen)
setelah melakukan pembelian tergantung pada kesesuaian antara prestasi dari
produk yang dibeli dengan harapan dari pembelian tersebut.
Pihak manajemen tidak selalu memiliki pemahaman yang tepat tentang apa
yang diinginkan oleh para pelanggan atau bagaimana penilaian pelanggan
terhadap usaha pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. Sebagai contoh :
manajemen menganggap bahwa pelanggan menilai mutu pelayanan rumah
sakit dari kualitas (mutu) makanan yang diberikan, tetapi sebenarnya yang
diharapkan oleh pelanggan adalah cepat tanggap dan keramahan dari
tenaga medis. Oleh karena itu manajemen perlu mengumpulkan informasi untuk
menentukan atribut-atribut pelayanan apa yang dianggap penting oleh
pelanggan. Parasuraman et al (1990) dalam penelitiannya menyatakan ada
tiga faktor yang dapat mempengaruhi gap satu ini, yaitu:
a. Manajer sebagai pengambil keputusan kurang mempergunakan atau
bahkan tidak menggunakan hasil penelitian pasar terhadap produk yang
ditawarkannya.
b. Tidak adanya komunikasi yang efektif antara karyawan yang langsung
berhadapan dengan konsumen dengan pihak manajer sebagai penentu
kebijaksanaan.
c. Terlalu banyak tingkatan birokrasi yang ada antara karyawan yang langsung
berhadapan dengan konsumen dengan manajer sebagai penentu
kebijaksanaan.
Halaman 4
Perusahaan dalam menetapkan standar tidak memperkirakan apa yang
sekiranya menjadi standar konsumen terhadap jasa tersebut.
Halaman 5
Gambar 1.
Conceptual Model of Service Quality – The Gap Analysis Model
Expected Service
Gap 5
Perceived Service
Consumer
Translation of Perception
Gap 1 into Service Quality Specs.
Gap 2
Management Perceptions of
Consumer Expectaion
4. Service Recovery
Zemke dan Bell (1990:43) dalam Lewis (2001) menyebutkan bahwa service recovery
merupakan suatu hasil pemikiran, rencana, dan proses untuk menebus kekecewaan
pelanggan menjadi puas terhadap organisasi setelah pelayanan yang diberikan
mengalami masalah (kegagalan) .
Dari berbagai definisi tersebut di atas dapat diambil beberapa key-term yang
menjadi perhatian dalam melakukan service recovery, yaitu service recovery
merupakan tindakan, pemikiran, rencana, dan proses untuk memperbaiki
pelayanan bila terjadi kesalahan atau kekecewaan pelanggan dengan menebus
kesalahan atau kekecewaan, sehingga pelanggan menjadi puas.
Halaman 6
Service recovery bukan hanya sekedar penanganan terhadap keluhan dan
interaksi antara penyedia layanan dan pelanggan. Sebuah sistem service recovery
yang baik juga mendeteksi dan memecahkan masalah, mencegah kekecewaan
dan didisain untuk mengakomodasi keluhan.
Service recovery berkaitan erat dengan kepuasan pelanggan dan secara umum
dapat diwujudkan dengan tiga cara pokok. Pertama, memperlakukan para
pelanggan yang tidak puas dengan sedemikian rupa sehingga bisa
mempertahankan loyalitas mereka. Kedua, penyedia jasa memberikan jaminan
yang luas dan tak terbatas pada ganti rugi yang dijanjikan saja. Ketiga, Penyedia
jasa memenuhi atau melebihi harapan para pelanggan yang mengeluh dengan
cara menangani keluhan mereka.
Halaman 7
Mudie dan Cottam (1993) menyatakan bahwa upaya mewujudkan kepuasan
pelanggan total bukanlah hal yang mudah. Kepuasan pelanggan total tidak
mungkin tercapai, sekalipun hanya untuk sementara waktu. Namun, upaya
perbaikan atau penyempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai
strategi. Tjiptono (1995) menyebutkan bahwa ada beberapa strategi yang dapat
dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, diantaranya:
1. Relationship Marketing.
Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan
berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Salah satu faktor yang
dibutuhkan untuk mengembangkan strategi ini ialah dengan membentuk
customer database, yaitu daftar nama pelanggan yang perlu dibina hubungan
jangka panjang. Data base ini tidak hanya berisi nama pelanggan, tetapi juga
mencakup hal-hal penting lainnya, misalnya frekuensi dan jumlah pembelian,
apa yang menjadi kesukaan pelanggan, dan sebagainya.
Halaman 8
DAFTAR PUSTAKA
Halaman 9